Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN NASIONAL BEBAS DARI PENYAKIT-PENYAKIT STRATEGIS (Development Strategy of National Livestock Industry: Free from Strategic Animal Diseases) MATHUR RIADY Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jl. Harsono R.M. No. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan
ABSTRACT Livestock development is an important sub sector in agricultural for food security and improvement of human intelligence. Since it has some roles in the society, the development of livestock industry has to consider some factors such as the existing types of animal husbandry, the different types of animal disease, environment, etc. According to Directorate General of Animal Husbandry, there are 11 types of strategic animal diseases that receive government priority to be controlled. The policy on animal health has to aim to 1) the improvement of animal productivity and reproductivity, 2) the disease-free areas, 3) the quality improvement of animal health service. Some priorities on the animal health policy are: 1) good animal health, 2) well-protect farm environment from zoonotic disease or disease from outside Indonesia, and 3) maximum utilization of animal health facilities. All of these efforts are aiming to obtain healthy society and animals. Key World: Animal Disease, Livestock Industry, Animal Health ABSTRAK Pembangunan peternakan merupakan subsektor yang strategis dalam upaya ketahanan pangan dan peningkatan kecerdasan manusia. Dengan berbagai peranan yang dimiliki, pembangunan industri peternakan harus memperhatikan pada tipe peternakan yang ada dan mempertimbangkan faktor penyakit hewan. Saat ini ada 11 jenis penyakit hewan menular yang mendapat prioritas pengendaliannya berdasarkan SK Dirjen Peternakan. Kebijakan kesehatan hewan harus ditujukan kepada 1) peningkatan produktivitas dan reproduktivitas hewan, 2) pembebasan suatu wilayah dari penyakit hewan, dan 3) peningkatan mutu pelayanan kesehatan hewan. Sasaran kebijakan kesehatan hewan harus diprioritaskan kepada 1) terpeliharanya kesehatan hewan, 2) terlindunginya lingkungan budidaya ternak dari penyakit zoonosis atau penyakit dari luar Indonesia, dan 3) termanfaatkannya sarana dan fasilitas kesehatan hewan. Semuanya ini bertujuan untuk mencapai masyarakat dan hewan yang sehat. Kata Kunci: Penyakit Hewan, Industri Peternakan, Kesehatan Hewan
PENDAHULUAN Pembangunan peternakan merupakan sub sektor yang strategis dalam upaya ketahanan pangan dan peningkatan kecerdasan manusia (SDM) yang berkualitas. Fungsi protein hewani adalah fungsi yang sangat menentukan dalam mencerdaskan manusia karena kandungan asam amino di dalamnya tidak dapat tergantikan (irreversible), sehingga dapat dikatakan bahwa protein hewani adalah radikal-radikal yang bersifat dan mampu menjadi agen pembangunan.
Dalam perkembangannya kinerja pembangunan peternakan menunjukkan gambaran yang belum sebagaimana diharapkan. Sebelum masa krisis, pertumbuhannya mencapai lebih dari 5%. Pada waktu krisis (1998–2000), mengalami pertumbuhan negatif sebesar 3,9%. Sesudah krisis berlangsung (2000–2003) pertumbuhannya kembali meningkat dan mengalami pertumbuhan positif yaitu 3,54%. Ini berarti subsektor peternakan telah terlepas dari perangkap krisis dan menuju fase recovery (perbaikan). Namun, tingkat pencapaian saat
3
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
ini belum mencapai tingkat pertumbuhan sebelum masa krisis, sementara subsektor lainnya telah melampaui tingkat pertumbuhan sebelum krisis. Apabila pertumbuhan subsektor peternakan dapat mencapai 5% sebagaimana sebelum krisis, maka subsektor ini dapat terlepas kembali dari perangkap pertumbuhan rendah, lepas dari masa krisis dan mulai masuk kepada tingkat pertumbuhan yang sebenarnya. Untuk ini upaya-upaya khusus perlu segera dibangun untuk memulihkan kembali subsektor peternakan. Upaya-upaya khusus tersebut dirangkum dan merupakan semacam re-design pembangunan peternakan 2005–2009. Sementara itu, memasuki era perdagangan bebas di awal abad ke-21 seperti AFTA tahun 2003 yang telah lalu dan menyongsong APEC tahun 2020, maka Indonesia akan memiliki peluang dan sekaligus juga menghadapi banyak tantangan dan hambatan dalam mengembangkan agribisnis peternakan. Peluang untuk mengembangkan agribisnis peternakan sangat terbuka, oleh karena Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang relatif besar dibandingkan negara-negara lainnya di dunia pada umumnya dan kawasan Asia Tenggara pada khususnya. Disamping itu, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif karena bebas beberapa penyakit hewan menular yang sangat berbahaya antara lain: PMK, rinderpest, BSE dan Rift Valley Fever. Secara geografis, Indonesia menempati posisi yang strategis yaitu antara dua benua, Asia dan Australia serta memiliki perairan internasional Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE yang luas di Samudra Hindia dan Pasifik. Tantangan dan hambatan yang dihadapi menyebabkan Indonesia sampai dengan saat ini masih tergolong negara net importer (neraca perdagangan ekspor impor negatif). Apabila Indonesia tidak berhasil melakukan peningkatan produktivitas, peningkatan mutu produk, harga bersaing dan efisiensi produksi, maka akan terjadi kebanjiran impor bahanbahan asal ternak seperti daging, susu, kulit, tepung tulang dan lain sebagainya yang sulit untuk dibendung tanpa melakukan upaya ke arah yang disebutkan di atas. Pemerintah perlu menetapkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan akibat tuntutan pasar bebas. Kebijakan tersebut harus memiliki wawasan pemikiran yang jauh
4
menjangkau ke masa depan untuk memperkuat kesiapan Indonesia dalam menghadapi globalisasi perdagangan. “Perjanjian tentang kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan” atau lebih dikenal dengan perjanjian sanitary and phytosanitory (SPS) agreement yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1995 merupakan salah satu hambatan teknis yang dapat menghambat perdagangan selain hambatan melalui technical barriers to trade (TBT). Perjanjian SPS memuat hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengamanan pangan dan perlindungan kesehatan hewan yang dijalankan oleh suatu negara. Perjanjian SPS menetapkan peraturan perundangan yang harus dipatuhi oleh suatu negara apabila negara tersebut akan memformulasikan dan mengadopsi suatu tindakan perlindungan kesehatan yang mempengaruhi perdagangan. SPS mengakui hak setiap negara untuk mengambil tindakan perlindungan kesehatan, sepanjang hal-hal tersebut memang dibutuhkan untuk melindungi negaranya dan didasarkan atas alasan-alasan yang transparan. FUNGSI PEMBANGUNAN PETERNAKAN Dalam membangun industri peternakan ke depan selain memperhatikan pengalamanpengalaman yang ada, maka perlu ditekankan pengertian bahwa subsektor peternakan bukan merupakan bagian terpisah atau tersendiri akan tetapi merupakan suatu kesatuan dari berbagai elemen dan komponen yang terdapat dalam tuntutan masyarakat Indonesia. Bagian dari sektor pertanian Karena di dalamnya mencakup petanipeternak, saat ini jumlah rumah tangga peternakan sebanyak 4,1 juta RTP atau hampir 25% dari RTP Pertanian secara keseluruhan. Bagian dari sistem usaha agribisnis Artinya peternakan harus mengkaitkan dan memperpadukan aspek-aspek hulu, on farm dan hilir. Oleh karena merupakan bagian sistem agribisnis maka pendekatan yang akan ditempuh adalah pendekatan ekonomi dan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
pendekatan sosial dan tidak semata-mata pendekatan teknis. Pendekatan agribisnis tersebut berarti berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan dan terdesentralisasi. Bagian dari pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas Upaya ini merupakan upaya besar karena terkait dengan fungsi-fungsi protein hewani untuk masyarakat Indonesia (pangan berkualitas) yang saat ini masih belum memadai. Bagian dari sistem ketahanan pangan Artinya diversifikasi pangan sangat menentukan dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut, sehingga ketahanan pangan tidak lagi diartikan sebagai ketersediaan dan kecukupan pangan, tetapi kecukupan protein hewani dan pangan lainnya sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH). Bagian dari pengentasan kemiskinan Artinya usaha peternakan sangat prospektif sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerahdaerah miskin. Pilihan komoditi ternak sebagai suatu usaha khususnya ternak-ternak lokal telah terbukti tidak terpengaruh sama sekali dari dampak masa krisis ekonomi. Bagian dari perdagangan komoditi pangan dan non pangan strategis Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa komoditi ternak di masa-masa mendatang akan tetap bersifat yang elastis sehingga akan meningkat kebutuhannya seiring dengan peningkatan pendapatan dan menjadi semakin menentukan dalam sistem perdagangan komoditi pangan dan non pangan. Bagian dari pembangungan lingkungan hidup Secara global telah diakui bahwa terdapat saling ketergantungan dalam rantai makanan
untuk umat manusia. Ternak merupakan salah satu mata rantai penting dalam mewujudkan kelestarian lingkungan hidup. Pertanian organik adalah pertanian masa depan yang mustahil dapat diwujudkan tanpa peran peternakan. Berdasarkan peranan tersebut maka pembangunan industri peternakan harus memperhatikan dan menekankan kepada tipe dan macam peternakan yang ada di Indonesia. Disamping itu perlu dipertimbangkan faktor penyakit hewan sebagai salah satu faktor pengungkit dalam mendorong lajunya percepatan industri di masa mendatang. SUHADJI (1994) membagi tipe usaha peternakan menjadi empat macam, yaitu: 1) tipe industri; 2) tipe usaha pokok; 3) tipe cabang usaha; serta 4) tipe sambilan. Dengan mengacu kepada hal tersebut di atas maka perhatian terhadap beberapa penyakit hewan menjadi sangat penting, karena hanya hewan yang sehat yang akan mampu berproduksi dan bereproduksi secara normal dengan hasil yang baik. Menurut FAO, hewan dikatakan sehat jika semua sel-sel tubuhnya bekerja secara fisiologis normal dan harmonis. Sedangkan Direktorat Jenderal Peternakan memberikan pengertian hewan atau ternak sehat adalah jika: 1) bebas penyakit (menular maupun tidak menular); 2) bebas penyakit zoonosis; 3) tidak mengandung bahan merugikan (sebagai food animal); serta 4) mampu berproduksi dan bereproduksi secara optimal. INDUSTRI PETERNAKAN BEBAS PENYAKIT STRATEGIS Untuk mengetahui gambaran mengenai masa depan industri peternakan yang bebas penyakit hewan strategis (sangat patogen, secara ekonomi sangat merugikan dan eksternalitas sangat tinggi) perlu dicermati berbagai kecenderungan baik faktor dampak sosial, kemajuan teknologi, perkembangan ekonomi dan politik yang mempengaruhi kebutuhan manusia terhadap hewan dan produknya sehingga dampak dari perubahanperubahan tersebut berpotensi timbulnya perubahan terhadap bidang pelayanan kesehatan hewan.
5
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Direktorat Jenderal Peternakan melalui SK No. 103/TN.510/KPTS/DJP/0398 menyebutkan jenis-jenis penyakit hewan menular yang mendapat prioritas pengendaliannya sebagai berikut: 1. Rabies (anjing gila) 2. Brucellosis (keluron menular) 3. Anthrax (radang limpa) 4. Salmonellosis 5. Newcastle Disease/ND (tetelo) 6. Jembrana 7. Bovine Vinal Diarchea/BVD (diare ganas) 8. Septichaemia Epizooticae/SE (ngorok) 9. Classical Swine Fever/Hog Cholera (sampar babi) 10. Infectious Bovine Rhinotracheitis/IBR (red nose) 11. Infectious Bursal Disease/IBD (gumboro) Menurut PRITCHARD (1994), sepuluh perubahan penting yang mempengaruhi arah masa depan pelayanan kesehatan hewan sebagai berikut: Perubahan status hewan Peningkatan status sosial dan hukum dari hewan bergantung kepada sejauh mana kemauan pemilik hewan dalam menggunakan dan mengeksploitasi hewan termasuk satwa liar. Berbagai alasan mencakup pertumbuhan populasi dunia yang cepat, peningkatan urbanisasi dan kesadaran mengenai kerusakan lingkungan, yang berdampak pada sebagian besar jenis hewan yang ada, baik piaraan maupun liar, semakin menjadi perhatian penting bagi manusia. Dengan semakin tingginya penilaian masyarakat terhadap hewan maka semakin tinggi pula penilaian yang diberikan kepada profesi kedokteran hewan dan semakin meningkatkan nilai ekonomi pelayanan kesehatan hewan. Fokus pada kesehatan dan bukan pada penyakit hewan Hewan dikatakan sehat jika bebas penyakit menular, tidak mengandung bahan berbahaya (sebagai food animal) dan mampu berproduksi
6
dan bereproduksi optimal. Kecenderungan yang terjadi di beberapa negara industri maju seperti Amerika dan Eropa, terutama yang telah berhasil dalam menekan kasus penyakit menular dan penyakit yang berkaitan dengan metabolisme, telah melakukan reorientasi terhadap kebijakan dengan memfokuskan kepada penerapan kesehatan hewan secara utuh dan menyeluruh. Dengan demikian perhatian masyarakat terhadap Dokter Hewan ditujukan kepada bagaimana memberdayakan hewan agar tetap sehat dan berproduksi optimal. Harapan terhadap mutu pelayanan yang tinggi Kemajuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang serta publikasi yang semakin canggih menyebabkan harapan masyarakat sebagai konsumen semakin tinggi terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Harapan ini mendorong profesi kedokteran hewan khususnya dalam pelayanan kesehatan hewan untuk terus menerus melakukan peningkatan mutu pelayanan agar dapat menaikkan citra keprofesian yang dimilikinya. Pendayagunaan informasi Akses untuk memperoleh informasi dari berbagai sektor pada saat sekarang sangat mudah dan terbuka. Oleh karena itu pengetahuan informasi di bidang kesehatan hewan untuk disebarkan kepada masyarakat dapat dilakukan setiap saat serta secara terus menerus. Dengan demikian diperlukan pengetahuan untuk menyerap dan menyaring informasi yang tepat dan relevan perlu dikembangkan dengan manajemen sistem informasi kesehatan hewan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi Kemajuan pesat yang terjadi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terutama menyangkut pengetahuan molekuler telah mampu mengubah secara cepat pengertian tentang proses kehidupan, domestikasi satwa liar, epidemiologi penyakit, dan peningkatan teknologi veteriner dalam diagnostik dan penyidikan. Kemampuan Dokter Hewan dalam
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
mengahadapi masalah kesehatan hewan pada setiap jenis hewan semakin meningkat secara meyakinkan dan secara bertahap semakin mantap. Manajemen informasi Revolusi yang terjadi dalam bidang komputer dan penggunaan data sangat spektakuler serta pesat kemajuannya. Dalam menjual jasa pelayanan Dokter Hewan, kunci utama pelayanan adalah bagaimana mengolah data informasi. Pengembangan sistem manajemen informasi akan menyebabkan perubahan besar bagi para praktisi dokter hewan terutama menyangkut interaksi dan kontribusi sumber daya manusia. Kerusakan lingkungan Kegiatan manusia secara kumulatif dalam waktu yang lama telah menimbulkan dampak yang merusak lingkungan alam termasuk keberadaan satwa liar. Beberapa negara telah memprioritaskan perbaikan sebagai upaya yang tidak bisa ditawar lagi. Oleh karena itu, telah dikembangkan program kesehatan lingkungan (Health Environment) sebagai suatu sarana profesi kedokteran hewan dalam mengaktualisasikan keahliannya serta peningkatan peran secara optimal. Bagi Indonesia telah diundangkan PP No. 51 tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang perlu dikembangkan diberbagai kegiatan. Perubahan demografi Populasi manusia di dunia bertambah semakin cepat. Sampai dengan tahun 2000, jumlah penduduk dunia diperkirakan mencapai 6 milyar jiwa dan diperkirakan akan mencapai 8,2 milyar pada tahun 2025. Lebih dari 90% pertumbuhan penduduk dunia terjadi di negara berkembang dengan implikasi penting terhadap produksi pangan, kerusakan lingkungan dan pola migrasi ke negara maju. Adanya perubahan struktur rumah tangga serta urbanisasi mempunyai dampak besar terhadap permintaan pelayanan dan sifat pelayanan kesehatan hewan di masa mendatang.
Perubahan hewan pertanian Perubahan struktur dan teknologi terjadi pada hewan pertanian dan mengakibatkan efek besar terhadap kemampuan Dokter Hewan dalam menyediakan pelayanan kesehatan hewan yang diperlukan oleh industri peternakan. Jumlah peternakan secara keseluruhan menurun, akan tetapi proporsi peternakan besar dibanding kecil meningkat. Upaya domestikasi satwa liar semakin meningkat, baik untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan maupun untuk hewan kesayangan. Oleh karena itu, perlu disusun strategi baru untuk menyiasati kebutuhan pelayanan kesehatan hewan baik peternakan besar maupun kecil. Globalisasi Dengan semakin aktifnya negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terlibat dalam persoalan sosial, politik dan ekonomi dunia, secara langsung mempengaruhi masa depan pelayanan kesehatan hewan. Adanya Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (GATT) telah meningkatkan interaksi antar negara-negara di dunia sehingga timbul blok-blok ekonomi perdagangan seperti di Uni Eropa, NAFTA, AFTA, dlsb., yang semua itu akan berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan setiap negara yang terlibat dalam perdagangan. Ciri yang menonjol dalam kegiatan ini adalah profesionalisme dalam setiap kegiatan dan pelayanan. Adanya perubahan global tersebut memerlukan pendekatan baru yaitu tidak lagi kepada pendekatan penyakit hewan (animal disease approach) atau kepada pendekatan kesehatan hewan (animal health approach), akan tetapi lebih menjurus kepada kesejahteraan manusia melalui kesejahteraan hewan (human welfare through animal welfare). Sehingga kesehatan hewan harus diarahkan kepada perbaikan faktor pendukung dalam pemberantasan dan pengendalian penyakit hewan. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan kesehatan hewan harus ditujukan kepada: (1). Meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak/hewan melalui penekanan angka kematian (mortalitas)
7
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
dan angka kesakitan (morbiditas)) yang diakibatkan oleh penyakit hewan (meliputi penyakit hewan menular/tidak menular, gangguan reproduksi dan metabolisme). (2). Mengupayakan pembebasan suatu wilayah/daerah dari penyakit hewan menular agar diperoleh iklim usaha yang kondusif sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani-peternak melalui pengurangan resiko usaha dan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan efisiensi usaha. (3). Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hewan secara terpadu sebagai upaya untuk memasyarakatkan pelayanan kepada petani-peternak (stakeholder) sehingga akan berdampak terhadap pemahaman mengenai implikasi perubahan yang terjadi. Sedangkan sasaran kebijakan Kesehatan Hewan harus diprioritaskan kepada hal-hal yang dapat diuraikan sebagai berikut: (1). Terpeliharanya kesehatan hewan dengan baik sehingga ternak dapat berproduksi secara optimal (2). Terlindunginya lingkungan budidaya ternak dan satwa liar dari ancaman wabah penyakit menular terutama penyakit strategis dan yang berdampak pada ekonomi veteriner atau bersifat zoonotis (3). Terlindunginya sumber daya dari masuknya penyakit dari luar Indonesia (exotic disease) atau dari penyebarannya ke wilayah lain di Indonesia yang mengancam kelestarian satwa dalam negeri (4). Termanfaatkannya sarana dan fasilitas kesehatan hewan seperti laboratorium, obat hewan dan pakan hewan, dimaksud untuk menjamin agar hewan dan masyarakat menjadi sehat. Upaya memajukan industi peternakan tidak akan pernah lepas dari situasi yang terjadi di masyarakat. Pada saat sekarang masyarakat khususnya masyarakat peternakan memerlukan perubahan dan revitalisasi di segala potensi dengan harapan terjadi perbaikan dalam pendekatan kesehatan hewan untuk
8
kesejahteraan masyarakat khususnya petani peternak.
pada
umumnya
DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 2000. Kebijakan Kesehatan Hewan dalam Rangka Perlindungan Budidaya dan Perlindungan Hewan. Makalah Pertemuan Koordinasi dan Konsultasi Teknis Penyusunan Proyek T.A. 2000. Jakarta, 28–29 Januari 2000. DIREKORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2000. Peluang dan Tantangan Investasi di Bidang Peternakan. Makalah Seminar Nasional Swasembada Daging 2005. HKTIDitjen Produksi Peternakan. Juni 2000. DIREKORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2000. Bull. Pelayanan Kesehatan Hewan. Edisi 4/1999. DIREKORAT KESEHATAN HEWAN, DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2000. Program Terobosan Menuju Swasembada Daging Sapi Tahun 2005. Juni 2005. DIREKORAT KESEHATAN HEWAN. 1998. Pedoman Pelaksanaan Revitalisasi Poskeswan T.A. 1998/1999. DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN. 1999. Konsep Swastanisasi Unit Pelaksanan Teknis (UPT) Kesehatan Hewan. DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN. 2000. Tinjauan Ulang Tanggung Jawab Nasional Pengendalian Penyakit Hewan. DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 1998. Revitalisasi BPPH Mendukung Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Rakorwil Wilayah IV Yogyakarta, 21–23 Juli 1998. DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2000. Hasil Rumusan Verifikasi dan Validasi Data Peternak 2000. Juli 2000. DIREKTORAT JENDERAL PRODUKSI PETERNAKAN. 2000. Pelayanan Kesehatan Hewan Berbasis Masyarakat. DFID-Direktorat Jenderal Peternakan Proyek Kerjasama, Ditjen Produksi Peternakan. DPP HKTI. 2000. Pidato Pembukaan Seminar Swasembada Daging Tahun 2005. Jakarta, 2 Juni 2000. PROYEK DIVERSIFIKASI PANGAN DAN GIZI, DEPARTEMEN PERTANIAN. 2000. Neraca Bahan Makalan Indonesia. Nopember 1999.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
ZOELKARNAIN HASSAN, M., W. SUKANDI, K.A. PARMETI dan IG.M. Ekaputra. 1998. Pembinaan dan Pelayanan Kesehatan Hewan pada Poskeswan di Propinsi Bali. Disampaikan pada Lokakarya Revitalisasi Poskeswan. Jakarta, 29–30 Juni 1998.
ZYNRITUB, K.S. 1996. Penyambung Lidah Konsumen YLKI-Puspasona. PT Penebar Swadaya, Jakarta, April 1996.
9