eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 037-052 ISSN 2477-2623, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
UPAYA PEMERINTAH BELANDA KE UNI EROPA UNTUK PERSAMAAN HAK LGBT Azlika Nurainy Oedi1 Nim. 1102045026 Abstract On the basis of human rights, nowadays the LGBT has equal rights with the other society. The government also has responsible for upholding and protecting their rights as part of the country’s society. This aims of this study was to describe the effort of the Dutch government to the European Union for LGBT equality rights, applying human rights theory and diplomacy theory to analyze the effort of the Dutch government. In this case, the Dutch government made significant steps to promoting equal rights for LGBT by creating and developing policies in the country and abroad which is oriented to LGBT’s life. Moreover, the Dutch government also done several efforts in the legal position and safety of LGBT worldwide. European Union has been chosen by the Dutch government for the first way for increasing social acceptance and equality for LGBT. Keywords :Human Rights, LGBT, the Dutch Government, European Union. Pendahuluan Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender (LGBT) merupakan istilah yang menggambarkan orientasi seksual atau identitas jenis kelamin yang berbeda dari masyarakat pada umumnya(www.lgbt.ie). Terdapat pula anggapan bahwa kelompok LGBT merupakan sekumpulan orang yang memiliki kelainan bahkan mereka dianggap sebagi penyandang cacat karena perbedaan orientasi seksual dan dianggap menyalahi aturan agama dan norma yang berlaku secara umum. Sehingga, tidak jarang kelompok LGBT mendapat diskriminasi hingga kekerasan dari masyarakat sekitarnya. Di Belanda, perjuangan untuk persamaan hak LGBT dimulai pada awal tahun 1900. Pada saat itu homoseksual dianggap sebagai tindakan kriminal dengan memberlakukan hukuman mati bagi pelakunya, dan masih sedikit negara yang mendukung persamaan hak LGBT serta masyarakat juga masih menentangnya.Sepanjang tahun 1920 terdapat banyak penelitian yang didanai pemerintah untuk mempelajari fenomena di bidang orientasi seksual. Namun, pada tahun 1940 dengan invasi Nazi yang mengumumkan bahwa homoseksualitas adalah ilegal maka penelitian dihentikan. Nazi juga melakukan pembunuhan massal terhadap orang-orang dengan penyimpangan orientasi seksual. Setelah kekalahan Nazi di tahun 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
1945, penelitian dimulai kembali dengan topik Orientasi Seksual dan Gaya Hidup Transgender. Permasalahan terkait LGBT belum berakhir karena hingga tahun 1960 masih banyak ahli kesehatan Belanda beranggapan homoseksualitas sebagai penyakit mental ringan, dan ruang lingkup penelitian diperluas sehingga akhirnya, homoseksualitas tidak lagi dikatakan sebagai penyakit mental. Mengacu pada argumen bahwa LGBT bukan merupakan penyakit mental dan LGBT juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya, Parlemen Belanda meningkatkan perhatian mengenai permasalahan hak asasi manusia, khususnya terkait diskriminasi antara laki-laki dan perempuan serta heteroseksual dan homoseksual. Atas dasar dari hasil diskusi antara pemerintah dan kelompok LGBT mengenai non-diskriminasi kemudian pada tahun 1978, 90% anggota House of Representatives Belanda meminta Pemerintah untuk memperkenalkan peraturan yang ditujukan terhadap semua diskriminasi atas dasar apapun.Pemerintah merespon dengan membentuk dua komite khusus yaitu committee of civil servants. Dari komite yang dibentuk menyimpulkan bahwa diskriminasi atas dasar homoseksualitas dan gender masih banyak terjadi. Akhirnya pemerintah memutuskan bahwa pembentukan larangan diskriminasi karena homoseksualitas diperlukan untuk dijadikan peraturan (www.openaccess.leidenuniv.nl). Bahkan dalam perkembangannya, tepatnya tahun 1983, prinsip kesetaraan diperkenalkan ke dalam Konstitusi Belanda. Menurut Pasal 1 Konstitusi, semua orang di Belanda harus diperlakukan sama dalam keadaan yang sama, dan perbedaan atas dasar agama, kepercayaan, pendapat politik, ras, jenis kelamin, atau alasan lain, dilarang. Prinsip perlakuan yang sama dan non-diskriminasi berfungsi dalam hubungan antara negara dan individu (www.errc.org). Henk Krol adalah salah seorang aktivis LGBT yang juga merupakan pendiri dari majalah De Gay Krant yang berani mengajukan tuntutan di tahun 1984 agar pemerintah dapat mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah. Parlemen memutuskan pada tahun 1995 untuk membuat sebuah komisi khusus, untuk menyelidiki kemungkinan agar pasangan sesama jenis dapat menikah. Pada tahun 1997, Komisi khusus tersebut menyimpulkan bahwa perkawinan sipil harus diperluas untuk mencakup pasangan sesama jenis. Akhirnya pada tahun 1998 dibuat Kemitraan Terdaftar yang diciptakan untuk pasangan sesama jenis dan pasangan heteroseksual untuk memberikan hak-hak dan tanggung jawab yang sama sebagai pasangan (www.southholland.angloinfo.com). Pada September 2000 RUU final diperdebatkan di Parlemen Belanda (www.relating360.com). RUU tersebut memperoleh suara 109 melawan 33 suara di Majelis Rendah dan Majelis Tinggi menyetujui RUU pada 19 Desember 2000. Perjuangan Belanda tidak berhenti di dalam negara saja, tetapi berusaha mempromosikan persamaan hak bagi LGBT di dunia internasional. Tujuannya yaitu untuk penerimaan sosial, perlindungan hak-hak bagi LGBT serta kekerasan dan diskriminasi atas dasar apapun dihapuskan di seluruh dunia. Belanda berupaya mencapai tujuannya dengan membawa isu LGBT tersebut ke forum internasional maupun dengan pendekatan hubungan bilateral.
38
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
Belanda memulai perjuangan untuk persamaan hak LGBT ke dunia internasional melalui Uni Eropa. Uni Eropa dipilih Belanda karena dianggap mampu mempromosikan isu Hak Asasi Manusia dengan negara-negara dunia ketiga maupun negara yang masih menganggap LGBT sebagai tindakan kriminal. Alasan tersebut diperkuat dengan Charter of Fundamental Rights dari Uni Eropa yang didalamnya terdapat fokus mengenai persamaan tanpa diskriminasi. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) Hak asasi manusia adalah sesuatu yang harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh diri sendiri maupun orang lain. Karena dengan memiliki HAM maka manusia dapat hidup bersosialisasi dengan damai dan saling menghormati.Menurut United Nations Human Rights Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR), Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada semua manusia, apapun kebangsaan kita, tempat tinggal, jenis kelamin, asal negara atau etnis, warna kulit, agama, bahasa, atau status lainnya. Semua orang sama-sama berhak atas hak asasi manusia tanpa diskriminasi. Hak-hak ini semua saling terkait, saling tergantung dan tak terpisahkan (www.ohchr.org). Prinsip-prinsip inti hak asasi manusia pertama yang diatur dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR), seperti universalitas, saling ketergantungan dan keutuhan, kesetaraan dan non-diskriminasi, dan hak asasi manusia secara bersamaan memerlukan hak dan kewajiban dari pengemban tugas dan pemilik hak, telah ditegaskan dalam berbagai konvensi internasional hak asasi manusia, deklarasi, dan resolusi (www.www.un.org). Hak asasi manusia yang diatur dalam UDHR yaitu 1) Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat, 2) Hak memiliki sesuatu,3) Hak mendapatkan aliran kepercayaan atau agama, 4) Hak untuk hidup,5) Hak untuk kemerdekaan hidup,6) Hak untuk memperoleh nama baik,7) Hak untuk memperoleh pekerjaan, dan 8) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Pada perkembangannya, pemerintah sebuah Negara tidak lagi hanya fokus pada permasalahan dan menjunjung tinggi HAM warga negaranya tetapi juga memberikan perhatian terhadap permasalahan dan menjunjung tinggi HAM bagi masyarakat yang berada diluar negaranya. Yang dibuktikan dengan banyaknya konvensi dan perjanjian internasional yang membahas mengenai permasalahan HAM serta solusinya diberbagai penjuru dunia. Pemerintah tidak hanya membahas permasalahan HAM tetapi juga terlibat dalam mempromosikan penegakkan HAM. Hal tersebut diperkuat dengan banyaknya organisasi-organisasi yang khusus membahas permasalahan HAM serta mempromosikan penegakkan HAM. Pemerintah Negara memiliki kewajiban dalam menjunjung tinggi dan tidak melanggar HAM warga negaranya. Misalnya tidak melakukan diskriminasi antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda dalam realisasi hak asasi manusia. Ruang lingkup kewajiban Negara dalam hak asasi manusia, yaitu: (www.ohchr.org) 1. Respect: Negara harus menjaga dan menghormati hak asasi manusia warga negaranya. 2. Protect: Negara harus mencegah pihak lain yang ingin melakukan pelanggaran HAM.
39
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
3.
Fulfil: Negara harus mengambil langkah-langkah positif, termasuk mengadopsi undang-undang, kebijakan dan program yang tepat, untuk memastikan realisasi hak asasi manusia
Diplomasi Diplomasi merupakan perpaduan antara ilmu dan seni perundingan atau metode untuk menyampaikan pesan melalui perundingan guna mencapai tujuan dan kepentingan negara yang menyangkut bidang politik, ekonomi, perdagangan, sosial, budaya, pertahanan, militer dan berbagai kepentingan lain dalam bingkai hubungan internasional (MohammadShoelhi,2011 , hal. 79). Fungsi diplomasi dibagi menjadi enam bagian, yang pertama dan paling penting adalah representasi, kemudian sebagai pendengar berita, mempersiapkan dasar bagi suatu kebijakan atau membuat inisiatif yang baru, dalam sebuah konflik diplomasi dapat mengurangi gesekan antara hubungan bilateral atau multilateral, diplomasi juga berfungsi untuk berkontribusi dalam pembuatan dan perubahan peraturan, dan pada level yang umum, fungsi diplomasi adalah pembuatan, drafting dan perubahan bagian aturan internasional normatif dan peraturan yang memberikan struktur dalam sistem internasional (R.P. Barston, 1997, hal.2). Dalam praktiknya, diplomasi terdiri dari beberapa bentuk, yaitu Dialog, Persidangan, Konferensi Internasional, Kunjungan Kenegaraan, Seminar Internasional, Simposium, Negosiasi dan Lobby.2Diplomasi melalui lobby terbagi atas dua jenis yaitu direct lobbying atau setiap usaha untuk mempengaruhi legislasi melalui komunikasi dengan orang-orang yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan dan grassroots lobbying atau upaya untuk mempengaruhi legislasi melalui upaya untuk mempengaruhi pendapat masyarakat umum atau segmen masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, jenis dari diplomasi juga mengalami perkembangan sesuai dengan isu yang ramai diperdebatkan di dunia internasional. Diplomasi terbagi atas beberapa jenis, yaitu :Diplomasi Bilateral, Diplomasi Multilateral, Diplomasi Koersif, Diplomasi HAM, Diplomasi Ekonomi, Diplomasi Preventif, Diplomasi Demokrasi, Multitrack Diplomacydan Diplomasi Publik. Diplomasi publik adalah tentang membangun hubungan dengan memahami kebutuhan negara-negara lain, budaya dan bangsa, mengkomunikasikan tujuan dengan sudut pandang dari suatu negara, serta memperbaiki kesalahan persepsi untuk menemukan penyelesaian dari suatu permasalahan. Beragam isu yang dibahas dalam diplomasi publik antara lain promosi demokrasi, hak asasi manusia hingga supremasi hukum sebuah negara. Diplomasi publik lebih kepada soft power yang digunakan untuk membangun citra positif dari sebuah negara dan menciptakan opini publik di negara lain yang akan memungkinkansasaran dari diplomasi tersebut yaitu pemimpin di negara lainuntukmembuat keputusanyangmendukungkebijakan yang dikeluarkan bahkan sampai pada untuk membuat kebijakan yang serupa.
2
Mohammad Shoelhi,. op. cit. hal 84
40
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
Metode Penelitian Untuk menjelaskan upaya pemerintah Belanda ke Uni Eropa untuk persamaan hak LGBT, peneliti menggunakan Pendekatan Deskriptif, dimana peneliti menggambarkan secara jelas bagaimana pemerintah Belanda melakukan upayauntuk persamaan hak LGBT yang telah dilaksanakan di ruang lingkup Uni Eropa. Peneliti menggunakan analisis data kualitatif yang digunakan untuk menafsirkan dan menggambarkan persoalan berdasarkan data yang diperoleh dari studi literatur. Data yang telah dianalisis kemudian digambarkan dalam bentuk uraian kalimat dan penjelasan. Hasil Penelitian Pada tahun 2001, Parlemen Belanda mengesahkan RUU legalisasi pernikahan sesama jenis atau Wet Openstelling Huwelijk sekaligus menjadi negara pertama yang melegalkan hal tersebut. Bukan hanya pernikahan sesama jenis, tetapi pasangan sesama jenis juga diperbolehkan untuk mengadopsi anak. Menurut Pusat Statistik Belanda, sejak tahun 2001 hingga tahun 2010, jumlah pasangan yang terdaftar telah meningkat hampir lima kali lipat, sementara jumlah pernikahan relatif lebih rendah. Untuk pengadopsian anak, 8% pasangan sesama jenis telah mengadopsi anak di Belanda. Pada tahun 2010 sekitar 73.000 pasangan yang menikah dan sekitar 81.000 pasangan yang terdaftar sebagai pasangan kekasih. Pada awalnya LGBT di Belanda juga mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh masyarakat. Misalnya perusahaan asuransi di Belanda sempat melarang kelompok gay untuk mendaftar asuransi karena gay dianggap rawan dengan HIV(http://www.suarakita.org/). Belum lagi, kekerasan yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Seperti, penganiayaan, pengusiran, hingga pembunuhan. Hal tersebut sebenarnya tidak membantu para LGBT, malah cenderung semakin membuat mereka merasa tersiksa dan berusaha untuk menjauh dari keluarga dan lingkungan sosial. Banyak para LGBT yang kemudian bergabung ke dalam organisasi LGBT untuk sharing pengalaman hidup mereka hingga saling belajar untuk menghadapi diskrimasi yang mereka alami dalam kehidupan sosial. Organisasi yang memperjuangkan persamaan hak LGBT di Belanda yaitu COC atau Centre for Culture and Recreation yang merupakan salah satu organisasi LGBT tertua di dunia. COC Belanda telah menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak LGBT dari tahun 1946 dengan menerbitkan majalah mengenai LGBT yaitu “Rights to Live”. Selain COC, di Belanda juga terdapat banyak aktivis LGBT yang memperjuangkan haknya secara independen seperti John Van Breugel maupun yang tergabung dalam organisasi. Bahkan, mereka mendirikan stasiun radio dan menerbitkan majalah yang didalamnya terdapat informasi mengenai kehidupan LGBT, informasi kesehatan, hingga kegiatan-kegiatan sosial yang mereka lakukan.Salah satu perusahaan yang menerbitkan majalah LGBT yaitu LNBi atau Landelijk Netwerk Biseksualiteit, perusahaan ini menerbitkan majalah setiap tiga bulan.Sedangkan, MVS Media adalah perusahaan broadcasting untuk para LGBT melalui televisi, radio dan internet (http://netherlands.angloinfo.com/).
41
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
Eksistensi kelompok LGBT Belanda dibuktikan dengan “Amsterdam Gay Pride” pertama yang diselenggarakan tahun 1996 dan dikenal sebagai festival bagi kelompok LGBT yang dilaksanakan pada bulan Agustus setiap tahunnya. Rangkaian acara tersebut berisi festival film, canal parade, teater, serta kegiatan olahraga. Tujuan dari acara ini adalah untuk menunjukkan keberadaan mereka sebagai sesama manusia yang menurut mereka sama-sama memiliki hak untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat. Belanda juga menjadi tuan rumah Olimpiade Gay Internasional di tahun 1998 yaitu ajang olahraga LGBT terbesar di dunia dan berlangsung setiap empattahun sekali. Setelah dilegalkannya same sex marriage, banyak masyarakat akhirnya dapat menerima keberadaan LGBT dan menerima mereka dalam kehidupan bermasyarakat.Hal ini dibuktikan dengan laporan dari The Netherlands Institute for Sosial Research yang mengatakan mayoritas penduduk Belanda percaya bahwa LGBT harus memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya. 6% masyarakat menyetujui untuk menghapuskan gay marriage sedangkan85% masyarakat tidak menyetujui bahwa gay marriage dihapuskan dan sisanya memilih netral tidak memberikan pendapat mereka yang berarti persentase yang menyetujui same sex marriage lebih tinggi daripada yang menolak. Dari tahun ke tahun terjadi peningkatan penerimaan sosial terhadap kelompok LGBT di Belanda. Tetapi, ternyata masih ada beberapa kasus kekerasan yang dialami oleh mereka. Para LGBT juga sering diperlakukan tidak hormat oleh orang asing maupun orang yang mereka kenal. Menurut statistik di Belanda, homoseksual lebih sering menjadi korban kejahatan daripada heteroseksual. Pada tahun 2012, tiga dari sepuluh homoseksual melaporkan kejahatan yang mereka alami.Adapun kejahatan yang dialami oleh homoseksual yaitu seperti bullying, perusakan properti pribadi, penganiayaan, bahkan sampai pembunuhan. Akan tetapi, masih banyak LGBT yang tidak melaporkan kasus yang mereka alami. Karena mereka beranggapan bahwa polisi tidak bisa berbuat banyak kepada pelaku kejahatan dan kurangnya kepercayaan dari korban kepada pihak kepolisian. Pemerintah Belanda telah banyak melakukan upaya semenjak memberikan perhatian lebih kepada permasalahan HAM yang dihadapi para LGBT di Belanda. Seperti dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang memberikan dampak positif bagi keberlangsungan hidup LGBT, yaitu seperti: 1. Kebijakan Pernikahan Sesama Jenis Tahun 2001 Belanda menjadi negara pertama di dunia yang mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah di negaranya. Henk Kroladalah aktivis LGBT yang berperan dalam pelegalan same sex marriage di Belanda yang mengajukan pelegalan pernikahan sesama jenis kepada Parlemen. Tanggal 8 Juli 1999 RUU tentang pernikahan sesama jenis dibawa ke kongres Belanda dan pada September 2000 RUU tersebut diperdebatkan di Parlemen Belanda dengan memperoleh suara 109 melawan 33 suara di Majelis Rendah dan Majelis Tinggi menyetujui RUU pada 19 Desember 2000. Akhirnya, pada tahun 2001, Parlemen Belanda mengesahkan RUU legalisasi pernikahan sesama jenis atau Wet Openstelling Huwelijk. Setelah diresmikannya sesama jenis atau Wet
42
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
Openstelling Huwelijk, pada 1 April 2001 Job Cohen yang merupakan Walikota Amsterdam menjadi saksi dari pernikahan 4 pasangan sesama jenis di Belanda(http://www.expatica.com). Akhirnya para LGBT berhasil mendapatkan hak yang sama dengan kaum heteroseksual dan merupakan langkah yang besar untuk pencapaian dari hak-hak lain yang terus diperjuangkan oleh mereka. 2. Simply Gay LGBT Policy 2008-2011 Kebijakan ini dikeluarkan karena menurut Pemerintah Belanda walaupun banyak hal yang telah dicapai dalam emansipasi LGBT tetapi masih banyak pula yang belum tercapai sepenuhnya. Dalam Acceptance of Homosexuality in the Netherlands di tahun 2006 bahwa 22% masyarakat masih menolak pernikahan sesama jenis dan kekerasan yang dialami LGBT masih sering terjadi di Belanda. Dengan motto “Simply Gay”, Pemerintah Belanda menetapkan tujuan utamanya yaitu untuk mempromosikan penerimaan LGBT kepada masyarakat Belanda. Selain itu, Pemerintah Belanda juga menetapkan tujuan operasional dari kebijakan ini yaitu membuat isu homoseksual menjadi lebih dari sekedar topik dalam dialog dan debat pembentukan aliansi sosial “gay and straight” baik secara nasional maupun lokal, berkontribusi untuk lingkungan yang ramah bagi LGBT di sekolah, di tempat kerja dan dalam olahraga, serta memenuhi peran aktif dalam Eropa dan dunia internasional. Pada survey terkaitAcceptance of homosexuality in the Netherlands tahun 2011 yang dilakukan oleh The Netherlands Institute for Social Research, Pemerintah Belanda berhasil menurunkan persentase penolakan terhadap LGBT menjadi 4% dari survey sebelumnya di tahun 2006 yaitu sebanyak 12% yang secara otomatis meningkatkan penerimaan sosial terhadap kelompok LGBT di Belanda. Dibuktikan dengan penerimaan dari masyarakat Belanda terhadap LGBT di lingkungan sekolah, mereka mengatakan tidak masalah anak-anak mereka diajar oleh guru lesbian ataupun gay. 3. LGBT and Gender Equality Policy Plan 2011-2015 LGBT and Gender Equality Policy Plan 2011-2015 yang merupakan kebijakan pemerintah sebagai wujud konsistensi Pemerintah Belanda terhadap kesetaraan masyarakat khususnya kelompok LGBT yang didalamnya berisi kebijakan untuk membuat hidup mereka sesuai dengan apa yang diinginkan tetapi tetap tunduk pada peraturan dan dapat membuat keputusan dengan bebas dan aman. Atas dasar LGBT and Gender Equality Policy Plan 2011-2015, Kabinet telah mengajukan RUU mengenai orangtua lesbian tahun 2011 agar apabila mereka mengadopsi anak tidak perlu lagi ke pengadilan untuk menetapkan orangtua hukum dua ibu dan anak-anak yang mereka adopsi memiliki hak yang sama dengan anak-anak dari pasangan heteroseksual. RUU disetujui pada Oktober 2012 oleh the House of Representative (https://www.government.nl). Selain itu, Kabinet juga konsisten mendukung dan mendanai LGBT Youth Networks yang berguna bagi para LGBT untuk saling bertemu dalam forum diskusi mengenai pengalaman yang dialami. Pemerintah Belanda juga berhasil membuat Pulau Karibia di Belanda melegalkan pernikahan sesama jenis di tahun 2012.
43
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
Upaya Belanda untuk membuat kelompok LGBT mendapatkan hak yang sama tidak berhenti di dalam negaranya saja. Pemerintah Belanda membawa isu tersebut ke ruang lingkup yang lebih luas lagi yaitu Uni Eropa. Belanda berusaha mengajak Dewan Uni Eropa serta negara-negara anggota Uni Eropa untuk sejalan dalam mempromosikan dan memberikan hak yang sama bagi LGBT. Sekalipun Belanda telah lama menerima keberadaan LGBT, namun upaya Belanda ke tingkat yang lebih luas baru mulai nampak di tahun 2004. Karena pada tahun tersebut Belanda memegang jabatan kepresidenan Uni Eropa sehingga membuka jalan bagi Belanda untuk membawa isu LGBT ke ruang lingkup yang lebih luas. Beberapa upaya yang telah dilakukan Belanda untuk persamaan hak LGBT di Uni Eropa maupun di negara-negara anggota Uni Eropa meliputi : 1. LGBT National Focal Points Pada tahun 2004, Ketika Jan Peter Balkenende dari Belanda memegang jabatan kepresidenan Uni Eropa, ia menggunakan kesempatan tersebut untuk menjalankan misinya mempromosikan persamaan hak LGBT di Uni Eropa. Jan Peter Balkenende sebagai wakil Belanda di Uni Eropa mengatakan bahwa persamaan hak LGBT merupakan salah satu prioritas dari kebijakan luar negeri Belanda. Pada masa kepemimpinannya, pidato dari Balkenende selalu menekankan pada perlindungan hak asasi manusia. Balkenende mengajukan“The Hague Program” sebagai program kerja selama masa kepresidenannya kepada komisi Uni Eropa pada 19 Juli 2004 yang bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas negara-negara anggota Uni Eropa dalam menjamin hak-hak fundamental warga negara, akses untuk mendapatkan keadilan, mengatur arus migrasi, melawan kejahatan lintas batas dan menekan ancaman terorisme (http://www.statewatch.org). Program tersebut disetujui pada 5 November 2004. Dalam program kerja tersebut dibentuklah The European Network yang disebut LGBT National Focal Pointssesuai dengan salah satu tujuan dari program kerja tersebut yaitu menjamin hak-hak fundamental warga negara termasuk didalamnya hak bagi LGBT. Program ini bertujuan sebagaisarana diskusi antara para pembuatkebijakandari negaranegaraanggotaEropa untuk bertukar pengalaman mengenai kebijakan dan situasi LGBT di negara masing-masing dan untuk mengetahui perkembangan terbaru dari kebijakan LGBT dan hak asasi manusia di tingkat Eropa sertauntuk meningkatkan keselamatan LGBT di wilayah Eropa dan mendorong pertukaran informasi mengenai kejahatan-kejahatan yang mereka alami (http://www.rainbowproject.eu). Pemerintah Belanda sebagai anggota LGBT National Focal Pointsmemberikan dukungan dan bantuan dana bagi organisasi-organisasi LGBT di dalam negaranya serta yang berada di luar negaranya untuk melaksanakan kegiatankegiatan yang berhubungan dengan LGBT. Seperti contohnya, Pemerintah Belanda melalui Kementrian Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan memberikan dana sebesar 600.000 Euro kepada COC organisasi LGBT di Belanda untuk proyek emansipasi LGBT yang bertujuan untuk mendukung aktifitas organisasi LGBT dan melindungi hak-hak mereka. Sedangkan, untuk memberikan bantuan bagi organisasi LGBT di luar negaranya yaitu bekerjasama dengan Kedutaan-Kedutaan Belanda di Luar Negeri. Seperti yang dilakukan Kedutaan Belanda di Ukraina dengan memberikan dana sebesar
44
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
170.000 Euro kepada Nash Mir salah satu organisai LGBT Ukraina dalam melaksanakan program yang bertujuanuntuk meningkatkan keamanan situasi LGBT di negaranya yang diberi nama Strengthen the Country’s LGBT Community. Selain Belanda, negara lain juga memberikan dana bagi program LGBT di negaranya yaitu Inggris dengan memberikan dana sebesar 1,2 juta Euro kepada HIV Prevention England untuk program pencegahan HIV dimana pengidapnya di Inggris lebih banyak berasal dari kelompok LGBT. Pemerintah Inggris melalui Kedutaan di Turki juga memberikan dana sebesar 6.785 Euro kepada Kaos Gay Lesbian Cultural Research untuk program Symposiums on Social Rights and Discrimination Towards LGBT’s yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dengan diskriminasi yang dialami LGBT (https://www.gov.uk/). Hingga saat ini, LGBT National Focal Points memiliki 26 anggota aktif yaitu Albania, Austria, Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Flanders, Georgia, Jerman, Islandia, Irlandia, Italia, Luksemburg, Malta, Moldova, Montenegro, Belanda, Norwegia, Polandia, Serbia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Swiss, InggrisdanWallonia. Negara-negara ini berperan untukmenerapkanstandar internasionaldi tingkat nasionaldengan tujuanmenjembatani kesenjangan antarakesetaraan hukumdansituasi nyatadi negara-negaraanggotaUni Eropa. LGBT National Focal Points memberikan dampak positif bagi LGBT yang berada di negara-negara anggota. Hal ini dibuktikan setelah terbentuknya jaringan ini, negara-negara yang berpartisipasi membuat kebijakan maupun program yang pro LGBT. Seperti misalnya yang dilakukan oleh pemerintah Montenegro dalam kebijakan LGBT di negaranya dengan mengadopsi peraturan mengenai“hate-crime”yaitu kejahatan yang terjadi akibat dasar kebencian berdasarkan warna kulit, keyakinan, jenis kelamin dan orientasi seksual sebagai dasar dari larangan diskriminasi terhadap LGBT dan mendukung secara legal bahwa biaya ganti kelamin dapat diklaim pada asuransi kesehatan. Kebijakan tersebut tertulis dalam undang-undang Montenegro pada bagian Criminal Code of Montenegro article 42a. Dampak positif lainnya yaitu terbentuknya jaringan yang ruang lingkupnya lebih khusus yaitu jaringan per kota di Uni Eropa yang disebut European Rainbow Cities Networkdi tahun 2011 yang merupakan jaringan kota internasional di Eropa yang peduli dengan kebijakan LGBT. EuropeanRainbow Cities Network bertujuan untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan mengenai kebijakan LGBT dari masing-masing kota (https://www.movisie.com/). Kota-kota yang bekerjasama saat ini adalah Amsterdam (Belanda), Berlin (Jerman), Bergen (Norwegia), Dumphries dan Galloway (Skotlandia), Jenewa (Swiss), Ghent (Belgia), Hamburg (Jerman), Hannover (Jerman), Cologne (Jerman), Madrid (Spanyol), Munich (Jerman), Nijmegen (Belanda), Ljubljana (Slovenia), The Hague (Belanda), Turin (Italia), Utrecht (Belanda), Wina (Austria), dan Zurich (Swiss).Masing-masing pemerintah kota berkontribusi pada pertemuan tahunan dan menyerahkan one pager yaitu dokumen mengenai kemajuan kebijakan LGBT lokal di kota mereka dan inisiatif untuk kebijakan berikutnya.
45
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
Implementasinya dapat terlihat dari yang dilakukan Ljubljana setelah bergabung dengan Rainbow Cities Network yaitu dengan membuat LGBT Friendly Certificate di tahun 2014 yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan bebas diskriminasi bagi LGBT (http://www.ljubljana.si/). Sertifikat ini akan dipasang di lokasi yang mudah terlihat pada suatu lembaga maupun perusahaan yang menandakan bahwa lokasi tersebut adalah lokasi yang menghargai hak asasi LGBT dan tidak akan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap siapapun. Dua lembaga pertama yang mendapatkan sertifikat tersebut yaitu Kantor Administrasi Ljubljana dan Pusat Kesehatan Ljubljana. 2. Directive on anti-discrimination including sexual orientation and disability Upaya lain untuk persamaan hak LGBT dilakukan Belanda melalui wakilnya yaitu KathalijneBuitenweg seorang politisi Belanda yang merupakan anggota Parlemen Uni Eropa. Pada tahun 2006, ia mengajukan proposal kepada Komisi Uni Eropa mengenai Directive on anti-discrimination including sexual orientation and disability(http://www.pinknews.co.uk). Proposal ini bertujuan untuk menerapkanprinsipperlakuan yang samaantara orang-orang,terlepas dariagama atau kepercayaan, cacat, usia atauorientasi seksual. Menurut Buitenweg, diskriminasi atas dasar orientasi seksual masih banyak terjadi di Uni Eropa. Seperti yang terjadi di Warsaw, Polandia, Walikota Warsaw melarang Equality Pride di tahun 2005. Usulan dari Buitenweg akhirnyadipublikasikan kepada negara anggota pada Juli 2008 tetapi kemudian diadopsi di tahun 2009 oleh Komisi Uni Eropa dengan mendapatkan hasil sebanyak 360 suara yang mendukung dan 227 suara menentang peraturan tersebut (http://www.aedh.eu/). Aturanberlaku untukperlindungan sosialdankesehatan, pelayanan sosial, pendidikan danakses terhadap barangdanjasa, termasukperumahan. Untuk mengetahui implementasi langsung dari aturan tersebut dan untuk mengetahui perkembangan kebijakan LGBT di Belanda sendiri maka diadakanlah seminar dengan tema Public Policies Combating Discrimination Against and Promoting Equality for LGBT. Seminar ini diselenggarakan oleh Belanda di Hague pada tanggal 18-19 Maret 2010 yang merupakan hasil kerjasama dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan dengan Kementrian Dalam Negeri dan Hubungan Kerajaan Belanda. Seminar dihadiri oleh anggota Non-Discrimination Government Expert Group, perwakilan negara anggota Uni Eropa dari Cyprus, Republik Ceko, Jerman, Denmark, Estonia, Hungaria, Irlandia, Italia, Latvia, Norwegia, Polandia, Republik Slovakia, Swedia, Inggris dan Belanda, perwakilan dari Komisi Eropa dan perwakilan dari European Union Agency for Fundamental Rights (http://ec.europa.eu/). Tujuan dari seminar ini yaitu untuk membuat para peserta seminar mengetahuiapa yang dialami oleh para LGBT dan mempromosikan kesetaraan hak LGBT di negara masing-masing. Sehingga para peserta mampu membuat kebijakan ataupun program yang berorientasi pada hak-hak mereka.
46
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
Seminar ini membuat negara-negara yang berpartisipasi memiliki starting points yang efektif seperti yang diterapkan Belanda dalam membuat maupun meningkatkan kebijakan yang akan dikeluarkan di negara mereka. Starting points tersebut yaitu menciptakan sekolah dan tempat kerja yang aman dan ramah terhadap LGBT, menciptakan pelayanan sosial yang ramah bagi LGBT, dan membuat kebijakan yang berorientasi pada penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh LGBT. Selain itu, seminar ini mengajarkan bahwa dukungan yang diberikan pemerintah kepada organisasi LGBT juga berpengaruh dalam kemajuan kehidupan LGBT di negara masing-masing. Seperti yang dilakukan pemerintah Jerman yaitu mendukung dan berkoordinasi dengan organisasi LGBT Jerman untuk menjalankan kebijakan emansipasi LGBT di negaranya. Pemerintah Norwegia juga menerapkan starting points tersebut dalam program Pink Competency di negaranya. Program tersebut dibentuk dengan tujuan agar para profesional kesehatan mengerti mengenai isuisu LGBT dan dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka. Seminar ini dilakukan secara simultant, dimana seminar berikutnya diadakan di Estonia tahun 2011 dengan tema Seminar on Addressing Barriers to Public Policy Making on LGBT Issues yang mengidentifikasi bahwa hambatan dalam pembuatan kebijakan tentang isu-isu LGBT adalah anggaran, situasi sosial, dan budaya. Hasil dari seminar tersebut menyimpulkan untuk membuat pendekatan antara lembaga-lembaga terkait dalam menangani hambatan tersebut dan seminar berikutnya diadakan di Brussel oleh Komisi Eropa tahun 2013 dengan tema Public Policies Combating Discrimination Against LGBT People. 3. International Day Against Homophobia (IDAHO) 2013 Cara lain yang digunakan Belanda untuk memperjuangkan persamaan hak LGBT yaitu dengan memanfaatkan peringatan International Day Against Homophobia (IDAHO) 2013. Kedutaan Belanda untuk Serbia bekerjasama dengan Pusat Kebudayaan Parobrod menyelenggarakan pemutaran film dokumenter Belanda yang berjudul"Strijders voor Liefde" (Laskar Cinta)(http://serbia.nlembassy.org/).Dokumenter ini menceritakan tentang pentingnya penyelenggaraan Gay Pride. Dimana sebelumnya di Serbia terjadi perdebatan tentang hal tersebut, tepatnya pada Gay Pride tahun 2010 terjadi kekacauan antara LGBT dan anti-gay yang membuat 150 orang terluka. Dampak positif dari pemutaran tersebut yaitu Gay Pride yang disebut Belgrade Pride tahun 2015 berhasil terselenggara di Serbia dengan mendapatkan perlindungan dari pihak kepolisian yang mengerahkan 300 orang polisi untuk menjaga keselamatan para LGBT saat melakukan pawai. Pemutaran film tersebut juga membuat masyarakat non-LGBT memberikan kebebasan bagi LGBT bahkan mendukung mereka untuk melaksanakan Gay Pride dengan ikut serta dalam perayaaan tersebut. Seperti Ana Jakšić dari European Students For Liberty yang turut serta pada perayaan tersebut dan banyakpemerintah yangberpartisipasi dalampawai, termasukMenteriAdministrasi NegaraKoriUdovicki, WalikotaBelgrade Sinisa Mali, pemimpin Partai
47
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
DemokratLiberalCedomirJovanovicdananggotaParlemen DemokratBorkoStefanovic
untukPartai
Selain itu, Belanda juga menjadi tuan rumah dari International IDAHO Conference di tahun 2013 yang bertujuan untuk mempromosikan emansipasi LGBT, memerangi kekerasan dan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan orientasi seksual serta untuk mengetahui hasil dari kebijakan dan kerjasama di dalam dan di luar Eropa. Pada konferensi ini, The Fundamental Rights Agency mempresentasikan survey mengenai seberapa besar kekerasan dan diskriminasi atas orientasi dan identitas seksual yang masih terjadi di Uni Eropa. Hasil survey menunjukkan masih banyak terjadi kekerasan serta diskriminasi yang dialami para LGBT. Sekitar 80% responden mengalami bullying di sekolah dan 59% responden mengalami kekerasan. Dari hasil survey tersebut, para partisipan memutuskan untuk menandatangani “Call for a comprehensive policy approach at European Union level and across the European Union on LGBT issues” sebagai komitmen untuk menangani permasalahan yang dialami LGBT dan menentukan kebijakan yang tepat untuk permasalahan tersebut (http://www.idaho2014forum.org/). 4. Belanda juga membuka kerjasama bilateral dengan Montenegro, dimana dalam kerjasama tersebut Belanda diwakilkan oleh Duta Besar Laurent Louis Stokvis melakukan kunjungan ke Kantor Pemerintahan Montenegro untuk bertemu dengan Perdana Menteri Milo Đukanović dan membahas mengenai kerjasama di bidang hak asasi kelompok minoritas, termasuk hak LGBT. Stokvis mengatakan bahwa Montenegro telah banyak melakukan upaya untuk meningkatkan hak-hak kelompok LGBT di dalam negaranya. Duta Besar Belanda mendukung pelaksanaan “Montenegrin government’s Strategy for Improving Quality of Life of LGBT Persons 2013-2018” yang merupakan komitmen pemerintah Montenegro untuk membuat LGBT dapat tinggal di negaranya dengan aman. Kedutaan Belanda untuk Montenegro bersedia mendanai proyek LGBT di Montenegro yang disebut dengan Matra Projects. Proyek ini bertujuan untuk mendukung negara-negara bertransisi ke masyarakat majemuk dan demokratis serta menjunjung tinggi HAM. Tahun 2014 Pemerintah Belanda telah mendanai 8 proyek di Montenegro dan 3 diantaranya adalah proyek mengenai LGBT yaitu LGBT Forum Progress dengan tema polisi dan kejaksaan, LGBT Forum Progress dengan tema lingkungan yang aman bagi komunitas LGBT dan Queer Montenegro. Pemerintah Belanda tidak hanya melakukan pendekatan dan diplomasi kepada Dewan Uni Eropa saja, tetapi juga berusaha untuk melakukannya ke lembaga-lembaga yang berada di bawah Uni Eropa. Dalam Council’s Working Party on Human Rights (COHOM), Belanda secara teratur melalui Kementrian Luar Negeri menganjurkan dan mengingatkan untuk melakukan EU Action di negara-negara ketiga untuk membela persamaan hak LGBT. Selain itu, berdasar pada EU Strategic Framework and Action Plan on Human Rights and Democracy, Belanda berinisiatif untuk mengadakan seminar mengenai Hak-Hak
48
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
LGBT yang bertujuan untuk mengumpulkan pendapat terkait pedoman Uni Eropa dalam mempromosikan dan melindungi hak-hak LGBT. Di Dewan Eropa, Belanda membuat dan membantu menempatkan persamaan hak LGBT ke dalam agenda kerja Uni Eropa. Hasilnya, The European Commission against Racism and Intolerance (ECRI) yang merupakan bagian dari Dewan Eropa telah memasukkan isu LGBT ke dalam siklus pemantauan yang dimulai pada tahun 2013. Pemerintah Belanda konsisten mempromosikan persamaan hak LGBT ke ruang lingkup yang lebih luas. Yang dibuktikan dengan usaha Belanda untuk mengajak dan berdiskusi mengenai penyelesaian masalah tersebut. Untuk mencapai tujuannya agar pihak yang menjadi sasarannya mengikuti jejaknya dalam persamaan hak LGBT, Pemerintah Belanda membuat inisiatif untuk melakukan seminar-seminar dengan partisipan dari negara-negara anggota Uni Eropa dimana temanya yaitu hak-hak LGBT hingga penerimaan sosial LGBT di masyarakat. Tidak hanya negara anggota tetapi perwakilan dari Uni Eropa juga dilibatkan dan hadir pada seminar tersebut. Kini para LGBT yang berada di Uni Eropa tidak hanya dapat melakukan pernikahan di Belanda saja, dari tahun 2001 hingga tahun 2015 terdapat 11 negara Uni Eropa yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Pemerintah Finlandia juga membuat langkah signifikandengan mengadopsi ketentuan kesetaraan perkawinan yangakandiberlakukan pada awal 2017. Penerimaan sosial LGBT di Uni Eropa juga dibuktikan dengan pengakuan hukumuntuk pasangan sesama jenisolehPengadilanEropa bagianHak Asasi Manusiatahun 2013 yang menyatakan bahwanegaramemberikanpengakuanhukum untukpasangan heteroseksual yang melangsungkan pernikahan dalambentukserikat sipil, maka dari itu pasangan sesama jenisjugaharus mendapathak yang sama. Hukum berkeluarga bagi LGBT juga berkembang secara positif diberbagai negara Uni Eropa, seperti di Jerman, Italia dan Denmark yang telah membuat peraturan mengenai izin pengadopsian anak bagi pasangan LGBT. Hal ini membuat para LGBT tidak mengalami kesulitan lagi untuk mengadopsi anak. Selain itu, terlihat pula peningkatan eksistensi LGBT yang berani menunjukkan keberadaannya kepada masyarakat, seperti dengan kemenangan calon walikota gay dalam pemilu, di Polandia tahun 2014. Robert Biedroń mendapatkan 57% suara saat pemilu di kota Slupsk dan merupakan Walikota pertama di Polandia yang berani mengakui dirinya sebagai seorang gay. Pawai LGBT yang damai dan dilindungi oleh pemerintah juga menjadi penanda dari perubahan positif kehidupan LGBT di Uni Eropa. Dimana tahun-tahun sebelumnya pawai berlangsung dengan tidak aman dan menimbulkan banyak korban akibat protes masyarakat anti-gay dan pemerintah yang tidak mendukung berlangsungnya acara tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan suksesnya Belgrade Pride di Serbia yang didukung oleh pemerintah dan pihak kepolisian setempat. Ketika pada penyelenggaraan sebelumnya selalu terjadi insiden kekerasan. LGBT kini memiliki
49
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
kebebasan untuk berekspresi, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sama seperti warga negara lainnya yang tentunya dilindungi oleh pemerintah. Kesimpulan Isu mengenai LGBT telah menjadi perhatian di dunia internasional. Tidak hanya sebatas memperjuangkan penerimaan sosial di masyarakat tetapi juga mengenai persamaan hak yang mereka inginkan. Pemerintah negara pun ikut berperan dalam perjuangan persamaan hak LGBT karena sekarang banyak negara yang beranggapan bahwa LGBT juga bagian dari masyarakat yang hak-haknya wajib dilindungi dan diperjuangkan. Belanda sebagai negara yang paling terbuka terhadap LGBT membuktikan bahwa Belanda berhasil membuat kelompok LGBT mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara baik di dalam negaranya maupun di Uni Eropa. Pemerintah Belanda melakukan upaya-upaya baik secara domestik maupun internasional untuk memperjuangkan persamaan hak bagi LGBT. Di ruang lingkup internasional, Pemerintah Belanda memulainya ke Uni Eropa. Berdasarkan tujuan dilakukan penelitian ini maka peneliti memiliki kesimpulan bahwa Belanda berhasil melakukan upaya ke Uni Eropa dalam mempromosikan serta memperjuangkan persamaan hak LGBT yang dibuktikan dengan banyaknya program dan kebijakan pro LGBT yang didukung dan disponsori oleh Uni Eropa maupun negara-negara anggotanya. Selain itu, Belanda juga berhasil meningkatkan penerimaan sosial LGBT di wilayah Uni Eropa. Daftar Pustaka Buku Barston, R. P. 1997. Modern Diplomacy. England : Pearson Education Limited Shoelhi, Mohammad. 2011.Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media Leonard, Mark, 2002, Public Diplomacy, London : The Foreign Policy Centre Nicolson, Harold. 1942. Diplomacy. Great Britain. Oxford University Press Plano, Jack C. and Olton Roy. 1999 Kamus Hubungan Internasional edisi ketiga diterjemahkan oleh Wawan Juanda. Bandung : Putra A. Bardin cv Media Online An Overview of Gay Marriage in the Netherlands terdapat di http://www.relating360.com/index.php/an-overview-of-gay-marriage-in-thenetherlands-27866/ Bilateral Programme Budget Projects terdapat di https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file /382452/BPB_ENG.pdf Constitutional Protection Against Discrimination of Homosexuals terdapat di https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/3607/170_021.pdf?seq uence=1
50
Upaya Belanda ke Uni Eropa untuk Persamaan Hak LGBT(Azlika Nurainy Oedi)
Dutch Legislation terdapat di http://www.rainbowproject.eu/research/Netherland_en.pdf European Parliament: Adoption the Consultation Report terdapat di http://www.aedh.eu/April-2nd-2009-European-Parliament,310.html Gay Rights terdapat di https://www.government.nl/topics/gay-rights/contents/equal-rights-for-gaysand-transgenders Human Rights and Indicators: Rationale and Some Concerns terdapat di http://www.ohchr.org/Documents/Issues/HRIndicators/AGuideMeasurementI mplementationChapterI_en.pdf IDAHO 2014 terdapat di http://www.idaho2014forum.org/ International Cities Form Rainbow Cities Network terdapat di https://www.movisie.com/news/international-cities-form-rainbow-citiesnetwork Introduction-Final Seminar Report terdapat dihttp://ec.europa.eu/justice/discrimination/files/sem_thehague2010_en.pdf LGBT-Friendly Certificate terdapat di http://www.ljubljana.si/en/living-in-ljubljana/focus/91437/detail.html Menelusuri Jejak Asal Muasal Pernikahan Sesama Jenis di Belanda terdapat di http://www.suarakita.org/2012/09/menelusuri-jejak-asal-muasal-pernikahansejenis-di-belanda/ MEP pushes for anti-gay discrimination lawterdapat di http://www.pinknews.co.uk/2006/11/17/mep-pushes-for-anti-gaydiscrimination-laws/ Police record three instances of anti-gay violence a weekterdapat di http://www.dutchnews.nl/news/archives/2014/01/police_record_three_instanc es.php/ Public Diplomacy Activities 2013 terdapat di http://serbia.nlembassy.org/organization/departments/press-culture-andpublic-diplomacy/public-diplomacy-activities-2013.html Same-Sex Marriage and Registered Partnerships terdapat di http://southholland.angloinfo.com/information/family/marriagepartnerships/same-sex-marriage/
51
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 037-052
The Dutch Equal Treatment Act in Theory and Practiceterdapat di http://www.errc.org/article/the-dutch-equal-treatment-act-in-theory-andpractice/1400 Universal Values terdapat di http://www.un.org/en/documents/udhr/hr_law.shtml What Are Human Rights terdapat di http://www.ohchr.org/en/issues/pages/whatarehumanrights.aspx What is LGBT? terdapat di http://www.lgbt.ie/information.aspx?contentid=84
52