perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Ariyani Sulistyowati NIM. E0007257
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dan apakah cara yang digunakan tersebut sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan UndangUndang Hak Tanggungan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, yaitu mencari data langsung ke lapangan, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan data-data sekunder. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan dan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisis interaktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu dengan menggunakan jalur non-litigasi maupun jalur litigasi. Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan debitur (asset-settlement), alternatif penyelesaian sengketa (negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase), penjualan agunan via parate eksekusi, penjualan agunan di bawah tangan, dan penjualan agunan secara sukarela, sedangkan penyelesaian dengan jalur litigasi dapat dilakukan dengan cara eksekusi sertifikat hak tanggungan dan pelelangan agunan via lelang eksekusi (lelang via penetapan pengadilan). Kredit bermasalah dapat dihindari melalui pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kredit yang dilakukan oleh semua pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. Pelaksanaan restrukturisasi yang dilakukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar harus mengikuti seluruh ketentuan, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi untuk satu hutang dari debitur yang sama. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Kata kunci : Kredit Bermasalah, Jaminan Hak Tanggungan.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Ariyani Sulistyowati, E0007257. 2011. RESOLUTION OF PROBLEM LOANS WITH MORTGAGE INSURANCE IN THE PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR. Law Faculty of Sebelas Maret University. This research aims to find out how to what is used by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, and whether the means employed in accordance with that stipulated in the Law of Banking and Mortgage Law. This research is a kind of empirical legal research is descriptive, ie looking directly into the data field, is not enough just to collect secondary data. Source data used are primary and secondary data. Data collection techniques used is field study and literature study. Literature study done by observation and in-depth interviews. Data analysis in qualitative research techniques using the interactive analysis techniques. Based on the results of research and discussion about the resulting conclusions, that the steps undertaken by PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar in resolving problem loans, such as by using non-litigation line and litigation line. Line non-litigation can be done by the takeover of mortgage borrowers (asset-settlement), alternative dispute resolution (negotiation, mediation, conciliation, and arbitration), sales through parate execution of collateral, sales collateral under the hand, and voluntary sales collateral, while the settlement with litigation path can be done by way of execution, certificates of mortgage and guarantee the execution of auction via auction (auction through a court order). Nonperforming loans can be avoided through the implementation of guidance and supervision of loans made by all parties PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar. Implementation of the restructuring undertaken PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar must follow all the rules, so there should be no repetition of debt restructuring for one of the same debtor. Settlement of problem loans in PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Branch Karanganyar been carried out in accordance with applicable regulations of Act Number 10 1998 of Concerning Amendment to Act Number 7 1992 Banking and Act Number 4 1996 of Right to Land and Objects Relating to Land.
Keywords: Nonperforming loans, Guarantee Mortagage.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan hukum ini membahas mengenai Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jaminan Hak Tanggungan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. Penulis pada kesempatan ini dengan kerendahan hati bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, dan pertolongan baik berupa materiil maupun immateriil selama penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada : 1.
Kedua orang tua tercinta, Ibunda dan Ayahanda, yang telah memberikan segalanya dalam kehidupan penulis, baik materiil maupun spirituil. Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa terima kasih Ananda yang dapat menggantikan budi baik Ibunda dan Ayahanda yang menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri penulis. Semoga Ananda dapat membahagiakan kalian dengan memenuhi harapan kalian.
2.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.
4.
Ibu Ambar Budisulistyowati, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata dan selaku Dosen Pembimbing I Penulisan Hukum (Skripsi) .
5.
Bapak Tuhana, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Penulisan Hukum (Skripsi).
6.
Bapak Moh. Bayu Widi R selaku Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.
7.
Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) “PRINCIPIUM” Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang merupakan unit kegiatan
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mahasiswa penulis di bangku perkuliahan. Terima kasih untuk ilmu, pengalaman, kebersamaan dan kekeluargaan, serta semangatnya. 8.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2007 yang begitu menjaga solidaritas dan saling memberi semangat satu sama lain.
9.
Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
10. Pihak-pihak yang memberi bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca. Akhirnya penulis berharap penulisan ini mampu memberikan suatu manfaat bagi kita semua.
Surakarta,
Juni 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI...............................................................iii HALAMAN PERNYATAAN............................................................................... iv ABSTRAK.............................................................................................................. v ABSTRACT............................................................................................................vi KATA PENGANTAR...........................................................................................vii DAFTAR ISI...........................................................................................................ix DAFTAR TABEL...................................................................................................xi DAFTAR BAGAN................................................................................................xii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xiii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1 B. Rumusan Masalah...................................................................................6 C. Tujuan Penelitian....................................................................................7 D. Manfaat Penelitian..................................................................................7 E. Metode Penelitian...................................................................................8 F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)................................................15 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori......................................................................................17 1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit.......................................17 2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi..............................................25 3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah....................................28 4. Tinjauan Umum tentang Jaminan……….........................................33 5. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan…...................................37 B. Kerangka Pemikiran..............................................................................40 BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian…………………………………………………..…...42 1. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………..42
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……………...42 b. Visi dan Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk……....44 c. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk…44 d. Tugas Pokok dan Fungsi...............………………………………46 B. Pembahasan…………………………………………………………...49 1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah........................................................................................49 a.
Penyelesaian
Kredit
Bermasalah
dengan
Jalur
Non-
Litigasi.........66 b. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Litigasi…………75 2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang
Perbankan
dan
Undang-Undang
Hak
Tanggungan.......................................................................................86 a. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan……...86 b.Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah..............................................................................................88 BAB IV. PENUTUP A. Simpulan..............................................................................................110 B. Saran....................................................................................................115 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyelamatan Kredit Bermasalah (Kredit Kurang Lancar, Kredit Diragukan, dan Kredit Macet..................................................................63 Tabel 2. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Non-Litigasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar...........................74 Tabel 3. Penyelesaian Kredit Macet melalui Jalur Litigasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar.......................................83
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Model Analisis Interaktif.....................................................................14 Bagan 2. Kerangka Pemikiran….........................................................................40 Bagan 3. Restrukturisasi Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar............................................................................65 Bagan 4. Penyelesaian Kredit Macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Cabang
Karanganyar............................................................................84
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Karanganyar Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga penghimpun dan penyalur dana kepada masyarakat. Lembaga ini dapat berupa milik pemerintah dan dapat pula nonpemerintah. Kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah ini disebabkan karena banyaknya rakyat Indonesia yang ingin meningkatkan taraf hidupnya, tetapi mempunyai
keterbatasan
berkaitan
dengan
modal.
Masyarakat
tersebut
mengambil langkah dengan cara berwirausaha, sedangkan modal adalah satusatunya alat bergerak yang sangat menentukan bagi terlaksananya suatu pembangunan. Sejalan dengan penjelasan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank sebagai penyalur dana masyarakat yang telah dihimpunnya ke dalam bidang-bidang yang produktif. Bidang-bidang produktif inilah yang antara lain merupakan unit-unit yang digerakkan oleh masyarakat, baik pengusaha kecil, menengah, maupun besar. Bank dalam fungsinya sebagai penyalur dana, pihak bank dapat memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sehingga nantinya akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Bank dapat menjadi pihak kreditur bagi masyarakat yang menerima bantuan kreditnya. Bentuk dan besarnya kredit yang diberikan sangatlah beraneka ragam, sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan pihak debitur. Bank dalam hal penyalurannya, dana kredit yang disalurkan bank pemerintah maupun bank non-pemerintah, didasarkan pada perjanjian kredit yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga masalah perjanjian kredit dengan segala ketentuan-ketentuan yang di dalamnya merupakan dasar hukum dan sekaligus merupakan sumber dari pada perikatan antara kedua belah pihak.
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank di samping memiliki fungsi utama juga memiliki fungsi yang lainnya, yaitu memberikan jasa-jasa kepada masyarakat guna mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Kegiatan penunjang tersebut memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah. Semakin lengkap jasajasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank, maka akan semakin baik. Jasa-jasa bank yang ditawarkan diantaranya yaitu kiriman uang (transfer), kliring (clearing), inkaso (collection), kartu kredit, bank garansi, dan menerima setoransetoran, seperti pembayaran pajak, pembayaran telepon, pembayaran air, serta pembayaran listrik. Pengertian bank menurut Black’s Law Dictionary, yaitu : ”Bank is (1) a financial establishment for the deposit, loan, exchange, or issue of money and for the transmission of funds, (2) the office in which such an establishment conducts transactions” (Bryan A. Garner: 2004: 350). Menurut Insukindro dalam bukunya Hermansyah yang berjudul Hukum Perbankan Nasional Indonesia, kegiatan utama di bidang keuangan adalah menarik dana dari dan menyalurkannya kepada masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat melaksanakan fungsinya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediation), serta lembaga transmisi yang mampu menjembatani bagi masyarakat yang kelebihan dana dan kekurangan dana, serta memperlancar transaksi ekonomi (Insukindro dalam Hermansyah, 2009: 1-2). Pengertian kredit berasal dari bahasa Yunani, credere yang artinya percaya. Pengertian kredit menurut Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan atas kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga. Penyaluran kredit oleh bank mereflesikan 2 (dua) hal, yaitu untuk mewujudkan esensi utamanya sebagai penyedia dana untuk pembangunan perekonomian, dan sebagai piranti utama dalam menjaga keberlangsungan hidupnya (going concern) (Agus Santoso, 2010: 35). Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan individu saja, tetapi juga untuk kepentingan dunia usaha. Kredit disini juga dapat menentukan kondisi perekonomian di suatu negara, seperti di Indonesia. Kredit perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kondisi dan kegiatan perekonomian, oleh karena itu berbagai kebijaksanaan telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menciptakan suatu sistem perkreditan yang sehat. Kebijaksanaan tersebut antara lain meliputi, kebijaksanaan mengenai tingkat bunga, sektor-sektor ekonomi yang perlu didorong untuk diberikan kredit dan kebijaksanaan yang lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian di dalam memberikan kredit. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa, perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, dalam hal ini perbankan Indonesia mempunyai tujuan yang sangat strategis dan tidak hanya berorientasi ekonomis, tetapi juga berorientasi kepada hal-hal yang non-ekonomis, seperti masalah stabilitas nasional yang menyangkut stabilitas politik dan stabilitas sosial (Hermansyah, 2009: 20). Pemberian kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi kredit (kreditur) dengan penerima kredit (debitur), sehingga diantara keduanya terjadi hubungan hukum. Perjanjian kredit pada umumnya hanya dibuat oleh pihak kreditur atau dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahami isi dari perjanjian tersebut dengan baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Lembaga perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, maka terhadap lembaga perbankan perlu senantiasa terdapat pembinaan dan pengawasan yang efektif agar mampu berfungsi secara sehat, wajar, dan efisien, serta mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global, di samping itu, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya juga mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Kegiatan menyalurkan kredit mengandung risiko yang sangat tinggi dan dapat mempengaruhi kesehatan dan kelangsungan usaha dan kegiatan bank. Bank kebanyakan bangkrut atau menghadapi kesulitan keuangan yang akut disebabkan karena terjerat kasus-kasus kredit macet dalam jumlah besar. Pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu perjanjian terlebih dahulu. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak debitur. Agunan atau jaminan merupakan suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan bank dalam pelaksanaan teknis pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh bank perlu adanya suatu pengamanan, tanpa adanya pengamanan, bank sulit menghindari risiko yang akan datang, sebagai akibat tidak berprestasinya seorang nasabah. Bank melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta kepada calon nasabah agar memberikan jaminan suatu barang tertentu, sebagai jaminan di dalam pemberian kredit untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Muchdarsyah Sinungan, 1990: 12). Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit adalah keadaan dimana debitur lalai untuk melakukan kewajibannya atau yang disebut wanprestasi. Fakta yang sering kali terjadi dilapangan adalah debitur terlambat dalam melakukan pembayaran, baik cicilan maupun bunga. Setiap pemberian kredit yang disalurkan oleh bank, dalam prakteknya bank selalu meminta kepada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
nasabah
5
debitur
untuk
menyerahkan
jaminan,
guna
keamanan
dalam
pengembalian kredit tersebut. Jaminan pemberian kredit berdasarkan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan, untuk mengurangi risiko tersebut. Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan cara sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, agunan, modal dan prospek usaha dari debitur. Jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur berupa jaminan hak tanggungan yang berupa sertifikat tanah atau sertifikat bangunan tersebut harus memberikan kepastian hukum kepada kedua belah pihak. Kreditur dalam hal ini akan mendapatkan kepastian, yaitu kreditur akan mendapat kepastian untuk menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur, sedangkan bagi debitur itu sendiri, yaitu seorang debitur akan mendapat kepastian mengembalikan kredit bunga yang ditentukan dan juga kepastian dalam berusaha. Adanya suatu kredit bermasalah yang timbul dikemudian hari, maka dalam menyelesaikan suatu kredit bermasalah tersebut harus memperhatikan asas keadilan, kemanfaatan, kepatutan, kesetaraan, dan kepastian hukum (Iswi Hariyani, 2009: 44). Benda tetap yang dijadikan obyek jaminan utang di Bank Rakyat Indonesia adalah berupa tanah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, maka semua benda yang berkaitan dengan jaminan utang atas tanah diatur dalam undang-undang ini. Tanah di sini merupakan jaminan hak tanggungan dan mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan obyek jaminan yang lainnya. Prinsip dalam hak tanggungan ini adalah mengikuti obyeknya, kemanapun obyek tersebut dibawa atau kepada siapapun obyek tersebut beralih (Munir Fuady, 2002: 86).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
Jaminan yang diberikan debitur kepada bank tersebut haruslah diteliti terlebih dahulu secara lengkap oleh pihak bank, baik dari segi hukum maupun dari segi ekonomi. Kebanyakan masyarakat pada saat ini dalam mengembalikan pinjamannya kepada bank mengalami kesulitan, sehingga pihak bank juga harus melakukan tindakan terkait hal tersebut, guna mendapatkan kembali pinjaman dari debitur tersebut, dan bank tetap dapat menjalankan usahanya di bidang perbankan. Penulis berpendapat, bahwa hal-hal tersebut di atas menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut, terkait adanya suatu penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan, yang menimbulkan berbagai implikasi bagi debitur atau kreditur, oleh karena itu kredit bermasalah harus ditangani dengan baik menggunakan langkah-langkah berdasarkan kekeluargaan untuk mencapai kesepakatan atau melalui penyelesaian secara hukum, untuk itulah penulis mengangkatnya
dalam
suatu
penulisan
hukum
(skripsi)
dengan
judul
“PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN DI PT BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk CABANG KARANGANYAR”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah? 2. Apakah penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
C. Tujuan Penelitian Penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas, sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Tujuan Obyektif a. Mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah. b. Mengetahui langkah-langkah penyelesaian kredit bermasalah yang ada di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar apakah sudah sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan dan UndangUndang Hak Tanggungan. 2. Tujuan Subyektif a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam program studi ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan penulis dalam mengkaji masalah di bidang hukum perdata, khususnya di bidang perbankan.
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap, bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan hukum (skripsi) ini bermanfaat bagi penulis maupun orang lain, adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan hukum (skripsi) ini sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.
8
Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum perbankan pada khususnya. b. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang berwenang dalam menyelesaikan kredit bermasalah dan sebagai referensi keilmiahan.
2.
Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. b. Mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
E. Metode Penelitian Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinankemungkinan sebagai berikut : 1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2010: 5). Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan kerangka tertentu. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu maka juga diadakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2010: 42-43). Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan, mengumpulkan, menyusun data guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya dituangkan dalam penulisan hukum (skripsi). Adapun metode penelitian dalam penulisan hukum ini meliputi: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris atau “sosiologis“. Jenis penelitian hukum empiris ini, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010: 52 ). Data yang diperoleh dari jenis penelitian ini mempunyai kriteria yang valid, yaitu menunjukkan drajad ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh penulis (Sugiyono, 2010: 2). Penelitian hukum empiris, peneliti perlu mencari data
langsung
ke
lapangan,
sehingga
tidak
cukup
hanya
dengan
mengumpulkan data-data sekunder. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2010: 10).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
3. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian penulisan hukum (skripsi) ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. Lokasi tersebut dipilih karena adanya kasus terkait penyelesaian kredit bermasalah, sehingga berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian hukum (skripsi) ini. 4. Jenis Data Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat (data empiris) dan dari bahanbahan pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang dipeoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2010:51). Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau di lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan. Data primer ini berupa hasil wawancara dengan Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan, melainkan diperoleh dari studi kepustakaan, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, kamus hukum, dan bahan-bahan kepustakaan serta sumber tertulis lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
5. Sumber Data a. Sumber Data Primer Sumber data primer merupakan sumber data yang berasal dari pihak-pihak yang ada hubungannya langsung dengan masalah dalam penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah wawancara dengan Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang mengetahui dan memiliki pengalaman mengenai obyek penelitian. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber data yang mendukung sumber
data
primer,
yaitu
peraturan
perundang-undangan
yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti penulis, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305 Tahun 2002 tentang Pejabat Lelang, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306 Tahun 2002 tentang Balai Lelang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dan Rechtglement Buitengewesten (RBG).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang utama adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi, dan gabungan ketiganya atau triangulasi. Perlu dikemukakan kalau teknik pengumpulan datanya dengan observasi, maka perlu dikemukakan apa yang diobservasi, dan kalau wawancara, kepada siapa akan melakukan wawancara (Sugiyono, 2010: 293). Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Studi Lapangan Studi lapangan, yaitu pengumpulan data dengan cara terjun secara langsung ke obyek penelitian untuk melakukan pengamatan secara langsung, dengan tujuan untuk memperoleh data-data. Studi lapangan ini penulis mengumpulkan data dengan 2 (dua) cara, yaitu : 1) Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melihat atau mengamati obyek yang diteliti, serta melakukan pencatatan terhadap gejala-gejala yang timbul secara sistematis, sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang lengkap mengenai obyek penelitian dengan mempelajari kasus yang berkembang di lokasi penelitian, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. 2) Wawancara mendalam (indepth inverviewing) Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung kepada responden mengenai masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan pada subyek yang dipilih sebagai responden secara mendalam dan terarah dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka agar diperoleh hasil yang sesuai dengan masalahmasalah yang diteliti. Wawancara dalam penelitian ini diperoleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
melalui Account Officer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari, membaca dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pokokpokok masalah yang diteliti. 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data secara deskriptif analisis, artinya apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2010: 250). Jadi, dalam hal ini proses pengumpulan data dan analisa data dilakukan secara bersamaan. Teknik analisa data meliputi 3 (tiga) tahapan, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan dengan verifikasinya. Tahap-tahap tersebut dilakukan pembentukan siklus, sehingga data yang terkumpul direduksi, kemudian ditarik sebuah kesimpulan/ konklusi. Ketiga komponen tersebut adalah : a. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari data-data, sehingga kesimpulan akhir penelitian dapat dilakukan. b. Penyajian Data Penyajian data merupakan suatu rangkaian informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian yang dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. c. Kesimpulan dan Verifikasi Kesimpulan dan verifikasi yang dimulai dari pengumpulan data, seorang penganalisis
kualitatif
melukan
pencatatan,
pola-pola,
penjelasan,
konfigurasi atau pernyataan, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulankesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung (Heribertus Sutopo, 1988: 34-36). Lebih jelasnya, analisis data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Bagan 1. Model Analisis Interaktif Maksud model analisis interaktif ini, pada waktu pengumpulan data penulis selalu membuat reduksi dan sajian data. Reduksi dan sajian data harus disusun pada waktu penulis sudah memperoleh unit data dari sejumlah unit yang diperlukan dalam penelitian, ketika waktu pengumpulan data sudah berakhir, penulis mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan verifikasinya berdasarkan pada semua hal yang terdapat dalam reduksi maupun sajian datanya, jika kesimpulan dirasa kurang mantap karena kurangnya rumusan dalam reduksi maupun sajiannya, maka penulis dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus untuk mencari pendukung kesimpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data (Heribertus Sutopo, 1988: 38).
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan dan penutup, serta daftar pustaka dan lampiran, adapun susunannya sebagai berikut : BAB I.
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis mengemukakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memaparkan landasan teori dari para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi tinjauan umum mengenai kredit bermasalah, jaminan, dan Hak Tanggungan.
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini, yaitu langkah-langkah apa yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah dan apakah penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
BAB IV. PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari kesimpulan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan pada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Kredit dari Para Ahli 1) Menurut Subekti Perjanjian kredit menurut Subekti adalah dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaiamana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. 2) Menurut Marhainis Abdul Hay Perjanjian kredit menurut Marhainis Abdul Hay adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 3) Menurut Mariam Darus Badrulzaman Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjammeminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu obyeknya adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamnkannya, karena perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
4) Menurut Sutan Remy Sjahdeini Perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. 5) Menurut Ch. Gatot Wardoyo Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu : a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasanbatasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. c) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Istilah kredit tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang ada hanya perjanjian pinjam-meminjam uang yang ada dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sutarno, 2009: 96). Istilah perjanjian kredit pertama kali dikemukakan dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10/1996 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/UPK/Pemb/1966 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. Unsur kepercayaan memang harus ada di dalam perjanjian kredit, yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang atau barang akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati oleh debitur maupun kreditur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Berawal dari bentuk perjanjian, selanjutnya dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian baku, yaitu bank telah menyediakan formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu. Berdasarkan sifatnya, perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan atau voorovereenkomst dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan sebagai hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. b. Subyek Hukum Perjanjian Kredit Subyek hukum dalam perjanjian kredit bank adalah para pihak yang akan mengikatkan diri dalam hubungan hukum di dalam perjanjian kredit. Pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah pihak yang memberikan kredit dan pihak yang menerima kredit. Perjanjian kredit bank ditegaskan bahwa, pihak yang memberikan kredit adalah bank, sedangkan pihak yang menerima kredit dapat perorangan ataupu badan hukum. Pihak memberikan kredit disebut kreditur, sedangkan pihak yang menerima kredit disebut debitur. c. Obyek Hukum Perjanjian Kredit Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Obyek hukum perjanjian kredit selalu dalam bentuk uang atau tagihan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
d. Isi Perjanjian Kredit Perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula sebagai berikut : 1) Klausula-klausula tentang syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (predisbursement clause). Klausa ini menyangkut : a) Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, asuransi barang jaminan, dan pengikatan jaminan; b) Penyerahan barang jaminan, dokumen, dan pelaksanaan pengikatan barang jaminan; dan c) Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan, asuransi kredit, dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko yang terjadi di luar kesalahan debitur ataupun kreditur. 2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause). Klausula ini memiliki urgensi, yaitu : a) Merupakan obyek dari perjanjian kredit, sehingga perubahan kesepakatan
mengenai
materi
ini
memiliki
konsekuensi
diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru; b) Merupakan batas kewajiban kreditur berupa penyediaan dana selama tenggang waktu perjanjian kredit, berarti batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman; c) Merupakan
penetapan
besarnya
nilai
agunan
yang
harus
diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; dan d) Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft). 3) Klausula-klausula tentang jangka waktu kredit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu : a) Memberikan batas waktu bagi bank kapan harus menyediakan dana sebesar maksimum kredit, kapan tenggang waktu itu terlampaui, sehingga memberikan hak tagih bagi bank untuk pengembalian kredit oleh debitur; b) Memberikan batas waktu dimana bank dapat melakukan teguranteguran bila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara tepat waktu; dan c) Memberi waktu yang tepat bagi bank untuk melakukan analisis kembali dengan pertimbangan apakah fasilitas kredit tersebut dapat diperpanjang atau segera ditarik kembali. 4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit. Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu : a) Klausula tujuan kredit diperlukan agar debitur mempergunakan kreditnya sesuai dengan yang disepakati dan diperjanjikan sebelumnya; dan b) Klausula bentuk kredit diperlukan sesuai dengan tujuan kreditnya. Penentuan bentuk kredit yang tepat akan menciptakan tingkat efisiensi dari pemberian kredit. 5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda kelebihan tarik. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud memberikan kepastian mengenai hak bank untuk membebankan bunga, biaya-biaya, dan denda yang disepakati bersama. Bunga merupakan penghasilan bank, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut. 6) Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas rekening pinjaman debitur. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit, dengan maksud bank dapat setiap saat membebankan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
bunga, biaya, atau denda pada rekening pinjaman atau rekening lainnya yang ditata usahakan pada bank tersebut. 7) Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang berisi pernyataan-pernyataan debitur atas fakta-fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan asset debitur pada saat kredit direalisasi. 8) Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang syaratsyarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh debitur sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya. Klausula ini bertujuan agar debitur menggunakan kredit sesuai dengan tujuan yang disepakati dan untuk menghindari penyalahgunaan kredit. 9) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause), bertujuan agar pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank. 10) Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan. Klausula ini khusus bagi debitur yang fasilitas kreditnya ditata usahakan melalui rekening Koran atau giro. 11) Klausula tentang affirmative covenant, yaitu klausula yang berisi janjijanji debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri dari berbagai hal yang harus ditepati oleh debitur selama fasilitas kredit yang diterimanya berjalan. 12) Klausula tentang negative covenant, yaitu klausula yang berisi janjijanji debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai
akibat
yuridis
dan
pengamanan bank selaku kreditur.
commit to user
ekonomis
bagi
kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
13) Klausula tentang financial covenant, yaitu klausula yang berisi janji debitur untuk menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan yang diminta oleh bank. 14) Klausula tentang event of default, yaitu klausula yang memberikan hak sepihak kepada bank untuk mengakhiri kredit atas peristiwa-peristiwa yang ditentukan oleh bank serta sekaligus menagih pagu kredit tersisa. 15) Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang berisi penyelesaian perselisihan diantara para pihak. 16) Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions, yaitu klausula-klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula yang ada (Johannes Ibrahim, 2004: 48-52). Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur sebagai berikut : 1) Perbuatan, dimana penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan. 2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang sesuai satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum. 3) Mengikatkan dirinya, yaitu di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Perjanjian kredit memiliki fungsi penting dalam pemberian, pengelolaan, serta penatalaksanaan kredit itu sendiri, yaitu sebagai perjanjian pokok, maksudnya bahwa suatu perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, contohnya perjanjian pengikatan jaminan, kemudian sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan pemantauan kredit. Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian kredit sebagai berikut : 1) Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan (akta bawah tangan) Perjanjian ini diartikan bahwa, pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara mereka saja, yakni antara debitur dengan kreditur tanpa seorang notaris. Akta di bawah tangan yang dimaksud sudah dibuat dan disiapkan oleh pihak bank dan hanya tinggal disepakati oleh pihak debitur saja. Akta di bawah tangan ini memiliki kekuatan hukum pembuktian seperti layaknya akta notarill, bilamana tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatangani. Akta di bawah tangan dalam hal pembuktian dihadapan hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawan, maka pihak yang telah mengajukan bukti akta di bawah tangan tersebut harus mencari bukti tambahan, seperti saksi-saksi, dan untuk menghindari penyangkalan tersebut, ada baiknya bilamana akta di bawah tangan tersebut dilakukan legislasi oleh seorang notaris, sehingga dengan adanya legislasi tersebut akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum pembuktian selayaknya akta otentik atau notarill.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris (akta notarill atau akta otentik) Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah notaris, akan tetapi dalam prakteknya semua ketentuan dalam perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur itu sendiri, yang kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan ke dalam akta notarill. Akta notariil atau akta otentik di dalam hal pembuktian memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta otentik dianggap benar dan sah, tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan terkait tanda tangan pihak-pihak yang bersangkutan, apabila terdapat bantahan dari pihak lawan dalam hal pembuktian di depan hakim, maka pihak pembantahlah yang harus melakukan pembuktian terhadap kebenaran atas bantahannya tersebut. 2. Tinjauan Umum tentang Wanprestasi a. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu: 1) Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian; atau 2) Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur (Abdulkadir Muhammad, 2010: 203).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Menurut Black’s Law Dictionary dalam bukunya Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja yang berjudul Perikatan pada Umumnya, menyatakan bahwa wanprestasi (default) adalah : By its derivation, a failure. An ommission of that which ought to be done…Specifically, the omission or failure to perform a legal or contractual duty…; to observe a promise or discharge an obligation;… or to perform an agreement. The term also ambraces the idea of dishonesty, and of wrongful act… (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004: 87). Menurut Kamus Hukum, wanprestasi merupakan suatu ingkar tidak memenuhi kewajiban dalam suatu perjanjian. Pihak yang lalai tersebut harus memnberikan penggantian rugi, biaya, dan bunga. Debitur tidak memenuhi kewajiban prestasinya bias karena berbagai sebab, tetapi secara garis besar adalah karena kesengajaan atau kelalaian debitur (J. Satrio, 1999: 100). b. Bentuk-Bentuk Wanprestasi Bentuk wanprestasi ini dapat terwujud dalam beberapa bentuk, yaitu : 1) Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya; 2) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/ melaksanakan kewajibannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3) Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya; dan 4) Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan. Wanprestasi tersebut dapat terjadi karena kesengajaan debitur untuk tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakannya (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2004: 70).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
c. Ganti Kerugian dan Wanprestasi 1) Pengertian ganti-kerugian Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian,
barulah
mulai
diwajibkan
apabila
debitur
setelah
dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Ganti-kerugian pada dasarnya adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi. 2) Unsur-unsur ganti-kerugian Berdasarkan Pasal 1246 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, gantikerugian itu terdiri atas 3 (tiga) unsur, yaitu : a) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyatanyata telah dikeluarkan. b) Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur. c) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai. 3) Batasan-batasan mengenai ganti-kerugian Undang-undang menentukan bahwa kerugian yang harus dibayarkan oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi, yaitu : a) Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Berdasarkan Pasal 1247 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar ganti-kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya. b) Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Berdasarkan Pasal 1248 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya debitur, pembayaran mengenai ganti-kerugian sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian. Kewajiban debitur dalam kredit, seperti ditentukan dalam Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan diatur dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Akibat wanprestasi diatur antara dalam Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu peralihan risiko dan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu tuntutan ganti rugi, tetapi ada pengecualian yang diatur dalam Pasal 1244 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu disebabkan suatu hal yang tak terduga, tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. 3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah a. Pengertian Kredit Bermasalah Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur tidak mau dan tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya sebagaimana tertera dalam perjanjian kredit (Iswi Hariyani, 2010: 28). Adanya kredit bermasalah tersebut, akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah atau non-performing loans merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Fungsi bank salah satunya adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Pendapatan terbesar suatu bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan kemasyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau dana pihak ketiga, sehingga aktivitas penghimpunan dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kemudian menyalurkan dana tersebut kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan aktivitas atau fungsi utama suatu bank (http://jh-thamrin.blogspot.com/2009/04/nonperforming-loan.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul 11.15 WIB). b. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit, dilakukan dengan analisis prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital, condition, dan colleteral (Kasmir, 2002: 104). c. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah Kredit bermasalah atau non-performing loans merupakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya. Kredit bermasalah atau non-performing loans itu dalam perbankan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihakpihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi. Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau nonperforming loans tersebut adalah apabila kualitas kredit tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet, untuk kreditkredit bermasalah yang bersifat non-structural, pada umumnya dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi, sedangkan untuk kreditkredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah yang bersifat non-structural, sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh menurunnya pendapatan bersih, menurunnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran persediaan, meningkatnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran piutang, menurunnya modal lancar, nasabah mulai ingkar janji, nasabah membuat laporan fiktif, nasabah tidak terbuka, dan nasabah menolak wawancara. Dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah yaitu : 1) Kelemahan nasabah, yaitu diantaranya manajemen kurang (kurang menguasai manajemen kredit), tidak memiliki perencanaan yang baik, produk ketinggalan jaman, kalah bersaing, lokasi usaha yang tidak tepat, dan adminitrasi yang kacau. 2) Kenakalan nasabah, yaitu diantaranya tidak jujur dan sukar ingkar janji, melakukan penyimpangan penggunaan, pola hidup yang boros atau mewah, suka berbuat skandal, dan suka berjudi dan berspekulasi. Menurut Sinungan dalam bukunya Budi Untung yang berjudul Kredit Perbankan di Indonesia, menyatakan bahwa penyebab kredit macet adalah kesulitan keuangan yang dialami oleh debitur. Penyebab kesulitan keuangan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu : 1) Faktor-faktor intern (managerial factor), diantaranya disebabkan oleh adanya kelemahan dalam kebijaksanaan pembelian dan penjualan, tidak efektifnya kontrol atas biaya dan pengeluaran, kebijaksanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
tentang kebijaksanaan piutang yang tidak efektif, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup. 2) Faktor-faktor ekstern, diantaranya disebabkan oleh bencana alam, peperangan,
perubahan
kondisi
perekonomian,
dan
perubahan
teknologi. d. Upaya Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah Upaya pencegahan memerlukan adanya berbagai kebijakan yang baik, yaitu : 1) Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang sehat, ketentuanketentuan yang harus pada bank yaitu stuktur organisasi bidang perkreditan dan job description-nya, kewenangan dari masing-masing pejabat, dan batas pemberian kredit kepada debitur (Budi Untung, 2000: 145). 2)
Sumber daya manusia yang solid dalam bidang perkreditan Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi dalam kaitannya dengan perkreditan diantaranya, yaitu menyiapkan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit, melaksanakan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit yang telah mendapat persetujuan dari dewan komisaris, mempertanggungjawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank sentral, memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan, melakukan koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan dari rencana kredit tahunan dan kebijaksanaan perkreditan, memonitor perkembangan mutu kredit secara keseluruhan, kredit yang diberikan kepada debitur yang mempunyai hubungan dengan bank, dan kredit yang diberikan kepada debitur tertentu, dan menentukan langkah penangan kredit bermasalah dan memonitor pelaksanaannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Hal-hal
tersebut
merupakan
faktor
upaya
mencegah
terjadinya kredit bermasalah, maka dalam rangka pengelolaan kredit yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal yang diantaranya adalah memonitor dengan baik pemenuhan nasabah atas semua persyaratan pemberian kredit yang disepakati bersama antar debitur
dengan
bank,
memonitor
dengan
baik
pemenuhan
nasabah/debitur atas pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan, dan memonitor perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitur kepada pihak lain. Memonitor atas pemberian kredit tersebut harus dilakuan dengan baik, karena dapat memberikan peringatan dini (early warning) apabila nasabah mulai menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga dan dapat melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah (problem loans) pada waktu yang cepat dan tepat (Budi Untung, 2000: 146-147). Kredit bermasalah tersebut dapat diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya, maka kehadiran pekerja asing dalam perekonomian nasional suatu negara juga dibutuhkan, secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan kompetisi yang pada gilirannya akan menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing perekonomian. Hal tersebut untuk merespon sektor perbankan nasional dan memenuhi kekurangan tenaga ahli di sektor perbankan, serta dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja Indonesia melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge) (Tim Perbankan dan Enquiry Point, 2007: 4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
3) Kebijaksanaan Persetujuan Kredit Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat, bilamana diberikan berdasarkan hasil dari penilaian total atas permintaan kredit dan atas diri debitur. Persetujuan pemberian kredit oleh pejabat bank yang terkait harus dinyatakan secara tertulis. Para pejabat pengambil keputusan
untuk
menyetujui
pemberian
kredit
harus
dapat
mempertanggung-jawabkan kepada bank bahwa keputusan pemberian kredit tersebut didasarkan pada hasil analisis kredit yang proporsional, kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah,
dan
kredit
tesebut
telah
memenuhi
ketentuan
kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh bank; dan keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit tersebut (Budi Untung, 2000: 148). 4. Tinjauan Umum tentang Jaminan a. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, serta dalam Penjelasan Umum Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pengertian jaminan terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, yaitu suatu keyakinan kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Istilah hukum jaminan, berasal dari terjemahan zakerheidesstelli atau security of law. Hukum jaminan meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan (Salim H.S, 2004: 5). Hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan bendabenda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah. Hukum jaminan diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur (J. Satrio, 2002: 3). Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit (Salim H.S, 2004: 6). b. Asas-Asas Hukum Jaminan Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang hukum jaminan, maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan 5 (lima) asas penting dalam hukum jaminan, yaitu asas publicitet, asas specialitet, asas tidak dapat dibagi-bagi, asas inbezitstelling, dan asas horizontal (Salim H.S, 2004: 9). Adapun dijelaskan sebagai berikut : 1) Asas Publicitet Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. 2) Asas Specialitet Asas specialitet, yaitu bahwa Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3) Asas Tidak Dapat Dibagi-bagi Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya Hak Tanggungan, Hak Fidusia dan Hipotek dan Hak Gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. 4) Asas Inbezitstelling Asas inbezitstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5) Asas Horizontal Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan Hak Pakai, baik Tanah Negara maupun tanah Hak Milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan Hak Pakai. Selain daripada itu, asas-asas Hukum Jaminan juga meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional (konkret) yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publikasi, asas specialitet, asas totalitas, asas asessi pelekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal dan asas perlindungan hukum (Mariam Darus Badrulzaman, 1996:23).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
c. Obyek Hukum Jaminan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka obyek dari hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu obyek materiil dan obyek formil (Salim H.S, 2004: 8). 1) Obyek Materiil Obyek materiil, yaitu bahan (materill) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya, dalam hal ini adalah manusia. 2) Obyek Formil Obyek formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap obyek materiilnya. Jadi, obyek formil hukum jaminan adalah bagaimana subyek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan non-bank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu menyangkut prosedur dan syarat-syarat di dalam pembebanan jaminan (Salim H.S, 2004:8). d. Jenis-Jenis Jaminan Kredit 1) Jaminan Lahir karena Undang-Undang Jaminan lahir karena undang-undang adalah jaminan yang adanya karena ditentukan oleh undang-undang, tidak perlu ada perjanjian antara kreditur dan debitur. Perwujudan dari jaminan yang lahir dari undang-undang ini adalah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan bahwa, semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh utangnya, artinya bila debitur berutang kepada kreditur, maka seluruh harta kekayaan debitur tersebut secara otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
2) Jaminan Lahir karena Perjanjian Jaminan lahir karena perjanjian adalah jaminan ada karena diperjanjikan terlebih dahulu antara kreditur dan debitur. Jaminan yang lahir karena perjanjian dapat berbentuk Hak Tanggungan, Hipotik, Fiducia, ataupun Gadai. 3) Jaminan Kebendaan Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat dipertahankan terhadap siapapun benda itu berada (droit de suite) dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan juga mempunyai sifat prioriteid, artinya siapa yang memegang jaminan atas jaminan kebendaan lebih dahulu, maka akan didahulukan pelunasan utangnya disbanding pemegang jaminan hak kebendaan kemudian. 4) Jaminan Penanggungan Utang Jaminan penanggungan utang adalah jaminan yang bersifat perorangan yang menimbulkan hubungan langsung dengan orang tertentu. Jaminan yang bersifat perorangan ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta debitur seumumnya, contohnya borgtocht. Jaminan yang bersifat perorangan ini mempunyai asas kesamaan (Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), artinya tidak membedakan piutang mana yang lebih dahulu terjadi dan piutang yang terjadi kemudian (Sutarno, 2009: 148). 3.
Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan a. Pengertian Hak Tanggungan Istilah Hak Tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Pokok Agraria (UUPA). Unsur-unsur pokok dari Hak Tanggungan sebagai berikut : 1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 2) Obyek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). 3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. 4) Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu. 5) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. b. Asas-Asas Hak Tanggungan Tujuan mempelajari asas-asas Hak Tanggungan adalah untuk membedakannya dengan hak-hak tanggungan yang telah ada sebelum terbitnya Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) yang baru ini, termasuk asas hipotek yang ada sebelumnya. Lebih jelasnya, asas-asas tersebut, yaitu : 1) Hak Tanggungan memberikan kedudukan hak yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan; 2) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi; 3) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada; 4) Hak Tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga bendabenda yang berkaitan dengan tanah tersebut;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
5) Hak Tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari; 6) Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian accessoir; 7) Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada; 8) Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang; 9) Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek Hak Tanggungan itu berada; 10) Di atas Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Peradilan; 11) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu; 12) Hak Tanggungan wajib didaftarkan; 13) Hak Tanggungan dapat diberikan dengan disertai janji-janji tertentu; 14) Objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang Hak Tanggungan apabila cidera janji; dan 15) Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 25). c. Obyek-Obyek Hak Tanggungan Obyek Hak Tanggungan mendapat penegasan dalam Pasal 4 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), yang menyatakan bahwa: 1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah : a) Hak Milik; b) Hak Guna Usaha; dan c) Hak Guna Bangunan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan.
B. Kerangka Pemikiran
Kreditur
Debitur
Perjanjian Kredit dan Perjanjian Jaminan
Wanprestasi
Penyelesaian Kredit Bermasalah Bagan 2. Kerangka Pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Keterangan : Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sesuai dengan fungsinya yang sebagai penyalur dana masyarakat, maka bank menyalurkan dananya atau memberikan pinjaman dananya kepada masyarakat, dan masyarakat tersebut adalah sebagai debitur. Sebelum bank (kreditur) memberikan pinjaman dana atau kredit kepada nasabah (debitur), maka bank selaku kreditur membuat perjanjian kredit dan perjanjian jaminan terlebih dahulu bersama debitur sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Pemberian kredit tersebut, dalam pengembaliannya ada yang mengalami kesulitan, yaitu debitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian tersebut. Adanya wanprestasi tersebut, maka dapat menyebabkan adanya suatu kredit bermasalah. Kredit bermasalah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, dengan adanya kredit bermasalah tersebut, maka bank tersebut harus segera menyelesaikan permasalahan tersebut melalui langkahlangkah dan tata cara sesuai dengan peraturan hukum yang ada.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Lokasi Penelitian a. Sejarah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merupakan Bank Pemerintah yang berdiri pada tanggal 16 Desember 1895. Pada awalnya PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja. Pada periode setelah kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 1 disebutkan bahwa, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu, melalui Peraturan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1960 dibentuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang merupakan peleburan dari Bank Rakyat Indonesia, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM), kemudian berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 9 Tahun 1965, Bank Rakyat Indonesia diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penetapan Presiden Nomor 17 Tahun 1965 tentang Pembentukan Bank Tunggal dengan Nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks-BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan Nederlandsche Maatschappij (NHM) menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Undang-Undang Pokok Perbankan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Undang-Undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan Bank Ekspor Impor Indonesia, selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai Bank Umum. Sejak tanggal 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 status Bank Rakyat Indonesia berubah menjadi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor Keputusan : S.67-dir/12/1982, tanggal 2 Desember 1982 ditentukan bahwa hari jadi Bank Rakyat Indonesia jatuh pada tanggal 16 Desember 1895. Hal tersebut untuk mengenang sejarah Bank Rakyat Indonesia. Lokasi yang digunakan untuk
penelitian hukum (skripsi) oleh
penulis, yaitu di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, yang beralamat di Jalan Lawu Barat Nomor 391 Karanganyar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
b. Visi dan Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 1) Visi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. 2) Misi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk a) Melakukan
kegiatan
perbankan
yang
terbaik
dengan
mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. b) Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance. c) Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihakpihak yang berkepentingan. c. Struktur Organisasi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar memiliki struktur organisasi yang menggambarkan basis pengelompokan yang didasarkan pada organisasi garis dan staff. Secara umum dapat diuraikan dengan ringkas struktur organisasi tersebut sebagai berikut : Pimpinan Cabang membawahi : 1) Manajer Pemasaran (MP), membawahi : a) Account Officer (AO), terdiri dari : (1) Account Officer (AO) Komersial (2) Account Officer (AO) Konsumer
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
(3) Account Officer (AO) Program b) Funding Officer (FO) 2) Manajer Operasional (MO), membawahi : a) Asisten Manajer Operasional (AMO), membawahi : (1) Supervisor Pelayanan, membawahi : (a) Fungsi Teller (b) Fungsi UPN (c) Fungsi Administrasi Jasa (d) Fungsi Devisa (e) Fungsi Kliring (f) Fungsi TKK (g) Fungsi PP b) Asisten Manajer Penunjang Bisnis, membawahi : (1) Supervisor Administrasi Kredit, membawahi : (a) Fungsi Administrasi Kredit Komersial (b) Fungsi Administrasi Kredit Konsumer (c) Fungsi Administrasi Kredit Program (2) Supervisor Pelayanan Intern, membawahi : (a) Fungsi Sekretaris atau Sumbar Daya Manusia (b) Fungsi Logistik (c) Fungsi Arsip dan Pelaporan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
c) Manajer Bisnis Mikro, membawahi : (1) Asisten Manajer Bisnis Mikro, membawahi : (a) Supervisor Administrasi Unit, membawahi : (i) Fungsi Petugas Administrasi Unit (PAU) (ii) Fungsi Petugas Rekonsiliasi Unit (PRU) (iii) Pegawai Cadangan (b) Penilik (c) Bank Rakyat Indonesia Unit Bagan struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran halaman belakang. d. Tugas Pokok dan Fungsi 1) Tugas Pokok dan Fungsi Manajer Pemasaran (MP) adalah : a) Melakukan pembinaan, pengawasan dan monitoring kredit yang menjadi tanggung jawabnya mulai dari kredit direalisasi sampai dengan kredit dilunasi. b) Berperan sebagai anggota tim penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah di kantor cabang untuk mengurangi kerugian bank. c) Membantu dan mendukung pimpinan cabang dalam membina dan mengkoordinasi unit-unit kerja dibawahnya, melakukan kegiatan pemasaran kredit dalam rangka mencapai target bisnis yang telah ditetapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
d) Melakukan pembinaan, pengawasan dan monitoring kredit yang menjadi tanggung jawabnya mulai dari kredit direalisasi sampai dengan kredit dilunasi. 2) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Komersial adalah : a) Membuat Rencana Pemasaran Tahunan (RPT) perkreditan atas sektor yang dikelolanya, guna mencapai sasaran yang ditetapkan. b) Melakukan penelitian kelengkapan dan keabsahan dokumen kredit sebelum permohonan kredit diproses dalam rangka mengamankan kepentingan Bank. c) Melakukan pembinaan, penagihan dan pengawasan kredit yang menjadi tanggung jawabnya. 3) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Konsumer adalah : a) Meneliti
kebenaran
dan
kelengkapan
dokumen
yang
dipersyaratkan, seperti keaslian surat keputusan, daftar gaji, untuk mengurangi risiko kredit. b) Menyerahkan daftar tagihan angsuran debitur kepada instansi yang bersangkutan untuk memastikan pembayaran angsuran pinjaman. 4) Tugas Pokok dan Fungsi Account Officer (AO) Program adalah : a) Melakukan penagihan angsuran kepada debitur dan menjaga hubungan baik. b) Melaporkan situasi dan kondisi debitur, baik yang masih lancer maupun memburuk serta memberikan usul, saran, pemecahan dan penanggulangannya untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
5) Tugas Pokok dan Fungsi Funding Officer (FO) adalah : a) Mengidentifikasi sumber dana potensial baik perorangan maupun perusahaan/ instansi. b) Melaksanakan aktifitas penjualan, dengan menghubungi, menemui dan menjual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
B. PEMBAHASAN 1. Langkah-Langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar di dalam memberikan kredit kepada nasabah diawali dengan menerapkan prinsip kehati-hatian guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh. Bank Indonesia sendiri menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, mewajibkan setiap bank untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian, yang merupakan solusi terbaik untuk menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri. Prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 8 Ayat (1) menyatakan bahwa, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan, serta
kesanggupan
nasabah
debitur
untuk
melunasi
utangnya
atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Pasal 8 Ayat (2) menyatakan bahwa, Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) menyatakan bahwa, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung
risiko,
sehingga
dalam
pelaksanaannya
bank
harus
memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat, untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank, dan untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana prospek usaha dari nasabah debitur. Agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit yang sangat penting, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah (debitur) mengembalikan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan. Bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau risiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan. Penjelasan Pasal 8 Ayat (2) menyatakan bahwa, pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain : a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis; b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur; c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi; dan f. Penyelesaian sengketa (Iswi Hariyani, 2010: 33-34) Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas perkreditan yang sehat, maka setiap bank diwajibkan membuat suatu kebijakan perkreditan secara tertulis yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit sehari-hari. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, ditetapkan bahwa dalam pemberian kredit tersebut sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok yaitu prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen
perkreditan,
kebijaksanaan
persetujuan
pemberian
kredit,
dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit, dan penyelesaian kredit bermasalah. “Commercial banking plays an important role in sustaining financial markets and has a significant impact on the success of the economy. It is within this context that the following analysis of the operations of commercial banks headquartered in Utah was conducted for the period from 2000 to 2004. During this period, commercial banking has undergone a significant structural shift as industry operational processes have changed and banks have sought mergers and other adjustments that create implications for bank depositors and bank customers seeking loans and related services” (Abdus samad, Lowell M. Glenn, dkk. 2006: 137).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan dalam pelaksanaannya bank wajib mematuhi kebijaksanaan perkreditan yang telah dibuat tersebut secara konsekuen dan konsisten, apabila dalam pelaksanaannya ternyata bank memberikan kredit tidak sesuai dengan kebijaksanaan perkreditan yang telah ditetapkannya, maka Bank Indonesia akan memberikan sanksi yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank dan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman tersebut wajib dibuat mengingat bahwa sesuai dengan pengertian kredit, maka lingkup pemberian kredit mencakup banyak aspek dan mengandung risiko yang bervariasi, baik langsung
maupun
tidak
langsung
(http://blog.beswandjarum.com/abdbasidl/manajemen-kredit-macet-padaperbankan-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul 11.00 WIB). Prinsip-prinsip analisis pemberian kredit yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar berdasarkan prinsip 5C, yaitu : a. Character, yaitu sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orangorang yang akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Membaca watak atau sifat dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi, seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial, dari sifat dan watak ini dapat dijadikan suatu ukuran tentang kemauan nasabah untuk membayar. b. Capacity, yaitu analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Penilaian ini dapat terlihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. Capacity sering juga disebut dengan nama capability.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
c. Capital, yaitu untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang disajikan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas dan solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya. Analisis kapital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, beberapa modal sendiri dan beberapa modal pinjaman. d. Condition, yaitu dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. e. Colleteral, yaitu merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah naik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendakya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin. Prinsip-prinsip analisis pemberian kredit sebagaimana tersebut, memang harus selalu dilakukan oleh setiap pejabat kredit bank sebagai wujud pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit bank kepada semua nasabah debitur agar kelak bank dapat terhindar dari persoalan kredit bermasalah dan kredit macet. Pemberian kredit yang diberikan oleh bank meskipun selalu menerapkan prinsip-prinsip analisis pemberian kredit sebagaimana tersebut, namun kredit bermasalah pasti akan ada dan dialami oleh setiap bank, tak terkecuali di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri. Kredit bermasalah adalah kredit yang tergolong kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Istilah kredit bermasalah telah digunakan Perbankan Indonesia sebagai terjemahan problem loans yang merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
istilah yang sudah lazim digunakan di dunia internasional. Istilah lain dalam bahasa Inggris yang biasa dipakai bagi istilah kredit bermasalah adalah nonperforming loans, dapat disimpulkan bahwa kredit macet adalah bagian dari kredit bermasalah. Tingkat kesehatan bank salah satunya diukur dari tingkat rasio kredit bermasalah (non-performing loans) atau biasa dikenal sebagai “Rasio NPL”. “The committee is currently examining the causes of the turmoil in the financial system and based on its finding, will make/ has made, recommendations for improving the financial system” (Frank graaf and Rezah Stegeman, 2011: 1). Penggolongan kualitas kredit, menurut Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998, sebagai berikut : a. Kredit lancar (pass), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat; dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). b. Kredit dalam perhatian khusus (special mention), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau 2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau 3) Mutasi rekening relatif rendah; atau 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman baru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
c. Kredit kurang lancar (substandard), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau 2) Sering terjadi cerukan; atau 3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (sembilan puluh) hari; atau 5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau 6) Dokumentasi pinjaman yang lemah. d. Kredit diragukan (doubtful), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari; 2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari; atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga; atau 5) Dokumen hukum lemah, baik untuk perjanjian kredit/ pengikatan jaminan. e. Kredit macet (bad-debt), yaitu apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari; atau 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau 3) Dari segi hukum/ kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Kredit bermasalah yang terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar selama 3 (tiga) periode, yaitu antara tahun 20072010 prosentase kredit bermasalah yang paling tinggi terjadi pada tahun 2009, namun pada tahun 2010 pihak bank sendiri juga menyelesaikan kasus terkait dengan kredit bermasalah. Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
Cabang Karanganyar, pada umumnya diberikan kepada nasabah untuk digunakan sebagai modal usaha. Pemberian kredit yang diberikan oleh bank, tidak semunya lancar di dalam pengembalian pinjamannya oleh nasabah, pasti adanya suatu kredit yang bermasalah. Penyebab kredit bermasalah yang terjadi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, pada umumnya sering disebabkan oleh nasabah itu sendiri yang ingkar janji atau wanprestasi, selain itu disebabkan karena nasabah kurang menguasai manajemen kredit, tidak memiliki perencanaan yang baik, dan kalah bersaing terhadap usahanya, serta administrasi yang kacau yang dikelola oleh nasabah itu sendiri. Adanya unsur ketidaksengajaan adanya kredit bermasalah, yaitu si debitur memang tidak mampu membayar, sehingga kemampuan untuk membayar kredit tidak ada. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan
kredit
bermasalah
terlebih
dahulu
melakukan
upaya
penyelamatan yang merupakan suatu langkah awal penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan
syarat-syarat
pengembalian
kredit,
sehingga
dengan
memperingan syarat-syarat pengembalian kredit tersebut, diharapkan debitur memiliki kemampuan kembali untuk menyelesaikan kredit itu, jadi tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan lembaga hukum karena debitur masih kooperatif dan dari prospek usaha masih feasible. Penyelamatan kredit oleh bank dapat dilakukan dengan cara-cara, yaitu tahap pertama dengan penjadwalan kembali (rescheduling), yang merupakan perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktunya. Perpanjangan jangka waktu kredit bertujuan untuk memperingan
debitur
untuk
mengembalikan
memperpanjang jangka waktu kredit,
utangnya,
maka kualitas
dengan
kredit debitur
digolongkan menjadi performing loans dan dengan perpanjangan jangka waktu memberikan kesempatan kepada debitur untuk menjalankan usahanya. Akta yang perlu dibuat berkenaan dengan perpanjangan jangka waktu kredit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
adalah amandemen atau addendum perjanjian kredit. Pasal atau ketentuan yang mengatur jangka waktu kredit dirubah dan ditetapkan kembali dengan memperpanjang jangka waktu pelunasan. Bentuk akta amandemen bisa berbentuk akta di bawah tangan, yaitu akta yang dibuat dan dipersiapkan sendiri oleh bank atau akta otentik yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Bentuk amandemen atau addendum yang merubah jangka waktu perjanjian kredit sebenarnya bisa berbentuk surat yang dibuat bank dan dikirimkan kepada debitur isinya merubah jangka waktu kredit, sebagai tanda persetujuan debitur dapat menandatangani surat itu. Surat yang telah disetujui debitur dapat dianggap sebagai amandemen atau addendum. Tahap kedua kemudian dengan persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat kredit, yang tidak terbatas pada perubahan maksimum saldo kredit. Persyaratan kembali ini dilakukan, apabila penyelamatan kredit yang dilakukan oleh pihak bank menggunakan cara penjadwalan kembali tidak berhasil, maka cara inilah yang kemudian digunakan oleh pihak bank. Tahap yang terakhir yaitu penataan kembali (restructuring). Penyelesaian kredit melalui tahap penyelamatan kredit ini melalui restrukturisasi kredit. Langkah penyelesaian melalui restrukturisasi kredit ini diperlukan syarat paling utama, yaitu adanya kemauan, etikad baik, dan kooperatif dari debitur serta bersedia mengikuti syarat-syarat yang ditentukan bank, karena dalam penyelesaian kredit melalui restrukturisasi lebih banyak negosiasi dan solusi yang ditawarkan bank untuk menentukan syarat dan ketentuan restrukturisasi. Macam-macam bentuk penyelamatan kredit bermasalah melalui restrukturisasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, yaitu dengan penurunan suku bunga kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengambilalihan agunan/asset debitur, jaminan kredit dibeli oleh bank, dan debitur menjual sendiri barang jaminannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Penurunan suku bunga kredit merupakan salah satu bentuk restrukturisasi yang bertujuan memberikan keringan kepada debitur, sehingga dengan penurunan bunga kredit besarnya bunga yang harus dibayar debitur setiap tanggal pembayaran menjadi lebih kecil dibanding suku bunga yang ditetapkan sebelumnya. Keringanan suku bunga ini bertujuan agar pembayaran bunga setiap bulannya menjadi lebih kecil, sehingga pendapatan dari hasil usaha debitur dapat dialokasikan untuk membayar sebagian pokok dan sebagian lainnya untuk melanjutkan dan mengembangkan usaha, dalam jangka waktu tertentu sesuai perhitungan cash-flow atas usaha debitur dapat diprediksi akan mampu menyelesaikan seluruh utang dan usaha dapat berkembang kembali. Akta-akta yang perlu dibuat atau diperbaharui berkenaan dengan terjadinya penurunan suku bunga, yaitu perlu dilakukan amandemen atau addendum terhadap perjanjian kredit. Pasal yang semula mengatur tentang besarnya suku bunga kredit perlu diadakan perubahan atau amandemen untuk disesuaikan dengan besarnya penurunan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit ini, pihak bank memberikan syarat tambahan atau merubah syarat yang telah ada, oleh karena itu, syarat tambahan atau merubah syarat yang sudah ada perlu dituangkan dalam amandemen atau addendum perjanjian kredit. Amandemen atau addendum merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian lama. Semua ketentuan dan syarat dalam perjanjian kredit yang tidak diubah tetap berlaku dan yang telah dirubah dinyatakan tidak berlaku lagi. Penurunan suku bunga tidak merubah perjanjian ikatannya, yaitu perjanjian pengikatan jaminan hak tanggungan itu sendiri. Pengurangan tunggakan bunga kredit merupakan salah satu tanda kredit bermasalah adalah adanya tunggakan bunga kredit lebih dari tiga kali pembayaran. Bunga kredit yang seharusnya dibayar setiap bulan atau dalam jangka waktu tertentu sesuai perjanjian kredit, tetapi tidak dibayarkan, sehingga tunggakan bunga kredit lama kelamaan menumpuk yang jumlahnya menyamai
utang
pokok,
untuk
menyelamatkan
commit to user
kredit
bermasalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
restrukturisasi kredit dapat dilakukan dengan memperingan beban debitur dengan cara mengurangi tunggakan bunga kredit atau menghapus seluruh tunggakan bunga kredit. Debitur dibebaskan dari kewajiban membayar tunggakan bunga kredit sebagian atau seluruhnya. Langkah penyelamatan dengan menghapus sebagian atau seluruh tunggakan bunga kredit diharapkan debitur memiliki kemampuan kembali untuk melanjutkan usahanya, sehingga menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membayar utang pokoknya yang tidak mungkin dihapus seluruhnya oleh pihak bank. Pengurangan tunggakan bunga tidak mengakibatkan perubahan akta perjanjian kredit, karena yang dikurangi adalah besarnya tunggakan bunga yang seharusnya dibayar debitur. Bukti adanya pengurangan tunggakan bunga, bank cukup mengeluarkan surat yang ditujukan kepada debitur yang menegaskan bahwa, besarnya tunggakan bunga yang harus dibayar dikurangi, sehingga lebih kecil dari perhitungan sebenarnya perjanjian kredit. Pengambilalihan agunan/asset dalam hukum disebut kompensasi atau perjumpaan utang. Kredit tersebut dapat diselamatkan dengan cara bank mengambilalih agunan kredit yang nilai jaminan tersebut dikompensasikan dengan jumlah kredit sebesar nilai agunan yang diambil, maka terjadilah kompensasi, dengan kata lain, agunan kredit yang diambil alih bank dibayar dengan menggunakan kredit yang tertunggak. Agunan kredit yang diambil alih menjadi milik/asset bank dan utang debitur dinyatakan lunas. Pengambilalihan asset debitur ini disebut set off, untuk mengalihkan suatu benda jaminan milik debitur kepada bank secara hukum perlu alas hak yang menjadi landasan hukum beralihnya suatu benda. Bank di sini tidak cukup hanya mengeluarkan deangan mengeluarkan surat yang menyatakan telah mengambilalih agunan kredit. Surat yang dikeluarkan bank seperti ini tidak dapat digunakan untuk mengalihkan agunan menjadi milik bank, maka untuk mengambil alih diperlukan alas hak yang berupa akta jual beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) agunan tanah antara kreditur sebagai pembeli dan debitur sebagai penjual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan alas hak atau alas hukum untuk memindahkan hak milik debitur berupa agunan tanah kepada kreditur. Akta jual beli digunakan sebagai alas hak untuk balik nama sertifikat menjadi atas nama kreditur pada jaminan hak tanggungan. Akta jual beli agunan menjadi milik kreditur dan kredit yang tertunggak menjadi lunas seluruhnya atau sebagian tergantung kesepakatan kreditur dan debitur, karena agunan telah menjadi milik atau aktiva tetap bank, maka dalam batas waktu tertentu bank segera menjual kembali kepada masyarakat untuk mendapatkan aktiva yang lebih produktif. Penguasaan agunan sebagai aktiva tetap bank yang terlalu lama tidak memberikan keuntungan bagi bank, sehingga undang-undang perbankan mengharuskan agar agunan yang telah diambil alih bank tersebut segera dicairkan/dijual kembali dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun sejak tanggal pengambilalihan. Pengambilalihan atau kompensasi atas jaminan kredit diperlukan syarat-syarat atau kriteria agar nantinya dalam waktu satu tahun agunan yang diambilalih segera dapat dijual kembali, sehingga menjadi aktiva yang produktif kembali. Syarat-syarat atau kriteria yang diperlukan antara lain, yaitu agunan yang akan diambil alih atau dikompensasikan dengan tunggakan kredit tersebut dan strategis, sehingga sewaktu-waktu bank dengan mudah untuk menjual kembali atau dikerjsamakan dengan pihak lain, dokumen atau surat-surat benda yang menjadi agunan tersebut lengkap dan sah menurut hukum dan nilai agunan yang diambil alih lebih besar dari tunggakan kredit yang dikompensasikan. Pengambilalihan atau kompensasi agunan kredit diperlukan akta-akta untuk kepentingan bank dan debitur, yaitu akta jual beli dari debitur atau pemilik agunan kepada bank. Agunan yang berupa tanah berikut bangunan tersebut menggunakan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan adanya penegasan dalam akta jual atau dengan kwitansi tersendiri bahwa jual beli barang agunan/jaminan tersebut dibayar atau dikompensasikan dengan menggunakan kredit yang tertunggak. Upaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
penyelamatan kredit bermasalah, bank dapat membeli agunan melalui penjualan umum atau lelang. Undang-undang melarang bank memiliki langsung agunan tersebut. Janji yang diadakan untuk memiliki agunan jika debitur cidera janji, maka batal demi hukum. Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan landasan hukum yang memungkinkan bank untuk membeli agunan melalui pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Fungsi Pasal 6 huruf k tersebut, sebagai salah satu sarana hukum dalam penyelesaian kredit macet perbankan. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu pembelian agunan melaui pelelangan oleh bank sebagai kreditur dilakukan dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang dibeli tidak menjadi asset bank. Pelaksanaan Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tersebut mengalami kesulitan berkenaan dengan prosedur pendaftaran peralihan hak atau balik nama sertifikat karena membeli jaminan berupa
tanah
dan
bagunan
sesuai
dengan
undang-undang
harus
dibaliknamakan menjadi atas nama pembeli/bank, sehingga menjadi asset bank. Kesulitan tersebut dapat diatasi oleh Pemerintah melalui Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1994 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 110 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1994 tentang Pendaftaran Tanah menentukan bahwa, atas permintaan Bank Pemerintah peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang dimenangkan oleh bank melalui lelang dalam rangka pelunasan kredit sesuai dengan Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
Perbankan, dapat didaftar atas nama pembeli akhir yang ditunjuk oleh bank tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : a. Di dalam risalah lelang dicantumkan bahwa di dalam pembelian lelang itu, bank bertindak untuk pembeli yang belum disebut namanya. b. Nama pembeli serta identitasnya kemudian dinyatakan di dalam surat pernyataan oleh atau atas nama Direksi Bank yang bersangkutan. c. Permohonan pendaftaran hak sebagaimana dimaksud harus diajukan oleh pembeli yang ditunjuk oleh bank dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung dari tanggal pelaksanaan lelang yang bersangkutan. d. Apabila ketentuan di atas dilanggar, maka pendaftaran peralihan hak kepada pembeli yang ditunjuk oleh bank hanya dapat dilakukan berdasarkan akta jual beli antara bank dan pembeli sesudah dilakukan pendaftaran peralihan hak atas nama bank yang bersangkutan berdasarkan risalah lelang. Kreditur dapat meminta debitur melakukan penjualan jaminan kredit yang berupa tanah dan bangunan, dengan cara ini dapat menghemat waktu, biaya dan hasilnya akan lebih baik daripada lelang. Secara teori penjualan jaminan melalui lelang bertujuan untuk memperoleh harga yang tinggi, tetapi dalam pelaksanaanya justru sebaliknya, yaitu biaya mahal, memerlukan waktu lama untuk menuju lelang dan hasil penjualan lelang rendah. Bank sebagai kreditur harus membantu debitur dalam melakukan penjualan jaminan tersebut, dengan cara mencairkan calon pembeli dan kalau perlu ikut berunding dengan calon pembeli untuk memperlancar penjualan tersebut, meskipun debitur sebagai pemilik yang berhak menentukan nilai penjualan tersebut, tetapi bank sebagai pemegang jaminan juga berhak untuk mengatur nilai penjualan agar tidak terlalu rendah, sehingga tidak sesuai dengan penilaian bank atau terlalu tinggi, sehingga tidak laku. Bank juga harus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
mengatur agar hasil penjualan barang jaminan tidak jatuh ke debitur, tetapi langsung disetor ke bank untuk pembayaran atas utang debitur. Berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah penjualan di luar lelang/di bawah tangan dapat dilakukan dengan syarat-syarat, yaitu ada kesepakatan antara kreditur dan debiturnya, dilakukan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah kreditur dan debitur memberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Perhitungan 1 (satu) bulan dihitung sejak tanggal pengiriman pos tercatat atau tanggal penerimaan melalui kurir atau tanggal penerimaan facsimile, diumumkan melalui sedikitnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di suatu setempat atau surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Pengumuman juga dapat dilakukan melalui radio atau televisi, dan tidak ada keberatan dari pihak lain. Syarat-syarat tersebut diperlukan untuk melindungi pihak-pihak yang memiliki kepentingan, misalnya pemegang hak tanggungan kedua, ketiga dan kreditur lain dari debitur/pemberi hak tanggungan. Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkannya dalam bentuk tabel dan bagan di bawah ini : No.
Cara Penyelamatan
Syarat Kredit yang Diubah
1.
Penjadwalan kembali
Jadwal pembayaran dan jangka waktu pembayaran
(Rescheduling) 2.
Persyaratan kembali (Reconditioning)
Jadwal pembayaran, jangka waktu pembayaran
dan
persyaratan
lain
sepanjang tidak mengubah maksimum saldo kredit 3.
Penataan kembali
a. Penurunan suku bunga kredit;
(Restrukturisasi)
b. Pengurangan tunggakan bunga kredit;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
c. Pengambilalihan agunan/asset debitur; d. Jaminan kredit dibeli oleh bank; dan e. Debitur menjual sendiri barang jaminan.
Tabel 1. Penyelamatan Kredit Bermasalah (Kredit Kurang Lancar, Kredit Diragukan dan Kredit Macet) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Kredit Bermasalah
Penjadwalan Kembali (Rescheduling)
Persyaratan Kembali (Reconditioning)
Penataan Kembali (Restructuring)
Gagal
Berhasil
Hapus Buku
Kualitas Kredit Membaik
Penyelesaian Kredit
Litigasi
- Bank Bertambah Sehat - Debitur Tambah Maju - Sektor Riil Berkembang
Non-Litigasi
Bagan 3. Restrukturisasi Kredit di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
a. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Non-Litigasi Penyelesaian kredit bermasalah dengan jalur non-litigasi dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pengambilalihan Agunan Debitur Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang merupakan bank Badan Usaha
Milik
Negara
(BUMN),
sesuai
mekanisme
korporasi
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 dapat dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan milik debitur oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau penyerahan agunan oleh debitur kepada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau yang disebut dengan asset-settlement. Cara ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, sehingga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak perlu ragu-ragu dalam menerapkannya. Pola penyelesaian kredit semacam ini kebanyakan hanya diberikan kepada debitur besar. Penyelesaian kredit macet dengan pola asset-settlement dimungkinkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 12A Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan bahwa, Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Pola asset-settlement juga diatur dalam Pasal 1 angka 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang menyatakan bahwa, “agunan yang diambil alih yang untuk selanjutnya disebut AYDA adalah aktiva yang diperoleh bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan
penyerahan
sukarela
oleh
pemilik
agunan
atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank. Pasal 39 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum menyatakan bahwa, agunan yang diambil alih yang telah dilakukan upaya penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut : a) Lancar, apabila agunan yang diambil alih dimiliki sampai dengan 1 (satu) tahun: b) Kurang lancer, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih dari 1 (satu) tahun sampai dengan 3 (tiga) tahun; c) Diragukan, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih dari 3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun: dan d) Macet, apabila agunan yang diambil alih dimiliki lebih 5 (lima) tahun. 2) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Penyelesaian sengketa bisnis, termasuk penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dapat dilakukan melalui jalur non-litigasi, yaitu di luar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Pengadilan, yang lebih dikenal dengan istilah Alternative Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Penyelesaian ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian dengan jalur non-litigasi ini dipilih karena proses peradilan di Indonesia dianggap kurang efisien dan efektif, karena sangat lama, biayanya mahal, prosedurnya berbelit-belit, tidak ada jaminan kerahasiaannya, putusannya bersifat menang-kalah, dapat merusak hubungan para pihak, hasil putusannya sulit dieksekusi, cenderung lebih berpihak kepada elite penguasa dan pemodal besar, dan masih banyaknya mafia peradilan. Penyelesaian sengketa dalam hal kredit macet, apabila diselesaikan dengan jalur alternatif penyelesaian sengketa ini, maka para pihak dapat memilih sendiri hukumnya, memilih arbiter yang akan memeriksa perkara dan para pihak dapat menentukan sendiri tata cara
penyelesaian
sengketa
berdasarkan
kedua
belah
pihak.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif, penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar Pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan, pada bagian penjelasan umum, upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif, maupun melalui jalur peradilan. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar mengupayakan terlebih dahulu di dalam menyelesaikan kredit macet
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
menggunakan jalur di luar peradilan, karena dinilai langkah yang ditempuh ini dapat dilakukan secara sederhana, murah, dan cepat melalui penyelenggaraan mediasi perbankan, agar hak-hak mereka sebagai nasabah dapat terjaga dan terpenuhi dengan baik. Macammacam bentuk alternatif penyelesaian sengketa di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sebagai berikut : a) Negosiasi Negosiasi ini berarti perundingan, dan orang yang mengadakan perundingan disebut negosiator. Negosiasi diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Para pihak disini berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang mereka hadapi dengan cara kooperatif dan saling terbuka (Joni Emirzon, 2001: 39). b) Mediasi Mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak, tetapi menunjang fasilitator untuk terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. Proses mediasi adalah proses dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan. Penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak ada unsure paksaan antara para pihak dan mediator, karena para pihak secara sukarela meminta kepada mediator untuk membantu penyelesaian konflik yang sedang mereka hadapi (Joni Emirzon, 2001: 70).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
c) Konsiliasi Konsiliasi berarti perdamaian, sedangkan pihak ketiga yang mengupayakan perdamaian disebut konsiliator. Konsiliasi memiliki kesamaan dengan mediasi, yaitu melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Perbedaannya terletak pada istilahnya, yaitu konsiliasi lebih formal daripada mediasi. Konsiliasi
adalah
proses
penyelesaian
sengketa
dengan
menyerahkannya suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan/menjelaskan
fakta-fakta
dan
biasanya
setelah
mendengar para pihak dan mengupayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan, serta membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusannya tidak mengikat (Huala Adolf, 2005: 204). d) Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di luar peradilan yang diadakan oleh para pihak yang bersengketa atas dasar perjanjian/ kontrak yang mereka adakan sebelumnya atau seseudah terjadi sengketa. Pihak yang menengahi sengketa ini disebut arbiter, yang bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara menurut tata cara arbitrase. Para pemutus atau arbiternya dipilih dan ditentukan oleh para pihak yang bersengketa dengan tugas menyelesaikan persengketaan yang terjadi diantara mereka. Pemilihan arbiter seyogyanya didasarkan pada kemampuan dan keahliannya dalam bidang tertentu dan dapat bertindak secara netral (Rachmadi Usman, 2003: 107-110). 3) Penjualan Agunan via Parate Eksekusi (Tanpa Penetapan Pengadilan) Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar juga dilakukan melalui penjualan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
via parate eksekusi (tanpa penetapan pengadilan). Pasal 6 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan bahwa, apabila debitur cidera janji maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas “kekuasaan sendiri” melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut. Hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang hak tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada “janji” yang diberikan oleh pemberi hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu dari kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi tanggungan. Pelaksanaan eksekusi pada hak tanggungan secara mudah dan pasti merupakan salah satu prinsip dari hak tanggungan yang dijabarkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dimana eksekusi hak tanggungan memuat 3 (tiga) cara, yaitu yang pertama adalah hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (parate executie), kemudian yang kedua adalah titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan dan yang ketiga adalah eksekusi melalui penjualan obyek hak tanggungan di bawah tangan atas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan (Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan) (Herowati Poesoko, 2007: 19). 4)
Penjualan Agunan di Bawah Tangan Penjualan agunan di bawah tangan yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia ini diatur Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan bahwa atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Penjualan di bawah tangan dilakukan tanpa melalui proses pelelangan umum. Berdasarkan Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, menyatakan bahwa pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihakpihakyang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penjualan agunan di bawah tangan harus memenuhi syarat-syarat, yaitu harus diperjanjikan terlebih dahulu, bertujuan untuk mendapatkan harga jual tertinggi. Penjualannya baru dapat dilakukan setelah melewati tenggang waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberitahuan secara tertulis kepada para pihak, harus diumumkan terlebih dahulu melalui sedikitnya di 2 (dua) surat kabar setempat atau media cetak lainnya, dan tidak ada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
pihak yang menyatakan berkeberatan. Penjualan agunan di bawah tangan juga diatur dalam KMK 300/KMK.01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara, Bab XIX, Pasal 273 sampai dengan Pasal 285, yang khusus mengatur tentang penjualan tidak melalui lelang (Iswi Hariyani, 2010: 277). 5) Penjualan Agunan secara Sukarela Penjualan agunan secara sukarela tidak mensyaratkan adanya keharusan untuk memasang pengumuman di 2 (dua) surat kabar atau media massa setempat, serta tidak mensyaratkan adanya perjanjian tertulis, tetapi cukup atas dasar kepercayaan antara kreditur, yaitu pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri dengan debitur, tujuannya adalah untuk mendapatkan harga jual tertinggi. Penjualan agunan secara sukarela hanya didasarkan kesepakatan tidak tertulis antara bank dan debitur atas dasar itikad baik. Cara ini tidak akan merugikan bank, karena sertifikat agunan tetap berada di tangan bank. Debitur juga diuntungkan karena dapat menjual agunannya secara leluasa, sehingga mendapat harga jual yang optimal, jika debitur berhasil mendapatkan pembeli, maka debitur langsung menghubungi bank dan notaris guna keperluan penyelesaian transaksi jual beli agunan harus dilakukan di hadapan notaris dan pihak bank, karena di dalam transaksi tersebut diperlukan adanya pembuatan akta jual beli agunan, penyerahan agunan dari bank kepada debitur dan pembeli, dan penghapusan pengikatan jaminan via kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkan penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non-litigasi dalam bentuk tabel di bawah ini : No. 1.
Penyelesaian Non-Litigasi Pengambilalihan
Dasar Hukum
Agunan - Undang-Undang Nomor 10
Debitur
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Pasal 12 A dan Penjelasannya); - Peraturan Bank Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Pasal 1 angka 15, Penjelasan Pasal 70 Ayat (3), Pasal tentang Agunan yang Diambil Alih (AYDA)).
2.
Alternatif
Penyelesaian - Undang-Undang Nomor 30
Sengketa
(Negosiasi,
Tahun 1999 tentang Arbitrase
Mediasi,
Konsiliasi,
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;
Arbitrase)
- Peraturan Bank Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Mediasi Perbankan; dan - Konvensi dalam Dunia Bisnis. 3.
Penjualan Parate
Agunan
Eksekusi
via Pasal 6 Undang-Undang Nomor
(Tanpa 4 Tahun 1996 tentang Hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Penetapan Pengadilan)
Tanggungan Beserta
Atas
Tanah
Benda-Benda
yang
Berkaitan dengan Tanah. 4.
Penjualan
Agunan
di Pasal
Bawah Tangan
20
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda
yang
Berkaitan dengan Tanah. 5.
Penjualan Agunan secara Kesepakatan antara Bank dan Sukarela
Debitur atas dasar itikad baik.
Tabel 2. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Non-Litigasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar b. Penyelesaian Kredit Bermasalah dengan Jalur Litigasi Penyelesaian kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar selain melalui jalur non-litigasi, juga dapat melalui jalur litigasi, yaitu dilakukan dengan cara : 1) Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dengan cara memohon fiat atau penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi terhadap agunan yang telah diikat sempurna dengan akta notariil berupa sertifikat hak tanggungan. Eksekusi sertifikat hak tanggungan dapat ditempuh melalui mekanisme parate eksekusi (tanpa fiat Ketua Pengadilan Negeri) atau lewat fiat Ketua Pengadilan Negeri. Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Demi keamanan pihak bank itu sendiri, dalam melakukan eksekusi sertifikat hak tanggungan terlebih dahulu meminta fiat atau penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Penjelasan Umum angka 10 dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah, menyatakan untuk memudahkan dan menyederhanakan pelaksanaan ketentuan undang-undang ini bagi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan, kepada Ketua Pengadilan Negeri diberikan kewenangan tertentu, yaitu penetapan memberikan kuasa kepada kreditur untuk mengelola obyek hak tanggungan, penetapan hal-hal yang diberkaitan dengan permohonan pembersihan obyek hak tanggungan, dan pencoretan hak tanggungan. Kredit yang diberikan dengan jaminan hak tanggungan, membuat pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri akan cepat memperoleh uangnya kembali, karena bank cukup dengan membawa sertifikat hak tanggungan yang telah memakai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, langsung dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah di mana tanah/jaminan itu terletak (I Made Soewandi, 2005: 52). Menjalankan putusan hakim diatur dalam Pasal 195 sampai dengan Pasal 244 Herziene Inlandsch Reglement (HIR). Herziene Inlandsch Reglement (HIR) ini berlaku bagi daerah Jawa dan Madura, sedangkan dalam dalam Pasal 206 sampai dengan Pasal 258 Rechtreglement Buitengewesten (RBG) berlaku bagi daerah luar Jawa dan Madura. Pasal-pasal di atas tidak hanya memuat mengenai menjalankan putusan hakim saja, tetapi juga berisi tentang upayaupaya paksa dalam eksekusi, yaitu sandera, sita eksekusi, upaya perlawanan (verzet), akta grosse hipotik, dan surat utang. Menyangkut tugas dan fungsi Pengadilan Negeri yang pokok, yaitu menerima,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
memeriksa, mengadili dan memutus perkara, baik perkara pidana maupun perdata dan juga dalam kegiatan administrasinya, dalam hal ini Pengadilan Negeri Karanganyar dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan secara khusus menyangkut perkara perdata diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan pelaksanaan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. Peran Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan, pada dasarnya titik fokusnya ada dalam tangan Ketua Pengadilan Negeri, sebagaimana diatur dalam Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBG, yaitu kewenangan untuk menetapkan sita eksekusi atas tanah-tanah yang dijamin dengan hak tanggungan di wilayah hukum dimana debitur tinggal, misalnya Pengadilan Negeri Karanganyar, maka kewenangan menetapkan berada di Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar.
Ketua
Pengadilan
Negeri
memiliki
tugas
dan
kewenangan dalam rangka pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dengan pertolongan hakim, hal ini secara tegas termuat dalam tugas dan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri yang tercantum dalam Buku I
Mahkamah
Agung
pada
butir
ke-6
yang
menyebutkan,
memerintahkan kepada Juru Sita untuk melakukan pemanggilan, agar terhadap termohon eksekusi dapat dilakukan teguran (aanmaning) untuk memenuhi putusan yang telah berkekuatan tetap, putusan serta merta, putusan provisi dan pelaksanaan eksekusi lainya dalam hal ini adalah eksekusi lainnya, yang termasuk pelaksanaan eksekusi lainnya dalam hal ini adalah eksekusi hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Eksekusi ini cenderung lebih mudah dari pada pertolongan hakim berdasarkan Pasal 224 HIR/Pasal 258 RBG, karena tidak memerlukan adanya perintah dari Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan penjualan obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum. Kreditur pemegang hak tanggungan dapat langsung mengajukan penjualan obyek hak tanggungan yang bersangkutan. Peran Pengadilan Negeri Karanganyar dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan dengan pertolongan hakim diawali dengan pihak kreditur dalam hal ini bank mengajukan permohonan somasi lewat Pengadilan Negeri Karanganyar, agar debitur diberikan teguran supaya dalam waktu 8 (delapan) hari harus segera menyelesaikan pembayaran utangnya. Permohonan tersebut diatas dilampiri dengan sertifikat hak tanggungan, sertifikat tanah, Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), perjanjian kredit, serta Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari debitur yang biasanya dilampirkan oleh debitur pada saat pemenuhan syarat ketika pinjam ke bank, sebagai bukti tempat tinggal debitur untuk pemanggilan. 2) Pelelangan Agunan via Lelang Eksekusi (Lelang via Penetapan Pengadilan) Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar melalui jalur litigasi, yaitu dengan pelelangan agunan via lelang eksekusi, apabila dalam hal ini debitur memang terbukti tidak kooperatif, tidak memiliki itikad baik, dan tidak ingin melanjutkan usahanya. Lelang eksekusi ini merupakan lelang yang harus didasari putusan/penetapan Pengadilan. Pelelangan agunan harus dilakukan melalui pelangan umum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 Ayat (1) Undang-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang hak tanggungan
pertama
untuk
menjual
obyek
hak
tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah dan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
untuk
pelunasan
piutang
pemegang
hak
tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya. Penjelasan Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, menyatakan ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan yang disediakan oleh undang-undang ini bagi para kreditur pemegang hak tanggungan dalam hal ini harus dilakukan eksekusi. Berdasarkan prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek hak tanggungan. Kreditur berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan objek hak tanggungan, dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggitingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi hak tanggungan. Penetapan harga limit sebelum pelaksanaan lelang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Harga limit (reserve price) menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang adalah harga minimal barang lelang yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
ditetapkan oleh penjual/pemilik Barang untuk dicapai dalam suatu pelelangan. Pasal 29 Ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyatakan bahwa, pada setiap pelaksanaan lelang, penjual wajib menetapkan harga limit berdasarkan pendekatan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan, kecuali pada pelaksanaan lelang non eksekusi sukarela barang bergerak, penjual/pemilik barang dapat tidak mensyaratkan adanya harga limit. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang merupakan Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam memilih
cara
penyelesaian
litigasi
harus
benar-benar
mempertimbangkan faktor efektivitas dan efisiensi waktu/biaya, jangan sampai cara litigasi yang dipilih justru menjadi tidak efektif, karena hasil putusannya sulit dieksekusi, serta tidak efisien, karena proses
litigasinya
berjalan
lama,
mahal,
dan
berbelit-belit.
Penyelesaian cara ini, merupakan cara terakhir yang dipilih oleh pihak bank selaku kreditur di sini, apabila langkah-langkah penyelesaian alternatif di luar proses Pengadilan (non-litigasi) gagal/tidak berhasil dilakukan. Ketua Pengadilan Negeri dalam hal ini mengeluarkan penetapan somasi untuk memanggil debitur guna diberi teguran dan jika debitur hadir maka dibuatkan berita acara pemberian teguran, apabila tidak hadir maka debitur dipanggil lagi sampai 2x (dua kali) panggilan dengan tetap dibuatkan berita acara panggilannya, jika tidak hadir, teguran pertama dan kedua adalah selama 1 (satu) minggu. Kreditur mengajukan permohonan aanmaning dan mengajukan permohonan sita eksekusi atas obyek yang dijadikan jaminan pada Ketua Pengadilan Negeri, dimana permohonan aanmaning ini untuk memberikan peringatan kepada debitur agar dalam tenggang waktu 8 (delapan) hari harus memenuhi kewajiban membayar tagihan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
utangnya, ditambah dengan bunga dan denda, kemudian jika debitur tidak melaksanakan maka dilaksanakan sita eksekusi dan dibuatkan Berita Acara Sita Eksekusi dengan dibuat pula pemberitahuan pemblokiran kepada Kantor Pertanahan supaya obyek yang disita eksekusi supaya obyek yang disita tidak dipindahtangankan. Kreditur selanjutnya mengajukan permohonan lelang eksekusi atau penjualan dimuka umum kepada Ketua Pengadilan Negeri yang dilampiri dengan perincian utang terakhir debitur terhiitung sejak tunggakan sampai diajukan eksekusi lelang. Ketua Pengadilan Negeri kemudian mengeluarkan Penetapan Lelang Eksekusi yang isinya memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri atau digantikan wakilnya dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi dengan meminta bantuan kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat dalam hal ini untuk melakukan penjualan dimuka umum atas barang jaminan tersebut dan membuat berita acaranya untuk disampaikan pada Kantor Pertanahan dimana obyek eksekusi berada. prosedur pelaksanaan lelangnya diawali dengan Panitera Pengadilan Negeri membuat surat permintaan bantuan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat untuk melakukan penjualan dimuka umum dengan dilampiri syarat-syarat yaitu, penetapan Ketua Pengadilan Negeri Karanganyar, perjanjian kredit, sertifikat hak tanggungan, sertifikat tanah, Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), Kartu Tanda Penduduk (KTP) debitur agar tidak salah panggilan, penetapan dan berita acara somasi serta relaas panggilan, penetapan dan berita aanmaning, serta relaas panggilan, dan penetapan dan berita acara sita eksekusi. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) menjawab surat Panitera Pengadilan Negeri tersebut diatas yang isinya antara lain, jadwal maupun tempat pelaksanaan lelang. Panitera mengumumkan jadwal tersebut disurat kabar harian sebanyak 2x (dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
kali) terbit setengah bulan mengenai pelaksanaan dan syarat-syarat lelang, serta letak obyek dan harga limitnya. Selang waktu dimuatnya pengumuman disurat kabar antara pengumuman pertama dan kedua adalah satu minggu, apabila obyek hak tanggungan berada satu wilayah dengan pemilik obyek atau debitur, maka dimuatnya di harian lokal. Panitera memberikan kepada pemohon dan termohon lelang tentang jadwal tersebut, sampai pada pelaksanaan lelang Kantor Lelang yang membuat peraturan teknis peraturan lelang. Panitera selanjutnya menyerahkan berita acara lelang, risalah lelang dan barang yang dijual pada pemenang lelang sedangkan salinan berita acara lelang diserahkan pada termohon eksekusi dan pemohon eksekusi, serta kantor pertanahan. Kantor Lelang menerima uang hasil penjualan dari pemenang lelang kemudian Kantor Lelang menyerahkan pada Panitera dan oleh Panitera diserahkan pada pemohon lelang (kreditur), apabila ada kelebihan sisanya diberikan kepada debitur. Segala biaya yang menyangkut permohonan lelang tersebut di atas menjadi tanggungan pemohon lelang (kreditur), Pengadilan Negeri
bertindak
semata-mata
dari
keaktifan
kreditur
dalam
mengajukan permohonannya. Pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan apabila barang yang dilelang tersebut, benar-benar harus sudah dilepaskan dari kekuasaan debitur. Hal ini untuk menghindari adanya permasalahan yang mungkin dapat terjadi di kemudian hari dengan pihak ketiga atau pembeli .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
Berdasarkan analisis di atas, penulis memaparkan penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur litigasi dalam bentuk tabel di bawah ini: No.
Penyelesaian secara
Dasar Hukum
Litigasi 1.
Eksekusi
Sertifikat
Hak Undang-Undang
Tanggungan
Tahun
1996
Tanggungan Beserta
Nomor tentang
Atas
Benda-Benda
4 Hak
Tanah yang
Berkaitan dengan Tanah. 2.
Pelelangan
Agunan
via - Pasal 20 Undang-Undang
Lelang Eksekusi (Lelang via
Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Penetapan Pengadilan)
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah; - Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang; - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305 Tahun 2002 tentang Pejabat Lelang; dan - Keputusan Menteri Keuangan Nomor 306 Tahun 2002 tentang Balai Lelang.
Tabel 3. Penyelesaian Kredit Macet Melalui Jalur Litigasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
KREDIT BERMASALAH
PENYELAMATAN KREDIT (Rescheduling, Reconditioning, dan Restrukturisasi)
GAGAL
HAPUS BUKU
PENYELESAIAN KREDIT
NON-LITIGASI
LITIGASI
1. Pengambilalihan Agunan
1. Eksekusi Sertifikat Hak
Debitur;
Tanggungan;
2. Alternatif Penyelesaian Sengketa;
2. Pelelangan Agunan via Lelang
3. Penjualan Agunan via Parate
Eksekusi (melalui Kantor
Eksekusi;
Pelayanan Kekayaan Negara dan
4. Penjualan Agunan di Bawah
Lelang /KPKNL).
Tangan 5. Penjualan Agunan secara Sukarela; dan
Bagan 4. Penyelesaian Kredit Macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar
Kredit bermasalah adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau telah ada suatu indikasi potensial, bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur. Berdasarkan tingkat risiko, kredit dalam pengawasan khusus dibedakan menjadi kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus (special mention) dan kredit bermasalah dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan dan macet (non-performing loans). Kredit yang perlu
mendapat
perhatian
khusus
adalah
performing loans yang mempunyai kelemahan yang apabila tidak diperbaiki dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya, kredit-kredit jenis ini harus dimasukkan dalam kolektibilitas dalam perhatian khusus sesuai ketentuan yang berlaku, dan memerlukan perhatian khusus pihak manajemen untuk segera menetapkan tindakan perbaikan agar tidak menjadi non-performing loans. Upaya penyelamatan dan/atau penyelesaian kredit bermasalah tersebut di atas yang berwenang menyelesaikannya adalah Account Officer. Deteksi atas kredit bermasalah dapat dilakukan secara sistematis dengan mengembangkan sistem “pengenalan dini”, yaitu berupa daftar kejadian atau gejala yang diperkirakan dapat menyebabkan suatu pinjaman berkembang menjadi kredit bermasalah, karena setelah pelaksanaan realisasi kredit dan berjalannya waktu, kualitas suatu kredit dapat berubah dari kolektibilitas lancar menjadi kredit yang perlu perhatian khusus, kredit kurang lancar, kredit diragukan, atau bahkan kredit macet. Pendekatan praktis yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam melakukan pengelolaan kredit bermasalah adalah dengan secara dini mendeteksi potensi timbulnya kredit bermasalah, sehingga makin banyak peluang alternatif koreksi bagi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam mencegah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
timbulnya kerugian sebagai akibat pemberian kredit yang akan mempengaruhi kualitas dari aktiva produktif. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, meskipun pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar telah melaksanakan prosedur dan syarat-syarat perkreditan yang sehat dan telah melakukan tindakan-tindakan antisipatif dalam pelaksanaan pemberian kredit. Penyelesaian
kredit
bermasalah
dengan
jaminan
Hak
Tanggungan yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar membawa implikasi positif, yaitu dengan adanya pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar terkait dalam pelaksanaan restrukturisasi harus mengikuti seluruh ketentuan mengenai restrukturisasi dan melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi kembali untuk satu hutang dari debitur yang sama. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pihak bank perlu ditingkatkan kembali dengan tidak mengesampingkan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut memungkinkan untuk dapat mengurangi dan menekan angka terjadinya kasus yang sama terkait dengan adanya kredit bermasalah. 2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan UndangUndang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan a. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pemberian kredit oleh suatu bank haruslah dilakukan dengan berpegangan pada suatu prinsip, yaitu dengan prinsip kepercayaan dan prinsip
kehati-hatian.
Prinsip
kepercayaan
commit to user
dari
kreditur
akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaigus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya, untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan ini oleh kreditur mestilah dilihat apakah calon debitur memenuhi berbagai kriteria yang biasanya diberlakukan terhadap pemberian suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain yang disebut prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian (prudent) merupakan salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian kredit, sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan, untuk mewujudkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit ini, maka berbagai usaha pengawasan dilakukan, baik oleh bank itu sendiri (internal) maupun oleh pihak luar (external) oleh pihak Bank Sentral. Tujuan penegakan prinsip kehati-hatian ini, regulasi tentang perbankan diperketat, sehingga akhirnya dunia perbankan merupakan salah satu bidang yang sangat heavily regulated, demikian juga dengan keharusan adanya jaminan hutang dalam setiap pemberian kredit sebenarnya juga mempunyai tujuan agar kredit diluncurkan secara hatihati, sehingga ada jaminan bahwa kredit yang bersangkutan aka dibayar kembali oleh pihak debitur. Langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh pihak bank, menurut saya sudah berdasarkan pada peraturan hukum yang ada, yaitu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar itu sendiri sudah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pihak bank juga berpedoman pada Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang memberikan landasan hukum yang memungkinkan bank untuk membeli
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
agunan melalui pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Fungsi Pasal 6 huruf k tersebut, sebagai salah satu sarana hukum dalam penyelesaian kredit macet perbankan. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu pembelian agunan melaui pelelangan oleh bank sebagai kreditu dilakukan dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang dibeli tidak menjadi asset bank. Berdasarkan Pasal 12A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur bahwa, bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya, dan dalam rangka penjabaran atas ketentuan mengenai asas, fungsi, dan tujuan perbankan pelaksanaannya senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan nasional, sepanjang tidak bertentangan dengan program moneter Bank Indonesia. Berdasarkan pasal tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, dalam menyelesaikan kredit bermasalah terkait pelelangan jaminan milik debitur juga sesuai ketentuan hukum yang berlaku. b. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah Hak Tanggungan sebagai jaminan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 16) Hak Tanggungan Memberikan Kedudukan Hak yang Diutamakan Bagi Kreditur Pemegang Hak Tanggungan Mencermati pengertian Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah., dapat disimpulkan bahwa, Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Menelaah dengan saksama terhadap kalimat “kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu
kepada kreditur lain”, hal ini tidak dijumpai dalam ketentuan Pasal 1 maupun penjelasannya, namun kalimat tersebut dapat diketemukan dalam penjelasan umum Undang- Undang Hukum Hak Tanggungan dinyatakan bahwa, jika debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada kediturkreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) ditemukan
pengertian
mengenai
kalimat
“kedudukan
yang
diutamakan tertentu terhadap kreditur lain”, dalam Pasal 20 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, ketentuan yang berbunyi bahwa, apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (2), obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditemukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. 17) Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-bagi Hak tanggungan memiliki sifat yang tidak dapat dibagi-bagi, hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan bahwa, hak tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, apabila hak tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari obyek hak tanggungan, yang akan dibebankan dari hak tanggungan tersebut, sehingga kemudian hak tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah, dalam penjelasannya dinyatakan bahwa, yang dimaksud dengan sifat tidak dapat dibagibagi dari hak tanggungan adalah bahwa hak tanggungan membebani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
secara utuh obyek hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian obyek hak tanggungan dari beban hak tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas yang ditetapkan pada Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Kebutuhan perkembangan dunia perkreditan ditampung antara lain untuk mengakomodasi keperluan pendanaan pembangunan kompleks perumahan yang semula menggunakan kredit untuk pembangunan seluruh kompleks kemudian akan dijual kepada pemakai satu per satu, sedangkan untuk pembayarannya pemakai akhir ini juga menggunakan kredit dengan jaminan rumah yang bersangkutan. Sesuai ketentuan ayat ini, apabila hak tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. 18) Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan pada Hak Atas Tanah yang Telah Ada Secara yuridis formal asas yang menyatakan bahwa hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah ada diatur dalam Pasal 8 Ayat (2) tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. dinyatakan bahwa, kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemegang hak tanggungan, oleh karena itu, hak atas tanah yang baru akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan hak tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga tidaklah mungkin untuk membebankan hak tanggungan pada suatu hak atas tanah yang baru akan ada di kemudian hari (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 25). Asas ini juga merupakan asas yang sebelumnya sudah dikenal di dalam hipotek. Menurut Pasal 1175 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, hipotek hanya dapat dibebankan atas benda-benda yang sudah ada. Hipotek atas benda-benda baru akan ada di kemudian hari adalah batal (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 26) . 19) Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Selain Atas Tanahnya juga Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah Tersebut Hak tanggungan pada kenyataannya dapat dibebankan bukan saja pada tanahnya, tetapi juga segala benda yang mempunyai keterkaitan dengan tanah tersebut. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dinyatakan bahwa hak tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (4) di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dapat dijadikan jaminan selain benda-benda yang berkaitan dengan tanah, juga benda-benda yang bukan dimiliki oleh pemegang hak atas tanah tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
20) Hak Tanggungan Dapat Dibebankan Juga Atas Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang Baru akan Ada Dikemudian Hari Hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ada, sepanjang hak tanggungan itu dibebankan pula atas bendabenda yang berkaitan dengan tanah, ternyata pada Pasal 4 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah memungkinkan hak tanggungan dapat dibebankan pula atas bendabenda yang berkaitan dengan tanah tersebut, sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan ada di kemudian hari. Maksud dari pengertian “yang baru akan ada” ialah benda-benda yang pada saat Hak Tanggungan dibebani Hak Tanggungan tersebut. Misalnya karena benda-benda tersebut baru ditanam (untuk tanaman) atau baru dibangun (untuk bangunan dan hasil karya) kemudian setelah Hak Tanggungan itu dibebankan atas tanah (hak atas tanah) tersebut. Sejalan dengan asas yang berlaku di dalam hak tanggungan di atas, dalam kenyataannya hal tersebut sama dengan ketentuan dalam Pasal 1165 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa setiap hipotek meliputi juga segala apa yang menjadi satu dengan benda itu karena pertumbuhan atau pembangunan, dengan kata lain, tanpa harus diperjanjikan terlebih dahulu, segala benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari demi hukum terbebani pula dengan hipotek. 21) Perjanjian Hak Tanggungan adalah Perjanjian Accessoir Perjanjian hak tanggungan bukanlah merupakan perjanjian yang berdiri sendiri, akan tetapi mengikuti perjanjian yang terjadi sebelumnya yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk yang terdapat pada hak tanggungan adalah perjanjian utang-piutang yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
menimbulkan utang yang dijamin, dengan kata lain, perjanjian hak tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir. Penegasan terhadap asas accesoir ini, dijelaskan dalam butir 8 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. yang menyatakan bahwa, oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikatan atau accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utangpiutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Penegasan yang termuat dalam penjelasan umum butir 8 di atas, secara tegas diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Berdasarkan Pasal 10 Ayat (1) dinyatakan bahwa, perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan, sedangkan Pasal 18 Ayat (1) huruf a menyatakan bahwa hak tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan. 22) Hak Tanggungan Dapat Dijadikan Jaminan untuk Utang yang Baru Akan Ada Salah satu keistimewaan dari Hak Tanggungan adalah diperbolehkannya menjaminkan utang yang akan ada. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang menyatakan bahwa, utang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan dapat berupa utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan dengan jumlah tertentu atau jumlah yang pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
diajukan dapat ditentukan berdasarkan perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dapat dijadikannya hak tanggungan untuk menjamin utang yang baru akan ada di kemudian hari adalah untuk menampung kebutuhan dunia perbankan berkenaan dengan timbulnya utang dari nasabah bank, sebagai akibat dilakukannya pencairan atas suatu garansi bank, untuk menampung timbulnya utang sebagai akibat pembebanan bunga atas pinjaman pokok dan pembebanan ongkos-ongkos lain yang jumlahnya baru dapat ditentukan kemudian (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 31). Berdasarkan Pasal 1176 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa, suatu hipotek hanyalah sah, sekadar jumlah utang untuk
mana telah diberikan, adalah tentu dan
ditetapkan di dalam kata, jika utang bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu maka pemberian hipotek senantiasa adalah sah sampai jumlah harga-taksiran, yang para pihak diwajibkan menerangkannya di dalam aktanya. Beranjak dari ketentuan Pasal 1176 Kitab UndangUndang Hukum Perdata di atas, maka penegasan dapat dilihat dalam Putusan H.R. 30 Januari 1953 N.J. 1953, 578 yang membenarkan bahwa hipotek boleh diberikan untuk menjamin utang yang pada saat hipotek itu dipasang, belum seluruhnya diserahkan oleh kreditur kepada debitur atau digunakan oleh kreditur kepada debitur atau digunakan debitur (Mariam Darus Badruszaman, 1991:61). 23) Hak Tanggungan Dapat Menjamin Lebih dari Satu Utang Kelebihan dari hak tanggungan adalah berlakunya asas bahwa hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
sesuai ketentuan dalam Pasal 3 Ayat (2) tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan bahwa, hak tanggungan dapat diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Berdasrakan ketentuan Pasal 3 Ayat (2) di atas, maka dalam penjelasan Pasal 3 Ayat (2) dinyatakan bahwa, sering kali terjadi debitur berutang kepada lebih dari satu kreditur masing-masing didasarkan pada perjanjian utang-piutang yang berlainan, misalnya kreditur adalah suatu bank dan suatu badan afiliasi bank yang bersangkutan. Piutang pada kreditur tersebut dijamin dengan suatu hak tanggungan kepada semua kreditur dengan satu akta pemberian hak tanggungan. Hak tanggungan tersebut dibebankan atas tanah yang sama. Hubungan para kreditur satu dengan yang lain, diatur oleh mereka sendiri, sedangkan dalam hubungannya dengan debitur dan pemberi hak tanggungan kalau bukan debitur sendiri yang memberinya, misalnya mengenai siapa yang akan menghadap Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam pemberian hak tanggungan yang diperjanjikan dan siapa yang akan menerima dan menyimpan sertifikat hak tanggungan yang bersangkutan. Berlakunya asas ini, maka perjanjian dengan hanya berupa satu hak tanggungan bagi beberapa kreditur berdasarkan beberapa perjanjian kredit bilateral antara debitur yang sama dengan masingmasing
kreditur
itu,
hanyalah
mungkin
dilakukan
apabila
sebelumnya (sebelum kredit diberikan oleh kreditur-kreditur itu) telah disepakati oleh semua kreditur. Kesemua kreditur bersamasama harus bersepakat bahwa terhadap kredit yang akan diberikan oleh masing-masing kreditur (bank) kepada satu debitur yang sama itu, jaminannya adalah berupa satu hak tanggungan saja bagi meraka bersama-sama kredit dari kesemua kreditur diberikan secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
serentak, apabila tidak demikian, para kreditur itu akan menjadi pemegang hak tanggungan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Masing-masing kreditur pasti akan saling mendahului untuk memperoleh hak yang diutamakan terhadap kreditur yang lain (ST. Remy Sjahdeini, 1999: 37). 24) Hak Tanggungan Mengikuti Obyeknya dalam Tangan Siapapun Obyek Hak Tanggungan itu Berada Asas hak tanggungan memiliki berbagai kelebihan karena undang-undang memberikan prioritas terhadap pemegang hak tanggungan dibandingkan dengan pemegang hak-hak lainnya. Salah satu asas selain asas yang telah diuraikan di atas, adalah asas hak tanggungan mengikuti obyek di manapun obyek itu berada Hal ini sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan, bahwa hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada, maksudnya adalah hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek hak tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh sebab apa pun juga. Berdasarkan asas ini, pemegang hak tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapa pun benda itu berpindah. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, ini merupakan materialisasi dari asas yang disebut droit de suite atau zaakgevolg. Asas ini juga diambil dari hipotek yang diatur dalam Pasal 1163 Ayat (2) dan Pasal 1198 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Mariam Daruz Badrulzaman, bahwa asas ini seperti halnya dalam Hipotek, memberikan hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak Kebendaan dibedakan dengan hak perorangan (personlijkrecht).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
Hak kebendaan adalah hak mutlak. Artinya, hak ini dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapa pun juga yang mengganggu haknya itu. Dilihat secara pasif setiap orang wajib menghormati hak itu, sedangkan hak perorangan adalah relatif, artinya hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap
debitur
tertentu
saja.
Hak
tersebut
hanya
dapat
dipertahankan terhadap debitur itu saja, secara pasif dapat dikatakan, bahwa seseorang tertentu wajib melakukan prestasi terhadap pemilik dari hak itu (Mariam Darus Badruszaman, 1991: 16-18). 25) Di atas Hak Tanggungan Tidak Dapat Diletakkan Sita oleh Peradilan Alasan kehadiran asas hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh peradilan merupakan respon terhadap seringnya peradilan meletakkan sita terhadap hak atas tanah yang di atasnya diletakkan hipotek, karena tujuan dari (diperkenankannya) hak jaminan pada umumnya dan khususnya hak tanggungan itu sendiri. Tujuan dari hak tanggungan adalah untuk memberikan jaminan yang kuat bagi kreditur yang menjadi pemegang hak tanggungan itu untuk didahulukan tanggungan
dari
kreditur-kreditur
lain.
Bila
terhadap
itu dimungkinkan sita oleh pengadilan,
hak
berarti
pengadilan mengabaikan bahkan meniadakan kedudukan yang diutamakan dan kreditur pemegang hak tanggungan. 26) Hak Tanggungan Hanya Dapat Dibebankan atas Tanah Tertentu Asas yang berlaku. terhadap Hak Tanggungan yang hanya dapat dibebankan hanya atas tanah tertentu, diilhami oleh asas yang juga berlaku di dalam hipotek, yaitu yang diatur Pasal 1174 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sementara itu asas ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 11 huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Pasal 8 dinyatakan bahwa, pemberi hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
tanggungan adalah orang-perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan dan kewenangan untuk meletakkan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan, harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 8 di atas, maka dalam penjelasan Pasal 8 Ayat (2) dinyatakan bahwa, karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat didaftarnya hak tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku-tanah hak tanggungan, untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya hak tanggungan yang bersangkutan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 8 di atas, selanjutnya ketentuan Pasal 11 Ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah menyatakan bahwa, di dalam akta pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan uraian jelas mengenai obyek hak tanggungan, tidaklah mungkin untuk memberikan uraian yang jelas sebagaimana yang dimaksud itu apabila obyek hak tanggungan belum ada dan belum diketahui ciri-cirinya. Kata-kata
“uraian
yang
jelas
mengenai
obyek
hak
tanggungan” dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf e menunjukkan bahwa obyek hak tanggungan harus secara spesifik dapat ditunjukkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan, walaupun demikian, sepanjang dibebankan atas “benda-benda yang berkaitan
dengan
tanah
tersebut.”
Hak
Tanggungan
dapat
dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut, yang baru akan ada, sepanjang hal itu telah diperjanjikan secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
tegas, karena belum dapat diketahui apa wujud dari benda-benda yang berkaitan-dengan tanah itu, juga karena baru akan ada di kemudian hari, hal itu berarti asas spesialitas tidak berlaku sepanjang mengenai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah.” 27) Hak Tanggungan Wajib Didaftarkan Hak Tanggungan wajib didaftar, hal ini sesuai ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. dinyatakan, bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja
setelah
penandatanganan
Akta
Pemberian
Hak
Tanggungan (APHT), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan, yang diperlukan Kantor Pertanahan. Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek hak tanggungan, serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 13 tersebut, maka tidak adil bagi pihak ketiga untuk terikat dengan pembebanan suatu hak tanggungan atas suatu obyek hak tanggungan bila pihak ketiga tidak dimungkinkan
untuk
mengetahui
tentang
pembebanan
hak
tanggungan itu, hanya dengan cara pencatatan pendaftaran yang terbuka bagi umum yang memungkinkan pihak ketiga dapat mengetahui tentang adanya pembebanan hak tanggungan atas suatu hak atas tanah. Asas publisitas ini juga merupakan pasal hipotek sebagaimana dalam Pasal 1179 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dinyatakan, bahwa pembukuan hipotek harus dilakukan dalam register-register umum yang memang khusus disediakan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
itu, jika pembukuan demikian tidak dilakukan, hipotek yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan apapun, juga tidak mempunyai kekuatan terhadap kreditur-kreditur preferen (yang tidak dijaminkan dengan hipotek). 28) Hak Tanggungan Dapat Diberikan dengan Disertai Janji-Janji Tertentu Asas hak tanggungan dapat diberikan dengan disertai janjijanji tertentu diatur dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah yang dinyatakan sebagai berikut, dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) dapat dicantumkan janji-janji antara lain : a) janji yang membatasi pemberian hak tanggungan untuk menyewakan obyek hak tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan; b) janji yang membatasi kewenangan pemberi hak tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek hak tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan; c) janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk mengelola obyek hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak obyek hak tanggungan apabila debitur sungguhsungguh cidera janji; d) janji yang memberi kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk menyelamatkan obyek hak tanggungan, jika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya stall dibatalkannya hak yang menjadi obyek hak tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang, janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitur cidera janji; e) janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa, obyek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan; f) janji bahwa pemberi hak tanggungan tidak akan melepaskan haknya atau obyek hak tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang hak tanggungan; g) janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi hak tanggungan untukpelunasan piutangnya apabila obyek hak tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi hak tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum; h) janji bahwa pemegang hak tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi hak tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek hak tanggungan diasuransikan; dan i) janji bahwa pemberi hak tanggungan akan mengosongkan obyek hak tanggungan pada waktu eksekusi hak tanggungan. Janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 Ayat (2) UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, itu bersifat fakultatif dan limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
dicantumkan atau tidak dicantumkan, baik seluruhnya maupun sebagiannya, bersifat tidak limitatif karena dapat pula diperjanjikan janji-janji lain, selain dari janji-janji yang telah disebutkan dalam Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. 29)
Obyek Hak Tanggungan Tidak Boleh Diperjanjikan untuk Dimiliki Sendiri oleh Pemegang Hak Tanggungan apabila Cidera Janji Asas hak tanggungan yang mencanturnkan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila cidera janji, sebenarnya beralasan dari asas yang tercantum dalam Hipotek sesuai ketentuan Pasal 1178 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang janji demikian tersebut disebut vervalbeding. Pengaturan asas hak tanggungan yang tidak boleh diperjanjikan untuk dimilik sendiri oleh pemegang hak tanggungan bila cidera janji diatur Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan
Tanah
dinyatakan
bahwa,
janji
yang
memberikan
kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, batal demi hukum. Berdasarkan Penjelasan Umum Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dinyatakan bahwa, ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitur dan pemberi hak tanggungan lainnya, terutama jika nilai obyek hak tanggungan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pemegang hak tanggungan dilarang untuk secara serta merta menjadi pemilik obyek hak tanggungan karena debitur cidera janji,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
walaupun demikian, tidaklah dilarang bagi pemegang hak tanggungan untuk menjadi pembeli obyek hak tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang
Berkaitan
dengan
Tanah.
Larangan
pencantuman janji yang demikian, dimaksudkan untuk melindungi debitur, agar dalam kedudukan yang lemah dalam menghadap kreditur (bank) karena dalam keadaan sangat membutuhkan utang (kredit) terpaksa menerima janji dengan persyaratan yang berat dan merugi kannya. 30)
Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Mudah dan Pasti Pencantuman asas hak tanggungan ini berkaitan dengan mencegah terjadinya cidera janji yang dilakukan pemegang hak tanggungan, oleh karena itu, apabila terjadi cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mendapatkan prioritas pertama menjual obyek hak tanggungan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal 6 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah,dinyatakan bahwa, apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah di atas, dalam penjelasan Pasal 6 tersebut dijelaskan sebagai berikut, bahwa hak untuk menjual obyek hak tanggungan
atas
kekuasaan
sendiri
merupakan
salah
satu
perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hak tanggungan atau pemegang hak tanggungan. Hak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hak tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada kreditur-kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemegang hak tanggungan. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah di atas, maka apabila debitur cidera janji, hal ini dapat dimintakan untuk melaksanakan eksekusi atau yang lazim disebut parate eksekusi. Parate eksekusi yang terdapat di dalam Hipotek berbeda dengan parate eksekusi yang terdapat di dalam Hak Tanggungan. Berdasarkan yang ada dalam hak tanggungan, hak pemegang hak tanggungan untuk dapat melakukan parate eksekusi adalah hak yang diberikan oleh Pasal 6 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah atau dengan kata lain, diperjanjikan atau tidak diperjanjikan, hak itu demi hukum dipunyai oleh pemegang hak tanggungan. Sertifikat hak tanggungan yang merupakan tanda bakti adanya hak tanggungan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan dan yang memuat irah-irah dengan katakata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlalu sebagai pengganti grosse acte Hipotek sepanjang mengenai tanah.” Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar seperti yang sudah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
dijelaskan sebelumnya, jika dikaji dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, menurut saya sudah sangat optimal, karena tindakan
yang
dilakukannya
sudah
berdasarkan
pada
peraturan
perundangan-undangan yang dijadikan sebagai dasar hukumnya terkait penyelesaiannya. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, disebutkan bahwa pada ayat : (1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan. b. Tidak memuat kuasa substitusi. c. Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan (2) Kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). (3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum (Mariam Darus Badruszaman, 2004: 76-77). Pembebanan hak tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi hak tanggungan, hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diperlukan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus diberikan langsung oleh pemberi hak tanggungan dan harus memenuhi persyaratan mengenai muatannya sebagaimana ditetapkan pada ayat ini. Tidak dipenuhinya syarat ini, mengakibatkan surat kuasa yang bersangkutan batal demi hukum, yang berarti bahwa surat kuasa yang bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai dasar pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib menolak permohonan untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT),
apabila
Surat
Kuasa
Membebankan
Hak
Tanggungan (SKMHT) tidak dibuat sendiri oleh pemberi hak tanggungan atau tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Berdasarkan Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
Berkaitan dengan Tanah, mengatur adanya kemungkinan dilakukan penjualan di bawah tangan. Hal ini dilakukan jika diperkirakan dalam penjualan dimuka umum (pelelangan) tidak akan menghasilkan harga tertinggi. Penjualan di bawah tangan, dimaksudkan untuk mempercepat penjualan obyek hak tanggungan dengan harga penjualan tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan dengan dua syarat, yaitu pertama, jika dengan penjualan di bawah tangan ini akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Kedua, hanya dapat dilakukan atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, oleh karena itu, bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap obyek hak tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitur tidak menyetujui dalam keadaan tertentu menurut pertimbangan bank lebih baik agunan itu dijual di bawah tangan daripada dijual di pelelangan umum. Bank sendiri berkepentingan agar hasil penjualan agunan tersebut cukup jumlahnya untuk membayar seluruh jumlah kredit yang terutang. Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank pada waktu pemberian kredit mensyaratkan agar di dalam perjanjian kredit di perjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada debitur untuk memberikan surat khusus yang memberikan kekuasaan kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut di bawah tangan. Penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukannya secara tertulis oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan dalam sekurang-kurangnya 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan atau media massa setempat, serta tidak ada keberatan dari pihak lain. Berdasarkan uraian tersebut diatas, terkait dengan Penyelesaian Kredit Bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan UndangUndang Hak Tanggungan, maka penulis berpendapat bahwa hal-hal yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berkaitan dengan penyelesaian kredit bermasalah dengan jaminan hak tanggungan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar, maka penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut : 1. Langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah, yaitu : a. Penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan menggunakan jalur nonlitigasi. Jalur non-litigasi dilakukan dengan cara : 1) Pengambilalihan Agunan Debitur Penyelesaian kredit macet di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar yang merupakan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sesuai mekanisme korporasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2006 dapat dilakukan dengan cara pengambilalihan agunan milik debitur oleh bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau penyerahan agunan oleh debitur kepada bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau yang disebut dengan asset-settlemen. 2) Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Negosiasi diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan, dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerjasama yang lebih harmonis dan kreatif. Proses mediasi adalah proses dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian secara memuaskan. Konsiliasi berarti perdamaian, sedangkan pihak ketiga yang mengupayakan
perdamaian
disebut
konsiliator.
commit to user
Konsiliasi
memiliki
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesamaan
dengan
mediasi,
yaitu
melibatkan
pihak
ketiga
untuk
menyelesaikan sengketa secara damai. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa di luar peradilan yang diadakan oleh para pihak yang bersengketa atas dasar perjanjian/kontrak yang mereka adakan sebelumnya atau sesudah terjadi sengketa. 3) Penjualan Agunan via Parate Eksekusi (Tanpa Penetepan Pengadilan) Apabila debitur cidera janji, maka pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut. 4) Penjualan Agunan di Bawah Tangan Adanya kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, dengan demikian akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 5) Penjualan Agunan secara Sukarela Penjualan agunan secara sukarela tidak mensyaratkan adanya keharusan untuk memasang pengumuman di 2 (dua) surat kabar atau media massa setempat, serta tidak mensyaratkan adanya perjanjian tertulis, tetapi cukup atas dasar kepercayaan antara kreditur dengan debitur.
b. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan dengan menggunakan jalur litigasi. Jalur litigasi dilakukan dengan cara : 1) Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dalam menyelesaikan kredit bermasalah dengan cara memohon fiat atau penetapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan eksekusi terhadap agunan yang telah diikat sempurna dengan akta notariil berupa sertifikat hak tanggungan. 2) Pelelangan Agunan via Lelang Eksekusi (Lelang via Penetapan Pengadilan) Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh pihak PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar melalui jalur litigasi, yaitu dengan pelelangan agunan via lelang eksekusi, apabila dalam hal ini debitur memang terbukti tidak kooperatif, tidak memiliki itikad baik, dan tidak ingin melanjutkan usahanya. Lelang eksekusi ini merupakan lelang yang harus didasari putusan/ penetapan Pengadilan. 2. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dikaji dengan Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Hak Tanggungan, dapat disimpulkan bahwa : a. Penyelesaian kredit bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Hal tersebut bisa dihat dari sudah diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit perbankan yang diatur dalam Pasal 8 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 6 huruf k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan landasan hukum bagi pihak bank untuk membeli agunan melalui pelelangan agunan semua atau sebagian, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Prinsip yang terkandung dalam pasal tersebut, yaitu pembelian agunan melalui pelelangan oleh bank, sebagai kreditur dilakukan dalam hal debitur cidera janji, agunan yang dibeli harus segera dijual kembali agar memperoleh dana yang dapat dimanfaatkan oleh bank, dan agunan yang dibeli tidak menjadi asset bank. Pasal 12 A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengatur bahwa, bank umum dapat membeli sebagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya b. Penyelesaian Kredit Bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda yang Berkaitan dengan Tanah. Hal tersebut dapat dilihat dari : 1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan. b) Tidak memuat kuasa substitusi; dan c) Mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan Pemberi Hak Tanggungan 2) Kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). 3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan. 4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. 6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) atau waktu yang ditentukan menurut ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.
B. Saran Kesimpulan yang telah didapat oleh penulis, kemudian penulis dapat mengajukan saran kepada para pihak yang terkait sebagai berikut : 1.
Pihak bank hendaknya lebih dapat menyikapi adanya kredit bermasalah dengan baik dan membuat koreksi terkait permasalahan yang ada, agar di kemudian hari tidak terjadi adanya kredit bermasalah. Diharapkan dalam melakukan analisis terhadap pemberian kredit lebih cermat dan teliti, karena hal tersebut mencegah terjadinya kredit bermasalah pada masa yang akan datang, terkait berhasil tidaknya penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kredibilitas bank yang bersangkutan. Dibutuhkan adanya kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak ketiga yang membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar dapat dikurangi dengan cara melakukan
pengenalan terhadap
karakter debitur terlebih dahulu secara mendalam dan melakukan analisa secara comprehensive terhadap prospek usaha debitur dengan melakukan studi kelayakan terutama bagi debitur yang mempunyai risiko tinggi atau debitur bermasalah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Pelaksanaan penyelesaian kredit yang dilaksanakan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Karanganyar khususnya dalam pelaksanaan restrukturisasi harus benar-benar mengikuti seluruh ketentuan mengenai restrukturisasi dan melaksanakannya, sehingga tidak perlu ada pengulangan restrukturisasi kembali untuk satu hutang dari debitur yang sama. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh pihak bank perlu ditingkatkan, dengan tidak mengesampingkan prinsip kehati-hatian. Kepada para debitur diharapkan juga beritikad baik untuk menyerahkan jaminan hak tanggungan kepada kreditur penerima hak tanggungan, kemudian penerapan terkait dengan dasar hukum yang ada lebih dioptimalkan kembali, agar tindakan hukum yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada dan tidak keluar dari jalur hukum, yang nantinya hukum tersebut dapat menyinkronisasikan dengan kehidupan masyarakat yang ada terkait dengan masalah pemberian kredit oleh bank kepada nasabah.
commit to user