Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN VCT BERBANTUAN CERITA MAHABHARATA TERHADAP NILAI KARAKTER SISWA KELAS 5 PADA PELAJARAN PKn SEMESTER I GUGUS 5 MANDARA GIRI TAMBLANG KECAMATAN KUBUTAMBAHAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Ni Luh Gede Paramita Hervinovira1, I Nym. Murda2, I Km Sudarma3 1,2
Jurusan PGSD, 3Jurusan TP, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai karakter siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran VCT berbantuan cerita Mahabharata dan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Langsung pada mata pelajaran PKn kelas V gugus V Mandara Giri Tamblang Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V di gugus V yang berjumlah 87 orang. Sampel penelitian ini yaitu siswa kelas V SD No 2 Tamblang yang berjumlah 22 orang dan siswa kelas V SD Negeri 6 Tamblang yang berjumlah 24 orang. Data tentang nilai karakter dikumpulkan dengan menggunakan angket/kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil penelitian ini menemukan bahwa: (1) nilai karakter siswa kelompok eksperimen tergolong tinggi dengan rata-rata (M) 85,77. (2) nilai karakter siswa kelompok kontrol tergolong cukup dengan rata-rata (M) 72,95. (3) Terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai karakter siswa kelas V semester I antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model VCT berbatuan cerita Mahabharata dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Langsung.Hal tersebut menunjukan bahwa Model Pembelajaran VCT berpengaruh terhadap Nilai Karakter siswa. Kata kunci: VCT, cerita mahabharata, nilai karakter Abstract
This study is aimed at determining the differences of students character score between students who were though through value clarification technique ( VCT) assisted with Mahabrata story and students who were though through direct learning model on Pkn class for the fifth grade students of Gugus V Mandara Giri Tamblang in the first semester of academic years 2012/2013. This research was a quasi experiment. The populations were the entire fifth grade students in Gugus V. the population were 87 students. The samples of the study were the fifth grade student of SD 2 Tamblang ang the fifth grade of the student of SD 6 Tamblang. The sample of the both school were, 22 from SD 2 Tamblang and 24 from SD 6 Tamblang. The data was collected through questionnaire. The data was analyzed through descriptive statistic analysis and inferential statistic t- test.The study found that (1) the character score for experiment group student was high, (M=85,77), (2)
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
the character score for control group student was average (M= 72,99). (3) There was a significant different in student’s character score between student who were tough through value clarification technique assisted with Mahabarata story and student who were tough through direct learning model. Keywords: VCT, mahabharata story, caracter value
PENDAHULUAN Dewasa ini, banyak institusi sekolah yang menentukan prestasi anak didiknya dengan hanya berpatokan pada ranah kognitif saja. Hal ini disebabkan karena banyaknya materi pelajaran yang harus diajarkan kepada peserta didik dan terbatasnya waktu. Selain itu, peraturan pemerintah yang menentukan kelulusan peserta didik dengan menggunakan test ujian nasional dengan standar nilai yang tinggi menyebabkan setiap guru harus mengoptimalkan kemampuan kognitif anak. Sedangkan, tanpa disadari masih ada dua ranah lagi yang harus diterapkan, yaitu ranah psikomotor dan afektif.Tolak ukur keberhasilan pendidikan formal di sekolah adalah prestasi belajar siswa yang meliputi tiga ranah yaitu : kognitif, afektif dan psikomotor. Prestasi belajar merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik faktor dalam (intern) maupun faktor luar (ekstern) individu. Apabila di setiap sekolah khususnya sekolah dasar para guru hanya menekankan pada aspek berfikir atau kognitif siswa, tanpa memperhatikan aspek afektif maka peserta didik tidak akan dapat menyeimbangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam pelaksanaan atau tingkah lakunya. Hal ini, jika terus menerus dilakukan akan berpengaruh kepada masyarakat luas, karena seorang siswa adalah calon anggota masyarakat. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan, lama kelamaan akan menyebabkan perubahan yang mengakibatkan manusia akan berhadapan dengan suatu penyakit yang baru. Penyakit baru yang dimaksud, adalah merosotnya nilai-nilai dalam kehidupan setiap individu. Seperti korupsi, perampokan, penodongan, kenakalan remaja, dan lain-lain. Selain hal-hal yang disebutkan di atas, masih banyak lagi perilaku-perilaku siswa yang menyimpang dari norma-norma yang ada. Misalnya
bentrokan antar siswa, menurunnya kepatuhan terhadap tata krama, serta kurangnya rasa hormat murid pada gurunya, Hal ini menandakan bahwa moralitas manusia sudah kian memudar dan normanorma agama pun tidak diperhatikan lagi. Pada dasarnya, perilaku seperti di atas bertentangan dengan citra bangsa Indonesia yaitu, berbudaya dan santun. Siswa termasuk dari bagian masyarakat Indonesia yang nantinya akan menentukan masa depan bangsa. Oleh karena itu, seharusnya nilai-nilai dan norma-norma yang ada wajib diperkenalkan dan dilakukan oleh siswa sejak dini. Tidak hanya di satu sekolah saja, bahkan hampir seluruh sekolah di indnesia mengalami masalah yang sama. Penyimpangan sikap dan perilaku, juga terjadi pada siswa di SD Gugus 5 Mandara Giri Kec. Kubutambahan, Kab.Buleleng. Gugus ini terdiri dari 4 sekolah. Melalui observasi yang dilakukan di gugus 5 Mandara Giri Tamblang, terdapat 4 SD, yaitu SD 1 Tamblang, SD 2 Tamblang, SD 3 Tamblang dan SD 6 Tamblang. Yang jumlah siswa keseluruhan 87 siswa. Dari jumlah siswa tersebut banyak diantaranya yang tidak sesuai dengan nilai karakter seperti pakaian dengan baju dikeluarkan, kurang menghormati guru, maupun teman sebaya, acuh, tidak sopan, menggunakan kata-kata kasar dalam pergaulan, serta terbentuknya kelompok-kelompok kecil yang mendominasi dalam pergaulan dal lain-lain. Pada proses pembelajaran di kelas guru juga cenderung lebih mementingkan aspek kognitif dari pada aspek afektif dalam penilaian, sehingga mengakibatkan siswa kurang disiplin dalam mengikuti pelajaran, tidak menghargai guru,teman, siswa tidak bertanggung jawab, rasa ingin tahu siswa dalam pembelajaran kurang serta kurangnya kerjasama siswa dalam proses pembelajaran. Guru juga kurang kreatif menggunakan model pembelajaran yang
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
ada, untuk menanamkan nilai karakter sehingga pembelajaran cenderung monoton yang hanya menekankan pada aspek kognitif saja. Guru juga jarang menjadikan permasalahan-permasalahan sosial yang ada di lingkungan sekitar siswa sebagai bahan untuk menanamkan nilai karakter. Selain itu, dalam penanaman nilai karakter guru cenderung serius, sehingga siswa menjadi tegang dan kesulitan menerima makna yang disampaikan olah guru. Selain observasi, juga dilakukan wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran PKn di gugus 5 Mandara Giri Tamblang yang terdapat 4 SD. Melalui wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran PKn, diperoleh beberapa informasi yaitu: (1) jumlah siswa kelas V di Gugus 5 Mandara Giri adalah 87 orang.(2) SD Negeri 1 Tamblang berjumlah 25 siswa, SD Negeri 2 Tamblang berjumlah 22 siswa, SD Negeri 3 Tamblang berjumlah 16 siswa, SD Negeri 6 Tamblang berjumlah 24 siswa (3) dalam penentuan rangking aspek yang paling menentukan adalah aspek kognitif, dan (4) terkait nilai karakter guru tidak melakukan penilaian secara langsung merujuk pada salah satu nilai, tetapi hanya mengamati tingkah laku saja tanpa melakukan penilaian. Dengan mengabaikan aspek afektif maka sangat diperlukan sekali adanya pendidikan nilai di SD tersebut. Jika pendidikan nilai tidak ditanamkan di SD sejak dini akan berakibat fatal. beberapa akibat yang dapat ditimbulkan antara lain, ada siswa yang kurang mematuhi aturan, kurang menghormati guru, dan beberapa siswa menggunakan kata-kata kasar dalam pergaulan di sekolah. Pada saat pembelajaran di kelas, siswa cenderung kurang memperhatikan guru saat memberikan penjelasan, sibuk dengan aktivitasnya sendiri, kurang serius saat menanggapi pertanyaan guru, dan beberapa siswa terlihat menggangu temannya saat pembelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut disebabkan karena guru memberikan penjelasan secara sepihak pada siswa tanpa memberikan umpan balik yang mengundang partisipasi siswa untuk belajar, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bermain
saat pembelajaran berlangsung.Saat pembelajaran, guru juga kurang mengaitkan pembelajaran dengan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan siswa, sehingga siswa hanya menerima materi yang diajarkan tanpa dapat memaknai dan mengambil manfaat dari pembelajaran tersebut. Pada akhirnya siswa hanya mampu memaknai pembelajaran PKn sebagai pembelajaran hapalan semata tanpa tahu betapa pentingnya pembelajaran tersebut dalam membentuk karakter, sikap, moral, dan nilai yang ada dalam dirinya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalahmasalah tersebut. Salah satu upaya secara nyata yang dilaksanakan pemerintah yaitu menyempurnakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Selain itu,pemerintah juga telah menekankan pada seluruh sekolah-sekolah mengenai 18 nilai karakter yang mesti diintegrasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Upaya-upaya pengembangan nilai karakter terus dilakukan pemerintah guna membentuk generasi muda yang berkarakter baik. Seperti halnya, menjadikan mata pelajaran budi pekerti sebagai landasan perilaku di setiap jenjang sekolah, mulai dari SD, SMP, dan SMA. Pentingnya penanaman karakter dilatarbelakangi oleh kondisi Bangsa Indonesia saat ini yang menurut Atmadja (2011) telah mengalami krisis moralitas yang berlanjut pada adanya demoralisasi dan kegagalan sistem pendidikan yang ada dalam mewujudkan manusia Indonesia yang berkarakter ideal sesuai ideologi Pancasila dan UUD 1945. Dari paparan tersebut, nilai karakter hendaknya ditanamkan sejak dini khususnya pada siswa sekolah dasar. Namun, pada kenyataannya nampak bahwa belum optimalnya penanaman nilai karakter yang diharapkan dapat dimiliki setiap siswa tersebut.Fenomena tersebut salah satunya disebabkan karena guru sebagai panutan siswa kurang mampu memberikan bimbingan dan bahkan pada proses pembelajaran guru hanya menekankan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pada aspek kognitif saja dan mengabaikan aspek afektif dalam proses pembelajaran. Berkaitan dengan permasalahan tersebut, nilai karakter yang ada dalam diri siswa semakin dipertanyakan. Ruminiati (2008:36), menyatakan bahwa “guru PKn, khususnya guru SD/MI sebagai pemula pembentukan karakter anak mempunyai peluang yang cukup besar dalam membentuk sikap siswa”. Dengan adanya permasalahan tersebut maka perlu adanya inovasi-inovasi baru dalam pelaksanaan pembelajaran PKn yang mampu meningkatkan kesadaran nilai yang nantinya dapat membentuk sikap siswa kearah yang lebih baik. Salah satu bentuk inovasi yang ditawarkan adalah dengan menggunakan model pembelajaran VCT cerita mahabharata. Model VCT yang diperkenalkan oleh Jhon Jarolimek pada tahun 1974 ini adalah salah satu model pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pendidikan nilai(Aptama,2010:396).VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilainilai baru yang hendak ditanamkan. Tujuan model VCT adalah suatu model pembelajaran yang melatih siswa untuk menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan seharihari di masyarakat. Dengan begitu, ketika anak didik memiliki kelemahan dalam mengapresiasikan nilai, pengetahuan tentang VCT dapat menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah itu). Apabila siswa mampu menerima nilai-nilai baru yang dianggapnya baik dan sesuai dengan nilai yang ada dalam dirinya melalui penyelesaian suatu masalah, maka siswa akan dapat bersikap sesuai dengan nilai yang diyakininya tanpa adanya keraguan.
Pendidikan nilai tidak dapat lepas dari adanya kebutuhan akan prinsip-prinsip belajar yang menyertakan nilai ilmiah, moral, dan agama secara harmonis. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka pendidikan nilai yang dibelajarkan dengan model VCT, pada dasarnya sejalan dengan ajaran setiap agama yang menekankan pada nilai-nilai kebaikan yang pada akhirnya diharapkan mampu melahirkan manusia dengan etika yang baik. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SD Gugus 5 Mandara Giri Tamblang Kecamatan Kubutambahan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Rancangan penelitian ini menggunakan Non Equivalent Post Test Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Gugus 5 Mandara Giri Tamblang Kecamatan Kubutambahan dengan banyak siswa seluruhnya adalah 87 orang yang tersebar dalam 5 SD. Adapun SD yang termasuk dalam Gugus 5 Mandara Giri Tamblang adalah SDN 1 Tamblang, SDN 2 Tamblang, SDN 3 Tamblang,dan SDN 6 Tamblang. Sebelum menentukan sampel penelitian maka dilakukan uji kesetaraan populasi dengan menggunakan rumus ANAVA satu jalur. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan ANAVA satu jalur pada taraf signifikansi 5% dan 1% diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,9. Nilai FTabel dengan dbantar = 3 dan dbdalam = 83 pada taraf signifikansi 5% adalah 2,70 dan taraf signifikansi 1% adalah 3,98. Dengan demikian, Fhitung lebih kecil daripada FTabel (1,9 < 2,70) untuk taraf signifikansi 5%. Begitu pula untuk taraf signifikansi 1% diperoleh hasil bahwa Fhitung lebih kecil daripada FTabel (1,9 < 3,98). Dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak. Jadi kesimpulannya kemampuan siswa kelas V mata pelajaran PKn di SD Gugus 5Man dara Giri Tamblang Kecamatan Kubutambahan setara Setelah melakukan uji kesetaraan, maka dilanjutkan dengan pemilihan sampel dengan teknik Random Class, yaitu
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Angket tersebut kemudian diuji secara teoretik dan empirik. Secara teoretik angket tersebut diuji melalui uji pakar, selanjutnya untuk uji empirik dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Berdasarkan uji teoretik dan empirik, dari 40 butir pernyataan yang diujikan diperoleh 20 butir pernyataan valid dan reliabel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui sebaran data yang terdapat pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang nantinya akan digunakan untuk mendukung hasil uji hipotesis. Sedangkan metode analisis statistik inferensisl yang digunakan adalah uji-t. Namun, sebelum melakukan uji-t harus melaksanakan uji prasyarat yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Dalam penelitian ini uji-t menggunakan rumus polled varians. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data posttes kelompok eksperimen, maka dapat dideskripsikan, yaitu mean (M) = 85,77 median (Md) = 87,07 modus (Mo) = 88,9 varians (s2) = 33,27, dan standar deviasi (s) = 5,76. Data hasil post-tes tersebut dapat disajikan dalam bentuk kurve poligon seperti pada Gambar 1. 8 frekuensi
pengambilan sampel anggota populasi secara acak menggunakan undian tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Sampel yang diacak dalam penelitian ini adalah kelas, karena dalam penelitian tidak mungkin untuk mengubah kelas yang ada. Kelas yang diacak merupakan kelas dalam jenjang yang sama. Kelas-kelas tersebut adalah kelas V dari masing-masing sekolah dasar di Gugus 5 Mandara Giri Tamblang Kecamatan Kubutambahan. Teknik random dilakukan dengan cara pengundian. Pengundian sampel dilakukan pada semua kelas, karena setiap kelas memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Berdasarkan hasil pengundian, yang menjadi sampel penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 2 Tamblang dengan jumlah 22 orang dan siswa kelas V SDN 6 Tamblang dengan jumlah 24 orang. Dari dua kelas yang terpilih tersebut kemudian dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan pengundian yang telah dilakukan, maka siswa kelas V SDN 2 Tamblang terpilih sebagai kelas eksperimen atau diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata, sedangkan siswa kelas V SDN 6 Tamblang terpilih sebagai kelas kontrol atau diberikan perlakuan menggunakan model pengajaran langsung (direct instruction). Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata pada kelas eksperimen, model pengajaran langsung (direct instruction) pada kelas kontrol, sedangkan variabel terikatnya adalah nilai karakter pembelajaran PKn. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan metode nontes berupa angket. Angket yang digunakan adalah angket pertanyaan tertutup, yaitu siswa hanya memilih jawaban yang tersedia pada angket tersebut. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah lembar kuisioner atau angket.
6 4 2 0 72,5 76,5 80,5 84,5 88,5 92,5 Interval
Gambar 1. Kurve poligon data nilai karakter kelompok eksperimen Berdasarkan grafik poligon pada Gambar 1, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M), yaitu 88,9>87,07>85,77. Dengan demikian, kurva tersebut adalah kurva juling negatif, yang berarti sebagian
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
besar skor cenderung tinggi. Hal tersebut terlihat dari mean kelompok eksperimen yang termasuk dalam kategori tinggi didasarkan pada pedoman konversi skala lima dan juga terlihat dari jumlah siswa yang memperoleh skor di atas rata-rata, yaitu sebanyak 13 siswa, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh skor di bawah rata-rata, yaitu sebanyak 9 siswa. Selanjutnya, hasil analisis data posttes kelompok kontrol, dapat dideskripsikan sebagai berikut, yaitu mean (M) = 72,95, median (Md) = 67,5, modus (Mo) = 71,5, varians (s2) = 36,56 dan standar deviasi (s) = 6,04. Data hasil post-tes tersebut dapat disajikan dalam bentuk kurve poligon seperti pada Gambar 2.
Frekuensi
10 8 6 4 2 0 64,5
65,5
69,5
73,5
77,5
81,5
dari tab ( hit tab ), sehingga data post-test kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat untuk data post-test kelompok kontrol, diperoleh 2 hit sebesar 6,18 dan 2 tab dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 adalah 7,82 Hal 2 ini berarti, hit hasil post-test kelompok 2
2
2
kontrol lebih kecil dari tab ( hit tab ), sehingga data post-test kelompok kontrol berdistribusi normal. Setelah itu dilanjutkan dengan uji homogenitas. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas dengan menggunakan uji-F, diketahui Fhitung nilai karakter kelompok eksperimen dan kontrol adalah 1,09. Sedangkan Ftabel dengan dbpembilang = 26, dbpenyebut = 39, dan taraf signifikansi 5% adalah 1,84. Hal ini berarti, Fhitung < Ftabel, dengan demikian varians data hasil belajar afektif siswa kelas eksperimen dan kontrol adalah homogen. Pengujian hipotesis tersebut dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians dengan kriteria H0 tolak jika thitung > ttabel dan H0 terima jika thitung < ttabel. Ringkasan hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 1. 2
Interval
Gambar 2. Kurve poligon data nilai karakter kelompok kontrol Berdasarkan grafik poligon pada Gambar 2, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo), yaitu 72,95>65,7>71,5. Dengan demikian, kurva tersebut adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Hal tersebut terlihat dari mean kelompok kontrol yang termasuk dalam kategori sedang didasarkan pada pedoman konversi skala lima dan juga terlihat dari jumlah siswa yang memperoleh skor di bawah rata-rata, yaitu sebanyak 17 siswa, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh skor di atas ratarata, yaitu sebanyak 7 siswa. Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Data Kelompok Eksperimen Nilai Karakter Siswa
Selanjutkan dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik analisis statistik inferensial yaitu uji-t. Namun, sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji Normalitas skor post-tes nilai karakter kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan rumus chi-kuadrat. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus chi-kuadrat untuk data post-test kelompok eksperimen, 2 2 diperoleh hit sebesar 2,57 dan tab dengan taraf signifikansi 5% dan dk = 3 2 adalah 7,82. Hal ini berarti, hit lebih kecil
N 22
X 85,77
s2 33,27
2
thitung
ttabel (t.s. 5%)
7,36
2,000
2
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 7,36. Sedangkan, ttabel dengan db = 44 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,000. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai karakter siswa pada pembelajaran PKn antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model VCT berbantua cerita mahabharata dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung (direct instruction). Secara umum, hasil penelitian yang dilakukan sudah berjalan sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang disusun dengan mengoptimalkan model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata pada kelompok eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan nilai karakter pada pembelajaran PKn antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran VCT berbantuab cerita mahabharata dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung pada siswa kelas V SD di Gugus 5 Mandara Giri Tamblang Kecamatan Kubutambahan, Tahun Ajaran 2013/2014. Hal ini terlihat dari hasil analisis data posttest siswa pada kelompok kontrol dan eksperimen yang menyatakan bahwa hasil post-test kelompok eksperimen lebih besar dari hasil post-test kelompok kontrol. Adapun beberapa temuan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu yang pertama, pada kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung, nilai karakter PKn siswa cenderung rendah. Hal ini disebabkan dalam mengajar guru masih mendominasi pembelajaran (teacher centered), misalnya guru hanya memberikan ceramah di depan kelas sehingga siswa hanya duduk dan mencatat pelajaran yang diberikan oleh guru. Selain itu, dalam pembelajaran guru hanya berpatokan pada buku pegangan yang dimiliki tanpa memberikan gambaran-
gambaran yang lebih nyata agar siswa lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan. Pembelajaran seperti ini dapat membuat siswa merasa cepat bosan untuk memperhatikan penjelasan guru. Guru sudah berupaya untuk berinovasi dalam menyiapkan media pembelajaran, yaitu dengan bantuan LCD. Namun, hal ini kurang mendukung proses belajar mengajar, karena guru kurang menguasai penggunaan laptop. Sehingga dalam pembelajaran, guru lebih terfokus mengoperasikan laptop daripada memperhatikan siswa. Selain itu, dalam kegiatan diskusi kelompok, guru jarang memberikan bimbingan kepada siswa dalam diskusi. Dalam kegiatan diskusi kelompok, sering ditemui siswa yang membicarakan hal-hal pribadi mereka, sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu. Sebaliknya, pada kelompok eksperimen yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata, nilai karakter siswa pada mata pelajaran PKn siswa cenderung tinggi. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator sedangkan yang berperan aktif dalam pembelajaran adalah siswa. Dengan kata lain, pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Hal ini tentu saja berbeda dengan pembelajaran pada kelompok kontrol. Selain itu, dalam pembelajaran PKn, siswa diajak untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar khususnya nilai karakter . Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Elliot (dalam Abimanyu, 2008) bahwa “pembelajaran akan lebih bermakna dan permanen jika siswa diberikan kesempatan aktif dalam kegiatan pembelajaran”. Guru juga berusaha menanamkan nilai, moral, dan norma melalui cerita mahabharata agar nantinya siswa mampu menghadapi permasalahan sosial yang muncul. Temuan ketiga yaitu, penerapan model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata berpengaruh terhadap nilai
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
karakter siswa . Adapun beberapa hal yang menyebabkan yaitu karena pembelajaran dengan menggunakan model VCT memiliki beberapa tingkatan diantaranya yaitu, Tingkat pertama dalam model VCT adalah tingkat kebebasan dalam memilih. Kebebasan dalam memilih yang dimaksud adalah bebas dari segala bentuk tekanan. Tekanan yang dimaksud adalah tekanan yang berasal dari luar diri siswa, misalnya lingkungan. Siswa yang merasa memiliki kebebasan dalam memilih nilai kemudian dihadapkan pada berbagai alternatif nilai yang ada di sekitarnya. Berbagai alternatif nilai yang dihadapi siswa akan memicu siswa untuk berpikir dan menentukan nilai yang sesuai dengan dirinya sendiri dengan mempertimbangkan setiap konsekuensinya. Inilah tujuan dari tingkat pertama dalam model VCT, yaitu siswa dapat menentukan nilai sesuai pertimbangan dan keyakinannya sendiri. Pada proses pembelajaran, hal tersebut terlihat dari mulai tumbuhnya keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapatnya tentang materi yang sedang dipelajari. Mengungkapkan pendapat merupakan langkah awal bagi siswa untuk menunjukkan dirinya sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Pendapat-pendapat yang muncul akan membuat siswa berpikir kebenaran dari setiap pendapat yang ada dan menyesuaikan dengan pendapat yang dimilikinya. Berbagai pendapat yang ada tentunya juga akan merangsang siswa untuk berani menentukan sikapnya terhadap pendapat-pendapat tersebut. Hal ini terlihat saat awal proses pembelajaran, masih terlihat ketakutan siswa untuk mengungkapkan pendapat tentang materi pembelajaran dan pertanyan-pertanyaan yang diberikan oleh guru. Namun, setelah melihat beberapa siswa mulai aktif mengacungkan tangan dan memberikan pendapatnya, siswa lainnya menjadi lebih berani untuk ikut berpartisipasi dalam pembelajaran. Pada akhirnya siswa menjadi lebih aktif dan berani dalam mengungkapkan pemikiran-pemikirannya. Tingkatan kedua dalam model VCT, yaitu tingkat menghargai. Nilai yang dimiliki seseorang haruslah menimbulkan rasa
senang dan bahagia sebagai bentuk keyakinannya pada nilai tersebut. Keyakinan tersebut juga berpengaruh pada keberanian orang tersebut untuk mengakui nilai-nilai yang dimilikinya di depan umum. Jika seseorang yakin dengan nilai yang dimilikinya maka dia akan dengan bangga mengakui hal itu di depan orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Hal inilah yang ingin dikembangkan pada anak melalui tingkat menghargai dalam model VCT, yaitu menumbuhkan rasa bangga atas nilai yang diyakininya dan berani mengakui nilai tersebut. Pada proses pembelajaran, siswa yang sudah menemukan keyakinannya pada suatu nilai, dalam hal ini adalah pendapat, maka siswa tersebut akan dengan yakin menyampaikan pendapatnya di depan teman-temannya. Hal inilah yang kemudian terlihat saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa terlihat bangga dan yakin saat diminta untuk membacakan pendapat yang dimilikinya di depan temantemannya, saat siswa berdiskusi, dan ketika menanggapi pendapat temantemannya. Saat menanggapi pendapat temannyalah siswa diharapkan dapat membangun sikap toleransi, demokrasi, dan saling menghargai. Hal serupa juga terlihat dari hasil penelitian Suyasa (2011) yang menyebutkan bahwa dengan menggunakan model TKN (Teknik Klarifikasi Nilai) sikap demokrasi dan motivasi belajar siswa menjadi lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model non-TKN. Tingkatan yang ketiga dalam model VCT adalah tingkat bertindak. Bertindak yang dimaksud adalah mampu menunjukkan nilai-nilai yang sudah dipelajarinya dalam bentuk sikap. Bertindak berdasarkan nilai yang diyakininya hendaknya dilakukan secara berulangulang agar menjadi kebiasaan hidup. Inilah tujuan tingkatan yang ketiga, yaitu siswa dapat menunjukkan nilai yang dimilikinya dalam bentuk sikap dan mengulanginya sebagai suatu kebiasaan hidup. Sikap yang diharapkan terbentuk dari proses pembelajaran dengan model VCT adalah sikap-sikap yang baik. Ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Aptama (2010),
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
yang mengungkapkan bahwa model VCT, adalah suatu teknik belajar mengajar yang membina sikap, nilai, dan moral (aspek afektif) siswa. Itu berarti sikap siswa dapat dibina dengan penggunaan model pembelajaran yang mengacu pada pendidikan nilai. Sikap yang sudah dibiasakan dengan menggunakan model VCT dalam pembelajaran merupakan bekal bagi siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang seutuhnya. Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat menunjukkan sikap sesuai dengan nilai yang telah dipahami dan dipilihnya, seperti menunjukkan sikap tanggung jawab, demokrasi, dan toleransi. Sikap-sikap ini tidak hanya ditunjukkan tapi juga dipahami siswa sebagai suatu bentuk pemahaman yang lebih baik tentang realisasi nilai yang dipelajarinya, sehingga siswa sadar terhadap sikap dan prilakunya, baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan luar sekolah. Tindak lanjut dari sikap tersebut adalah siswa yang dapat mengulangi dan membiasakan sikap-sikap tersebut menjadi suatu kebiasaan yang baik di lingkungannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyah (2010), dan Surbaki (2011) terkait penerapan model VCT. Penelitian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa model VCT efetif digunakan dalam pembelajaran. model VCT tidak hanya dapat meningkatkan kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan lainnya yang dapat menunjang kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, nilai karakter siswa akan meningkat dan sesuai dengan harapan. Dari paparan di atas secara umum telah mampu menjawab rumusan masalah. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil, karena semua kriteria yang ditetapkan telah terpenuhi. Maka, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran VCT berbantuan cerita mahabharata dapat meningkatkan hasil nilai karakter siswa pada mata pelajaran PKn siswa kelas V semester ganjil di SD di Gugus 5 Mandara Giri Tamblang, Kecamatan Kubutambahan tahun ajaran 2013/2014.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian data yang diperoleh pada bab IV dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai karakter pada pembelajaran PKn antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model VCT berbantuan cerita mahabharata dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model Pengajaran Langsung (direct instruction) pada siswa kelas V SD Gugus 5 Mandara Giri Kecamatan Kubutambahan,Tahun Ajaran 2013/2014, yang diperoleh dari hasil perhitungan uji-t, dengan thitung sebesar 7,36 dan ttabel adalah 2,000. Hal ini berarti, thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukkan bahwa penggunaan model VCT berbantuan cerita mahabharata dalam pembelajaran PKn berpengaruh positif terhadap sikap siswa dibandingkan dengan model pengajaran langsung (direct instruction), yang juga nampak pada nilai rata-rata kelompok eksperimen yang lebih besar daripada nilai rata-rata kelompok kontrol yaitu 85,77 > 72,95. Saran ditujukan kepada beberapa pihak yaitu 1) bagi siswa agar menerima pelajaran dengan baik dan meningkatkan hasil belajar khususnya nilai karakter setelah diterapkan model VCT berbantuan cerita mahabharata, 2) bagi guru-guru di sekolah dasar agar dalam mengajar dapat menciptakan suasana yang aktif dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang inovatif dan menekankan pada aspek afektif siswa. Seperti penggunaan model VCT berbantuan cerita mahabharata sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya ranah afektif., 3) bagi sekolah agar memastikan kepada guru-guru untuk menerapkan model VCT berbantuan cerita mahabharata untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya nilai karakter. Berdasarkan hasil penelitian, nilai karakter siswa pada mata pelajaran PKn siswa lebih baik setelah dibelajarkan dengan menggunakan model VCT berbantuan cerita mahabharata, dan 4) bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
penelitian lebih lanjut tentang tentang penggunaan model VCT berbantuan cerita mahabharata agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Abimanyu, Soli. 2008. Strategi Pembelajaran 3 SKS. Jakarta: Dikjen Pendidikan Tinggi Depdikbud. Aptama, Ketut. 2010. Gabungan Modelmodel Pembelajaran. (Artikel). Tidak diterbitkan. Atmadja, Nengah Bawa. 2011. “Local Genius dan Kearifan Lokal sebagai Modal Budaya dalam Pendidikan Karakter”. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional. Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja 26 November 2011 Jarolimek. J. 1977. Sosial Studies Competenies and Skills: Learning to Teach as an Intern, New York : MacMilan Publishing Co. Inc Suyasa. 2011. Pengaruh TKN terhadap Sikap Demokrasi dan Motivasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran PKn pada Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ubud. (Skripsi). Tidak diterbitkan. Fitriyah. 2010. “Implementasi VCT berbantuan cerita untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Pkn kelas IV SDIST ATTAQWA Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2009/2010”. Tersedia pada http://perpus.stainsalatiga. ac.id/abstraksi.php?id=8fed09a32e9 0e2bb. (Diakses tanggal 20 Agustus 2013). Surbaki. 2011. “Perbandingan Hasil Belajar Pragmatik dengan Menggunakan
Metode cerita dan Metode Latihan”. Jurnal PASAI. 5 (1). Tersedia pada http://pnl.ac.id/?p=523. (diakses tanggal 20 Agustus 2013)