Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… UPAYA GURU DALAM MEMBIMBING PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI (Suatu Penelitian di Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Ar-Rahmah Kota Banda Aceh)
Salmiati1 dan Nurbaity2 dan Desy Mulia Sari3
Abstrak Penelitian yang berjudul “Upaya Guru dalam Membimbing Perkembangan Kognitif Anak usia Dini (Suatu penelitian di Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu Ar-Rahmah Kota Banda Aceh)” bertujuan untuk mengetahui perkembangan kognitif anak-anak di usia dini di TKIT Ar Rahmah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang mengupas dan menguraikan suatu masalah berdasarkan data yang ada. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, guru dan siswa kelas B1 di TKIT Ar Rahmah, Banda Aceh. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan anak usia dini di TKIT Ar Rahmah sudah mulai berkembang, terlihat pada anak ketika melakukan interaksi dengan guru dan teman-temannya, sebagian anak sudah tidak lagi berpusat pada dirinya sendiri. Dalam memahami sudut pandang orang lain, anak cenderung mempertahankan sudut pandangnya sendiri, tidak dapat membedakan antara sudut pandang dirinya dengan sudut pandang orang lain, dan tidak peduli pada sudut pandang orang lain. Anak juga cenderung fokus pada satu aspek kesulitan dalam memahami proses, tidak melihat sesuatu hal secara keseluruhan, melainkan hanya fokus pada satu aspek saja. Sedangkan Upaya yang dilakukan guru dalam membimbing kognitif anak usia dini memberikan kesempatan berinteraksi sosial, memahami bahwa anak-anak tidak berpikir secara logis, tidak melakukan pendisplinan yang menyakiti fisik dan mental. Upaya-upaya ini sudah sangat baik dilakukan oleh guru di TKIT Ar Rahmah dan dapat dijadikan pedoman bagi sekolah lain. Kata Kunci: Upaya Guru, Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
1
Salmiati, Dosen STKIP Bina Bangsa Getsempena Nurbaity, Dosen FKIP Universitas Syiah Kuala 3 Desy Mulia Sari, Mahasiswa S1 FKIP Universitas Syiah Kuala 2
ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |43
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam…
dalam
Pendahuluan
empat
tahapan
berdasarkan
usia
Anak usia dini merupakan kelompok
mereka, yaitu: tahap sensomotorik (0 – 2
anak yang berada dalam proses pertumbuhan
tahun), pra-operasional (2 – 6 atau 7 tahun),
dan perkembangan yang besifat unik. Dalam
operasional kongkret (6 – 11 atau 12 tahun)
Undang-Undang RI. No.20 tahun 2003,
dan
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
keatas)(Santrock, 2011a; Santrock, 2011b;
ayat 14 dinyatakan anak usia dini adalah anak
Krause, Bochner, & Duchesne, 2009). Anak
dalam kelompok umur nol (sejak lahir) sampai
usia dini pada usia tiga sampai dengan enam
dengan usia enam tahun. Beberapa ahli
tahun digolongkan kepada usia prasekolah,
mengelompokkan dari umur nol sampai
karena pada usia ini anak mulai mengikuti
dengan delapan tahun (Essa, 2003 dalam
pendidikan yang terbagi ke dalam Kelompok
Mutiah, 2010). Pada masa ini merupakan fase
Bermain (KB) dengan rentang usia tiga sampai
penting bagi setiap individu, karena pada fase
empat tahun, dan Taman Kanak-kanak (TK)
ini, perkembangan terjadi sangat cepat dan
pada rentangan usia usia empat sampai dengan
mengagumkan,
fisik
enam tahun. Berdasarkan tahapan berpikir
maupun psikis. Para peneliti menemukan fakta
yang dikemukakan oleh piaget diatas, tahapan
bahwa kecerdasan individu pada usia empat
perkembangan
tahun terbentuk mencapai lima puluh percent
prasekolah berada pada tahap pra-operasinal
(50%) dan mencapai delapan puluh percent
yang ditandai dengan beberapa karakteristik
(80%) pada akhir masa usia dini atau sekitar
tertentu,
delapan tahun.
sentrasi dan animism (Krause, Bochner, &
baik
perkembangan
Pada periode anak usia dini juga merupakan sebuah periode emas dan peka,
operasional
formal
kognitif
diantaranya
(11
anak
adalah
tahun
pada
usia
egosentris,
Duchesne, 2009; Monks & Knoers,2006; Syaodih, 2005).
karena pada masa ini perkembangan anak
Pada
tahapan
ini
anak-anak
terjadi dengan pesat, dan anak-anak belajar
memerlukan bimbingan orang dewasa seperti
dengan cepat dan siap merespon stimulasi
orangtua dan guru agar mereka mencapai
lingkungan dan menginternalisasikan kedalam
perkembangan secara optimal, Peranan guru
pribadinya. Hal ini sejalan dengan yang
dalam pendidikan sangatlah penting (Tan,
diungkapkan Zinsser, Christensen, & Carlson
Ewe, & Abdul, 2012), Dalam undang-undang
(2015)
dini
nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional
perkembangan anak sangatlah cepat dan
dinyatakan bahwa pendidik/guru merupakan
beragam, semua perkembangan ini terjadi
tenaga
pada semua area baik fisik, sosial-emosional,
merencanakan
bahasa dan juga kognitif
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
bahwa
Menurut
pada
masa
piaget
usia
tahapan
perkembangan kognitif individu terbagi ke ISSN 2355-102X
professional dan
yang
bertugas
melaksanakan
proses
pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada
masyarakat
(Susanto,
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |44
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… 2011). Peranan guru untuk anak prasekolah
oleh guru dalam membimbing perkembangan
yang berada pada tahapan pra-operasional,
kognitif anak usia dini di TKIT Ar-Rahmah.
anak prasekolah, adalah dengan memberikan
Tujuan Penelitian
bantuan kepada anak untuk memahami bahwa
Adapun tujuan yang ingin dicapai
orang lain melihat dunia disekitar berbeda
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
dengan
dapat
(1) Perkembangan kogntif anak usia dini di
menyediakan dan memberikan kesempatan
TKIT Ar-Rahmah, dan; (2) Upaya yang
kepada
teman
dilakukan oleh guru dalam membimbing
(Krause,
perkembangan kognitif anak usia dini di TKIT
dirinya
anak
sebayanya
dan
guru
berinteraksi
dan
orang
juga
dengan
dewasa
Bochner, & Dunchesne, 2009).
Ar-Rahmah.
Perkembangan kognitif anak usia dini, khususnya Taman Kanak-kanak dapat diamati
Tinjauan Pustaka Perkembangan Kognitif
dari sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh
Perkembangan
kognitif
adalah
anak baik kepada teman, maupun guru.
perkembangan pikiran yang merupakan bagian
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di
dari
Taman Kanak-kanak (TK) kota Banda Aceh,
dengan pemahaman dan penalaran. Menurut
pada umumnya anak-anak tampak ceria, saling
Krause, Bochner, & Duchesne (2009:43)
berbagi dan suka menolong. Namun demikian,
perkembangan kognitif adalah kemampuan
masih ada anak-anak yang masih memerlukan
seseorang dalam berpikir, mepertimbangkan,
hambatan dalam mengembangkan sikap dan
memahami dan mengingat tentang segala hal
perilaku, seperti: masih ada anak yang berebut
disekitar kita yang melibatkan proses mental
mainan,
seperti
menangis,
keinganannya
merengek
menyerap,
otak
yang
berkaitan
mengorganisasi
dan
susah
mengikuti
mencerna segala informasi. Proses mental
dari
orangtua,
yang dilibatkan adalah cognition ((Krause,
menganggu teman dan menyendiri. Untuk
Bochner, & Dunchesne, 2009) atau knowing
membantu anak dalam mengatasi hambatan
(Mussen dkk dalam Rahmat, 2009), yaitu
tersebut,
proses
peraturan,
dipenuhi,
sampai
perkembangan
tidak
tentunya
lepas
guru
memiliki
upaya
mental
melibatkan
tertentu yang semestinya dilakukan yang
pemahaman,
sesuai dengan perkembangan anak pada usia
(recalling) informasi/pengetahuan.
tersebut. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas, terdapat
penataan,
Berdasarkan
dan
pemerolehan,
teori
pemanggilan
perkembangan
kognitif oleh Jean Piaget, tahapan kognitif manusia dibagi kepada empat tahapan yang
dua rumusan masalah yang didentifikasi oleh
berbeda
berdasarkan
usia,
yakni:
tahap
peneliti, yaitu: (1) Bagaimana perkembangan
sensomotorik yang berlansung sekitar usia 0
kogntif anak usia dini di TKIT Ar-Rahmah,
sampai dengan 2 tahun; tahap praoperasional,
dan; (2) Bagaimana upaya yang dilakukan
usia 2 sampai dengan usia 7 tahun; tahap operational kogkrit, berlangsung pada rentang
ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |45
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… usia 7 sampai dengan 12 tahun; dan tahap
menunjukkan
perkembangan
operasional formal, usia 11 tahun keatas
mengagumkan, pada usia enam tahun, mereka
(Santrock, 2011a; Santrock, 2011b; Moreno,
sudah menguasai paling sedikit 10.000 kata,
2010; Krause et al., 2009; Syaodih, 2005).
dan
1. Tahap Sensomorik (0-2 tahun)
tatabahasa, walaupun dalam bermain mereka
menunjukkan
perkembangan
yang
pada
Pada tahapan ini, bayi menyusun
menggunakan bahasa terbatas, bahasa yang
pemahaman dunia dengan mengkoordinasikan
digunakan juga sebagai symbol (contoh:brm…
pengalaman indranya (sensori) seperti melihat
mewakili mobil). Bermain bagi anak pada
dan mendengar dengan gerakan otot (motor)-
tahapan ini sangatlah penting (Krause et al.,
nya untuk mengapai atau menyentuh. Oleh
2009). Pada usia ini anak mendemonstrasikan
karena
tahap
pemahaman mereka tentang symbol dan
perkembangan
penggunaan symbol tersebut untuk mewakili
itu
sensomorik.
tahapan
ini
Karakteristik
disebut
kognitif pada tahap ini adalah: (a) Objek
objek.
permanen, yaitu anak-anak percaya bahwa
Pencapaian intelektual yang positif
objek nyata masih tetap ada walaupun tidak
terjadi pada anak dalam kelompok usia pada
terlihat olehnya. Hal ini berlangsung sejak usia
tahapan pra-operasional ini, namun pada
empat bulan dan berkembang sepenuhnya
tahapan ini kemampuan merekan juga masih
pada usia delapan bulan; (b) perilaku berarah
memiliki keterbatasan (Marion: 1995). Flavell
pada tujuan (goal directed/intentional action),
(Marion, 1995) mengemukakan bahwa anak-
bermakna anak-anak mulai menggunakan
anak pada tahapan pra-operasional memiliki
perilaku mereka untuk mempengaruhi orang
beberapa karakteristik
lain agar keinginan mereka dipenuhi. Mereka
tangguhan, bermakna anak mengamati suatu
mengembangkan perilaku ini sejak usia enam
peristiwa, membentuk dan menyimpan citra
bulan, dan yang terakhir; (c) imitasi (Difered
visual tersebut dan kemudian dapat menunda
Imitation), kemampuan anak untuk mengulang
atau menangguhkan meniru tindakan tersebut
tindakan yang baru mereka lihat dan ingat.
dikemudian
2. Tahap Preoperasional (2- 7 tahun)
mengkomunikasikan dengan cara bercerita
Perkembangan kognitif anak pada
untuk
hari;
yaitu (a) Imitasi
(b)
memberitahukan
Bahasa,
kita
anak
tentang
tahapan ini adalah pemikiran simbolik dan
pengalaman mereka; dan (c) Penggunaan
perkembangan bahasa. Pemikiran simbolik
media
merupakan tonggak penting perkembangan
mereka
anak pada tahap pra-operasional ini. Pemikiran
menggambar, melukis atau membuat adonan.
seni,
anak
melalui
merekam media
pengalaman
seni,
seperti:
simbolik dapat terlihat dari permainan yang
Karakteristik lain pada tahap ini
dimainkan anak pada masa ini seperti; bermain
adalah egosentris, sentrasi dan animism.
pura-pura (berpura-pura bonekanya sedang
Egosentris bermakna anak yakin bahwa orang
minum, batu sebagai kue, dan lain-lain) dan
lain berpandangan sama dengan dirinya,
bermain peran. Perkembangan bahasa juga
mereka sulit membayangkan bagaimana segala
ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |46
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… sesuatu tampak dari perspektif orang lain.
kemungkinan
Sedangkan sentrasi bermakna kecenderungan
mengembangkan
anak memusatkan perhatiannya pada satu
Sebagai contoh, jika A < B dan B < C, maka A
aspek dari satu situasi atau dimensi. Dan
< C, logika seperti ini sudah dapat dilakukan
karakteristik animism adalah kecendurangan
oleh anak pada tahapan ini, sementara pada
anak untuk berpikir semua objek (seperti
tahapan sebelumnya mereka belum mampu.
benda/mainan, hewan, tumbuhan) memiliki kualitas
kemanusian
sebagaimana
(seperti;
dan secara
tahapan
kelompok
mampu logis.
berpikir
umur,
Piaget
berpendapat cara individu berpikir dan belajar
bukanlah
pada dasarnya adalah sama. Berdasarkan teori
karakteristik pada tahapan berpikir anak,
Piaget, hal-hal yang dipelajari dan dilakukan
melainkan karena hasil yang dipelajari atau
oleh individu diorganisasikan sebagai skema.
didapatkan dari orang dewasa (Krause et al.,
Skema
2009).
pengetahuan/pikiran dan tindakan yang serupa,
3. Tahap Operasional Kongkrit (7 – 12 tahun)
yang
bahwa
Ada
Sebagian
hipotesis
Disamping berdasarkan
abstrak
ahli
berpendapat
dirinya.
perasaan)
yang
animism
banyak
tonggak
penting
merupakan
digunakan
untuk
kumpulan
menorganisasi
pengetahuan dan merespon pengalaman dan
perkembangan pada tahap ini, namun yang
perngetahuan
paling signifikan
atau
lingkungan (Krause et al., 2009; Ormrod,
pemerolehan kemampuan anak dalam melihat
2009). Dalam mengembangkan skema, Piaget
karakteristik tertentu (seperti: ukuran, tinggi,
memperkenalkan beberapa prinsip lainnya
lebar, jumlah) yang tidak berubah dari suatu
yaitu: asimilasi, akomodasi, organisasi dan
objek walaupun tampilan fisik objek tersebut
ekuilibrasi.
berubah.
Pada
adalah korservasi
tahapan ini juga
baru
yang
didapat
dari
terjadi
Asimilasi merujuk kepada suatu ide
perubahan positif dari karakteristik negatif
baru yang oleh individu tersebut ditasfsirkan
anak pada
seperti:
sama dengan skema lama yang telah terbentuk,
berkurangnya cara berpikir egosentris yang
sedangkan akomodasi adalah terbentuknya
ditandai oleh desentrasi yang benar, artinya
suatu skema baru atau perubahan skema yang
anak mampu memperlihatkan lebih dari satu
sudah ada. Organisasi adalah konsep Piaget
dimensi
juga
yang berarti usaha mengelompokkan perilaku
menghubungkan dimensi-dimensi tersebut satu
yang terpisah-pisah ke dalam urutan yang
sama lain.
lebih teratur, ke dalam fusgsi kognitif.
4. Tahap Operasional Formal (12 tahun sampai
Sementara ekuilibrasi merujuk kepada relasi
dewasa)
antara individu dengan sekelilingnya, terutama
tahapan sebelumnya,
secara
serempak
dan
Karakteristik perkembangan berpikir
sekali pada struktur kognitif individu dan
pada tahapan ini adalah anak tidak lagi hanya
sekelilingnya.
berpikir tentang realita kongkrit, namun
Karakter Anak Usia Dini
mereka
sudah
ISSN 2355-102X
mampu
untuk
berpikir Volume III Nomor 1. Maret 2016 |47
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… Berdasarkan
pembagian
tahapan
subjek penelitian
adalah seorang kepala
berpikir menurut Piaget, anak usia ini berada
sekolah, dua puluh satu orang siswa dan
pada tahap berpikir pra-operasional dimana
seorang guru yang mengajar di kelas B-1 di
memiliki karakteristik yang menjadi kelebihan
TKIT Ar Rahmah. Dalam penelitian ini
dan kekurangan pada usia mereka. Menurut
peneliti hanya mengobservasi dua karakteristik
Flavel dalam Morion (1995) anak usia dini
anak usia dini yaitu: egosentris dan sentrasi
belajar dari model, mereka megamati dan
atau hanya fokus pada satu aspek dan kesulitan
menyimpan
memahami
citra
mengulangnya
visual di
serta
kemudian
dapat
proses.
Pada
karakteristik
hari.
egosentris terdapat lima hal yang diobservasi
Perkembangan bahasa anak pada usia ini juga
oleh peneliti, yaitu: menceritakan sesuatu yang
berkembang secara pesat. Bercerita tentang
tidak dipahami orang lain, tidak dapat
pengalaman dan imajinasi mereka kepada
menerima bahwa orang lain tidak mengerti apa
orang lain merupakan ciri dari perkembangan
yang diceritakannya, tidak memahami bahwa
bahasa pada anak usia dini. Selain itu, Flavel
sudut pandang orang lain berbeda dengan
(Morion, 1995) juga mengatakan bahwa anak-
sudut pandangnya, tidk dapat membedakan
abak merekam pengalaman mereka melalui
sudut pandanganya dengan sudut pandang
media seni.
orang lain dan tidak peduli dengan sudut
Anak usia dini juga berpikir secara
pandang orang lain.
simbolik, dimana mereka mempresentasikan
Hasil dan Pembahasan
objek-objek yang tidak hadir dengan symbol-
Perkembangan kognitif Anak Usia Dini
simbol. Berdasarkan teori piaget, cara berpikir
Egosentris merupakan salah satu ciri
anak usia dini cenderung egosentris, kesulitan
khas perkembangan kognitif anak usia dini,
dalam memahami pendapat, , cenderung
mereka berpikir orang lain melain berpendapat
menilai sesuatu dari bagaimana sesuatu itu
dan
terlihat, dan sulit memahami proses (Moreno,
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan,
2010; Krause et al., 2009; Ormrod, 2009;
sebagian besar anak kelas B-1 di TKIT Ar-
Marion, 1995).
Rahmah, karakteristik pemikiran egosentris
Metode Penelitian
tidak peduli dengan sudut pandang orang lain
Penelitian pendekatan
ini
deskriptif
menggunakan
data
menggunakan kualitatif
sama
seperti
mereka.
terdapat tujuh belas (17) orang anak, tidak memahami
sudut
pandang
bahwa
sudut
yang didapat
pandang orang lain berbeda dengan dirinya
melalui metode observasi pada siswa dan
sebanyak lima belas (15) orang anak, tidak
wawancara langsung dengan kepala sekolah
dapat membedakan sudut pandang dirinya
dan guru di TKIT Ar Rahmah, Banda Aceh.
dengan orang lain sebanyak empat belas (14)
Adapun teknik pengambilan sampel yang
orang anak. Namun, tidak banyak anak yang
digunakan
adalah
menceritakan sesuatu yang tidak dipahami
purposive sampling, dimana yang menjadi
orang lain, yaitu hanya sebanyak empat (4)
dalam
ISSN 2355-102X
primer
dengan
merasakan
penelitian
ini
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |48
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… orang; dan anak yang tidak dapat menerima
jelas pada akhir masa kanak-kanak, berkisar
orang bahwa orang lain tidak mengerti apa
pada usia enam sampai tujuh tahun.
yang sedang diceritakannya adalah sebanyak
Sentrasi dan tidak dapat memahami
tiga (3) orang anak. Dapat disimpulkan bahwa
proses adalah ciri lain dari perkembangan
sebagian besar anak-anak di TKIT Ar-Rahmah
kognitif pada anak usia dini yang diobservasi
masih memiliki karakteristik egosentris. Hal
dalam penelitian ini. Untuk melihat ciri ini
ini merupakan hal yang normal terjadi pada
peneliti
rentang usia ini, sebagaimana yang dikatakan
peneliti melakukan transformasi air dari gelas
oleh susanto (2011:23):
tinggi ke gelas rendah (pendek). Pada awalnya
“Sifat egosenntris merupakan karakteristik yang khas pada usia dini. Sebagai akibatnya anak sering terlihat kurang sabar. Namun gejala ini berkurang seiring dengan kemampuan anak dalam berpartisipasi dan melakukan penyesuaian terhadap kelompoknya” Hal ini juga sejalan dengan pendapat Kartini
Kartono
(Syaodi,
2005)
yang
mengtakan seorang anak yang egosentris naif akan
memandang
pandangannya pengetahuan
dunia
sendiri, dan
luar
sesuai
dari dengan
pemahamannya
sendiri,
dibatasi oleh perasaan dan pikiran yang sempit. Anak sangat terpengaruh dengan akalnya yang masih sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasan dan pikiran orang lain. Mereka belum dapat memahami bahwa suatu peristiwa tertentu memiliki arti berbeda bagi
orang
lain.
Namun
anak
akan
berkembang kearah yang lebih baik seiiring dengan
bertambah
usia
dan
matangkan
perkembangan kognitif mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh Dixon & Moore dan Newman
dalam
perkembangan
Marion
kognitif
(1995)
bahwa
memakan
waktu
beberapa tahun untuk berkembanga dan perkembangan kognitif yang pertama akan
melakukan
eksperimen,
dimana
semua anak mengatakan bahwa air di gelas tinggi lebih banyak dari gelas pendek. Setelah peneliti menuangkan gelas dari gelas tinggi ke gelas pendek, dan menuangkan kembali ke gelas tinggi, semua anak tetap mengatakan bahwa gelas tinggi memiliki lebih banyak air. Dari uji yang dilakukan peneliti, dapat disimpulkan bahwa semua anak di kelas B-1 hanya berfokus pada satu aspek dan masih kesulitan memahami proses transformasi air dari gelas tinggi ke gelas pendek dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan asumsi piaget yang mengatakan bahwa pada usia dini anak belum mampu fokus pada pada banyak aspek dan cenderung sulit memahami proses karena
mereka
masih
terbatas
dengan
egosentris, sentralisasi, animisme, dan intituif yang
mebuat
mereka
belum
mampu
melakukan konservasi secara penuh baik pada zat cair, angka, panjang, volume, dan area (Miranda, 2011; Moreno, 2010; Ormrod, 2009). Anak-anak hanya berfokus pada objek yang tampak jelas, seperti mereka hanya berfokus pada air terlihat lebih banyak dalam gelas yang tinggi sehingga mereka meyakini bahwa air dalam gelas yang tinggi lebih banyak
dari
gelas
yang
pendek,
tanpa
memahami dan memperhatikan volume air. ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |49
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… Membimbing
secara keseluruhan interaksi sosial anak
Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini di
berjalan dengan baik, baik dengan teman
TKIT Ar-Rahmah
sebaya maupun dengan guru mereka. Selain
Upaya
Guru
dalam
Berdasarkan observasi dan wawancara
proses sosial yang terjadi sehari-hari disekolah
dengan guru yang dilakukan oleh penelitian,
dengan teman sebaya, guru dan personil
terkait dengan interaksi sosial, didapat guru di
sekolah, TKIT Ar-Rahmah juga memiliki
TKIT Ar-Rahmah memahami tentang interaksi
program-program
sosil dan manfaatnya bagi perkembangan
berinteraksi sosial, seperti program Tarhib
kognitif anak serta guru juga menyediakan
Ramadhan
kesempatan kepada anak untuk terlibat dalam
ramadhan, dimana pada kegiatan yang juga
interasi
untuk
melibatkan anak-anak tersubut memberikan
perkembangan sosial dan emosional anak,
kesempatan kepada anak untuk melakukan
interaksi sosial penting untuk perkembangan
interaksi langsung dengan orang lain. Hal yang
kognitif anak. Hal ini sudah sesuai dengan
dilakukan guru dan pihak sekolah tersebut
asumsi Piaget (Ormrod, 2009) interaksi anak
sudah baik untuk perkembangan kognitif anak
dengan lingkungan fisik dan sosial penting
dan mengurangi ciri egosentrisnya, ini sejalan
untuk perkembangan kognitif anak, dengan
dengan
interaksi
baik
mengatakana bahwa interaksi sosial adalah
menyenangkan maupun tidak, anak usia dini
satu cara terbaik untuk menurunkan ego dan
secara bertahap menyadari bahwa orang lain
meningkatkan
memiliki
berbeda-beda,
pandang orang lain. Lebih lanjut Marion juga
termasuk berbeda dengan dirinya. Vigotsky
mengatakan bahwa guru dianjurkan untuk
(Moreno,
2009)
mengelola kelas sehingga anak-anak memiliki
berpandangan bahwa perkembangan koginitif
banyak kesempatan untuk bermain dengan
anak berkembang dipengaruhi oleh sosio-
anak lainnya agar mereka belajar terbuka
kultural. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
terhadap ide-ide dari orang lain.
sosial.
Selain
dengan
orang
pandangan
2010;
baik
lain,
yang
Krause
et
al.,
yang
pendapat
yang
membantu
diadakan
setiap
Marion
pemahaman
(1995)
tentang
anak
bulan
yang
sudut
interaksi sosial baik untuk perkembangan
Selain dari menyediakan kesempatan
kognitif anak. Interaksi sosial juga baik untuk
anak untuk berinteraksi guna mengembangkan
membantu anak mengurangi karakteristik
kognitif mereka, guru di TKIT Ar-Rahmah
egosentris yang menjadi isu dalam tahap
juga menyadari dan memahami bahwa pada
perkembangan pada usianya.
usia dini anak sulit menerima sudut pandang
Di sekolah TKIT Ar-Rahmah, guru
orang lain dan mereka juga tidak berpikir
tidak menyediakan waktu khusus untuk anak
secara logis. Adupun upaya yang dilakukan
berinteraksi sosial, melainkan interaksi sosial
oleh guru agar anak belajar menerima sudut
itu terjadi secara spontan saat anak berada
pandang orang lain salah satunya adalah
dalam kelas mengikuti kegiatan-kegiatan yang
dengan membuat aturan atau kesepakatan
diagendakan oleh guru. Walaupun demikian,
dengan
ISSN 2355-102X
anak
sebelum
memulai
sesuatu
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |50
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… kegiatan
seperti:
sebelum
main
guru
untuk membantu perkembangan kognitif anak
mendiskusikan dan menyepakati aturan-aturan
di
yang harus dipatuhi oleh anak dalam bermain,
karakteristik mereka. Hal ini sudah sesuai
jika anak melanggar aturan tersebut dengan
untuk
lembut
pendapat
dan
memberi
contoh
guru
TKIT
Ar-Rahmah
perkembangan Marion
berkaitan
anak
(1995)
dengan
sebagaimana bahwa
guru
mengingatkan kembali anak tentang aturan
dianjurkan melakukan pendisiplinan positif
yang telah disepakati bersama sebelumnya
untuk
membantu
anak
memahami
dan
Guru juga menyadari dan memahami
menangani ide-ide yang berbeda dan guru
bahwa pada rentang usia anak TK memiliki
harus menghindari pendisiplinan yang negatif.
daya imajinasi yang luar biasa, sehingga
Simpulan
membuat mereka tidak dapat berpikir logis.
Perkembangan kognitif anak usia dini
Menyikapi hal tersebut, upaya yang dilakukan
di TKIT Ar Rahmah berada pada tahapan pra-
oleh
opersional
guru
adalah
dengan
memberikan
yang
masih
menujukkan
kesempatan anak untuk bermain, baik bermain
karakteriskntik egosentris dan sentrasi. Dalam
sendiri, bersama teman atau guru ikut serta
memahami sudut pandang orang lain, anak
dalam permainan. Pada usia ini anak-anak
masih
memiliki
pura-pura
pandangnya, tidak dapat membedakan antara
(pretend play). Bermain pura-pura (pretend
sudut pandang pandang dirinya dengan sudut
play) merupakan sebuah mekanisme yang
pandang orang lain, dan tidak peduli pada
dapat membantu perkembangan kognitif anak
sudut
usia dini. Penelitian yang dilakukan oleh
cenderung hanya fokus pada satu objek dan
Colwell & Lindsey; Howes & Matheson;
kesulitan memahami prose, mereka tidak
Doyle & Connolly (Moreno, 2010) anak-anak
melihat sesuatu secar keseluruhan melainkan
yang banyak terlibat dalam permainan pura-
hanya fokus kepada satu aspek saja, bahkan
pura
dalam proses.
karakteristik
(pretend
bermain
play)
menujukkan
perkembangan yang lebih baik di aspek bahasa,
kognitif
dan
kematangan
cenderung
pandang
Upaya
mempertahankan
orang
dalam
lain.
Anak
sudut
juga
membimbing
sosial
perkembangan kognitif anak usia dini di TKIT
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak
Ar-Rahmah dilakukan dengan cara memberi
terlibat dalam permainan pura-pura (pretend
kesempatan kepada anak untuk berinteraksi
play).
sosial dan bermain, untuk memahami cara Melakukan pendisplinan yang tidak
berpikir anak secara langsung. Perturan juga
menyakiti menyakiti fisik dan mental juga
merupakan upaya guru dalam menyamakan
merupakan upaya yang dilakukan oleh guru
sudut pandang antara guru dan anak.
ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |51
Salmiati dan Nurbaity dan Desy Mulia Sari, Upaya Guru Dalam… DAFTAR PUSTAKA Im, T. C., King, E. M., & Othman, A. razak. (2012). Fostering 1Malaysia Concept in Malaysian Preschool. International Journal of Early Childhood Education and Care, 1, 31–47. doi:22893156 Krause, K.-L., Bochner, S., & Duchesne, S. (2009). Educational Psychology for Learning and Teaching (2nd ed.). Australia: Thomson. Moreno, R. (2010). Educational Psychology. United States of America: John Wiley and Sons, Inc. Santrock, J. W. (2011a). Educational Psychology (5th ed.). New York: Mc Graw Hill. Santrock, J. W. (2011b). Life-Span Development (13th ed.). New York: Mc Graw Hill. Zinsser, K. M., Christensen, C. G., & Carlson, A. G. (2015). Both Together: Social-Emotional Learning And Cognition Promote Academic Achievement In Early Childhood Classrooms. In K. Vann (Ed.), Early Childhood Education: Teachers’ Perspectives, Effective Programs And Impacts On Cognitive Development (p. 4). New York: Nova Science Publishers, Inc.
ISSN 2355-102X
Volume III Nomor 1. Maret 2016 |52