I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya Pemerintah Indonesia untuk melindungi Hak Kekayaan Intelektual dilakukan sejak tahun 1982 dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (disingkat UUHC). UUHC telah mengalami beberapa kali revisi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan UndangUndang Nomor 12 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 yang diberlakukan secara efektif mulai tanggal 29 Juli 2003. Keseluruhan regulasi itu dimaksudkan untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (scientific, literary and artistic works).
Diberlakukannya sejumlah regulasi tentang hak cipta belum mampu membuat para pembajak karya cipta menjadi jera dan berhenti. Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) masih saja terus berlanjut, bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan sebagai negara yang berdasarkan hukum. Salah satu bentuk pelanggaran karya cipta adalah pembajakan VCD. Pembajakan VCD menghasilkan ribuan VCD palsu yang beredar di kalangan masyarakat, yang terkadang film asli (orisinal)-nya belum diputar di bioskop secara resmi, sementara para penikmat VCD bajakan/palsu telah memutar di rumahnya
2
berulang kali. Tingginya peminat dan luasnya peredaran VCD bajakan, telah merambah di masyarakat perkotaan sampai ke pelosok pedesaan.
Tinggi dan luasnya pembajakan dan peredaran VCD tentunya sangat merugikan, mengingat Negara Indonesia adalah salah satu negara penandatanganan perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights), yaitu Perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang harus tunduk pada perjanjian internasional.
Beberapa sumber terpercaya menyatakan bahwa kendala utama yang dihadapi negara Indonesia dalam berupaya melakukan pemberantasan pelanggaran karya cipta dan memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah masalah penegakan hukum. Di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap HKI dan keadaan ekonomi bangsa Indonesia yang masih terpuruk yang secara tidak langsung turut menyumbang terjadinya pelanggaran karya cipta itu. Akibat dari maraknya pembajakan VCD, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia Internasional maupun masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat Internasional merupakan suatu keniscayaan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sementara pengaruh dari VCD bajakan terhadap masyarakat juga sangat luas, seperti rusaknya etika dan moral masyarakat Indonesia sebagai akibat dari tidak adanya sensor dan pembatasan terhadap VCD bajakan serta menurunnya kreativitas para pelaku di bidang musik dan film nasional.1
1
KemalaAvivahttp://www.academia.edu/7106406/Penerapan Sanksi Pidana terhadap Pelanggaran Hak Cipta_Khususnya DVD, VCD lagu diakses pada tanggal 10 Juni 2015 pukul 11.00 Wib.
3
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan pembajakan hak cipta. Pelanggaran hak cipta yang sering terjadi dan canggih dapat dilihat melalui penegakan hukum pidana terhadap kasus pelanggaran hak cipta yang disidangkan di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang terkait tindak pidana pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta (Putusan Pengadilan Nomor 128/Pid./2013/PT.TK.). Kasus itu bermula dari Terdakwa membeli VCD, DVD dan MP3 bajakan di Pasar Glodok Jakarta. Barang-barang itu terdiri dari VCD lagu-lagu, film anak-anak dari berbagai judul, DVD lagu, film barat dan film
4
Indonesia dari berbagai judul MP3 lagu-lagu. VCD seharga Rp1.700,00 (seribu tujuh ratus rupiah), DVD seharga Rp2.700,00 (dua ribu tujuh ratus rupiah), MP3 seharga Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah). Selanjutnya, Terdakwa menjual produk bajakan itu dengan harga eceran VCD seharga Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per 3 (tiga) keping; MP3 seharga Rp5.000,00 (lima ribu rupiah), DVD seharga Rp4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah). Sedangkan untuk grosir VCD seharga Rp1.800 (seribu delapan ratus rupiah), DVD seharga Rp4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah) dan MP3 seharga Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah). Di toko yang dimiliki Terdakwa telah menjual 400 (empat ratus) keping VCD. Terdakwa memesan dari Pasar Glodok sebanyak 3.000-4.000 keping VCD per minggu.2
Atas perbuatan yang dilakukan Terdakwa Metty alias Acen, Majelis Hakim menyatakan bahwa Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengedarkan atau menjual barang hasil pelanggaran hak cipta, menjatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) bulan, pidana tersebut tidak akan dijalankan kecuali kalau kemudian hari ada perintah lain dalam keputusan hakim oleh karena terdakwa sebelum masa percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir melakukan perbuatan yang dapat dipidana di tingkat pertama, dan pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dijatuhkan pidana penjara selama 4 bulan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak cipta. Mengingat dari akibat perbuatan si pelaku yang telah menjual dan mengedarkan VCD bajakan menjadi sangat merugikan karya cipta, baik secara materil maupun immateril. Selain itu, penerimaan negara dari sektor pajak industri hiburan pun ikut merugi 2
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang 128/Pid./2013/PT.TK.
5
dan pertumbuhan ekonomi menjadi turun sebagai akibat kegiatan pembajakan VCD. Di samping itu, pembajakan hak cipta memicu penurunan kreativitas berkesenian dari para generasi muda yang memiliki jiwa kesenian.
Berdasarakan putusan pengadilan di atas terlihat dalam dakwaan dan tuntutan pidana tidak memberlakukan ketentuan terkait perbarengan melakukan tindak pidana (consursus) yang diatur dalam Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 69 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penerapan perbarengan tindak pidana sangat dimungkinkan adanya pemberatan pidananya karena ancaman sanksi pidananya bisa ditambah dengan sepertiga. Serta melihat akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pelaku yang melakukan penjualan dan peredaran karya cipta bajakan begitu sangat merugikan banyak pihak.
Berdasar paparan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh dalam bentuk skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengedaran dan Penjualan Barang Hasil Pelanggaran Hak Cipta (Studi Putusan No.128/Pid./2013/PT.TK)
6
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dipandang perlu untuk dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta? b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta?
2. Ruang Lingkup Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka ruang lingkup penelitian ini meliputi substansi ilmu Hukum Pidana; yang membahas objek penelitian terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta (Studi Putusan No.128/Pid./2013/PT.TK), dengan lokasi penelitian dipilih di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang. Sedangkan data tahun penelitian ditentukan tahun 2015.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
7
b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
2. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis: a. Kegunaan Teoritis Kegunaan secara teoritis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana, khususnya terkait pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
b. Kegunaan Praktis Kegunaan secara praktis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat kepada rekan-rekan mahasiswa, para aparat penegak hukum kepolisian, kejaksaan, hakim
dan
advokat
serta
masyarakat
umum
yang
mengkaji
terkait
pertanggungjawaban pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
D. Kerangka Teoritis dan Koseptual
1. Kerangka Teoritis Menurut Soerjono Soekanto bahwa setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi kerangka acuan dan bertujuan untuk mengidentifikasikan terhadap
8
dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.3 Kerangka teoritis merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi acuan, landasan, dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.4 Kerangka teoritisnya meliputi: a. Teori Pertanggungjawaban Pidana Menurut Barda Nawawi Arief5 bahwa pertanggungjawaban pidana atau kesalahan (schuld/guilt/mens rea), yaitu diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Pentingnya pertanggungjawaban pidana atau kesalahan, yaitu tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dipidana tanpa kesalahan. Kesalahan terdiri dari unsur-unsur kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf.
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangkan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menuntup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error), baik kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf, sehingga pelaku tidak
3
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm. 125. Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitan Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hlm. 73. 5 Barda Nawawi Arief, 2009, Perkembangan Sistem Pemidanaan di Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 49. 4
9
dipidana kecuali kesesatan itu patut dipersalahakan kepadanya.6
Pertanggungjawaban pidana harus diperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujdkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting) dalam melaksanakannya.7
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.8 Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan seseorang dapat dipidana harus memenuhi rumusan sebagai berikut: a. Kemampuan bertanggungjawab orang yang melakukan perbuatan. b. Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan dengan perbuatannya, berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). c. Tidak ada alasan yang menghapus pertanggungjawaban pidana atau kesalahan bagi pembuat.9
6
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, hlm. 23. 7 Moeljatno, 1993, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, hlm. 49. 8 R.Soesilo, 1999, KUHP serta Komentar-komentarnya Lengkap dengan Pasal demi Pasal, Politeia, Bogor. 9 Sudarto, 1997, Hukum Pidana, Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang.
10
b. Teori Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu: 1. Teori Keseimbangan Keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perkara, antara lain adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.
2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Penjatuhan putusan pengadilan oleh hakim merupakan diskresi suatu kewenangan dari hakim. Sebagai
diskresi
dalam penjatuhan putusan, hakim akan
menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu tergugat dan penggugat. Dalam perkara pidana, yaitu pelaku dan korban. Pendekatan seni dan intuisi dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi daripada pengetahuan hakim.
3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitan dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari
11
putusan hakim.
4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.10
5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang dimasalahkan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dalam memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
6. Teori Kebijaksanaan Sebenarnya teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Landasan dari teori kebijakan ini menekankan rasa cinta terhadap tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina. Selanjutnya teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat dan orang tua ikut bertanggung jawab untuk membimbing, membina, mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna
10
Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 105-106.
12
bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.11
2. Konseptual Konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan dan pedoman dalam penelitian atau penulisan.12 Sumber Konsep adalah undangundang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus, dan fakta/peristiwa. Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka di bawah ini diberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut: a. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana.13 b. Pelaku adalah sebagaimana telah dirumuskan dalam Pasal 55 Ayat (1) KUHP, yaitu mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, dan mereka yang sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. c. Tindak Pidana adalah sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.14 d. Pengedaran atau penjualan yaitu barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, 11
Ibid. Abdulkadir Muhammad,op.cit., hlm. 78. 13 Roeslan Saleh,1999, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Aksara Baru, hlm. 75. 14 Sudarto, 1990, Hukum Pidana, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, hlm. 23. 12
13
memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta). e. Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. f. Pertimbangan adalah memikirkan baik-baik untuk menentukan (memutuskan dan sebagainya) memintakan pertimbangan kepada; menyerahkan sesuatu; upaya dipertimbangkan.15 g. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 angka 11 KUHAP).
15
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990, Jakarta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, hlm. 1056.
14
E. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam memahami skripsi ini, maka perlu diuraikan secara garis besar dari keseluruhan sistematika skripsi ini sebagai berikut: I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini merupakan pemahaman terhadap pengertian-pengertian umum untuk menjawab permasalahan. Uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang akan digunakan sebagai bahan analisis untuk menjawab permasalahan, di antaranya adalah pengertian hak cipta dan pelanggaran hak cipta; teori pertanggungjawaban pidana; tinjauan umum tentang pengertian dan unsur-unsur tindak pidana; pengertian tindak pidana pelanggaran hak cipta; teori dasar pertimbangan hukum hakim; dan teori pemidanaan.
III. METODE PENELITIAN Bab ini merupakan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yang berisi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan narasumber, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan penerapan kerangka teori dan dasar hukum. Uraiannya membahas jawaban permasalahan yang ada. Oleh karena itu, bab ini berisi pertanggungjawaban
15
pidana pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta dan dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana ringan terhadap pelaku pengedaran dan penjualan barang hasil pelanggaran hak cipta.
V. PENUTUP Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi yang berisikan simpulan secara singkat dari hasil penelitian dan pembahasan serta beberapa saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.