KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF ABUDDIN NATA M. Ali Hamdan Mabrur * *Pascasarjana IAIN Tulungagung Email:
[email protected]
Abstract: Islamic education can be understood as a process done by human being to guide the physical and spiritual development. It can be done by balancing those development through exercising the spirit, rational, thinking, intelligence, and five senses. Those effort is conducted to change the individual‟s behavior in living in the society. The changing and the process are based on the Islamic values and norms. According to Abuddin Nata, Islamic education in The Holy Quran is called and defined into some terms:al-Ta‟lim, al-Tarbiyah, al-Ta‟dib, al-Tazkiyah, al-Tadris, al-Tafaqquh, alTa‟aqqul, al-Tadabbur, al-Tazkirah, dan al-Mauizah Keywords: Islamic Education, Abuddin Nata, Abstrak: Pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses yang dilakukan oleh manusia membimbing proses pertumbuhan jasmani dan rohani. Hal tersebut dilaksanakan dengan membimbing keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia tersebut melalui latihan-latihan kejiwaan, akal, pikiran, kecerdasan serta panca indera. Hal tersebut dilaksanakan untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupannya dalam bermasyarakat. Perubahan dean proses dalam pendidikan tersebut berdasarkan nilai-nilai dan ukuran-ukuran dalam ajaran Islam. Menurut Abuddin Nata, pendidikan dalam konteks Islam dan dalam bahasa al-Qur‟an, mempunyai beberapa istilah, yaitu al-Ta‟lim, al-Tarbiyah, al-Ta‟dib, al-Tazkiyah, al-Tadris, alTafaqquh, al-Ta‟aqqul, al-Tadabbur, al-Tazkirah, dan al-Mauizah Kata Kunci: Pendidikan Islam, Abuddin Nata,
326 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Pendahuluan Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang. Kebutuhan yang tidak dapat diganti dengan yang lain. Karena pendidikan merupakan kebutuhan setiap individu untuk mengembangkan kualitas, pontensi dan bakat diri. Pendidikan membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran dari kurang paham menjadi paham, intinya adalah pendidikan membentuk jasmani dan rohani menjadi paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 dinyatakan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Tujuan pendidikan setidaknya terbagi menjadi dua, yaitu pendidikan bertujuan mengembangkan aspek batin/rohani dan pendidikan bersifat jasmani/lahiriyah. Pertama, pendidikan bersifat rohani merujuk kepada kualitas kepribadian, karakter, akhlak, dan watak. Kesemua itu menjadi bagian penting dalam pendidikan. Kedua, pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti ketangkasan, kesehatan, cakap, kreatif, dan sebagainya. Pengembangan tersebut dilakukan di institusi sekolah dan di luar sekolah seperti di dalam keluarga, dan masyarakat. Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani dan rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi sholeh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif, dan spiritual. 2 Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan Islam dengan berbagai coraknya berorientasi memberikan bekal kepada manusia atau peserta didik untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya pendidikan Islam selalu 1UU
RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Bandung: Citra Umbara, 2006), 76 2Ahlanwasahlan, “Metode Mengajar Tatakrama ”, http://warungbaca.blogspot.com.methode-mengajar-tatakrama-akhlak.html., diakses tanggal 21 Maret 2012
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 327
diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis) tetapi kebahagiaan hidup di dunia juga bisa diraih. Islam telah menggunakan dakwah pendidikan sebagai sarana untuk untuk mensosialisasikanya ke tengah-tengah masyarakat. Dalam sosialaisasi Islam melalui pendidikan tersebut, selain dilakukan oleh masyarakat sendiri, juga dilakukan oleh pemerintah, atau sekurangkurangnya mendapat bantuan dari pemerintah. Pendidikan yang mendapat bantuan dari pemerintah ini pada akhirnya terjadi proses saling mempengaruhi. Dari satu sisi situasi pemerintahan dipengaruhi corak dari lulusan pendidikan, dan pada sisi lain pemerintah juga mempengaruhi dunia pendidikan. Corak pendidikan, arah, dan tujuanya selanjutnya di tentukan oleh corak politik yang di tentukan oleh pemerintah. Dalam kaitan ini maka munculah apa yang disebut sebagai politik pendidikan. Problem dunia pendidikan terus menjadi pembahasan yang hangat dan masih selalu dicari solusinya oleh para pakar. Muali dari kondisi peserta didik yang di selimuti degradasi moralitas serta mutunya yang masih tertinggal di bandingkan dengan negara-negara lain, hingga sistem pendidikan yang seolah-olah tidak memiliki konsep yang jelas dan terus mencari bentuk seiring dengan pergantian para pengemban kebijakan dunia pendidikan. Kondisi rill yang memprihatinkan itu, menurut sebagian pemerhati dan pakar pendidikan sebagai akibat dari lemahnya pijakan dunia pendidikan, bahkan mungkindunia pada umumnya. Bukti yang paling nyata adalah ketika dunia pendidikan yang dikatakan bermutu sekalipun, hanya melahirkan insan encer otaknya, tapi memprihatinkan mental dan moralnya. Indikasi yang tampak vulgar didepan mata adalah kejahatan sistematik yang merusak sendi-sendi kehidupan justru dilakukan orang orang pandai yang kosong jiwanya dari nilai-nilai kebajikan. Singkat problem mendasar dari dunia pendidikan adalah krisis azas atau landasan yang seharusnya menjadi ruhnya. Dan ini tidak memperkecualikan institusi pendidikan Islam yang sebagianya juga mengalami krisis identitas.3 Pendidikan Islam berperan sebagai mediator dimana ajaran Islam dapat di sosialisasikan kepada masyarakat dalam berbagai tingkatannya. Melalui pendidikan inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan al-Qur‟an dan As-sunnah. Sehubungan dengan itu tingkat 3Suroso
Abdussalam, Pengantar Penerbit, Arah dan Asas Pendidikan Islam, (Bekasi Barat: Sukses Publishing, 2011), 5
328 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
kedalaman pemahaman, penghayatan dan pengamalan masyarakat terhadap ajaran Islam amat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang di terimanya. Suatu sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang antara satu dan lainnya saling berkaitan. Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum, kompetensi dan profesionalisme guru, pola hubungan guru murid, metodelogi pembelajaran, sarana prasarana, evaluasi dan pembiayaan. Berbagai komponen yang terdapat dalam pendidikan ini seringkali berjalan apa adanya, alami dan tradisional, karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang akibat keadaan yang demikian, maka menjadikan mutu pendidikan Islam kurang menggembirakan. Hal ini dikarenakan salah satunya adalah ketidak tersediaan tenaga pendidik Islam yang profesional, yaitu tenaga pendidik yang selain menguasai materi ilmu yang diajarkannya secara baik dan benar, juga harus mampu mengajarkannya secara efisien dan efektif kepada para siswa, serta harus pula memiliki idealisme. Permasalahan lain juga terdapat dalam metodologi pembelajaran yang cenderung tradisional, pembelajaran yang lebih mengarah pada peningkatan motivasi, kreativitas, imajinasi, inovasi dan etos keilmuan serta berkembangnya potensi sianak belum dapat dilaksanakan sebagaimana harapan. Dan metode pengajaran yang selama ini sering dilakukan cenderung pada metode ceramah yang bermodalkan pada papan dan kapur tulis semata. Sistem juga mempengaruhi berhasil tidaknya proses pendidikan. sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub system-sub system atau unsure-unsur pendidikan yang saling terkait dalam mewujudakan keberhasilanya.ada tujuan, kurikulum, materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, pendekatan dan sebagainya. Keberadaan satu unsure membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan salah satu diantara unsure-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami kegagalan. Misalnya dalam proses pendidikan tidak hanya tujuan pendidikanya, maka pendidikan tidak bisa berjalan.Ketika satu unsur yang dominan mendapat pengaruh tertentu, pada saat yang bersamaan unsur-unsur lainya menjadi terpengaruh.4 Berbagai macam persoalan tentang pendidikan perlu adanya sebuah konsep dan pemikiran baru agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat terselesaikan. dalam tesis ini penulis memperkenalkan tokoh pendidikan yang bernama Abuddin Nata, Dalam berbagai literature dan karya ilmiah banyak sekali nama Abuddin Nata disebut, dalam hal ini tentunya Abuddin Nata telah mampu memberi sumbangsih keilmuan di dunia nyata khususnya dalam keilmuan pendidikan. Pemikir besar dan rasional itu adalah seseorang yang 4Mujamil
Qomar, epistemologi pendidikan islam:dari metode rasional hingga metode kritik, (Jakarta: erlangga, t.t), 218-219
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 329
menemukan gagasan pokok (Master Idea), yaitu prinsip dasar yang mengandung semua realitas lalu memahaminya sehingga menjadi sesuatu yang baru dan penting. Gagasan pokok itu mengubah dasardasar perspektif kita dalam melihat realitas bahwa bisa memberikan solusi yang segar dan jitu terhadap permasalahan-permasalahan yang mengganggu pikiran manusia.5 Pendidikan Islam Secara etimologi, pendidikan berasal dari kata “didik” dengan imbuhan “pe” dan akhiran “an” yang berarti perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik 6. Berdasarkan arti tersebut, kata pendidikan memiliki rumpun kata yang hampir sama dengan “pengajaran”, yaitu memberi pengetahuan atau pelajaran7. Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan kata education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Secara terminologi, pengertian pendidikan telah disampaikan oleh banyak tokoh pendidikan Indonesia, di antaranya Ki Hajar Dewantoro, Soegarda Poerbakawaca dan Ahmad D. Marimba. Pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantoro, adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.8 Kemudian pemahaman mengenai pendidikan Islam kita dapat merujuk kepada informasi al-Qur‟an. Pendidikan menurut al-Qur‟an mencakup segala aspek jagat raya ini, dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik alam semesta (Robb al „alamin). Maka ecara terminologis pendidikan dalam Islam menurut Ibnu Manzhur dan Ali Asyrof sebagaimana dikutip As‟aril Muhajir dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dib. 9 Tarbiyah berasal dari kata Rabb, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam QS. al-Isro‟: 24 Artinya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, 5Wan Mohd Nor Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam, Terj.Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel, (Bandung:Mizan,2006), 60 6 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 250 7 Ibid., 22. 8Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 10 9 As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontektual., 25-26.
330 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".) Kata Rabb di dalam Al-Qur‟an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada QS. al-A‟raf: 61 Artinya: Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan Tuhan semesta alam. Pendidikan disebut dengan ta‟lim yang berasal dari kata „allama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta‟lim dipahami sebagai proses bimbingan yang dititik beratkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta didik10. Proses pembelajaran ta‟lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur‟an ketika penciptaan Adam As. oleh Allah Swt. Adam As. sebagai cikal bakal dari makhluk berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong. Sebagaimana tertulis dalam QS. al-Baqarah: 31-32. Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (bendabenda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.” Pendidikan juga diistilahkan dengan ta‟dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al- ta‟dib diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik11. Kata ta‟dib tidak dijumpai langsung dalam alQur‟an, tetapi pada tingkat operasional pendidikan dapat dilihat dalam praktek yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak12. Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak. Jalaluddin, Teologi Pendidikan., 133 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 90 12 12 Jalaluddin, Teologi Pendidikan…., 125 10 11
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 331
Dari keterangan diatas, terlihat hubungan antara konsep tarbiyah, ta‟lim dan ta‟dhib. Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur‟an yaitu membentuk akhlaq al-karimah. Esensi pendidikan Islam yang harus dilaksanakan oleh umat Islam adalah pendidikan yang memimpin manusia ke arah akhlak yang mulia dengan memberikan kesempatan keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luas dan perkembangan dalam diri manusia yang merupakan kemampuan dasar yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt, dalam QS. al-Nahl : 78: Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” Sesuai dengan ayat tersebut di atas jelaslah bahwasannya usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan sebagai upaya membimbing dan mengarahkan kemampuan-kemampuan dasar dan belajar manusia baik sebagai makhluk maupun dalam hubungannya dengan alam sekitar. Dasar-dasar Pendidikan Islam Dalam bukunya, Abuddin Nata mengatakan yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah, karena diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah.13 Selanjutnya, karena pegangan dan panduan hidup seorang muslim adalah al-Qur‟an dan Sunnah sesuai dengan amanat Rasulullah, maka konsep-konsep dasar pendidikan pun harus bersumber dari kedua hal tersebut al-Qur‟an merupakan kitab Allah yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai dari bidang sosial, ilmu pengetahuan, moral, jasmani, sejarah, maupun alam semesta. Isi dari al-Qur‟an pun telah dijamin eksistensinya oleh Allah Swt. Isi dari al-Qur‟an mampu menyentuh seluruh potensi manusia, baik itu motivasi untuk mempergunakan panca indera dalam menafsirkan alam semesta bagi pendidikan manusia (pendidikan Islam), motivasi agar manusia mempergunakan akalnya, dan mempergunakan hatinya untuk mentransfer nilai-nilai pendidikan ilahiyah. Mourice 13Abuddin
Press, 2005), 89
Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta
332 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Bucaille dalam bukunya, kagum akan kandungan al-Qur‟an dan mengatakan bahwa kitab al-Qur‟an merupakan kitab suci yang objektif dan memuat petunjuk bagi pengembangan ilmu pengetahuan modern. Kandungan ajarannya sangat sempurna dan tidak bertentangan dengan hasil penemuan sains modern.14 Dasar pendidikan harus diperhatikan secara komprehensif dalam menjalani gerak langkah pendidikan selanjutnya. Dasar pendidikan dalam agama Islam terutama adalah al-Qur‟an dan hadits, yang dapat diperluas pemahamannya melalui ijma‟, qiyas, maslahah mursalah, sa‟duzariah, dan lain-lain. al-Qur‟an dan hadits tersebut selain menjadi dasar pendidikan Islam, juga menjadi sumber ajaran syari‟at, bukan hanya menjadi kitab yang dibaca saja dan dihafal saja, tapi lebih dari itu, kita harus menggali secara maksimal isi yang terkandung didalamnya.15 al-Qur‟an yang berisi firman Allah yang disampaikan melalui Jibril kepada nabi Muhammad SAW adalah sumber kebenaran dalam Islam. Yang dimaksud petunjuk dalam ayat ini adalah mencakup segala hal yang berhubungan dengan aktivitas yang dilakukan manusia. Jadi, termasuk didalamnya aktivitas pendidikan baik dasar, cara, tujuan, dan hal lainnya yang terkandung dalam pendidikan.16 al-Quran menjadi sumber utama dalam pendidikan Islam juga karena didalamnya banyak pembahas tentang pendidikan. Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji mengutip pendapat Nashruddin Razak bahwa al-Qur‟an dan hadits sebagai azas dari teori pendidikan Islam dapat diletakkan dalam kandungan pendidikan Islam itu sendiri. Dengan demikian, al-Qur‟an dan hadits dianggap sebagai azas pendidikan Islam, maka prinsip-prinsip yang ada dalam al-Qur‟an dan hadits merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam memadukan berbagai mata pelajaran yang membentuk sebuah kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan Islam, materi pelajaran harus mencerminkan idealitas al-Qur‟an yang tidak memilh-milih disiplin ilmu sehingga menjadikan ilmu agama terpisah dari ilmu duniawi yang di Indonesia lazim dikatakan sebagai ilmu pengetahuan umum. Kesempurnaan itu tidak akan tercapai kecuali dengan menyerasikan materi pelajaran yang tersusun berdasarkan keserasian antara iman dan ilmu pengetahuan. Sebab dalam keduanya terdapat hubungan fungsional yang bersifat saling mengokohkan dan saling mempengaruhi, sehingga orang yang bertambah ilmunya akan semakin bertambah kuat
14Samsul
Nizar, Pengantar Dasar-Dasar., 91. Munawwaroh, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), 111 16Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Menggali Tradisi, Mengukuhkan Eksistensi, (Malang: UIN Malang Press, 2007), 47 15Djunaidatul
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 333
pula imannya. Semakin kuat imannya, akan semakin terdorong untuk menambah ilmu pengetahuan.17 Selain al-Qur‟an, Hadits/ Sunnah nabi Muhammad merupakan dasar dari pendidikan Islam. Sunnah merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan nabi Muhammad saw dalam perjalanan kehidupannya melaksanakan dakwah Islamiyah. Contoh yang beliau berikan, tergolong menjadi tiga macam, yaitu: 1) Hadits qauliyah, yaitu hadits yang berisikan ucapan, pernyataan, atau persetujuan Nabi Muhammad Saw, 2) Hadits fi‟liyah, yaitu hadits yang berisi tindakan dan perbuatan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad Saw, 3) Hadits taqririyah, yaitu hadits yang merupakan persetujuan Nabi Muhammad SAW. atas tindakan dan peristiwa yang terjadi. Semua bentuk hadits diatas merupan sumber dan acuan umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, karena meskipun sebagian besar aturan dan syariat Islam telah ada dalam al-Qur‟an, namun muatan hukum yang ada dalam al-Qur‟an belum dijelaskan secara terperinci. Misalnya perintah untuk shalat, dalam al-Qur‟an telah jelas, Allah memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan shalat, tetapi dalam al-Qur‟an tidak ada perincian bagai mana caranya salat itu dilakukan. Umat Islam mengetahui tata cara shalat dari sunnah nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti tahapan-tahapan bagaimana shalat tersebut dilakukan oleh Rasulullah Saw. (hadits fi‟liyah). Dalam hal pendidikan Islam, Rasulullah banyak membarikan contoh dan petunjuk bagaimana cara melaksanakannnya. Beliau memberikan petunjuk baik secara lisan, maupun praktek langsung bagaimana caranya memberikan ilmu dan mendidik umat muslim pada saat itu. Contohnya, Rasulullah telah menggunakan masjid sebagai tempat untuk melaksanakan proses pembelajaran, beliau mengajarkan al-Qur‟an secara langsung, dan menjelaskan poin-poin penting yang terkandung dalam ayat yang beliau ajarkan. Disamping materi tersebut, Rasulullah juga mengisyaratkan tentang pentingnya mengajari keterampilan olahraga, seperti berkuda, memanah, berenang, dan lain sebagainya.18 al-Qur‟an dan Sunnah sebagai sumber inspirasi memberikan gambaran secara umum tentang materi yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan proses kependidikan. Nilai dan sistem yang dipergunakan dalam proses pembelajaran haruslah sesuai dengan aturan, petunjuk dan nilai yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Sunnah sebagai dasar dari pendidikan itu sendiri. 17Djunaidatul
Munawwaroh, Filsafat Pendidikan Islam,…, 177-122 Nata, Fauzan, Pendidikan dalam Prespektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), 24 18Abuddin
334 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Dalam al-Qur‟an dan Sunnah, terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan, diantaranya: a) Pendidikan keimanan; Pendidikan keimanan adalah ajaran tauhid kepada Allah swt. Pendidikan keimanan ini bertujuan untuk menanamkan kepada anak dasar-dasar iman, rukun Islam, dan dasar-dasar syari‟at. Pendidikan keimanan ini menempatkan hubungan antara hamba dengan khaliknya menjadi lebih bermakna. Perbuatannya bertujuan dan berakhlak mulia, sehingga pada akhirnya ia akan memiliki kompetensi dalam memegang peranan khalifah di muka bumi.19. b) Pendidikan amaliyah; Pendidikan amaliah juga merupakan hal penting yang mendasari pendidikan Islam. Pendidikan amaliah mencakup semua pendidikan dalam kategori pendidikan profesi yang berguna bagi kehidupan. Dalam al-Qur‟an, terdapan penjelasan bahwa pendidikan amaliyah juga harus dilakukan sesuai kemampuan dan keahlian yang dimiliki masing-masing individu, seperti yang terdapat dalam Q.S az-Zumar:39: Artinya: "Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui," Rasulullah menegaskan bahwa sesesorang harus berusaha dan bekerja dengan kemampuan yang ia miliki, seperti dalam haditsnya: Artinya:“Jika seseorang mencari kayu bakar, lalu memikulnya serta menjualnya, maka itu lebih baik dari pada meminta (mengemis) kepada orang lain, baik orang tersebut memberikannya atau menolaknya (H.R Muslim)20 Amaliyah atau bisa juga disebut etos kerja dalam kehidupan sehari-hari dalam Islam adalah hasil keparcayaan seorang muslim, bahwa kerja mempunyai kaitan dengan tujuan hidup manusia, yaitu memperoleh keridhaan Allah dan beribadah kepada-Nya.21 Makna Pendidikan Islam Menurut Abuddin Nata, pendidikan dalam konteks Islam dan dalam bahasa al-Qur‟an, mempunyai beberapa istilah, yaitu al-Ta‟lim, al-Tarbiyah, al-Ta‟dib, al-Tazkiyah, al-Tadris, al-Tafaqquh, al-Ta‟aqqul, al-Tadabbur, al-Tazkirah, dan al-Mauizah.22 Tetapi istilah yang paling sering digunakan dalam dunia pendidikan Islam adalah al-ta‟lim, altarbiyah dan al-ta‟dib: Pertama, al-Ta‟lim. Kata al-ta‟lim, merupakan mashdar dari kata „allama, yuallimu, ta‟liiman, yang berarti pengajaran yang bersifat 19Ibid., 20A.
79 Razak, Rais Amin, Terjemahah Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1980), 65 21Abuddin Nata, Fauzan, Pendidikan Dalam ., 81 22Abuddin Nata, Pendidikan dalam., 89
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 335
pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Kata at-tu‟allimu atau at-ta‟lim, diartikan sebagai memberitahukan sesuatu. Dengan cara demikian, seorang yang semula tidak mengetahui, menjadi mengetahui. Kata al-ta‟lim tersebut erat kaitannya dengan proses transfer of knowledge (mengalirkan atau mengalihkan ilmu pengetahuan) dan transfer of information (mengalirkan atau mengalihkan informasi). Hasil dari proses al-ta‟lim itu adalah ilmu yang diperoleh seseorang melalui sumber pengetahuan dan proses penerimaan pengetahuan tersebut. Bila dilihat dari pengertian yang terdapat dalam definisi diatas, sepertinya pengertian pendidikan yang dimaksud, mengandung makna yang terlalu sempit. Pengertian al-ta‟lim hanya sebatas proses pentransferan seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, tetapi tidak menuntut pelaksanaan pada daerah afektif. Namun, menurut Abdul Fattah Jalal, pengertain kata al-ta‟lim secara impilisit juga menanamkan aspek afektif, karena pengertian al-ta‟lim juga ditekankan pada prilaku yang baik.23 Di kalangan ahli pendidikan zaman klasik, pemakaian istilah alta‟lim banyak dijumpai, penggunaan kata tersebut biasanya dijumpai saat membicarakan guru dan murid. Seorang guru disebut al-Mu‟allim dan murid disebut sebagai Muta‟allim. Pemakaian kata al-ta‟lim misalnya dijumpai pada kitab al-Mausu‟ah al-Tarbiyah wa al-Ta‟lim alIslamiyah al-Fikr al-Tarbawi ind Ibn Khaldun wa Ibn al-Azraq, karangan syekh Abdul Amir Syams al-Din, demikian juga kitab alTa‟lim wa al-Muta‟allim, karya syekh Burhanuddin al-Zarnuzi yang populer dalam lingkungan pesantren di Indonesia.24 Keuda Al-Tarbiyah. Kata al-tarbiyah التربيةmerupakan mashdar dari kata rabba yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara. Dalam al-Qur‟an, kata al-Tarbiyah yang merujuk langsung pada pendidikan, secara implisit tidak ditemukan, penunjukannya pada pengertian pendidikan hanya dapat dilihat dari istilah lain yang seakar dengan kata tarbiyah, yaitu al-rabb, rabbany, rabbayani, dan nurabby. Apabila term al-tarbiyah dihubungkan dengan bentuk madhi-nya (rabbayani) yang tertera dalam QS. al-Isro‟ :24 dan bentuk mudhari-nya (nurabby dan yurby), yang tertera dalam QS. Asy-Syuara:18, maka kata al-tarbiyah memiliki arti mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, menumbuhkan, memproduksi dan menjinakkannya, baik mencakup aspek jasmani maupun rohaninya.25 23Samsul
Nizar, Pengantar Dasar-Dasar., 86 Nata, Pendidikan dalam Perspektif..., 93 25Samsul Nizar, Dasar-Dasar., 87 24Abuddin
336 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Sementara itu Abuddin Nata mengutip pendapat al-Raghib alAsfahani, bahwa makna dari kata al-tarbiyah adalah menumbuhkan/membina sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna. Istilah al-tarbiyah termasuk yang paling populer, karena istilah ini banyak dipergunakan oleh para ahli pendidikan. Beberapa ahli pendidikan seperti Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn Taimiyah, as-Syaibani, Hasan Langgulung. Dalam hal ini, Musthafa al-Maraghi membagi aktivitas al-tarbiyah menjadi dua dimensi, yaitu: Pertama, dimensi pengembangan altarbiyah al-khalqiyah, yaitu usaha pengarahan saya penciptaan pembinaan dan pengembangan aspek jasmaniyah peserta didik agar dapat dijadikan sarana untuk pengenbangan kejiwaannya (rohaniyah). Kedua, pengembangan dimensi al-tarbiyah diniyah tazhiriyah , yaitu pembinaan peserta didik agar mampu berkembang kearah kesempurnaan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah.26 Menurut Samsul Nizar, kata al-tarbiyah dalam al-Qur‟an yang berarti memelihara, mempunyai makna vertikal dan horizontal, yaitu hubungan pemeliharaan Allah atas makhluk-Nya dan hubungan pemeliharaan manusia terhadap makhluk Allah lainnya. Hubungan tersebut telah disinyalir Allah dalam al-Qur‟an, diantaranya Q.S atTaubah: 129, Q.S ar-Ra‟d: 16. Hubungan tersebut juga menegaskan peran manusia sebagai khalifah di muka bumi.27 Menurut dia pula, kata al-tarbiyah ini merupakan istilah yang paling cocok bagi pendidikan Islam, karena dalam term al-tarbiyah, pendidikan yang ditawarkan harus berproses, terencana, sistematis, memiliki sasaran yang ingin dicapai, ada pelaksana (guru), serta memiliki teori-teori tertentu. Hal tersebut berdasarkan kesimpulan beliau atas makna altarbiyah yang dicetuskan oleh Abdurrahman al-Bani, yaitu: Menjaga dan memelihara pertumbuhan potensi (fitrah) yang ada pada peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Mengembangkan seluruh potensi yang dimiliknya, dengan berbagai sarana pendukung. Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik menuju kebaikan dan kesempurnaan seoptimal mungkin. Kesemua proses tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan perkembangan anak didik.28 Ketiga, Al-Ta‟dib. Kata al-Ta‟dib merupakan mashdar dari kata addaba al-Attas menterjemahkan mashdar dari addaba, yakni ta‟dib sebagai “pendidikan”.29 yang dapat diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak/budi 26Ibid.,
89 91 28Ibid., 90 29Syekh Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1996), 60. 27Ibid.,
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 337
pekerti. Maka tujuan dari al-ta‟dib adalah membentuk pribadi muslim yang berakhlak mulia.30 Dengan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek pendidikan yang ditekankan dalam term al-Ta‟dib adalah pendidikan akhlak. Maka seorang pendidik dalam mendidik siswanya tidak cukup dengan memberikan informasi dan pengetahuan, tetapi pendidik harus membimbing agar pengetahuan tersebut dapat menjadikan siwa menjadi orang yang berakhlak mulia, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Maka tanggung jawab pendidik tidak cukup dalam ranah kognitif dan dalam lingkungan pendidikan saja, tetapi juga dalam afektif dan psikomotoriknya, serta dalam tingkah lakunya sehari-hari, Syed Naquib al-Attas mengatakan bahwa struktur kata al-ta‟dib sudah mencakup unsur ilmu („ilm), intruksi (ta‟lim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah).31 dia berpendapat bahwa term al-ta‟dib lah yang tepat digunakan sebagai istilah untuk pendidikan Islam, karena pendidikan menurutnya adalah penanaman adab kedalam diri, dan dengan adab tersebut, seseorang akan menyadari bahwa segala sesuatu adalah milik Allah swt, sehingga diharapkan anak didik tidak hanya memperoleh intelektual saja, tetapi peserta didik mampu menjadi orang yang terpelajar serta berakhlak baik. Penekanan pada adab yang mencakup amal dalam pendidikan adalah untuk menjamin bahwasanya ilmu yang dipelajari harus dipergunakan secara baik dimasyarakat.32 Hal tersebut dapat menjadi acuan bagi para penuntut ilmu agar mereka mengamalkan ilmunya demi kesejahteraan umat manusia, bukan untuk kepentingan diri sendiri semata. Rasulullah pun menegaskan bahwa beliau diutus kedunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia, hadits tersebut dapat mengindikasikan bahwa adab/akhlak mulia adalah salah satu aspek penting yang harus diikuti umat islam dari Rasulullah saw. Rasulullah bersabda: Artinya:“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (H.R Malik).33 Dari beberapa pendapat di atas Abuddin Nata mengatakan bahwa istilah Tarbiyah lebih banyak digunakan dalam peristilahan pendidikan dan sebenarnya bahwa istilah Tarbiyah terkesan lebih luas artinya dibandingkan istilah lain yang disebutkan diatas. 34 30Samsul
Nizar, Dasar-Dasar Pemikiran..., 90 Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam...,75 32Ibid., 59 33Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), 3 34Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 89 31Syed
338 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Abuddin Nata juga menyimpulkan bahwa al-tarbiyah merupakan pendidikan yang mencakup seluruh aspek dan proses pendidikan, baik jasmani maupun rohani, baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang dilaksanakan bagi peserta didik. Mencakup pengawasan, bimbingan, dan kegiatan mempersiapkan anak didik menuju kebahagiaan hidup, sehingga anak didik tersebut dapat mencapai kedewasaannya.35 Menurut Abudin Nata makna pendidikan Islam adalah bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh pendidik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, rasa, intuisi, dan sebagainya) serta raga peserta didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode tertentu dan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam. Dan Pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan, dan membina peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran36 Selanjutnya Abudin Nata menyatakan bahwa ciri-ciri pendidikan islam adalah; a) mengarahkan manusia agar menjadi khalifah tuhan di muka bumi dengan senbaik-baiknya, b) mengarahkan agar manusia melaksanakan tugas kekhalifahanya di bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada allah swt, c) mengarahkan manusia agar ber akhlaq mulia, d) Membina dan mengarahkan potensi, jiwa, akal, dan jasmaninya sehingga memiliki ilmu, akhlaq, tyang dapat menunjang tugas kekhalifahanya, dan e) mengarahkan agar manusia dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.37 Sementara itu As-Syaibani mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan. Perubahan tersebut diandasi nilai-nilai yang islami. Hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum
35Abuddin 36Ibid.,
79 37Ibid., 53.
Nata, Pendidikan dalam …, 90
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 339
agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran–ukuran Islam.38 Berdasarkan pendapat para tokoh diatas, pendidikan Islam dapat dipahami sebagai proses yang dilakukan oleh manusia membimbing proses pertumbuhan jasmani dan rohani. Hal tersebut dilaksanakan dengan membimbing keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia tersebut melalui latihan-latihan kejiwaan, akal, pikiran, kecerdasan serta panca indera. Hal tersebut dilaksanakan untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupannya dalam bermasyarakat. Perubahan dean proses dalam pendidikan tersebut berdasarkan nilai-nilai dan ukuran-ukuran dalam ajaran Islam. Penulis dapat menggaris bawahi dengan apa yang di jelaskan diatas, bahwa makna Pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah lebih menggunakan kata Tarbiyah, dibanding kata lain seperti kata al-Ta‟lim, al-Ta‟dib, al-Tazkiyah, al-Tadris, alTafaqquh, al-Ta‟aqqul, al-Tadabbur, al-Tazkirah, dan al-Mauizah. Menurtnya kata tersebut juga lebih banyak digunakan dalam peristilahan pendidikan. menurut Abuddin Nata bahwa istilah Tarbiyah terkesan lebih luas artinya dibandingkan istilah lain yang disebutkan diatas, dan Abuddin Nata memaknai kata Tarbiyah dengan makna menumbuhkan membina sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna. Abuddin Nata juga memberi pengertian bahwa al-tarbiyah merupakan pendidikan yang mencakup seluruh aspek dan proses pendidikan, baik jasmani maupun rohani, baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang dilaksanakan bagi peserta didik. Mencakup pengawasan, bimbingan, dan kegiatan mempersiapkan anak didik menuju kebahagiaan hidup, sehingga anak didik tersebut dapat mencapai kedewasaannya Tujuan Pendidikan Islam Istilah “tujuan” dalam bahasa arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa inggris istilah “tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau aim. Secara umum istilah tersebut mengandung pengertian yang sama.39 Esensi karakteristik pendidikan Islam adalah beribadah kepada Allah Swt., dan konsep tujuan pendidikan Islam tidak lepas dari tujuan hidup manusia yaitu untuk menjadikan pribadi-pribadi yanghamba allah swt yang bertaqwa kepadanya. Dan dapat mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akherat. 38Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pt AlMa’arif, 1980), 23 39Mujamil Qomar, et,al, Meniti Jalan Pendidikan Islam. (Yogyakarta: P3M STAIN Tulungagung dan Pustaka Pelajar, 2003), 428
340 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
Pendidikan Islam merupkan salah satu aspek dari ajaran Islam secara keseluruhan., karenanya tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam islam yaitu beribadah kepadanya.40 Menurut Abuddin Nata yang sama dengan pendapat Mohammad „Athiyah al-Abrasy, bahwa pendidikan Islam mempunyai jiwa, yaitu budi pekerti. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam. Abuddin Nata senada dengan M. Natsir, yang mengemukakan tentang tujuan pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam ingin menjadikan manusia yang memperhambakan segenap rohani dan jasmaninya kepada Allah Swt.41 Sedangkan M. arifin memandang bahwa pembicaraan tentang tujuan pendidikan Islam adalah sama hanya dengan pembicaraan tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal itu berarti bahwa tujuan pendidikan Islam itu tidak lain adalah idealitas Islami, yang mengandung nilai-nilai sikap dan perilaku manusia yang dilandasi dan dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Jadi secara sederhana tujuan pendidikan Islam itu adalah untuk menigkatkan kualitas ke-abdulla-an dan ke-khalifah-an manusia di muka bumi.42 Tujuan pendidikan Islam adalah menyadarkan manusia agar dapat mewujudkan penghambaan diri kepada Allah sang pencipta baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.43 Tujuan pendidikan Islam pada hakikatnya sama sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang rentangannya berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan manusia), baik secara linier maupun secara algoritmik (berurutan secara logis) berada dalam garis mukmin-muslim-muhsin dengan perangkat komponen, variabel dan parameternya masing-masing yang secara kualitatif bersifat kompetitif. Oleh karena itu, tujuan Pendidikan Islam dapat dipecah menjadi tujuan-tujuan berikut ini: pertama, membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah mahdhah. Membentuk manusia muslim yang disamping dapat melaksanakan ibadah mahdhah dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam
40Miftahul
Ulum Dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: Stain Po Press, 2007), 37. 41Abuddin Nata, Filsafat…, 102 42Moch. Eksan, Kiai Kelana-Biografi Kiai Muchith Muzadi, (Yokyakarta: LKIS, 2000), 34-35. 43Adi sasono dkk, Solusi Islam Atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 87.
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 341
kedudukannya sebagai orang perorang atau sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan tertentu. Kedua, membentuk warga negara yang bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsanya dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah penciptanya. Ketiga, membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki teknostruktur masyarakatnya. Keempat, mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu (agama dan ilmu-ilmu islami lainnya).44 Apabila perumusan tersebut dikaitkan dengan ayat-ayat alQuran dan Hadits maka tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) Tujuan pertama adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan kepada Allah SWT., 2) tujuan pendidikan Islam adalah menumbuhkan sikap dan jiwa yang selalu beribadah kepada Allah Swt, 3) tujuan pendidikan Islam adalah membina dan memupuk akhlakul karimah. Tujuan terakhir pendidikan Islam adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, baik pada tingkat individu, masyarakat maupun kemanusiaan pada umumnya. Para ahli pendidikan telah memberikan definisi tentang tujuan pendidikan islam, dimana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi lain. Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tujuan pendidikan islam adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya saja yang berbeda. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa definisi pendidikan islam yang dikemukakan oleh para ahli: Naquib al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil dari pandangan hidup (philosophy of life). Jika pandangan hidup itu Islam maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan kamil) menurut Islam. Konsep Pendidik dan Murid dalam Pendidikan Islam Pendidik (guru) Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik sering disebut dengan “murabbi, mu‟allim, dan mu‟addib”. Ketiga term tersebut mempunyai semantis masing-masing sesuai dengan penggunaannya dalam konteks pendidikan islam. Istilah lain pendidik juga disebut dengan “al-Ustadz” dan “al-Syaikh”. Pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua, mereka bertanggung jawab penuh atas perkembangan anak-anaknya sejak dalam kandungan sampai mereka beranjak dewaasa. Oleh karena itu kesuksesan anak dalam 44Jusuf
Amir Feisel, Rosdakarya, 2001), 96.
Reorientasi
Pendidikan
Islam,
(Bandung:
Remaja
342 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
mewujudkan dirinya sebagai khalifah Allah juga merupakan kesuksesan orang tua sebagai pendidiknya.45 Sama halnya dengan teori barat, pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).46 Selanjutnya dalam bahasa Arab, sebagaimana yang dijelaskan juga oleh Abuddin Nata, juga ditemui kata ustadz, mudarris, mu‟allim dan mu‟addib. Kata ustadz jamaknya asatidz yang berarti teacher (guru), professor dalam gelar akademik, jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih) dan lecturer (dosen). Kemudian kata mu‟allim yang juga berarti teacher (guru), pengajar ilmu. Dan kata mu‟addib yang berarti pembina adab (akhlak), trainer (pemandu) dan educator in koranic school (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur‟an).47 Pendidik menurut Abuddin disebut juga sebagai guru, instruktur, ustadz, dan dosen. Mereka memegang peranan penting dalam berlangsungnya kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Tugas guru dalam mewujudkan tujuan pendidikan menurut Abuddin merupakan “bentuk lain dari pengabdian manusia kepada Tuhan dan menjunjung tinggi perintahnya. Dari pendapat Abuddin ini diketahui bahwa guru sebagai pendidik merupakan sebuah tugas ibadah dan pengabdian manusia dalam menjalankan perintah Allah. Jadi pendidikan adalah upaya manusia untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai hamba dan khalifah di bumi. Abuddin Nata memandang bahwa pendidik adalah seorang contoh teladan maka segala tingkah laku guru harus sesuai dengan norma dan nilai agama yang berasal dari wahyu. Pentingnya nilainilai yang melekat pada guru dengan memperhatikan norma yang berlaku dimaksudkan untuk menjaga wibawa para guru. Seorang guru harus tampil sebagai teladan yang baik dalam proses pembelajaran. Usaha penanaman nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan tidak akan berhasil, kecuali jika peranan guru tidak hanya sekedar komunikator nilai, sekaligus sebagai pelaku nilai yang menuntut adanya rasa tanggungjawab dan kemampuan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang utuh. Abuddin mengatakan bahwa tanggungjawab guru kian hari semakin berat.
45Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan., 11 74 47Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam., 61. 46Ibid.,
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 343
Peserta didik (Murid) Abuddin Nata menyatakan ada tiga kata yang sering digunakan yaitu murid, al-tilmidz dan al-mudarris, namun katakata ini hanya digunakan pada level pelajar tingkat dasar dan tingkat lanjutan. Karena semua itu menurut Abuddin murid tersebut baru belajar, belum memiliki wawasan, dan masih amat bergantung pada guru dan belum menggambarkan kemandirian. Ia masih memerlukan masukan berupa pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan lain sebagainya, sehingga masih banyak memerlukan bimbingan. Hal ini dapat dipahami bahwa siswa baru dapat menerima pengertian-pengertian pembelajaran secara konseptual teoritis, belum mampu menerima pengetahuan yang bersifat konseptual. Istilah lain yang berkenaan dengan murid pada level pendidikan tinggi dikemukakan oleh Engr Sayyid Khadim, sebagaimana di Kutip oleh Abuddin Nata adalah al-thalib. Kata ini berasal dari Bahasa Arab, thalab, yathlubu, thalaban, thalibun yang berarti orang yang mencari sesuatu. Pengertian ini menurut Abuddin Nata karena posisi persera didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya, untuk bekal kehidupannya dimasa depan agar berbahagia dunia dan akhirat. Kata thalib ini selanjutnya lebih digunakan untuk pelajar pada perguruan tinggi yang disebut dengan mahasiswa. Lebih lanjut Abuddin berkomentar, sebagaimana petikan berikut: Penggunaan kata al-thalib untuk mahasiswa dapat dimengerti karena seorang mahasiswa sudah memiliki bekal pengetahuan dasar yang ia peroleh dari tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, terutama pengetahun tentang membaca, menulis dan berhitung. Dengan bekal pengetahuan dasar ini, ia diharapkan memiliki bekal untuk mencari, menggali dan mendalimi bidang keilmuan yang diminatinya dengan cara membaca, mengamati, memilih bahan-bahan bacaan, seperti buku, surat kabar, majalah, fenomena sosial melalui berbagai peralatan dan sarana pendidikan lainnya, terutama bahan bacaan. Bahan bacaan tersebut setelah dibaca, ditelaah dan dianalisa selanjutnya dituangkan dalam berbagai karya ilmiah seperti artikel, makalah, skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian dan lain sebagainya. Dengan demikian menurut Abuddin Nata, Al-Thalib adalah seorang murid yang lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif, dan tidak banyak bergantung pada guru. Bahkan dalam beberapa hal ia dapat meringkas, mengritik dan menambahkan informasi yang
344 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
disampaikan. Menurut penulis situasi ini dapat berlangsung karena di perguruan tinggi situasi pembelajaran selain lebih banyak tugas yang dibebankan kepada mahasiswa (al-Thalib) setting pembelajarannya juga dilakukan secara ilmiah, rasional, sistematik, dan demokratis. Penutup Beberapa pemikiran Islam Perspektif Abuddin Nata dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Abuddin Nata Ketertarikannya pada dunia pendidikan telah terasah kuat, semangatnya untuk terus menetaskan gagasan-gagasannya mengenai dunia pendidikan semakin luar biasa. Sumbangan ide, keilmuan, dan keluasan pengalamannya ia wujudkan dalam berbagai bentuk tulisan. Hampir seratus persen buku-buku yang ditulisnya membahas berbagai hal yang berkenaan dengan dunia pendidikan. Mulai hakikat, methode, strategi, psikologi, teknik, konsep, dan lain sebagainya. Dalam konsep normatif Abuddin Nata mengatakan yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak mudah berubah, karena diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah.dlam memaknai Pendidikan Islam Abuddin Nata lebih menggunakan kata Tarbiyah, Menurtnya kata tersebut juga lebih banyak digunakan dalam peristilahan pendidikan, Abuddin Nata memaknai kata Tarbiyah dengan makna menumbuhkan membina sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna. Abuddin Nata juga memberi pengertian bahwa al-tarbiyah merupakan pendidikan yang mencakup seluruh aspek dan proses pendidikan, baik jasmani maupun rohani, baik ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang dilaksanakan bagi peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA Abdussalam, Suroso. Pengantar Penerbit, Arah dan Asas Pendidikan Islam.Bekasi Barat: Sukses Publishing, 2011. Ahlanwasahlan. “Metode Mengajar Tatakrama http://warungbaca.blogspot.com.methode-mengajar-tatakramaakhlak.html., diakses tanggal 21 Maret 2012
”,
A. Razak, Rais Amin. Terjemahah Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka alHusna, 1980. Djumransjah, Abdul Malik Karim Amrullah. Pendidikan Islam, Menggali Tradisi, Mengukuhkan Eksistensi. Malang: UIN Malang Press, 2007.
M. Ali Hamada Mabrur, Pendidikan Islam Dalam prespektif Abudin Nata.. 345
Eksan, Moch. Kiai Kelana-Biografi Kiai Muchith Muzadi. Yokyakarta: LKIS, 2000. Feisel, Jusuf Amir. Reorientasi Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pt Al-Ma‟arif, 1980. al-Mishri, Mahmud. Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009. Muhammad Naquib Al-Attas, Syed. Konsep Pendidikan dalam Islam., t.t Munawwaroh, Djunaidatul. Jakarta Press, 2003.
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: UIN
Naquib Al-Attas, Syekh Muhammad. Konsep Pendidikan dalam Islam. Bandung: Mizan, 1996. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002). ___________. Paradigma Pendidikan Islam. Jakarta: Grasindo, 2001 ___________. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005. _________. Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. ____________, Fauzan. Pendidikan dalam Prespektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005. Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Isla. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001. Nor Daud, Wan Mohd. Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam, Terj.Hamid Fahmy, M. Arifin Ismail, dan Iskandar Amel. Bandung:Mizan,2006. Poerwodarminto, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam:dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: erlangga, t.t. ___________. Meniti Jalan Pendidikan Islam. Yogyakarta: P3M STAIN Tulungagung dan Pustaka Pelajar, 2003. Sasono dkk, Adi., Solusi Islam Atas Problematika Umat: Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
346 Epistemé, Volume 8, Nomor 2, Nopember 2013: 325-346
UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Bandung: Citra Umbara, 2006. Ulum, Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press, 2007. 37.