UPAYA PENYELESAIAN KREDIT DI PT. BRI (PERSERO) TBK. KANTOR CABANG SALATIGA (Studi Kasus Kredit Usaha Rakyat) Galih ABSTRAKSI Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengkaji pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada pengusaha yang memiliki sektor usaha mikro, kecil dan menengah di PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dan mengkaji upaya yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dalam penyelesaian Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet. Seiring dengan perkembangan pemberian KUR, masih terdapat beberapa kendala di lapangan yaitu masih terdapatnya anggapan dari beberapa masyarakat bahwa KUR bukan merupakan fasilitas pinjaman/kredit, namun merupakan dana bantuan dari Pemerintah. Dalam implementasi di lapangan, terdapat beberapa pengusaha mikro dan kecil yang telah diberikan fasilitas KUR, namun tidak dapat mengembalikan pinjamannya dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian (wanprestasi). Akibat nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya tersebut, maka KUR akan menjadi terhenti atau macet, sehingga merugikan pihak bank. Lokasi penelitian di Bank BRI (Persero), Tbk Kantor Cabang Salatiga. Jenis penelitian yaitu pendekatan secara yuridis sosiologis. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data menggunakan wawancara dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian KUR dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut tahap permohonan kredit yaitu calon debitur mengajukan permohonan KUR secara tertulis kepada pihak PT. BRI (Persero) Kantor Cabang Salatiga dengan mengisi formulir dan membawa persyaratan yang berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku suami dan istri, fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi surat nikah, fotokopi jaminan dan Surat Keterangan Usaha. Tahap verifikasi data yaitu customer service memeriksa kelengkapan berkas, CS melakukan BI checking dan melalukan penilaian awal atau survey. Tahap pemberian putusan kredit adalah putusan dari Kepala Cabang untuk menolak atau menerima permohonan KUR dan apabila permohonan disetujui maka tahap terakhir adalah pencairan akad kredit yaitu debitur dapat mengambil dana pinjaman yang telah dimohonkan.Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Salatiga dalam mengatasi kredit macet antara lain adalah dengan melakukan penagihan secara terus menerus dan membicarakan secara kekeluargaan atau bisa dibuatkan surat/penagihan secara tertulis, apabila nasabah sudah dinyatakan dalam kolektibilitas kredit diragukan maka PT. Bank BRI (Persero) Cabang Salatiga melaporkan ke PT Askrindo untuk pengajuan klaim, serta melakukan kunjungan secara berkala untuk melakukan pengawasan terhadap usaha nasabah.
Kata kunci : penyelesaian, kredit macet, kredit usaha rakyat
2
A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian dibidang agraris. Namun seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat Indonesia mulai melihat sektor usaha diluar bidang agraris. Saat ini, usaha dalam bidang perekonomian mulai banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat, oleh karena itu banyak bermunculan usaha-usaha mikro dan kecil dan menengah dalam berbagai bidang, yang paling umum adalah bergerak dibidang eceran dan jasa, namun kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah tersebut tidak banyak yang dapat bertahan lama, karena terdapat berbagai kendala yang dihadapi oleh para pengusaha dalam mengelola usahanya. Bagi pengusaha yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha mikro, kecil dan menengah masih merasa sulit untuk mendapatkan kredit dari Bank, terutama yang tidak memenuhi konsep 5C, yaitu Character (karakter), Capacity (kemampuan mengembalikan utang), Collateral (jaminan), Capital (modal), dan Condition (situasi dan kondisi). Dalam rangka
mengembangkan
usaha
mikro,
penciptaan
lapangan
kerja
dan
penanggulangan kemiskinan, Pemerintah berupaya mendorong peningkatan akses usaha kecil dan mikro kepada kredit/pembiayaan. Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT.Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha. Adapun Bank Pelaksana yang ditunjuk untuk menyalurkan KUR adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BTN, Bank Mandiri Syariah, Bank Bukopin dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Kredit Usaha Rakyat (KUR) ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang ingin dikembangkannya. Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban apa yang akan timbul dari masingmasing pihak yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini, mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR).
1
Kredit Usaha Rakyat merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh pengusaha kecil dan mikro terutama yang memiliki usaha yang layak/feasible, maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan, namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan Perbankan. KUR tersebut digunakan untuk modal kerja dan/atau investasi melalui pola pembiayaan secara langsung maupun tidak langsung (linkage) yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit. Usaha kecil dan mikro diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif, antara lain pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, perindustrian dan perdagangan. Seiring dengan perkembangan pemberian KUR, masih terdapat beberapa kendala di lapangan yaitu masih terdapatnya anggapan dari beberapa masyarakat bahwa KUR bukan merupakan fasilitas pinjaman/kredit, namun merupakan dana bantuan dari Pemerintah. Dalam implementasi di lapangan, terdapat beberapa pengusaha mikro dan kecil yang telah diberikan fasilitas KUR, namun tidak dapat mengembalikan pinjamannya dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
dalam
perjanjian
(wanprestasi).
Akibat
nasabah
tidak
dapat
mengembalikan pinjamannya tersebut, maka KUR akan menjadi terhenti atau macet, sehingga merugikan pihak bank. Pemerintah dalam upaya memberikan kemudahan bagi masyarakat luas khususnya bagi masyarakat yang ingin mengembangkan dibidang usaha mikro dalam hal melakukan pengajuan kredit maka melalui bank lokal konvensional mulai memberikan fasilitas program Kredit Usaha Rakyat (KUR) contohnya pada PT Bank BRI (persero) Tbk. Cabang Salatiga yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menyediakan salah satu produk dan layanan dibidang kredit pada segmen agrobisnis dan ritel yang dapat diberikan kepada siapa saja yang ingin mengembangkan usaha mikro kecil sepanjang calon debitur nasabah yang bersangkutan telah memenuhi segala persyaratan dan ketentuan yang di berikan oleh pihak bank. Seiring dengan perjalanan waktu setelah pemberian kredit direalisasikan, bahwa tidak mungkin bank akan dihadapkan oleh resiko pemberian kredit yaitu salah satunya resiko kredit macet, macetnya kredit yang diberikan dapat disebabkan
2
faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal bisa saja terkait dengan keadaan internal usaha debitur. Secara umum kredit bermasalah merupakan kredit yang dapat menimbulkan persoalan, bukan hanya terhadap bank sebagai pihak pemberi kredit, tetapi juga terhadap nasabah penerima kredit, karena dengan bagaimanapun juga kredit tersebut harus diselesaikan dengan berbagai cara.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimana pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada pengusaha yang memiliki sektor usaha mikro dan kecil di PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga ? 2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dalam menyelesaikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada pengusaha yang memiliki sektor usaha mikro dan kecil di PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga. 2. Mengkaji upaya yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dalam penyelesaian Kredit Usaha Rakyat (KUR) macet.
D. Metode Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di Bank BRI (Persero) Kantor Cabang Salatiga. Jenis penelitian adalah pendekatan secara yuridis sosiologis. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dengan cara mengadakan tanya jawab kepada pihak-pihak yang dipandang mengetahui dan memahami obyek yang diteliti yaitu penyelesaian KUR macet dan hambatanhambatan yang ada dalam penyelesaian KUR macet, sehingga penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasan. Subyek penelitian dalam
3
penelitian ini adalah Account Officer dan Petugas Administrasi Kredit di Kantor Cabang PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dan penggunaan studi pustaka mendapatkan data sekunder dengan melakukan identifikasi
literatur-literatur
berupa
buku-buku
dan
artikel-artikel
yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis maupun lisan dan juga perilaku nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan interaktif model, yaitu komponen reduksi data dan penyajian setelah data terkumpul, maka tiga komponen tersebut berinteraksi dan bila kesimpulan dirasa kurang maka perlu ada vertifikasi dan penelitian kembali dengan mengumpulkan data di lapangan.
E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kepada Pengusaha Yang Memiliki Sektor Usaha Mikro dan Kecil di PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro merupakan kredit modal kerja dan atau investasi dengan plafon maksimal Rp 20 juta yang diberikan kepada usaha mikro perorangan yang memiliki usaha produktif yang dilayani oleh BRI Unit yang dimintakan penjaminan kepada Penjamin. Sumber dana KUR Mikro sepenuhnya berasal dari dana BRI. Besar prosentase penjaminan atas kredit yang disalurkan oleh BRI yang dapat dijamin oleh Penjamin yaitu sebesar 70%. Sedangkan sisa sebesar 30% merupakan bagian kerugian BRI. Berdasarkan hasil penelitian pada PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga, Wawancara dengan Ibu Andani selaku Mantri (Account Officer) PT. BRI (Persero) Cabang Salatiga, maka proses pemberian KUR dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut: a. Tahap Permohonan Kredit Calon debitur mengajukan permohonan KUR secara tertulis kepada pihak PT. BRI (Persero) Kantor Cabang Salatiga. Calon debitur KUR datang
4
ke PT. BRI (Persero) Kantor Cabang Salatiga, kemudian ketika calon debitur datang, diterima dan dilayani oleh Customer Service KUR, calon debitur KUR mengisi formulir pendaftaran atau formulir pengajuan permohonan KUR yang sudah disediakan oleh pihak bank, kemudian ditandatangani oleh debitur. Customer Service KUR memberikan informasi tentang KUR sebagai kredit yang mudah didapat dan syarat-syarat yang ditetapkanpun sangat sederhana. Hal tersebut adalah salah satu cara untuk mempromosikan KUR kepada calon debitur yang bertujuan oleh bank agar dapat diinformasikan secara cuma-cuma dari calon debitur kepada nasabah atau calon nasabah yang lainnya. Calon debitur KUR diharuskan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam hal pengajuan permohonan KUR oleh pihak bank. Syaratsyarat yang perlu disertakan adalah bukti identitas diri berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku suami dan istri, fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi surat nikah, fotokopi jaminan dan Surat Keterangan Usaha. b. Tahap Verifikasi Data Customer Service KUR mencocokkan berkas calon debitur apakah sudah lengkap atau belum yang meliputi: Kartu Tanda Penduduk (KTP) Suami-Istri, Kartu Keluarga (KK), Surat Keterangan Usaha (SKU). Setelah itu pada tahap selanjutnya melihat hasil track record calon debitur pada sistem BI yakni dengan menggunakan data SID (Sistem Informasi Nasabah), hal ini dilakukan untuk persyaratan utama program KUR pada calon debitur. Setelah memeriksa kelengkapan berkas, CS melakukan BI checking (Sistem Informasi Debitur atau SID) yang diinput melalui komputer, kemudian setelah SID keluar maka CS membuat Surat Keterangan Permohonan Pinjaman (SKPP), dan pada map yang berisikan berkas nasabah diberi nomer pangkal yang sudah ada pada bank. Nomer pangkal ditulis pada register 35 CA. Setelah Kepala Cabang memeriksa kembali berkas yang diajukan nasabah, kemudian Kepala Cabang memberikan disposisi dan menyerahkan kepada Mantri (AO) untuk ditindak lanjuti. Mantri (AO) melakukan penilaian awal (pre-
5
screening), setelah melakukan pre-screening, mantri melakukan kunjungan lapangan (survey) di lokasi tempat usaha nasabah, dengan membawa berkasberkas yang diajukan sebelumnya. Pada saat pelaksanaan survey, mantri melakukan analisis dan evaluasi terhadap keadaan nasabah, termasuk dengan keadaan usaha nasabah Analisis yang digunakan berdasarkan pada prinsip pemberian kredit yaitu analisis 5C. Setelah mantri melakukan pre-screening, survey, dan melakukan analisis serta mengevaluasi keadaan nasabah maka mantri membuat laporan secara tertulis dalam Laporan Kunjungan Nasabah (LKN), di dalam LKN juga sudah disertakan rekomendasi kredit yang dapat direalisasi oleh BRI. LKN dibuat 1 lembar dan setelah itu dimasukkan ke dalam berkas nasabah yang bersangkutan. Setalah mantri membuat LKN dan dimasukkan ke dalam berkas, selanjutnya berkas direkomendasikan kepada CS untuk di verivikasi. CS menerima
berkas
tersebut
dan
melakukan
verifikasi,
verifikasi
yang
dimaksudkan adalah memeriksa data nasabah yang sudah dimasukkan oleh mantri pada sistem yang sudah ditentukan oleh pihak BRI, setelah berkas di verifikasi oleh CS maka berkas nasabah akan diserahkan kepada Kepala Cabang untuk putusan kredit. c. Tahap Pemberian Putusan Kredit Pada tahap ini, calon debitur akan memperoleh keputusan kredit yang berisi persetujuan akan adanya pemberian KUR sesuai permohonan yang diajukannya, dimana setelah Kepala Cabang menerima berkas tersebut dan kemudian diberikan putusan diterima atau ditolak kredit yang diajukan, apabila dari laporan survey mantri terdapat masalah, maka akan segera diputus. Setelah berkas tersebut diputus oleh Kepala Cabang maka berkas tersebut akan diserahkan kembali kepada CS. Apabila Kepala Cabang memutuskan menolak kredit tersebut maka CS akan menghubungi pihak nasabah dan memberitahukan kredit yang diajukan tidak diterima. Apabila Kepala Cabang menyetujui kredit yang diajukan tersebut maka berkas diserahkan ke CS untuk segera ditindak lanjuti. KUR di BRI Kantor Cabang Salatiga ini ditujukan kepada debitur yang memiliki Usaha Mikro. Pihak BRI akan memberitahukan kepada calon debitur
6
untuk mengkonfirmasi kembali beberapa hari menurut hari yang telah ditentukan oleh pihak bank setelah pengajuan permohonan kredit. Biasanya pemberian putusan dilakukan 3-5 hari setelah pendaftaran permohonan KUR. Tergantung kelangkapan persyaratannya. Apabila surat persetujuan pemberian kredit sudah diberikan maka nasabah debitur akan mendapatkan Surat Pengakuan Hutang yang akan ditandatangani oleh calon debitur yang mengajukan permohonan pinjaman KUR. d. Tahap Pencairan Akad Kredit Setelah semua persyaratan terpenuhi dan telah disetujui kemudian pemberian kredit tersebut diikat oleh perjanjian kredit. Setelah Surat Keterangan Permohonan Pinjam (SKPP) diputus, costumer services mencatatnya pada register
dan
segera
mempersiapkan
pencairan.
Customer
service
memberitahukan pada calon debitur bahwa permohonan KUR telah mendapat persetujuan atau putusan dan kepastian tanggal pencairannya, kemudian menyiapkan Surat Pengakuan Hutang dan mengisi kuitansi pencairan KUR. Sebelum penandatanganan berkas pencairan KUR.
Customer service harus
memastikan bahwa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pencairan KUR telah ditandatangani oleh debitur sebagai bukti persetujuan debitur. Setelah kedua belah pihak setuju dan semua persyaratan telah terpenuhi dalam pemberian kredit, maka debitur dapat mengambil dana pinjaman yang telah dimohonkan kepada bagian teller BRI Kantor Cabang Salatiga. Customer service menghubungi nasabah untuk memberitahukan apabila kredit yang diajukan diterima, dan pihak bank juga memberitahu nasabah agar datang ke bank dengan membawa materai rangkap 3, Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli suami dan istri, buku tabungan (apabila nasabah sebelumnya sudah mempunyai buku tabungan atau rekening aktif pada BRI), jaminan asli, buku nikah suami dan istri, Kartu Keluarga (KK). Nasabah yang datang ke bank dengan membawa persyaratan yang sudah diberitahukan kemudian menemui customer service membuat Surat Perjanjian Hutang (SPH), Surat Kuasa Debet Rekening, Surat pernyataan kredit, kwitansi untuk realisasi rangkap 3 (untuk arsip, nasabah, teler) kemudian customer service memasukkan data jaminan pada buku register model 35 DA, dan setelah
7
CS selesai membuat Surat Perjanjian Hutang (SPH), Surat Kuasa Debet Rekening, Surat Pernyataan, dan kwitansi untuk realisasi kredit, maka nasabah menandatangani semua berkas tersebut dan kemudian dikembalikan ke customer service. Customer service membawa kwitansi yang digunakan teller untuk divalidasi dan sebagai arsip yang disimpan untuk teller. Teller memvalidasi kwitansi tersebut dan setelah memvalidasi, teller memanggil nasabah yang bersangkutan untuk menerima uang dan buku tabungan. Nasabah secera otomatis memiliki rekening kredit yang tersimpan di dalam database BRI. Setelah nasabah menerima uang dan buku tabungan, maka nasabah dapat kembali ke rumah. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), analisis kredit merupakan hal yang sangat penting. Untuk KUR Mikro, analisis kredit dilakukan oleh Mantri KUR Mikro. Analisis KUR Mikro sama dengan kredit pada umumnya yang menggunakan analisis 5C, yang terdiri dari character, capacity, capital, collateral, condition of economy. Dalam hal analisis, wawancara merupakan hal yang penting. Wawancara digunakan untuk melihat karakter, omzet dan prospek usahanya. Daya saing dari calon debitur juga menjadi pertimbangan. Tidak hanya itu, tapi pengeluaran rumah tangga bulanan seperti listrik, air, dan sebagainya juga menjadi pertimbangan bagi bank. Saat pengajuan pertama, calon debitur mengajukan jumlah kredit yang diinginkan, kemudian mantri melakukan survei usaha calon debitur apakah layak diberi kredit sebesar itu. Wawancara dan survei digunakan untuk melihat character, capacity, capital, dan condition of economy. Untuk character, penilaian ini merupakan penilaian secara kualitatif, dan karakter merupakan hal yang penting untuk diketahui lewat wawancara dengan debitur, informasi oleh pihak ketiga misalnya tetangga debitur dan Sistem Informasi Debitur. Begitu juga dengan capacity dan capital, saat wawancara mantri dapat melihat dari omzet yang mampu dihasilkan oleh calon debitur. Tidak hanya dilihat dari omzet, tapi juga perlu diketahui apakah ada penghasilan tambahan dan mengenai pengeluaran dari calon debitur tersebut. Dalam penilaian condition of economy, mantri dapat melihat dari
8
kegiatan yang biasa dilakukan oleh debitur dalam hal usahanya, dan daya saing disekitar tempat usaha calon debitur.
b. Upaya yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Salatiga dalam menyelesaikan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Macet Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro merupakan program yang efektif dalam menunjang permodalan usaha mikro, kecil dan menengah. Program KUR Mikro memberikan jaminan bagi pelaku usaha oleh pemerintah melalui lembaga penjamin. Pelaksanaan KUR Mikro dalam prakteknya mensyaratkan adanya jaminan pokok dan jaminan tambahan. Pasang surut penghasilan yang dihasilkan dalam usaha sangat berpengaruh terhadap pengembalian pinjaman
dana KUR
Mikro dan berpotensi menimbulkan kredit macet. Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki resiko tinggi karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau telah ada suatu indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur. Hasil Wawancara dengan Ibu Andani selaku Mantri (Account Officer) PT. BRI (Persero) Cabang Salatiga bahwa terjadinya Kredit Usaha Rakyat yang macet pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Salatiga ini disebabkan oleh 2 unsur yaitu dari faktor internal dan faktor eksternal : 1. Faktor internal Faktor internal terjadinya kredit macet dapat timbul dari perbankan itu sendiri. Penyebab kredit macet yang disebabkan oleh pihak bank adalah karena kekurangtelitian pihak bank dalam melakukan analisis kredit. Artinya dalam melakukan analisisnya, pihak yang melakukan analisis kurang teliti dan kurang tepat, sehingga apa yang terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Misalnya KUR diberikan kepada calon debitur yang tidak memiliki usaha yang feasible, yang dikatakan feasible adalah apabila usaha calon debitur tersebut layak dan menghasilkan keuntungan.
9
2. Faktor eksternal Faktor eksternal terjadinya kredit macet KUR di Bank BRI (Persero), Tbk kantor cabang Salatiga disebabkan karena nasabah.
Kredit macet yang
disebabkan dari nasabah terbagi dalam dua hal yaitu karena unsur kesengajaan dan unsur ketidaksengajaan. a. Unsur kesengajaan 1) Nasabah sengaja untuk tidak melakukan pembayaran kepada bank sehingga kredit yang diberikannya menjadi macet. 2) Adanya itikad tidak baik dari nasabah. Itikad tidak baik dari nasabah dapat menghambat proses KUR terutama saat pengembalian menjadi terhambat karena adanya niat tidak baik dari nasabah. Ada sebagian nasabah mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima untuk kepentingan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Nasabah sejak awal tidak berniat mengembalikan kredit, walaupun dengan risiko apapun. Biasanya sebelum jatuh tempo kreditnya, nasabah sudah melarikan diri untuk menghindari tanggung jawab. 3) Debitur tidak diketahui keberadaannya lagi (melarikan diri) b. Unsur ketidaksengajaan, dalam hal ini sebenarnya nasabah bersedia membayar tetapi ada kejadian yang menyebabkan nasabah mengalami kredit macet, hal ini karena : 1) Usaha debitur mengalami penurunan omset usaha / kebangkrutan 2) Terjadinya penurunan omset dikarenakan nasabah kurang mampu mengelola usahanya. Yaitu kurang menguasai bidang usahanya diberi kredit, karena nasabah mampu meyakinkan bank akan berhasil usahanya. Akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga kemungkinan besar angsuran kredit menjadi terhambat, bahkan kemungkinan terburuk tidak dapat melunasi hutangnya. 3) Kredit yang dibiayai mengalami musibah kebakaran, kena hama, dan kebanjiran sehingga berdampak kemampuan untuk membayar tidak ada. 4) Adanya nasabah yang sakit menjadi salah satu penyebab terjadinya kredit macet di PT.Bank Rakyat Indonesia Cabang Salatiga, dikarenakan nasabah
10
tidak bisa melangsungkan aktivitasnya untuk melaksanakan usaha yang telah dibangunnya sehingga pendapatan tidak didapatkan dan tidak bisa membayar angsuran tiap bulannya1. Kasus tersebut menyebabkan terjadinya kredit macet dalam pemberian KUR pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Salatiga. Adanya kasus yang timbul karena faktor penyebab dari nasabah tersebut maka tindakan yang ditempuh oleh bank yaitu tetap mencari informasi keberadaan debitur tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh dari pihak keluarga, teman-teman, tetangga ataupun orang-orang yang mengenal debitur. Nasabah yang memperoleh kredit dari bank memiliki watak yang berbeda-beda. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Tidak selamanya berjalan lancar sehingga menimbulkan wanprestasi/ingkar janji. Kredit macet perlu diselesaikan, oleh karena itu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Cabang Salatiga melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kredit macet tersebut. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank BRI (Persero) Cabang Salatiga adalah dengan mencari jalan keluar yang lebih praktis, efisien dan efektif dalam hal terjadinya KUR bermasalah dengan cara melakukan penagihan secara terus menerus. Bank tidak menggunakan mediasi perbankan. Bank hanya melakukan penagihan-penagihan yang dilakukan oleh mantri/AO sendiri datang ke lapangan atau rumah debitur dengan membicarakan secara kekeluargaan atau bisa dibuatkan surat/ penagihan secara tertulis. Penagihan secara terus menerus disini dilakukan terhadap KUR yang masuk dalam kategori/ klasifikasi Dalam Perhatian Khusus dan Kurang Lancar2. Hasil wawancara dengan Ibu Andini diketahui bahwa sejauh ini apabila terjadi masalah diselesaikan secara intern dahulu secara kekeluargaan yaitu : a) Prakarsa Kredit, yaitu dalam hal ini, pihak bank tetap memberikan kesempatan bagi debitur untuk menyelesaikan kreditnya dengan tetap dilakukannya tindakan aktif dari pihak bank untuk menemui debitur.
1 2
Ibid Ibid
11
b) Dalam proses musyawarah dengan cara pihak bank mendatangi nasabah langsung ke tempat usahanya lalu dilakukanlah musyawarah dengan mendatangkan staf ahli untuk menemukan titik temu terhadap permasalahan yang dihadapi nasabah. c) Monitoring dilakukan dengan cara penjadwalan secara rutin agar nasabah dapat di temui serta pihak yang ditugaskan dalam melakukan monitoring dapat meninjau debitur sesuai waktu yang dijadwalkan. d) Analisis dan Evaluasi, dengan cara dalam hal ini bank berdasarkan atas prinsip kepercayaan kepada debitur untuk dapat menyelesaikan kredit Dalam mengatasi KUR bermasalah PT. Bank BRI (Persero), Tbk Kantor Cabang Salatiga belum sampai ke tingkat Pengadilan, karena debitur KUR sebagian besar bergerak dalam bidang perdagangan, jasa, usaha yang mempunyai
karakter
kooperatif
sehingga
bisa
dimungkinkan
untuk
3
menyelesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu . Terjadinya permasalahan kredit macet KUR di PT. Bank BRI (Persero), Tbk Kantor Cabang Salatiga dalam penyelesaiannya belum sampai ke tingkat pengadilan dan tidak dilakukan tindakan mediasi perbankan di Bank, karena pelaksanaan KUR tingkat kredit macetnya tergolong kecil dan pelaksanaannya untuk usaha mikro yang sasarannya tepat di masyarakat, sehingga masih bisa diatasi oleh pihak bank. Selain itu pihak bank melaksanakan sosialisasi terhadap masyarakat, khususnya adalah calon nasabah yang mengajukan KUR4. Apabila nasabah sudah dinyatakan dalam kolektibilitas kredit diragukan maka PT. Bank BRI (Persero), Tbk Kantor Cabang Salatiga melaporkan hal tersebut kepada PT Askrindo untuk pengajuan klaim. Pelaporan tersebut tentunya disertai dengan syarat-syarat pengajuan Klaim. PT. Bank BRI (Persero) Cabang Salatiga tidak melakukan usaha penjadwalan kembali (recheduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring) karena memiliki risiko yang terlalu besar dengan perbandingan jumlah pinjaman yang relatif kecil. Apabila dilakukan ketiga upaya tersebut dikhawatirkan kredit tersebut akan makin terhambat (tidak lancar). Jadi 3 4
Ibid Ibid
12
tindakan yang dilakukan oleh PT. Bank BRI (Persero) Cabang Salatiga langsung melaporkan kepada PT Askrindo apabila kredit sudah
dalam
kategori kolektibilitas kredit diragukan. Adapun surat pengajuan klaim KUR dari PT. Bank BRI (Persero) Cabang Salatiga ke PT Askrindo harus di lengkapi dengan dokumen - dokumen sebagai berikut : a.
Checklist lembar pengajuan klaim kepada perusahaan penjamin
b.
Permohonan pengajuan klaim atas nama debitur ditandangani pimpinan cabang
c.
Fotocopy identitas debitur (KTP)
d.
Fotocopy Kartu Keluarga
e.
Fotocopy surat keterangan usaha
f.
Fotocopy laporan kunjungan nasabah
g.
Asli rekening koran dan Loan Pay Off
h.
Berita acara klaim yang ditandatangai oleh debitur Tetapi sejauh ini, adanya kredit bermasalah di PT. Bank BRI (Persero),
Tbk Cabang Salatiga masih dapat diatasi dengan baik. Melalui penagihan secara rutin yang dilakukan oleh Mantri, tingkat kredit macet dapat teratasi. Upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya kredit macet oleh PT. Bank BRI (Persero), Tbk Cabang Salatiga dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perniagaan ataupun usaha yang dilakukan oleh nasabah, dan pihak bank juga bersedia memberikan masukan atau pendapat kepada para pengelola modal apabila mengalami kesulitan di dalam mengembangkan perniagaan yang telah ditentukan di dalam perjanjian kredit antara pihak bank dengan nasabah5. Kunjungan secara rutin tersebut untuk memastikan bahwa usaha nasabah masih lancar, sekaligus dilakukan pembinaan.
5
Ibid
13
1. Putusan Pengadilan terhadap Kasus Sengketa Merek antara Philip Morris dengan SENSE a. Kasus Posisi Bahwa untuk melindungi mereknya di Indonesia Philip Morris Product,S.A di Indonesia pada tanggal 4 Juni 2008 dengan klaim prioritas di Negara Swiss tertanggal 9 Mei 2008 telah mengajukan permintaan pendaftaran atas Merek MARLBORO SENSE pada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia c.q Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat Merek (selanjutnya disebut Direktorat Merek dengan Agenda No.D00 2008 020220, untuk melindungi barang-barang sebagaimana disebutkan dalam butir 4 di atas, yang termasuk barang- barang dalam kelas 34. b. Putusan Direktorat Merek Setelah melalui proses pemeriksaan substantif maupun prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Merek, Direktorat Merek kemudian mengeluarkan Surat Penolakan tertanggal 11 April 2012 dengan Nomor: HKI.4-HI.06.02-T.033/2012 yang telah diterima oleh Penggugat pada tanggal 30 April 2012 untuk menolak permintaan pendaftaran Merek MARLBORO SENSE yang diajukan atas nama Penggugat dengan mempertimbangkan bahwa permintaan pendaftaran Merek MALRBORO SENSE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak
lain yang sudah terdaftar lebih dahulu dengan Pendaftaran
Nomor 561026 untuk barang sejenis di kelas 34. Dasar pertimbangan yang
14
disebutkan adalah ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Merek Bahwa, Penggugat kemudian mengajukan permohonan banding kepada Tergugat terhadap penolakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Merek di atas pada tanggal 12 Juli 2012 di mana, terhadap permohonan banding tersebut, tergugat pada akhirnya mengeluarkan Putusan Komisi Banding Merek No.320/KBM/HKI/2012 yang pada amar putusannya menolak permohonan banding yang diajukan oleh Penggugat. c. Analisis Philip Morris merupakan salah satu produsen rokok yang berkedudukan Quai Jeanrenaud 3, 2000 Neuchatel, Switzerland mengajukan pendaftaran merek Marlboro Sense sejak tanggal 4 Juni 2008. Merek ini didaftarkan di Direktorat Merek Ditjen HKI dengan agenda nomor D002008020220 untuk melindungi barang di kelas 34, diantaranya jenis barang tembakau mentah dan yang sudah diolah, produk-produk tembakau, cerutu, dan rokok. Terkait pendaftaran ini, Direktorat Merek mengeluarkan surat penolakan tertanggal 11 April 2012 dengan nomor HKI.4-HI.06.02T.033/2012. Alasannya, merek Marlboro Sense mempunyai persamaan dengan merek Sense yang sudah terdaftar dengan nomor pendaftaran 561026 dan berlaku dari 27 Februari 2003 hingga 27 Februari 2013, Berdasarkan putusan tersebut penulis setuju dengan pertimbangan hakim dalam memutus perkara di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyebutkan bahwa
Tergugat I tidak menggunakan
merek Karisma sesuai dengan yang terdaftar pada Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Hukum dan HAM, karena pendaftaran Merek MARLBORO SENSE yang diajukan atas nama Penggugat dengan mempertimbangkan bahwa permintaan pendaftaran Merek MALRBORO SENSE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak
lain yang sudah terdaftar lebih dahulu dengan Pendaftaran
Nomor 561026 untuk barang sejenis di kelas 34. Dasar pertimbangan yang disebutkan adalah ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Merek yaitu bahwa jika mereknya terkenal, maka pihak lain tidak bisa
15
mendaftarkan, menjual, memakai atau memproduksi dalam kelas barang apapun (Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang Merek). Menurut penulis dalam pertimbangannya majelis hakim yang menyatakan pendaftaran merek Marlboro SENSE tidak berdasarkan iktikad baik, karena merek Marlboro SENSE dapat mengecoh konsumen walaupun produknya berbeda sehingga Majelis hakim tetap menolak pendaftaran merek Marlboro Sense oleh Philip Morris karena memiliki persamaan dengan merek Sense yang sudah terdaftar. Kedua merek ini juga berada di kelas yang sama yaitu kelas 34 sehingga dikhawatirkan akan membuat bingung masyarakat untuk membedakan kedua jenis produk tersebut. 2. Proses Penyelesaian Gugatan Banding dari Philip Morris terhadap Kementrian Hukum dan HAM RI casu quo Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual casu quo Komisi Banding Merek a. Pihak yang Bersengketa 1) PHILIP MORRIS PRODUCTS S.A, berkedudukan di Quai Jeanrenaud 32000 Neuchatel, Switzerland, dalam hal ini memberi kuasa kepada Purnomo Suryomurcito, S.H., dan kawan Para Advokat, beralamat di Level 15, One Pacific Place Sudirman Central Business District, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53,Jakarta 12190, Indonesia, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Juni 2013, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat 2) Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indoensia Cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Cq. Komisi Banding Merek berkedudukan di Jalan Daan Mogot Km.24, Tangerang, sebagai Termohon Kasasi dahulu Tergugat b. Pokok Perkara 1) Bahwa untuk melindungi mereknya di Indonesia, Penggugat pada tanggal 4 Juni 2008 dengan klaim prioritas di Negara Swiss tertanggal 9 Mei 2008
telah
mengajukan
permintaan
pendaftaran
atas
Merek
MARLBORO SENSE pada Pemerintah Republik Indonesia c.q Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Republik Indonesia c.q Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual c.q. Direktorat Merek
16
selanjutnya disebut “Direktorat Merek”, dengan Agenda Nomor D00 2008 020220, untuk melindungi barang-barang sebagaimana disebutkan dalam butir 4 di atas, yang termasuk barang-barang dalam kelas 34. Setelah melalui proses pemeriksaan substantif maupun prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Merek Direktorat Merek kemudian mengeluarkan Surat Penolakan tertanggal 11 April 2012 dengan Nomor HKI.4-HI.06.02-T.033/2012 yang telah diterima oleh Penggugat pada tanggal 30 April 2012 untuk menolak permintaan pendaftaran Merek MARLBORO SENSE yang diajukan atas nama
Penggugat
dengan
mempertimbangkan
bahwa
permintaan
pendaftaran Merek MALRBORO SENSE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu dengan Pendaftaran Nomor 561026 untuk barang sejenis di kelas 34. Dasar pertimbangan yang disebutkan adalah ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a) Undang-Undang Merek
2) Bahwa, Penggugat kemudian mengajukan permohonan banding kepada Tergugat terhadap penolakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Merek di atas pada tanggal 12 Juli 2012. Di mana, terhadap permohonan banding tersebut, Tergugat pada akhirnya mengeluarkan Putusan Komisi Banding Merek Nomor 320/KBM/HKI/2012 yang pada amar putusannya menolak permohonan banding yang diajukan oleh Penggugat 3) Bahwa Penggugat sangat keberatan dan tidak dapat menerima Putusan Komisi Banding Merek Nomor 320/KBM/HKI/2012, amar putusan Tergugat tersebut serta pertimbangan-pertimbangan Hukum sebagaimana disebut diantaranya dalam halaman 3 sampai dengan 5 Putusan Komisi Banding Merek Nomor 320/KBM/HKI/2012 c. Tuntutan Penggugat 1) Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya 2) Menyatakan Merek MARLBORO SENSE atas nama Penggugat Nomor Agenda D00 2008 020220 dengan seluruh jenis barang yang dimohonkan pendaftarannya sebagai berikut: tembakau, mentah atau
17
yang sudah diolah; produk-produk tembakau, termasuk cerutu, rokok sigarilo, tembakau untuk membuat rokok buatan sendiri, tembakau pipa, tembakau kunyah, tembakau isap, kretek; produk pengganti tembakau bukan untuk tujuan medis; barang-barang keperluan perokok, termasuk kertas dan tabung rokok, filter rokok, wadah tembakau, kotak rokok dan tempat abu rokok, pipa rokok, peralatan kantong untuk menggulung rokok pemantik; korek api tidak mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek SENSE &Lukisan yang pernah terdaftar di bawah Nomor Pendaftaran 561026 3) Menyatakan Putusan Tergugat Nomor 320/KBM/HKI/2012 tertanggal 31 Oktober 2012 tidak beralasan menurut hukum 4) Menyatakan batal Putusan Tergugat Nomor 320/KBM/HKI/2012 tertanggal 31 Oktober 2012 dengan segala akibat hukumnya 5) Menyatakan mengabulkan permintaan pendaftaran Merek MARLBORO SENSE atas nama Penggugat, Nomor Agenda D00 2008 020220 untuk melindungi seluruh jenis barang yang dimohonkan pendaftarannya: tembakau, mentah atau yang sudah diolah; produk-produk tembakau, termasuk cerutu, rokok, sigarilo tembakau untuk membuat rokok buatan sendiri, tembakau pipa, tembakau kunyah, tembakau isap, kretek; produk pengganti tembakau bukan untuk tujuan medis; barang-barang keperluan perokok, termasuk kertas dan tabung rokok, filter rokok, wadah tembakau, kotak rokok dan tempat abu rokok, pipa rokok, peralatan kantong untuk menggulung rokok, pemantik; korek api 6) Memerintahkan Tergugat untuk memerintahkan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek, untuk segera mengumumkan permintaan pendaftaran Merek MARLBORO SENSE seluruh jenis barang yang dimohonkan pendaftarannya: tembakau mentah atau yang sudah diolah; produk-produk tembakau, termasuk cerutu, rokok, sigarilo, tembakau untuk membuat rokok buatan
sendiri, tembakau pipa,
tembakau kunyah, tembakau isap, kretek produk pengganti tembakau bukan untuk tujuan medis; barang barang keperluan perokok, termasuk
18
kertas dan tabung rokok, filter rokok, wadah tembakau, kotak rokok dan tempat abu rokok, pipa rokok, peralatan kantong untuk menggulung rokok, pemantik; korek api 7) Memerintahkan Tergugat untuk membayar biaya perkara dan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini Atau, jika Ketua Pengadilan Niaga Jakarta Pusat c.q. Majelis Hakim yang akan mengadili (perkara aquo berpendapat (lain, (kami (mohon (agar (berkenan memberikan putusan yang seadil-adilnya ex aequo et bono. Bahwa, (terhadap (gugatan (tersebut Pengadilan (Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberi putusan Nomor (41/Pdt.Sus-Merek/2013 PN Niaga Jkt.Pst., tanggal 30 Oktober 2013 yang amarnya sebagai berikut: - Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya - Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp916.000,00 (sembilan ratus enam belas ribu rupiah); d. Pertimbangan Mahkamah Agung Menimbang, bahwa Pasal 45A ayat (3) Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, dengan tegas menentukan bahwa terhadap permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, maka Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan permohonan kasasi tersebut tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung Menimbang, bahwa namun demikian dengan telah dikirimnya berkas perkara ini dan telah didaftarkan ke Mahkamah Agung, maka demi peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan Pasal 4 ayat (2) (Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung telah memeriksa perkara ini Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dinyatakan tidak dapat diterima, maka biaya (perkara dalam tingkat
19
kasasi dibebankan kepada Pemohon Kasasi e. Putusan Mahkamah Agung Memperhatikan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan : 1) Menyatakan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PHILIP MORRIS PRODUCTS S.A tersebut tidak dapat diterima 2) Menghukum (Pemohon (Kasasi (untuk (membayar (biaya (perkara (dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah f. Analisis Menurut penulis putusan Mahkamah Agung juga sudah tepat untuk menolak banding dari Philip Morris, SA karena kedua merek dipandang memiliki persamaan, baik bentuk, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi antar unsur dan persamaan bunyi. Selain itu menurut penulis Indonesia adalah negara anggota World Intellectual Property Organization (WIPO), sehingga harus menghormati prinsip-prinsip yang telah diatur dalam hal persamaan pada pokoknya Hasil penelitian juga diketahui bahwa memori kasasi yang diajukan oleh Philip Morris, SA telah lewat waktu atau kadaluarsa, hal ini karena permohonan kasasi baru diajukan pada tanggal 20 November 2013 sedangkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah diucapkan dengan hadirnya Kuasa Penggugat tanggal 30 Oktober 2013, sehingga permohonan tersebut telah melewati tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, maka permohonan kasasi tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.
20
F. Kesimpulan 1. Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta telah menjatuhkan putusan terhadap sengketa merek antara Philip Morris dengan SENSE, dan Majelis Hakim telah memenangkan SENSE dan menolak permintaan pendaftaran Merek MARLBORO SENSE dengan mempertimbangkan bahwa Merek MALRBORO SENSE memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu yaitu merek SENSE dan kedua merek tersebut berada di kelas yang sama yaitu kelas 34 sehingga dikhawatirkan akan membuat bingung masyarakat untuk membedakan kedua jenis produk tersebut. 2. Proses penyelesaian gugatan banding dari Philip Morris terhadap Kementrian Hukum dan HAM RI casu quo Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual casu quo Komisi Banding Merek diputuskan oleh Mahkamah Agung yaitu menolak banding dari Philip Morris, SA karena kedua merek dipandang memiliki persamaan, baik bentuk, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi antar unsur dan persamaan bunyi. Selain itu penolakan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap banding yang diajukan oleh Philip Morris, SA sudah melewati tenggang waktu 14 hari sehingga hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan sesuai dalam Pasal 248 (4) KUHAP Undang-Undang No 8 Tahun 1981 yang menyebutkan “Apabila dalam tenggang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemohon terlambat menyreahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur”.
G. Daftar Pustaka Abdulkadir Muhammad, 2001, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Bandung : Citra Aditya Bakti Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Sinar Grafika : Jakarta Ahmadi Miru, 2005, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, Jakarta : Raja Grafindo Persada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, 2011, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Tangerang 21
Djoko Prakoso, 1987, Penyelesaian Hak Atas Merek di Indonesia, Yogyakarta: Liberty M. Yahya Harahap, 1996, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, Bandung : PT. Citra Aditya Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti O.K. Saidin, 2007, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Rachmadi Usman, 2003, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Alumni Soedargo Gautama dan Rizawanto Winata, 1995, Hukum Merek Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti Sutiman Wijaya, 2008, 10 Merek Paling Terkenal di Dunia, Jakarta Pustaka Bangsa Press Sutopo, HB.. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bagian II. Surakarta : UNS Pres.
22