UNIVERSITAS INDONESIA
STATUS FUNGSIONAL ANAK SINDROMA DOWN USIA 6-18 TAHUN MENURUT MODIFIED WeeFIM SERTA FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI BEBERAPA SLB C DI JAKARTA
TESIS
MAULIN NIKMAH 0906566226
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI JAKARTA FEBRUARI 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
STATUS FUNGSIONAL ANAK SINDROMA DOWN USIA 6-18 TAHUN MENURUT MODIFIED WeeFIM SERTA FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DI BEBERAPA SLB C DI JAKARTA
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
MAULIN NIKMAH 0906566226
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI JAKARTA FEBRUARI 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk meraih gelar dokter spesialis di bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak selama proses pendidikan hingga dalam penyelesaian penulisan tesis ini, sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada: 1.
dr. Amendi Nasution, SpKFR(K) sebagai pembimbing yang telah memberikan ide dan masukan dalam memulai penelitian, membimbing, memberi arahan dalam melaksanakan hingga mengolah hasil penelitian ini.
2.
Dr.dr.Tirza Z. Tamin, SpKFR(K), sebagai pembimbing yang telah menyediakan waktu memberikan saran dan arahan serta tak pernah bosan selalu memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
3.
Dr.dr. Saptawati Bardosono, MSc sebagai pembimbing yang dengan sabar, teliti dan sistematis memberikan bimbingan statistik sampai selesainya tugas akhir ini.
4.
Prof.Dr.dr. Angela BM Tulaar, SpKFR(K) selaku guru yang memberi arahan serta memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis menjalankan program pendidikan.
5.
Dr.dr. Widjajalaksmi, SpKFR(K) MSc selaku ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sebagai guru yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang bermanfaat buat penulis selama menjalankan program pendidikan.
6.
dr.Wanarani Alwin, SpKFR(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSCM dan guru yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani program pendidikan.
7.
dr. Siti Annisa Nuhonni, SpKFR(K), Dr. dr. Nury Nusdwinuringtyas, SpKFR(K) MEpid, dr. Luh Karunia Wahyuni, SpKFR(K), , dr. I Nyoman Murdana, SpKFR(K), dr. Herdiman B. Purba, SpKFR(K), dr. Ira Mistivani, SpKFR(K), dr. Deddy Tedjasukmana, SpKFR(K) MARS
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
dan dr. Tresia FU Tambunan,SpKFR selaku guru yang telah mengajar dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam menyelesaikan program pendidikan. 8.
Sahabat-sahabatku dr. Fitri Anestherita, dr. Rizky Kusuma Wardhani, dr. Widyastuti Retno Annisa, dr. Lulus Hardiyanti, dr. Ruby Valentine, dr. Verial Attamimy, dr. Pontjo Tjahjo, dr. Putri Alfaridy, dr. Irene Roma Hasudungan, dr. Eva Permatasari, dan dr. Vanda Mustika yang menjadi teman seperjuangan dan selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta kerjasama selama menjalani program pendidikan.
9.
Rekan-rekan di bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM beserta teman-teman residen lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerja sama selama menjalani pendidikan.
10. Seluruh karyawan Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis melaksanakan penelitian dan menjalani pendidikan. 11. Ketua yayasan, kepala sekolah dan guru- guru SLB C yang telah membantu dan bersedia bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini, serta banyak memberikan inspirasi dalam mendidik anak-anak sindroma Down. 12. Orang tua maupun pengasuh anak-anak dengan sindroma Down sebagai responden atas kerjasama dan kesediaannya untuk ikut secara sukarela dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Terima kasih telah memberikan inspirasi, mengajarkan penulis untuk selalu bersabar dan bersyukur kepada Allah SWT. 13. Rasa terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Doan Herdani yang telah banyak membantu dalam proses penelitian ini dan selalu memberikan motivasi, dukungan moril maupun materiil selama menjalani masa pendidikan. 14. Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, Abdul Hadi dan Zumrotun yang telah mengasuh, mendidik dengan penuh kasih sayang serta tiada henti memberikan do’a, dukungan moril, materiil, dan spiritual selama masa pendidikan. Terimakasih juga kepada kakak-kakakku: Laily Nihayati, Hanik A.R, Ulyati, Noor Saadah, Atik Ismawati, Nur Hidayati dan Zainal Arifin yang telah banyak memberikan doa dan dukungan selama mengikuti pendidikan dan penelitian ini.
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
15. Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga telah memberikan bantuan kepada penulis selama ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang sangat membangun. Dan pada kesempatan ini penulis memohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan dan kekhilafan selama penulis menjalani pendidikan. Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dengan pahala berlipat ganda. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu, terutama Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Jakarta, Februari 2013 Penulis, Maulin Nikmah
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Maulin Nikmah : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi : Status Fungsional Anak Sindroma Down Usia 6-18 tahun Menurut Modified WeeFIM Serta Faktor-Faktor yang Berhubungan di Beberapa SLB C di Jakarta
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status fungsional anak dengan sindroma Down usia 6-18 tahun yang dinilai dengan modified WeeFIM dan hubungannya dengan karakteristik subyek (intelligence quotient, usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan ibu, dan adanya pengasuh khusus). Metode : Disain penelitian ini adalah studi potong lintang yang dilakukan dengan wawancara langsung pada 69 responden menggunakan modified WeeFIM di beberapa SLB C di Jakarta. Hasil : Proporsi subyek dengan perolehan skor modified WeeFIM 5-7 (membutuhkan pengawasan sampai mandiri penuh) pada subskala mobilitas, perawatan diri, dan kognisi berturut-turut adalah 100%; 81,2% dan 58%. Kemandirian dalam perawatan diri semakin meningkat secara bermakna dengan bertambahnya usia (p=0,02). Kemandirian dalam kognisi secara bermakna lebih rendah pada anak yang memiliki pengasuh khusus (p=0,001). Kesimpulan : Sebagian besar anak sindroma Down usia 6-18 tahun mempunyai status fungsional yang baik, terutama dalam aspek mobilitas dan perawatan diri, sedangkan dalam aspek kognisi sebagian masih membutuhkan bantuan. Kata kunci: WeeFIM, sindroma Down
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
ABSTRACT Name
Study Program Title
: Maulin Nikmah : Physical Medicine and Rehabilitation : The Functional Status of Down Syndrome Children Ages 6-18 Years Old According to Modified WeeFIM and Related Factors on Several SLB C on Jakarta
Objective: This study aimed to determine the functional status of children with Down syndrome aged 6-18 years using modified WeeFIM and its relationship to the characteristics of the subjects, including intelligence quotient, age, sex, nutritional status, maternal education, and the presence of a caregiver Methods: The study design was cross-sectional study, conducted by direct interview with 69 respondents (parents/ caregiver) using a modified WeeFIM in several SLB C in Jakarta. Results: The proportion of subjects with a modified WeeFIM score per item 5-7 (need supervision up to fully independent) for mobility, self-care, and cognitive aspects were 100%, 81.2%, and 58%, respectively. Independence in self-care increases significantly with the increasing of age (p=0.02), while independence in cognitive subscale significantly worse in children having caregiver (p=0.001). Conclusion: The majority of Down syndrome children aged 6-18 years have a good functional status, especially in mobility and self-care aspects, but some of them still need help in the cognitive aspect. Keywords: WeeFIM, Down syndrome
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………. HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….. HALAMAN PERSETUJUAN PROGRAM STUDI………………………………..
i
ii iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS……………………………………
v
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………......
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………………..
x
xi
ABSTRAK …………………………………………………………………………
xii
ABSTRACT ………………………………………………………………………..
xv xvi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. DAFTAR TABEL………………………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
1 3 3 3
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………............................... 1.2 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………………... 5 1.3 Tujuan Penelitian.………………………..…………………................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian….……….….………………………………………………... 5 6 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 8 2.1 Sindroma Down…………………………….…………………………………… 8 2.1.1 Definisi Sindroma Down……………………….……..………………………. 8 2.1.2 Epidemiologi Sindroma Down…….. ……….………………………………... 9 2.1.3 Patogenesis Sindroma Down…………………………………………………... 10 2.1.4 Gambaran Klinis Sindroma Down ……………………………………………. 16 2.1.4.1 Karakteristik Fisik Sindroma Down………….…….……………...………… 19 2.1.4.2 Karakteristik Perkembangan Sindroma Down……………………….. …….. 20 2.1.5 Masalah Medis yang Berhubungan dengan Sindroma Down………………..... 22 2.2 Status Fungsional…………………………………….…………………………. 23 2.2.1 Functional Independence Measure for Children (WeeFIM)…..……………….
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
24 24 24 24
2.2.2 Modified WeeFIM………………………………….…………………………. 2.2.3 Penilaian Status Fungsional pada Anak Sindroma Down……………………. 2.2. Kerangka Teori….……………………………………………………………... 2.4. Kerangka Konsep.……………………………………………………………... BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian………………………………………………………………… 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………………………… 3.3 Populasi dan Sampel…………………………………………………………….. 3.4 Kriteria Penelitian……………………………………………………………….. 3.5 Besar Sampel……………………………………………………………………. 3.6 Bahan dan alat Penelitian …………………….………..………………………. 3.7 Variabel Penelitian………………………….……….………………………… 3.8 Batasan Operasional…….……………………………………………………….. 3.9 Cara kerja dan Pengumpulan data.......………………….……………………….. 3.10 Pengujian Instrumen Modified WeeFIM………………………………………. 3.11 Etika….. ………………………………………………………………………. 3.12 Pengolahan Data………………………………………………………………... 3.13 Analisa Statistik ………………………………………………………………. 3.14 Alur Penelitian…………………………………………………………………..
24 24 25 25 26 27 28 29 29 29 30
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Studi Pendahuluan…..…………………………………………………….. 31 4.2 Karakteristik Subyek……………………………………………………….……. 32 4.3 Sebaran Status Fungsional berdasarkan Modified WeeFIM……………………….34 4.4 Hubungan Status Fungsional berdasarkan Modified WeeFIM dengan Karakteristik 35 Subyek………………………………………………………………… 4.5 Hubungan antara Subskala Modified WeeFIM dengan Karakteristik Subyek……..36 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Studi Pendahuluan………………………………………………………………. 38 5.2 Karakteristik Subyek Penelitian ………………………………………………… 39 5.3 Status Fungsional berdasarkan Modified WeeFIM ..……………………………. 41 5.4 Hubungan Status Fungsional berdasarkan Modified WeeFIM dengan Karakteristik43 Subyek………………………………………………………………… 5.5 Keterbatasan Penelitian………………………………………………………….. 46 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan……………………………………………………………..................... 47 6.2 Saran……………………………………………………………………………... 47 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… LAMPIRAN……………………………………………………………….. ………..
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
48 53
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan Alat Ukur Status Fungsional Anak ………………… 13 Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian ……… ………………………..
32
Tabel 4.2. Sebaran status fungsional berdasarkan modified WeeFIM pada masing-masing subskala ...................................................................... 33
Tabel 4.3. Hubungan antara status fungsional berdasarkan modified WeeFIM dengan karakteristik subyek.................................................................. 34 Tabel 4.4. Hubungan antara subskala modified WeeFIM dengan karakteristik subyek ................................................................................................. 36
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Keterangan Persetujuan Etik
Lampiran 2
Lembar Informed Consent
Lampiran 3
Lembar Persetujuan Penelitian
Lampiran 4
Lembar Status Penelitian
Lampiran 5
Lembar Kuesioner Modified WeeFIM
Lampiran 6
Dokumentasi Penelitian
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sindroma Down merupakan kelainan genetik pada kromosom yang paling sering dijumpai. Sindroma Down didapatkan pada semua ras maupun tingkat sosial ekonomi. Angka kejadian Sindroma Down di Amerika Serikat dari tahun 2004-2006 sekitar 15 per 10.000 atau 1/700 kelahiran hidup.1,2 Yayasan Persatuan Orangtua Anak dengan sindroma Down (POTADS) melaporkan terdapat sekitar 300 ribu kasus sindroma Down di Indonesia (data tahun 2003).3 Pada penelitian di Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tercatat 1987 penderita sindroma Down yang dilakukan analisis kromosom tahun 1992-2004.4 Di poli Rehabilitasi Medik RSCM sendiri jumlah kunjungan anak sindroma Down rata-rata dalam satu tahun (2011-2012) adalah sekitar 35 anak atau 14% dari total kunjungan. Sindroma Down ditandai dengan keterlambatan perkembangan pada semua area fungsi dengan derajat ringan sampai berat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan status fungsional untuk menggambarkan tingkat kemandirian dan ketergantungan anak sindroma Down dalam aktivitas sehari-hari. Gambaran status fungsional tersebut dapat dijadikan acuan dalam merencanakan serta mengevaluasi suatu program terapi atau rehabilitasi pada anak sindroma Down. Selain itu data penilaian obyektif perilaku dan kemampuan fungsional anak sindroma Down juga dibutuhkan untuk evaluasi program pada sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (retardasi mental).1,5 Terdapat beberapa alat ukur untuk menilai status fungsional anak dengan disabilitas, antara lain Functional Independence Measure for Children (WeeFIM), PEDI (Pediatric Evaluation of Disability Inventory), Batelle Developmental Inventory, Vineland Adaptive Behavior Scale (VABS), dan Amount of Assistance Quesionnaire (AAQ). WeeFIM mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan alat ukur yang lain, yaitu : lebih singkat dan sederhana (skor 1-7), lebih komprehensif, prosedur pelaksanaannya mudah, waktu yang diperlukan lebih cepat, dapat digunakan oleh berbagai profesi perkembangan anak atau profesi kesehatan yang lain, dan validitas serta reliabilitasnya telah diuji pada
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
populasi anak normal maupun anak dengan disabilitas. Metode WeeFIM ini disusun oleh Granger et al (1987) berdasarkan modifikasi pemeriksaan FIM untuk dewasa. Alat ini dapat digunakan untuk menilai status fungsional anak usia 6 bulan sampai 7 tahun atau lebih dari 7 tahun pada anak dengan disabilitas atau yang mengalami gangguan perkembangan.5 Penilaian status fungsional dengan menggunakan WeeFIM pada anak sindroma Down telah diteliti oleh Msall, et al (2002) pada populasi anak sindroma Down usia sekolah di Australia barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jarang didapatkan keterbatasan status fungsional yang berat pada anak sindroma Down usia sekolah.6 Penelitian WeeFIM pada anak normal di China menunjukkan skor kemandirian perawatan diri yang lebih baik dibandingkan dengan anak Amerika, dimana skor lebih tinggi didapatkan pada anak perempuan dan yang tidak mempunyai pengasuh khusus.7 Metode WeeFIM yang disesuaikan dengan kondisi dan budaya Indonesia telah diteliti oleh Dian N. Eriawati (1998). Modified WeeFIM telah dibuktikan lebih sesuai diterapkan sebagai alat ukur untuk menilai status fungsional anak dengan perkembangan normal pada populasi penelitian (anak usia 2-6 tahun pada beberapa kelompok bermain dan taman kanak-kanak di kecamatan Ciledug, Tangerang) dibandingkan dengan WeeFIM.8 Mengingat pentingnya suatu penilaian yang menggambarkan status fungsional anak dengan sindroma Down dalam program terapi dan latihan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran status fungsional anak sindroma Down di Indonesia. Melanjutkan penelitian sebelumnya, maka penilaian status fungsional anak sindroma Down ini akan menggunakan WeeFIM yang telah dimodifikasi, dan dikhususkan pada anak sindroma Down usia sekolah dengan populasi terjangkau di Jakarta.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka identifikasi masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah status fungsional anak dengan sindroma Down usia 6-18 tahun yang dinilai dengan modified WeeFIM?
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
2. Bagaimanakah hubungan antara status fungsional dengan karakteristik anak sindroma Down (intelligence quotient, usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan ibu, dan adanya pengasuh khusus)?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui status fungsional anak sindroma Down usia 6-18 tahun untuk digunakan sebagai acuan dalam tatalaksana rehabilitasi medik. 1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui sebaran karakteristik (intelligence quotient, usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan ibu, dan adanya pengasuh khusus) anak sindroma Down di jakarta dalam populasi penelitian 2. Mengetahui sebaran status fungsional berdasarkan modified WeeFIM pada anak sindroma Down usia 6-18 tahun di Jakarta dalam populasi penelitian 3. Mengetahui hubungan antara status fungsional berdasarkan modified WeeFIM dengan karakteristik anak sindroma Down (intelligence quotient, usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan ibu, dan adanya pengasuh khusus )
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bidang pelayanan Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan dalam penatalaksanaan dan memantau keberhasilan program terapi rehabilitasi medik.
1.4.2. Bidang pendidikan Menambah khasanah ilmu mengenai gambaran status fungsional anak dengan sindroma Down di Indonesia
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
1.4.3. Bidang penelitian Memperoleh data dasar gambaran status fungsional anak sindroma Down di Indonesia yang dapat dijadikan dasar teori penelitian selanjutnya
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sindroma Down 2.1.1 Definisi Sindroma Down Sindroma Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom yang paling sering terjadi. Sebagian besar (92,5%) sindroma Down disebabkan oleh nondisjunction yang menghasilkan 3 kromosom 21 atau sering disebut trisomi 21.1 Sindroma Down merupakan kelainan genetik yang paling sering menyebabkan gangguan kognisi atau retardasi mental ringan sampai sedang dan ditandai dengan wajah dismorfik yang khas (mongoloid).1,9 Kelainan kromosom ini juga sering menyebabkan gangguan pada
sistem organ spesifik, seperti kelainan jantung bawaan (40-50%), kelainan gastrointestinal,
leukemia, gangguan imun, hipotiroid, dan lain-lain. 1,9,10 Sindroma Down pertama kali dideskripsikan dan dipublikasikan oleh John Langdom Down pada tahun 1886 namun penyebab pastinya masih belum bisa diidentifikasi.5,9 Baru pada awal abad ke 21 muncul spekulasi bahwa sindroma Down kemungkinan disebabkan kelainan kromosom, pernyataan ini pertama datang dari Waardenburg dan Bleyer pada tahun 1930. Tahun 1956, Tjio dan Levan serta Ford dan Hamerton secara terpisah menemukan bahwa jumlah kromosom manusia adalah 46. Kemudian Jerome Lejeune di Paris serta Ford dan Patricia Jacobs di Inggris tahun 1959 melaporkan bahwa penderita sindroma Down mempunyai 47 kromosom dengan kelebihan pada kromosom 21 dan untuk pertama kali
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
ditentukan bahwa penyebab sindroma Down adalah trisomi pada kromosom 21. Sindroma Down yang disebabkan karena proses translokasi dan mosaikisme, baru ditemukan 3 tahun kemudian.5,11 2.1.2 Epidemiologi Sindroma Down
Sindroma Down merupakan kelainan kromosom yang sering ditemui pada manusia. Trisomi 21 merupakan satu dari tiga autosomal trisomi yang paling sering ditemui, dua trisomi yang lain yaitu trisomi 18 dan 13. Angka kejadian sindroma Down diperkirakan 1/750 hingga 1/1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2006, pusat pencegahan dan kontrol penyakit menaksir 1 dari 733 kelahiran hidup di Amerika menderita sindroma Down (5429 kasus baru per tahun).1 Angka kejadian sindroma Down di Indonesia berdasarkan laporan Yayasan Persatuan Orangtua Anak dengan sindroma Down (POTADS) sekitar 300 ribu kasus.3 Lebih dari 50 % fetus dengan trisomi 21 mengalami aborsi spontan pada trimester awal kehamilan. Sindroma Down terjadi pada semua kelompok ras dan pada seluruh strata sosial. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan (1,3:1). Sebagian besar anak dengan sindroma Down (80%) dilahirkan dari ibu berusia kurang dari 35 tahun, namun risiko terjadinya sindroma Down semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu dan juga ayah. Pada usia ibu 15-29 tahun, kemungkinannya adalah satu dari 1500, pada usia 30-34 tahun kemungkinannya adalah satu dari 800, pada usia 35-39 tahun kemungkinannya adalah satu dari 270, pada usia 40-44 tahun kemungkinannya adalah satu dari 100, dan di atas usia 45 kemungkinannya adalah satu dalam 19.5,12 2.1.3 Patogenesis Sindroma Down Kromosom adalah struktur seperti benang terdiri dari DNA dan protein-protein lain. Kromosom terdapat dalam semua sel tubuh dan berfungsi membawa informasi genetik yang dibutuhkan bagi sel untuk berkembang. Gen merupakan unit informasi yang dikoding dalam DNA. Sifat setiap sel tubuh ditentukan oleh fusi dari sel telur ibu dan sel sperma ayah. Dan setiap sel akan mengandung gen dengan sifat yang diwariskan dari kedua orang tua.13,14 Individu normal mempunyai 46 kromosom atau 23 pasang kromosom yang berbeda. Masing-masing kromosom membawa gen yang diperlukan untuk perkembangan tubuh yang normal. Pada saat konsepsi, setiap individu mewarisi 23 kromosom dari ibu (melalui sel telur) dan 23 kromosom dari ayah
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
(melalui sel sperma). Dua puluh dua pasang kromosom sama pada laki-laki maupun perempuan, dan ini disebut autosom. Sedangkan sepasang kromosom yang ke 23 adalah kromosom seks (X dan Y).13,14 Sel manusia membelah dengan dua cara, mitosis dan miosis. Mitosis adalah pembelahan 1 sel menjadi 2 sel yang sama jumlah dan tipenya dengan kromosom orang tua. Miosis adalah pembelahan sel yang terjadi di ovarium dan testis, dimana 1 sel membelah menjadi 2 sel yang jumlahnya separuh dari kromosom orang tua (23 kromosom). Beberapa kesalahan dapat terjadi pada fase pembelahan sel tersebut. Pada sindroma Down, diketahui terdapat tiga mekanisme
kesalahan dalam proses
pembelahan atau pengaturan kromosom, yaitu : 13,14
1. Trisomi 21 Anak sindroma Down mewarisi kromosom tambahan dari salah satu orang tuanya, dan yang tersering adalah 2 salinan kromosom 21 dari ibunya dan 1 kromosom 21 dari ayahnya. Kromosom 21 dalam sel asalnya tidak mengalami pembelahan, tetapi tetap bersatu dengan sel yang baru (non disjunction). Sehingga pada sindroma Down, total mewarisi 3 kromosom 21, dan disebut trisomi 21. Sebagian besar (78-80 %) non disjunction ini terjadi pada fase I miosis maternal. Kromosom tambahan ini memberi dampak genetik yang akan menyebabkan kelebihan protein tertentu di dalam sel, dan mengganggu pertumbuhan secara normal di dalam tubuh janin. Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya terjadi gangguan pembelahan sel yang mengakibatkan perkembangan fisik dan mental menjadi tidak normal. Sekitar 95 % kasus sindroma Down disebabkan karena kelainan kromosom ini. 1,13,14
2. Translokasi Sekitar 4-4,5 % kasus sindroma Down disebabkan adanya ekstra kromosom 21 sebagai bagian dari translokasi robertsonian. Translokasi ini terjadi ketika lengan panjang (q) dari dua kromosom akrosentrik (kromosom 13,14,15,21 atau 22) berfusi (menyatu) pada sentromer, sedangkan lengan pendek (p) yang terdiri dari salinan ribosom RNA hilang. Translokasi yang paling sering menimbulkan sindroma Down adalah yang terjadi antara kromosom 14 dan 21.1,13,14
3. Mosaikisme Sekitar 1-3% kasus sindroma Down mengalami mosaikisme. Pada individu ini ada 2 populasi sel : satu dengan trisomi 21 dan satu normal. Mosaikisme terjadi karena non disjunction terjadi setelah fertilisasi dan setelah beberapa sel membelah atau disebut trisomic rescue. Hilangnya aneuploidi mengembalikan atau menyelamatkan sel ke susunan normal (46 XX atau 46 XY). Penyelamatan ini tidak terjadi pada keseluruhan organ tapi hanya beberapa garis sel. Nomenklatur pada mosaikisme adalah 47,XX,+21/46XX
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
or 47,XY,+21/46,XY. Individu tersebut dinyatakan mengalami mosaikisme, karena sel tubuh mereka menyerupai mosaik yang disusun dari berbagai serpihan. Mosaikisme biasanya tidak begitu nyata pada individu yang terserang, karena adanya perlawanan dari sel normal. Gambaran fisiknya tidak begitu menonjol dan fungsi serta perkembangannya masih dalam batas normal. 1,13,14
2.1.4 Gambaran Klinis Sindroma Down 2.1.4.1 Karakteristik Fisik Sindroma Down Anak dengan sindroma Down mempunyai wajah dismorfik yang khas (mongoloid), kepala kecil (mikrosefali) dengan area oksiput yang datar, muka lebar, tulang pipi tinggi, batang hidung yang rata, mata berjauhan satu dengan yang lainnya, celah mata miring ke atas, lipatan epikantus jelas, iris mata mungkin didapatkan adanya bercak-bercak, telinga kecil, mulut kecil, bibir tebal, lidah besar, kasar, bercelah-celah, dan menonjol keluar. Di leher mungkin didapatkan lipatan-lipatan yang berlebihan, kulit halus dengan warna normal, jari tangan kelingking pendek dan membengkok ke dalam. Gambaran telapak tangan terdapat garis melintang, tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Berat badan lahir penderita sindroma Down seringkali rendah (20% kasus mempunyai berat lahir kurang dari 2500 gram). Otot hipotonus dan ligament laxity yang meliputi sumbu atlanto tidak stabil. Perawakan lebih pendek pada bagian bawah tubuh.9,14,15
2.1.4.2 Karakteristik Perkembangan Sindroma Down Keterlambatan perkembangan kognisi adalah gangguan utama pada sindroma Down. Penderita sindroma Down sebagian besar mengalami retardasi mental pada kisaran ringan hingga berat. Skor IQ antara 25-80 dengan skor rata-rata 50 dan sebagian kecil pada batas bawah normal (IQ:70-80). Pada penderita dengan Mosaic Down syndrome secara tipikal lebih tinggi 10-30 poin. Gangguan kognisi pada sindroma Down ditandai dengan gangguan pada pembentukan kata, dan memori verbal jangka pendek dan jangka panjang. Namun memori visuospasial jangka pendek biasanya masih intak. Keterlambatan perkembangan bahasa ekspresi biasanya lebih menonjol daripada keterlambatan bahasa reseptif. Kemampuan mengenali perbendaharaan kata lebih baik daripada kemampuan membentuk kata menjadi frase atau kalimat (sintaks). Gangguan proses pembentukan suku kata yang sering ditemui seperti
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
mengurangi sekelompok kata atau menghilangkan konsonan terakhir. Anak dan remaja dengan sindroma Down hanya mampu mengucapkan kata-kata yang pendek dan sederhana, walaupun perkembangan pembentukan sintaks yang lebih kompleks dapat terjadi sampai usia dewasa atau dewasa muda. Mereka juga akan kesulitan memulai maupun mengembangkan topik percakapan. Pola ini akan terus tampak sampai dewasa. Beberapa anak dapat mencapai tingkat membaca untuk instruksi sederhana. Anak sindroma Down relatif kuat dalam ketrampilan mengenali keseluruhan huruf dibandingkan kemampuan fonologi. Pada sindroma Down ukuran otak lebih kecil dan perubahan terdapat pada area korteks prefrontal, serebelum dan terutama hipokampus yang berperan dalam fungsi belajar dan memori. Pada neuron terjadi perubahan arborisasi dendrit, morfologi dan jumlah spina. Namun belum ditemukan kaitan antara gangguan kognisi dan gambaran neuropatologi pada sindroma Down. 16,17,18,19 Keterlambatan perkembangan motorik meliputi motorik halus maupun motorik kasar. Perkembangan fungsi motorik kasar dipengaruhi oleh faktor hipotoni, ligament laxity, kelemahan otot, dan ukuran tangan dan kaki yang pendek. Keterlambatan perkembangan ini secara kualitatif dapat berbeda pada masing-masing individu.20 Anak sindroma Down usia 5-11 tahun mulai meningkat kemandiriannya dalam bersosialisasi, bidang akademik, dan personal. Pada usia tersebut anak mulai masuk sekolah dan mulai berlatih mandiri jauh dari orang tuanya. Sebagian anak sindroma Down menunjukkan peningkatan yang bermakna dalam berbahasa verbal, membaca, menulis dan matematika. Namun dibutuhkan pendidikan khusus yang melibatkan orang tua, guru, terapis wicara, dan fisioterapis berdasarkan kebutuhan anak.21 Memasuki usia remaja anak sindroma Down mengalami kemajuan pada semua area perkembangan. Pada usia 11 tahun sebagian besar anak masih harus diawasi dan dibantu sebagian. Saat usia 18 tahun sebagian besar anak sudah cukup mandiri dalam bepergian, mengatur keuangan, memilih teman, hobi, menjaga barang keperluan pribadinya. Pada periode ini perlu untuk mulai menentukan pekerjaan untuk masa depan, gaya hidup dan identitas diri. Pada masa ini juga terjadi perkembangan fisik, emosi, dan seksual yang bermakna sehingga menjalin hubungan dengan teman dekat maupun lawan jenis menjadi hal yang penting. 22 2.1.5 Masalah Medis Yang Berhubungan Dengan Sindroma Down
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Kromosom adalah yang mengendalikan gen (DNA) yang mengarahkan pembentukan materi-materi yang dibutuhkan tubuh atau lebih dikenal dengan proses ekspresi gen. Pada trisomi 21 terjadi kelebihan gen yang mendorong ekspresi gen yang berlebihan dan memicu pembentukan materi tertentu yang berlebihan. Pada sebagian besar gen, over expression hanya memberikan efek yang minimal, namun tidak pada sindroma Down. Beberapa teori menduga adanya input gen pada kromosom 21 yang memicu gejala sindroma Down, diantaranya : over ekspresi yang mengganggu sintesis DNA, menyebabkan kelainan skeletal, kelainan jantung dan retardasi mental 11 Masalah pada organ yang sering ditemukan adalah kelainan jantung bawaan (40-50%), seperti : endocardial cushion defect, defek septum ventrikel, tetralogi fallot, atau duktus arteriosus persisten. Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).10 Prevalensi kelainan penglihatan lebih tinggi pada Sindroma Down daripada populasi umum. Kekeruhan pada kornea dapat menurunkan visus. Strabismus, nistagmus, atau katarak, juga dapat terjadi.10 Anak sindroma Down juga cenderung mengalami obesitas.1
2.2 Status fungsional Status fungsional adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan partisipasinya dalam kehidupan masyarakat, kedua hal tersebut meliputi : (1) aktivitas fisik dasar dan kemampuan berpikir, seperti berjalan, memusatkan perhatian, dan berkomunikasi, serta aktivitas rutin sehari-hari seperti makan, buang air besar atau buang air kecil, mandi, memakai baju, dan transfer; (2) kehidupan sosial, seperti sekolah, bermain untuk anak-anak, dan bekerja atau mengurus rumah tangga dan berinteraksi dengan orang lain.23,24 Status fungsional pada anak bertitik tolak pada tingkat perkembangan anak yang dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya : 25
1. Masa sebelum lahir (antenatal) : Adanya kelainan genetik (sindroma Down, Turner), gizi ibu hamil yang tidak adekuat, kekurangan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
makronutrien dan atau mikronutrien, dan infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes)
2. Masa persalinan (perinatal) : Asfiksia yang terjadi karena gangguan pada plasenta dan tali pusat, kesukaran persalinan, infeksi, trauma lahir, dan tindakan pada persalinan patologik.
3. Masa pasca persalinan (post natal) : Lingkungan biologis meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, penyakit kronis; faktor fisik, seperti : kondisi rumah, sanitasi, radiasi; faktor psikososial, seperti : pola asuh yang salah, stimulasi dan motivasi belajar, sekolah, kelompok sebaya; faktor keluarga yang meliputi : pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, kepribadian orang tua, stabilitas rumah tangga.
Walaupun rata-rata intelligence quotient (IQ) anak dengan sindroma Down dibawah rata-rata anak normal, namun penilaian tersebut tidak menunjukkan kemampuan anak dengan nyata. Skor IQ tidak menunjukkan ketrampilan anak dalam berlari, memakai baju, mengontrol BAK, mengkomunikasikan kebutuhan dasarnya maupun kemampuan bersosialisasi dengan temannya.26 Penilaian tumbuh kembang juga tidak bisa menunjukkan kemampuan fungsional anak. Dan tujuan utama dalam rehabilitasi medik bukan untuk mengukur dan mengobati gangguan tumbuh kembang melainkan mengukur dan memperbaiki status fungsional penderita. Oleh karena itu alat ukur status fungsional mutlak diperlukan dalam program rehabilitasi, termasuk pada anak dengan sindroma Down.26,27 Pengukuran status fungsional merupakan metode untuk menjabarkan secara obyektif kemampuan dan keterbatasan seseorang dalam melakukan berbagai ketrampilan termasuk aktivitas sehari-hari, aktivitas rekreasi, vokasional, interaksi sosial dan kebiasaan lain yang dibutuhkan. Jika suatu hasil terapi dapat diukur, maka akan lebih mudah untuk menentukan program penatalaksanaan selanjutnya.28 Dalam hal pengukuran status fungsional pada anak, diperlukan beberapa perhatian khusus. Hal khusus ini dikaitkan dengan milestone perkembangan anak dalam suatu struktur penilaian, berinteraksi dengan anak selama proses pengukuran dan pelaporan informasi dari orang tua. 27
Dalam program rehabilitasi medik, pengukuran status fungsional bertujuan untuk : (1) merencanakan program terapi, adanya alat ukur status fungsional dapat secara sistematis mendata masalah keterlambatan fungsional penderita, (2) menilai hasil atau kemajuan dari terapi
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
yang diberikan, (3) menentukan efektivitas dan efisiensi terapi : menilai perubahan klinis penderita setelah diberikan terapi dengan dosis tertentu, membandingkan pengukuran fungsi sebelum dan sesudah terapi serta menentukan efektivitas biaya yang dikeluarkan, (4) mengidentifikasi pola disabilitas dan penyembuhannya, (5) menentukan program terapi berdasarkan evaluasi sebelumnya, (6) meningkatkan kualitas perawatan pasien dan fungsional pasien. 27 Ada beberapa jenis alat ukur status fungsional anak yang telah diteliti dan digunakan dalam profesi medis. Masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing sesuai tabel 1. Diantara alat ukur status fungsional anak yang paling sering digunakan dalam program rehabilitasi adalah WeeFIM (Functional Independence Measure for Children) dan PEDI (Pediatric Evaluation of Disability Inventory).29 WeeFIM mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan alat ukur yang lain, yaitu : lebih singkat dan sederhana (skor 1-7), prosedur pelaksanaannya mudah, waktu yang diperlukan lebih cepat (15-20 menit), validitas dan reliabilitasnya telah diuji pada populasi anak normal maupun anak dengan disabilitas.30 Tabel 2.1. Perbandingan Alat Ukur Status Fungsional Anak29 Tes
Tujuan
PEDI (Pediatric Evaluation of Disability Inventory) Menilai keterbatasan fungsional anak usia 6 bulan – 7,5 tahun
WeeFIM
BDI (Batelle Developmental Inventory)
Menilai ketrampilan fungsional anak usia 6 bulan – 8 tahun dan anak sampai usia remaja dengan disabilitas neuro developmental
Menilai ketrampilan perkembangan anak usia lahir – 8 tahun
VABS (Vineland Adaptive Behavior Scales) Menilai komunikasi, kehidupan sehari-hari, sosialisasi, dan ketrampilan motorik anak baru lahir – 18 tahun baik normal maupun cacat
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
SIB (Scales of Independent Behavior)
Menilai ketrampilan adaptif dan masalah tingkah laku anak/ orang usia lahir – 40 tahun
Skala
Standar disasi
6 skala ordinal yang terdiri dari unsur bantuan pengasuh dan modifikasi. Penilaian dikotomi (2 peringkat) terhadap fungsi motorik, perawatan diri, sosial Sampel normatif terdiri dari 412 anak normal dan 102 anak cacat
7 skala ordinal dengan kriteria berdasarkan referensi. Bidang yang dinilai: perawatan diri, kontrol sfingter, transfer, pergerakan, komunikasi dan kognisi sosial
Penilaian 3 peringkat. Bidang yang dinilai : personal sosial, adaptif, motorik, komunikasi, kognisi
Skala ordinal berdasar referensi normal, wawancara semi struktur mengenai tipe penampilan
4 skala ordinal. Bidang yang dinilai adalah : Adaptive behavior yang terdiri dari motorik, interaksi sosial, kehidupan pribadi Problem behavior areas terdiri dari : internal, eksternal, sosial mal adaptif
Sampel normatif terdiri dari 500
Sampel normatif terdiri dari 800 anak normal
3000 anak yang distratifikasi berdasarkan jenis kelamin, ras, pendidikan orang tua, status kemasyarakatan , geografi 1200 anak usia 0-71 bulan
1764 anak dan dewasa yang distratifikasi berdasarkan jenis kelamin, ras, pekerjaan, status kemasyarakatan , geografi
Tabel 2.1. Perbandingan Alat Ukur Status Fungsional Anak29 (lanjutan) Tes
Reliabilitas
PEDI (Pediatric Evaluation of Disability Inventory) Hasil test – retest dan interrater : excellent
WeeFIM
BDI (Batelle Developmental Inventory)
Hasil test – retest dan interrater: excellent. Reliabilitas yang sama didapatkan pada wawancara pertelpon
Hasil test – retest dan interrater: good-excellent
VABS (Vineland Adaptive Behavior Scales) Hasil split half untuk bidang dan komposisi excellent; test– retest: excellent; interrater: good
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
SIB (Scales of Independent Behavior) Hasil split half dan interrater excellent. Hasil testretest: goodexcellent
Validitas
Content validity dilakukan oleh kelompok ahli. Dibandingka n Batelle dan WeeFIM hasilnya excellent concurrent validity
Responsivi tas
Belum dilakukan
Aplikasi
Dipakai bersama WeeFIM oleh National Pediatric Trauma Registry.
Content validity dilakukan oleh para ahli. Dibandingkan VABS dan Batelle hasilnya concurrent validity. Total WeeFIM pada murid TK : berkorelasi dengan kebutuhan pendidikan khusus Dengan GMFM (gross motor function measure) menilai perubahan anak CP yang mendapat intervensi dini. Mengukur perubahan anak yang telah dilakukan rhizotomy. Cukup sensitif menilai perubahan fungsi ADL pada anak dengan disabilitas dalam periode 1 tahun Mengukur status fungsional anak usia 5,5 tahun yang lahir dengan BBLR. Sarana pemeriksaan fungsional anak CP, spina bifida, Down syndrome
Hasil korelasi dengan VABS excellent. Dibandingkan WISCR concurrent validity
Korelasi dengan IQ dan alat ukur adaptif lain excellent
Excellent construct validity. Dibandingkan adaptive behavior scale dan Woodcock Johnson Broad Cognitive ability : good
Belum dilakukan
Belum dilakukan
Belum dilakukan
Intervensi dini anak prasekolah cacat dan normal, anak dengan gangguan perkembangan di awal SD
Anak prasekolah yang lahir dengan BBLSR. Dipakai untuk semua gangguan perkembangan
Individu dengan retardasi mental untuk semua usia
Dikutip dan diterjemahkan bebas dari : Msall ME, Rogers BT, Ripstein H, Lyon N, Wilczenski F. Measurement of Functional Outcomes in Children with Cerebral Palsy. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews 1997; 3:p 198
2.2.1 Functional Independence Measure for Children (WeeFIM) Alat ukur WeeFIM telah dikembangkan oleh peneliti Uniform Data System for Medical Rehabilitation, State University of New York at Buffalo sejak 1987. Alat ini merupakan adaptasi dari FIM yang digunakan untuk mengukur status fungsional pada orang dewasa. Alat ukur WeeFIM dapat diterapkan pada anak usia 6 bulan sampai dengan 7 tahun atau lebih pada anak yang mengalami keterlambatan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
perkembangan, bertujuan untuk menilai tingkat kemandirian fungsional anak dan derajat disabilitasnya, memantau keberhasilan program, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi program rehabilitasi. Alat ini terdiri dari 6 bidang dan 18 unsur antara lain bidang perawatan diri 6 unsur, kontrol sfingter 2 unsur, transfer 3 unsur, locomotion 2 unsur, komunikasi 2 unsur dan kognisi sosial 2 unsur, dengan waktu pelaksanaan 15-30 menit. 26,30,31,32 Alat ukur WeeFIM mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan alat ukur yang lain, yaitu: lebih singkat dan sederhana (skor 1-7), menyeluruh, prosedur pelaksanaannya mudah, waktu yang diperlukan lebih cepat, dapat disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya, validitas dan reliabilitasnya telah diuji pada populasi anak normal maupun anak dengan disabilitas, serta dapat dipakai oleh berbagai profesi yang mendalami perkembangan anak dan profesi kesehatan yang lain. Alat ukur WeeFIM juga lebih memperhatikan keterlibatan keluarga dalam memutuskan program habilitasi dan kebutuhan tenaga medis untuk mengoptimalkan program. Alat ukur WeeFIM dibuat untuk menelusuri kekuatan maupun keterbatasan fungsional dalam hal kesehatan, pendidikan, tumbuh kembang, dan komunikasi. Melalui WeeFIM tenaga medis dapat menilai kebutuhan akan perawat (caregiver), alat bantu jalan, terapi habilitasi, alat bantu perawatan diri, dukungan keluarga pada anak dengan disabilitas. Alat ukur WeeFIM juga dapat digunakan oleh ahli medis dalam mengevaluasi intervensi medis, edukasi dan program habilitasi yang diberikan sehingga dapat dikembangkan strategi yang lebih komprehensif dan terstruktur untuk mengoptimalkan hasil.26,30,31,32,33
Penilaian WeeFIM bisa dilakukan dengan observasi secara langsung, wawancara atau kombinasi keduanya. Setiap unsur harus dinilai, tidak boleh ada angka 0 dalam pemberian skor. Nilai total minimal yang mungkin didapatkan adalah 18 (ketergantungan total dalam semua aktivitas), dan maksimal nilai total yang mungkin adalah 126 (mandiri penuh dalam semua aktivitas). Alat ukur WeeFIM bisa dipakai oleh berbagai macam profesi, namun dianjurkan untuk mengikuti pelatihan sebelumnya sehingga lebih tepat dalam memasukkan data dan memberikan skor. Target pengguna alat ukur ini adalah ahli rehabilitasi anak (physiatrist, fisik dan okupasi terapis), psikolog anak, dan pendidik di bidang tumbuh kembang anak. 26,30,31,32,33 Uji validitas dan reliabilitas alat ukur WeeFIM menunjukkan konsistensi antar rater (penilai/ahli) yang bagus dan menghasilkan angka yang stabil. Reliabilitas dengan observasi langsung maupun dengan wawancara kepada orangtua dan guru juga menunjukkan hasil yang sama baiknya. Alat ukur WeeFIM juga telah diuji nilai ketanggapan dalam mendeteksi
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
perubahan pada anak dengan gangguan perkembangan, dan menunjukkan hasil ketanggapan yang signifikan, sehingga WeeFIM bisa mencatat perubahan kemampuan fungsional dalam periode satu tahun pada anak dengan disabilitas kronis. 30,31,32,33 Tujuan pemakaian WeeFIM secara umum adalah: mengukur tingkat kemandirian seorang anak, mengukur derajat disabilitas seorang anak, mengukur keberhasilan program habilitasi anak, mengetahui perubahan status fungsional, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi terapi, menilai biaya dan kualitas pelayanan rehabilitasi medis.34,35 Sedangkan karakteristik WeeFIM adalah: (1) terdiri dari sejumlah unsur pertanyaan yang disusun dengan ringkas, lengkap dan seragam, (3) menekankan konsistensi dengan penampilan yang sebenarnya, (2) dapat dilakukan oleh berbagai profesi di bidang rehabilitasi atau kesehatan yang diandalkan untuk mengobservasi penderita, (4) dapat mengumpulkan data dengan berbagai prosedur, yaitu melalui observasi langsung atau wawancara dengan orang tua / pengasuh anak, (5) dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan rerata waktu pelaksanaannya antara 15-30 menit, (6) dapat diterapkan pada pasien rawat jalan, rawat inap, di kelompok masyarakat maupun di sekolah, (7) diterapkan pada anak dengan perkembangan normal usia 6 bulan sampai dengan 7 tahun atau anak yang mengalami keterlambatan perkembangan atau gangguan fungsional usia 6 bulan sampai dengan 18 tahun / 21 tahun.26,30,31,34,35 Alat ukur WeeFIM terdiri dari tiga subskala sebagai berikut:31,34,35 A. Subskala perawatan diri terdiri dari 2 bidang penilaian, yaitu: 1. Perawatan diri, terdiri dari : makan, mengurus diri (grooming), mandi, berpakaian bagian atas tubuh, berpakaian bagian bawah tubuh, aktivitas sekitar BAB-BAK (toileting) 2. Kontrol sfingter, terdiri dari: kontrol BAK dan kontrol BAB B. Subskala mobilitas, terdiri dari: 1. Berpindah (transfer), terdiri dari: transfer ke kursi/kursi roda, transfer pada aktivitas BAB-BAK, dan transfer pada bak mandi/mandi siram 2. Pergerakan (locomotion): berjalan/kursi roda/merangkak dan naik tangga C. Subskala kognisi, terdiri dari: 1. Komunikasi, terdiri dari: pemahaman dan ekspresi
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
2. Kognisi sosial, terdiri dari: interaksi sosial, pemecahan masalah, dan memori Sistem penilaian WeeFIM terdiri dari 2 tingkat yaitu :33 1.
Tingkat I: tanpa bantuan (mandiri), terdiri dari mandiri penuh, mandiri terbatas (sebagian), dan dengan pengawasan
2.
Tingkat II: dengan bantuan, terdiri dari bantuan minimal, bantuan sedang, bantuan maksimal, dan bantuan penuh
Penilaian tingkat I : 1. Nilai 7 : mandiri penuh, artinya anak melakukan semua aktivitas secara mandiri, tanpa modifikasi dan tanpa menggunakan alat bantu atau alat adaptif dan dalam waktu yang layak/masuk akal, tanpa risiko 2. Nilai 6 : mandiri terbatas (sebagian), artinya anak melakukan aktivitas secara mandiri walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: penggunaan alat bantu atau alat adaptif, waktu yang melebihi dari waktu yang layak untuk melakukan aktivitas, dan atau aktivitas dengan risiko 3.
Nilai 5 : dengan pengawasan atau persiapan, artinya anak melakukan aktivitas secara mandiri, walaupun memerlukan satu atau semua hal berikut: bisikan lisan atau isyarat dan atau persiapan aktivitas Penilaian tingkat II
4.
Nilai 4 : dengan bantuan minimal, artinya anak melakukan 75 % - 99 % dari seluruh aktivitas
5.
Nilai 3 : dengan bantuan sedang, artinya anak melakukan 50 % - 74 % dari seluruh aktivitas
6.
Nilai 2 : dengan bantuan maksimal, artinya anak melakukan 25 % - 49 % dari seluruh aktivitas
7.
Nilai 1 : dengan bantuan total/penuh, artinya anak melakukan < 25 % dari seluruh aktivitas
II.2.2 Modified WeeFIM
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Beberapa peneliti telah memodifikasi WeeFIM untuk menyesuaikan dengan kepentingan penelitian atau kondisi sampel penelitian, terutama jika digunakan pada kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Modifikasi WeeFIM yang menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya Indonesia telah diteliti oleh Dian N. Eriawati (1999). Modifikasi WeeFIM tersebut ditujukan pada unsur mandi, makan, dan toileting, khususnya pada batasan operasionalnya, yaitu :8 1.
Makan adalah kemampuan memasukkan makanan, minuman ke dalam mulut dengan menggunakan tangan, sendok (dengan atau tanpa garpu), gelas; mengunyah makanan; menelan makanan dan minuman
2.
Mandi adalah kemampuan mengambil air dari bak mandi dengan gayung/timba, menyabuni badan, membilas dan mengeringkan badan dengan handuk
3.
Aktivitas membuang kotoran di WC/jamban : kemampuan membersihkan lubang ekskreta/cebok dengan air setelah BAB/BAK, dan menyiram kotoran melepas dan memakai celana (pakaian bagian bawah tubuh)
4.
Berpindah ke dan dari WC/jamban adalah kemampuan menuju, jongkok, berdiri, dan meninggalkan WC/ jamban
5.
Berpindah ke dan dari kamar mandi adalah kemampuan menuju dan meninggalkan kamar mandi
Berdasarkan penelitian tersebut, modified WeeFIM dikatakan lebih sesuai diterapkan sebagai alat ukur untuk menilai status fungsional anak dengan perkembangan normal dalam populasi penelitian dibandingkan dengan WeeFIM. Perbandingan sangat bermakna antara WeeFIM dan modified WeeFIM terdapat pada penilaian unsur perawatan diri dan mobilitas. Skor penilaian perawatan diri dan mobilitas yang rendah diduga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti status ibu bekerja, tingkat kepadatan hunian yang mempengaruhi status fungsional anak dalam populasi penelitian tersebut.8 2.2.3 Penilaian Status Fungsional pada Anak Sindroma Down Michael E. Msall, et al (1994) melakukan penelitian pertama yang menilai WeeFIM pada anak dengan disabilitas (limb deficiency, sindroma Down, spina bifida, cerebral palsy, dan berat lahir sangat rendah). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa WeeFIM cukup valid untuk menilai/menelusuri adanya disabilitas pada anak usia pra sekolah dan usia pertengahan. Kemampuan berjalan didapatkan pada usia
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
rata-rata 2,4 tahun; toilet training usia 4 tahun; dan kemampuan berbicara dalam kalimat pada usia 4,8 tahun. Nilai rata-rata total WeeFIM adalah 106 ± 13,2 (antara 73 - 124). Kemandirian yang utama (median:7) didapatkan pada aktivitas mobilisasi, locomotion, dan kontrol BAB. Sedangkan yang kurang mandiri pada aktivitas memakai baju (median:4) dan kontrol BAK (median:5). 36 Selanjutnya Msall, Leonard, et al (2002) melakukan penelitian WeeFIM pada anak sindroma Down usia sekolah yang tinggal di Australia barat pada tahun 1997. Penelitian dilakukan melalui kuesioner yang diberikan kepada orang tua/ pendamping melalui pos. Format WeeFIM sudah dimodifikasi dalam bentuk kuesioner yang dilengkapi dengan kotak pada setiap pertanyaan, dan diminta untuk diberi tanda pada kotak yang sesuai. Kuesioner ini sebelumnya sudah diujicobakan pada beberapa keluarga sindroma Down di Australia barat melalui email. Hasil dari penelitian ini didapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi adalah 264 keluarga, dan yang mengembalikan kuesioner sebanyak 211. Usia rata-rata subjek adalah 11,4 ± 3,6 tahun (5,8 - 17,7 tahun). Nilai total WeeFIM rata-rata adalah 106,2 ± 17,0 dengan peningkatan nilai yang signifikan pada semua kelompok umur. Nilai WeeFIM rata-rata pada kelompok usia 5-9 tahun adalah 98,9; usia 10-13 tahun : 106,7 ; usia 14-17 tahun : 114,3, dan semua kelompok : 105,8. Nilai WeeFIM paling tinggi didapatkan pada aktifitas transfer dan locomotion dan yang terendah pada kemampuan kognisi sosial. Nilai WeeFIM dibagi dalam 3 kelompok: (1) butuh bantuan (skor WeeFIM: 1-4); (2) butuh pengawasan (skor WeeFIM: 5); (3) tidak butuh bantuan (skor WeeFIM: 6-7). Hasilnya lebih dari separuh (59,7%) anak sindroma Down tidak membutuhkan bantuan dalam melakukan tugas mengurus diri; 96,6 % tidak membutuhkan bantuan atau hanya butuh dipantau dalam kontrol sphingter; mayoritas tidak membutuhkan bantuan maupun pengawasan dalam transfer 96,2 % dan locomotion (94,3%); sedangkan dalam komunikasi lebih dari separuh (52,7%) anak sindroma Down membutuhkan bantuan maupun pengawasan, begitu juga dalam fungsi kognisi sosial hanya 48,3% yang tidak membutuhkan bantuan atau pengawasan saja.6 Mancini et al melaporkan pada usia dua tahun kemampuan anak sindroma Down lebih rendah pada semua aspek (mobilitas, perawatan diri, dan fungsi sosial) dibandingkan anak normal. Namun pada usia lima tahun, perbedaan bermakna hanya didapatkan pada aspek perawatan diri dan sosial.37 Berdasarkan penelitian Dolva et al, juga menunjukkan hasil yang sama. Pada usia lima tahun, fungsi perawatan diri terutama yang berkaitan dengan motorik halus paling lambat dibandingkan fungsi yang lain, sedangkan fungsi mobilitas paling minimal keterlambatannya.38 Dykens et al meneliti profil dan perkembangan ketrampilan adaptasi pada 80 anak sindroma Down usia 1-12 tahun menggunakan the Vineland Adaptive Behavior Scales (ketrampilan dalam aktivitas sehari-hari, kognisi, sosialisasi, komunikasi). Anak
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
sindroma Down mengalami kelemahan yang bermakna dalam komunikasi dibandingkan dengan fungsi perawatan diri dan sosial.39 Carr et al melakukan penilaian anak sindroma Down pada beberapa usia, yaitu usia 15 bulan, 4, 11, dan 21 tahun. Dilaporkan bahwa ketrampilan dalam mobilitas, perawatan diri dan sosial yang dimiliki anak sindroma Down tidak dapat diprediksi berdasarkan nilai IQ. Namun pada usia 21 tahun terdapat hubungan yang bermakna antara IQ dan ketrampilan dalam perawatan diri. Beberapa penelitian menunjukkan ketrampilan motorik kasar maupun halus tidak mengalami keterlambatan yang bermakna, namun pada penelitian Volman et al (2007) terhadap anak sindroma Down usia 5-7 tahun menunjukkan profil kemampuan motorik yang rendah, terutama dalam ketrampilan tangan.40
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
2.3 Kerangka Teori
-
Prenatal
(genetik,gizi ibu hamil,dan infeksi)
Faktor Risiko: -
-
Usia ibu saat melahirkan Usia ayah saat anak dilahirkan Riwayat keluarga Faktor lingkungan (radiasi)
Perinatal (asfiksia,
kesukaran persalinan, infeksi, trauma lahir) -
Post natal (usia, jenis kelamin, ras, gizi, penyakit, lingkungan, kondisi rumah, pola
Sindroma Down
asuh, pendidikan dan pendapatan orang tua)
Gangguan tumbuh kembang
Masalah medis lain (kelainan jantung,
gangguan
-
-
Kognisi Bicara & bahasa Motorik kasar &
halus
Kemandirian status fungsional (ketrampilan dalam aktivitas seharihari, interaksi sosial ). Terdiri dari : perawatan diri , kontrol sphingter; Kognisi (komunikasi& interaksi sosial); mobilitas (transfer,
visualauditori pencernaan, skeletal,
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Alat ukur status fungsional (Modified WeeFIM)
2.4 Kerangka Konsep
Sindroma Down
Gangguan kognisi IQ
Faktor -faktor : - Prenatal
Faktor post natal :
Usia, Jenis kelamin, Status gizi, Pendidikan ibu, Adanya pembantu
- Perinatal
Status fungsional (diukur dengan modified weeFIM)
Masalah medis lain yang menyertai (kelainan jantung, gangguan visualauditori, pencernaan, skeletal, sistem imun, dll )
Keterangan : - - - - - - - - - - - - : tidak dinilai ______________ : dinilai
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat: Sekolah Luar Biasa (SLB) C di Jakarta Waktu : Persiapan
: Januari- Februari 2012
Pelaksanaan
: Maret - Agustus 2012
Analisis
: September – Desember 2012
Penyajian
: Januari 2013
3.3. Populasi dan Sampel Populasi target
: anak sindroma Down di Jakarta
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Populasi terjangkau
: anak sindroma Down yang menjalani proses belajar pada beberapa SLB C di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan
Sampel
: sebagian subjek dari populasi terjangkau yang dipilih secara yang memenuhi kriteria penelitian (consecutive sampling)
3.4. Kriteria Penelitian Kriteria Penerimaan: 1. Anak sindroma Down usia 6 - 18 tahun, laki-laki atau perempuan 2. Mempunyai pendamping (orang tua, keluarga, atau pengasuh) 3. Bersedia mengikuti program penelitian secara sukarela dengan mengisi formulir persetujuan.
Kriteria Penolakan: 1. Sakit berat (misalnya: kelainan jantung, gangguan penglihatan atau pendengaran) 2. Retardasi mental sangat berat 3.5. Besar Sampel Estimasi besar sampel untuk proporsi suatu populasi memerlukan 3 data, yaitu: proporsi keadaan yang akan dicari berdasarkan literatur atau penelitian sebelumnya (p), tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (d), dan tingkat kemaknaan (α). Dalam penelitian ini penentuan besar sampel dinilai setelah diperoleh hasil studi pendahuluan. Nilai p adalah proporsi anak sindroma Down yang mempunyai kemandirian penuh. Tingkat kemaknaan yang dikehendaki adalah 95% dan ketepatan relatif adalah 10%. Besar sampel dihitung dengan rumus : 41 (zα)2 x p x q
p = proporsi anak yang mandiri
n = q=1–p d2
d = 10 %
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Jumlah sampel untuk penelitian pendahuluan adalah 30 yang merupakan jumlah minimal sampel agar dapat dilakukan uji statistik.41
3.6. Bahan dan Alat Penelitian 7 1. Formulir persetujuan penelitian
2. Formulir data dasar 3. Formulir modified WeeFIM 4. Beberapa peralatan yang diperlukan untuk wawancara 3.7. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : IQ, usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan ibu, dan adanya pengasuh khusus 2. Variabel terikat : status fungsional modified weeFIM
3.8. Batasan Operasional : 1. Sindroma Down: berdasarkan dari data sekunder yang didapatkan di sekolah yang menjelaskan bahwa anak tersebut sudah didiagnosa sindroma Down oleh dokter anak dan berdasarkan pemeriksaan fisik oleh peneliti 2. Responden : orang tua anak, keluarga, pengasuh, atau guru yang mengetahui riwayat perkembangan anak 3. Usia : usia anak dalam tahun yang ditetapkan berdasarkan tahun lahir, dihitung dari ulang tahun terakhir. Usia dikelompokkan menjadi 3, yaitu : usia 6 - 10 tahun, 11 - 14 tahun, dan 15 - 18 tahun. 4. Jenis kelamin : laki-laki atau perempuan berdasarkan tampilan fisik dan data kuesioner 5. Pendidikan orang tua: pendidikan formal yang didapat di sekolah
(SD
sampai
perguruan tinggi) dibagi menjadi tingkat pendidikan rendah (SD atau tidak sekolah), sedang (SMP-SMA), dan tinggi (D3, S1, atau lebih)
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
6. Pengasuh khusus: pembantu rumah tangga yang khusus mengasuh anak 7. Status gizi anak : dinilai berdasarkan indeks massa tubuh terhadap umur menurut National Institutes of Health (NIH) WHO 1998. Berat badan dan tinggi badan diukur dengan alat ukur standar. Kategori berat badan kurang (< persentil ke-5), berat badan normal (persentil ke 5 - 84), overweight (persentil ke 85 - 94), dan obesitas (≥ persentil ke 95). 8. Retardasi mental : kemampuan intelektual subnormal (IQ kurang dari 70 berdasarkan pemeriksaan intelegensia standar) disertai keterbatasan dalam ketrampilan beradaptasi yang meliputi kemandirian personal dan sosial, dan onset sebelum usia 18 tahun (DSMIV-TR). Kategori tingkat intelektual adalah di bawah rata-rata (IQ 80-89), borderline (IQ 70-79), retardasi mental ringan (IQ 52-69), sedang (IQ 36-51), berat (IQ 20-35) dan sangat berat (IQ < 20). Alat ukur tingkat intelektual pada penelitian
ini dengan
menggunakan tes standar untuk tes IQ pada anak, yaitu dengan The Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) atau Stanford Binnet.41 9. Status Fungsional : kemampuan anak untuk melakukan ketrampilan dasar dalam aktivitas sehari-hari, seperti makan, buang air besar atau buang air kecil, mengurus diri, berjalan, dan berinteraksi dengan orang lain. Status fungsional tersebut akan
diukur dengan
modified WeeFIM yang terdiri dari 18 unsur dan dibagi dalam 3 subskala : perawatan diri (skor 8-56), mobilitas (skor 5-35), dan kognisi (skor 5-35). 10. Kelompok mandiri : dengan pengawasan, mandiri sebagian sampai mandiri penuh, dengan skor weeFIM per item 5-7. 11. Kelompok tidak mandiri : butuh bantuan penuh sampai bantuan minimal, dengan skor weeFIM per item antara 1-4. 12. Subskala perawatan diri terdiri dari : makan, mengurus diri (grooming), mandi, berpakaian bagian atas tubuh, berpakaian bagian bawah tubuh, aktivitas sekitar BABBAK (toileting), kontrol BAK dan kontrol BAB 13. Subskala mobilitas, terdiri dari: transfer (transfer ke kursi/kursi roda, transfer pada aktivitas BAB-BAK, dan transfer pada bak mandi/mandi siram) dan locomotion (berjalan/kursi roda/merangkak dan naik tangga) 14. Subskala kognisi, terdiri dari: komunikasi (pemahaman dan ekspresi) dan kognisi sosial (interaksi sosial, pemecahan masalah, dan memori)
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
3.9. Cara Kerja dan Pengumpulan Data - Pengajuan ijin ke SLB C di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan yang akan diteliti, baik melalui komunikasi verbal maupun surat tertulis kepada kepala sekolah atau ketua yayasan. - Memilih subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan - Responden menandatangani formulir persetujuan ikut dalam penelitian - Mengisi status penelitian yang terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, pendidikan ibu, ada tidaknya pengasuh khusus, riwayat penyakit sekarang dan dahulu, serta hasil tes IQ. - Pengukuran berat badan menggunakan timbangan standar yang dihitung dalam kilogram (kg), dan alat ukur tinggi badan standar dalam sentimeter (cm). - Penilaian tingkat kecerdasan (IQ) anak berdasarkan The Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC) atau Stanford binet oleh psikolog. Data IQ dikumpulkan dan dibagi berdasarkan berdasarkan tingkat kecerdasannya. Jika IQ < 20, maka anak tersebut tidak diikutkan dalam penelitian. - Data dikumpulkan dengan cara mengisi formulir kuesioner modified WeeFIM berdasarkan wawancara langsung dengan responden (orang tua/ pendamping). Pertanyaan dalam kuesioner berbentuk pertanyaan tertutup yang sudah disediakan jawabannya.
3.10. Pengujian Instrumen Modified WeeFIM Studi pendahuluan dilakukan pada 30 anak sindroma Down usia 6-18 tahun untuk menilai validasi instrumen modified WeeFIM. Uji validasi dilakukan dengan menilai reliabilitas atau kehandalan instrumen. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya jika dilakukan pengukuran berulang kali terhadap kelompok yang sama akan diperoleh hasil yang relatif sama. Dalam penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Cronbach Alpha dan dengan menggunakan program SPSS for window 17.0.42
Rumus :
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
α=
k S2 j 1 2 k 1 S x
Keterangan : α = koefisien reliabilitas alpha k = jumlah item Sj = varians responden untuk item I Sx = jumlah varians skor total Indikator
pengukuran
reliabilitas
dibagi
beberapa
tingkatan,
yaitu:
Jika alpha atau r hitung:42 1. 0,8-1,0
= Reliabilitas baik
2. 0,6-0,799
= Reliabilitas diterima
3. kurang dari 0,6
= Reliabilitas kurang baik
3.11. Etika 1. Kepada seluruh orang tua / pendamping subjek penelitian diberikan penyuluhan tentang tujuan, manfaat dan prosedur penelitian dan bagi yang bersedia mengikuti penelitian diminta untuk menandatangani persetujuan (informed consent) ikut serta dalam penelitian. 2. Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui status fungsional anak sindroma Down menurut modified WeeFIM. 3. Semua data dan informasi tentang subjek dirahasiakan. 4. Subjek dapat mengundurkan diri kapan saja apabila merasa dirugikan.
3.12. Pengolahan Data Data dicatat dalam format khusus kemudian diedit dan dibuat coding. Data selanjutnya dimasukkan dalam lembar kerja SPSS untuk kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS for windows 17.0.
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
3.13. Analisa Statistika 1. Uji reliabilitas instrumen Dilakukan uji pendahuluan dengan jumlah sampel tertentu (30 sampel) kemudian dilakukan uji reliabilitas untuk mendapatkan nilai cronbach alpha. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat untuk menilai hubungan antara status fungsional dengan karakteristik anak sindroma Down. Uji yang digunakan untuk data kategorik-kategorik adalah uji Chi square (x2) dengan p<0,05.
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
3.14 Alur Penelitian
Studi pendahuluan
Anak sindroma Down usia 6-18 tahun di SLB C di Jakarta Timur
Memenuhi kriteria penerimaan
Diberikan penjelasan mengenai penelitian dan responden menandatangani surat persetujuan
Mengisi status penelitian yang berisi identitas dan karakteristik subjek
Wawancara dan mengisi kuesioner modified weeFIM
Analisis reliabilitas dan penentuan jumlah sampel
Penelitian lanjutan di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan dengan alur yang sama
Analisis hasil penelitian
Penyusunan hasil penelitian
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
BAB 4
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Studi Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan di 6 SLB C di wilayah Jakarta Timur dan diperoleh 44 anak dengan sindroma Down yang berusia 6 sampai 18 tahun. Dari 44 anak tersebut diperoleh 30 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Responden yang tidak dipilih, 10 anak karena IQnya dibawah 36 (9 anak dengan retardasi mental berat dan 1 anak dengan retardasi mental sangat berat), sedangkan 4 anak yang lain karena orang tua tidak bersedia ikut dalam penelitian. Penelitian dilakukan melalui wawancara kuesioner modified WeeFIM secara langsung terhadap 30 responden tersebut. Data hasil uji coba instrumen modified WeeFIM kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Cronbach alpha, untuk dinilai keandalannya pada sampel anak sindroma Down usia 6-18 tahun. Uji reliabilitas dikatakan bisa diterima jika nilai koefisien yang diperoleh >0,60 dan mempunyai reliabilitas baik jika >0,80. Hasil uji pada 30 responden menunjukkan nilai Cronbach alpha 0,824 yang berarti instrumen ini mempunyai konsistensi internal yang tinggi atau dapat dipercaya untuk digunakan pada populasi sampel tersebut. Hal ini berarti pengukuran dan pengumpulan data yang dilakukan dapat memberikan hasil yang konsisten bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan proporsi anak yang mandiri adalah 76,3%. Dengan tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95%, maka besar sampel yang dibutuhkan adalah :
(zα)2 x P x Q n =
P = 76,3 %
2
d
Q = 1 – P = 23,7% d = 10 % Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
α : 95 %
zα = 1,96
(1,96)2 x 0,763 x 0,237 =
(0,1)2
=
69,40
=
69 sampel
4.2 Karakteristik Subjek Jumlah subjek dalam penelitian ini merata dalam setiap kelompok usia dan jenis kelamin. Skor IQ mulai dari level retardasi mental berat sampai level di bawah rata-rata, dimana jumlah terbanyak pada level retardasi mental sedang. Tingkat pendidikan ibu rata-rata sedang sampai tinggi. Status gizi terbanyak normal, diikuti obesitas dan overweight. Sedangkan pengasuh khusus hanya ada pada 18,8% subjek. Proporsi masing-masing subjek penelitian berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian Karakteristik
n
%
IQ 20-35 (RM berat) 36-51 (RM sedang) 52-69 (RM ringan) 70-79 (Borderline) 80-89 (Di bawah rata-rata)
9 30 19 10 1
13,0 43,5 27,5 14,5 1,4
Usia (tahun) 6-10 11-14 15-18
25 23 21
36,2 33,3 30,4
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
35 34
50,7 49,3
Pendidikan ibu Rendah Sedang Tinggi
8 32 29
11,6 46,4 42,0
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian (lanjutan) Karakteristik Status gizi Kurang Normal Overweight Obesitas
n
%
1 40 11 17
1,4 58,0 15,9 24,6
Adanya pengasuh khusus Ada pengasuh Tidak ada pengasuh
13 56
18,8 81,2
4.3. Sebaran status fungsional berdasarkan modified WeeFIM
Rata-rata skor total modified WeeFIM adalah 106,82 ± 13,769 dengan rentang skor 63-126. Sebaran status fungsional pada masing-masing subskala modified WeeFIM dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sebaran status fungsional berdasarkan modified WeeFIM pada masing-masing subskala
Subskala weeFIM Perawatan diri Mobilitas
Jumlah dan proporsi kelompok tidak mandiri n % 13 18,8 -
Jumlah dan propoporsi kelompok mandiri n % 56 81,2 69 100
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Kognisi
29
42
40
58
Dari tabel 4.2 dapat diambil kesimpulan bahwa status fungsional anak sindroma Down usia 6-18 tahun berdasarkan modified WeeFIM hampir keseluruhan masuk kelompok mandiri (hanya membutuhkan pengawasan sampai mandiri penuh). Dalam aspek mobilitas 100% anak mandiri, aspek perawatan diri 81,2% anak mandiri, sedangkan aspek kognisi menunjukkan angka kemandirian yang paling rendah, yaitu 58%.
4.4 Hubungan Status Fungsional Berdasarkan modified WeeFIM dengan Karakteristik Subjek Dari hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna dari seluruh karakteristik subjek dengan status fungsional berdasarkan modified WeeFIM kecuali pada usia. Kemandirian meningkat seiring dengan peningkatan usia. Pada usia 6-10 tahun kemandirian didapatkan pada 76% subjek dan pada usia 11- 18 tahun kemandirian didapatkan pada lebih dari 95% subjek. Ada tidaknya pengasuh secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam kemandirian anak, namun secara klinis bermakna dimana terdapat perbedaaan hasil lebih dari 20%. Adanya pengasuh cenderung menurunkan jumlah anak yang mandiri, yaitu menjadi 76,9% dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai pengasuh khusus (91,1%). Perbandingan masing-masing karakteristik subjek dan status fungsionalnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.
Tabel. 4.3. Hubungan antara status fungsional berdasarkan modified WeeFIM dengan karakteristik subjek
Karakteristik Subjek
IQ 20-35 (RM berat)* 36-51(RM sedang)*
Jumlah dan proporsi tidak mandiri n % 2 3
22,2 10
Jumlah dan proporsi yang mandiri n % 7 27
77,8 90,0
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Nilai p
1,000
52-69 (RM ringan) # 70-79 (Borderline) # 80-89 (di bawah rata-rata)
2 -
10,5 -
17 10 1
89,5 100,0 100,0
Usia (tahun) 6-10 11-14* 15-18*
6 1 1
24,0 4,3 4,8
19 22 20
76,0 95,7 95,2
0,041
Pendidikan ibu Rendah Sedang # Tinggi#
0 4 4
12,1 14,3
8 28 25
100,0 87,9 85,7
0,712
Status gizi Kurang * Normal* Overweight# Obesitas#
4 4
10,0 23,5
1 36 11 13
100,0 90,0 100,0 76,5
0,706
#
Tabel. 4.3. Hubungan antara status fungsional berdasarkan modified WeeFIM dengan karakteristik subjek (lanjutan)
Karakteristik Subjek
Jumlah dan proporsi yang tidak mandiri n %
Jumlah dan proporsi yang mandiri n %
Nilai p
Adanya pengasuh Ada pengasuh Tidak ada pengasuh
3 5
23,1 8,9
10 51
76,9 91,1
0,167
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
3 5
8,6 14
32 29
91,4 85,3
0,477
*& #, disatukan dalam analisis statistik
4.5. Hubungan antara subskala modified WeeFIM dengan karakteristik subjek
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Perbandingan berdasarkan masing-masing subkala modified WeeFIM didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada faktor usia terhadap kemandirian dalam perawatan diri dan ada tidaknya pengasuh terhadap kemandirian kognisi. Pada usia 6-10 tahun anak yang mandiri sebesar 60%, sedangkan usia 11-18 tahun anak yang mandiri lebih dari 90%. Proporsi anak yang mandiri dengan adanya pengasuh hanya 15,4 %, sedangkan dengan tidak adanya pengasuh proporsi anak yang mandiri sebesar 67,9 %. Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang bermakna secara klinis, dimana kemandirian dalam perawatan diri lebih banyak didapatkan pada anak perempuan (88,6%) dibandingkan anak laki-laki (73,5%). Hubungan antara masing-masing subskala modified weeFIM dan karakteristik subjek dapat dilihat pada tabel 4.4. Rentang skor IQ dari 24 sampai 80, dengan rata-rata 51,75. Rata-rata skor modified weeFIM dalam kognisi yang terendah adalah dalam komunikasi ekspresif (3,7 ± 2,02), sedangkan interaksi sosial mempunyai skor paling tinggi dalam penelitian ini (6,1 ± 1,4). Rata- rata skor modified WeeFIM aspek kognisi yang lainnya, berturut turut sebagai berikut: komunikasi reseptif 4,48 ± 2,07; pemecahan masalah 5,49 ± 1,89; dan memori 5,88 ± 1,68. Tabel. 4.4. Hubungan antara subskala modified WeeFIM dengan karakteristik subjek
Karakteristik subjek
IQ 20-35 (RM berat) 36-51 (RM sedang) 52-69 (RM ringan) 70-79 (Borderline) 80-89 (Di bawah rata-rata )
Subskala Perawatan diri Jumlah Jumlah Nilai yang yang p tidak mandiri mandiri n % % 0,337
Subskala Kognisi Jumlah Jumlah Nilai yang tidak yang p mandiri mandiri n
%
n
%
5
55,6
4
44,4 0,847
3
33,3
6
66,7
6
20,0
24
80,0
11
36,7
19
63,3
2
10,5
17
89,5
9
47,4
10
52,6
1
10,0
9
90,0
3
30,0
7
70,0
-
-
1
100,0
1
100,0
-
-
Usia (tahun)
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
6-10 11-14
10 2
40,0 8,7
15 21
60,0 91,3
15-18
1
4,8
20
95,2
1 7 5
12,5 21,2 17,9
7 26 23
87,5 78,8 82,1
Pendidikan ibu Rendah Sedang Tinggi
0,02
0,798
11 11
44,0 47,8
14 12
56,0 0,803 52,2
7
33,3
14
66,7
2 11 16
25,0
6 22 12
75 0,060 66,7 42,9
33,3 57,1
Tabel. 4.4. Perbandingan antara subskala modified WeeFIM dengan karakteristik subjek (lanjutan)
Karakteristik subjek
Status gizi Kurang Normal
Subskala Perawatan diri Jumlah yang Jumlah tidak mandiri yang mandiri n % n % 5
12,5
1 35
1 7
9,1 41,2
Adanya pengasuh Ada Tidak ada
3 10
Jenis kelamin Perempuan Laki-laki
4 9
Overweight Obesitas
Nilai p
Subskala Kognisi Jumlah yang Jumlah tidak mandiri yang mandiri n % n % 16
40,0
1 24
5 8
45,5 47,1
0,548
11 18
0,11
13 16
0,088
10 10
100,0 87,5 90,9 58,8
23,1 17,9
10 46
76,9 82,1
11,9 26,5
31 25
88,6 73,5
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Nilai p
0,541
6 9
100, 60,0 54,5 52,9
84,6 32,1
2 38
15,4 67,9
0,001
37,1 47,1
22 18
62,9 52,9
0,404
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Studi Pendahuluan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Penelitian mengenai modified WeeFIM pada anak sindroma Down belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia, sehingga diperlukan suatu studi pendahuluan untuk menilai validitas alat ukur status fungsional tersebut. Penelitian sebelumnya oleh Leonard et al (2002) Australia menyatakan WeeFIM dapat digunakan sebagai alat ukur status fungsional anak dengan sindroma Down.6 Msall dan Tremont (1999) juga menyatakan WeeFIM dapat digunakan pada anak dengan kelainan genetik, yaitu sindroma Down, spina bifida, anomali ekstremitas kongenital, penyakit jantung kongenital, gangguan siklus urea, disabilitas perkembangan yang kompleks dan berat lainnya, serta sindroma malformasi Di-George.26 Sudah banyak penelitian yang menunjukkan keefektifan penggunaan weeFIM sebagai alat ukur status fungsional pada anak dengan disabilitas selain sindroma Down. Sedangkan modified WeeFIM, yaitu modifikasi WeeFIM yang disesuaikan dengan budaya Indonesia baru diteliti penggunaannya pada anak normal di Indonesia. Hasil uji Cronbach alpha terhadap hasil wawancara modified WeeFIM mempunyai reliabilitas yang cukup tinggi, yaitu 0,824. Keseluruhan dari masing-masing 18 pertanyaan mempunyai nilai Cronbach alpha lebih dari 0,8 sehingga keseluruhan butir pertanyaan diikutkan pada penelitian selanjutnya. Hasil ini didukung beberapa penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan reliabilitas dan validitas WeeFIM. WeeFIM sebagai alat ukur mempunyai konsistensi interrater yang baik dengan skor yang stabil. Penelitian oleh Ottenbacher et al (1996, 1997) mengenai psikometrik WeeFIM pada 200 anak dengan disabilitas neurodevelopmental menunjukkan hasil test-retest, interrater, dan reliabilitas ekuivalen yang sangat baik.26,32,34 Penelitian pada lebih dari 700 anak dengan disabilitas perkembangan di beberapa tempat meliputi organisasi Cerebral palsy, organisasi anak dengan retardasi mental, dan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, dan di pusat program medis untuk anak berkebutuhan khusus menunjukkan validitas WeeFIM yang baik pada anak dengan gangguan perkembangan motorik, komunikasi, kelainan genetik dan neurosensori.29,31,36, 43 5.2. Karakteristik Subjek Penelitian Sebaran usia merata dari kelompok usia 6-10 tahun, 11-14 tahun dan 15-18 tahun. Hal ini menunjukkan jumlah anak sindroma Down yang masuk SLB relatif sama jumlahnya dari tahun ke tahun. Rentang IQ dari 24 sampai 80, yaitu dari retardasi mental berat sampai level dibawah rata-rata. Rata-rata IQ adalah 51,75 dengan jumlah terbanyak pada level retardasi mental sedang, kemudian diikuti retardasi mental ringan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan penderita sindroma Down sebagian besar mengalami retardasi mental pada kisaran ringan hingga berat. Skor IQ antara 25-80 dengan skor rata-
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
rata 50 (retardasi mental sedang) dan sebagian kecil pada batas bawah normal (IQ:70-80). Skor yang lebih tinggi biasanya pada tipe mosaic.16,18,19 Skor IQ tersebut hampir sama dengan skor IQ yang didapatkan pada penelitian ini. Jumlah anak sindroma Down laki-laki dan perempuan hampir sama pada penelitian ini, dimana perempuan lebih banyak satu sampel dari laki-laki (35:34). Hal ini berbeda dengan beberapa literatur yang menyatakan prevalensi anak sindroma Down lebih tinggi pada laki-laki dengan rasio laki-laki dan perempuan 1,3:1.
9,13,17
Namun berdasarkan penelitian Mokhtar MM et al pada 673 pasien sindroma
Down yang dilakukan pemeriksaan genetik di Alexandria tahun 1999-2001, didapatkan semua tipe mempunyai prevalensi laki-laki lebih besar kecuali pada tipe mosaic, dimana rasio perempuan dibanding laki-laki adalah 3:2.44 Selain itu jumlah sampel pada peneltian ini hanya melibatkan 69 sampel dari dua wilayah di Jakarta, dan ini mungkin belum menggambarkan keseluruhan prevalensi sindroma Down di Jakarta yang sesungguhnya. Sebagian besar status gizi pada anak sindroma Down dalam penelitian ini adalah normal, namun jumlah anak yang mempunyai berat badan lebih dan obesitas juga cukup banyak (40,5%). Prevalensi anak sindroma Down dengan berat badan lebih adalah 24,6%, sedangkan anak yang obesitas 15,9%. Angka ini hampir sama dengan prevalensi obesitas pada anak dengan disabilitas intelektual di luar negeri, yaitu sekitar 16-29%.45 Menurut penelitian Bell dan Bhate (1992) di Inggris, prevalensi overweight dan obesitas pada anak sindroma Down dan retardasi mental yang lain adalah 58-70% pada laki-laki dan 8395% pada perempuan.46 Sedangkan menurut penelitian Tamin TZ (2009) prevalensi obesitas pada anak disabilitas intelektual di SLB C di wilayah Jakarta adalah 16%.47 Jumlah ini hampir sama dengan prevalensi obesitas pada penelitian ini yang dilakukan di Jakarta timur dan Jakarta selatan, yaitu sebesar 15,9%. Adanya pengasuh khusus didapatkan pada 26% sampel. Rata-rata orang tua mengaku mempunyai pembantu yang bertugas mengurus rumah tangga namun tidak untuk khusus menjaga si anak. Orang tua memilih untuk memperkerjakan pengasuh khusus sebagian besar karena alasan keduanya bekerja. Tingkat pendidikan ibu rata-rata sedang sampai tinggi, yaitu minimal SMP sampai S2. Sindroma Down merupakan penyakit karena kelainan genetik yang tidak dipengaruhi kondisi sosial ekonomi.1 Hal ini mungkin berhubungan dengan prevalensi sindroma Down yang lebih banyak pada ibu melahirkan di usia tua. Ibu dengan pendidikan tinggi cenderung menikah di usia lebih tua yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sindroma Down. Di luar negeri justru sebaliknya, semakin tinggi pendidikan ibu akan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
menurunkan angka kejadian sindroma Down. Seperti dilaporkan pada penelitian Dagmara Dzurova dan Hynek Pikhart tahun 2005, prevalensi kelahiran anak dengan sindroma Down lebih banyak dijumpai pada ibu dengan pendidikan lebih rendah. Kemajuan di bidang kedokteran untuk mendeteksi dini sindroma Down sejak dari dalam kandungan, serta didukung budaya dan hukum mereka yang membolehkan aborsi pada akhirnya menurunkan prevalensi sindroma Down. Pada ibu dengan pendidikan tinggi mereka akan lebih mengerti akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah.12 5.3. Status Fungsional berdasarkan Modified WeeFIM Rata-rata skor total modified WeeFIM adalah 106,82 ± 13,769 dengan rentang skor 63-126. Skor ini hampir sama dengan penelitian Leonard, Msall et al (2002) yang menilai WeeFIM pada anak sindroma Down usia sekolah yang tinggal di Australia barat pada tahun 1997. Skor WeeFIM total pada penelitian tersebut adalah 106.2 ± 17,0.6 Dalam penelitian ini nilai status fungsional modified WeeFIM anak sindroma Down usia 6-18 tahun hampir keseluruhan masuk kelompok mandiri (hanya membutuhkan pengawasan sampai mandiri penuh). Pada aspek mobilitas semua anak mandiri. Kemandirian dalam aspek perawatan diri adalah 81,2%, sedangkan aspek kognisi menunjukkan angka kemandirian yang paling rendah, yaitu 58%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan gangguan utama pada sindroma Down adalah pada perkembangan kognisi dimana sebagian besar anak mengalami retardasi mental.16 Mobilitas anak sindroma Down usia 6-18 tahun pada penelitian ini 100% mandiri. Hal ini sesuai dengan penelitian Melyn dan White (1973) yang menyatakan 95% anak dapat berjalan mandiri usia 3,5 tahun.26 Hasil ini juga hampir sama dengan penelitian Leonard et al (2002) di Australia yang menyatakan nilai WeeFIM paling tinggi didapatkan pada aktifitas transfer dan locomotion dan yang terendah pada kemampuan kognisi sosial. Hampir keseluruhan (95,5%) anak sindroma Down pada penelitian tersebut tidak membutuhkan bantuan dalam aktivitas perawatan diri; 96,6 % tidak membutuhkan bantuan dalam kontrol sphingter; mayoritas mandiri dalam transfer dan locomotion (99,5 %).6 Penelitian Msall et al (1994) pada 28 anak sindroma Down usia 6-14 tahun juga didapatkan hasil yang hampir sama. Pada penelitian tersebut aspek mobilitas dan kontrol BAB semua anak mandiri penuh, sedangkan untuk kontrol BAK dan memakai pakaian masih perlu pengawasan dan bantuan.36 Kemandirian didapatkan pada hampir semua aktivitas merawat diri dan mobilitas namun masih kesulitan dalam memahami bahasa yang kompleks termasuk aplikasinya dalam akademik yaitu menulis dan membaca (Carr, 1995; Rondal et al,1996). Penelitian Carr (1995) pada anak sindroma Down usia 15
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
bulan, 4, 11, dan 21 tahun menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa ketrampilan anak bervariasi, tidak dipengaruhi usia dan tidak dapat diprediksi berdasarkan nilai IQ-nya.40 Rata-rata skor modified WeeFIM dalam kognisi yang terendah pada penelitian ini adalah dalam komunikasi ekspresif (3,7 ± 2,02) sedangkan interaksi sosial mempunyai skor paling tinggi dalam penelitian ini (6,1 ± 1,4). Rata- rata skor modified WeeFIM aspek kognisi yang lainnya, berturut turut sebagai berikut: komunikasi reseptif 4,48 ± 2,07; pemecahan masalah 5,49 ± 1,89; dan memori 5,88 ± 1,68. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan gangguan kognisi pada sindroma Down ditandai dengan gangguan pada pembentukan kata, dan memori verbal jangka pendek dan jangka panjang. Keterlambatan perkembangan bahasa ekspresi biasanya lebih menonjol daripada keterlambatan bahasa reseptif. Kemampuan mengenali perbendaharaan kata lebih baik daripada kemampuan membentuk kata menjadi frase atau kalimat. Memori visuospasial jangka pendek biasanya masih baik, dan hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini dimana memori visual terhadap orang dan kejadian yang lebih baik.17 Begitu juga kemampuan bersosialisasi akan meningkat mulai usia 5-11 tahun.21 Berdasarkan penelitian Dykens, Hodapp, dan Evans (1994) menggunakan Vineland Adaptive Behavior Scales pada anak sindroma Down usia 1-11 tahun menunjukkan adanya kelemahan dalam ketrampilan komunikasi yang bermakna, terutama dalam komunikasi ekspresif. Hal ini didukung oleh penelitian lain yang meneliti tentang gangguan bahasa secara spesifik (Berglund, Eriksson, & Johansson, 2001; Fowler, Gelman, & Gleitman, 1994).39 Pada penelitian Leonard et al (2002) menunjukkan hasil yang berbeda, dimana dalam aspek kognisi berkomunikasi secara reseptif dan ekspresif 96,5% anak sindroma Down dapat mandiri dengan pengawasan sampai mandiri penuh dengan skor WeeFIM rata-rata 5,5±1,4. Sedangkan fungsi kognisi sosial yang terdiri kemampuan berinteraksi sosial, menyelesaikan masalah dan memori mempunyai jumlah kemandirian yang terendah, yaitu sebesar 95,1% dengan skor WeeFIM rata-rata 5,2±1,3.6
5.4.Hubungan Status Fungsional Berdasarkan modified WeeFIM dengan Karakteristik Subjek Hubungan antara skor weeFIM dengan karakteristik subjek didapatkan perbedaan yang bermakna hanya pada faktor usia. Skor WeeFIM cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia, terutama setelah memasuki usia pubertas (≥ 11 tahun). Berdasarkan perbandingan masing-masing subkala WeeFIM kemandirian yang berhubungan dengan usia adalah pada aspek perawatan diri. Kemandirian
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
perawatan diri meningkat seiring dengan peningkatan usia. Sedangkan kemandirian kognisi tidak berhubungan dengan peningkatan usia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Msall (2002) yang menyatakan kemandirian meningkat sesuai dengan peningkatan usia terutama dalam aspek perawatan diri.6 Adanya pengasuh cenderung menurunkan jumlah anak yang mandiri dengan perbedaan yang cukup bermakna secara klinis. Setelah dianalisis lebih lanjut berdasarkan masing-masing subkala WeeFIM didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik pada subskala kognisi. Sedangkan kemandirian perawatan diri justru tidak berhubungan dengan adanya pengasuh khusus. Hal ini mungkin didukung dengan sistem SLB yang menerapkan latihan bina diri terutama pada anak setingkat SD. Latihan ini meliputi kemandirian makan, memakai baju dan sepatu. Sehingga walaupun pengasuh cenderung melayani kebutuhan anak dan tidak melatih kemandirian, tetap anak bisa mandiri terutama selama di sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi kognisi pada anak sindroma Down. Selain gangguan utama pada sindroma Down berupa retardasi mental yang menyebabkan kemandirian kognisi tetap rendah, faktor kurangnya stimulasi yang berfokus pada kemandirian dalam berbahasa, problem solving dan memori juga dapat menjadi faktor penting. Angka kemandirian kognisi pada penelitian Msall (2002) di Australia tidak berbeda bermakna dengan kemandirian pada aspek yang lain, perawatan diri dan mobilitas.6 Hal ini menunjukkan bahwa anak dengan sindroma Down dapat mencapai kemandirian kognisi yang cukup baik jika mendapat stimulasi yang benar. Aspek kognisi, terutama dalam kemampuan komunikasi yang jauh lebih rendah dibandingkan aspek yang lain mungkin berkaitan dengan kurangnya stimulus yang diberikan orang tua atau lingkungannya. Aspek kognisi yang paling kurang kemandiriannya adalah aspek komunikasi, terutama dalam komunikasi ekspresif. Perkembangan bahasa adalah suatu proses dinamik, interaktif dan sosial serta tergantung pada kognisi dan fungsi otak individu, oleh karena itu keluarga, sekolah, dan komunitas sangat berperan dalam proses terapi. Terapi tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif orang tua maupun pengasuh anak.48 Berdasarkan penelitian oleh Daniel K.L Cheuk, Virginia Wong (2005), pengasuhan anak oleh pembantu berhubungan dengan peningkatan risiko dan keparahan gangguan bahasa spesifik. Perbedaan bahasa pembantu dengan anak dapat mempengaruhi perkembangan bahasa anak.49 Banyaknya pembantu yang berasal dari daerah dengan keterbatasan kemampuan bahasa Indonesia cenderung menjadikan pembantu tidak banyak berkomunikasi dengan anak. Walaupun anak mempunyai mekanisme
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
kecerdasan dari lahir untuk mempelajari bahasa, namun mempelajari 2 bahasa sekaligus akan membutuhkan kemampuan yang lebih besar bagi anak. Beberapa penelitian menunjukkan metode bilingual cenderung lebih buruk hasil tes verbalnya. Selain itu status mereka sebagai pekerja yang cenderung hanya mengerjakan apa yang diperintah majikannya, Pendidikan yang relatif rendah, dan tidak ada rasa peduli sebagaimana orang tua terhadap anaknya kemungkinan menjadi faktor yang dapat memicu keterlambatan perkembangan bahasa anak. Orang tua cenderung menekankan pada perawatan sehari-hari anak, namun tidak pernah menekankan pengasuh anak untuk melatih komunikasi atau membacakan cerita kepada anak.49 Penelitian oleh National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika terhadap 1000 anak menunjukkan bahwa anak yang diasuh khusus oleh ibu tidak berbeda dengan yang diasuh oleh orang lain. Namun karakteristik orang tua lebih berpengaruh terhadap perkembangan anak dibandingkan bentuk pengasuhan yang lain. Perkembangan anak lebih baik pada ibu yang responsif, sensitif, perhatian dan memberikan stimulasi yang baik saat interaksi dengan anak. Keluarga yang mempunyai kebiasaan mengajak anak bermain di rumah dan di luar rumah memicu perkembangan kognisi dan interaksi sosial yang lebih baik pada anak. Pengasuhan anak di tempat penitipan anak atau oleh pembantu yang berkualitas dapat berdampak positif terhadap perkembangan anak. Kualitas pengasuhan yang baik menurut NICHD adalah: menunjukkan perilaku dan kontak fisik yang baik, sering memberikan stimulasi anak untuk berbicara dengan memberi pertanyaan, memberi dukungan, melatih bernyanyi dan membaca buku. Perkembangan anak dinilai dari kualitas pengasuhan menunjukkan pengasuhan yang lebih baik menghasilkan perkembangan kognisi, bahasa dan sosial yang lebih baik serta meningkatkan kemampuan akademik anak. Lingkungan pengasuhan anak yang bersifat menstimulasi perkembangan akan memicu anak mempunyai kosa kata yang lebih banyak, mempunyai memori dan kemampuan atensi yang lebih baik serta mampu bersosialisasi lebih baik. Sedangkan anak yang lebih banyak meluangkan waktunya menonton TV menunjukkan gangguan tingkah laku yang lebih sering, penguasaan kosa kata yang lebih sedikit dan kemampuan akademik yang kurang. 50,51 Di Indonesia masih jarang TPA maupun pengasuh anak yang mempunyai kualitas yang baik. Berdasarkan penelitian Gunanti (2005) di TPA Samuphahita Malang ditemukan banyak anak yang lambat bicara, dan sukar beradaptasi. Begitu juga anak yang diasuh oleh pembantu rumah tangga pada ibu yang bekerja di Desa Sumberporong Lawang Malang, beberapa anak sukar beradaptasi, dan sulit bersosialisasi. Pembantu rata-rata mempunyai tingkat pendidikan yang rendah (tamat SD dan tamat SMP) sehingga pengetahuan tentang pengasuhan anak juga tergolong rendah. Informasi tentang cara pengasuhan anak
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
umumnya hanya diperoleh dari majikan (ibu). Keterlambatan perkembangan kognisi mungkin berkaitan dengan banyaknya ibu yang bekerja dan pembantu yang tidak dilatih untuk memberikan stimulus yang benar seperti hanya diperlihatkan TV dan tidak diajak berkomunikasi dua arah. Selain itu program pendidikan SLB yang kurang berfokus pada aspek perkembangan bahasa juga dapat menjadi faktor yang memperlambat perkembangan kognisi anak sindroma Down. 52 Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan yang bermakna secara klinis, dimana kemandirian dalam perawatan diri lebih banyak didapatkan pada anak perempuan. Pada penelitian Leonard, Msall et al (2002) tidak didapatkan perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan dalam hal perawatan diri, namun skor anak perempuan cenderung lebih baik. Terdapat perbedaan bermakna dalam ketrampilan memakai baju, dimana anak laki-laki lebih membutuhkan bantuan. Hal ini mungkin karena orang tua yang cenderung membantu walaupun sebenarnya anak mampu melakukan sendiri.6 Pada penelitian penggunaan WeeFIM pada anak normal di China, perempuan juga secara bermakna lebih baik dalam kemampuan perawatan diri dibandingkan laki-laki. Dijelaskan dalam penelitian tersebut bahwa secara umum sudah diketahui bahwa budaya di China anak perempuan lebih terampil dalam merawat diri sedangkan anak laki-laki lebih kuat dalam kemampuan mobilitas dan kerja fisik. Alasannya karena anak perempuan lebih dini diajarkan teknik perawatan diri seperti makan, memakai baju dan mengurus diri.7 5.5. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya:
a) Rancangan penelitian Rancangan penelitian ini dalam bentuk studi potong lintang yang meneliti variabel bebas dan variabel terikat dalam satu waktu sehingga tidak bisa menjelaskan ada tidaknya hubungan sebab akibat antara kedua variabel. b) Instrumen penelitian Pengumpulan data penelitian menggunakan instrumen modified WeeFIM dalam bentuk kuesioner yang diisi oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara dengan responden. Adapun kelemahan dengan menggunakan kuesioner adalah kemungkinan responden tidak mengerti maksud dari pertanyaan dan responden tidak jujur dalam menjawab pertanyaan. Kekurangan ini dapat diminimalisasi dengan memberikan penjelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan mengingatkan responden
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
untuk selalu bertanya jika ada yang tidak dimengerti saat wawancara. Beberapa subjek dilakukan wawancara pada lebih dari satu responden untuk mengkonfirmasi kejujuran responden. Misalnya wawancara pada orang tua anak yang cenderung menjawab kemandirian anaknya sangat baik maka akan dikonfirmasi dengan guru atau wali kelas anak tersebut. c) Populasi penelitian Populasi terjangkau penelitian ini hanya meliputi beberapa SLB C di dua wilayah di Jakarta, yaitu Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, sehingga hasil penelitian ini hanya bisa diterapkan pada populasi terjangkau tersebut dan belum bisa menggambarkan populasi penelitian sesungguhnya.
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. Karakteristik subjek pada penelitian ini merata dalam usia dan jenis kelamin. Skor IQ terbanyak pada level retardasi mental sedang. Tingkat pendidikan ibu rata-rata sedang sampai tinggi. Status gizi terbanyak normal dan lebih banyak yang tidak mempunyai pengasuh khusus 2. Status fungsional anak sindroma Down usia 6-18 tahun berdasarkan modified WeeFIM dalam populasi penelitian ini hampir keseluruhan mandiri (dengan pengawasan sampai mandiri penuh). Kemandirian terbaik adalah dalam aspek mobilitas (100%), kemudian diikuti aspek perawatan diri (81,2%), dan yang terendah aspek kognisi (58%)
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
3. Perbedaan bermakna didapatkan pada nilai status fungsional berdasarkan modified WeeFIM terhadap usia dan adanya pengasuh. Kemandirian dalam perawatan diri semakin meningkat dengan meningkatnya usia dan lebih baik pada perempuan. Kemandirian kognisi lebih banyak didapatkan pada anak tanpa pengasuh khusus 6.2 Saran
1. Nilai status fungsional ini dapat dipakai sebagai acuan dalam tatalaksana rehabilitasi dan juga memantau keberhasilan program rehabilitasi anak sindroma Down 2. Perlunya lebih fokus pada penanganan kemandirian kognisi, terutama aspek komunikasi dalam membuat program rehabilitasi maupun kurikulum SLB C 3. Perlunya diberikan edukasi kepada orang tua mengenai cara mengasuh anak dengan sindroma Down, termasuk memberikan edukasi kepada pengasuh dalam hal melatih komunikasi anak 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor penentu status fungsional anak sindroma Down dengan studi longitudinal 5. Perlu dilakukan penelitian dengan wilayah yang lebih luas sehingga dapat menggambarkan populasi penelitian DAFTAR PUSTAKA
1. Levy PA, Marison RW. Human genetics and dysmorphology, pattern of inheritence. In: Robert M Kliegman. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th edition. Philadelphia: Elsevier. 2007. Section 9; 47:217-22 2. Parker SE, Mai CT, Canfield MA, et al. Updated National Birth Prevalence Estimates for Selected Birth Defects in the United States, 2004-2006. Birth Defects Res A. 2010;88:100816 3. POTADS, 2003. Mengenal Down syndrome. Diunduh dari: http://www.potads.com/ downsyndrome.php (Diakses 7 Maret 2012) 4. Idris R, Anggoro B, Hartamto H. Penderita sindrom Down berdasarkan analisis kromosom di laboratorium biologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia antara tahun 1992-2004. Profesi Medika. 2006; 6 (1): 35.
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
5. Chung EK and Zimmer KP. Specific diseases, Down (Trisomy 21) syndrome. In: Schwart MW, Bell LM, Bingham PM, Chung EK, Friedman DF, Mulberg AE, Tanel RE. 5-Minute Pediatric Consult. 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2005; 2:345-48 6. Leonard S, Msall M, Bower C, Tremont M, and Leonard H. Functional status of school-aged children with Down syndrome. J. Paediatr Child Health . 2002; 38:160–65 7. Wong V, Wong S, Chan K and Wong W. Functional Independence Measure (weeFIM) for Chinese children: Hong Kong cohort. Pediatrics 2002; 109:e36 8. Eriawati DN. Efektivitas penggunaan WeeFIM dalam pengukuran status fungsional anak usia 2 tahun – 6 tahun perkembangan normal pada beberapa kelompok bermain dan taman kanak-kanak di kecamatan Ciledug Tangerang. Jakarta: FKUI. 1999. 9. Heyn
SN.
Down
Syndrome.
2005.
Available
from:
http://www.medicinenet.com/Down_syndrome/article.htm. 10. Kaski M. Management of medical problems associated with Down syndrome. Current Care Summary. The Finnish Society of Intelectual Disability Medicine. 2005. Available from: http://www.kaypahoito.fi/khhaku/PrintArticle?tunnus=ccs00007 11. Leshin L. Trisomy 21: musculoskeletal condition in Down syndrome. 2003. Available from: http://www.ds-health.com/trisomy.html. 12. Dzurova D, Pikhart H. Down syndrome, paternal age and education: comparison of California and the Czech Republic. BMC Public Health 2005, 5:69 13. Leshin L. Trisomy 21: The story of Down Syndrome. 2003. Available from: http://www.dshealth.com/trisomy.html. 14. DeWitt RC. Down Syndrome. In: Kristinek R and Jefrey W. The Gale Encyclopedia of Children’s Health: Infancy through Adolescence. Vol 2. Thomson. 2005: 625-29 15. Guideline. Clinical Practice Guideline Report of the Recommendations Down Syndrome Assessment and Intervention for Young Children, New York State Departement of Health Division of Family health
Bureau
of
Early
Intervention.
2010.
(cited
August
2011).
Available
from:
http://www.health.state.ny.us/community/infants_children/ 16. Delabar JM. Perspectives and gene based therapies. In: Rondal JA and Quartino AR. Therapies and rehabilitation in Down Syndrome. England. John Wiley & Sons Ltd The Atrium. 2007; 6:17-20
17. Lott IT, Dierssen M. Cognitive deficits and associated neurological complications. In: Individuals with Down's Syndrome. The Lancet Neurology, Volume 9, Issue 6, June 2010: 623 – 633
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
18.NHS.
Down’s
syndrome.
Available
from:
http://www.nhs.uk/Conditions/Downs-
syndrome/Pages/Symptoms.aspx. Last reviewed: 05/05/2010 19. Lunnen KY, Geddes RF. Mental retardation of Down syndrome. In : Tecklin JS. Pediatric Physical Therapy. 4th ed. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.2008 20. Leshin L. Pediatric health update on Down syndrome. In: Cohen WI, Nadel Lynn, and Madnick ME. Down syndrome: visions for the 21st century. Wiley-Liss, Inc. New York. 2002: 187-9
21. Buckley SJ, Sacks B. An overview of the development of children with Down syndrome (511 years). Down Syndrome Issues and Information. 2001. Available from: http://www.downsyndrome.org 22. Buckley SJ, Sacks B. An overview of the development of teenagers with Down syndrome (11-16 years). Down Syndrome Issues and Information. 2002. Available from: http://www.down-syndrome.org 23. Niewczyk PM, Granger CV. Measuring function in young children with impairments. Research report. Pediatrics physical therapy. 2010; 22:42-51. 24. Lezzoni L. Classifying and reporting functional status, Subcommittee on Populations National Committee on Vital and Health Statistics (NCVHS). July 17, 2000. 25. Soetjianingsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC, 1995: 177-82 26. Msall ME, Tremont M. Measuring functional status in children with genetic impairments. American journal of medical genetics (semin. med. genet.) 1999:89:62–74 27. Granger CV. Quality and outcome measures in medical rehabilitation. In : Braddom RL. Physical Medicine and Rehabilitation. Philadelphia : WB Saunders, 1996 : 27-30 28. Christiansen, Charles H. Functional evaluation and management of self-care and other activities of daily living In : DeLisa, Joel A. Physical Medicine & Rehabilitation: Principles and Practice, 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2005 29. Msall ME, Rogers BT, Ripstein H, Lyon N, and Wilczenski F. Measurements of functional outcomes in children with Cerebral Palsy. Mental Retardation and Developmental Disabilities Research Reviews. 1997; 19-46, 15-322. 30. Gresham GE, Dittmar SS. Instrument used to assess function and measure outcomes in physical rehabilitation medicine. In : Dittmar SS, Gresham GE. Functional Assessment and Outcome measures for the rehabilitation health professional. Gaithersburg, Maryland : An Aspen Publication 1997: 2730; 91-220
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
31. Msall ME, DiGaudio K. WeeFIM : Normative sample of an instrument for tracking functional independence in Children. Clin Pediatr. 1994 33: 431 32. Ottenbacher KJ, Msall ME. The WeeFIM instrument: its utility in detecting change in children with developmental disabilities. Arch Phys Med Rehabil 2000;81: 1317-26. 33. Weefim systemsm Clinical Guide: Version 5, Buffalo, NY 14214: University at Buffallo; 1998: 1-90 34. Ottenbacher KJ, Msall ME. Interrater agreement and stability of functional independence measure for children (WeeFIM): Use in children with developmental disabilities. Arch Phys Med Rehabil 1997 : 78:1309-15 35. Msall M. Pilot use of a functional status measure at age 4-5 years in extremely premature infants after surfactant. Developmental Medicine & Child Neurology 1991; 33: 15-6 36. Msall ME, DiGaudio K, Rogers BT, LaForest S, Catanzary NL, Campbell J, Wilczensky F, Duffy LC. The Functional Independence Measure for Children (WeeFIM) : Conceptual basis and pilot use in children with developmental disabilities. Clinical Pediatrics, 1994; 33(7): 421-30 37. Mancini MC, Carvalho e Silva P, Goncalves SC, Martins S.Comparison of functional performance among children with Down syndrome and children with age-appropriate development at 2 and 5 years of age. Arquivos de Neuro-psiquiatria 2003;61(2B):409-15 38. Dolva AS, Coster W, Lilja M. Functional performance in children with Down syndrome. Am J Occupat Ther 2004;58(6):621 – 629. 39. Dykens EM, Hodapp RM, Evans, DW. Profiles and development of adaptive behavior in children with Down syndrome. Am J Mental Retardation 1994;98:580 – 587. 40. Volman MJM, Visser JJW, Lensvelt- Mulders GJ. Functional status in 5 to 7-year-old children with Down syndrome in relation to motor ability and performance mental ability. Disability and Rehabilitation, January 2007; 29(1): 25 – 31 41. Madiyono B, Sastroasmoro S. Perkiraan Besar Sampel dalam Sadstroasmoro, Sudigdo. Dasar-Dasar Metodologi Klinis. Jakarta : Sagung Seto 2008; 16:310-11 42. Azwar S. Reliabilitas dan Validitas. Jakarta: Pustaka Pelajar 2005:83
43. Msall ME, DiGaudio KM, Duffy LC. 1993. Use of functional assessment in children with developmental disabilities. Physical Med Rehabil Clin North Am 4:517–527. 44. Mokhtar MM, Abd el-Aziz AM, Nazmy NA, Mahrous HS. Cytogenetic profile of Down syndrome in Alexandria, Egypt. East Mediterr Health J. 2003 Jan-Mar; 9(1-2):37-44 45. Rimmer JH, Yamaki K. Obesity and Intellectual disability. Mental Retardation and Developmental Disabilities.2006;12:22-7
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
46. Bell A.J and Bhate MS. Prevalence of overweight and obesity in Down syndrome and other mentally handicapped adults living in the community. Journal of Intellectual Disability Research.1992;36:359-64 47. Tamin TZ. Model dan efektifitas latihan endurans untuk peningkatan kebugaran penyandang disabilitas intelektual dengan obesitas. [Disertasi Doktoral]. Jakarta : FK UI; 2009. 48. Martin GE, Klusek JK, Estigarribia B, and Roberts JE. Language characteristics of individual with Down syndrome. Top Lang Disord. 2009. April; 29(2): 112-32 49. Cheuk DKL and Wong V. Specific language impairment and child care by domestic helper, a case control study in chinese children. Arch Pediatr Adolesc Med. 2005;159(8):714-20 50. Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development, NIH, DHHS. The NICHD Study of Early Child Care and Youth Development (SECCYD). Findings for Chidlren up to Age 4 ½ Years (05-4318). 2006. Washington, DC: U.S. Government Printing Office. 51. Todd CM. The NICHD Child Care Study Results: What do they mean for parents, child-care professionals, employers and decision makers?.2001. Washington, DC: USDA/CSREES: Extension CARESfor America's Children and Youth Initiative. 52. Gunanti, IR.Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan PRT dalam Pengasuhan Anak serta Hubungannya dengan Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia 2-5 Tahun. 2005. Surabaya: Universitas Airlangga.
Lampiran 1.
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Lampiran 2.
Lembar Penjelasan Prosedur Penelitian Untuk Calon Peserta Penelitian “Status Fungsional Anak Sindroma Down Usia 6 - 18 Tahun Menurut Modified WeeFIM serta FaktorFaktor yang Berhubungan di Jakarta” Divisi Pediatri Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FKUI RSCM Jakarta
Bapak / Ibu yang terhormat, Saya, dr. Maulin Nikmah, PPDS program studi Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FKUI/RSCM sedang melakukan penelitian mengenai penilaian status fungsional (tingkat kemandirian) pada anak sindroma Down. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan modified WeeFIM untuk menilai status fungsional anak sindroma Down usia 6-18 tahun dan hubungannya dengan karakteristik anak. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk acuan dalam penatalaksanaan dan memantau keberhasilan program terapi rehabilitasi medik. Penelitian ini dalam bentuk wawancara kepada orang tua / pendamping dan dilakukan dengan sukarela serta tidak dipungut bayaran apapun. Bapak/Ibu dapat menanyakan segala hal yang berhubungan dengan hasil wawancara. Kami juga menjaga kerahasiaan mengenai semua hal yang berhubungan dengan penelitian ini. Bapak/Ibu juga berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini. Apabila Bapak/Ibu memerlukan keterangan lebih lanjut dapat menghubungi peneliti: Nama
: dr. Maulin Nikmah
Alamat rumah : Jl. Pesona kyoto blok D 8 no. 8 Kotawisata Cibubur
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Hp. 085717545473 Alamat kantor : Departemen Rehabilitasi Medik RSCM, Jl. Diponegoro no 71 Jakarta Pusat. Telp 021 39118301, 021 3907561
Lampiran 3. SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama
:.....................................................................................................
Umur
: ....................................................................................................
Alamat : .................................................................................................... No Telepon
: ....................................................................................................
Pekerjaan
: ....................................................................................................
Selaku bapak/ibu/kakek/nenek/paman/bibi/wali (harap dilingkari pilihan yang benar dari anak di bawah ini : Nama
:.....................................................................................................
Umur
: ....................................................................................................
Jenis Kelamin
: ....................................................................................................
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa: Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tujuan, manfaat serta risiko penelitian yang berjudul:
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
“ Status Fungsional Anak Sindroma Down Usia 6-18 Tahun Menurut Modified WeeFIM serta FaktorFaktor yang Berhubungan di Jakarta” Maka saya bersedia untuk diwawancarai dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi ketentuan yang berlaku. Apabila suatu saat saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya berhak untuk mengundurkan diri dan membatalkan persetujuan ini.
Jakarta ,............................2012 Yang menyatakan: Saksi
Orang tua/ wali anak
(.................................................)
(.................................................) Peneliti
(.................................................) Lampiran 4.
STATUS PENELITIAN
IDENTITAS Nama
:
Usia
:
Jenis Kelamin
:
Berat badan
:
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Tinggi badan
:
IQ
:
Penyakit berat yang diderita saat ini : Riwayat penyakit dahulu dan pengobatannya : Pendidikan ibu
:
Pengasuh/ pembantu khusus untuk anak : ada / tidak ada Alamat
:
No telpon
:
SLB
:
Responden
: ibu / ayah/ guru / pengasuh / kakek / nenek / saudara
PEMERIKSAAN FISIK Kepala : mikrosefali +/- area oksiput yang datar +/Wajah : mongoloid +/-, tulang pipi tinggi +/-, batang hidung rata +/-, mata berjauhan +/-, celah mata miring ke atas +/-, lipatan epikantus jelas +/-, telinga kecil +/-, mulut kecil +/-, lidah besar +/Leher : lipatan-lipatan yang berlebihan +/Ekstremitas : gambaran telapak tangan terdapat garis melintang +/-, tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar +/-, hipotonus +/- dan ligament laxity +/-
Lampiran 5. Formulir Kuesioner Modified WeeFIM
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
1.MAKAN Semua kegiatan berupa kemampuan memasukkan makanan, minuman ke dalam mulut dengan menggunakan tangan, sendok (dengan atau tanpa garpu), cangkir/gelas, mengunyah serta menelan makanan dan minuman.
Nilai 7 6
5 4 3 2 1
2.
Keterangan Mandiri, melakukan dengan aman Mandiri, tapi perlu a.l. alat bantu adaptif, modifikasi makanan / konsistensi cairan, waktu yang lebih dari biasanya dan perlu peduli keamanan Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal : pengawasan, isyarat atau petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya. Anak melaksanakan sebagian besar (75-99%) aktivitas makan Anak melaksanakan ½ atau lebih (50-74%) aktivitas makan Anak melakukan < ½ (25-49%) dari aktivitas makan Anak tak dapat melakukan aktivitas, atau jika ada < 25% dari aktivitas makan
MENGURUS DIRI Seluruh kegiatan berupa menyikat gigi, menyisir/menyikat rambut, mencuci dan mengeringkan tangan dan wajah
Nilai 7 6 5 4 3 2 1 3.
Keterangan Mandiri, melakukan dengan aman Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: alat bantu adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: diawasi, isyarat atau diberi petunjuk verbal, dipersiapkan Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25% dari aktivitas
MANDI
Seluruh kegiatan berupa kemampuan mengambil air dari bak mandi dengan gayung/ timba, menyabuni badan, membilas dan mengeringkan badan dengan handuk
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Nilai Keterangan 7 Mandiri, menyiapkan dan mendapatkan kebutuhan mandi sendiri dan melakukan dengan aman. Mandiri membersihkan 10 bagian tubuh. 6 Mandiri,mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau beberapa hal: alat bantu/ adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya 5 Mandiri, mampu membersihkan 10 bagian tubuh tapi perlu satu atau beberapa hal: pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya 4 Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Mampu membersihkan 8-9 bagian tubuh atau bantuan minimal untuk semua bagian 3 Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Mampu membersihkan 5-7 bagian tubuh atau bantuan sedang untuk semua bagian 2 Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal Mampu membersihkan 3-4 bagian tubuh atau atau bantuan maksimal untuk semua bagian 1 Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas ini. Mampu membersihkan 1-2 bagian tubuh atau perlu bantuan total Keterangan : 10 bagian terdiri dari : 1 = lengan bawah kiri + tangan kiri 6 = kemaluan belakang, bokong 2 = dada + bahu 7 = lengan atas kiri 3 = lengan bawah kanan + tangan kanan 8 = lengan atas kanan 4 = perut 9 = tungkai bawah kiri + kaki 5 = perineal (kemaluan) depan 10 = tungkai bawah kanan + kaki
4.
BERPAKAIAN BAGIAN ATAS TUBUH
Semua kegiatan berupa berpakaian dan melepas pakaian dari batas pinggang ke atas, memasang dan melepaskan orthosis atau prosthesis
Nilai
Keterangan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
7
6
5
4 3 Nilai 2 1
5.
Memakai, melepas pakaian bagian atas tubuh dengan mandiri, aman. Memakai prosthesis/orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu atau alat adaptif berpakaian, waktu lebih lama, memakai prosthesis/ orthosis dan alat ini diperlukan untuk membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya, prosthesis/ orthosis yang dikenakan pada anak Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan minimal Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang Keterangan Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas, perlu bantuan total
BERPAKAIAN BAGIAN BAWAH TUBUH
Semua kegiatan berupa berpakaian dan melepas pakaian dari batas pinggang ke bawah, memakai dan melepas orthosis/ prosthesis yang diperlukan Nilai 7
6
5
4 3 2 1
Keterangan Mandiri memakai dan melepas pakaian bagian bawah tubuh dengan mandiri, aman. Memakai prosthesis/orthosis, tapi tidak memerlukannya sebagai alat bantu untuk menyelesaikan aktivitas berpakaian Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu atau alat adaptif berpakaian, waktu lebih lama, memakai prosthesis/ orthosis dan alat ini diperlukan untuk membantu menyelesaikan aktivitas berpakaian, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan, prosthesis/ orthosis yang dikenakan pada anak Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini, perlu bantuan minimal Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas, perlu bantuan total
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
6.
AKTIVITAS SEKITAR BAK DAN BAB (TOILETING)
Seluruh kegiatan yang terdiri dari kemampuan membersihkan lubang ekskreta/ cebok dengan air setelah BAK/BAB, menyiram dan memakai celana (mengatur pakaian bawah tubuh).
Nilai 7 6 5 4 3 2 1 7.
Keterangan Mandiri, melakukan dengan aman Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: alat bantu adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: diawasi, isyarat atau diberi petunjuk verbal, dipersiapkan (persiapan alat bantu adaptif) Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal Anak perlu bantuan total, atau jika ada < 25% dari aktivitas KONTROL BAK
Aktivitas kontrol kandung kemih secara sengaja/disadari dan jika perlu menggunakan peralatan atau obat untuk mengontrol kandung kemih TK: tingkat keberhasilan TB : tingkat bantuan
Nilai 7 6 5
4 3 2
1
Keterangan TK = mandiri TB = mandiri TK = mandiri TB = mandiri tapi perlu alat bantu TK = kadang-kadang ngompol, frekuensi bulanan jarang atau ngompol malam hari TB = mandiri, tapi perlu pengawasan TK = ngompol, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini TK = ngompol, frekuensi harian jarang TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang TK = ngompol setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi TB = anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal TK = ngompol tiap hari, tapi tidak memberi indikasi basahnya celana TB = anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas ini
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
8.
KONTROL BAB
Aktivitas kontrol buang air besar (BAB) secara sengaja dan jika perlu menggunakan peralatan atau obat untuk kontrol BAB TK: tingkat keberhasilan TB : tingkat bantuan
Nilai 7 6 5 4 3 2
1
Keterangan TK = mandiri TB = mandiri TK = mandiri TB = mandiri tapi perlu alat bantu TK = kadang-kadang mengalami kecelakaan BAB, frekuensi bulanan jarang TB = mandiri, tapi perlu pengawasan TK = alami kecelakaan BAB, frekuensi mingguan jarang TB = anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini TK = alami kecelakaan BAB, frekuensi harian jarang TB = anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%), perlu bantuan sedang TK = alami kecelakaan BAB setiap hari tapi terdapat beberapa indikasi TB = anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas, perlu bantuan maksimal TK = alami kecelakaan BAB tiap hari, tapi tidak memberi indikasi TB = anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas ini
9. BERPINDAH KE DAN DARI KURSI/ KURSI RODA Semua aktivitas berpindah menuju dan meninggalkan kursi atau kursi roda
Nilai 7 6 5 4 3 2 1 10.
Keterangan Mandiri, aman. Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu atau alat adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas
BERPINDAH KE DAN DARI WC/JAMBAN
Kemampuan menuju, jongkok, berdiri dan meninggalkan WC/ jamban
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Nilai 7 6 5 4 3 2 1 11.
Keterangan Mandiri, aman. Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu atau alat adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas
BERPINDAH KE DAN DARI KAMAR MANDI
Kemampuan menuju dan meninggalkan kamar mandi
Nilai 7 6 5 4 3 2 1
12.
Keterangan Mandiri, aman. Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu atau alat adaptif, waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas
BERJALAN/ BERKURSI RODA/ MERANGKAK
Aktivitas berupa berjalan, pada posisi berdiri atau menggunakan kursi roda pada posisi duduk, ataupun merangkak pada permukaan datar
Nilai 7 6
5
Keterangan Mandiri, aman. Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : brace, prosthesis, alat/ sepatu khusus, cane/ tongkat, kruk, walker, dll., waktu lebih lama, perlu peduli terhadap keamanannya Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, bujukan, diberi petunjuk verbal, dipersiapkan sebelumnya; kursi roda: mandiri, tapi
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
perlu pemgawasan; merangkak: mandi Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas
4 3 2 1 13.
NAIK TANGGA
Kemampuan naik dan turun tangga dalam sedikitnya 12 – 14 anak tangga atau 1 tingkat dalam suatu ruangan
Nilai 7 6
5 4 3 2 1 14.
Keterangan Mandiri, aman. Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : alat bantu, misalnya support, pegangan tangan, tongkat; waktu lebih lama; perlu pertimbangan keamanan Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal berikut : pengawasan, isyarat, perlu peduli terhadap keamanannya Anak melakukan sebagian besar (75-99%) aktivitas ini Anak melakukan ≥ ½ dari aktivitas (50-74%) Anak melakukan < ½ (25-49%) dari seluruh aktivitas Anak tidak dapat melakukan, atau jika ada < 25% dari aktivitas
PEMAHAMAN
Memahami komunikasi dengan pendengaran atau penglihatan
Nilai 7 6 5 4 Nilai 3 2
Keterangan Mandiri, mengerti percakapan tentang keadaan sehari-hari. Dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan. Mandiri, sedikit kesulitan dalam memahami percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 3 perintah yang tidak berhubungan; waktu lebih lama. Mandiri, hampir selalu (>90%) memahami percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 3 perintah yang berhubungan Memahami 75-90% percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 2 perintah yang tidak berhubungan Keterangan Memahami ≥ ½ atau 50-74% percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 2 perintah yang berhubungan Memahami < ½ atau 25-49% percakapan sehari-hari; dapat mengikuti 1 perintah yang berhubungan
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
1
15.
Tidak dapat atau sedikit memahami percakapan sehari-hari ( < 25% dari percakapan sehari-hari), tidak dapat memahami kata-kata sederhana
EKSPRESI
Kemampuan bicara atau kemampuan berkomunikasi dengan bahasa tubuh
Nilai 7 6 5 4 3 2 1
Keterangan Anak mandiri mengekspresikan kebutuhan dan ide secara jelas (baik verbal ataupun non verbal) sepanjang waktu Mandiri mengekspresikan kebutuhan dan ide secara jelas, anak perlu alat bantu, waktu lebih lama Mampu mengekspresikan >90% kebutuhan dan ide secara jelas (secara verbal dan non verbal) Mampu mengekspresikan75-90% kebutuhan dan ide secara jelas, memiliki perbendaharaan minimal 1000 kata, mampu menyampaikan 4-5 kalimat Perlu bantuan untuk menginterpretasikan, perbendaharaan kata minimal 100 kata, kemampuan 2 kalimat pendek Kemampuan perbendaharaan 10 anak kata, menyampaikan 1 kata Anak tidak dapat mengekspresikan kebutuhan selain dengan bantuan maksimal
16. INTERAKSI SOSIAL Kemampuan untuk bergaul dan berpartisipasi dengan orang lain dalam suasana bermain (baik di lingkungan terapeutik maupun sosial)
Nilai 7 6
5 4 3 2 1
Keterangan Mandiri, tanpa pengawasan orang tua, aman, mampu menngendalikan diri, tidak memerlukan obat Mandiri, tapi perlu satu atau beberapa hal: lingkungan yang distrukturisasi dan dimodifikasi, waktu lebih lama untuk menyesuaikan suasana bermain; obat untuk mengontrol perilaku; perlu peduli terhadap keamanannya Perlu pengawasan, bantuan Perlu bantuan minimal Perlu bantuan sedang Perlu bantuan maksimal Perlu bantuan total
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
17. PEMECAHAN MASALAH Kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, termasuk mengenal masalah; membuat keputusan yang masuk akal, aman sepanjang waktu; memprakarsai, merangkai dan mengoreksi sendiri kegiatan/ tugas untuk memecahkan masalah
Nilai 7 6 5 4 3 2 1
18.
Keterangan Mandiri Mandiri, hanya ada kesulitan ringan untuk membuat keputusan, perlu waktu lebih lama, mungkin perlu peduli terhadap keamanannya Perlu pengawasan, bantuan Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 75-90% dari waktu yang ada Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 50-74% dari waktu yang ada Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin 25-49% dari waktu yang ada Perlu bantuan, anak dapat mengatasi masalah rutin < 25% dari waktu yang ada MEMORI
Kemampuan mengenal dan mengingat aktivitas kehidupan sehari-hari. Termasuk kemampuan menyimpan dan menyampaikan kembali suatu informasi, memroses baik secara auditorial atau visual
Nilai 7 6
5 4 3 2
Keterangan Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat kejadian dan situasi Anak mengenal orang yang dikenalnya secara konsisten dan mengingat kejadian dan situasi, tetapi perlu satu atau beberapa hal: alat bantu; waktu lebih lama; kepedulian terhadap keamanan Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi >90% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 10% Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 75-90% dari waktu yang ada, tapi perlu bantuan tidak lebih dari 25% Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 50-74% dari waktu yang ada, dan perlu bantuan tidak lebih dari 50% Anak mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi 25-49% dari waktu yang ada, dan perlu bantuan lebih dari 50%
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
1
Anak kurang mengenal orang yang dikenalnya, mengingat kejadian dan situasi, jika ada < 25% dari waktu yang ada. Anak perlu bantuan (misalnya dibujuk, diulang, diingatkan) >75% dari waktu yang ada
Kuesioner di atas dikutip dari penelitian Efektivitas Penggunaan WeeFIM dalam Pengukuran Status Fungsional Anak Usia 2 Tahun – 6 Tahun Perkembangan Normal Pada Beberapa Kelompok Bermain dan Taman Kanak-Kanak di Kecamatan Ciledug Tangerang. FKUI,1999, Jakarta dan dengan ijin dr. Dian Naka Eriawati, SpKFR
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013
Lampiran 6. DOKUMENTASI PENELITIAN
Status fungsional.., Maulin Nikmah, FK UI, 2013