eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3(2) 653-664 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2015
UPAYA UMAT ISLAM DI JERMAN DALAM MENGHADAPI GERAKAN ANTI ISLAM Koko Dwi Nata1 NIM.1002045048
Abstract This study aims to find out what are the efforts undertaken by Muslims in Germany in the face of anti-Islamic movement that is increasingly showing racist attitudes and discrimination against Islam in Germany. This type of research is descriptiveeksplanatif where researchers describe the efforts Muslims in Germany in the face of anti-Islamic movement. Analysis of the research problem using the theory of social reformative movement and results from these studies showed that the efforts that have been made by Muslims in Germany in the face of anti-Islamic movement and Islamphobia is efficient and maximum. Vigorous sentiments given by the anti-Islamic movement was slowly has begun to diminish. Muslims d German success is inseparable from the support of the government which supports the existence of Islam in that country. Keywords : Islamophobia, Anti-Islam Movement Pendahuluan Fenomena migrasi yang terjadi di Jerman pasca proses industralisasi tahun 1960-an memberikan perubahan warna pada sifat dari negara dan hubungan antar komunitas dalam negara. Proses imigrasi yang terjadi di Jerman pada saat itu tentunya juga memiliki beberapa pengaruh dan keuntungan yaitu meningkatkan pemasukan bagi Jerman melalui konsumsi, pembayaran atas pemakaian fasilitas umum, dan juga pembayaran pajak. Namun disisi lain adanya imigran ini sering kali menimbulkan masalah tersendiri seperti bertambahnya pengangguran di sudut kota akibat dari kondisi sosial imigran yang cenderung miskin dan kurang berpendidikan, selain itu perbedaan budaya dan agama juga mendasari munculnya aksi diskriminasi dan juga rasisme dikalangan mereka. Apalagi ditambah dengan kurang terbukanya masyarakat Turki terhadap komunitas luar sehingga proses integrasi sosial dan interaksi dengan masyarakat tidak berjalan dengan baik maka tidak aneh jika sering imigran Turki ini menjadi sasaran perlakuan rasis. Konsep tradisional mengenai negara bangsa ialah masyarakat yang disatukan oleh kesamaan sejarah, kultur, agama dan bahasa. Masuknya orang-orang yang berbeda latar belakang dan menjadi warga negara otomatis mengubah imajinasi persatuan sejarah masyarakat yang sebelumnya dianut. Gelombang kedatangan imigran yang besar mengakibatan pembauran batas-batas 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, Email :
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
kultural yang kaku. Jika perbedaan antar komunitas masyarakat dibiarkan, maka konflik yang terjadi akan semakin meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan perumusan kebijakan yang adil oleh pemerintah untuk memayungi proses integrasi kelompok keturunan migran, dengan masyarakat pribumi. (www.dw.de, diakses tanggal 15 Juni 2015) Pemerintah Jerman dalam hal ini telah membuat berbagai kebijakan diantaranya adalah menggelar Konferensi Islam, konferensi Islam sendiri adalah sebuah kongres dan sarana dialog antara pemerintah Jerman dan masyarakat muslim. Pertemuan ini digelar secara rutin setiap tahun. Acara ini digagas tahun 2006 oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Wolfgang Schauble. Tujuannya untuk memperbaiki kerjasama antara kelompok-kelompok agama dengan lembaga-lembaga negara serta proses integrasi nasional antara para imigran dan juga masyarakat mayoritas Jerman. Proses-proses komunikasi antara dua kebudayaan yang berbeda terus dilakukan selain juga tetap mengikuti ketentuan imigrasi yang berlaku. Konferensi Islam ini juga menjadi dasar pembentukan Coordination Council of Muslim (CCM) di Jerman sebagai wadah representasi kepentingan bagi Umat Islam. Sejak Konferensi Islam tersebut diselenggarakan integrasi sosial di Jerman pun dapat berlangsung dengan cukup efektif. Masyarakat Islam Turki di Jerman sudah dapat menjalankan ritual-ritual keagamaan, seperti melaksanakan hari raya Qurban yang secara konstitusi sudah diterapkan sejak tahun 2002, juga pemakaian jilbab serta melaksanakan praktik-praktik pendidikan Islam yang secara konstitusi sudah diatur sejak tahun 2003. Kehidupan para imigran Turki di Jerman pasca konferensi Islam memberikan pengaruh yang positif terhadap apa yang mereka lakukan di tengah kehidupan sosial dalam bermasyarakat, dimana status mereka kini mulai dapat diterima oleh masyarakat mayoritas di Jerman hal itu terbukti dengan hak-hak Islam yang sudah diakui disana sehingga mereka dapat melakukan praktik Islam dengan sebaik-baiknya bahkan sebagian masyrakat Jerman pun ada yang menjadi muallaf. Perkembangan Islam yang signifikan tersebut, telah memicu kemarahan oleh gerakan anti Islam di Jerman, karena mereka menganggap bahwa Islam adalah agama teroris dan merupakan suatu ancaman kawasan untuk Jerman kedepannya. Menanggapi hal tersebut umat muslim di Jerman berupaya untuk menghadapi dan juga melawan gerakan anti Islam serta pengaruh Islamphobia yang semakin kuat di Jerman. Tulisan ini akan menjelaskan upaya umat Islam di Jerman dalam menghadapi gerakan Anti Islam. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Islamophobia Secara umum Islamophobia adalah ketakutan berlebihan yang tidak memiliki dasar berpikir yang kuat tentang Islam bahkan dapat disebut dengan mengada-ada. Tidak ada pembenaran yang logis di dalamnya, yang ada hanyalah prasangka-prasangka yang terlahir akibat persepsi-persepsi buruk yang terus menerus ditanamkan kepada diri seseorang bahwa Islam adalah agama yang penuh dengan kekerasan, kebencian, egois, tidak toleran dan membatasi pemeluknya dengan aturan-aturan yang ketat sehingga tidak adanya kebebasan di dalamnya yang berujung persepsi bahwa Islam adalah kuno, ekstrim, agama yang membawa kehancuran, dan sebagainya. Namun
654
Upaya Anti Islam di Jerman Menghadapi Gerakan Anti Islam (Koko Dwi Nata)
dalam kenyataannya anggapan tentang Islam adalah agama yang diskriminatif sama sekali tidak di benarkan. Islam Phobia menurut Trust Runnymede Komisi Anti-Semitisme dari Inggris yang juga secara luas telah diterima oleh masyarakat sebagai defenisi Islamophobia yang legal, yaitu : “Islamophobia is the shorthand way of referring to dread or hatred of Islam – and, therefore, to fear or dislike of all or most Muslims” (Islamophobia adalah cara singkat yang mengacu kepada ketakutan atau kebencian terhadap Agama Islam-dan, oleh karena itu, ketakutan atau ketidak sukaan ditujukan kepada semua umat Muslim). (Samir Amghar dan Amel Boubekeur 2007) Saat ini, Islamophobia muncul dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan menengah keatas. Mulai dari mereka yang mencela maupun yang mengkritik Islam. Islamophobia, ditunjukkan dari setiap kalangan dan mendukung kebencian tersebut dengan mengatas namakan pembenaran ideologi. Akibatnya, ekspresi tersebut dianggap oleh mereka sebagai pembenaran dalam pemahaman mereka. Dalam memahami atau menjelaskan fenomena yang telah memiliki dampak yang dramatis dalam ruang yang relatif singkat dan melibatkan banyak orang, yang paling banyak bertanggung jawab atas hal ini adalah Media. Media yang merupakan alat informasi kesetiap tempat maupun kalangan, membuat banyak orang yang Phobia terhadap Islam karena informasi yang diterima tidak dinyatakan dengan benar, kebanyakan didalamnya mengandung unsur propaganda dan menyusulnya kasus 11 September 2001 yang mempertegas ketakutan mereka. Kurangnya informasi tentang kebenaran Islam yang diterima dan yang diinformasikan oleh banyak orang terutama media mengakibatkan kesimpangsiuran tentang kebenaran Islam, dan untuk mendefinisikan Islamophobia, bagi banyak orang itu adalah sesuatu yang serius yang berarti bahwa hasil akhirnya adalah kembali kepada keyakinkan diri pribadi. Konsep Social Movement (Gerakan Sosial ) Social Movement menggambarkan resistensi suatu kaum / kelompok yang memperjuangkan tidak hanya isu sosial, politik, dan ekonomi, tetapi meluas mencakup isu HAM dan kebebasan individu, pengaruh globalisasi dan lain sebagainya. Teori yang berbasis humanity dan berdasar budaya ini timbul seiring dengan banyaknya grievance (keluhan) masyarakat terhadap realita sosial yang semakin merugikan dan meminggirkan mereka. Keluhan dan aspirasi itulah yang kemudian ditangkap, ditampung, lantas diperjuangkan oleh sekelompok orang yang peduli dan memiliki kepentingan sama setelah terlebih dulu dianalisis bersama. (Hutagalung dan Daniel 2006) Charles Tilly berargumentasi bahwa gerakan sosial adalah sesuatu yang terorganisir (organised), berkelanjutan (sustained), menolak self-conscious (self conscious challenge) dan di dalamnya terdapat kesamaan identitas (shared identity) di antara mereka-mereka yang terlibat di dalamnya. Berbeda dari perspektif-perspektif sebelumnya pendekatan “gerakan sosial baru” berusaha melihat hubungan antara gerakan-gerakan sosial dengan perubahan struktural dan kultural dalam skala besar. Alain Touraine mengindentifikasi keterkaitan gerakan sosial dengan adanya konflik dominan yang sudah ada dalam masyarakat. Menurut Touraine, gerakan sosial
655
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
merupakan “perilaku/tindakan kolektif yang terorganisir dari aktor berbasiskan kelas yang berjuang melawan kelas yang menjadi lawan (musuh) dalam untuk mengambil kontrol sosial secara historis dalam sebuah komunitas yang konkret”. Historisitas yang dimaksud Touraine adalah keseluruhan sistem pemaknaan (system of meaning) yang menciptakan aturan-aturan dominan dalam sebuah masyarakat yang sudah terbentuk. Bentuk-bentuk dari social movement dapat dikelompokan berdasarkan pada keinginannya untuk berubah (partial/limited dan total/radical) serta target perubahan (individuals dan society as a whole). Berdasarkan dua hal tersebut, dibagi menjadi beberapa tipe yakni: alternative, redemptive, reformative, and revolutionarytransformative. Alternative Social Movements merupakan bentuk gerakan sosial dengan tipe perubahan parsial atau terbatas dan dengan target individu. Alternative social movements sedikit menggunakan ancaman status quo dan tidak terlalu peduli terhadap perubahan sistem. Jenis ini cenderung memiliki fokus kepentingan jarak dekat atau pendek, atau pada segmen tertentu saja. Misalnya saja pada pola kebiasaan yang terfokus pada pembatasan kegiatan individu. Redemptive Social Movements memiliki tipe perubahan secara menyeluruh atau total atau radikal, dengan target individu. Redemptive social movements memiliki fokus yang terbatas pada individu (specific individuals). Tipe ini menggunakan cara yang radikal untuk mengubah pola kebiasaan individu tersebut. Mereka memiliki tujuan untuk mengubah individu secara keseluruhan. Contohnya adalah seperti pada Fundamentalist religious movements, tata cara adat budaya dan pemujaan. Ketika gerakan keagamaan menekankan pada perubahan layaknya kelahiran kembali, mereka terindikasi mengharapkan bentuk perubahan individu secara menyeluruh, atau yang dapat disebut dengan radical inner change. Reformative Social Movements menggunakan tipe perubahan yang menargetkan perubahan pada batas-batas tertentu dalam aspek-aspek tertentu. Pelaku dari bentuk social movement ini biasanya berusaha untuk mencapai tujuan mereka melalui efek pada perubahan dalam sistemnya. Akan tetapi, mereka tidak berusaha menghancurkannya. Reformative movements biasa menggunakan jalur sistem yang resmi atau legal untuk mempromosikan pemikiran mereka. Mereka akan mencoba menantang hukum yang mereka anggap tidak adil. Jika mereka melakukan aksi, mereka akan cenderung menghindari kekerasan. Reformative social movements biasa ditemukan di negara demokrasi. Hal ini karena demokrasi menjamin adanya kebebasan berbicara, berserikat dan mengizinkan adanya partisipasi politik. Gerakan ini biasanya bertujuan untuk mempromosikan kemajuan. Misalnya seperti perubahan atau reaksi dalam melawan atau menggati sesuatu yang telah berjalan. Revolutionary-Transformative Social Movements menggunakan tipe perubahan total atau radikal dengan target pada masyarakat. Revolutionary movements tidak tertarik bekerja pada sistem. Bagi anggota gerakan ini, sistem sendiri merupakan masalah yang tidak dapat diselesaikan. Karenanya, hanya ada satu solusi yakni dengan membersihkan atau menghilangkan sistem tersebut dan menggantinya dengan sistem
656
Upaya Anti Islam di Jerman Menghadapi Gerakan Anti Islam (Koko Dwi Nata)
baru yang dinilai lebih baik. Revolutionary movements merupakan salah satu gerakan yang ekstrim dari sosial movement. Mereka dapat menganjurkan revolusi secara terbuka. Upaya yang dilakukan seperti penggulingan rezim yang tengah ada dan menggantikan organisasi masyarakat secara keseluruhan. (Alain Touraine 1981) Metodologi Penelitian Inti tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menjelaskan upaya umat Islam di Jerman dalam menghadapi gerakan anti Islam. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penulis menggunakan tipe penelitian Deskriptif-Eksplanatif dimana peneliti mendeskripsikan mengenai Upaya Umat Islam di Jerman dalam menghadapi gerakan Anti Islam. Jenis data yang dipakai yaitu jenis data sekunder yaitu data yang berasal dari hasil interpretasi data primer baik berupa buku, artikel dan akses media elektronik. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah studi literature yaitu mencari dan membaca buku-buku, laporan jurnal, artikel, tabloid, koran, dan datadata internet baik nasional maupun internasional. Sedangkan teknik analisa data dalam penelitian ini adalah teknik kualitatif yaitu dengan menganalisis data sekunder dan kemudian menggunakan teori sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang diteliti. Pembahasan Perkembangan Islam yang meningkat di berbagai aspek di Jerman seperti kehidupan sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan juga sampai pada keikutsertaannya warga muslim dalam perpolitikan di Jerman pada akhirnya memicu berbagai respon dari kalangan masyarakat, ada yang pro terhadap perkembangan positif tersebut namun ada juga yang kontra dengan perkembangan Islam yang signifikan di Jerman ini, masalah-masalah pun mulai timbul akibat dari perkembangan Islam di Jerman tersebut yang tentu saja datang dari gerakan anti Islam Jerman yang menganggap Islam sebagai suatu ancaman kawasan dikarenakan Islam yang semakin eksis dalam menyebarluaskan ajarannya. Kelompok yang kontra terhadap Islam adalah para masyarakat yang phobia terhadap Islam dan menganut paham dari ideologi Nazi yakni berdasarkan sikap rasis dan fasisme. Perkembangan Islam yang signifikan tersebut, telah memicu kemarahan oleh gerakan anti Islam di Jerman, karena mereka menganggap bahwa Islam adalah agama teroris dan merupakan suatu ancaman kawasan untuk Jerman kedepannya. Menanggapi hal tersebut umat muslim di Jerman berupaya untuk menghadapi dan juga melawan gerakan anti Islam serta pengaruh Islamphobia yang semakin kuat di Jerman .Bentuk-bentuk reaksi pun muncul terhadap mereka yang mengatasnamakan diri sebagai gerakan anti Islam tersebut diantaranya adalah dari umat Islam di Jerman dan juga komunitas ataupun organisasi Islam serta gerakan sosial di Jerman. Mereka melakukan berbagai upaya sebagai alat untuk menghadapi dan juga melawan gerakan anti Islam yang nantinya akan membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan Islam di Jerman. Upaya-upaya yang dilakukan umat Islam di Jerman dalam menghadapi gerakan anti Islam antara lain adalah Gerakan Perempuan Muslim di Jerman, Forum Dialog Resmi Antara Sesama Muslim, Aksi Demonstrasi Melawan Gerakan Anti Islam Pegida, dan Mengadakan Konfrensi Islam.
657
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
Gerakan Perempuan Muslim di Jerman Upaya umat Islam dalam menghadapi gerakan anti Islam yang pertama adalah melalui gerakan perempuan muslim di Jerman. Gerakan ini dipelopori oleh para kaum hawa yang mencoba untuk melawan Islamphobia ataupun gerakan anti Islam yang semakin marak melakukan aksinya di Jerman. Gerakan ini mulai dibentuk pada tahun 2011 yang mana keanggotaan dari gerakan ini pun bebas atau terbuka bagi seluruh perempuan muslim di Jerman. Mereka mengadakan berbagai agenda-agenda yang bertujuan mengenalkan islam atau berusaha mempromosikan bahwa islam adalah agama yang cinta damai dan tidak seperti apa yang mereka pikirkan (orang-orang yang phobia terhadap islam). Pada tahun 2012 lalu komunitas ini berkumpul di Witten salah satu kota dengan penduduk islam terbanyak di Jerman melakukan berbagai macam agenda dalam upaya mempromosikan islam diantaranya adalah dengan cara berkampanye melalui fashion, mereka menjual berbagai macam aneka fashion yang banyak digunakan oleh anak-anak muda dengan pesan-pesan damai, misalnya dengan menulisi kalimat terrorist has no religion atau hijab my right, my choice, my life pada punggung kaoskaos mereka. Cara seperti ini menurut mereka sangat efektif untuk mengenalkan bahwa Islam adalah agama yang baik dan ramah kepada siapa saja. Mereka tidak hanya mengkampanyekan tentang Islam saja tetapi juga tentang toleransi dan multikulturalisme. Bahkan produk yang mereka gunakan pun tidak hanya sebatas kaos tetapi sudah merembet ke aksesoris-aksesoris lain seperti topi, penutup kepala, ikat tangan dan lain-lain yang tengah menjadi trend di kalangan anak-anak muda di Jerman. Selain itu, sebagai bentuk dukungan dan solidaritas terhadap nasib kaumnya yang mengalami diskriminasi, banyak diantara perempuan muslim di Jerman yang memiliki ketrampilan dan keahlian lebih, kemudian membuat lembaga-lembaga atau wadah-wadah yang bisa digunakan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mereka. Seperti yang terdapat di Berlin, kaum pendatang ini membuat program integrasi dengan lembaga-lembaga resmi Jerman seperti lembaga kursus bahasa, lembaga pendidikan mulai dari play group sampai sekolah dasar. Pada lembaga bahasa seperti VHS (Volkhochschulen) contohnya, di situ terdapat program khusus untuk para orang tua (bapak dan ibu) pendatang yang ingin belajar bahasa Jerman atau menulis dan membaca dengan biaya yang sangat murah. Hal ini sekaligus memberi peluang dan kesempatan bagi perempuan-perempuan berjilbab untuk bisa bekerja di sektor yang lebih tinggi atau perkantoran. Program ini sangat membantu sekaligus membangkitkan semangat para perempuan untuk terus membekali dirinya dengan pendidikan karena banyak di antara peserta kursus itu yang usianya sudah di atas empat puluh tahun. Upaya-upaya lain yang mereka lakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan adalah dengan membuat grup-grup kecil tepatnya dibulan april tahun 2012 lalu di Berlin, untuk mengkaji persoalan keagamaan, mengaji, berdiskusi, dan membahas berbagai persoalan yang mereka alami atau rasakan, sehingga mereka menjadi lebih faham terhadap hak-hak dan kewajiban perempuan. Sebagian dari mereka juga sangat terbuka terhadap isu gender dan emansipasi dengan mulai berfikir bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk ikut mengambil peran dalam masyarakat dan mereka
658
Upaya Anti Islam di Jerman Menghadapi Gerakan Anti Islam (Koko Dwi Nata)
mengerti hanya dengan bekal pendidikan dan ketrampilanlah mereka bisa masuk dan berinteraksi dalam kehidupan sosial. Mereka juga sadar bahwa bukanlah hal yang salah jika seorang perempuan itu keluar rumah untuk berkegiatan atau bekerja. Upaya gerakan perempuan muslim di Jerman ini kemudian ditanggapi positif oleh sebagian masyarakat di Jerman entah itu datang dari umat muslim sendiri ataupun dari masyarakat non muslim. Masyarakat Jerman non muslim ikut serta mendukung setiap kegiatan yang dilakukan oleh komunitas perempuan muslim, mereka memberikan dukungannya melalui bantuan dana seikhlasnya dan juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Terlebih lagi komunitas muslim yang berbasis di Jerman pun ikut serta untuk mendukung kegiatan yang dilakukan gerakan perempuan muslim ini diantaranya adalah Persatuan Islam Eropa-Turki (ATIB), Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD), Federasi Asosiasi Pekerja Demokratis (DİDF) dan Masyarakat Islam Visi Nasional (IGMG). Keberadaan perempuan muslim di Jerman semenjak adanya upaya-upaya yang telah mereka lakukan tersebut, dari tahun ketahun pun mengalami kemajuan yang signifikan, tentu saja hal ini tidak terlepas dari dihapusnya aturan mengenai larangan berjilbab bagi kaum hawa oleh pemerintah Jerman pada tahun 2013 lalu. Perempuan muslim Jerman tidak pernah putus asa untuk terus berusaha mengenalkan Islam secara lebih dekat kepada masyarakat. Mereka pun tetap aktif melakukan berbagai kegiatan, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat sosial kemasyarakatan dengan tanpa menanggalkan jilbab dari kepalanya. (www.rahima.com, diakses tanggal 28 september 2015) Forum dialog resmi antara sesama muslim Forum dialog resmi antara sesama muslim di Jerman adalah sebuah wadah yang dibentuk guna membahas isu isu yang berkaitan dengan islam. Forum ini didirikan pada tahun 2010 oleh komunitas muslim Jerman yaitu Persatuan Islam Eropa-Turki (ATIB), Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD), dan juga Masyarakat Islam Visi Nasional (IGMG). Latar belakang dibentuknya forum dialog ini adalah untuk membahas berbagai macam kasus diskriminasi dan juga sikap rasis yang ditunjukan oleh masyarakat yang phobia terhadap islam yaitu gerakan anti Islam Pegida, termasuk juga isu ham dan kebebasan individu serta pengaruh globalisasi terhadap perkembangan islam di Jerman. Pada bulan April 2013 dikota Berlin, forum yang dipelopori oleh komunitas muslim ini mengadakan sebuah agenda yang mencoba mendiskusikan mengenai isu isu islamphobia dan juga gerakan anti Islam yang semakin meningkat di Jerman. Dalam forum itu para tokoh Islam mendiskusikan bagaimana kaum minoritas muslim melawan Islamophobia dengan cara damai. Komunitas muslim ini mendidik masyarakat tentang bagaimana bereaksi terhadap gerakan Anti Islam atau sloganslogan Anti Islam serta mendidik mereka tentang bagaimana mereka harus bereaksi, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus membawa diri mereka sendiri dan tidak memberi persepsi tentang Islamophobia. Komunitas Islam Turki yang tergabung dalam forum dialog tersebut memberikan opininya bahwa mereka mengutuk keras berbagai macam demonstrasi anti Islam yang tumbuh di bawah kedok patriotisme di Jerman. Mereka juga mengkritik politisi
659
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
Jerman yang populis serta media Jerman yang gencar dengan headline Islamphobia mereka yang tentunya hal ini membuka jalan bagi Islamophobia dan gerakan Anti Islam meluas di Jerman. Forum dialog yang diselenggarakan tersebut, selain menambah wawasan dan pengetahuan bagi peserta yang hadir, mereka sekaligus mengharapkan adanya upaya pemerintah yang konkret dalam menghadapi teror Islamphobia dan segala bentuk perlakuan rasis serta diskriminasi yang ditunjukan oleh gerakan anti Islam kepada umat Islam di Jerman. Pemerintah sendiri juga sudah berupaya meminimalisir dan mengecam setiap tindakan ataupun prilaku dari gerakan anti Islam yang terus berupaya untuk menghentikan islamisasi dinegara tersebut. Hal itu dibenarkan dengan pernyataan pemerintah Jerman yang mengatakan bahwa Islam adalah bagian dari Jerman dan mengutuk setiap kelompok ekstrimis yang membenci Islam. Keberadaan pelaku gerakan anti Islam tentunya juga membuat masyarakat muslim Jerman sebagai kaum minoritas merasa khawatir akan masa depan mereka. Namun dengan adanya forum dialog ini, selain memberikan manfaat dan juga menambah wawasan bagi setiap muslim di Jerman, Persatuan dan kesatuan yang mereka bangun melalui forum dialog ini telah menambah kekuatan tersendiri bagi komunitas muslim di Jerman untuk lebih bersatu lagi dalam menghadapi segala macam bentuk kebencian yang dilontarkan oleh masyarakat yang phobia terhadap Islam. Mereka yakin dengan adanya dukungan langsung yang diberikan oleh pemerintah akan membawa Islam dalam mencapai kedamaian dan kesejahteraan sebagai warga negara yang dihormati oleh seluruh masyarakat Jerman. (www.ddhongkong.org, diakses tanggal 1 Mei 2015) Aksi Demonstrasi Melawan Gerakan Anti Islam Pegida Selain kampanye promosi islam melalui fashion dan juga pengajaran bahasa Jerman gratis di lembaga pendidikan, yang dilakukan oleh gerakan perempuan muslim di Jerman serta diadakannya forus dialog resmi antara sesama muslim, cara lain pun dtempuh oleh komunitas islam di Jerman dalam menghadapi gerakan anti Islam yaitu melalui aksi demonstrasi. Demonstrasi ini dipelopori oleh komunitas muslim Jerman seperti Uni Islam Turki (DITIB), Federasi Pusat Budaya Islam (VIKZ), serta Initiative Berliner Muslim (Inisiatif Muslim Berlin) dan diikuti oleh sejumlah masyarakat islam di Jerman bahkan masyarakat non muslim pun turut berpartisipasi dalam aksi tersebut guna mendukung islam. Aksi demonstrasi yang akan diselenggarakan ini ditujukan langsung kepada gerakan anti Islam Pegida yang sangat atraktif dan paling menentang keberadaan islam serta besar pengaruhnya dalam menyebarkan segala macam bentuk kebencian terhadap Islam. Menanggapi berbagai macam aksi dari Pegida tersebut, maka komunitas Islam di Jerman mencoba memberikan perlawanan melalui demonstrasinya, tepatnya bulan Januari 2015, komunitas Islam Jerman beserta seluruh umat islam bahkan sampai pada tokoh-tokoh kristiani gereja berkumpul dikota koln mencoba untuk memberikan perlawanan pada gerakan anti Islam Pegida yang pada saat itu juga berkumpul di tempat tersebut. Seputar Katedral Koln yang sedianya akan dijadikan ajang demonstrasi gerakan Anti Islam di malam hari, dimatikan lampu penerangannya.
660
Upaya Anti Islam di Jerman Menghadapi Gerakan Anti Islam (Koko Dwi Nata)
Kehadiran ribuan komunitas Islam ini membuat kelompok Anti Islam itu membatalkan rencana aksi protesnya. Selain itu dibulan selanjutnya, pada tanggal 11 Ferbruari di Berlin para komunitas Islam Jerman juga berupaya menghambat aksi demonstrasi yang coba dilakukan oleh gerakan anti Islam Pegida yang hendak menggelar aksi di Gerbang Brandenburg. Sekitar 4.000 warga yang menentang demonstrasi Anti Islam itu turun ke jalanan. Di kota Rostock juga kawasan di timur Jerman, umat islam serta warga masyarakat ikut menggelar aksi Anti Pegida. Aksi mematikan lampu penerangan juga dilakukan oleh pabrik otomotif Volkswagen di Dreseden. Lampu penerangan di bangunan yang dijuluki istana kaca itu sengaja dimatikan agar saat aksi Pegida digelar keadaan di sekitarnya gelap. Aksi serupa seperti di kota Koln bermotto "Licht aus für Rassismus" atau matikan lampu bagi rasisme, sebagai simbol menentang aksi Anti Islam, rasisme dan diskriminasi. Salah satu aksi demonstrasi yang paling disoroti pada saat itu adalah kampanye melalui kegiatan pawai bersama kanselir Jerman Angela Markel, yang juga diikuti oleh hampir seluruh kebinetnya. Pada tanggal 12 maret tahun 2015, Angela turun kejalanan Berlin dalam pawai bertajuk terbuka dan toleran Jerman bersama komunitas muslim. Merkel memulai pawai digerbang Bradenburg, dijantung kota Berlin bersama Menlu Frank Walter dan pejabat tinggi negara lainnya. Sebelumnya, Merkel bergabung dengan Presiden Prancis Francois Hollande dan 55 pemimpin dunia lainnya dalam pawai di Prancis untuk mengenang korban penyerangan Charlie Hebdo. Dewan Pusat Muslim Jerman dan Komunitas muslim Jerman selaku penyelenggara kegiatan ini mencoba untuk mempromosikan toleransi dan kebebasan beragama dinegeri itu dan mengutuk serangan di Paris serta mengirim kritikan terhadap Gerakan Anti Islam yang sedang tumbuh di Jerman. Sebagai salah satu organisasi yang mewakili umat muslim dinegeri itu, dewan pusat muslim Jerman serta komunitas islam lainnya yang tergabung dalam aksi pawai toleransi di Berlin tersebut membawa banner bertuliskan pesan perdamaian antar sesama umat manusia dan juga menegaskan bahwa Islam bukanlah agama teror. Dalam sambutannya, Markel mengatakan kepada peserta pawai bahwa kita semua adalah Jerman, Jerman menjadi lebih beragam diranah agama, budaya, dan mental melalui imigrasi. keberagaman ini membuat kita sukses menarik dan disukai. Sambutan lainnya datang dari Aiman Mazyek sebagai kebinet kerja Angela Markel yang mengatakan bahwa seluruh masyarakat Jerman berdiri bersama untuk Jerman yang terbuka kepada dunia, dengan hati yang lapang yang menghormati kebebasan beropini, pers, dan agama. Merkel yang tergabung bersama sebagian besar kabinetnya pada acara tersebut, telah berbicara menentang sayap kanan populis Anti Islam yaitu Pegida yang semakin tumbuh di Jerman. Pawai yang diselenggarakan ini tentu saja memberikan hasil positif terhadap keberadaan Islam dinegara tersebut apalagi segala macam bentuk dukungan diberikan oleh masyarakat Jerman secara penuh. Secara bertahap masyarakat Jerman sudah banyak yang menerima kehadiran Islam di negara itu terlebih lagi proses integrasi dan interaksi antara keduanya sudah menunjukan konsistensinya untuk dapat membangun Jerman kearah yang lebih baik
661
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
terutama dalam hal toleransi beragama. Sedangkan dampak terhadap kelompok yang mengatas namakan Anti Islamisasi dinegeri itu juga mulai membuahkan hasil yang signfikan dimana aksi dari gerakan ini sudah mulai berkurang dan terminimalisir. Secara perlahan mereka mulai sadar bahwa memang penting adanya toleransi dalam beragama dinegeri itu, Jerman yang beragam tentunya akan membawa Jerman kepada arah yang lebih kaya akan budaya dan disukai oleh banyak orang. (www.bbc.com, diakses tanggal 29 Agustus 2015) Mengadakan Konferensi Islam Konferensi Islam adalah sebuah kongres antara pemerintah Jerman dan masyarakat muslim. Berbeda dengan forum dialog antara sesama muslim yang diadakan oleh Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD) dan juga Persatuan Islam Eropa-Turki (ATIB), Pertemuan ini digelar langsung di parlemen Jerman yakni antara umat Islam yang terwakili oleh komunitas Uni Islam Turki (DITIB), dengan pemerintah serta elit-elit politik lainnya. Konferensi ini dilakukan secara rutin setiap tahun di Berlin. Acara ini digagas tahun 2006 oleh Menteri Dalam Negeri saat itu Wolfgang Schauble, atas usulan dari komunitas Uni Islam Turki di Jerman. Tujuan diadakannya konferensi ini adalah untuk memperbaiki kerjasama antara kelompok-kelompok agama dengan lembaga-lembaga negara. Temanya antara lain tentang pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah Jerman, perbaikan kurikulum di sekolah, rencana pembangunan masjid dan tentang keamanan dan fanatisme serta dampaknya. Pada tahun 2007, diadakan konferensi islam pertama yang dihadiri oleh berbagai lembaga ataupun komunitas-komunitas Islam di Jerman membahas mengenai tema yang sudah diwacanakan. Isu yang diangkat dalam konferensi islam ini adalah tentang keamanan dan fanatisme. Namun, konferensi ini tidak cukup berhasil untuk mengangkat isu isu islam. Berbagai macam kritik pun muncul menyusul berakhirnya konferensi Islam pertama yang diselenggarakan di Berlin tersebut, diantaranya adalah Konsep konferensi Islam harus diperbarui secara menyeluruh yang dinyatakan oleh Aiman Mazyek, Ketua Dewan Pusat Musllim di Jerman. Salah satu wakil organisasi Islam, Ali Kizilkaya, juga memberikan pendapatnya bahwa arah konferensi Islam sudah salah. Acara ini hanya dibangun atas isu keamanan dan rasa curiga. Sejak tahun 2006, wadah ini dimaksudkan untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah Jerman dan komunitas Muslim. Namun, pemerintah Jerman justru mengarahkan topik pembahasan pada isu-isu keamanan seperti masalah fanatisme. Terkait pemilihan isu itu, komunitas Muslim memandang pemerintah Jerman tidak peka. Namun di tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2008 dan seterusnya, menanggapi berbagai macam kritikan dan juga pendapat dari wakil komunitas muslim pada konferensi islam pertama, pemerintah pada akhirnya mencoba untuk memperbarui konsep konferensi Islam yang akan diselenggarakan selanjutnya ditahun 2009, dimana pemerintah mulai mengkaji isu-isu yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan dan juga hak-hak umat muslim Jerman terlebih lagi dengan terror Islamphobia yang semakin besar pengaruhnya dalam menyebarkan kebencian terhadap Islam.
662
Upaya Anti Islam di Jerman Menghadapi Gerakan Anti Islam (Koko Dwi Nata)
Pada bulan Oktober tahun 2009 tepat diadakannya konferensi Islam yang ke2, dimana dalam konferensi tersebut komunitas muslim dan juga pemerintah Jerman serta elit politiknya mulai membahas mengenai masalah keamanan nasional dan radikalisme, kesejahteraan dan kepentingan umat Islam di Jerman. Salah satu isu penting yang dibahas dalam konferensi tersebut adalah masalah Islamphobia yang semakin marak terjadi di Jerman, serta bentuk diskriminasi terhadap Islam akibat dari ketakutan berlebih terhadap Islam. Solusi yang dapat diambil adalah seperti menindak tegas para aktivis sayap kanan yang mencoba untuk menghentikan Islamisasi di Jerman serta memberi peringatan terhadap media massa yang dianggap mencoba untuk memprovokasi Islam. Dalam konferensi islam yang dihelat Berlin pada saat itu, Komunitas muslim Jerman menyerukan pendapatnya, mereka meminta politisi Jerman untuk meninjau kebijakan keamanan mereka dan mendesak satuan keamanan untuk berpartisipasi dalam pendidikan antar budaya dan antar-agama. Perlu diadakannya program pencerahan yang penting untuk melawan kelompok-kelompok sayap kanan yang memusuhi Islam. Pemerintah Jerman dalam hal ini dituntut agar diambilnya langkah-langkah serius terhadap diskriminasi Anti Islam. Ketua dari berbagai Komunitas Muslim di Jerman juga meminta pemerintah Jerman untuk segera menghentikan pawai rasis dan kebencian yang memicu demonstrasi di Jerman. Pemerintah Jerman telah bereaksi terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh Gerakan Anti Islam, Hal ini telah dibenarkan dengan pernyataan oleh Kanselir Jerman Angela Merkel yang memberi peringatan terhadap aksi diskriminasi bahwa ada kebebasan berkumpul di Jerman, tetapi tidak ada tempat bagi hasutan dan kebohongan tentang orang-orang yang datang ke Jerman. (www.dw.de, diakses tanggal 22 Februari 2015). Hasil dari keseluruhan upaya-upaya umat Islam di Jerman ini mendapatkan hasil yang cukup efektif, dimana perlakuan rasis ataupun diskriminasi dari gerakan anti Islam di Jerman sudah dapat diminimalisir karena Islam di Jerman sudah benar-benar diakui dan diterima keberadaannya entah itu dari masyarakat Jerman sendiri dan juga pemerintah. Gerakan anti Islam yang dulu sangat atraktif dalam melakukan aksi-aksinya, pada akhirnya kini sudah mulai melonggarkan tindakan-tindakan rasisnya dan juga mulai menerima islam dengan lebih terbuka, walaupun tidak semuanya atau masih ada beberapa pihak yang memang membenci islam. Keberadaan islam di Jerman yang semakin baik ini tentu saja tidak terlepas dari pemerintah Jerman yang memang pada saat itu terus mendukung sepenuhnya demi tercapainya kesejahtraan bagi umat Islam di Jerman. Hal ini sontak membawa perasaan bangga oleh setiap pemeluk agama islam di Jerman karena dengan hal tersebut membawa pengaruh yang positif terhadap kehidupan sehari-hari umat islam di Jerman dimana perlakuan rasisme dan juga diskriminasi sudah jarang terjadi karena adanya perlindungan yang diberikan oleh pemerintah Jerman apalagi hal tersebut didukung melalui UU yang mengatur tentang toleransi dalam kehidupan beragama. Kesimpulan Upaya yang dilakukan oleh umat Islam di Jerman melalui social movement dalam menghadapi gerakan anti Islam dan pengaruh Islamphobia, dinilai cukup berhasil hal
663
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 2, 2015: 653-664
ini ditandai dengan semakin berkurangnya kampanye anti Islam yang diusung oleh gerakan anti Islam Jerman, tindakan ataupun perlakuan rasis serta diskriminasi yang ditujukan oleh gerakan anti Islam kepada umat muslim di Jerman juga sudah dapat diminimalisir. Keberhasilan yang telah dicapai oleh umat muslim tersebut tentu saja tidak terlepas dari dukungan yang diberikan langsung oleh pemerintah Jerman terhadap Islam. Sedikit demi sedikit masyarakat Jerman yang phobia terhadap Islam mulai bisa menerima wajah Islam yang damai dan kekerasan tidak termasuk didalamnya. Ketakutan-ketakutan mereka yang phobia dengan Islam pada dasarnya sangatlah tidak berdasar atas kenyataan dari ajaran Islam. Ketakutan mereka hanya didasarkan oleh asumsi yang keluar dari mulut ke mulut saja tanpa ada pembenaran yang pasti yang dapat membuktikan bahwa Islam agama teroris. Namun dengan semangat toleransi yang sampai saat ini mereka lakukan, keduanya bisa menatap masa depan lebih cerah. Daftar Pustaka Literatur Buku : Alain Touraine, 1981. The Voice and the Eye: An Analysis of Social Movements.Cambridge: Cambridge University Press, Charles, Tilly ,C.Bright and Sandra, Harding, “Social Movement and National Politics” State-Making and Social Movements: Essays in History and Theory, Michigan: University of Michigan Press. Hutagalung, Daniel, 2006, Laclau -Moffe tentang Gerakan Sosial. No. 01-02 Tahun LV, Edisi Januari-Februari. Raditke, 2001, Islam dan Jerman. Bandung:Mizan. Samir Amghar, Amel Boubekeur, 2007, European Islam: Challenges for society and public policy. Internet: “Jerman Turki kutuk demonstrasi Anti-Islam” dalam http://www.jurnalislam.com/islamophobia/read/14/lsm-jerman-turkimengutuk-keras-demonstrasi-anti-islam-di-jerman.html (diakses tanggal 2 Mei 2015) “Konferensi Islam di Berlin” dalam http://www.dw.de/konferensi-Islamdiberlin.html (diakses tanggal 22 Februari 2015) “Gerakan Anti Islam guncang citra Jerman” dalam http://www.dw.de/gerakan- anti Islam-coreng-citra-jerman/html (diakses tanggal 15 Juni 2015) “Mengenal perempuan muslim Jerman” dalam http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 873:mengenal-gerakan-perempuan-muslim-di-jerman (diakses tanggal 28 september 2015) “Markel hadiri pawai damai umat muslim,” dalam http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/01/150114_merkel_Jerman_pawa i_damai_umat_muslim.html (diakses tanggal 29 Agustus 2015) “Muslim jerman bahas atasi islamphobia” dalam http://www.ddhongkong.org/muslim-jerman-bahas-cara-atasi-islamofobia/ ( diakses tanggal 1 Mei 2015)
664