UPAYA BURUH LEPAS DALAM MENGATASI RENDAHNYA UPAH Mochamad Jody Aditya, Sofyan Cholid Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected],
[email protected]
Abstak Penelitian ini menggambarkan upaya yang dilakukan oleh para buruh lepas konveksi Mutiara Collection di RW 05 Kalibata, Jakarta Selatan, dalam mengatasi rendahnya upah yang mereka dapatkan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa upah yang didapat oleh para buruh Mutiara Collection belum bisa memenuhi kebutuhan dasar para buruh, sehingga para buruh melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Mulai dari mengurangi konsumsi pangan dan sandang, berhutang kepada pemilik konveksi, teman ataupun saudara, hingga sampai menjual barang-barang pribadi para buruh. Penelitian ini juga memperlihatkan komponenkomponen kebutuhan apa saja yang tidak dipenuhi oleh para buruh Mutiara Collection. Kata kunci: Buruh; Upah; Upaya
FREELANCE LABORERS EFFORTS IN ORDER TO FACE THE LOW WAGES Abstract This study illustrates the efforts of laborers at Mutiara Collection company in South Jakarta, to address the low wages they get. It shows that laborers can’t meet their basic needs, so the workershave some efforts. The efforts are reducing the consumption of food and clothing, owing to the owner of company, friends or relatives, and sell their personal belongings. This study also shows the components of any needs that are not met by the workers. Keywords: Effort; Labor; Wage
PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk hidup, pada dasarnya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan manusia tidak hanya terkait kebutuhan ekonomi, namun juga kebutuhan dalam aspek sosial, rohani, dan sebagainya. Dengan terpenuhinya seluruh kebutuhan, maka seseorang akan mencapai kesejahteraan, sesuai dengan kutipan berikut: “Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat” (Zastrow, 2000, hal. 5).
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
Definisi yang dikemukakan oleh Zastrow menjadi salah satu acuan dalam usaha mencapai standar kehidupan yang sesuai untuk semua lapisan masyarakat. Namun pada kenyataannya dalam usaha memenuhi kebutuhan, masih ada saja beberapa hal yang tidak bisa dicapai karena berbagai permasalahan yang terjadi. Hal ini sering kali dirasakan dan dialami oleh orang-orang yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah. Dengan tingkat ekonomi yang rendah tentu akan sulit untuk memenuhi semua kebutuhan dalam upaya mencapai kehidupan yang layak. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2014) menunjukkan pada Januari 2014 jumlah penduduk Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan berjumlah 28,55 juta jiwa, angka tersebut memperlihatkan sekitar 11,42% penduduk yang tidak mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL). Pemerintah menetapkan 60 komponen kebutuhan hidup layak (KHL) dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2012, yang terdiri dari komponen pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi dan juga tabungan. Dengan adanya komponen yang telah ditetapkan, maka Pemerintah dapat menentukan besaran pendapatan (UMP) yang menjadi standar untuk mencapai hidup layak. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan besaran UMP DKI pada tahun 2014 sebesar Rp 2.445.000, sesuai Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus DKI Jakarta No. 123 Tahun 2013. Besaran UMP ditentukan sesuai dengan penghitungan sistematis dalam pemenuhan KHL, sehingga ketika seseorang mendapatkan upah dibawah UMP maka orang tersebut tidak akan dapat memenuhi standar kehidupan yang layak, karena akan ada komponen-komponen KHL yang tidak bisa ia penuhi. Salah satu golongan orang yang sulit memenuhi seluruh kebutuhan hidup layak (KHL) karena faktor pendapatan dibawah UMP adalah kelompok buruh lepas. Pengertian buruh menurut UU No.13 Pasal 1 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Usaha pemenuhan kebutuhan bagi para buruh lepas akan sangat sulit dipenuhi ketika pendapatan yang didapat memang berada dibawah UMP. Hal itu dipengaruhi oleh berbagai hal mulai dari faktor jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja, besar kecilnya risiko pekerjaan. Faktor produktivitas buruh dalam bekerja juga mempengaruhi besar kecilnya upah, semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan, maka pendapatan yang diterima juga akan semakin besar (Tohardi, 2002). Faktor pertama yang mempengaruhi besar kecilnya pendapatan adalah banyaknya jumlah penduduk Indonesia. Dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia tentu angka
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
pengangguran juga berbanding lurus jika Negara tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang mampu menampung para penduduknya. Hal itu terbukti per Februari 2013 data menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 7,17 juta orang dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta orang (5,92 persen) (BPS, 2013). Sedangkan di DKI Jakarta jumlah angkatan kerja berjumlah 5.190.000 jiwa, dan pengangguran berjumlah 510.440 jiwa (BPS, 2014). Dengan banyaknya jumlah pengangguran, maka persaingan untuk mencari pekerjaan akan semakin ketat, hal itu bisa membuat para pengusaha menekan harga jasa dari tenaga kerja yang dipekerjakan. Sehingga dengan kata lain maka pendapatan para buruh terutama bagi para buruh lepas yang kebanyakan bekerja di industri kecil dan memiliki omset yang juga kecil. Faktor kedua yang mempengaruhi besar kecilnya pendapatan seorang buruh lepas adalah besar kecilnya risiko pekerjaan, ataupun tingkat kesulitan dari pekerjaan yang dilakukan. Ketika seorang buruh lepas bekerja di industri kecil sebagai seorang pembantu rumah tangga, tentu akan berbeda pendapatannya dengan buruh lepas yang bekerja sebagai buruh kontraktor yang memiliki pekerjaan yang lebih berat dan juga lebih berisiko. Besar kecilnya industri dimana buruh bekerja juga menjadi faktor penentu pendapatan. Ketika seorang buruh bekerja di industri yang skalanya kecil seperti industri rumahan, maka kemungkinan pendapatan yang ia dapat juga akan kecil, namun kemungkinan akan berbeda ketika sang buruh bekerja di industri dengan skala yang lebih besar, maka pendapatan yang didapat kemungkinan akan lebih besar. Permasalahan upah memang selalu menjadi masalah krusial dan terus terjadi tarik ulur untuk memenuhi kepentingan pengusaha maupun kepentingan pekerja. Di dalam masalah penentuan upah selalu ada perjanjian atau persetujuan bersama (Bargaining Collective) (Mondy, Wayne & Noe, 2005) yang lahir dari adanya tawar menawar dari pihak pekerja dan juga pihak pengusaha. Menurut Mondy, Wayne & Noe (2005) perundingan kolektif (Bargaining Collective) adalah sebuah proses di mana wakil organisasi pekerja dan wakil organisasi bisnis bertemu dan mencoba untuk menegosiasikan kontrak atau perjanjian yang menentukan hubungan serikat pekerja dengan pihak perusahaan. Dalam konveksi Mutiara Collection, para buruh dan pemilik seringkali melakukan perundingan besar kecilnya upah yang diberikan. Ini dilakukan dalam upaya untuk mencapai kesepakatan harga jasa para buruh untuk setiap 1 potong pakaian yang telah berhasil dibuat. Dengan upah dibawah UMP yang didapatkan oleh kaum buruh, mereka akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka sesuai dengan KHL. Dengan demikian, penelitian ini memiliki 2 tujuan yaitu:
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
1. menggambarkan berbagai upaya yang dilakukan buruh Mutiara Collection untuk memenuhi kebutuhan hidup, dengan upah dibawah UMP 2. Mendeskripsikan faktor-faktor standar KHL yang tidak dipenuhi buruh Mutiara Collection.
TINJAUAN TEORITIS Dalam bagian ini akan dibahas
pengertian kesejahteraan sosial, kebutuhan dasar
manusia, upah dan buruh. Midgley (1997, dalam Adi, 2013, Hal. 23) melihat kesejahteraan sosial yaitu “suatu keadaan atau suatu kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalkan”. Selain itu Reid (dalam KirstAshman, 2007) juga menjelaskan kesejahteraan sosial adalah sebuah ide atau gagasan untuk memberikan kesempatan bekerja pada manusia, mendapatkan jaminan keamanan dan memperoleh keadilan. Sedangkan dalam UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial itu sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terpenuhinya setiap kebutuhan, mulai dari kebutuhan materiil, spiritual dan sosial setiap orang, agar dapat hidup dan mengembangkan diri sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik. Bagi para buruh, kesejahteraan dapat dilihat dengan pemenuhan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang ditetapkan oleh pemerintah. KHL yang telah ditetapkan oleh pemerintah terdiri dari 60 komponen, dari ke-60 komponen tersebut pemerintah dapat menetapkan upah minimal yang harus didapatkan oleh seseorang agar mampu memenuhi keseluruhan komponen, dengan kata lain ketika seseorang mendapatkan upah dibawah UMP yang ditetapkan, maka ia tidak akan mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak. Selain itu kesejahteraan buruh juga dapat dilihat dari durasi bekerja, dalam Pasal 77 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 mengatur tentang ketentuan jam kerja terdapat 2 jenis jam kerja, yaitu 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja, atau 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja. Ketika telah melewati batas waktu tersebut, maka pekerja masuk kedalam jam lembur, dimana jam lembur hanya boleh diambil maksimal 3 jam dalam sehari dan 14 jam dalam 1 minggu. Sehingga ketika seseorang telah melewati waktu kerja yang telah ditetapkan, ia dapat dikatakan belum sejahtera.
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
Maslow (dalam Sarwono, 2002) menggunakan piramida sebagai peraga untuk memvisualisasi gagasannya mengenai teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, ada 5 tingkatan yang digunakan oleh Maslow, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan kasih, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Maslow menekankan bahwa ketika seseorang belum mampu memenuhi kebutuhan disuatu tingkatan, maka ia tidak akan bisa naik ke tingkatan berikutnya. Penelitian ini dibatasi dengan dengan hanya melihat pemenuhan dari kebutuhan fisiologis, dimana dalam kebutuhan fisiologis tersebut terdapat komponen-komponen makanan dan minuman (pangan), dan kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar (basic needs). Penelitian ini melihat bahwa kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang akan dipenuhi paling dulu dibandingkan dengan kebutuhan lain, ketika kebutuhan fisiologis (makanan, minuman dan lain-lain) telah terpenuhi, maka barulah kebutuhan lain akan dipenuhi. Ketika kebutuhan fisiologis tidak dapat dipenuhi dalam keadaan yang ekstrim, maka akan dapat mengubah dan mempengaruhi sikap seseorang, misalkan orang tersebut sangat kelaparan maka bisa saja orang tersebut meninggal ataupun malah harus mengemis atau bertindak kejahatan. Sehingga sangat penting ketika seseorang memenuhi kebutuhan dasarnya agar tidak mempengaruhi sikap ataupun tindakan seseorang. Tujuan buruh atau pekerja melakukan suatu pekerjaan adalah mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupan bagi dirinya maupun keluarganya, apabila buruh atau pekerja telah melakukan pekerjaannya, majikan wajib membayar upah yang bersangkutan. (Soepomo, 1983). Dalam Pasal 30 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pengertian upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut
suatu
perjanjian
kerja,
kesepakatan,
atau
peraturan
perundangundangan,termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan bagi buruh atau keluarganya. Dengan pemberian upah yang teratur, maka pemilik usaha memenuhi kewajibannya untuk pemenuhan hak seseorang yang bekerja dibawahnya. Pemerintah juga menetapkan besaran upah minimal yang berlaku di provinsi masing-masing, penetapan UMP tersebut merupakan hasil dari
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
penghitungan sistematis terhadap 60 komponen KHL. DKI Jakarta pada tahun 2014, memiliki besaran UMP sejumlah Rp 2.445.000. Dalam undang-undang pengertian buruh dan pekerja selalu berdampingan hal itu tertulis dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa buruh atau pekerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau masyarakat. Penggunaan istilah pekerja yang selalu dibarengi dengan istilah buruh, menandakan bahwa dalam Undang-Undang ini, dua istilah tersebut memiliki makna yang sama (Agusmidah, 2010). Pengertian buruh dan pekerja kini menjadi berbeda, penggunaan kata buruh lebih diartikan untuk orang-orang yang bekerja kasar dan lebih banyak menggunakan fisik, sedangkan pekerja lebih identik dengan seseorang yang bekerja dalam kantor. Menurut waktu dan tempat bekerja, buruh terdiri dari beberapa macam, yaitu buruh harian, buruh kasar, buruh musiman, buruh pabrik, buruh tambang, buruh tani, buruh terampil, buruh terlatih, buruh tetap dan buruh lepas. Meskipun memiliki perbedaan antara pekerja, buruh tetap dan buruh lepas, para pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada setiap orang yang bekerja kepadanya, hal itu sesuai dengan pernyataan Asyhadie (2007) yaitu pengusaha harus melakukan berbagai bentuk perlindungan kepada buruh yang bekerja di tempat mereka, perlindungan-perlindungan tersebut diantaranya adalah perlindungan sosial, perlindungan teknis dan perlindungan ekonomis. Pemberian jaminan sosial kepada buruh menjadi sebuah keharusan yang diberikan oleh pengusaha kepada para pekerjanya, hal tersebut diatur dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa jaminan sosial tenaga kerja merupakan hak setiap tenaga kerja atau buruh yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja memiliki beberapa jenis, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Pengertian jaminan sosial tenaga kerja itu sendiri menurut Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dengan kata lain, setiap buruh memiliki hak untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses buruh di Mutiara Collection memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan upah dibawah UMP dan juga mencari tahu komponen-komponen KHL apa saja yang tidak dipenuhi oleh para buruh dengan pendapatan dibawah UMP tersebut. Penelitian ini mengambil lokasi di daerah RW 05 Kelurahan Kalibata yang mayoritas penduduknya memiliki usaha konveksi, hal itu ditunjukkan dengan data RW 05 Kalibata dibawah ini: Tabel 1 Mata Pencaharian Warga RW 05 Kelurahan Kalibata Jenis Pekerjaan Wiraswasta Pedagang
PNS
(konveksi) 843
Karyawan
Polisi/TNI Lain-lain
Swasta 448
125
589
54
1.051
Dari banyaknya jumlah konveksi yang ada di wilayah RW 05 Kelurahan kalibata, salah satu yang paling besar dan paling maju adalah konveksi Mutiara Collection, dimana konveksi Mutiara Collection memiliki jumlah buruh yang paling banyak diantara konveksi yang lain yaitu berjumlah 37 orang dan mampu menghasilkan produksi pakaian sejumlah 700-800 lusin dalam sebulan, sedangkan konveksi lain hanya mampu membuat 500-600 lusin dalam sebulan. Dalam penelitian ini penarikan sampel informan yang digunakan adalah nonprobability sampling, dimana sampel yang ditarik merupakan informan yang telah sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Oleh karena itu teknik pemilihan informan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Penelitian ini memiliki 2 tujuan, yaitu: 1. Menggambarkan dan mendeskripsikan upaya buruh lepas Mutiara Collection dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan upah dibawah UMP 2. Melihat komponen-komponen KHL yang tidak dipenuhi
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
sehingga ada 3 jenis informan yang akan diwawancarai, yaitu pemilik Mutiara Collection yang merupakan pemberi upah, buruh Mutiara Collection yang merupakan subyek dalam penelitian ini, dan pemilik warung nasi disekitar Mutiara Collection yang menjadi langganan para buruh Mutiara Collection. Penentuan informan buruh lepas diberikan kriteria yaitu buruh lepas yang telah memiliki masa kerja setidaknya 5 tahun atau lebih dikarenakan menurut pemilik Mutiara Collection, sangat sedikit buruh yang pernah bekerja di Mutiara Collection selama 5 tahun maupun lebih dan bersedia untuk diwawancarai, selain itu selama 5 tahun itu pula buruh lepas pasti telah melewati banyak permasalahan dan dengan permasalahan-permasalahan yang dilalui, mereka tetap bekerja menjadi buruh lepas dan hal itu menggambarkan bahwa dengan menjadi buruh lepas mereka tetap bisa melewati dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Informan buruh yang masuk dalam kriteria tersebut berjumlah 4 orang, namun dalam penelitian ini informan buruh yang diwawancarai hanya 2 orang dikarenakan hanya 2 orang yang bersedia untuk diwawancarai. Sedangkan kriteria untuk informan pemilik warung, adalah “Pemilik warung nasi yang berada disekitar Mutiara Collection yang menjadi tempat langganan buruh Mutiara Collection”. Tabel 2 Kerangka Informan No
Informan
1
Pemilik Mutiara
Informasi yang ingin diperoleh
Jumlah
•
Informasi Pengupahan
1
•
Upaya
2
Collection 2
Buruh Mutiara Collection
dalam
memenuhi
kebutuhan •
Komponen KHL yang tidak dipenuhi
3
Pemilik Warung
•
Sistem pembayaran
Nasi di Sekitar
•
Informasi pangan buruh lepas
Mutiara Collection
2
Mutiara Collection
Jumlah Informan
5
HASIL PENELITIAN Temuan lapangan memperlihatkan bahwa para buruh hanya memenuhi pangannya
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
sebanyak 2 kali bahkan sering kali hanya 1 kali dalam sehari, mereka biasanya mengganti lauk yang mereka makan dan sangat jarang mengkonsumsi daging dan ayam karena harga yang cukup mahal. Mereka lebih sering mengkonsumsi sayur, tahu dan tempe. Sekali makan, para buruh menghabiskan Rp 7.000 hingga Rp 12.000. sistem pembayaran warung nasi juga dibayarkan setiap hari sabtu, dimana mereka mendapatkan gaji. Selain itu temuan lapangan memperlihatkan bahwa buruh masih perlu melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya yang berada di kampung. Terlihat jelas bahwa salah satu cara memenuhi kebutuhannya adalah dengan berhutang, baik dengan sang pemilik konveksi, hingga saudara di kampungnya. Mutiara Collection terkadang memberikan pinjaman uang ketika para pekerjanya membutuhkan uang secara tiba-tiba, namun besarannya hanya Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000, dan pembayaran hutang tersebut akan dipotong dari pendapatan buruh di bulan depan. Selain itu, ketika para buruh merasa telah memiliki hutang yang menumpuk, mereka akan menjual barang pribadi mereka seperti barang elektronik maupun pakaian mereka ke pasar maupun temannya sendiri. Kebutuhan yang tak terduga juga kadang terjadi seperti sakit, namun sang pemilik memberikan bantuan berupa tanggungan biaya pemeriksaan ke dokter dan obat, ketika memang sakit yang dialami sudah cukup parah. Jika buruh hanya sakit biasa seperti pusing, pilek, batuk-batuk, pemilik Mutiara Collection akan memberikan obat yang memang telah disediakan untuk para buruh tanpa perlu diperiksa ke dokter. Namun ketika buruh perlu dirawat, Mutiara Collection tidak akan menanggung biayanya karena cukup mahal, sehingga kebanyakan ketika para buruh sakit keras, mereka akan lebih memilih pulang kampung. Para buruh juga menyiasati pengeluaran dengan menyimpan sebagian upah yang mereka dapatkan di pemilik konveksi. Hal itu dilakukan agar upah yang mereka dapatkan tidak habis para buruh konsumsi sendiri, sehingga ketika para buruh akan pulang kampung, mereka dapat mengambil sisa upah yang mereka simpan pada sang pemilik Mutiara Collection. Selain itu para buruh juga sering kali menjual barang-barang pribadi mereka ketika para buruh tidak bisa lagi meminjam baik kepada teman, saudara maupun pemilik Mutiara Collection, dan juga ketika upah mereka telah habis. Hal itu cukup sering dilakukan oleh para buruh agar mereka mampu memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya. Hasil temuan lain juga memperlihatkan bahwa masih banyak komponen-komponen dari KHL yang tidak dipenuhi oleh para buruh Mutiara Collection, hal itu disebabkan karena kecilnya pendapatan mereka. Karena pendapatan yang kecil, para buruh perlu membatasi kebutuhan makan mereka, dengan memilih menu makanan yang harganya lebih murah seperti
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
sayur dan tahu, sedangkan untuk ayam dan daging mereka hanya makan sesekali karena harga yang mahal. Para buruh juga hanya makan sebanyak dua kali bahkan terkadang hanya satu kali ketika mereka telah kehabisan uang maupun untuk mengumpulkan uang. Para buruh Mutiara Collection juga sangat jarang mengkonsumsi buah-buahan, hal itu disebabkan karena harga yang cukup mahal sehingga mereka tidak mengkonsumsi untuk menekan pengeluaran. Selain itu komponen sandang juga tidak menjadi salah satu komponen yang harus dipenuhi. Para buruh hanya membeli satu buah pakaian ketika hari raya idul fitri, dan mereka juga tidak pernah membeli sepatu karena tuntutan pekerjaan mereka tidak menuntut untuk menggunakan sepatu. Hal itu dilakukan buruh karena harga dari barang-barang sandang yang cukup mahal, dan juga mereka telah membawa kebutuhan mereka dari kampung sehingga mereka tidak perlu lagi membeli pakaian ketika sedang bekerja di Mutiara Collection. Hasil temuan lapangan juga mengungkapkan bahwa komponen perumahan tidak menjadi keharusan bagi para buruh. Mereka tidak mempermasalahkan keadaan dari tempat tinggal dan tempat bekerja mereka yang dipenuhi dengan bahan baku dan cukup kotor. Bahkan para buruh harus tidur bersebelahan dengan bahan baku pembuatan baju, yang sebenarnya memiliki kandungan yang cukup berbahaya bila terlalu sering terhirup. Tabel 3 Upaya Buruh Menghadapi Rendahnya Upah Meminjam uang kepada teman, saudara maupun pemilik Mutiara Collection Upaya Buruh Dalam Menghadapi Rendahnya Upah
Tidak mengambil seluruh gajinya dari sang pemilik agar tetap utuh Mengurangi konsumsi pangan, sandang dan papan Menjual barang-barang pribadi
PEMBAHASAN Pemenuhan kebutuhan dasar oleh para buruh lepas di Mutiara Collection masih belum terpenuhi, hal itu tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Maslow. Teori Maslow memiliki 5 tahapan dalam pemenuhan kebutuhan, dan yang paling dasar adalah kebutuhan fisiologis. Ketika kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, maka seseorang akan memiliki kebutuhan lain sesuai dengan tahapan kebutuhan dari teori Maslow tersebut. Ketika seseorang
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya dalam keadaan yang sangat ekstrim, maka menurut Maslow akan mempengaruhi perilaku seseorang karena seluruh kapasitas orang tersebut akan dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis menurut Maslow terdiri dari kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pada kasus buruh lepas yang bekerja di konveksi Mutiara Collection, kebutuhan fisiologis para buruh masih sering tidak terpenuhi, hal itu terlihat dari hasil temuan lapangan yang menyatakan bahwa sering kali para buruh hanya makan 1 kali dalam sehari karena upah mereka harus disisihkan untuk keperluan lain dan tidak akan mencukupi apabila mereka makan lebih dari sekali dalam sehari. Kementerian Kesehatan membagi beberapa kelompok kerja berdasarkan aktivitas dan beban kerja. Melihat pembagian kelompok tersebut, para buruh Mutiara Collection masuk kedalam kelompok aktivitas yang memiliki beban kerja sedang, dimana para buruh Mutiara Collection yang masuk kedalam kategori aktivitas sedang memerlukan rata-rata asupan kalori sebesar 2350 kkal dalam sehari dan ketika asupan kalori lebih rendah dari tenaga yang dikeluarkan (Input < Output) akan mempengaruhi kondisi fisik dari orang tersebut. Sedangkan hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa para buruh hanya makan sebanyak 2 kali bahkan sering kali hanya 1 kali makan dalam sehari yang disebabkan karena ingin mengurangi pengeluarannya. Bila dilihat dari menu makanan para buruh yang setiap pada umumnya makan bermenukan nasi (360 kkal), telur ayam (162 kkal), sayur toge/bayam (36-100 kkal), dan tempe (149 kkal) maka para buruh hanya memenuhi 700-750 kkal dalam 1 kali makan. Sedangkan bila makan 2 kali makan, hanya memenuhi 1400-1600 kkal, dimana para buruh seharusnya memenuhi asupan sebesar 2350 kkal. Dengan tidak terpenuhinya asupan dengan baik, hal itu akan mempengaruhi faktor fisik dari para buruh, mereka akan mengalami penurunan berat badan, tenaga berkurang, hingga tubuh yang rentan terserang penyakit. Selain tidak terpenuhinya kebutuhan asupan yang diakibatkan dari pengurangan pengeluaran, para buruh juga tidak akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang dianggap hanya membuang-buang gaji mereka seperti membeli pakaian maupun hal lain, mereka lebih mementingkan keluarganya yang berada di kampung dengan mengirimkan uang kepada keluarganya dikampung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya dikampung. Para buruh lebih rela untuk sakit dan tidak makan, dibandingkan dengan harus mendengar keluarga mereka dikampung yang tidakdapat makan atau tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Maslow juga memasukkan faktor tempat tinggal menjadi kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Hasil observasi menemukan bahwa mereka tinggal di tempat mereka bekerja bersama dengan bahan-bahan dasar pakaian berupa kain yang biasa
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
mereka kerjakan. Para buruh Mutiara Collection juga hanya tidur tanpa kasur dan hanya beralaskan tikar maupun lantai. Tempat mereka bekerja cukup kotor dan sempit dikarenakan debu dan bahan-bahan yang berserakan dimana-mana. Selain itu para buruh Mutiara Collection bekerja sekitar 11 jam bahkan lebih dalam sehari untuk meningkatkan pendapatannya. Padahal istirahat merupakan salah satu kebutuhan fisiologis yang harus dipenuhi oleh setiap orang, dengan tidak dipenuhinya waktu istirahat, maka akan mengganggu ataupun mempengaruhi fisik dari orang tersebut. Berat ringannya beban pekerjaan sangat dipengaruhi oleh jenis aktifitas yang dilakukan dan durasi dari pekerjaan itu sendiri. Sehingga sebaiknya semakin berat aktifitas fisik, maka durasi pekerjaan dipersingkat hal itu sangat perlu dilakukan untuk menghindari kelelahan yang berlebihan. Namun hal itu sangat tidak sesuai dengan temuan lapangan di Mutiara Collection. Para buruh memiliki aktifitas pekerjaan yang dapat dikategorikan pekerjaan sedang, namun durasi pekerjaan yang dilakukan sangat panjang, dalam sehari para buruh dapat bekerja selama kurang lebih 11 jam, dimana rata-rata pekerjaan hanya menghabiskan waktu selama 8 jam bekerja. Selain itu para buruh Mutiara Collection juga memiliki risiko terkena berbagai penyakit, dikarenakan faktor lingkungan kerja yang dikelilingi oleh bahan baku pakaian, dimana terdapat berbagai zat kimia yang dapat mengganggu stabilitas tubuh para buruh. Dengan sulitnya memenuhi kebutuhan fisiologis, maka para buruh lepas juga tidak memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi sesuai dengan teori Maslow. Upaya yang dilakukan oleh para buruh lepas di Mutiara Collection untuk bisa memenuhi kebutuhannya adalah mereka akan bekerja lebih maksimal, dan mengurangi waktu istirahat mereka untuk mendapatkan upah yang lebih tinggi, selain itu ketika mereka tetap tidak bisa memenuhinya, mereka akan melakukan pinjaman baik kepada sang pemilik konveksi, kepada saudara atau teman hingga dengan menjual harta benda mereka untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu para buruh juga melakukan upaya untuk menjaga upahnya tetap utuh, dengan cara tidak mengambil selluruh gaji mereka tiap minggunya, sehingga upah tersebut tidak langsung habis mereka gunakan. Upah tersebut tetap mereka sisakan dan simpan kepada sang pemilik Mutiara Collection, sehingga ketika sedang membutuhkan uang maupun ingin mengirimkan kepada keluarga mereka, para buruh dapat langsung meminta kepada sang pemilik. Hal itu dilakukan juga dengan adanya kesepakatan antara sang pemilik dan juga para buruh Mutiara Collection. Sedangkan ketika menghadapi keperluan yang mendadak seperti sang buruh mengalami sakit, maka sang buruh sebelumnya akan diberikan obat oleh sang pemilik Mutiara Collection, apabila memang buruh tersebut tidak kunjung sembuh, ia akan akan
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
dibawa ke dokter untuk diperiksa dan mendapatkan obat. Biaya dokter dan juga obat akan ditanggung oleh pemilik apabila memang biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan juga sang buruh tidak perlu menjalani rawat inap, operasi maupun yang sejenisnya. Namun ketika sang buruh memang diharuskan untuk rawat inap dan operasi, maka sang pemilik tidak bisa menanggung biaya tersebut, karena dianggap telah melebihi batas kemampuan dari Mutiara Collection itu sendiri, sehingga seringkali ketika sang buruh butuh untuk dirawat inap dan operasi, mereka akan lebih memilih untuk pulang kampung dan dirawat dirumahnya bersama keluarga. Hal itu menunjukkan bahwa para buruh lepas yang bekerja di Mutiara Collection masih memiliki kekhawatiran terkait biaya kesehatan apabila mereka dihadapkan dengan keadaan-keadaan yang mendadak seperti sakit walaupun memang ketika buruh Mutiara Collection sakit, sang pemilik akan sebisa mungkin memberikan bantuan dengan memberikan obat dan membawanya ke dokter. Meskipun sang pemilik melakukan beberapa upaya untuk bisa membantu kesejahteraan para buruh, ketika dilihat dan dibandingkan dengan teori kesejahteraan yang diungkapkan Reid, buruh Mutiara Collection belum bisa dikatakan sejahtera. Reid sendiri mengatakan bahwa kesejahteraan sosial tergantung dalam tiga aspek, yaitu kesempatan bekerja, jaminan keamanan dan memperoleh keadilan, ketika ketiga aspek tersebut dapat dipenuhi barulah seseorang bisa dikatakan sejahtera. Sedangkan para buruh Mutiara Collection belum bisa dikatakan sejahtera, karena dari 3 aspek yaitu kesempatan bekerja, mendapatkan jaminan keamanan dan memperoleh keadilan, hanya satu aspek yang terpenuhi yaitu kesempatan bekerja, sedangkan untuk kedua aspek sisanya yaitu aspek mendapatkan jaminan keamanan dan memperoleh keadilan masih belum terpenuhi dikarenakan buruh Mutiara Collection masih belum sepenuhnya aman ketika menghadapi situasi yang mendadak seperti sakit dan perlu dirawat, saat menghadapi keadaan seperti itu buruh masih memiliki kekhawatiran akan besarnya biaya, selain itu buruh juga belum mendapatkan keadilan terkait upah yang diterima, karena upah para buruh masih berada di bawah UMP. Hal itu sangat memperlihatkan bahwa para buruh Mutiara Collection yang pada dasarnya merupakan buruh lepas dengan penghasilan paling tinggi di daerah Kelurahan Kalibata masih belum bisa memenuhi kebutuhannya dan melakukan berbagai upaya untuk bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Komponen-Komponen KHL Yang Tidak Dipenuhi Dengan pendapatan para buruh lepas di konveksi Mutiara Collection yang berada dibawah UMP, maka akan ada komponen-komponen KHL yang telah ditetapkan oleh
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
pemerintah dan berjumlah 60 komponen, tidak dipenuhi. KHL itu sendiri dibuat oleh pemerintah sebagai dasar dan acuan kebutuhan dasar seseorang yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan sejahtera. a. Komponen Makanan dan Minuman Di dalam tabel KHL komponen makanan dan minuman terdapat 11 komponen, mulai dari komponen beras, daging, ikan, hingga bumbu-bumbuan. Tiap komponen memiliki ukuran masing-masing dan menjadi standar yang harus dipenuhi tiap individu. Hasil temuan lapangan memperlihatkan bahwa cukup banyak komponen dari komponen makanan dan minuman yang yang tidak dipenuhi oleh para buruh, seperti komponen daging yang memiliki standar 0,75 kg tiap bulan dan komponen buah-buahan seberat 7,5 kg tiap bulan. Hal itu ditunjukkan dengan hasil temuan lapangan yang mengatakan bahwa para buruh sangat jarang memilih lauk daging, para buruh juga seringkali makan hanya 1 kali dalam satu hari dan lebih banyak memilih lauk makanan yang memiliki harga yang murah, hal itu dilakukan untuk menekan pengeluaran agar upah mereka tidak habis oleh konsumsi makanan. Para buruh juga hanya mengkonsumsi teh maupun kopi sesekali, padahal dalam tabel KHL dinyatakan bahwa teh atau kopi 2x25 sachet dalam sebulan, dimana seharusnya para buruh bisa mengkonsumsi kopi maupun teh lebih dari 1 kali sehari. Para buruh Mutiara Collection juga tidak mengkonsumsi susu dan buah-buahan, sedangkan dalam tabel KHL susu bubuk dan buah-buahan termasuk dalam salah satu komponen KHL. Susu bubuk memiliki jumlah untuk dipenuhi seberat 0,9 kg sedangkan buah-buahan seberat 7,5 kg dalam satu bulan. Komponen-komponen tersebut tidak dipenuhi oleh para buruh Mutiara Collection dikarenakan untuk menekan jumlah pengeluaran bulanan mereka. b. Sandang Sandang yang juga masuk di dalam kebutuhan fisiologis menurut Maslow harus diperhatikan. Para buruh sangat jarang membeli kebutuhan sandang, mereka hanya memanfaatkan pakaian yang mereka bawa dan mereka punya. Karena untuk memenuhi kebutuhan lain yang sangat penting saja mereka cukup kesulitan, dan harga untuk pakaian pun tergolong cukup mahal dengan pendapatan mereka yang hanya berkisar Rp 1.700.000 hingga Rp 2.000.000 per bulan. Selain itu para buruh Mutiara Collection hanya membeli beberapa pakaian ketika ia akan pulang
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
kampung saat hari raya idul fitri, pakaian yang dibeli pun lebih diutamakan untuk anak dan istrinya. c. Papan atau Tempat Tinggal Hasil dari observasi penelitian menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal buruh Mutiara Collection dapat dikatakan kurang layak. Para buruh bekerja di ruangan yang berbedu dan kotor yang diakibatkan oleh bahan-bahan dasar pembuatan pakaian. Mereka tinggal dan tidur bersama dengan peralatan dan bahan-bahan tersebut. Para buruh tidur hanya menggunakan alas tikar bahkan ada juga yang tidak menggunakan alas. Padahal dengan lingkungan yang kurang baik seperti itu, dapat mengganggu kesehatan para buruh dan juga mempengaruhi fisik mereka. Hasil temuan lapangan memperlihatkan bahwa para buruh lepas yang bekerja di konveksi Mutiara Collection masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan fisiologisnya dengan pendapatan mereka yang berkisar Rp 1.700.000 hingga Rp 2.000.000 setiap bulannya, jika dikaitkan dengan sistem pengupahan Mutiara Collection dimana para buruh mendapatkan upah dibawah UMP, Marx berpendapat bahwa seharusnya para pekerja bisa mendapatkan upah yang lebih tinggi, karena pengusaha telah mendapatkan profit yang cukup besar karena selisih dari harga upah pekerja yang dibayarkan, dengan besaran upah pekerja yang seharusnya. Selain itu Pemerintah dalam Pasal 90 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa bagi pengusaha yang tidak bisa membayarkan upah sebesar UMP bagi pekerjanya, mereka dapat menangguhkan upah kepada pemerintah, melihat hal itu Mutiara tidak melakukan penangguhan sehingga sebenarnya Mutiara Collection telah melakukan pelanggaran dan dapat diberikan sanksi. Dengan rendahnya upah yang didapatkan oleh para buruh. hal itu menyebabkan para buruh kesulitan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, terlihat dari hasil temuan lapangan yang menunjukkan bahwa para buruh Mutiara Collection seringkali tidak memenuhi komponenkomponen makanan dan minuman (pangan), pakaian (sandang), dan juga tempat tinggal (papan). Para buruh juga melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan mereka, seperti melakukan pinjaman kepada sang pemilik Mutiara Collection, teman bahkan keluarganya. Mereka juga seringkali menjual barang-barang pribadi ketika mereka tidak mendapatkan pinjaman karena telah memiliki hutang atau tunggakan hutang yang banyak, selain itu mereka juga akan bekerja lebih lama dan juga mengurangi keperluan-keperluan yang tidak sangat mereka butuhkan agar uang yang mereka miliki tetap utuh dan bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lebih penting dan mendesak.
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
Namun walaupun mereka sangat sulit untuk memenuhi berbagai kebutuhan meski sudah melakukan berbagai upaya, para buruh Mutiara Collection tetap bekerja sebagai buruh lepas di Mutiara Collection, padahal Maslow menyebutkan bahwa ketika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya terutama kebutuhan fisiologis, mereka akan melakukan berbagai usaha apapun untuk memenuhinya, sedangkan para buruh Mutiara Collection tidak melakukan upaya seperti berhenti bekerja dari Mutiara Collection dan mencari pekerjaan lain yang memberikan pendapatan yang lebih. Sangat terlihat bahwa para buruh Mutiara Collection rela tidak memenuhi kebutuhan diri mereka sendiri demi memenuhi kebutuhan keluarga mereka tercinta. Hal itu terlihat bahwa banyak buruh Mutiara Collection yang telah bekerja lebih dari 5 tahun di konveksi tersebut meski pendapatan mereka tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhannya.
KESIMPULAN Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa para buruh Mutiara Collection masih belum mampu memenuhi kebutuhannya dengan upah yang didapat dan berada dibawah UMP. Para buruh melakukan upaya-upaya dalam usahanya memenuhi kebutuhan dengan berbagai macam cara, diantaranya: (a) Meminjam uang kepada sang pemilik Mutiara Collection. Meminjam uang kepada sang pemilik Mutiara Collection merupakan salah satu cara yang cukup sering digunakan oleh para buruh ketika mereka membutuhkan uang tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Biasanya besaran yang dipinjamkan adalah Rp 500.000- Rp.1.000.000. Para buruh akan mengembalikan pinjaman tersebut dengan cara dipotong upah ataupun gajinya pada bulan berikutnya. (b) Tidak mengambil seluruh upah pada tiap minggunya Para buruh Mutiara Collection tidak mengambil seluruh upah mereka tiap minggunya, hal itu dilakukan sesuai dengan kesepakatan buruh dan juga pemilik konveksi. Hal itu dilakukan agar upah mereka tidak habis hanya untuk keperluan mereka sendiri, dan juga dilakukan agar para buruh bisa mengumpulkan uang agar bisa mengirimkan kepada keluarga mereka dikampung dan juga untuk berjaga-jaga apabila menghadapi keadaan darurat dan tidak terduga. (c) Menjual barang-barang pribadi.
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
Cara kedua ini juga beberapa kali digunakan oleh para buruh yang membutuhkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka biasanya menjual barang pribadi seperti barang elektronik, jam maupun yang lainnya kepada sesama buruh maupun ke tukang loak atau pedagang di pasar. Biasanya cara ini digunakan apabila hutang mereka kepada sang pemilik telah menumpuk. (d) Mengurangi konsumsi makanan dan berhemat. Cara ini merupakan salah satu cara yang sering digunakan oleh para buruh Mutiara Collection, bahkan hampir tiap bulan mereka melakukannya agar upah mereka utuh dan tidak habis hanya untuk konsumsi mereka. Para buruh biasanya menahan rasa lapar mereka, dan hanya makan 1 hingga 2 kali dalam satu hari. Hal itu sebenarnya cukup mempengaruhi keadaan fisik mereka, sehingga mereka lebih mudah terserang penyakit. Selain itu para buruh juga tidak membeli keperluan yang masih dapat ditunda, seperti kebutuhan sandang maupun hal lain untuk mengurangi pengeluaran. Dengan kurangnya upah maupun pendapatan yang didapat oleh para buruh Mutiara Collection, ada beberapa komponen KHL yang tidak dipenuhi oleh para buruh, antara lain: (a) Makanan dan Minuman Para buruh seringkali tidak memenuhi komponen makanan dan minuman sebagaimana seharusnya. Beberapa komponen tersebut antara lain adalah komponen buah-buahan yang seharusnya dikonsumsi sebanyak 7,5 kg dalam sebulan, susu yang memiliki besaran 0,9 kg, teh atau kopi sebanyak 50 sachet, dan daging seberat 0,75 kg. Selain itu para buruh juga tidak terpenuhi kebutuhan asupan setiap harinya apabila dihitung menggunakan tabel kebutuhan gizi. (b) Sandang Bagi para buruh, sandang merupakan kebutuhan yang dapat ditunda dan tidak terlalu penting untuk dipenuhi. Karena mereka menganggap bahwa komponen sandang memiliki harga yang cukup mahal dan juga apabila tidak dipenuhi tidak terlalu berpengaruh dikarenakan mereka masih memiliki pakaian yang mereka bawa dari kampung dan masih layak untuk mereka kenakan. Para buruh hanya membeli pakaian ketika mereka akan pulang kampung, pakain yang dibeli pun bukan untuk diri mereka, namun untuk keluarga terutama anak-anak para buruh. (c) Tempat tinggal Lingkungan tempat tinggal buruh Mutiara Collection terlihat kurang layak, hal itu dapat dilihat dari hasil observasi. Para buruh Mutiara Collection tinggal dan tidur
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
berdampingan dengan bahan dasar konveksi dan juga peralatan-peralatan yang digunakan. Padahal, bahan dasar pembuatan pakaian tersebut memiliki kandungan kimia yang lambat laun akan mempengaruhi kesehatan mereka. Ruangan tersebut cukup kotor dan juga penuh debu yang berasal dari bahan baku. Selain itu para buruh juga tidur hanya menggunakan alas tikar atau bahkan ada beberapa dari mereka yang tidur tidak menggunakan alas. Padahal faktor tempat tinggal sangat mempengaruhi fisik dari para buruh yang tinggal. Rekomendasi yang dapat dilakukan kedepannya oleh konveksi Mutiara Collection antara lain: •
Meningkatkan upah yang diberikan kepada buruh Mutiara Collection setidaknya mengikuti standar UMP. Karena hasil temuan lapangan memperlihatkan bahwa buruh lepas pada Mutiara Collection hanya mendapatkan upah antara Rp 1.700.000 hingga Rp 2.000.000, dimana saat ini UMP Jakarta sebesar Rp 2.445.000. Pemberian upah sesuai dengan UMP yang telah ditetapkan sangat diperlukan, karena besaran UMP yang ditetapkan oleh pemerintah telah melalui perhitungan yang cermat untuk memenuhi seluruh komponen KHL, sehingga dengan pemberian upah setara UMP para buruh Mutiara Collection diharapkan akan mampu memenuhi kebutuhannya sehingga kehidupan buruh dapat dikatakan layak. Pemerintah dalam Pasal 90 Ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan juga melarang para pengusaha untuk memberikan upah yang lebih rendah dari upah minimum yang ditentukan, namun apabila memang pengusaha tidak mampu membayarkan upah sesuai UMP, pengusaha bisa melakukan penangguhan kepada pemerintah.
•
Menyediakan tempat tinggal yang layak bagi buruh. Tempat tinggal yang saat ini mereka gunakan, masih tergolong tidak layak. Karena para buruh harus tidur ditengahtengah bahan baku pakaian yang berdebu dan kotor, sampah sisa produksi yang menumpuk dan penuh dengan alat produksi. Selain itu kondisi kamar mandi yang digunakan para buruh juga kurang layak, karena terkadang kamar mandi tersebut tergenang air disebabkan oleh tersumbatnya pembuangan atau sanitasi yang kurang baik. Dengan kurang layaknya kondisi dari tempat kerja dan tempat tinggal para buruh Mutiara Collection saat ini, dapat mempengaruhi kesehatan bagi para buruh. Untuk mengatasi masalah tersebut, Mutiara Collection dapat memberikan alas tidur dan ruangan untuk istirahat yang lebih layak dan terpisah dari bahan baku pakaian, agar para buruh dapat beristirahat dengan baik dan juga tidak berdampingan dengan bahan baku yang memiliki kandungan kimia. Selain itu pemilik Mutiara Collection
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
juga harus mengatur pengelolaan sampah produksi dan juga memperhatikan kebersihan dari raungan produksi dengan menyediakan alat-alat kebersihan agar para buruh dapat membersihkan ruangan dari sisa-sisa produksi, Mutiara Collection juga perlu melakukan perbaikan pada fasilitas kamar mandi yang digunakan buruh, agar tidak lagi tergenang air. Dengan menyediakan tempat tinggal yang layak, maka buruh akan merasa lebih nyaman dan juga akan mempengaruhi kesehatan para buruh menjadi lebih baik. •
Dengan keadaan Mutiara Collection yang merupakan konveksi paling besar di daerah RW 05 dengan memiliki 37 orang buruh, maka tentu hal-hal yang mendadak seperti sakitnya para buruh dapat sering kali terjadi. Sehingga perlu adanya antisipasi yang dilakukan. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Pemberian Jaminan Sosial disebutkan bahwa jaminan sosial merupakan hak bagi para buruh yang wajib diberikan oleh majikan. Kewajiban pengusaha memberikan jaminan sosial kepada para pekerjanya juga diperkuat oleh Asyhadie (2007) yang menyatakan bahwa pengusaha harus melakukan berbagai bentuk perlindungan kepada buruh yang bekerja di
tempat
mereka,
perlindungan-perlindungan
tersebut
diantaranya
adalah
perlindungan sosial, perlindungan teknis dan perlindungan ekonomis. Maka dari itu Mutiara Collection perlu mendaftarkan dan menanggung biaya BPJS untuk para buruh. Dengan mendaftarkan para buruh dalam program BPJS, maka para buruh akan aman dengan mendapatkan fasilitas kesehatan ketika mereka sakit, dan juga pengusaha tidak perlu lagi mengeluarkan biaya. Selain itu iuran program BPJS juga cukup terjangkau dalam sebulannya untuk satu orang, dan memiliki manfaat yang sangat besar bagi pengusaha dan para buruh itu sendiri baik berupa perlindungan sosial (kesehatan), perlindungan teknis (keselamatan kerja) dan perlindungan ekonomis. Dengan di daftarkannya para buruh dalam program BPJS, maka kekhawatiran pengusaha dan buruh akan mengeluarkan biaya ketika terjadi sesuatu dapat ditekan, dan juga memberikan rasa aman bagi para buruh itu sendiri.
DAFTAR REFERENSI 1. Adi, I. R. (2013). Kesejahteraan sosial (Pekerjaan sosial, pembangunan sosial, dan kajian pembangunan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014
2. Agusmidah. (2010). Hukum ketenagakerjaan indonesia, dinamika dan kajian teori. Bogor: Galia Indonesia. 3. Asyhaedi, Z. (2007). Hukum kerja: Hukum ketenagakerjaan bidang hubungan kerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 4. BPS. (2013). Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran, TPATK dan TPT,
1986-2013.
Mei
16,
2014.
dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=06&no tab=5 5. BPS DKI Jakarta. (2014, Mei 5). TPT DKI Jakarta Bulan Februari 2014 Sebesar 9,84 Persen.
Mei
16,
2014,
dari
http://jakarta.bps.go.id/index.php?bWVudT0yMTA1JnBhZ2U9YnJzJnN1Yj0wNSZp ZD01MzA 6. Kirst-Ashman, K. K. (2007). Introduction to social work and social welfare. (3rd ed.). Belmont: Brooks/ Cole. 7. Mondy., Wayne, R & Noe, R. (2005). Human resource management. New Jersey: Pearson Education. 8. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 123 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2014 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2012 Tentang Komponen dan Pentahapan Kebutuhan Hidup Layak 10. Sarwono, S. W. (2002). Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. 11. Soepomo, I. (1983). Pengantar hukum perburuhan. Jakarta: Djambatan. 12. Tohardi, A. (2002). Pemahaman praktis manajemen sumber daya manusia. Bandung: Penerbit Mandar Maju. 13. Zastrow, C. H. (2000). Introduction to social work and social welfare. United States: Brooks/Cole. 14. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial 15. Undang-undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 16. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Upaya buruh lepas dalam... Mochamad Jody Aditya, FISIP UI, 2014