Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 1- 5 TAHUN DI DESA PEKUNCEN BANYUMAS TAHUN 2013 ISMI NUR KHIKMAH1 1
Program studi S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas MH. Thamrin Alamat Korespondensi : `Program studi Keperawatan, Fikes MH.Thamrin, Jln. Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati Jakarta Timur 13550 Telp : 8096411 ext 1208
ABSTRAK Status gizi merupakan prioritas utama pada perkembangan di Indonesia dan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Desa Pekuncen Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Pemilihan sampel menggunakan consecutive sampling, 52 responden. Hasil penelitian menunjukkan dari 52 responden ada hubungan bermakna antara berat bayi lahir dengan status gizi balita (P=0,000, OR=36,000: CI 4,236-305,916), ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita (P=0,018, OR= 4,983: CI 1,472-16, 869), ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita (P=0,042, OR=4,433: CI 1,207-16, 286), ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita (P=0,020, OR=7,412: CI 1,455-37,746). Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada tenaga kesehatan desa dan masyarakat mampu bekerjasama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya status gizi yang baik bagi balita terutama pada balita usia 1-5 tahun. Kata Kunci : Balita 1-5 Tahun, status gizi balita
Pendahuluan Pada negara berkembang seperti Indonesia pembangunan sumber daya manusia merupakan gambaran pembangunan yang bertujuan memberikan peluang untuk masyarakat agar dapat hidup dengan layak. Pembangunan dalam suatu negara dapat dikatakan berhasil jika sumber daya manusia dalam negara tersebut berkualitas baik. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang baik perlu memperhatikan beberapa hal, salah satunya yaitu adalah Status gizi terutama pada balita hidup sehat dapat tercapai dengan memenuhi kebutuhan gizi secara seimbang. Gizi merupakan substansi kimia didalam makanan yang digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan (Brown, 2011). Masalah gizi dapat terjadi hampir di semua kelompok umur, yaitu ibu hamil, bayi, balita, dewasa dan usia lanjut. Permasalahan gizi kurang paling sering terjadi di Asia Selatan dan Tengah yaitu mencapai 30%, diikuti oleh Asia Timur, Afrika Barat dan Tengah yaitu masingmasing 22%, 22%, dan 21% dan Asia Selatan dan Timur yaitu 17%. Kekurangan gizi mengakibatkan sekitar 35% kematian anak balita di dunia (WHO, 2010). WHO memperkirakan bahwa sekitar 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi yang buruk
(Irwandy, 2007). Pada tahun 2005 didapati 1,8 juta balita dengan status gizi buruk dan pada waktu 2006 meningkat menjadi 2,3 juta. Berdasarkan Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga menunjukkan, kesehatan masyarakat Indonesia terendah se-Asia Tenggara dengan peringkat 142 dari 170 negara. Data dari WHO itu menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang pada balita pada tahun 2002 masingmasing meningkat menjadi 8,3%, dan 27,5% dan pada tahun 2005 meningkat lagi menjadi masing-masing8,8% dan 28%. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pada tahun 2005 di provinsi Jawa Barat kasus yang menimpa anakanak di bawah usia lima tahun (balita) rata-rata naik dari tahun sebelumnya sebanyak 6.687 orang yang di bedakan ke dalam kategori gizi lebih sebanyak 213 orang atau sekitar 3,20%, untuk balita yang memperoleh status gizi baik sebanyak 5003 orang atau sekitar74,80%, untuk balita yang memperoleh status gizi kurang yaitu sebanyak 108 orang atau sekitar 16,20%, untuk balita yang memeperoleh status gizi buruk yaitu sebanyak 386 orang atau sekitar 38
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
5,8% dan pada tahun 2007 balita yang mengalami gizi buruk meningkat menjadi 700.000 (Depkes, 2007). Penelitian yang dilakukan Isna Marwati tahun 2009 pada wilayah kerja Puskesmas Klapanunggal menunjukkan bahwa terdapat 1,3% balita dengan gizi buruk dan 11,89% balita dengan gizi kurang. Faktorfaktor yang mempengaruhi status gizi terbagi menjadi 2 kategori yaitu secara langsung yang meliputi asupan berbagai makanan dan penyakit dan kategori tidak langsung yaitu meliputi, ekonomi keluarga, produksi pangan, budaya, kebersihan lingkungan, dan fasilitas pelayanan kesehatan, BBLR, tingkat pengetahuan ibu terhadap status gizi balita. Keadaan gizi buruk di Jawa Tengah menunjukkan adanya masalah dimana prevalensi anak balita di provinsi Jawa Tengah dengan status gizi buruk 3,3%, gizi kurang 12,4%, gizi baik 80,4% dan gizi lebih 3,6%. Prevalensi anak balita gizi sangat pendek 17,8%, pendek 18,6% dan normal 63,5%. Prevalensi anak balita sangat kurus 4,7%, kurus 7,1%, normal 76,8% dan gemuk 11,4% (Riskesdas, 2007).
dan mengisi kuesioner. Hasil analisis univariat dalam penelitian ini berdasarkan berat bayi lahir, sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa, balita yang mengalami status gizi tidak normal sebanyak 29 responden (55,8%), balita dengan keluarga berpenghasilan rendah berisiko mengalami status gizi tidak normal dibandingkan dengan balita dengan keluarga berpenghasilan tinggi yaitu sebanyak 33 responden (63,5%), responden yang berpendidikan rendah lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 18 responden (34,6%), dan pengetahuan didapatkan hasil bahwa responden dengan pengetahuan kurang lebih sedikit jika dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 38 responden (73,1%). Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Balita, Berat Bayi Lahir, Sosial Ekonomi Keluarga, Pendidikan Ibu, dan Pengetahuan Ibu di Desa Pekuncen Banyumas Tahun 2013
Metode Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen dengan metode penelitian yang digunakan yaitu metode cross sectional. Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan consecutive sampling dan penelitian ini dimulai dengan menjelaskan tujuan dari penelitian ini kepada kader posyandu dan responden. Kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu balita yang ibunya ada di tempat saat dilakukan penelitian, anak balita usa 1-5 tahun, ibu bersedia menjadi responden. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Kuisioner ini melakukan pengukuran secara terbuka yang menanyakan tentang berat bayi lahir, sosial ekonomi, pendidikan dan pengetahuan. Kuisioner dibagikan kepada ibu balita usia 1-5 tahun yang datang ke posyandu Desa Pekuncen Banyumas Tahun 2013.
Variabel No 1
2
3
4
Status Gizi Balita a. Tidak normal b. Normal Berat Bayi Lahir a. Tidak Normal b. Normal Sosial Ekonomi Keluarga a. Rendah (< Rp. 877.500 & ≥ Rp. 2.000.000) b. Tinggi (≥ Rp. 2.000.000) Pendidikan Ibu a. Pendidikan rendah b. Pendidikan Tinggi Pengetahuan Ibu a. Kurang b. Baik
Frekuensi
Persentase (%)
29 23
55,8% 44,2%
19 33
36,5% 63,5%
33 19
63,5% 36,5%
18 34
34,6% 65,4%
14 38
26,9% 73,1%
Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita usia 1-5 tahun Hasil 1. Analisa Univariat Jumlah responden yang di dapatkan di Posyandu Desa Pekuncen Kab. Banyumas adalah sebanyak 52 responden, dimana respon dari semua responden 100%, artinya semua responden menerima untuk di wawancarai
2. Analisia Bivariat Penelitian ini menggunakan uji korelasi bivariat yaitu dengan Uji Chi Square yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen dimana kedua variabel ini berbentuk data kategorik. Variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah berat bayi lahir, sosial ekonomi keluarga, pendidikan, dan pengetahuan ibu. 39
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna pada variaber berat bayi lahir, sosial ekonomi, pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun karena nilai p value dari keempat variabel tersebut < 0,05. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2 Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita usia 1-5 tahun di Desa Pekuncen Banyumas Tahun 2013 Variabel Independen Berat Bayi Lahir a. Tidak Normal b. Normal Sosial Ekonomi a. Rendah b. Tinggi Pendidikan a. Rendah b. Tinggi Pengetahuan a. Kurang b. Baik
STATUS GIZI BALITA n
%
18
94,7
11
33,3
23
N
%
n
%
1
5,3
29
100
22
66,7
23
100
69,7
10
30,3
29
100
6
31,6
13
68,4
23
100
14
77,8
4
22,2
18
100
15
44,1
19
55,9
34
100
12
85,7
2
14,3
29
100
17
44,7
21
55,3
23
100
pvalue
0,00 0*
OR (CI 95%) 36,000 (4,236305,916)
0,01 8*
4,983 (1,47216,869)
0,04 2*
4,433 (1,20716,286)
0,02 0*
7,412 (1, 45537,746)
*Bermakna pada 𝛼 < 0,05 Pembahasan Distribusi responden yang mengalami status gizi balita tidak normal pada penelitian ini sebesar 55,8%, sedangkan responden yang memiliki status gizi normal sebesar 44,2%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Suhendri (2009) yaitu sebesar 57% balita mengalami status gizi tidak normal dan sebesar 43% memiliki status gizi normal. Namun hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukakan oleh Ria (2011) di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan bahwa balita yang mengalami status gizi tidak normal sebesar 36,8% dan balita yang memiliki status gizi normal sebesar 63,2%. Status gizi sendiri di pengaruhi oleh Berat bayi lahir, sosial ekonomi, pendidikan ibu dan pengetahuan ibu ( Andriani& Wirjatmadi). 1. Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Status Gizi Balita Pada penelitian ini di uji dengan menggunakan consecutive antara berat bayi lahir dengan status gizi balita, diperoleh nilai p-value 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara berat bayi lahir dengan status gizi balita. Hal ini sama seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Eva (2008), dimana terdapat hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi balita (p-value = 0,000), hal tersebut
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria (2011) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna berat bayi lahir dengan status gizi balita (pvalue = 0,137). Dalam penelitian ini berat bayi lahir dikategorikan menjadi dua yaitu berat bayi lahir normal (2500gr sampai 4000 gr) dan berat bayi lahir tidak normal (≤ 2500 gr / ≥ 4000 gr). bayi yang mengalami berat bayi lahir ringan akan banyak mengalami masalah dengan kesehatan dan masa pertumbuhannya (Hidayat, 2005). Hal ini di karenakan system imun yang tidak bekerja dengan baik sehingga balita akan mudah terkena penyakit terutama ISPA yang sangat mudah sekali menular pada balita. Pendapat peneliti dapat didukung dengan hasil penelitian dari Sitti Fatimah pada tahun 2009 tentang dampak berat bayi lahir dengan status gizi balita, atas penelitiannya Siti berpendapat bahwa berat bayi lahir sangat berpengaruh dengan status gizi balita dan merupakan faktor risiko under nutrition, stunting dan wasting. 2. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Status Gizi Balita Pada penelitian ini hubungan antara sosial ekonomi dengan status gizi balita diperoleh nilai p-value 0,018, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi dengan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shally (2012) dengan menunjukkan p-value 0,024 yang berarti menunjukka adanya hubungan bermakna antara sosial ekonomi dengan status gizi balita. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi dengan status gizi balita yang menunjukkan p-value 0,347. Dalam penelitian ini sosial ekonomi di kelompokkan menjadi 2 yaitu pendapatan tinggi dan pendapatan rendah. Dikategorikan pendapatan tinggi jika penghasilan ≥ Rp.877.500 dan rendah jika pendapatan ≤ Rp.877.500. Sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Semakin rendah sosial ekonomi suatu keluarga maka akan semakin buruk status gizi pada balita atau semakin besar peluang balita mengalami status gizi tidak normal. Hal ini diakibatkan karena ketidak mampuan orang tua utuk memenuhi kebutuhan gizi yang dibutuhkan oleh balita sedangkan pada usia 1-5 tahun balita membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk perkembangan.Balita yang mengalami status gizi kurang akan mengalami hambatan dalam pertumbuha dan perkembangan otak balita. 40
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meninggalkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan (FKM UI, 2007). 3. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita Pada penelitian ini hubungan antara pendidikan dengan status gizi balita yang mana diperoleh nilai pvalue 0,042 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tri (2010) dengan menunjukkan p-value 0,007 yang berarti ada hubungan antara pendidikan dengan status gizi balita. Namun hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Shally (2012) dengan pvalue 0,674 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan status gizi balita. Dalam penelitian ini pendidikan dikelompokkan menjadi pendidikan rendah bila responden melakukan pendidikan formal tidak tamat SD sampai dengan tamat SD, dan SMP, sedangkan pendidikan tinggi bila responden menempuh pendidikan formal SMA sampai dengan akademi/ perguruan tinggi. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan peningkatan intelektual. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun dalam cara pengambilan keputusan dan perbuatan kebijakan dan pembuatan kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Dengan tingginya pendidikan seseorang maka akan lebih mudah untuk menerima pesan dan mengerti tentang merawat dan memenuhi kebutuhan gizi pada balita, sedangkan seseorang dengan status pendidikan rendah pada umunya memiliki tingkat derajat kesehatan yang rendah pula. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meninggalkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan (FKM UI, 2007). 4. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita Pada penelitian ini hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita diperoleh nilai p-value 0,020, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan status gizi balita. Hasil ini sama seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Shally (2012), dimana terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan status gizi balita dengan p-value 0,026. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suhendri (2009) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan status gizi balita dengan p-value 0,350. Dalam penelitian ini pengetahuan dikelompokkan menjadi kurang bila responden mampu menjawab benar < 76% dan pengetahuan baik bila menjawab ≥ 76% dari seluruh pertanyaan. Nilai pengetahuan diukur dengan menjumlahkan 7 pertanyaan, pertanyaan tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan tentang definisi makanan bergizi, makanan yang banyak mengandung zat gizi, jenis makanan yang mengandung protein, jenis makanan yang paling tepat untuk balita, menu makanan yang paling tepat untuk balita, manfaat pemenuhan gizi untuk balita, dan didapat nilai minimum 5 dan nilai maksimum 7. Menurut Notoatmodjo (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. pengetahuan dapat berhubungan dengan status gizi balita, karena pengetahuan kurang atau baik akan sangat berpengaruh pada perilaku ibu dalam memperhatikan asupan makanan bergizi bagi balita. Implikasi Keperawatan Kemampuan ibu untuk mengetahui tentang status gizi pada balita diharapkan dapat mencegah terjadinya status gizi tidak normal pada balita. Hal ini juga merupakan acuan bagi perawat maternitas, kesehatan masyarakat, keluarga dan komunitas yang ada di masyarakat dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan anak usia balita, terutama dalam hal meningkatkan pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai gizi balita melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan secara teratur berhubungan dengan status gizi pada balita. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Posyandu Desa Pekuncen Kabupaten Banyumas tahun 2013 maka dapat disimpulkan bahwa 1. Ada hubungan yang bermakna antara berat bayi lahir dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Posyandu Desa Pekuncen Banyumas tahun 2013. Dari hasil consecutive sampling didapatkan hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,000 dan nilai OR = 36,000 (95% CI: 4,236305,916). 41
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6 (1); Januari 2014
2. Ada hubungan yang bermakna antara sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Posyandu Desa Pekuncen Banyumas tahun 2013. Dari hasil consecutive sampling didapatkan hubungan sosial ekonomi dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,018 dan nilai OR= 4,983 (95% CI: 1,472 – 16,869). 3. Ada hubungan yang bermakna antara pedidikan ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Posyandu Desa Pekuncen Banyumas tahun 2013. Dari hasil uji consecutive sampling didapatkan hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,042 dan nilai OR = 4,433 (95% CI: 1,20716,286). 4. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Posyandu Desa Pekuncen Banyumas tahun 2013. Dari hasil uji consecutive sampling didapatkan hubungan pengetahuan ibi dengan status gizi balita dengan nilai p = 0,020 dan nilai OR = 7,412 (95% CI: 1,455-37,746). Saran 1. Bagi Tempat Penelitian Meningkatkan kemampuan bagi para kader dalam melakukan penyuluhan rutin tentang kesehatan balita terutama tentang permasalahan gizi pada balita usia 1-5 tahun untuk memperbaiki perkembangan pada balita. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat lebih mengupayakan kemampua para mahasiswa dengan mengadakan penyuluhanpenyuluhan kepada masyarakat mengenai masalah kesehatan yang sering terjadi di masyarakat terutama mengenai factor gizi pada balita. 3. Bagi Peneliti Lain Sebagai suatu acuan untuk peneliti lain yang akan melakukan penelitian berikutnya dapat di lanjutkan untuk variable lain yang belum sempat untuk diteliti oleh peneliti seperti: sosial budaya, jumlah keluarga, penyakit infeksi, fasilitas pelayanan kesehatan, asupan makanan dan lingkungan. sehingga peneliti berikutnya dapat melanjutkan variabel yang belum di teliti. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 2000. Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota. Jakarta : Depkes RI.
Hidayat, Zainul. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Indonesia. Jakarta: Pascasarjana UI http://lotar.ui.ac/opac/themes/lib ri2/detail.jsp?id=109403&lokasi=lokal Kountur, Ronny. 2007. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM. Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas SinarSinanti Mubarak, Iqbal Wahit. 2006. Ilmu Komunitas. Jakarta: CV. SagungSeto
Keperawatan
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta62 Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak (Untuk Perawatan dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Pen elitian Ilmu Keperawatan. PedomanSkripsi, Tesis, dan InstrumenPenelitianKeperawatan. Jakarta: SalembaMedika. Nursalam dan Pariani, S. 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta PT. Sagung Seto Patodo, Shally. 2012. Fator-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Wawanosa. Manado : Puskesmas wawanosa. Pratiknya, ahmad W. 2001. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Kuantitatif,
Suhardjo. 2008. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Bumi Aksara Suhendri, Ucu. 2009. Factor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Dibawah lima Tahun. Tangerang: puskesmas sepatan. Skripsi UIN Syukriawati, Ria. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Kurang Pada Anak usia 24-59 Bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan. Tangerang
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2005. Pedoman Pemantauan Status Gizi Balita. Surabaya: Dinkes Jatim 42