UNIVERSITAS INDONESIA
KELUARGA JEPANG DALAM NOVEL KIFUJIN A NO SOSEI, HAKASE NO AISHITA SUUSHIKI DAN MIINA NO KOUSHIN KARYA OGAWA YOKO
DISERTASI
RIMA DEVI NPM 1106045752
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA DEPOK! JULI 2015!
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
KELUARGA JEPANG DALAM NOVEL KIFUJIN A NO SOSEI, HAKASE NO AISHITA SUUSHIKI DAN MIINA NO KOUSHIN KARYA OGAWA YOKO
DISERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
RIMA DEVI NPM 1106045752
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA DEPOK! JULI 2015
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
Kemauan dan harapan tidak cukup kuat untuk menembus batas kemalasan. Keberanian untuk melawan diri sendirilah yang membawa ke tujuan. (dari Sang Petualang di dunia mimpi)
Untuk Almarhum Papa H. Amir Chatib dt. Garang
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbilaalamin. Puji Syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya yang tiada putus-putusnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penyusunan disertasi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan disertasi ini sangatlah tidak mungkin bagi penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Wibawarta, M.A. sebagai promotor yang telah memberikan semangat yang menggelegar, arahan yang langsung ke sasaran, dan bimbingan dalam menyusun disertasi ini, serta menetapkan skedul yang jelas dalam tahapan ujian setelah mengetahui penelitian sudah layak uji. 2. Bapak Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono sebagai kopromotor yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam menyusun disertasi ini tanpa menuntut sesuatu yang sempurna dan membiarkan proses penelitian mengalir apa adanya dalam kesederhanaan pemikiran penulis. 3. Bapak Dr. Fauzan Muslim sebagai Ketua Program Studi Ilmu Susastra FIB Universitas Indonesia beserta jajarannya Ibu Lisda Mitranda dan Mbak Rita yang telah membantu pengurusan administrasi yang berkaitan dengan proses penyelesaian disertasi ini. 4. Ibu Lily Tjahjandari, Ph.D, Bapak Nandang Rahmat, M.A., Ph. D, Bapak Tommy Christomy, Ph. D, dan Bapak Dr. M. Yoesoef sebagai dewan penguji pada ujian seminar hasil dan prapromosi yang telah banyak memberikan masukan dan saran perbaikan yang sangat berharga dalam penulisan disertasi ini sehingga penulis akhirnya memahami lebih dalam lagi mengenai apa yang
iv
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
disebut dengan penelitian sastra yang selama ini menjadi tanda tanya besar dalam pikiran penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia khususnya Ibu Mina Elfira, M.A., Ph. D yang telah mengajar, membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan studi dan penulisan disertasi. 6. Rektor Universitas Andalas, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas, Ketua Jurusan Sastra Jepang FIB Universitas Andalas dan rekanrekan sejawat di Universitas Andalas, yang telah memberi izin dan memudahkan pengurusan administrasi sehingga penulis dapat menempuh studi di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia hingga melewati tahap disertasi ini. 7. Mama Muryati dan Papa Amir Chatib dt. Garang (alm.) yang selalu memberikan dukungan untuk kemajuan karir penulis dan yang selalu mendoakan untuk kebaikan penulis, Ananda Ibnu Naufal pembangkit semangat dan motivasi, Kakanda Mira Dewi, Adinda Amri Chatib dt. Panduko dan Adinda Imra Chatib yang memberikan dukungan finansial sepenuh hati, dan Adinda Irma Amir yang setia mendengar curhat, serta duo anak pisang lucu Malika Syauqina dan M. Bariq Chatib yang menemani penulis di saat jenuh dengan tangisan dan gelak tawanya di Dahlia 3 Depok I. 8. Teman-teman FIB UI angkatan 2011 yang telah sama-sama berjuang menjalani studi dan saling memberi semangat untuk penyelesaian disertasi ini, terutama Tia, Andam, Mbak Pris, Pak Amri, Pak Surjadi, Pak Anas, Pak Sul, Pak Arif, dan lain-lain. Pada akhir penulisan Pak Amri sangat membantu dengan menerjemahkan abstrak ke dalam bahasa Inggris dengan bahasa yang jauh lebih bagus dari terjemahan penulis. 9. Ustad Andy Bangkit Setiawan yang banyak memberikan pandangan tentang Jepang, membantu merumuskan kata dalam bahasa Jepang mengenai inti dari disertasi, dan membantu mencarikan literatur di Jepang. 10. Teman-teman yang sering bertemu dalam Gakkai ASPBJI Jabodetabek terutama Mbak Riri dan Mbak Rita, teman sejati 3R yang selalu ceria.
v
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
11. Teman-teman di grup ODOJ 2326 yang setia menyemangati untuk khatam satu juz perhari. 12. Berbagai pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudarasaudara semua. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna tentu disertasi ini juga tidak sempurna. Oleh karena itu penulis dengan senang hati akan selalu menerima kritikan dan saran untuk disertasi ini. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Depok, 25 Juli 2015
Rima Devi
vi
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
ABSTRAK Nama Program studi Judul
: RIMA DEVI : Ilmu Susastra : Keluarga Jepang dalam Novel Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, dan Miina No Koushin Karya Ogawa Yoko
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur keluarga Jepang yang dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya yaitu Kifujin A No Sosei, Hakase no Aishita Suushiki, dan Miina No Koushin. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode kajian kepustakaan dengan analisis menggunakan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu dan konsep keluarga tradisional Jepang yaitu sistem ie. Dari penelitian diketahui bahwa Ogawa Yoko menangkap perubahan struktur keluarga yang terjadi dalam masyarakatnya dan menuangkan ke dalam novel. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko tidak sama dengan struktur keluarga tradisional Jepang, dan berbeda dengan struktur keluarga modern sehingga keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dapat disebut dengan hubungan keluarga interdependen atau interdependent family relantionship atau ┦౫Ꮡⓗᐙ᪘㛵ಀ (sougoizonteki kazokukankei). Kata kunci : Keluarga Jepang, Struktur Keluarga, Sistem Ie, Ogawa Yoko, Ranah ABSTRACT Name : RIMA DEVI Study Program : Literature Title : Japanese Family in Ogawa Yoko’s Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, and Miina No Koushin This research aims at uncovering the structure of Japanese family set up by Ogawa Yoko in her three novels, i.e. Kifujin A No Sosei, Hakase No Aishita Suushiki, and Miina No Koushin. It is a qualitative research using library research as its method. Social field proposed by Bourdieu and ie system of Japanese traditional family have been chosen to analyse the issue. This research has found out that Ogawa Yoko had caught the change of the family structure taking place in her society and has expressed it in her three novels. The family structure Ogawa Yoko has developed differs from both the structure of Japanese traditional family and modern family. Thus, Ogawa Yoko has developed interdependent family relationship / ┦౫Ꮡⓗᐙ᪘㛵ಀ (sougoizonteki kazokukankei). Keywords : Japanese Family, Family Structure, Ie System, Ogawa Yoko, Field
viii Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………….. HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………... UCAPAN TERIMA KASIH ………………………………………………. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………… ABSTRAK ………...……………….……………………………………… DAFTAR ISI……………………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. BAB 1 PENDAHULUAN ……………..……………………………….. 1.1 Latar Belakang ………………………………...…….…………... 1.2 Rumusan Masalah…...………………………..………………….. 1.3 Tujuan Penelitian...……………………………..………………... 1.4 Ruang Lingkup……………………………...……………………. 1.5 Tinjauan Pustaka………..…………………..……………………. 1.6 Kerangka Teori ….…………………………..….………….……. 1.7 Metode Penelitian…………………………..………….………… 1.8 Sistematika Penelitian…...…………………..……………………
i ii iii iv vii viii ix x 1 1 12 12 12 13 15 31 34
BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4
KELUARGA JEPANG ............................................................... Sistem Kekerabatan dalam Masyarakat Jepang ............................ Ie dalam Keluarga Jepang Modern ................................................ Sistem Ie ........................................................................................ Kachou dalam Sistem Ie ................................................................
35 35 42 45 51
BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4
STRUKTUR KELUARGA DALAM NOVEL…....................... Novel KAS……………………………………………………….. Novel HAS………………………………………………………. Novel MNK………………………………………………………. Keluarga dalam Ketiga Novel ……………………………………
59 59 106 144 187
BAB 4
KESIMPULAN………………………………………………….
209
DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN SINOPSIS NOVEL DAFTAR KARYA OGAWA YOKO PENGHARGAAN YANG DIPEROLEH OGAWA YOKO
ix Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
DAFTAR GAMBAR
hal. Gambar 1.1
Susunan Keanggotaaan dalam Struktur Ie ............................
20
Gambar 1.2
Gambar Ruang Sosial ...........................................................
30
Gambar 1.3
Ruang Sosial Tokoh Frederic dalam Novel Sentimental Education ..............................................................................
33
Gambar 3.1
Ruang Sosial Bibi Yuli Ketika Tuan H Masih Hidup……...
66
Gambar 3.2
Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Tuan H Meninggal Dunia...
75
Gambar 3.3
Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Diduga Sebagai Putri Anastasia……………………………………………………
89
Gambar 3.4
Struktur Keluarga dalam Novel KAS………………………
100
Gambar 3.5
Ruang Sosial Kaseifu Sebagai Pengurus Rumah…………..
118
Gambar 3.6
Ruang Sosial Kaseifu Ketika Menjadi Pengurus Rumah Hakase………………………………………………………
121
Gambar 3.7
Ruang Sosial Kaseifu Setelah Menjadi Anggota Keluarga...
134
Gambar 3.8
Struktur Keluarga dalam Novel HAS………………………
141
Gambar 3.9
Ruang Sosial Erich Ketika Masih Lajang…………………..
157
Gambar 3.10
Ruang Sosial Erich Setelah Menikah dan Menjadi Pewaris..
168
Gambar 3.11
Struktur Keluarga dalam Novel MNK……………………...
183
x
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Biografi novelis-novelis perempuan Jepang sejak tahun 1900 sampai 1993 dirangkum dalam sebuah buku yang ditulis oleh Sachiko Shibata Schierbeck berjudul Japanese Women Novelists in the 20th Century: 104 Biographies, 19001993, yang diterbitkan pada tahun 1994. Di dalam buku ini pada beberapa halaman di bagian akhir tertulis seorang novelis bernama Ogawa Yoko (1962sekarang). Mengenai Ogawa Yoko dan karya-karyanya tidak banyak dibahas oleh Schierbeck selain dari penghargaan yang diperoleh Ogawa Yoko yaitu Kaienshinjin Bungakushou ࠕ ᾏ ⇩ ᪂ ே ᩥ Ꮫ ㈹ ཷ ㈹ ࠖ (Penghargaan bagi pendatang baru di dunia sastra dari majalah Kaien) atas novel berjudul Agehacho ga Kowareru Toki ࠗᥭ⩚⼖ࡀቯࢀࡿ࠘(Ketika Sayap Kupu-kupu Patah) pada tahun 1988 dan penghargaan Akutagawashou ࠕ ⰰ ᕝ ㈹ ࠖ (Penghargaan Akutagawa) yang diperolehnya pada tahun 1990 atas novel berjudul Ninshin Karendaaࠗዷፎ࢝ࣞࣥࢲ࣮࠘(Kalender Kehamilan). Wajar saja bila Ogawa Yoko dan karya-karyanya tidak banyak dijelaskan pada buku kumpulan biografi novelis perempuan Jepang ini dikarenakan pada saat buku ini diterbitkan karya Ogawa Yoko masih sedikit. Ogawa Yoko termasuk salah seorang novelis perempuan Jepang yang produktif. Hingga saat ini terhitung lebih dari 40 buah karya Ogawa Yoko sudah diterbitkan baik berupa novel maupun esai. Karya-karya Ogawa Yoko dalam kesusastraan Jepang memang tidak termasuk ke dalam karya junbungaku ࠕ⣧ᩥ Ꮫࠖatau karya sastra murni/serius melainkan karya sastra tsuuzoku shousetsu ࠕ㏻ᑠㄝࠖyaitu sastra populer/novel populer. Walaupun demikian karyakarya Ogawa adalah karya yang diminati oleh masyarakat Jepang sebab yang menentukan kepopuleran suatu karya adalah para pembaca karya tersebut (Takahara, 2004, p. 101). Kepopuleran karya Ogawa juga terlihat dari banyaknya penghargaan yang diberikan atas karyanya.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
2
Selain dua penghargaan di atas, Ogawa juga mendapatkan empat penghargaan sekaligus pada tahun 2004 yang terdiri dari tiga penghargaan atas novel berjudul Hakase no Aishita Suushiki ࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘(Rumus yang Dicintai Sang Profesor) yaitu Yomiuri Bungakushou ࠕㄞᩥᏛ㈹ࠖ(penghargaan sastra dari harian Yomiuri), Daiikai Honya Daishou ࠕ➨୍ᅇᮏᒇ㈹ࠖ(penghargaan bagi buku terlaris) dan penghargaan Daiikkai Nihon Suugakukai Shuppanshou ࠕ➨୍ᅇ᪥ᮏᩘᏛฟ∧㈹ࠖ(penghargaan untuk penerbitan buku dari asosiasi matematika Jepang), dan satu penghargaan atas novel berjudul Burafuman no Maisou ࠗ䝤䝷䝣䝬䞁䛾ᇙⴿ࠘(Pemakaman Brahmana) yaitu Izumi Kyouka BungakushouࠕἨ㙾ⰼᩥᏛ㈹ࠖ(penghargaan sastra dari Izumi Kyouka). Masih ada dua penghargaan lagi yaitu pada tahun 2006 dari Tanizaki Ichiroshouࠕ㇂ᓮ ₶୍㑻㈹ࠖ(penghargaan Tanizaki Ichiro) atas novel Ogawa berjudul Miina no Koushin ࠗ ࣑࣮ࢼࡢ⾜㐍࠘(Parade Miina) dan pada tahun 2008 Ogawa mendapatkan Shirley Jackson Award atas karyanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yang diberi judul Diving Pool. Kisah-kisah yang dituliskan oleh Ogawa Yoko dalam novelnya menurut seorang penggemar Ogawa Yoko dalam blognya, ogawayouko.blog.shinobi.jp menyatakan bahwa Ogawa dapat merangkai kata-kata sedemikian rupa sehingga terasa indah seperti alunan musik Mozart, keburukan atau kebencian digambarkan secara tersembunyi, dan akhir dari cerita sering tidak terduga sehingga membuat novel-novelnya terlihat cantik. Ogawa Yoko pada sebagian besar novelnya tidak memberikan nama tokoh utama selain dengan sebutan aku. Cerita-cerita dalam novel Ogawa tidak bersifat dramatis sehingga sering terlupakan setelah selesai membacanya. Namun berdasarkan pengalaman penggemar Ogawa ini, bila membaca untuk kedua kalinya maka akan muncul perasaan janggal dan aneh seolah-olah menarik kita untuk terus melanjutkan membacanya. Sementara menurut kritikus sastra di Jepang, Ogawa sangat piawai dalam merangkai kata-kata yang digunakan sehari-hari menjadi susunan kalimat sederhana namun dapat menyentuh sampai ke dalam hati (Hasebe, 2004). Pembaca seolah-olah diajak memasuki dunia Ogawa untuk membayangkan dan merasakan apa yang diceritakannya sehingga kita dapat merasakan kesegaran
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
3
seperti mengupas sendiri buah-buahan dan langsung memakannya (Suga, 2004). Mengenai tokoh utama yang dimunculkan dalam novel Ogawa menurut Hasebe (2004), Ogawa dengan gaya tulisan yang acuh dan tak peduli menampilkan tokohtokoh yang aneh. Seperti diungkapkan oleh Takahara (2004), tokoh-tokoh tersebut mempunyai kekurangan secara fisik dan keterbatasan secara mental. Ito (2004) menambahkan tokoh utama dalam karya Ogawa kebanyakan adalah seorang perempuan, selain itu ada tokoh lansia, anak-anak dan ilmuwan laki-laki. Para tokoh utama Ogawa juga digambarkan tokoh yang kehilangan anggota keluarganya seperti kematian ayah, suami atau saudara laki-laki. Para lelaki yang digambarkan dalam karya Ogawa kebanyakan mempunyai kekurangan fisik atau penyakitan. Kecendrungan Ogawa menampilkan tokoh-tokoh seperti ini disimpulkan oleh Ito setelah menganalisis 13 karya Ogawa Yoko yang diantaranya adalah Ninshin Karenda ࠗዷፎ࢝ࣞࣥࢲ࣮࠘(Kalender Kehamilan), Koori Tsuita Kaori ࠗࡾࡘ࠸ࡓ㤶ࡾ࠘(Aroma yang Membeku), Mabuta ࠗࡲ ࡪࡓ࠘(Kelopak Mata) dan lain-lain. Dalam keadaan para tokohnya yang hampir semuanya serba terbatas, mempunyai kekurangan baik fisik maupun mental, tak berdaya, tidak ada tempat bergantung secara finansial ataupun emosional, penyakitan, usia lanjut dan lain sebagainya, Ogawa mempertemukan mereka pada novel-novelnya dalam satu ruang atau tempat yang disebut rumah. Mereka ditampilkan saling bahumembahu, saling membantu, saling melindungi, saling menyayangi satu sama lain. Bukan itu saja, para tokoh cerita ini juga diberikan peran masing-masing sesuai dengan usia mereka seperti anak-anak, orang dewasa dan lansia. Hal ini dapat dilihat dalam tiga novel Ogawa Yoko yaitu Kifunjin A no Soseiࠗ㈗፬ே A ⸽⏕࠘ (Kebangkitan Bangsawan A), Hakase no Aishita Suushiki ࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang Profesor), dan Miina no Koushin ࣑࣮ࠗࢼࡢ⾜㐍࠘ (Parade Miina). Dalam novel Kifunjin A No Sosei (selanjutnya disingkat dengan KAS) dikisahkan bagaimana tokoh aku merawat dan menjaga bibinya yang sudah lansia hingga ajal menjemput sang bibi. Tokoh aku, sebut saja Gadis, yang memang masih gadis, telah kehilangan ayahnya yang ditemukan sudah dingin membeku di ruang kerjanya. Gadis tidak lagi mempunyai kepala keluarga tempatnya Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
4
menggantungkan hidup setelah ayahnya meninggal dunia. Dua bulan sebelumnya Gadis juga kehilangan pamannya yaitu kakak laki-laki dari ibunya. Pamannya yang tidak mempunyai anak meninggalkan seorang istri yang sudah lansia. Gadis kemudian diberi amanat untuk merawat bibinya dengan imbalan biaya kuliah Gadis akan diambil dari warisan peninggalan pamannya. Gadis bersedia merawat bibinya yang dipanggil dengan Bibi Yuli bukan karena uang semata. Keinginan untuk merawat Bibi Yuli dibarengi pula oleh rasa kasih dan sayang kepada bibinya. Gadis merawat dan menjaga bibinya dengan sangat baik sebagaimana seorang anak merawat dan menjaga orang tuanya. Bukan hanya sekedar menjaga dari serangan penyakit namun juga menjaga dari rongrongan pihak luar yang ingin menguasai harta bibinya berupa kepala binatang buas yang diawetkan. Gadis juga waspada terhadap pihak luar yang ingin mengorek keterangan apakah bibinya ini benar-benar Putri Anastasia, anak Raja Nicholas II dari Rusia. Untuk membantunya mengatasi masalah ini, Gadis tanpa ragu meminta kekasihnya Niko menghadapi jurnalis dan para tamu yang datang ke rumahnya. Bibi Yuli yang merasa senang akan kehadiran Niko di rumahnya juga memperlakukan Niko seperti anaknya sendiri. Demikian juga dengan Ohara, seorang kolumnis yang mendaulat dirinya menjadi manajer Bibi Yuli, diperlakukan sebagai bagian dari anggota keluarga Bibi Yuli. Mereka berempat terlihat sebagai satu keluarga yang saling bahu-membahu untuk menjaga citra Bibi Yuli yang telah dikenal oleh masyarakat sekelilingnya sebagai Putri Anastasia. Sedangkan dalam novel Hakase No Aishita Suushiki (selanjutnya disingkat dengan HAS) dikisahkan bagaimana seorang kakak ipar perempuan yang sudah lansia yaitu Mibojin yang tidak sanggup merawat sendiri adik iparnya yaitu Hakase yang juga sudah lansia, kemudian menyewa seorang kaseifu atau pengurus rumah tangga. Pengurus rumah tangga ini, sebut saja Kaseifu, dibayar untuk mengurus keperluan Hakase, seorang profesor matematika yang mengalami lupa ingatan, namun Kaseifu memperlihatkan perhatian yang besar kepada Hakase melebihi perhatian seorang pengurus rumah. Kaseifu bersikap demikian karena dapat belajar banyak dari Hakase mengenai makna hidup melalui pelajaran
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
5
matematika. Terlebih Hakase memberikan perhatian khusus kepada anak lakilakinya yang berumur 10 tahun sebagaimana seorang ayah kepada anaknya. Bukan itu saja, Hakase juga memberikan nama panggilan yang baik untuk anak Kaseifu yaitu Ruto. Kutipan berikut memperlihatkan bagaimana senangnya hati Kaseifu ketika anaknya disambut gembira oleh Hakase. “⮬ศࡢᜥᏊࡀࡇࢇ࡞ࡩ࠺ㄡᢪ᧦ࡉࢀ࡚࠸ࡿጼࢆ┠ࡢ࠶ࡓࡾ ࡛ࡁࡿࡢࡣࠊᖾࡏ࡞ࡇࡔࡗࡓࠋ” Dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri anak laki-lakiku dipeluk oleh seseorang seperti ini merupakan kebahagian yang tiada tara. (Ogawa, 2003, p. 44)
Bagi Kaseifu yang orang tua tunggal, merawat Ruto semenjak lahir seorang diri merupakan tugas yang berat. Dengan hadirnya Hakase dalam kehidupan mereka, figur ayah yang selama ini kosong dalam hidup Ruto dapat terpenuhi berkat perhatian dan kasih sayang Hakase. Ruto yang sering rendah diri bila berhadapan dengan teman-temannya, akhirnya dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik dan kemudian menjadi guru matematika di salah satu SMP di kotanya. Keberhasilan yang dicapai Ruto tak terlepas dari dorongan dan semangat belajar yang selalu didapatkannya dari Hakase. Dalam novel ini tergambar dengan jelas bagaimana perhatian dan kasih sayang dalam keluarga terhadap anak dan lansia membawa kebahagian tersendiri dalam kehidupan anggota keluarga tersebut. Walaupun Kaseifu dan Ruto tidak dapat selalu bersama dengan Hakase karena keterbatasan memorinya, mereka dapat menjalin ikatan rasa kasih sayang sebagaimana sebuah keluarga. Sementara pada novel Miina No Koushin (selanjutnya disingkat dengan MNK) dikisahkan bagaimana seorang gadis kecil bernama Miina yang sakit-sakitan dan Nenek Rosa yang lansia diperlakukan dengan sangat baik oleh Erich dan Hiromi serta anggota keluarganya yang lain termasuk pembantu perempuan yang setia bernama Yoneda. Kisah dalam novel ini dituturkan oleh tokoh utama bernama Tomoko yang merupakan sepupu Miina. Tomoko yang telah kehilangan ayahnya terpaksa dititipkan oleh ibunya di rumah saudara perempuannya ketika Tomoko
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
6
memasuki sekolah menengah pertama. Ibu Tomoko berbuat demikian karena dia akan melanjutkan pendidikan di kota besar agar mendapat pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan layak untuk menghidupi Tomoko sementara dia tidak mempunyai biaya yang cukup untuk menyewa apartemen sehingga terpaksa tinggal di asrama yang tidak memungkinkan baginya membawa Tomoko ikut serta. Tomoko yang menumpang di rumah kerabatnya mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sama dengan Miina karena selisih usia mereka hanya satu tahun. Perhatian dan kasih sayang yang tulus dari semua anggota keluarganya membuat Miina yang sakit-sakitan dapat terlindungi dan terjaga hingga akhirnya dia dewasa dan mandiri. Begitu juga dengan Nenek Rosa, seorang wanita keturunan Yahudi, yang terhindar dari peristiwa holocaust di Jerman. Nenek Rosa yang dinikahi oleh pria berkebangsaan Jepang kemudian dibawa tinggal menetap di Jepang, dapat menjalani kehidupannya dengan bahagia pada usianya yang sudah lansia hingga akhirnya meninggal dengan tenang dikelilingi oleh keluarganya. Kebaikan dari keluarga yang dipimpin oleh Erich, tidak sebatas menjaga anggota keluarganya yang masih memiliki hubungan kekerabatan saja. Erich juga memperlakukan dengan baik pembantunya Yoneda yang tidak menikah dan telah bekerja di rumahnya sebelum Erich lahir. Erich memberikan perhatian kepada Yoneda yang seusia dengan Nenek Rosa, sama dengan perhatiannya kepada ibunya sendiri. Pada ketiga novel Ogawa Yoko di atas yaitu novel KAS, HAS dan MNK, terlihat bahwa ketiganya sama-sama menyinggung persoalan keluarga. Para tokoh cerita dalam ketiga novel Ogawa Yoko bertemu dalam sebuah rumah yang mempunyai susunan anggota sebagaimana halnya sebuah keluarga. Menurut Morioka, yang disebut dengan keluarga dijelaskan dalam kutipan berikut ini. “ᐙ᪘ࡣࠊኵ፬㛵ಀࢆᇶ♏ࡋ࡚ࠊぶᏊ࣭ࡁࡻ࠺ࡔ࠸࡞ᑡᩘࡢ ㏆ぶ⪅ࢆせ࡞ᵓᡂဨࡍࡿࠊឤ⼥ྜᨭ࠼ࡽࢀࡓࠊ➨୍ḟⓗ ࡞⚟♴㏣ồࡢ㞟ᅋ࡛࠶ࡿ.” Keluarga adalah satu kelompok yang didasari oleh hubungan suami istri, dengan tujuan mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya yang terdiri dari orang tua dan anakanak, saudara kandung dan beberapa kerabat dekat. (Morioka, 1993, p.1)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
7
Mengenai susunan anggota keluarga yang digambarkan Ogawa dalam ketiga novel di atas agak berbeda dengan susunan anggota keluarga dalam definisi keluarga yang dikemukakan oleh Morioka. Pada novel KAS anggota keluarganya terdiri dari Gadis, Bibi Yuli dan Niko yang merupakan kekasih Gadis serta Ohara yang mendaulat dirinya sebagai manajer Bibi Yuli. Pada novel HAS anggota keluarganya terdiri dari Mibojin, Hakase, Kaseifu dan Ruto. Pada kedua novel ini hubungan anggota keluarganya tidak didasari oleh hubungan suami istri. Hanya pada novel MNK yang digambarkan adanya suami istri yaitu Erich dan Hiromi. Namun dalam keluarga ini, anggota keluarganya cukup banyak, selain pasangan suami istri Erich dan Hiromi, dan anak mereka yaitu Miina dan Ryuuichi, juga ada Nenek Rosa, pembantu rumah Yoneda, tukang kebun Takahashi dan Tomoko. Dari beragam susunan anggota keluarga yang digambarkan oleh Ogawa Yoko pada ketiga novel ini, ada persamaan mendasar sebagaimana yang disebutkan oleh Morioka dalam definisi sebuah keluarga yaitu upaya mencapai tujuan sebuah keluarga yaitu mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya. Melihat susunan anggota keluarga yang tergambar dalam ketiga novel Ogawa Yoko di atas, menimbulkan pertanyaan bagaimanakah struktur keluarga Jepang saat ini dan apakah sama dengan yang tergambar dalam novel Ogawa Yoko. Selain itu pada tiga novel ini, Ogawa Yoko juga mengisahkan tentang keluarga dalam novelnya seperti novel Ninshin Karenda ࠗዷፎ࢝ࣞࣥࢲ࣮࠘ (Kalender Kehamilan) yang bercerita tentang proses kehamilan seorang kakak perempuan yang dipantau secara seksama oleh adik perempuannya yang masih lajang. Karena kedua orang tua mereka sudah meninggal dunia, maka sang kakak mengajak suaminya tinggal di rumah peninggalan orang tuanya, sehingga pasangan suami istri ini tinggal serumah dengan adik perempuannya. Pada novel Yasashii Uttae ࠗࡸࡉࡋ࠸ッ࠼࠘(Gugatan yang Ramah) mengisahkan tentang istri yang lari dari rumah suaminya dan tinggal di vila di tengah hutan dan sering berinteraksi dengan pengrajin alat musik cembalo dan anak buahnya, begitu juga dengan novel Shuuga Taimu ࠗ ࢩ ࣗ ࢞ ࣮ ࢱ ࣒ ࠘ (Waktu Gula) yang menceritakan tentang seorang gadis yang tinggal sendiri dan terkadang dikunjungi
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
8
oleh adik laki-lakinya yang merupakan anak bawaan dari ayah tirinya ketika menikah dengan ibunya. Ada pula kisah tentang seorang gadis yang sudah tidak mempunyai ayah dan tinggal bersama ibunya mengurus hotel dan kemudian jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang penerjemah yang hidup di sebuah pulau kecil di seberang pulau tempat tinggalnya. Kisah tentang gadis ini digambarkan oleh Ogawa Yoko pada novel Hotel Airisuࠗ࣍ࢸࣝࣜࢫ࠘(Hotel Irish) dan masih banyak lagi karya Ogawa Yoko yang di dalamnya menggambarkan tentang keluarga. Struktur keluarga Jepang saat ini pada umumnya adalah keluarga batih yaitu keluarga yang anggotanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum menikah. Suami dan istri mempunyai hak yang sama di dalam rumah tangga dan anak-anak mempunyai kebebasan untuk berpendapat. Kesamaan hak di dalam keluarga membuat istri juga mempunyai hak untuk bekerja, menentukan apakah akan mengandung dan melahirkan anak atau tidak. Anak-anak yang belum menikah tetapi sudah mempunyai penghasilan sendiri juga berhak menentukan apakah akan tetap tinggal serumah dengan orang tuanya atau hidup sendiri terpisah dari orang tua. Kebebasan yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga di Jepang membuat setiap anggotanya bebas menentukan hidup mereka sehingga tak jarang ditemui orang yang tidak menikah seumur hidup, pasangan yang bercerai karena berbagai alasan dan orang tua tunggal yang merawat dan membesarkan anaknya seorang diri tanpa istri bagi laki-laki dan tanpa suami bagi perempuan. Kebebasan setiap individu di Jepang dalam menentukan pilihan hidup mereka membawa pengaruh kepada susunan anggota keluarga di Jepang. Jumlah anggota keluarga menjadi bervariasi yaitu keluarga yang anggotanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum menikah, suami dan istri saja, ayah dengan anak saja, ibu dengan anak saja, dan satu keluarga terdiri dari satu orang saja. (Rebick, 2006). Bila ditelusuri struktur keluarga di Jepang sejak zaman Meiji (1868-1912) hingga sekarang maka terlihat perubahan struktur keluarga Jepang dari keluarga tradisional menjadi keluarga modern. Perubahan struktur keluarga mulai terlihat sejak zaman perang ketika pemerintah Jepang mengirim para laki-laki ke medan perang, mempekerjakan anak muda baik laki-laki dan perempuan di pabrik-pabrik,
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
9
dan menyuruh para wanita, lansia dan anak-anak tetap di rumah mengurus rumah tangga mereka. Ketika Jepang kalah pada perang dunia kedua, perintahan Meiji mengubah undang-undang dasarnya dan menghapuskan sistem kekeluargaan yang berlaku di Jepang. Sistem kekeluargaan yang dihapuskan tersebut adalah sistem keluarga Jepang tradisional yang dikenal dengan sistem ie. Struktur keluarga yang ada di dalam sistem ie adalah struktur keluarga besar atau extended family yaitu di dalam satu rumah tinggal tiga generasi atau lebih yang anggotanya terdiri dari suami, istri, anak-anak, orang tua, kerabat yang memiliki hubungan darah maupun yang tidak. Keluarga ini dipimpin oleh pasangan suami istri yang mengatur seluruh anggota keluarganya berikut harta kekayaan dan usaha keluarga. Satu keluarga besar ini disebut dengan ie yang dipimpin oleh kepala ie yaitu suami yang disebut dengan kachou dan dibantu oleh istrinya yang disebut dengan shufu. Kachou dan shufu bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan anggota ie-nya mulai dari pemenuhan kebutuhan hidup, penentuan pekerjaan hingga jodoh dari setiap anggotanya. Kachou juga bertanggung jawab atas kesinambungan ie-nya sehingga diperlukan untuk menentukan calon pewaris dari ie tersebut bila kachou pensiun atau meninggal dunia. Pewaris dari kachou biasanya adalah anak laki-laki tertua yang disebut dengan chounan. Bila chounan tidak mampu atau tidak ada chounan dari keluarga tersebut maka kachou dapat menunjuk calon penggantinya dengan mengangkat anak atau youshi. Kachou juga dapat menerima anggota untuk masuk menjadi bagian dari keluarganya tanpa melihat apakah anggota tersebut memiliki hubungan darah atau tidak dengannya. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sistem kekeluargaan tradisional Jepang atau sistem ie sudah dihapuskan dari undang-undang dasar negara Jepang dan diberlakukannya sistem demokrasi yang mengakui persamaan hak setiap warga negara, sistem ie ini yang merupakan bagian dari adat istiadat atau kebiasaan bangsa Jepang tidak hilang begitu saja dari kehidupan masyarakat Jepang. Mengenai hal ini sudah dijelaskan oleh banyak ahli yang meneliti mengenai keluarga Jepang seperti Aruga Kizaemon, Fukutake Tadashi, Morioka Kiyomi, dan Ochiai Emiko bahwa dalam kehidupan masyarakat Jepang saat ini masih terlihat penerapan konsep-konsep sistem ie seperti masih disebutkannya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
10
kata chounan sebagai pewaris, oyome sebagai sebutan bagi pengantin wanita yang akan tinggal di rumah keluarga suaminya, uchi no mago yaitu cucu dari anak lakilaki sendiri atau soto no mago yaitu cucu dari anak perempuan yang tinggal di rumah suaminya dan berbagai istilah lainnya. Sejak kekalahan Jepang pada perang dunia kedua dan dihapuskannya sistem kekeluargaan tradisional Jepang dari undang-undang dasar negara Jepang, dalam kurun waktu relatif singkat telah mengubah tatanan kehidupan masyarakat Jepang terutama dari struktur keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga batih. Perubahan struktur keluarga ini tidak serta merta terjadi dalam masyarakat. Hal pertama yang sangat terlihat dalam masyarakat Jepang atas perubahan ini menurut Aruga (1980, p. 189-190) adalah melemahnya otoritas kepala keluarga atau kachou, adanya kesetaraan antara suami dan istri dalam rumah tangga, dan harta warisan dibagikan kepada setiap anak tanpa kecuali. Perubahan struktur keluarga dalam masyarakat Jepang yang diarahkan dari keluarga besar menjadi keluarga batih, tidak semuanya mengarah pada muara yang sama. Hal ini terlihat dari kategori keluarga Jepang yang dirumuskan oleh Sugimoto Yoshio (1997, p. 165-166) yang membagi tipe keluarga Jepang ke dalam empat kategori yaitu, kategori A adalah tipe keluarga yang masih kuat menjalankan sistem ie dan pasangan yang telah menikah tinggal di rumah orang tua laki-laki, kategori B adalah tipe keluarga yang tinggal dua generasi dewasa dalam satu rumah yang sama tetapi dalam menjalankan kesehariannya mereka seperti keluarga batih dikarenakan tingginya biaya hidup terutama di kota besar seperti Tokyo, sehingga mereka hanya dipisahkan oleh dinding pembatas dan mereka tetap masih bisa saling membantu, kategori C adalah tipe keluarga batih yang meyakini hubungan garis seketurunan, walaupun mereka berdomisili jauh dari keluarga asal karena alasan pekerjaan dan lainnya, mereka masih menghadiri acara tradisional yang diselenggarakan keluarga besarnya seperti pesta pernikahan tradisional, acara pemakaman, festival daerah, pemujaan arwah leluhur dan lain sebagainya, dan kategori D adalah tipe keluarga batih modern yang menjalankan ideologi keluarga modern. Sementara itu menurut Bourdieu (1996) keluarga adalah konstruksi dasar dari kenyataan sosial sehingga kata keluarga sudah terinternalisasi secara kolektif di
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
11
dalam diri individu. Bourdieu menganggap keluarga adalah produk dari institusionalisasi yang bertujuan membuat setiap anggotanya merasa bagian dari satu unit yang eksis dan kokoh. Bourdieu menambahkan tujuan keluarga adalah untuk mewujudkan kesatuan entitas yang terintegrasi, stabil, konstan, dan tidak memikirkan fluktuasi dari perasaan individu yang menjadi bagian dari satu keluarga. Dari pernyataan ini terlihat Bourdieu tidak mengkategorikan keluarga sebagai keluarga batih atau keluarga besar dan tidak mempermasalahkan apakah keluarga tersebut dibangun atas dasar hubungan suami istri atau tidak. Bourdieu malah menyatakan bahwa keluarga cendrung berfungsi sebagai ranah yang di dalamnya terdapat hubungan fisik, ekonomi, kasih sayang, perhatian, simbol kekuasaan, dan lain-lain, sehingga di dalam keluarga terdapat volume dari struktur modal yang dimiliki oleh setiap anggotanya. Bourdieu juga menambahkan bahwa di dalam keluarga juga terjadi perjuangan untuk mendapatkan posisi yang dominan. Berkenaan dengan pernyataan Bourdieu (1996) di atas bahwa di dalam keluarga terjadi perjuangan untuk mendapatkan posisi dominan. Anggota keluarga yang menempati posisi dominan akan memiliki otoritas untuk mengatur anggota keluarga yang menempati posisi terdominasi. Pengaturan anggota keluarga ini merupakan hak yang dimiliki oleh kepala keluarga dalam keluarga batih dan kachou pada keluarga tradisional. Oleh karena itu dari pendapat Bourdieu ini dapat dikatakan bahwa keluarga adalah ruang sosial bagi para anggotanya. Ogawa Yoko (2009) sendiri menyatakan bahwa sebelum menulis cerita untuk novelnya, atau membangun struktur di dalam novelnya maka dia akan menentukan terlebih dahulu ruang yang akan ditempati oleh para tokohnya. Setelah ditentukan ruang seperti apa yang akan dijadikan tempat berinteraksi para tokohnya, Ogawa kemudian menentukan posisi tiap-tiap tokoh di dalam ruang tersebut dan membuat alur cerita sesuai dengan posisi para tokoh. Ogawa sebagai seorang pengarang yang orang Jepang, bertempat tinggal di Jepang, dan melihat kondisi masyarakat terutama keluarga Jepang saat ini, tidak akan mungkin dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungannya dalam menuangkan ide-idenya ke dalam novel. Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli sastra (Damono, 2013) bahwa pengarang adalah anggota masyarakat yang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
12
terikat pada kelompok sosial tertentu baik dalam hal pendidikan, agama, adat istiadat, dan lembaga sosial yang ada disekitarnya. Peristiwa-peristiwa yang dituliskan oleh pengarang dalam karyanya merupakan pantulan dari hubungan pengarang dengan masyarakatnya. 1.2 Rumusan Masalah Pembacaan atas tiga karya Ogawa Yoko memperlihatkan adanya kesamaan mendasar dari ketiga novel yaitu penggambaran struktur keluarga. Keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko mempunyai kemiripan dengan struktur keluarga tradisional Jepang namun tidak sama dengan struktur keluarga batih atau modern. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan pada penelitian ini difokuskan pada struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam tiga novelnya yaitu KAS, HAS, dan MNK. Selain struktur keluarga di dalam ketiga novel yang memiliki struktur tersendiri juga menggambarkan adanya pemimpin atau kepala keluarga dari setiap keluarga. Penentuan siapa yang menjadi kepala keluarga atau kachou di dalam keluarga yang dibangun dalam ketiga novel ini dan bagaimana perjuangan tokohtokohnya untuk mendapatkan posisi di dalam ruang sosial juga menjadi bahasan dalam penelitian ini. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya yaitu KAS, HAS, dan MNK. Kemudian untuk mengetahui penentuan kepala keluarga atau kachou serta perjuangan tokoh-tokohnya di dalam ruang sosial mereka. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah tiga novel karya Ogawa Yoko yang berjudul Kifunjin A no Soseiࠗ㈗፬ே A ⸽⏕࠘ (Kebangkitan Bangsawan A) cetakan tahun 2002, Hakase no Aishita Suushiki ࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘(Rumus yang Dicintai Sang Profesor) cetakan tahun 2003, dan Miina no Koushin ࣑࣮ࠗ ࢼࡢ⾜㐍࠘(Parade Miina) cetakan tahun 2006. Mengenai pemilihan karya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
13
Ogawa Yoko pada penelitian ini berdasarkan atas tema keluarga yang dimunculkan oleh Ogawa. Pada novel MNK secara jelas disebutkan pada ulasan mengenai novel ini di amazon.co.jp. bahwa novel MNK adalah novel yang menceritakan tentang keluarga. Sementara novel HAS adalah novel best seller yang banyak mendapatkan penghargaan hingga dibuatkan filmnya dan telah diteliti oleh Devi (2010) dengan kesimpulan bahwa novel ini mengisahkan tentang keluarga alternif yang ditawarkan Ogawa Yoko kepada masyarakat pembaca novelnya. Sedangkan novel KAS memiliki kemiripan dengan novel HAS dalam penggambaran bentuk keluarga. Selain itu ketiga novel ini memiliki tahun terbit yang hampir bersamaan mulai dari novel KAS tahun 2002, novel HAS tahun 2003 dan novel MNK tahun 2006 sehingga penggambaran keluarga Jepang dalam ketiga novel ini berada pada kisaran waktu yang berdekatan yaitu antara tahun 2003-2006. Tambahan lagi dari sekian banyak karya Ogawa Yoko, novel KAS, HAS, dan MNK adalah tiga karya yang paling dominan berbicara tentang keluarga mulai dari awal penceritaan hingga tamat sehingga ketiga novel ini dapat menjadi wakil dari penggambaran keluarga Jepang yang dituangkan oleh Ogawa Yoko ke dalam novel. 1.5 Tinjauan Pustaka Pada tinjauan pustaka ini diulas beberapa hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan novel-novel Ogawa Yoko, penelitian karya sastra yang menggunakan konsep keluarga Jepang atau sistem ie dan penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Ito Ujitaka (2004) menulis dengan judul Sonzai To Hisonzai no Aida No Tamerai: Ogawa Yoko No Aishita Suushiki ࠗᏑᅾ㠀Ꮡᅾࡢ㛫ࡢࡓࡵࡽ࠸㸸 ᑠ ᕝ ὒ Ꮚ ࡢ ឡ ࡋ ࡓ ᩘ ᘧ ࠘ (Keraguan Antara Ada dan Tiada: Rumus yang Dicintai Ogawa Yoko). Tujuan dari penelitiannya tidak dinyatakan secara eksplisit, begitu juga metode yang digunakan. Ito langsung saja memulai pendahuluan dengan menganalisis motif-motif yang sering muncul dalam karya Ogawa Yoko, sehingga dapat terbaca bahwa pendekatan struktural lebih tepat dikenakan pada tulisan ini. Ito meneliti beberapa novel Ogawa dengan menjadikan novel Hakase no Aishita Suushiki ࠗ ༤ ኈ ࡢ ឡ ࡋ ࡓ ᩘ ᘧ ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
14
Profesor) sebagai acuan utama dan kemudian menelaahnya dengan 13 karya Ogawa lainnya. Dalam penelitian ini dapat diketahui motif-motif yang muncul dalam karya Ogawa Yoko dan diketahui pula kecendrungan fetisisme pada Ogawa. Wada (2008) dalam tesisnya meneliti karya Ogawa dengan meminjam istilah ilmu biologi yaitu kata gen yang muncul dalam beberapa karya Ogawa dan memberi judul penelitiannya Ogawa Yoko Ron ࠗᑠᕝὒᏊㄽ࠘(Konsep Ogawa). Novel yang ditelitinya adalah Kanpekina Byoushitsu ࠗ⎍࡞ᐊ࠘(Ruang Perawatan yang Sempurna), Ninshin Karendaa ࠗ ዷ ፎ ࢝ ࣞ ࣥ ࢲ ࣮ ࠘ (Kalender Kehamilan), Hisoyakana Kesshou ࠗ ᐦ ࡸ ⤖ ᬗ ࠘ (Kristal yang Diam), Rokkakei no Kobeya ࠗභゅᙧࡢᑠ㒊ᒇ࠘(Kamar Mungil Persegi Enam), Kusuriyubi no Hyouhon ࠗ⸆ᣦࡢᶆᮏ࠘(Spesimen Jari Manis) dan Chinmoku Hakubutsukanࠗỿ㯲༤≀㤋࠘ (Museum yang Sunyi). Wada menganalisis makna kata gen pada setiap novel untuk memahami secara mendalam metafora-metafora yang muncul. Penelitian kata gen berdasarkan strukturnya tidak mengaitkan dengan keadaan sosial masyarakat Jepang yang menjadi latar penceritaan dari enam novel di atas. Ito Ken (2000) dalam artikelnya berjudul The Family and the Nation in Tokutomi Roka's Hototogisu, meneliti bagaimana hubungan keluarga Jepang dalam sistem ie dikaitkan dengan negara dalam novel karya Tokutomi Roka. Tujuan penelitiannya untuk melihat bagaimana novel ini menegosiasikan wacana mengenai konstruksi keluarga pada masa pemerintahan Meiji dan di luar pemerintahan tersebut dalam merepresentasikan keluarga, gender dan kelas sosial. Pada penelitian ini sistem ie memang dijadikan salah satu konsep untuk menganalisis karya dengan pendekatan sosiologi sastra, namun hanya untuk menunjukkan bagaimana sistem ie ini tidak membawa kebahagiaan bagi individu yang menjadi bagian dari satu keluarga besar malah menjadikan individu tersebut bersikap sinis dan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Konsep ie yang digunakan mengacu pada Kawashima Takeyoshi yang menulis buku berjudul Ideorogii to shite no Kazoku Seido (Sistem Kekeluargaan sebagai Ideologi). Rima Devi (2010) dalam tesisnya meneliti novel Hakase no Aishita Suushiki dengan judul Perjuangan Simbolik Seorang Ilmuwan Sebagai Ayah Alternatif
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
15
pada Novel Hakase no Aishita Shuushiki Karya Ogawa Yoko. Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk melihat perjuangan simbolik yang dilakukan oleh tokoh dalam membentuk keluarga alternatif. Pada bagian analisis dijelaskan bagaimana tokoh cerita berhasil mencapai tujuannya yaitu menjadi ayah alternatif. Penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai keberadaan keluarga alternatif dalam masyarakat Jepang dewasa ini. Metode yang dilakukan adalah dengan melihat struktur internal novel dan menentukan posisi para tokohnya dalam ruang sosial mereka. Teori yang digunakan adalah sosiologi sastra mengacu pada teori-teori yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu yaitu ruang sosial, habitus, kapital dan perjuangan simbolik. Penelitian ini memang mengkaji masyarakat Jepang dari segi sosiologinya, khususnya keluarga namun hanya diaplikasikan pada satu karya saja. Bowen-Struyk (2004) menulis artikel yang merupakan inti sari dari disertasinya berjudul Revolutionizing the Japanese Family: Miyamoto Yuriko’s “The Family of Koiwai”. Sama halnya dengan Ken Ito, yang sudah disebut sebelumnya, Bowen-Struyk juga meneliti novel Jepang dengan menggunakan konsep keluarga yang dikemukakan oleh Kawashima Takeyoshi. Namun BowenStruyk lebih menekankan penelitiannya pada kelas sosial yang mengacu pada teori Marx dengan melihat bagaimana keluarga Jepang yang dilihat sebagai golongan proletar dalam naungan sistem ie berjuang mempertahankan ideologinya dalam melawan kapitalisme dan perburuhan. Karya Miyamito Yuriko yang berjudul The Family of Koiwai dijadikan sumber utama dalam penelitiannya. Di dalam analisisnya juga disinggung mengenai gender dan feminis terkait dengan sekuen yang muncul dalam karya yang dibahasnya. 1.6 Kerangka Teori Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai tiruan dari semesta atau alam ini yang ditulis oleh seorang pengarang dengan tujuan dinikmati oleh para pembacanya. Bila melihat gambaran masyarakat yang ditiru dalam sebuah karya maka sebuah karya sastra dapat ditelaah dengan menggunakan pendekatan sosiologis yang dikenal dengan sosiologi sastra. Oleh Damono (2013) pendekatan ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pertama adalah pendekatan yang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
16
berdasarkan kepada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosialekonomis belaka. Yang dilihat dari sebuah karya adalah faktor-faktor yang berkaitan di luar sastra dengan mengabaikan teks sastra itu sendiri dan menjadikan teks tersebut sebagai gejala kedua atau epiphenomenon. Kelompok kedua bertolak belakang dengan yang pertama yaitu lebih menekankan teks sastra sebagai bahan analisis. Hal terpenting dan utama sekali dilakukan pada pendekatan ini adalah menganalisis teks untuk melihat strukturnya dan hasilnya digunakan untuk memahami lebih dalam gejala sosial yang tampak di luar sastra (p.3). Wellek dan Warren (1993) mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi tiga kelompok yaitu pertama adalah sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra. Kedua isi karya sastra, tujuan serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Ketiga permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra (p. 111). Namun kedua perumus teori ini lebih menekankan kepada analisis sastra secara intrinsik ketimbang ekstrinsik yang merupakan ciri khas dari pendekatan sosiologi sastra. Klasifikasi sosiologi sastra yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah yang dirumuskan oleh Ian Watt yang mengatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara pengarang, karya dan masyarakat. Pengklasifikasian ini hampir sama dengan yang dibuat Wellek dan Warren yaitu terdiri dari tiga hal, pertama konteks sosial pengarang, kedua, sastra sebagai cermin masyarakat dan ketiga, fungsi sosial sastra. (dalam Damono, 2013). Berdasarkan dua kecendrungan pendekatan sosiologi sastra maka dalam penelitian ini teks akan dijadikan acuan utama sebagai bahan analisis dengan menggunakan klasifikasi kedua yang telah dirumuskan oleh Ian Watt yaitu sastra sebagai cermin masyarakat. Walaupun pengertian dari cermin masyarakat itu sendiri mengalami ambivalensi karena gambaran masyarakat yang ditampilkan tidak berlaku pada saat karya ditulis, keunikan dari pengarang yang lebih menonjolkan tampilan masyarakat yang berbeda dari yang lain, sifat eksklusif pengarang atas kelompok tertentu, bukan masyarakat secara keseluruhan, dan kemungkinan karya tersebut tidak valid untuk dijadikan cerminan masyarakat. Untuk itu tidak bisa diabaikan pandangan sosial pengarang untuk menilai sebuah karya sebagai cermin masyarakat (Damono, 1978, p. 4).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
17
Karya sastra yang merupakan bagian dari masyarakat, dapat dikaji atau ditelaah dengan sosiologi sastra. Untuk mengkaji karya sastra secara sosiologi sastra maka digunakan teori yang berhubungan dengan sastra dan sosiologi. Untuk teori yang berhubungan dengan sosiologi akan digunakan konsep ie dalam masyarakat Jepang dan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh sosiolog asal Perancis bernama Pierre Bourdieu. 1.6.1 Konsep Ie Konsep ie adalah satu konsep mengenai keluarga tradisional Jepang yang dipopulerkan oleh Aruga Kizaeman. Konsep ie ini merupakan satu sistem yang disebut dengan sistem ie yang dikukuhkan dalam undang-undang dasar negara Jepang semasa pemerintahan Meiji (1868-1911). Aruga Kizaemon setelah menamatkan pendidikannya di Universitas Tokyo dengan menulis tesis tentang agama Budha di Korea, kemudian tertarik dengan folklor Jepang. Aruga kemudian bergabung dengan tim editor yang mengedit tulisan Yanagita Kunio yang membahas tentang folklor Jepang dan akhirnya mulai menulis artikel berkaitan dengan folklor Jepang seperti kehidupan di pedesaan dan oyabun kobun kankei (hubungan majikan dan anak didiknya). Aruga yang semula mempelajari seni Budha sambil mendalami folklor Jepang kemudian berpindah mempelajari sosiologi setelah mendapatkan pengaruh yang kuat dari pemikiran-pemikiran folklor Jepang yang ditulis oleh Yanagita Kunio. Tidak hanya menulis artikel mengenai masyarakat Jepang, Aruga melanjutkan meneliti masyarakat Jepang bahkan mulai mengkritik pemikiran Yanagita yang tidak memasukkan unsur ekonomi dan kemasyarakatan dalam pemikirannya. Menurut Aruga ekonomi dan kemasyarakatan adalah hal yang sangat penting karena kedua hal ini berkaitan erat dengan sistem keluarga. Prestasi Aruga yang pertama dan menonjol adalah monograf yang ditulisnya yang berjudul Nihon Kazoku Seido To Kosaku Seido (Sistem Keluarga Jepang dan Sistem Penyewaan Lahan Pertanian). Monograf ini menjadi dasar pemikiran Aruga sehingga dia dapat meraih gelar professor di Universitas Tokyo atas karyanya ini yang dinilai fenomenal oleh peneliti dan pemerhati masyarakat Jepang. (Kitano dan Okada, 1959).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
18
Menurut Aruga (1959, p.6) tidak mudah untuk menentukan siapa yang pertama kali membuat ie dan atas dasar apa sebuah ie dibentuk. Ie yang ada dalam masyarakat Jepang diterima secara turun temurun, dijalankan oleh pewaris untuk kemudian diteruskan pada generasi setelahnya. Menurut Aruga (dalam Torigoe, 1988, p. 8) yang disebut dengan ie adalah, ᐙࡣ᪥ᮏ≉Ṧ࡞ ័⾜࡛࠶ࡾࠊ㏻ᩥⓗពࡢᐙ᪘㐪࠺ࠋࠋࠋ ᐙࡣᐙ⏘ࡸᐙᴗࡢ㐠Ⴀࡢ㞟ᅋ࡛࠶ࡗ࡚ࠊࡇࡢព࡛♫࠾ࡅࡿ⏕ άࡢ༢ࡋ࡚Ꮡ⥆ࡋ࡚࠸ࡓࡽࠊࡑࢀࡣᡂဨࡢ⏕Ṛࢆ㉺࠼࡚ࠊ㐃 ⥆ࡍࡿࡇࢆ┠ᶆࡋࡓࠋ Ie adalah adat istiadat khusus yang terdapat dalam masyarakat Jepang, yang maknanya berbeda dengan keluarga pada umumnya. … Ie adalah satu kelompok yang menjalankan usaha dari harta milik keluarga (kasan) dan merupakan usaha keluarga (kagyou). Melalui pemahaman mengenai hal ini maka sebagai satu unit di dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, maka tujuannya adalah kesinambungan dari ie dan setiap anggotanya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia secara turun-temurun.
Aruga menganggap ie adalah satu adat kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat Jepang dan memiliki ciri khas sendiri. Walaupun sepertinya ie terlihat sebagai sebuah keluarga, ie berbeda dengan pengertian keluarga pada umumnya sebagaimana pengertian keluarga yang berlaku pada masyarakat Barat. Ciri khas ie dan perbedaan ie dengan keluarga terletak pada sistem yang berjalan pada ie tersebut. Satu kelompok dapat disebut dengan ie bila kelompok tersebut memiliki harta kekayaan (kasan) dan bisnis keluarga (kagyou) yang dikelola secara bersamasama oleh anggota yang tergabung di dalam ie tersebut. Kagyou biasanya berupa usaha pertanian, perikanan, kerajinan tangan, dan perdagangan. Sementara kasan terdiri atas rumah, tanah, lahan pertanian, kebun, kolam ikan, peralatan pertanian dan pertukangan, perabotan rumah tangga, mesin, ternak, uang, berbagai barang berharga lainnya, baik yang dimiliki bersama dan digunakan bersama dalam satu desa, serta barang-barang atau alat-alat yang digunakan untuk bekerja juga disebut dengan kasan (Aruga, 1980, p.187).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
19
Pengelolaan harta ie dipimpin oleh seorang kepala keluarga yang disebut dengan kachou yang memiliki kekuasaan penuh atas kekayaan dan bisnis keluarga, demikian juga terhadap anggota yang tergabung di dalamnya. Kekuasaan yang dimiliki kachou terhadap ie-nya tidak membuat kachou dapat bertindak sewenangwenang atas harta maupun anggota ie-nya karena ada aturan sendiri di dalam ie yang harus dipatuhi oleh kachou. Aturan tersebut terdapat dalam hak dan kewajiban kachou atau lebih dikenal dengan kachouken. Kachou dibantu oleh istrinya yang disebut dengan shufu dalam pengelolaan ie. Kachou dan shufu sebagai inti atau dasar pembentuk dari ie memimpin kelompok yang disebut dengan seikatsu shudan yaitu kelompok yang bersama-sama menjalani kehidupan dan seikatsu kyoudoutai yaitu kelompok yang saling bekerja sama dalam menjalani kehidupan tersebut. Anggota yang tergabung dalam ie terdiri atas anggota yang memiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan kachou, yaitu ayah dan ibu kachou, anak-anak dan cucu-cucu kachou serta saudara-saudara kachou beserta anak-anaknya, dan ada pula anggota yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan kachou. Anggota keluarga yang tidak memiliki hubungan darah dan hubungan kekerabatan disebut dengan houkounin atau orang yang mengikut pada ie. Walaupun setiap anggota ie mendapatkan hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan peraturan yang berlaku di dalam ie, kedudukan houkounin lebih rendah bila dibandingkan dengan anggota yang memiliki hubungan darah dan kekerabatan dengan kachou. Bagan atau gambar mengenai struktur sederhana dari keanggotaan ie tidak dibuat oleh Aruga Kizaemon. Ada beberapa bagan mengenai struktur keanggotaan ie pada beberapa tulisan Aruga, namun bagan tersebut merupakan salah satu contoh dari struktur keanggotan ie dari ie yang pernah diteliti Aruga, sehingga bagan tersebut tidak dapat mewakili keseluruhan gambaran ie secara ringkas dan sederhana. Seorang peneliti tentang keluarga Jepang bernama Torigoe Hiroyuki kemudian membuat bagan sederhana mengenai struktur keanggotaan ie berdasarkan penjelasan ie yang dirumuskannya dari berbagai pendapat para pakar tentang ie termasuk pendapat dari Aruga Kizaemon.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
20
Gambar 1.1. Susunan Keanggotaan dalam Struktur Ie
Gambar atau bagan di atas adalah gambar dari susunan keanggotan dari struktur ie yang dibuat oleh Torigoe. (Torigoe, 1998, p. 16). Pada gambar 1.1. di atas terlihat ada tiga kelompok yang dibagi menjadi (A), (B) dan (C). Kelompokkelompok ini disebut dengan setai atau rumah tangga dan masing-masing setai memiliki kepala rumah tangga yang dipegang oleh laki-laki. Pada kelompok (A) terlihat kachou memiliki tiga anak. Anak laki-laki sulung atau chounan menikah dan memiliki tiga anak pula. Kemudian chounannya juga menikah. Bila garis keturunan ini diteruskan dan hanya pada kelompok (A) saja maka disebut sebagai keluarga yang memiliki hubungan langsung dan memiliki hubungan darah. Anakanak kachou yang lain akan pergi meninggalkan ie karena mengikuti ie suaminya bagi anak perempuan dan karena membuka cabang ie (bunke) bagi anak laki-laki. Kelompok (B) adalah keluarga yang mengikut pada ie, yang tidak memiliki hubungan secara langsung tapi memiliki hubungan darah. Sedangkan kelompok (C) adalah keluarga yang tidak memiliki hubungan langsung dan tidak pula memiliki hubungan darah. Keluarga yang mengikut pada ie ini disebut dengan houkounin. Di sini terlihat bahwa kelompok (B) masih memiliki hubungan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
21
kekerabatan dengan kelompok (A), sementara kelompok (C) sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan. Untuk kelompok (C) ada yang tinggal serumah dengan kachou ada pula yang tinggal terpisah dan hanya datang untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan bisnis ie-nya. Keluarga yang tergabung dalam kelompok (C) ini tidak selalu orang yang tidak dikenal sama sekali. Ditemukan juga houkounin pada satu ie adalah kerabat jauh dari kelompok (A). Bila seorang kachou sudah merasa tidak mampu lagi memimpin ie-nya atau meninggal dunia maka yang berhak menjadi pengganti kachou adalah anak lakilakinya yang sulung. Bila kachou tidak mempunyai anak laki-laki, maka ie tersebut dapat mengangkat anak atau youshi untuk dijadikan calon kachou, dan tidak ditentukan apakah yang dicalonkan menjadi pengganti kachou tersebut memiliki hubungan darah atau tidak dengannya. Kachou juga dapat mengangkat menantu laki-lakinya untuk menjadi penggantinya yang dikenal dengan istilah mukoyoushi. Dengan berjalannya sistem pewarisan di dalam ie, maka akan terjamin kesinambungan dari ie. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Aruga bahwa tujuan ie adalah menjaga kesinambungan ie dan anggotanya yang sudah meninggal dunia, yang masih hidup, dan yang akan lahir. 1.6.2 Konsep Ruang Sosial Bourdieu mengemukakan bahwa untuk memahami interaksi antar manusia atau untuk menjelaskan kejadian ataupun fenomena sosial, tidak cukup hanya dengan memperhatikan apa yang dikatakan ataupun apa yang telah terjadi saja. Untuk memahaminya diperlukan pengujian ruang sosial di mana interaksi, transaksi dan peristiwa tersebut terjadi. (Grenfell, 2010, p. 67). Ruang sosial yang dimaksud oleh Bourdieu adalah field yang bisa diterjemahkan menjadi arena, medan ataupun ranah. Yang dimaksud dengan field oleh Bourdieu adalah, ruang semesta yang sebenarnya yang di dalamnya berlaku hukum-hukum tertentu yang merupakan bentuk pengejawantahan dari kapital dan hubungan kekuatan yang menyertainya (Bourdieu, 1993, p. 215). Mengenai penentuan posisi para pelaku sosial di dalam ruang sosialnya, oleh Bourdieu sendiri diujicobakan terlebih dahulu pada karya sastra yaitu novel yang berjudul Sentimental Education karya Gustave Flaubert.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
22
Bourdieu menganalisisnya dengan menggunakan model struktur imanen yaitu menganalisis ruang sosial dalam karya sastra secara tekstual. Analisis yang dilakukan oleh Bourdieu sangat berhasil dan membawa pencerahan dalam pembacaan sebuah karya sastra. Berikut ini dijelaskan lebih jauh mengenai Bourdieu dan teorinya. Bourdieu dikenal sebagai seorang filsuf, sosiolog, etnolog, dan antropolog. Ketika ditanyakan kepadanya apakah dirinya seorang sosiolog atau antropolog, Bourdieu malah menjawab bahwa dia adalah seorang filsuf. Dari pernyataan Bourdieu tersebut dapat dikatakan bahwa Bourdieu memperhatikan dan meneliti banyak hal secara mendasar sebagaimana yang dilakukan oleh para filsuf kemudian memikirkan secara kritis hingga melahirkan pemikirannya sendiri. Karya Bourdieu memiliki cakupan yang luas dalam berbagai bidang mulai dari politik, pendidikan, budaya, seni, media, hingga sastra. Pemikiran-pemikiran Bourdieu dipengaruhi oleh beragam ilmu dari pemikir besar seperti Aristoteles, Hegel, Marx, Durkheim, Max Weber, Husserl, Ferdinand de Saussure dan lainlain. Bourdieu menggabungkan pemikiran-pemikiran besar tersebut kemudian merumuskan pemikirannya sendiri. Sebagai seorang sosiolog Bourdieu juga melakukan penelitian untuk menjawab permasalahan besar di dalam sosiologi yaitu bagaimana masyarakat terbentuk. Pertanyaan besar ini diteliti, dirumuskan, dan dijawab oleh banyak ahli sejak zaman Sokrates hingga sekarang ini. Teori yang dirumuskan oleh Bourdieu disebutnya bukan sebagai teori melainkan sebuah metode untuk menganalisis praktik sosial. Pemikiran Bourdieu unik dan berbeda dengan pemikiran para ahli sebelumnya. Pemikiran Bourdieu didasarkan pada pemikiran pendahulunya yang memperdebatkan dualisme yang saling bertentangan, yaitu subjektivisme dan objektivisme, strukturalisme dan kulturalisme, struktur dan agensi, kesadaran dan ketidaksadaran, material dan simbolik, dan lain sebagainya. Subjektivisme adalah cara pandang yang terlalu menekankan kebebasan individu (subjek atau agen) dan mengabaikan peran struktur objektif (norma dan aturan). Ilmu yang tercipta berdasarkan subjektivisme hanya bertumpu pada pengalaman hidup subjek dan hak-hak subjektivitas. Individu diberi kebebasan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
23
dalam memberikan persepsi tentang dunia sosial berdasarkan ego, rasionalitas dan kerangka ideologis yang dimilikinya. Sedangkan objektivisme adalah cara pandang yang terlalu menekankan struktur objektif dan mematikan peran subjek yang dapat merasa, menerangkan, dan membangun struktur. Pada objektivisme struktur objektif adalah prioritas utama dan meniadakan tindakan dan pengalaman individu sehingga terdapat pemisahan antara pengamat dengan yang diamati. Pemisahan ini mengakibatkan juga terjadinya pemisahan antara pengetahuan teoritis dengan praktis sehingga struktur objektif lepas dari kesadaran dan keinginan individu. Bila individu merepresentasikan perasaan dan kesadarannya maka dinilai sebagai sesuatu yang tidak objektif. Pada objektivisme, sesuatu yang dapat terukur dan bersifat ajeg, universal, dan stabil dari satu tatanan objektif menjadi titik tolak dalam memahami realitas sosial. Bourdieu menilai dualisme antara subjektivisme dan objektivisme tidak mampu lagi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah sosial. Diperlukan penjelasan relasional yang dapat menunjukkan hubungan saling mempengaruhi antara agen (individu) dan struktur karena agen dan struktur bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan begitu saja karena keduanya saling mempengaruhi dalam satu proses yang kompleks sehingga terjadi satu praktik sosial. Baik agen maupun struktur sama pentingnya dalam menjelaskan realitas sosial sehingga tidak ada pemisahan antara teori dan praktik. Oleh Bourdieu, agen dan struktur dipertemukan dalam interaksi dialektis yang melahirkan praktik sosial. Bourdieu merumuskan pemikirannya sendiri yang melibatkan kedua aspek tersebut dalam konsep antara lain habitus, field, modal, kekerasan simbolik, dan strategi. Pada bagian selanjutnya dijelaskan tiga konsep yang dikemukakan Bourdieu yaitu habitus, ranah (field) dan modal. Kata habitus berasal dari bahasa Latin yang berarti kebiasaan (habitual), penampilan diri (appearance), dan pembawaan yang terkait dengan tipikal tubuh. Sedangkan konsep habitus sendiri berasal dari tradisi pemikiran filsafat. Aristoteles mengartikan habitus sebagai kategori yang melengkapi subjek sebagai substansi. Bourdieu menjelaskan bahwa konsep habitus bermula dari dua hal yaitu eksperimen dan sosial. Secara eksperimen kita sebagai makhluk sosial merasa
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
24
bebas untuk bertindak dan bersikap dalam keseharian kita, sementara secara sosial kita bertindak berdasarkan aturan dan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial tersebut. (Grenfell, 2010, p. 50). Habitus yang dimaksud oleh Bourdieu dijelaskan sebagai berikut, The habitus is a set of dispositions which incline agents to act and react in certain ways. The dispositions generate practices, perceptions and attitudes which are ‘reguler’ without being consciously co-ordinated or governed by any ‘rule’. The dispositions which constitute the habitus are inculcated, structured, durable, generative and transposable. Habitus adalah serangkaian kecendrungan (disposisi) yang mendorong pelaku sosial (agen) untuk beraksi dan bereaksi dengan cara-cara tertentu. Kecendrungan-kecendrungan ini menumbuhkan praktik-praktik, persepsipersepsi dan perilaku yang ‘teratur’ tanpa dikoordinasikan secara sadar atau tanpa diatur oleh ‘peraturan’. Kecendrungan-kecendrungan yang terdapat dalam habitus bersifat tertanam, terstruktur, bertahan lama, berkembang dan dapat berpindah-pindah. (Thompson, 2007, p. 12).
Habitus yang dimaksudkan oleh Bourdieu ini merupakan satu kencendrungan yang dimiliki oleh agen. Habitus ini dapat disebut sebagai interior atau atribut yang melengkapi diri seorang agen, yang digunakan ketika berinteraksi di dalam dunia sosial atau ketika melakukan praktik sosial. Habitus tidak serta merta melekat dalam diri agen melainkan tertanam di dalam dirinya berdasarkan pengalaman dan pendidikan yang dimulai dari masa kecil. Penanaman habitus terlihat dalam pengasuhan dan pendidikan seorang anak dalam tata krama seharihari pada keluarga seperti bagaimana bersikap ketika makan yaitu duduk yang manis dan tidak boleh berbicara dalam keadaan mulut penuh terisi makanan, ketika bertemu dengan orang yang lebih tua dengan memberikan salam dan mencium tangan, ketika akan tidur menyikat gigi, dan lain sebagainya. Dengan penanaman tata krama seperti dijelaskan di atas kepada agen maka akan membentuk tubuhnya secara spontan bereaksi bila berada di dalam situasi tersebut sehingga membuat kecendrungan tersebut terlihat alami. Kecendrungan-kecendrungan yang telah terbentuk kemudian terstruktur menjadi satu respon yang tidak dapat terelakkan pada diri seorang agen. Kecendrungan-kecendrungan ini kemudian terlihat pada kelompok sosial
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
25
masyarakat tertentu yang memiliki latar belakang yang sama seperti latar budaya, ekonomi, dan sosial. Kecendrungan pada masyarakat kelas menengah akan berbeda dengan masyarakat ekonomi lemah. Sehingga perbedaan dan persamaan yang tercermin dalam habitus seorang agen dapat menentukan dari mana agen tersebut berasal. Kecendrungan yang telah terstruktur di dalam diri agen bersifat tahan lama dan mendarah daging di dalam tubuh agen sehingga kecendrungan tersebut akan muncul secara spontan tanpa disadari oleh agen tersebut. Kecendrungan ini tidak bersifat menetap karena dapat berkembang dan berubah-ubah seiring dengan berkembang dan berubahnya praktik-praktik sosial dan persepsi agen terhadap lingkungan sekelilingnya. Hal ini dapat terjadi karena habitus melengkapi agen dengan perasaan bagaimana bertindak dan merespon berbagai hal dalam kehidupannya sehari-hari. (Thompson, 2007, p. 13). Habitus adalah kepunyaan dari agen sosial baik itu individu, grup maupun institusi, yang terstruktur dan berstruktur. Struktur dibentuk oleh kondisi masa lalu dan sekarang, seperti pengasuhan dalam keluarga dan pengalaman pendidikan yang dilalui atau dijalankan. Habitus tidak bekerja sendiri. Praktik adalah hasil dari relasi habitus situasi atau kondisi saat ini. Habitus berlaku di tempat yang nyaman untuk melakukannya dan akan terus dilakukan dalam situasi tertentu. (Grenfell, 2010). Individu atau agen melakukan praktik sosial dalam konteks atau tatanan sosial tertentu yang disebut dengan ranah atau field. Ranah terbentuk didasari oleh habitus sementara ranah sendiri adalah tempat di mana habitus bekerja. Ranah ini terbentuk secara spontan sebagai hubungan yang terstruktur dan secara tak sadar mengatur posisi agen atau kelompok dalam masyarakat. Bourdieu mendefinisikan ranah sebagai berikut, In analytic terms, a field may be defined as a network, or a configuration, of objective relations between positions. These positions are objectively defined, in their existence and in the determinations they impose upon their occupants, agents or institutions, by their present and potential situation (situs) in the structure of the distribution of species of power (or capital) whose possession commands access to the specific profits that are at stake in the field, as well as by their objective relation to other positions (domination, subordination, homology, etc.).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
26
Dari segi analitik, ranah dapat didefinisikan sebagai jaringan atau konfigurasi dari hubungan obyektif antara posisi-posisi. Posisi ini secara obyektif didefinisikan di dalam keberadaannya dan ketentuannya yang memaksa penghuninya baik agen ataupun lembaga, berdasarkan situasi dan potensi mereka (situs) dalam struktur distribusi dari jenis kekuasaan (atau modal) yang memiliki akses untuk mengatur keuntungan khusus yang dipertaruhkan di dalam ranah, sebagaimana dengan relasi objektif pada posisi lain (dominasi, subordinasi, homologi, dll). (Bourdieu, 1992, p. 97) Definisi mengenai ranah yang diungkapkan oleh Bourdieu dengan bahasa yang cukup rumit untuk diterjemahkan ini dapat dipahami bahwa ranah adalah satu jaringan yang terbentuk dari hubungan posisi-posisi dalam tatanan sosial. Di dalam ranah ini terjadi perebutan kekuasaan untuk mendapatkan posisi-posisi yang diinginkan. Agar dapat memperoleh posisi yang diinginkan, maka baik agen maupun kelompok atau lembaga akan berjuang dengan mempertaruhkan sejumlah modal yang mereka miliki. Di dalam ranah juga berlangsung perjuangan untuk memelihara atau mengubah distribusi dari modal khusus yang dapat memelihara atau mengubah posisi agen atau lembaga di mana mereka berlokasi di dalam struktur ruang posisi. (Thompson, 2007, p. 14). Di dalam ranah terdapat sebuah permainan yang mempunyai peraturan yang mengikat. Permainan ini dilengkapi dengan perangkat yang digunakan sebagai taruhan yaitu modal. Modal ini digunakan untuk menentukan posisi para agen di dalam permainan tersebut. Setiap jenis modal memiliki keunggulan tertentu yang dapat menaikkan posisi agen pemilik modal tersebut. Modal adalah satu hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan karena dengan modal tersebut dapat menjadi alat bagi pemiliknya untuk memegang kekuasaan di dalam ranah tertentu. Agen-agen di dalam ranahnya akan bekerja untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda atau tidak sama dengan pesaingnya. Agen-agen ini berusaha meminimalisir persaingan agar mereka dapat memonopoli modal pada bidang tertentu. (Bourdieu, 1992, p.100). Ranah terbentuk berdasarkan sistem yang ada di dalam tatanan sosial sehingga terbentuk lapisan-lapisan dan di setiap lapisan tersebut terdapat posisi yang dominan dan terdominasi. Bourdieu mencontohkan lapisan di dalam ranah teater yang memiliki lapisan diantaranya adalah lapisan pemain, penulis skenario, dan sutradara. Tiap-tiap lapisan ini berjalan dengan aturan dan peraturan sendiri dan mempertaruhkan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
27
modal tersendiri yang khas di dalam ranahnya. Setiap agen bebas berjuang untuk memperebutkan posisi di dalam ranahnya berdasarkan modal yang dimilikinya. Agen di dalam permainannya tidak dikenakan peraturan yang berada di luar ranahnya. Agen dapat memasuki satu ranah karena memiliki modal khusus yang dapat dipertaruhkan di dalam ranah tersebut. Bourdieu (1992) menjelaskan lebih lanjut bahwa agen yang sudah mendapatkan posisi tertentu mempunyai habitus tertentu pula. Oleh karena itu sebelum agen menduduki satu posisi perlu diketahui sejarahnya atau trajektorinya dan bagaimana agen itu dapat mencapai posisi tersebut, apa modal yang dimiliki dan habitus yang digunakan sehingga berada dalam ranah. Hal ini dimungkinkan karena agen adalah produk sejarah. Modal atau kapital yang telah disinggung pada bagian sebelumnya adalah satu istilah ekonomi yang digunakan oleh Bourdieu untuk menjelaskan konsepnya. Modal yang dimaksudkan oleh Bourdieu tidak hanya berupa modal yang kasat mata seperti yang umum dikenal di dalam istilah ekonomi, namun juga terdiri dari modal yang tidak bersifat materi. Modal yang dimaksud oleh Bourdieu adalah “semua jenis barang, baik material maupun simbolik, tanpa pembedaan, yang menampilkan dirinya sebagai sesuatu yang langka dan berharga untuk dikejar dan dicari di dalam suatu formasi sosial tertentu” (Harker, 2009, p. 16). Modal tersebut terdiri dari empat kategori yaitu modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan modal simbolik. Makna dari modal ekonomi ini sama dengan makna yang digunakan dalam istilah perekonomian yaitu benda materi yang bersifat ekonomis. Modal ekonomi berbentuk tanah, pabrik, mesin-mesin, dan kumpulan kekayaan ekonomi seperti keuntungan, warisan, saham, uang, alat pembayaran, gaji dan benda materi lainnya. Modal sosial adalah kumpulan relasi-relasi sosial yang mengatur para pelaku sosial yang terdiri dari individu atau kelompok seperti relasi, network, keluarga, agama, dan warisan budaya. Bentuk modal sosial ini adalah jaringan informasi, norma-norma sosial, dan kepercayaan yang menimbulkan kewajiban dan harapan. Modal budaya adalah kumpulan kualifikasi intelektual hasil dari sistem pendidikan atau diturunkan melalui keluarga. Modal ini dapat berupa non-fisik yaitu kecendrungan perilaku fisik yang tetap seperti, cara berbicara dan cara
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
28
berbusana. Bentuk berikutnya dari modal budaya ini adalah ilmu pengetahuan, selera, estetika, bahasa, dan kekayaan budaya seperti, buku-buku, instrumen musik, benda seni, mesin-mesin canggih dan sebagainya. Bentuk terakhir adalah yang bersifat institusional seperti gelar akademik, ijazah atau sertifikat beserta kualitas intelektual yang menyertainya. Modal simbolik adalah akumulasi kehormatan dan penghargaan. Modal ini tidak terlihat dan dapat dimiliki dalam bentuk pengakuan dan otoritas. Seperti seseorang yang memiliki modal budaya yaitu gelar sebagai seorang profesor yang dalam penerapan keahliannya bersifat modal simbolik yaitu berhak dan memiliki otoritas untuk menentukan kebenaran dalam tingkat tertentu. Modal simbolik ini mencakup prestise, status dan otoritas. (Harker, 2009, p. 16) dan (Grenfell, 2010, p. 69). Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa modal yang dimiliki agen dapat digunakan untuk menentukan posisi di dalam ranah, sehingga jumlah dan struktur modal yang dimiliki tidak hanya dilihat pada saat ini saja tapi juga mengacu pada trajektori modal (perjalanan memperoleh modal tersebut) dan disposisi atau habitus agen. Modal ini dapat ditambah, dipertahankan dan dapat disalingtukarkan dengan modal jenis lain. (Bourdieu, 1992, p. 99). Pemikiran Bourdieu selanjutnya adalah ruang sosial yang terdiri dari kumpulan-kumpulan ranah yang memiliki hubungan satu sama lain. Bourdieu menjelaskan ruang sosial sebagai berikut, !The social world can be represented in the form of (multidimensional)
space constructed on the basis of principles of differentiation or distribution constituted by the set of properties active in the social universe under construction, that is, able to confer force or power on their possessor in the universe. Agents and group of agents are thus defined by their relative positions in this space. In so far as the properties chosen to construct this space are active properties, the space can also be described as a field of force: in other words, as a set of objective power relations imposed on all those who enter this field, relations which are not reducible to the intensions of individual agents or even to direct interactions between agents. (Bourdieu, 2007, p. 229-230) Dunia sosial dapat digambarkan sebagai bentuk ruang (multidimensi) yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang berbeda atau dibentuk oleh pendistribusian benda-benda aktif di dalam semesta sosial yang mampu
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
29
mengubah kepemilikannya di semesta. Agen dan kelompok agen dinyatakan oleh hubungan kepemilikannya di dalam semesta. Bendabenda pilihan yang dibentuk di semesta, merupakan benda aktif, sehingga ruang dapat digambarkan sebagai kekuatan dari ranah, dengan kata lain Benda-benda ini adalah seperangkat relasi kekuatan objektif yang ditentukan oleh mereka yang memasuki ranah, yang hubungannya tidak dapat direduksi oleh keinginan agen atau bahkan oleh interaksi langsung antaragen (Bourdieu, 2007, p. 229-230). Di dalam ruang sosial yang terdiri dari berbagai ranah ditempati oleh agen-agen atau kelompok agen yang memiliki aturan tertentu dan benda-benda tertentu. Benda-benda tertentu ini adalah kumpulan modal yang dimiliki oleh para agen. Modal-modal tersebut bermanfaat dalam ranah yang ditempati oleh agen seperti, ranah ekonomi, ranah pendidikan, ranah seni dan lain sebagainya. Ranah-ranah ini kemudian membentuk ruang sosial tertentu sehingga ruang sosial merupakan konstruksi yang dibuat manusia, yang di dalamnya disusun atau diatur keyakinan para penghuni ranah tersebut. Agen yang menempati satu posisi tertentu di dalam ranahnya, mengerti bagaimana seharusnya bersikap dalam ruang sosial tersebut. Dalam ruang sosial itu terbagi ke dalam kelompok yang dominan dan yang terdominasi. Agen yang memiliki berbagai modal dapat berada dalam multi ruang sekaligus. Agen dapat menempati lebih dari satu ruang sosial dalam satu waktu yang persamaan. (Grenfell, 2010, p.70) Berdasarkan ruang sosial yang terdiri dari ranah ini maka masyarakat dapat dilihat sebagai ruang-ruang yang berbeda. Ruang sosial ini terbentuk berdasarkan dimensi modal yang dimiliki yaitu pertama volume keseluruhan dari sumber daya yang dimiliki, kedua modal ekonomi dan ketiga adalah modal budaya. Di dalam ruang sosial ini agen dengan habitusnya berhubungan dengan agen lain menghasilkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan ranah dan modal yang dimilikinya. Bourdieu mengemukakan bahwa untuk memahami interaksi antar manusia atau untuk menjelaskan kejadian ataupun fenomena sosial, tidak cukup hanya dengan memperhatikan apa yang dikatakan ataupun apa yang telah terjadi saja. Untuk memahaminya diperlukan pengujian ruang sosial di mana interaksi, transaksi dan peristiwa tersebut terjadi. (Grenfell, 2010, p. 67).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
30
Gambar 1.2. Gambar Ruang Sosial
Gambar 1.2. adalah ruang sosial yang digambarkan oleh Bourdieu. Gambar ini dibuat berdasarkan gambar yang terdapat dalam Grenfell, 2010, p. 72. Bourdieu menjelaskan bahwa pada ruang sosial terdapat dua kutub seperti yang terlihat pada gambar 1.2. Kutub tersebut terdiri dari dua poros yaitu poros vertikal dan horizontal. Poros ekonomi digambarkan secara vertikal, semakin banyak modal ekonomi yang dimiliki maka posisi agen akan mengarah ke atas atau wilayah positif, semakin sedikit modal ekonomi yang dimiliki maka posisi agen mengarah ke bawah atau wilayah negatif. Sementara untuk poros horizontal menggambarkan modal budaya. Semakin banyak modal budaya yang dimiliki maka posisi agen akan mengarah ke kanan atau wilayah positif, semakin sedikit modal budaya yang dimiliki maka posisi agen mengarah ke kiri atau wilayah negatif. Penentuan modal ekonomi ditempatkan pada poros vertikal sebagai poros penentu karena modal ekonomi adalah kunci penentu status dan kekuatan agen di dalam ruang sosial. Selain itu pengaruh modal ekonomi lebih kuat bila dibandingkan dengan modal budaya.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
31
Modal ekonomi sebagai dasar dapat dipertukarkan dengan modal jenis lain termasuk dengan modal budaya. (Grenfell, 2010. p.72). Sebagai contoh, seorang yang memiliki uang yang termasuk dalam modal ekonomi, dapat menempuh pendidikan tinggi hingga meraih gelar dan memperoleh ijazah yang termasuk dalam modal budaya. Modal ekonomi yang dipertaruhkan kemudian dapat digunakan untuk meraih modal budaya yaitu ijazah. Gelar dan ijazah yang diperoleh juga dapat digunakan untuk memperoleh modal ekonomi kembali yaitu dengan bekerja dan menerima gaji. 1.7 Metode Penelitian Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kajian kepustakaan dan meneliti teks-teks dari novel sebagai sumber data utama atau data primer dan teksteks dari sumber lain yang terkait sebagai data penunjang. Langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah pertama menggambarkan perjuangan yang dilakukan oleh salah satu tokoh dari setiap novel sehingga diketahui posisi masing-masing tokoh di dalam ruang sosialnya. Kemudian menganalisis struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam ketiga novelnya dengan menggunakan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu dan konsepkonsep yang ada dalam sistem ie yang dikemukakan oleh Aruga Kizaemon. Bourdieu (1992, p.4-5) menjelaskan bahwa untuk menganalisis data termasuk karya sastra menggunakan teori ruang sosial yang dikemukakannya, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Menganalisis posisi dari ranah dan kekuatan ranah. 2. Menggambarkan relasi struktur objektif antara posisi yang ditempati oleh agen atau institusi yang kompeten untuk menentukan bentuk legitimasi yang memiliki otoritas khusus (modal khusus) di dalam ranah. 3. Menganalisis habitus agen, disposisi yang menentukan jenis modal ekonomi dan budaya, dan menemukan trajektori di dalam ranah. Dari ketiga langkah yang dikemukakan oleh Bourdieu di atas dapat diketahui bahwa untuk menganalisis data menggunakan teori ruang sosial Bourdieu
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
32
diperlukan konsep-konsep dasar yang dikemukakan Bourdieu di dalam teori praktik sosialnya yaitu habitus, modal dan ranah. Mengenai penerapan teori Bourdieu pada karya sastra, telah dilakukan sendiri oleh Bourdieu pada karya sastra Perancis yang terkenal yaitu novel berjudul Sentimental Education yang ditulis oleh jawara sastra Perancis, Gustave Flaubert. Alasan Bourdieu (1993, p.145) memilih karya ini adalah novel ini adalah novel yang luar biasa, di dalamnya terkandung analisis ruang sosial di mana penulisnya juga berada sehingga dapat membantu memberikan instrumen-instrumen yang dibutuhkan untuk menganalisis pengarangnya sendiri. Bourdieu memulai analisis karya sastra dengan memaparkan ringkasan cerita dari novel Sentimental Education yang dimuat di dalam buku pelajaran sastra di sekolah-sekolah di Perancis. Hal ini dilakukan Bourdieu untuk membedakan pembacaan dengan model Bourdieu dan pembacaan yang diterima secara umum oleh masyarakat Perancis. Dalam ringkasan cerita ini Bourdieu belum menggunakan analisisnya sama sekali. Ringkasan cerita dari novel Sentimental Education diawali dengan tokoh ceritanya. Tokoh utama Frederic Moreau adalah seorang mahasiswa di Paris pada tahun 1840, yang tertarik dengan bidang seni. Kemudian Frederic berinteraksi dengan seniman-seniman di Paris. Sementara itu Frederic juga ingin menjadi orang kaya sehingga berhubungan dengan orang yang berkecimpung dalam dunia bisnis perbankan. Dalam interaksi dengan dunia seni Frederic jatuh cinta kepada Madame Arnoux yang merupakan istri dari seorang seniman. Dalam kekecewaanya karena sikap Madame Arnoux, Frederic kemudian menjalin hubungan dengan Madame Dambreuse yang merupakan istri bankir kaya (Bourdieu, 1995, p. 35-36). Setelah memaparkan ringkasan cerita novel Sentimental Education, Bourdieu kemudian menganalisis novel tersebut menggunakan teori ruang sosial yang dikemukakannya dan menggambarkan ruang sosial tokoh Frederic. Berikut ini adalah gambar ruang sosial tokoh Frederic yang telah dianalisis oleh Bourdieu dengan menggunakan teorinya. Gambar ini diambil dari dari salah satu buku yang ditulis Bourdieu (1998, p.8). Pada gambar di bawah terlihat ruang sosial tokoh Frederic yang terdiri dari empat ruang sosial.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
33
Gambar 1.3. Ruang Sosial Tokoh Frederic dalam Novel Sentimental Education
Pertama pada bagian kiri yang ditandai dengan persegi empat dengan garis tipis terlihat ruang sosial Frederic yang berupa ranah seni dan politik, ranah yang ingin digelutinya. Dalam ranah ini terlihat adanya beberapa orang yang berprofesi sebagai seniman seperti pelukis, pemusik, ilustrator dan sebagainya, yang merupakan orang-orang yang berinteraksi dengan Frederic. Kedua, pada posisi yang berlawanan yaitu sebelah kanan yang ditandai dengan persegi empat dengan garis tebal terlihat ruang sosial Frederic yang merupakan ranah politik dan bisnis. Pada ranah ini terlihat Frederic berinteraksi dengan orang-orang terpelajar seperti peneliti, ahli hukum, dokter dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan oleh Frederic karena dia ingin menjadi orang yang kaya. Ketiga terlihat ruang sosial antara Frederic dan Madame Arnoux, yang merupakan wanita yang dicintainya. Ruang sosial ini ditandai dengan garis putus-putus tipis. Terakhir adalah ruang sosial antara Frederic dan Madame Dambreuse, yang digambarkan dengan garis putusputus tebal. Keempat ruang sosial ini adalah tempat Frederic bersosialisasi dengan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
34
orang-orang di sekelilingnya untuk mendapatkan posisi yang diinginkannya di dalam ruang sosial. Kemudian Bourdieu menjelaskan mengenai ranah kekuatan yang menjadi arena perjuangan bagi para pelaku sosial. Ranah kekuatan ini adalah arena perjuangan untuk mendapatkan posisi dominan dalam ranahnya. Dalam analisis yang dilakukan Bourdieu terhadap novel Sentimental Education dapat dipahami adanya perjuangan simbolik antara seniman dan “borjuis” pada abad kesembilan belas guna mendapatkan posisi dominan. Metode yang digunakan Bourdieu dalam menganalisis novel Sentimental Education di atas digunakan pula dalam analisis pada penelitian ini terutama dalam penggambaran ruang sosial dan perjuangan para tokoh menduduki satu posisi di dalam ruang sosialnya. 1.8 Sistematika Penelitian Bab 1 terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 menjelaskan tentang gambaran masyarakat Jepang. Bab 3 merupakan bab analisis dari ketiga novel KAS, HAS, dan MNK dan Bab 4 berupa kesimpulan.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
BAB 2 KELUARGA JEPANG 2.1. Sistem Kekerabatan dalam Masyarakat Jepang Setiap masyarakat di belahan bumi mana pun di dunia ini hidup berkelompok membentuk keluarga sehubungan dengan keluarga adalah satu unsur terkecil dalam struktur masyarakat. Dalam keluarga bernaung individu-individu yang memperoleh dukungan dari individu lain agar dapat bertahan hidup dalam lingkungan kecil kemudian dalam lingkungan yang lebih besar yaitu masyarakat. Kelompok masyarakat di muka bumi ini membentuk satu sistem kekerabatan atau sistem kekeluargaan tersendiri dengan menunjukkan ciri khas masing-masing. Pada belahan bumi bagian Barat dan Timur terdapat perbedaan sistem kekeluargaan bahkan perbedaan itu terlihat bertolak belakang. Seperti pada negara-negara Barat, bila sepasang anak muda sudah diikat dalam satu ikatan perkawinan yang sah, biasanya mereka akan hidup berdua, memisahkan diri dari orang tua mereka masing-masing dan membentuk satu keluarga kecil yang dikenal dengan istilah keluarga batih atau nuclear family. Anggota keluarga batih ini hanya terdiri dari suami istri dan anak-anak yang belum menikah. Pada negara bagian Timur ada kebiasaan yaitu pasangan suami istri yang sudah menikah tetap hidup satu atap bersama orang tua mereka, apakah itu di rumah orang tua laki-laki atau di rumah orang tua perempuan. Pasangan ini tergabung dalam satu keluarga yang disebut dengan keluarga besar atau extended family. (Goode, 2007, p. 90) Mengenai keluarga secara umum didefinisikan oleh Morioka sebagai berikut. ᐙ᪘ࡣࠊኵ፬㛵ಀࢆᇶ♏ࡋ࡚ࠊぶᏊ࣭ࡁࡻ࠺ࡔ࠸࡞ᑡᩘࡢ ㏆ぶ⪅ࢆせ࡞ᵓᡂဨࡍࡿࠊឤ⼥ྜᨭ࠼ࡽࢀࡓࠊ➨୍ḟⓗ ࡞⚟♴㏣ồࡢ㞟ᅋ࡛࠶ࡿ. Keluarga adalah satu kelompok yang didasari oleh hubungan suami istri, dengan tujuan mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya yang terdiri dari orang tua dan anakanak, saudara kandung dan beberapa kerabat dekat. (Morioka, 1993, p.1) Pengertian keluarga yang dijelaskan oleh Morioka ini mengacu pada kelompok yang didasari oleh ikatan suami istri dan yang menjadi anggota dari keluarga Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
36
selain suami istri dan anak-anaknya juga terdapat saudara kandung dan kerabat dekat. Sementara seorang ahli sosiologi Jepang terkemuka Toda Teizo (dalam Torigoe, 1988, p. 8) menjelaskan pengertian keluarga sebagai berikut. 㸦ᐙ᪘ࡣ㸧ኵ፬ࠊぶᏊ࠸࠺ࡀࡈࡁ≉Ṧࡢ㛵ಀ࠶ࡿ⪅ࢆ୰ᯡⓗ ᡂဨࡍࡿࠊᑡᩘࡢ㏆ぶ⪅ࡢ⥭ᐦ࡞ࡿឤ⼥ྜࡶ࡙ࡃᑠ㞟ᅋ࡛ ࠶ࡿࠋ Keluarga adalah kelompok kecil yang beranggotakan orang-orang yang mempunyai hubungan khusus yaitu suami istri dan anak-anak, yang didasari oleh ikatan emosional yang kuat dari anggotanya. Toda yang mendapat pengaruh kuat dari pemikir Barat mendefinisikan keluarga sebagai kelompok kecil yang anggotanya hanya terdiri dari suami istri dan anakanak. Bentuk keluarga seperti yang didefinisikan oleh Toda ini mengacu pada bentuk keluarga batih. Masyarakat Jepang sebagai masyarakat Timur, pada awalnya juga menjalankan sistem kekerabatan dengan bentuk keluarga besar. Sistem ini sudah berjalan pada zaman Tokugawa (1603-1868) dan dikukuhkan dalam Meiji Minpo yaitu undangundang dasar negara Jepang pada Zaman Meiji (1868-1912). Dalam undangundang tersebut dijelaskan bahwa sistem ie adalah bentuk sistem kekeluargaan Jepang dan menetapkan Jepang sebagai negara keluarga atau kazoku kokka serta menjadikan kaisar sebagai kepala keluarga tertinggi. Sistem ie ini dilaksanakan dengan penuh ketaatan oleh masyarakat Jepang. Mereka menjaga ie dengan tujuan utama adalah demi kesinambungan ie yang telah ada pada masa lalu dan dijaga pada masa sekarang untuk dipersiapkan bagi anak cucu di masa mendatang. Bangsa Jepang mempertahankan identitasnya melalui sistem ie ini walaupun yang menjadi anggotanya silih berganti dari generasi ke generasi. Namun seiring dengan bergemanya modernisasi pada negara-negara Barat, mulai terdengar pula keinginan dari segelintir kaum reformis Jepang yang menginginkan sistem ie ini dihapuskan dari undang-undang dasar negara. Kaum reformis yang mendapat pengaruh dari Barat tidak dapat berbuat apa-apa selain mendiamkan saja sistem ie tetap berlaku. (Dore, 1971, p. 92).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
37
Kekalahan Jepang atas sekutu pada perang dunia kedua tahun 1945 membuat Jepang bertekuk lutut dan terpaksa merelakan sistem ie dihapuskan dalam sistem kekerabatan Jepang dengan disahkannya undang-udang dasar pada tahun 1947. Penghapusan sistem ie dari peri kehidupan masyarakat Jepang seolah-olah menjawab keinginan kaum reformis yang tidak puas dengan sistem ie. Dalam undang-undang dasar tahun 1947 pada pasal 24 disebutkan sebagai berikut, Article 24. Marriage shall be based only on the mutual consent of both sexes and it shall be maintained through mutual cooperation with the equal rights of husband and wife as a basis. With regard to choice of spouse, property rights, inheritance, choice of domicile, divorce and other matters pertaining to marriage and the family, laws shall be enacted from the standpoint of individual dignity and the essential equality of the sexes. Pasal 24. Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak dan dijaga melalui azas kerjasama yang setara antara suami dan istri. Berkenaan dengan memilih pasangan, hak milik, warisan, pilihan domisili, perceraian dan hal lainnya yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga diberlakukan hukum dari sudut pandang martabat individu dan kesetaraan gender.
Pasal 24 ini secara tegas mengatur hak azasi individu baik laki-laki dan perempuan dalam membentuk keluarga. Dasar pembentuk sebuah keluarga berlandaskan pada keinginan individu tanpa campur tangan anggota keluarga yang lain. Mengenai hal ini sangat bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku dalam sistem ie yaitu pernikahan ditentukan oleh kepala keluarga tanpa meminta persetujuan mempelai terutama mempelai perempuan. Perempuan memang diperlakukan sebagai warga kelas dua yang harus taat dan patuh pada perintah kepala keluarga. Pada pasal ini juga tergambar adanya penyetaraan antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan sementara dalam keluarga tradisional Jepang hak dan kewajiban laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Begitu pula mengenai pewarisan yang diberlakukan setara antara laki-laki dan perempuan, padahal dalam sistem ie warisan jatuh ke tangan anak laki-laki yang sulung. Disahkannya pasal 24 dalam undang-undang dasar negara Jepang secara otomatis telah menghapuskan keabsahan dari sistem kekeluargaan tradisional Jepang dan menerapkan sistem kekeluargaan modern yang mengacu kepada Barat.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
38
Dihapuskannya sistem ie dalam tatanan masyarakat Jepang merupakan satu titik tolak perubahan besar dalam sistem kekerabatan masyarakat Jepang. Berdasarkan pemaparan singkat mengenai kondisi masyarakat Jepang di atas, maka sistem kekerabatan Jepang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu sistem kekerabatan tradisional dan sistem kekerabatan modern. Sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Jepang sebelum berakhirnya perang dunia kedua adalah sistem ie. Kekerabatan yang terbentuk berdasarkan sistem ie ini adalah keluarga besar atau dalam bahasa Jepang disebut dengan daikazoku. Pengertian kazoku atau keluarga dalam sistem ie berbeda dengan pengertian keluarga pada umumnya yaitu selain bermakna sebagai keluarga, ie juga mempunyai makna sebagai kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Jepang. Sementara pengertian kazoku dalam bahasa Jepang dapat disamakan dengan pengertian family dalam bahasa Inggris dan mengacu pada keluarga modern. Keberadaan ie diakui secara hukum oleh pemerintah Jepang pada zaman Meiji. Para anggota keluarga tercatat dalam catatan pemerintah. Anak-anak yang lahir dalam ie secara otomatis menjadi anggota dari ie tersebut. Anggota lain dari ie adalah yang masuk melalui pernikahan, adopsi, atau mendirikan cabang ie. (Dore, 1971, p.103). Mengenai sistem ie ini dijelaskan lebih lanjut pada sub bab yang membahas mengenai sistem ie. Sesudah berakhirnya perang dunia kedua dan dihapuskannya sistem ie dari undang-undang dasar negara Jepang, masyarakat Jepang tidak serta merta meninggalkan tradisi mereka yang telah kuat mengakar. Pada masyarakat pedesaan terutama yang menjalankan usaha pertanian masih terlihat adanya penerapan sistem ie. Sementara pada masyarakat perkotaan yang mulai menggiatkan industri, sistem kekerabatan tradisional mulai terkikis sehubungan dengan tuntutan dari industrialisasi. Selain dari tuntutan industrialiasasi, penghapusan sistem ie di Jepang mempermudah penyerapan modernisasi sehingga mempermudah transisi dari sistem keluarga tradisional ke sistem keluarga modern. (Vogel, 1971, p. 91).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
39
Mengenai kaitan industrialisasi dan keluarga dijelaskan oleh Goode (2007) bahwa, seiring dengan perkembangan industrialisasi dan modernisasi baik di negara Barat maupun Timur, bentuk keluarga mengalami perubahan yang cukup drastis terutama di negara belahan Timur. Mereka yang kebanyakan menganut sistem keluarga besar beralih pada sistem keluarga batih sebagaimana bentuk keluarga dalam masyarakat Barat. Keberadaan keluarga batih ini bersesuaian dengan tuntutan kemajuan industri yaitu adanya seorang kepala keluarga atau suami yang mencari nafkah di luar rumah sementara istri yang mengasuh dan membesarkan anak-anak di dalam rumah. Dalam keluarga batih ini, kepentingan sanak saudara berkurang secara luas dan seseorang dapat dengan bebas mencari pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya serta dapat mendedikasikan diri sepenuhnya untuk pekerjaan. (p. 171) Dihapuskannya ie dari undang-undang dasar Jepang membuat goncangan dalam masyarakat Jepang dan timbul kekhawatiran akan bagaimana nasib mereka dalam keluarga. Goncangan ini ditunjang oleh banyaknya keluarga yang berceraiberai setelah Jepang kalah perang. Hal yang mendasar yang berubah dalam tantanan
keluarga
Jepang
dengan
dihapuskannya
ie
adalah
hancurnya
kesinambungan ie, hilangnya kachouken yaitu hak dan kewajiban kepala keluarga, diakuinya kesetaraan antara suami istri di dalam rumah tangga, dihapuskannya sistem pewarisan tunggal, dan harta kekayaan keluarga dibagikan secara merata kepada setiap anak tanpa terkecuali karena semua anak mempunyai hak yang sama dalam menerima warisan. (Aruga, 1981, p. 5). Penghapusan sistem ie di Jepang menimbulkan berbagai dampak baik yang bersifat positif seperti berkembangnya perindustrian Jepang maupun yang berdampak negatif. Dampak negatif yang terlihat diantaranya adalah mengubah basis ekonomi tradisional dan menghapus fungsi produktif dari keluarga bahkan melemahkan otoritas kepala keluarga sebab adanya kemandirian mencari nafkah dari anggotanya. Norma-norma yang berlaku dalam masyarakat mulai berubah akibat migrasi penduduk, semakin bertambahnya pekerja wanita, berkembangnya pemikiran individualistik akibat pendidikan populer yang lebih mementingkan individu dan ketidakpedulian pada orang tua. (Dore, 1971, p. 93)
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
40
Selain itu kesadaran terhadap ie berkurang pada masyarakat perkotaan dikarenakan jenis pekerjaan yang ditekuni tidak bisa diwariskan seperti dokter, guru, pengrajin seni dan lain sebagainya. Mereka juga tidak mempunyai kewajiban apapun pada ie asalnya. Dan di perkotaan terdapat kesulitan dalam membuka cabang ie yang berkaitan dengan ekonomi. (Dore, 1971, p. 103) Dampak negatif lainnya dari penghapusan sistem ie adalah ketika anggota keluarga di kota lebih kaya daripada yang di desa, maka mereka akan saling sungkan meminta bantuan. Anggota keluarga di desa enggan meminta bantuan ketika akan panen sementara anggota keluarga di kota tidak memberitahukan bila mengalami kesulitan keuangan. Bila mereka sesama anggota ie saling membantu dalam kesulitan, bantuan tersebut tidak lagi berdasarkan kewajiban sesama anggota ie melainkan karena sentimen pribadi. (Vogel, 1965, p.172). Sebagaimana mekanisme yang berjalan dalam sistem ie bahwa hubungan kekerabatan dalam ie berdasarkan pada aturan yaitu para anggotanya bersikap, bertindak dalam kelompoknya dijalankan sebagai satu kewajiban dan lepas dari sentimen maupun kenyamanan pribadi. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota ie mempunyai posisi dan kedudukan tertentu dalam ie-nya. Setelah aturan ini tidak berlaku lagi, hubungan antara anggota keluarga berjalan berdasarkan sentimen, kekuasaan dan kenyamanan. (Vogel, 1965, p. 180) Mengenai menantu perempuan yang tinggal dalam keluarga batih menjadi lebih berani terlebih mereka terbebas dari pengawasan mertua. Mereka mendapatkan uang saku dan uang untuk keperluan pribadi seperti untuk membeli baju dari suami. Penghasilan mereka juga diperoleh dari laba ie-nya yang diatur berdasarkan persamaan hak antara saudara laki-laki dan perempuan. (Fukutake, 1967, p. 57) Dalam hal mengurus orang tua yang sudah lansia pada awalnya merupakan tanggung jawab kepala keluarga. Setelah ie dihapuskan, maka perawatan lansia dibebankan secara merata pada semua anak-anak. Namun tetap saja ada kecendrungan anak tertua mendapat porsi lebih banyak. Ada pula suami dari anak perempuan yang tidak bersedia direpotkan dengan merawat lansia. Dan ada pula lansia yang sebelumnya berprofesi sebagai pegawai satu perusahaan mendapatkan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
41
sejumlah dana pensiun sehingga secara ekonomi mereka tidak menyulitkan anaknya. (Vogel, 1965, p. 173) Berbagai dampak yang terlihat dari penghapusan sistem ie dan kecendrungan dari masyarakat Jepang di kota dan di desa yang tidak serta merta mengubah bentuk keluarga berdasarkan aturan yang baru maka menurut Fukutake (1967) sistem kekerabatan Jepang setelah perang dunia kedua dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok besar yaitu keluarga batih, keluarga besar yang terdiri dari setidaknya tiga generasi, dan keluarga yang anggotanya seketurunan. (p. 37) Kekerabatan di Jepang sekarang diketahui dari koseki yaitu catatan setiap individu yang menjadi anggota dari sebuah keluarga. Catatan tersebut berisikan diantaranya adalah nama, tempat tanggal lahir, nama orang tua, nama saudara kandung, status yaitu lajang, menikah, atau bercerai, alamat permanen, dan lain sebagainya. Unit terkecil dari koseki bukanlah individu melainkan keluarga dan koseki ini disimpan di kantor kecamatan di wilayah masing-masing. (Sugimoto, 1997, p. 136). Koseki ini sendiri di dalamnya hanya diperbolehkan mencatat dua generasi saja yaitu orang tua dan anak-anak. Bila ada generasi ketiga, maka generasi pertama akan dibuatkan koseki terpisah. (Sugimoto, 1997, p.137). Di balik pemberlakuan koseki ini, masyarakat Jepang masih menjalankan sistem ie dan secara tidak langsung koseki melindungi keberadaan ie. (Sugimoto, 1997, p. 138). Sugimoto Yoshio (1997, p. 165-166) membagi tipe keluarga Jepang ke dalam empat kategori yaitu, kategori A adalah tipe keluarga yang masih kuat menjalankan sistem ie dan pasangan yang telah menikah tinggal di rumah orang tua laki-laki. Kategori B adalah tipe keluarga yang tinggal dua generasi dewasa dalam satu rumah yang sama tetapi dalam menjalankan kesehariannya mereka seperti keluarga batih dikarenakan tingginya biaya hidup terutama di kota besar seperti Tokyo, sehingga mereka hanya dipisahkan oleh dinding pembatas dan mereka tetap masih bisa saling membantu. Kategori C adalah tipe keluarga batih yang meyakini hubungan garis seketurunan, walaupun mereka berdomisili jauh dari keluarga asal karena alasan pekerjaan dan lainnya, mereka masih menghadiri acara tradisional yang diselenggarakan keluarga besarnya seperti pesta pernikahan tradisional, acara pemakaman, festival daerah, pemujaan arwah leluhur dan lain
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
42
sebagainya. Kategori D adalah tipe keluarga batih modern yang menjalankan ideologi keluarga modern. Munculnya
empat
kategori
dalam
masyarakat
Jepang
sebagaimana
dikemukakan oleh Sugimoto Yoshio ini memperlihatkan bahwa telah terjadi perubahan struktur keluarga dalam masyarakat Jepang pada kurun waktu yang relatif cepat yaitu sejak Jepang kalah pada perang dunia kedua dan diberlakukannya undang-undang dasar baru tahun 1947 hingga sekitar tahun 1997 ketika Sugimoto membuat pengkategorian ini. Perubahan struktur keluarga yang di dalam perundang-undangan di arahkan menjadi struktur keluarga batih sebagaimana yang terdapat dalam masyakarat Barat tidak semuanya diikuti oleh keluarga Jepang. Perubahan tersebut mengarah ke berbagai bentuk keluarga dan salah satunya sebagaimana yang telah dikategorikan oleh Sugimoto di atas. Terlihatnya berbagai tipe struktur keluarga dalam masyarakat Jepang setelah dihapuskannya
undang-undang
mengenai
bentuk
keluarga
Jepang
ini,
menimbulkan perdebatan diantara para pakar sosiologi terutama pemerhati keluarga Jepang. Aruga Kizaemon (1986) tetap bersikukuh bahwa bentuk keluarga Jepang tradisional adalah keluarga besar yang menjalankan sistem ie dan unsur-unsur dalam sistem tersebut masih diterapkan dalam keluarga Jepang beberapa waktu setelah sistem ie dihapuskan. 2.2. Ie dalam Keluarga Jepang Modern Sistem ie yang sudah berjalan ratusan tahun dalam masyarakat tradisional Jepang mungkin sudah tidak ditemukan lagi pada masa sekarang. Yang tersisa dari sistem ie ini hanyalah elemen-elemen yang berkaitan dengan ie. Mengenai ini dijelaskan oleh Ochiai Emiko (1997) bahwa memang masih terlihat adanya ie dalam masyarakat Jepang. Ketika seorang perempuan Jepang akan menikah dan pasangannya adalah anak lelaki tertua sementara yang perempuan juga anak tertua dari keluarga yang hanya terdiri dari anak perempuan saja, maka kedua pasangan akan merundingkan bagaimana mengenai orang tua mereka kelak bila keduaduanya membutuhkan bantuan mereka di saat orang tua mereka sudah lansia dan tidak bisa lagi mengurus keperluan sendiri tanpa bantuan orang lain. (p.147). Dari sini terlihat adanya kesadaran akan kewajiban seorang anak terutama anak tertua Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
43
untuk merawat orang tua mereka. Kesadaran ini masih tertanam dalam diri anak tertua baik anak perempuan maupun laki-laki. Keberadaan ie dalam masyarakat Jepang modern terlihat dari pemaparan Henry (2003) dari hasil penelitiannya bahwa ie masih ada di dalam masyarakat Jepang modern namun memiliki perbedaan antara ie sebelum perang dan sesudah perang. Pada satu desa di Jepang ditemukan adanya anak-anak dan wanita membantu pekerjaan ie-nya namun hanya pekerjaan ringan saja yaitu membuat karung-karung yang digunakan untuk pertanian. Pada saat panen tiba hanya suami dan istri saja yang bekerja sementara anak-anak mereka tidak ikut serta membantu. (p.118). Dari pemaparan Henry (2003) lebih lanjut diketahui bahwa pada masyarakat pedesaan yang masih bertani mengalami kesulitan mencari menantu perempuan karena para perempuan muda tidak bersedia menjadi menantu keluarga petani terutama bila pasangannya nanti adalah anak tertua. Para perempuan muda ini mengetahui bahwa setelah menikah akan mempunyai kewajiban sebagai petani yaitu membantu pekerjaan suaminya. Pada keluarga petani yang tidak mempunyai anak laki-laki juga kesulitan mendapatkan menantu yang bersedia menjadi mukoyoushi sehubungan dengan tanggung jawab yang akan diemban setelah menikah yaitu melanjutkan usaha pertanian yang dikelola oleh keluarganya. (p. 120).
Fenomena yang digambarkan oleh Henry juga memperlihatkan bahwa
masih terdapat kesadaran dalam masyarakat Jepang modern akan kewajiban dan tanggung mereka terhadap ie-nya. Penelitian lain yang terkait dengan keberadaan konsep-konsep ie dalam masyarakat Jepang modern juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobing. Tobing (2006) mensinyalir masih terdapat penerapan sistem ie dalam masyarakat Jepang dengan berlandaskan penemuannya bahwa masih bertahannya bentuk sistem keluarga nisetai jutaku sampai yonsetai jutaku,1 dan masih adanya tradisi upacara penyembahan arwah leluhur sebagai salah satu sarana yang mengikat anggota keluarga yang tinggal berjauhan, dan interaksi antarmasyarakat
1
Nisetai jutaku adalah satu keluarga yang di dalamnya terdapat dua rumah tangga yang memiliki dua dapur yang terpisah. Ada juga sansetai jutaku yaitu tiga rumah tangga dalam satu keluarga besar hingga yonsetai jutaku yaitu empat rumah tangga dalam satu keluarga. Bentuk setai ini terdapat dalam sistem ie.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
44
dalam satu wilayah. (p. 107). Dugaan Tobing terhadap keberadaan sistem ie dalam masyarakat Jepang dewasa ini dibuktikan kebenarannya melalui penelitian yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan Tobing adalah pada keluarga Kato di kota Ayabe prefektur Kyoto dan keluarga Suzuki di kota Sakata Prefektur Yamagata Jepang. Keluarga Kato adalah keluarga keturunan pendeta Budha, yang secara turuntemurun mewariskan tugas sebagai pendeta kepada anak cucunya. Data mengenai keluarga Kato didapatkan pada tahun 1992, dan diketahui bahwa tiga generasi di atas Kato yang sekarang (tahun 1992) adalah pendeta Budha dan anak dari Kato yang sekarang juga seorang pendeta. Dalam silsilah keluarga Kato ini yaitu ayah Kato yang sekarang adalah mukoyoushi yang juga mengemban tugas sebagai pendeta Budha. (Tobing, 2006, p. 113-115) Demikian juga penelitian yang dilakukan Tobing pada keluarga Suzuki, diketahui bahwa keluarga Suzuki adalah keluarga nelayan, yang secara turuntemurun melakukan usaha keluarga dalam bidang perikanan dengan memiliki aset berupa alat-alat perikanan. Keluarga Suzuki adalah keluarga yang cukup besar sehingga terdapat honke dan bunke. Data mengenai keluarga Suzuki diperoleh dari kelurahan setempat. Dari data tersebut diketahui bahwa sampai sekarang (tahun 1992) keluarga Suzuki masih menjalankan sistem ie terutama dalam usaha penangkapan ikan. Mereka saling bekerja sama dalam menangkap ikan dan saling meminjamkan alat. Mereka juga bersama-sama menjaga makam keluarga besar mereka walaupun anggota dari ie tersebut sudah jauh berkurang. (Tobing, 2006, p. 116-117). Selain di daerah pedesaan, Tobing juga meneliti keluarga Jepang di daerah perkotaan untuk melihat penerapan sistem ie pada wilayah tersebut. Tobing menemukan keluarga pedagang di kota Shitayama Tokyo masih memasang noren dan kamban2 di depan toko mereka. Setelah ditelusuri diketahui bahwa toko yang memasang noren dengan nama keluarga yang sama adalah satu keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga atau kachou. (Tobing, 2006, p. 121122). 2
Noren atau kamban adalah selembar kain yang dipasang di depan toko atau tempat usaha. Noren ini bertuliskan simbol tertentu untuk mencirikan ie. Toko atau tempat usaha yang memasang noren di depan pintu masuknya adalah keluarga yang tergabung dalam satu ie.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
45
2.3 Sistem Ie Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sejak zaman Tokugawa sudah diatur dalam susunan masyarakat feodal yang terdiri dari empat lapisan masyarakat yaitu bushi, nomin, kosakunin dan shonin. Bushi adalah masyarakat samurai, nomin adalah petani, kosakunin adalah pengrajin dan shonin adalah pedagang. Dari ke empat lapisan masyarakat ini petani adalah masyarakat mayoritas. Ke empat lapisan masyarakat menjalankan sistem kekerabatan yang disebut dengan sistem ie. Sistem ie ini pada awalnya dijalankan oleh masyarakat golongan bushi atau samurai. Kemudian sistem ie diberlakukan pula pada lapisan masyarakat lainnya. Sistem ie pada zaman Tokugawa mampu membuat negara Jepang menjadi negara yang kuat dan mandiri walaupun hampir selama 250 tahun pemerintahan Tokugawa menjalankan politik sakoku yaitu politik menutup negaranya dari orang asing atau negara lain. Sistem ie ini kemudian dikukuhkan dalam undang-undang dasar Jepang atau Meiji Minpo pada zaman Meiji. Mengenai sistem ie sudah disinggung sedikit pada bagian sebelumnya yaitu sistem kekerabatan Jepang sebelum perang dunia kedua. Ie dalam bahasa Jepang berarti keluarga. Ada pula istilah kazoku yang juga berarti keluarga, yang sepadan dengan family pada bahasa Inggris. Sedangkan istilah kazoku lazim digunakan untuk menyebut keluarga secara umum. Pada masa sekarang kazoku dapat dimaknai juga dengan keluarga modern. Sementara pada istilah ie selain bermakna keluarga juga mengacu pada satu adat istiadat atau kebiasaan yang mengatur anggota keluarga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebagai anggota ie. Mengenai ie ini dapat dijelaskan lebih jauh sebagaimana yang dikemukakan oleh para pakar terkemuka Jepang yaitu Aruga Kizaemon (dalam Torigoe, 1988, p. 8). ᐙࡣ᪥ᮏ≉Ṧ࡞ ័⾜࡛࠶ࡾࠊ㏻ᩥⓗពࡢᐙ᪘㐪࠺ࠋࠋࠋ ᐙࡣᐙ⏘ࡸᐙᴗࡢ㐠Ⴀࡢ㞟ᅋ࡛࠶ࡗ࡚ࠊࡇࡢព࡛♫࠾ࡅࡿ⏕ άࡢ༢ࡋ࡚Ꮡ⥆ࡋ࡚࠸ࡓࡽࠊࡑࢀࡣᡂဨࡢ⏕Ṛࢆ㉺࠼࡚ࠊ㐃 ⥆ࡍࡿࡇࢆ┠ᶆࡋࡓࠋ Ie adalah adat istiadat khusus yang terdapat dalam masyarakat Jepang, yang maknanya berbeda dengan keluarga pada umumnya. … Ie adalah satu kelompok yang menjalankan usaha dari harta milik keluarga (kasan) dan merupakan usaha keluarga (kagyou). Melalui pemahaman mengenai
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
46
hal ini maka sebagai satu unit di dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, maka tujuannya adalah kesinambungan dari ie dan setiap anggotanya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia secara turun-temurun.
Ie sebagai adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Jepang tradisional hingga berakhirnya perang dunia kedua, bukan hanya sekelompok individu yang membentuk sebuah keluarga besar, mereka di dalam ie-nya juga menjalankan usaha atau bisnis keluarga (kagyou) dengan bermodalkan aset keluarga (kasan) yang mereka miliki. Pada masyarakat petani misalnya, kasan mereka adalah lahan pertanian dan alat-alat pertanian, dan pada masyarakat pedagang aset mereka adalah barang dagangan yang diperjualbelikan dan tempat berdagang atau toko. Aruga (1980, p. 187) memberikan rincian mengenai aset keluarga ini. Kasan terdiri atas rumah, tanah, lahan pertanian, kebun, kolam ikan, peralatan pertanian dan pertukangan, perabotan rumah tangga, mesin, ternak, uang, berbagai barang berharga lainnya, baik yang dimiliki bersama dan digunakan bersama dalam satu desa, serta barang-barang atau alat-alat yang digunakan untuk bekerja juga disebut dengan kasan. Semua anggota ie terlibat dalam usaha keluarga yang merupakan kagyou mereka. Ie yang juga merupakan satu unit dalam masyarakat selain menjalankan bisnis keluarga, mereka juga berusaha untuk menjaga kesinambungan dari unit ie-nya secara turun-temurun. Anggota yang tercatat dalam ie adalah anggota yang masih hidup dan anggota yang sudah meninggal dunia. Untuk mengenang jasa-jasa leluhur mereka, tiap-tiap ie melaksanakan upacara pemujaan leluhur. Pada masing-masing ie terdapat butsudan atau altar tempat pemujaan. Pemujaan arwah leluhur ini dipimpin oleh ketua ie atau kachou. Pada pelaksanaan pemujaan arwah leluhur terutama pada perayaan besar seperti obon matsuri, dibutuhkan dana yang cukup besar terutama untuk menyiapkan segala peralatan yang berkaitan dengan upacara tersebut. Semua pelaksanaan pemujaan ini adalah tanggung jawab kachou dan biaya upacara diambilkan dari anggaran rumah tangga ie-nya. Nakano Takashi ( dalam Torigoe, 1988, p.8) menjelaskan mengenai biaya pemujaan arwah leluhur ini dalam menjelaskan pengertian ie.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
47
ࠕᐙࠖࡣࠕᐙ᪘ࠖࡣ༊ูࡉࢀࡿ㞟ᅋࡋ࡚ࠊᐙ⏘ࡶ࡙ࡁᐙᴗ ࢆ⤒Ⴀࡋࠊᐙィࢆࡶࡋࠊᐙࡢ♽ඛࢆ⚍ࡾࠊᐙᨻࡢ༢ࡲࡓࡣᐙ 㐃ྜࡢ༢࡞ࡿไᗘయ㸦ไᗘⓗ᰾ࡓࡿ㞟ᅋ㸧ࡋ࡚⏝࠸ࡓ࠸ࠋ Ie didefinisikan sebagai kelompok yang berbeda dengan kazoku, yang menjalankan bisnis keluarga berdasarkan harta kekayaan keluarga (kasan), dengan anggaran rumah tangga melaksanakan pemujaan arwah leluhur, dan merupakan sistem dari unit gabungan ie ataupun unit rumah tangga. Sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan dari sebuah ie adalah secara terus-menerus mempertahankan jati dirinya walaupun yang menjadi anggota ie silih berganti. Pergantian susunan anggota dari generasi ke generasi terjadi akibat kematian, kelahiran dan perkawinan. Kawashima Takeyoshi (dalam Torigoe, 1988, p. 8) menjelaskan pergantian susunan anggota ie dalam definisi ie yang dikemukakannya sebagai berikut. ᐙࡣࠊୡᖏࡢඹྠࡣ㛵ಀࡢ࡞࠸⾑⤫㞟ᅋ࡛࠶ࡗ࡚ࠊᵓᡂဨࡢṚஸ㸬 ฟ⏕㸬⤖፧࡞ࡼࡿኚືࡣ࠶ࡗ࡚ࡶࡑࡢྠ୍ᛶࢆಖᣢࡋ࡚Ꮡ⥆ࡋ ࡚ࡺࡃࡶࡢࡔ࠸࠺ಙᛕࢆక࠺ࡇࢁࡢࡶࡢࠊᐃ⩏ࡍࡿࡇࡀ࡛ ࡁࡿ࡛࠶ࢁ࠺ࠋ Ie dapat didefinisikan sebagai rumah tangga bersama dari kelompok yang tidak memiliki hubungan darah, walaupun adanya perubahan susunan anggotanya karena kematian, kelahiran dan pernikahan, mereka mengikuti keyakinan untuk terus-menerus mempertahankan jati dirinya.
Kawashima Takeyoshi dalam definisinya di atas juga menyinggung tentang hubungan kekeluargaan yang terjalin dari setiap anggota dari sebuah ie. Walaupun sebuah ie disebut sebagai sekelompok individu yang hidup bersama dan membentuk keluarga, keluarga di sini mempunyai cakupan yang sangat luas. Individu yang menjadi anggota dari ie bukan hanya anggota yang saling memiliki hubungan darah, juga terdapat anggota yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali. Struktur keanggotaan ie dijelaskan oleh Takeda Chosu (dalam Tobing, 2006) sebagai berikut.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
48
ᐙࡢᴫᛕࡣࡑࡢෆ㒊㸦୍㸧┤⣔ࡢ⾑⦕ぶᏊࡑࡢᐙ᪘㸦♽∗ẕࠊ ∗ẕࠊᏊኵ፬࡞㸧ࠋ㸦㸧ഐ⣔⾑⦕ࡢぶᏊࡑࡢᐙ᪘㸦ᘵࡢኵ ፬ࠊ⏚ጱࡢኵ፬࡞㸧ࠋ㸦୕㸧┤⣔࡛⾑⦕ࡢ࡞࠸ࡶࡢࡑࡢᐙ᪘ 㸦ኵ፬㣴Ꮚࠊዊබேᐙ᪘࡞㸧ࠋ㸦ᅄ㸧ഐ⣔ࡢ㠀⾑⦕⪅ࡑࡢᐙ᪘ 㸦ඛ௦ࡽࡢ㆕௦ዊබேᐙ᪘࡞㸧ࡢ㒊ࡲࡓࡣ୍㒊ࢆྠࡌࠊࡲ ࡓࡣ␗ྵࡳᚓࡿࠋ Ie memiliki empat kategori dari anggotanya yaitu, 1. Keluarga yang memiliki garis keturunan langsung dan memiliki hubungan darah yaitu nenek, kakek, ayah ibu, anak menantu dan seterusnya. 2. Keluarga mengikut pada ie, yang tidak memiliki garis keturunan langsung tetapi memiliki hubungan darah yaitu saudara kandung beserta pasangannya, keponakan beserta pasangannya dan seterusnya. 3. Keluarga yang tidak memiliki garis keturunan langsung dan tidak memiliki hubungan darah yaitu anak angkat dan pasangannya, pembantu atau houkounin beserta keluarganya dan seterusnya. 4. Keluarga yang mengikut pada ie, yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali yaitu keluarga pembantu yang telah mengikut pada ie sejak dari pendahulu mereka. Dari kategori yang dijelaskan di atas terlihat bahwa anggota satu ie cukup banyak dan seseorang dapat tercatat sebagai anggota dari satu ie melalui empat kategori ini. Seorang anak yang lahir dalam satu ie secara langsung sudah menjadi bagian dari ie tersebut. Namun bila si anak sudah dewasa maka keanggotaannya nya dapat berubah berdasarkan posisinya di dalam ie dan jenis kelaminnya. Anak laki-laki sulung atau chounan yang terlahir dari garis keturunan langsung dan memiliki hubungan darah adalah calon dari pewaris ie. Sementara adik-adik laki-lakinya yang lain bila sudah dewasa dan menikah harus meninggalkan ie, begitu pula dengan saudara perempuannya, bila sudah menikah maka secara otomatis menjadi anggota dari ie suaminya. Ada pula ie yang memberlakukan, adik laki-laki bungsu, bila sudah menikah tetap dipertahankan untuk tinggal di ie asalnya. Tujuannya adalah bila sewaktu-waktu kepala ie atau kachou meninggal dunia dan pewarisnya belum mampu untuk menggantikan tugas sebagai kachou maka adik bungsu ini akan mengambil alih tugas tersebut untuk sementara waktu hingga diangkat pengganti kachou yang sah. Adik laki-laki yang sudah menikah dan meninggalkan ie-nya dapat bergabung dengan ie lain sebagai houkounin atau pembantu. Atau bila ie tersebut mempunyai Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
49
kekayaan yang cukup dapat pula membentuk ie yang merupakan cabang (bunke) dari ie asalnya (honke). Dalam ie yang baru ini, adik laki-lakinya secara langsung menjadi kachou dan akan membentuk pula keanggotaan ie berdasarkan empat kategori di atas. Ditetapkannya peraturan bahwa pewaris ie hanya diserahkan pada anak lakilaki sulung agar harta kekayaan ie tidak terbagi-bagi atau terpecah. Misalnya dalam ie petani, lahan pertanian yang mereka miliki dan merupakan warisan dari leluhur mereka biasanya tidak begitu luas. Bila lahan ini dibagi-bagi ada kemungkinan lahan menjadi semakin kecil dan tidak memungkinkan untuk menjalankan usaha bersama dalam satu kelompok ie. Selain itu manfaat dari pewarisan tunggal ini adalah kesinambungan dari sebuah ie yang merupakan tujuan utamanya tetap terjaga. Pewarisan seperti ini disebut dengan pewarisan primogeniture atau pewarisan yang hanya diberikan kepada satu orang pewaris tunggal, dan pelaksanaannya dijamin oleh undang-undang Meiji. (Fukutake, 1989, p. 37). Pewarisan ie yang diberikan kepada anak laki-laki sulung menjadikan sistem ie ini sebagai sistem yang menjalankan kekerabatan dari garis keturunan ayah atau patrilineal. Kitano Seiichi (dalam Torigoe, 1988, p. 8) menjelaskan pengertian ie sebagai berikut. ᐙࢆ♫㞟ᅋࡋ୍࡚⯡ⓗ࡞ᐙ᪘ࡢ᪥ᮏ࠾ࡅࡿṔྐⓗᙧែ⪃࠼ࠊ ᐙ᪘୍⯡ࡢ㛵㐃࠾࠸࡚ࠊࡑࡢ㢮ᆺⓗ⨨࡙ࡅࢆၥ㢟ࡋ࡚࠸ࡿ ࡢ࡛࠶ࡗ࡚ࠊᐙࡶࡲࡓᐙ᪘࡞ࡽ࡞࠸ࡢ࡛࠶ࡿ㸬…. 㸬ᐙࢆ᪥ᮏ ࡢᐙ∗㛗ไⓗఏ⤫ࡢᐙ᪘ࢆᣦ⛠ࡍࡿ⏝ㄒ㝈ᐃࡍࡿࡇࡋࡓ࠸ࠋ Ie sebagai kelompok dalam masyarakat dianggap bentuk sejarah Jepang di mana pada keluarga secara umum dipertanyakan keberadaannya pada posisi stereotip ie dan kazoku. Ie didefinisikan di sini sebagai keluarga Jepang yang menganut sistem patriarkat. Dari empat pengertian ie yang dikemukakan oleh empat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa, 1. Ie berbeda dengan kazoku atau keluarga pada umumnya.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
50
2. Ie adalah satu kelompok yang terdiri dari individu-individu yang hidup secara bersama-sama (seikatsu shudan) dan menjalankan kehidupan bersama (seikatsu kyoudoutai). Hubungan diantara individu dalam kelompok ini ada yang memiliki hubungan darah dan ada yang tidak. 3. Ie memiliki anggota yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. 4. Ie mementingkan kesinambungan identitasnya. 5. Ie memiliki mekanisme tersendiri dalam mengatur kelompoknya. 6. Ie memiliki kekayaan bersama yang disebut kasan yang dikelola secara bersama dalam kelompok sebagai bisnis keluarga (kagyou). 7. Ie melaksanakan pemujaan pada arwah leluhur. 8. Ie menganut sistem patriarkat dan menjalankan sistem pewarisan primogeniture. Berdasarkan definisi ie dan kesimpulan yang didapatkan dari definisi ini dapat diketahui mekanisme yang berlangsung dalam ie. Satu kelompok yang dapat disebut dengan ie biasanya memiliki tiga hal pokok dalam menjalankan ie-nya (Torigoe, 1988, p. 10-13). Ketiga hal tersebut adalah, a. Mempunyai harta kekayaan (zaisan) yang merupakan harta keluarga (kasan) yang dikelola dalam bisnis keluarga (kaigyou). Harta kekayaan ini terlihat dalam kelompok ie yang mengelola pertanian, perikanan dan perdagangan. Contoh pada ie kelompok petani, harta mereka berupa lahan pertanian sehingga mereka menjalankan usaha di bidang pertanian. b. Melakukan pemujaan pada roh nenek moyang yang merupakan pendahulu mereka yang seketurunan atau berdasarkan garis keturunan. c. Mengutamakan keberadaan keturunan langsung dari generasi ke generasi dan mengutamakan kemakmuran bersama agar terjaga kesinambungan ie. Mengenai bagan sederhana dari susunan keanggotan struktur ie dibuat oleh Torigoe Hiroyuki (1998, p. 16) sebagaimana telah dilampirkan pada bagian pendahuluan. Bagan-bagan lain yang memuat susunan keanggotaan struktur ie
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
51
pada umumnya dibuat berdasarkan kasus perkasus pada ie yang menjadi objek penelitian para pakar keluarga Jepang. Aruga (1959) menjelaskan bahwa anak laki-laki kedua dan seterusnya, yang tidak menjadi pewaris kemudian akan membentuk ie cabang atau bunke bila ie asal atau honke memiliki aset yang memenuhi untuk keperluan tersebut. Anak laki-laki yang bukan chounan ini secara langsung akan menjadi kachou pada ie cabang yang dibentuknya. Hak untuk membuka ie cabang juga ada pada hokounin yang memiliki anak yang pantas untuk menjadi kachou pada ie cabang. Sebutan untuk istilah ie cabang selain bunke, dikenal pula dengan istilah bekke. Siapa saja bisa menjadi bekke walaupun mereka tidak ada hubungan darah sama sekali dengan honke. Bekke adalah keluarga yang memiliki hubungan langsung dengan honke karena dalam kehidupan sehari-hari bekke terlibat dengan kegiatan atau perayaan pada honke seperti kelahiran, perkawinan dan kematian. Dan perayaan kelahiran, perkawinandan kematian pada bekke juga menjadi bagian dari perayaan pada honke. Leluhur honke juga menjadi leluhur bekke. Ada pula bekke yang tinggal terpisah dari rumah honke, dan meraka masih merupakan satu ie. Masing-masing honke dan bekke punya leluhur sendiri dan bukanlah hal yang aneh bila mereka berpikir demikian. Bekke yang mengikut pada honke juga menganggap leluhur yang menjadi dewa pada honke adalah dewa mereka pula walaupun mereka tidak mempunyai garis keturunan atau silsilah dengan leluhur tersebut karena mereka telah mengikut pada honke. Honke dan bunke dalam berbagai hubungan kekerabatan dan kaitan mereka dalam kelompok membuat terbentuk kelompok dari honke dan bunke, dan membentuk dozoku yaitu kelompok yang terdiri dari beberapa ie yang satu sama lain memiliki hubungan kekerabatan. Ie hadir dari silsilah honke dan bunke ini dan tak mungkin satu ie muncul tanpa asal muasal yang jelas. Dan antar ie yang tergabung dalam dozoku ini memiliki hubungan perkawinan. (Aruga, 1986). 2.4 Kachou Dalam Sistem Ie Kachou dalam sistem ie adalah kepala keluarga yang memimpin sebuah ie. Kachou memiliki beberapa sebutan terkait dengan kedudukan dan perannya di dalam ie. Selain disebut sebagai kachou, pemimpin sebuah ie disebut juga dengan
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
52
soryo yaitu yang mempunyai kedudukan dan berkuasa dalam pemerintahan. Sebutan lainnya adalah katoku yaitu yang memimpin upacara-upacara keagamaan. Kedua peran ini yaitu sebagai soryo dan katoku tidak bisa digantikan oleh anggota keluarga yang lain kecuali oleh ahli warisnya yang sah. Dalam hubungan kekerabatan kachou disebut juga dengan kafuchou yaitu sebaga kepala keluarga dari keluarga yang menganut sistem kekerabatan patriarkat. Tugas utama kachou sebagai pemimpin adalah menjaga nama baik ie dan kesinambungan ie. Kachou bukanlah pemilik ie dan segala harta kekayaan ie. Kachou hanyalah seorang yang diberi amanat untuk memimpin dan menjaga kesinambungan ie yang sudah ada semenjak dahulu, dimanfaatkan di masa sekarang dan dipersiapkan untuk masa yang akan datang. Ie dimiliki oleh seluruh anggotanya baik yang sudah meninggal dunia, yang masih hidup maupun yang akan lahir kelak. Oleh karena itu dalam budaya Jepang ada pantangan untuk menjual ie, mereka akan terus menjaganya dan tidak segan mengorbankan kepentingan pribadi demi kesinambungan ie. Pengorbanan mereka merupakan bekal setelah kematian. (Vogel, 1965, p. 165). Hubungan antara kachou dengan anggotanya adalah hubungan karena perkawinan dan kelahiran. Hubungan mereka disebut dengan shinzokuteki mibun kankei yaitu hubungan kekerabatan sehingga hubungan tersebut menjadi chokkei yaitu hubungan langsung dan merupakan keluarga inti yaitu antara kachou dengan chounan (anak laki-laki pertama yang menjadi pewaris) dan boukei yaitu hubungan kekerabatan kolateral seperti hubungan kachou dengan saudarasaudaranya. Hubungan ini membuat posisi mereka berbeda di dalam ie. Boukei memiliki posisi yang lebih rendah karena satu waktu akan keluar dari ie, begitu juga dengan saudara wanita. Houkounin juga memiliki posisi yang rendah dan memiliki hak yang sama dengan boukei bila ada kesempatan untuk keluar dari ie dengan membuka ie cabang. Perbedaan posisi chokkei dan boukei dalam ie tidak membuat mereka terpisah karena mereka memiliki kachou yang sama yang mempunyai wewenang atas mereka. Kachou tidak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap anggota ie-nya karena ada aturan dari sistem ie yang harus dipatuhi. Kachou bukanlah seorang manusia yang bebas sebab dia terikat akan berbagai peraturan dalam sistem ie. Kachou Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
53
menguasai dan mengelola harta kekayaan ie, bukanlah berarti harta tersebut milik pribadinya, walaupun semua harta kekayaan ie didaftarkan kepada pemerintah Meiji atas namanya tapi itu bukan milik pribadinya, dia hanya sebagai wakil dari ie-nya. Kachou akan mendapat malu jika jumlah hartanya berkurang bila dibandingkan ketika pertama kali menjabat dulu. Sampai sekarang dalam masyarakat petani di Jepang masih ada rasa malu bila harta berkurang. Karena kachou adalah wakil dari ie-nya dan menjadi panutan dari semua anggotanya sehingga kachou harus bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sistem ie dan mematuhi semua aturan-aturannya. Kasan bukan milik kachou tapi berdasarkan paham kapitalisme kasan menjadi milik kachou sehingga masalah ini tidak diperdebatkan. Kachou juga mengatur uang saku masing-masing anggotanya, bila ada yang bekerja di luar ie, uang yang didapat diberikan kepada kachou dan kachou yang mengatur penggunaan uang tersebut. Kachou juga mempunyai uang saku sendiri tapi tak bisa sesukanya memakai uang tersebut untuk keperluan pribadinya karena tidak diakui atau tidak diterima bila kachou memiliki uang pribadi yang banyak. Tugas dan tanggung jawab kachou agar dapat menjaga kesinambungan ie-nya adalah, pertama, menjaga keselamatan setiap anggotanya dan menjamin kehidupan mereka. Kachou juga mendidik anggotanya dan memperhatikan tingkah laku mereka dalam berinteraksi dengan sesama anggota ie dan dengan masyarakat sekitarnya karena kachou mempertanggungjawabkan ie-nya dan anggotanya kepada negara. Tanggung jawab yang kedua adalah kachou menikahkan anak-anaknya dan saudaranya yang lebih muda. Kachou akan mencarikan jodoh yang sepadan dengan anggotanya yang belum menikah dan kachou juga menilai apakah calon istri atau suami dari anggota ie-nya memiliki status yang sederajat dengan mereka atau tidak. Dalam mencarikan jodoh ini, kachou meminta pendapat kepada kachou dari ie lain yang merupakan honkenya (ie asalnya). Bila yang menikah adalah anak perempuan, maka setelah menikah tanggung jawab kachou sebagai ayah dan sebagai kepala keluarga berpindah kepada kachou dari ie menantunya. Perempuan yang sudah menikah harus patuh dan taat kepada kachou di tempat ie yang baru.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
54
Jika tingkah lakunya tidak disukai maka pengantin perempuan ini dapat diceraikan dan dikembalikan kepada ie asalnya. Mengenai pengantin perempuan yang menikah dengan calon pewaris ie, bebannya akan lebih banyak. Dia diharapkan untuk dapat melahirkan anak lakilaki yang kelak akan menjadi pewaris pula. Kedudukannya akan aman bila telah melahirkan pewaris. Pengantin perempuan ini juga akan menjadi calon pendamping kachou dan akan mendapat tugas mengatur keuangan rumah tangga ie-nya setelah kachou yang berkuasa mengundurkan diri, pensiun, atau meninggal dunia. Sehubungan dengan beratnya beban anak perempuan setelah menikah terutama bila menikah dengan calon pewaris ie, maka kachou akan sangat berhatihati memilihkan jodoh bagi anak perempuannya dan saudara perempuannya. Tanggung jawab yang ketiga adalah kachou bertanggung jawab atas kesejahteraan anggotanya, baik anggota yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Bagi anggota yang masih hidup, kachou menyediakan kebutuhan sandang, pangan dan perumahan. Kebutuhan pangan anggota ie biasanya disiapkan oleh kaum wanita yang dipimpin oleh istri kachou atau disebut juga dengan istilah shufu. Makanan yang sudah dihidangkan disantap bersamasama pada jam makan tertentu oleh seluruh anggota ie. Mengenai perumahan anggota ie, ada yang tinggal serumah dengan kachou pada rumah induk ada pula yang tinggal pada perumahan terpisah yang sudah disediakan. Kachou memberikan uang saku kepada setiap anggota keluarganya dan biasanya anggota keluarga tidak memiliki kekayaan pribadi seperti perumahan. Ada anggota yang memiliki rumah sendiri namun biasanya kepemilikan tersebut atas izin dari kachou. Kekayaan pribadi yang dimiliki oleh anggota ie biasanya hanya berupa uang dan benda bergerak (kendaraan). Tidak ada anggota ie yang memiliki harta yang banyak seperti uang yang banyak secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh kachou karena semua pendapatan ie dan anggota ie dikelola oleh kachou. (Aruga, 1980, p. 187). Memberikan fasilitas kepada orang tua yang sudah pensiun atau para lansia merupakan tanggung jawab kachou yang keempat. Fasilitas yang dimaksud adalah seperti menguruskan semua keperluan lansia dan mencukupkan kebutuhan hidupnya seperti sandang, pangan dan tempat tinggal. Para lansia yang sudah uzur Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
55
atau penyakitan mendapatkan perawatan dan perhatian dari seluruh anggota ie. Aruga menjelaskan (1980) bahwa ie bukan saja sebagai tempat bernaung anggotaanggotanya, juga dapat berfungsi sebagai lembaga yang menjamin kehidupan anggota yang sudah lansia. Perjalanan kehidupan anggota ie yang tidak beruntung seperti saudara lakilakinya yang kehilangan pekerjaan atau saudara perempuannya yang diceraikan, membuat mereka tidak mampu lagi menopang hidupnya sendiri. Bila keadaan ini terjadi maka kachou bertanggung jawab menanggung biaya hidup mereka. Ini merupakan tanggung jawab kachou yang kelima. Bantuan diberikan oleh kachou hingga mereka mampu bangkit dan menjadi mandiri kembali. Bila ada saudara laki-lakinya yang berkeinginan bekerja di kota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih mandiri, diperlukan rekomendasi dari kachou. Kachou dapat memutuskan apakah anggotanya diizinkan atau tidak untuk bekerja ke kota. Tanggung jawab keenam dari kachou adalah menyelenggaran pemujaan arwah leluhur dan menyediakan semua kebutuhan yang berkaitan dengan upacara pemujaan ini. Beratnya tanggung jawab yang diemban oleh kachou, membuatnya memperoleh otoritas yang tinggi dalam memimpin ie-nya. Kachou mempunyai kekuasaan penuh dalam mengelola lahan dan mengumpulkan hasilnya dan kemudian mempunyai wewenang penuh dalam menggunakan uang tersebut. Kachou juga berwenang mengontrol setiap pemasukan dan pengeluaran biaya dalam pengelolaan ie. Di sini kachou berwenang mengatur masalah ekonomi dan kegiatan sosial anggota keluarganya dan mengontrol pembagian pendapatan untuk konsumsi keluarga. Dalam menjalankan tugas yang berat ini, kachou dibantu oleh istrinya atau shufu terutama dalam pengelolaan uang. Untuk pengeluaran kebutuhan sehari-hari, diserahkan sepenuhnya pada shufu namun untuk pengeluaran yang cukup besar maka shufu perlu memberitahukan terlebih dahulu kepada kachou apakah diperbolehkan atau tidak. Tanggung jawab lain dari kachou yang tak kalah pentingnya dalam menjaga kesinambungan ie adalah memilih dan mendidik calon pewaris ie. Pada umumnya calon pewaris ie adalah anak laki-laki sulung dari kachou. Anak laki-laki sulung ini disebut dengan chounan. Chounan sedari kecil mendapat perlakuan istimewa
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
56
seperti perlakuan yang diperoleh kachou. Misalnya ketika pengaturan tempat duduk untuk makan bersama, kachou akan mendapatkan tempat duduk istimewa di tengah rumah yang disebut dengan yokoza, dan kachou mendapat keistimewaan untuk makan terlebih dahulu. Ketika akan mandi berendam di ofuro, kachou juga mendapat kesempatan yang pertama kali untuk mandi, baru kemudian diikuti oleh anggota keluarga yang lain. Chounan dari sebuah ie, tidak selamanya layak atau mampu untuk memimpin ie-nya. Dalam keadaan chounan masih belia sementara kachou sudah meninggal dunia maka untuk sementara tugas sebagai kachou dilaksanakan oleh adik lakilaki kachou, yang sengaja disuruh untuk tetap tinggal di ie asalnya. Tugas ini diambil alih hingga chounan cukup dewasa untuk memimpin ie-nya dan sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi kachou. Ada pula ie yang tidak mempunyai chounan ataupun tidak mempunyai anak laki-laki sulung yang dianggap pantas untuk menjadi pewaris. Dalam keadaan seperti ini, maka kachou dapat menunjuk anak laki-laki kedua atau ketiga sebagai pewarisnya. Kachou dapat pula menunjuk adik laki-lakinya, keponakan lakilakinya dari saudara laki-laki atau kerabat lainnya yang mempunyai anak laki-laki untuk menjadi pewaris. Penunjukan pewarisan ini berdasarkan hubungan patrilineal yaitu yang memiliki hubungan darah dengan kachou. Bila yang diangkat menjadi pewaris bukanlah chounan maka pewaris tersebut akan diangkat anak oleh kachou menjadi youshi. Aruga (1980, p. 192) menegaskan bahwa kachou mempunyai kewajiban untuk menentukan pewaris ie-nya. Bila chounan ataupun anggota ie-nya tidak ada yang cocok menjadi pewaris ie-nya, maka kachou bisa mengangkat anak dari ie lain untuk jadi pewaris tanpa melihat apakah calon tersebut memiliki nama keluarga yang sama dengan kachou atau masih memiliki kekerabatan dengan kachou maupun tidak. Hal terpenting dari calon anak angkat atau youshi ini adalah berasal dari ie yang memiliki status yang sederajat dengan ie-nya. Bila shufu tidak mempunyai anak laki-laki, kachou juga dapat memilih anak laki-laki dari selirnya untuk menjadi kachou. Status anak selir lebih rendah dari chounan anak shufu, sehingga bila anak selir ditunjuk menjadi pewaris harus seizin chounan anak dari shufu. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
57
Dalam menentukan pewaris ie, masyarakat Jepang tidak murni melaksanakan sistem patrilineal. Ini terlihat dalam ie yang hanya mempunyai anak perempuan sebagai pewaris. Kachou dapat menunjuk menantu laki-lakinya dari anak perempuan sulung untuk menjadi pewaris. Sebelum menikah dengan anak perempuan sulungnya, kachou memastikan terlebih dahulu bahwa calon menantunya bukanlah chounan dari ie-nya. Bila mereka sudah sepakat untuk mengangkat menantu sebagai pewaris maka menantu ini disebut dengan mukoyoushi. Nama keluarga asal dari mukoyoushi dilepaskan dan mukoyoushi menyandang nama keluarga istrinya dan mendapat tanggung jawab sebagai pewaris dan kemudian sebagai kachou bila kachou yang sedang memimpin pensiun atau meninggal dunia. Kepada pewarisnya, kachou memberikan surat-surat berharga yang berisi keterangan tentang ie-nya. Di dalamnya juga tertera mengenai harta kekayaan ie (kasan), aturan-aturan yang berlaku di dalam ie (kahou) yang juga mengatur secara jelas dan rinci mengenai cara bertindak atau bersikap, ajaran-jaran moral, aturan pewarisan dan lain sebagainya. Dalam surat-surat tersebut juga disebutkan mengenai kagyou atau bisnis keluarga yang dijalankan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan (kafu) dalam ie tersebut serta hak dan kewajiban (kaken) dari setiap anggota ie.
Universitas Indonesia Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
BAB 3 STRUKTUR KELUARGA DALAM NOVEL
Pada bab ini dibahas mengenai struktur keluarga yang tergambar dalam novel KAS, HAS dan MNK. Pertama digambarkan masing-masing tokoh dan hubungan antartokoh sehingga dapat dilihat posisinya di dalam ruang sosialnya. Pada setiap novel diambil salah satu tokoh untuk dianalisis lebih jauh mengenai habitus dan modal yang dimilikinya. Penentuan tokoh yang dianalis secara mendalam tidak berdasarkan aturan tertentu, hanya berdasarkan preferensi penulis saja. Dengan mengetahui habitus dan modal salah satu tokoh maka akan diketahui pula posisi tokoh-tokoh yang lainya dan dapat pula dilihat perjuangan tokoh tersebut untuk mendapatkan posisinya. Dari penentuan posisi tokoh ini dapat diketahui pula siapa yang menempati posisi yang dominan dan terdominasi sehingga diketahui kepala keluarga atau kachou. Selanjutnya diuraikan struktur keluarga pada setiap novel berdasarkan sistem kekeluargaan tradisional Jepang atau sistem ie. 3.1. Novel KAS Novel Kifujin A No Sosei ࠗ㈗፬ே㸿ࡢ⸽⏕࠘atau Kebangkitan Bangsawan A merupakan novel yang mengisahkan tentang keberadaan Putri Anastasia di Jepang. Kata kifujin bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi bangsawan perempuan atau perempuan kelas atas. Kata ini termasuk kata yang tidak umum digunakan dalam keseharian masyarakat Jepang untuk menyebut perempuan dari kalangan bangsawan. Dari isi novel dapat diketahui bahwa Ogawa Yoko menggunakan kata ini untuk menyebutkan putri bangsawan dari Rusia yaitu Putri Anastasia. Putri Anastasia adalah anak perempuan ke empat dari Raja Nicholas II, raja terakhir dari Kerajaan Rusia. Raja Nicholas dan istrinya, beserta anak-anaknya mati dibunuh oleh pasukan Rusia yang tidak menginginkan kerajaan tersebut terus berlanjut. Dalam aksi penembakan itu diduga Anastasia dan adik laki-lakinya Aleksei lolos dari peluru karena ada semacam perhiasan yang menjadi pelindung sehingga tidak mengenai tubuhnya. Para tentara yang menembak juga
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
60 mengungkapkan keraguannya apakah Anastasia dan adiknya Aleksei benar-benar telah meninggal saat terjadi pembantaian tersebut. (Anastasia, 2015). Kisah yang mengenaskan dan menghebohkan dunia atas pembantaian keluarga kerajaan Rusia ditambah dengan isu bahwa Putri Anastasia selamat membuat dunia semakin ramai karena ada beberapa wanita mengaku bahwa dirinya adalah Putri Anastasia. Isu yang berkembang mengenai Putri Anastasia ini menginspirasi banyak kalangan untuk menceritakan kisah ini dalam berbagai media. Karyakarya seperti novel, pementasan drama dan film yang mengisahkan tentang misteri Putri Anastasia merupakan karya yang menarik dan diminati oleh banyak kalangan walaupun kemudian diketahui bahwa kisah Putri Anastasia yang berhasil selamat dari pembantaian tentara Revolusi Bolshevik hanyalah cerita bohong belaka. Ogawa Yoko mencoba pula menuliskan kisah keberadaan Putri Anastasia di Jepang pada novelnya ini. Ogawa Yoko (2009) mengatakan bahwa kata kunci dari novel yang ditulisnya ini adalah uso de aru atau kebohongan belaka. Ogawa sejak kecil menyukai cerita yang berkaitan dengan seorang putri yang berada jauh di tempat terpencil. Ogawa tidak menyukai penggambaran kecantikan dari putri yang diceritakannya. Ogawa merasa penasaran dan ingin menggambarkan ruang tempat sang putri menjalani kesehariaannya (p.92-97). Keinginan Ogawa untuk membuat kisah tentang seorang putri dalam menjalani hidupnya sehari-hari dijelaskan oleh Ogawa Yoko dalam novel ini secara detail. Ogawa berhasil merangkai cerita seolah-olah keberadaan Putri Anastasia di Jepang benar adanya dengan menuliskan pula kisah Putri Anastasia yang sebenarnya. Hal ini terlihat di akhir cerita ada beberapa buku referensi mengenai Kerajaan Romanov Rusia yang menjadi rujukan bagi Ogawa dalam mengisahkan Putri Anastasia ini. Novel ini diterbitkan pada tahun 2002 sedangkan latar waktu penceritaannya adalah ketika Bibi Yuli berumur 80 tahun. (Ogawa, 2002, p. 231). Dalam novel dikisahkan bahwa Bibi Yuli diduga sebagai Putri Anastasia. Bibi Yuli menyebutkan kepada keponakannya bahwa dia lahir pada tahun 1901. (Ogawa, 2002, p. 106). Putri Anastasia sendiri tercatat dalam sejarah lahir pada tahun 1901. Bila Bibi Yuli yang diduga Putri Anastasia meninggal pada usia 80 tahun maka
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
61 tahun meninggalnya adalah 1981. Dari sini dapat disimpulkan bahwa latar waktu penceritaan dari novel ini adalah pada tahun 80-an. Ogawa Yoko dalam novel KAS ini mengisahkan kecurigaan Ohara Kenji bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia dan bagaimana Ohara melakukan pembuktian atas kecurigaannya tersebut. Ogawa Yoko mampu membuat pembaca berdebar-debar seolah-olah keberadaan Bibi Yuli sebagai Putri Anastasia benar adanya, walaupun secara tegas Bibi Yuli sendiri tidak menyebutkan bahwa dirinya adalah Putri Anastasia. Bibi Yuli hanya menyebutkan apakah ada orang yang bosan menyulam tanda tangannya sendiri ketika ditanya keponakannya apakah tidak bosan selalu menyulam huruf kapital A dengan latar belakang bunga mawar yang merambat, sebagaimana terlihat pada kutipan berikut. ࠕྠࡌᶍᵝࡤࡾ࡛ࠊ㣬ࡁ࡞࠸㸽ࠖ ὀព῝ࡃ⚾ࡣゼࡡ࡚ࡳࡿࠋ ࠕ࠶ࡽࡲ࠶ࠊ࠺ࡋ࡚㸽ࠖ ㉁ၥࡢពࡀศࡽ࡞࠸࠸࠺ཱྀㄪ࡛ẕࡉࢇࡣ⟅࠼ࡿࠋ ࠕࡔࡗ࡚⮬ศࡢྡ๓ࢆࢧࣥࡍࡿࡢ㣬ࡁࡿே࡞ࢇ࡚ࠊୡࡢ୰࠸ ࡿࡋࡽࠖ ࡑࡢ㛫ࡎࡗࠊ่⧆㔪ࡣఇࡲࡎືࡁ⥆ࡅ࡚࠸ࡿࠋ “Apakah Bibi tidak bosan menyulam dengan motif yang selalu sama?” Aku mencoba bertanya dengan hati-hati. “Oh ya, kenapa?” Bibi Yuli menjawab dengan nada bicara seperti tidak mengerti maksud dari pertanyaanku. “Apakah di dunia ini ada orang yang bosan membuat tanda tangannya sendiri?” Sementara itu, jarum sulaman terus bergerak tanpa henti. (Ogawa, 2002, p. 30). Sekilas gambaran mengenai kisah pada novel KAS di atas menyebutkan tokohtokohnya yaitu Bibi Yuli dan keponakannya serta Ohara Kenji. Ogawa Yoko dalam novel HAS memunculkan empat orang tokoh yaitu Bibi Yuli, Gadis, Niko dan Ohara Kenji. Selain itu muncul empat nama yang disebut-sebut sebagai pelengkap yaitu mendiang Tuan H sebagai suami Bibi Yuli, ayah, ibu dan adik laki-laki Gadis.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
62 Tokoh cerita utama dalam novel KAS adalah Bibi Yuli. Bibi Yuli adalah nama kesayangan yang diberikan kepada perempuan asal Rusia yang mempunyai nama resmi yang tertera di paspornya yaitu Yulia, sementara dalam kesehariannya dipanggil dengan Yuriko. Dalam bahasa Jepang Bibi Yuli disebut dengan Yuuri Obasan yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Bibi Yuli. Panggilan nama seseorang yang kemudian diikuti dengan kata obasan adalah panggilan dari seorang keponakan kepada bibinya. Makna kata bibi adalah saudara perempuan ayah atau ibu, dan istri dari saudara laki-laki ayah atau ibu. Dan memang saudara dan kerabat dari suaminya memanggil Bibi Yuli dengan sebutan Yuuli Obasan. Obasan sendiri dalam bahasa Jepang bermakna bibi dalam bahasa Indonesia. Perbedaan nama Bibi Yuli dengan nama resmi Yulia dan nama panggilan sehari-harinya Yuriko adalah mengikuti kebiasaan penyebutan nama bagi perempuan Jepang pada umumnya. Bila nama panggilan atau nama kecil seseorang diikuti dengan kata “ko” dapat dipastikan bahwa pemilik nama tersebut adalah seorang perempuan. Kebiasaan penyebutan nama panggilan sehari-hari mengikuti kebiasaan satu daerah tertentu sudah menjadi hal yang lazim seperti di berbagai wilayah di Indonesia di mana seseorang berada maka akan dipanggil oleh individu di lingkungannya dengan sebutan yang sesuai dengannya yang berlaku pada daerah tersebut. Misalnya di daerah Jawa, panggilan untuk perempuan yang lebih tua adalah mbak, maka setiap perempuan yang dianggap lebih tua dari yang memanggilnya tanpa menanyakan apakah perempuan tersebut berasal dari Jawa atau daerah lainnya, akan dipanggil dengan mbak. Hal yang sama juga berlaku pada Bibi Yuli yang berdarah Rusia, yang sudah lama tinggal di Jepang dan bersuamikan seorang pria Jepang sehingga penyebutan namanya mengikuti kebiasaan orang Jepang. Bibi Yuli adalah seorang pelarian dari Rusia dan mendapat suaka untuk tinggal di Jepang. Pada awal kedatangannya di Jepang, Bibi Yuli mengidap penyakit TBC yang cukup parah sehingga masa mudanya dihabiskan di panti rehabilitasi. Kemudian atas bantuan asosiasi suaka untuk Orang Rusia, Bibi Yuli dapat bekerja sebagai anak jahit di toko topi. Bibi Yuli bekerja berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain hingga terakhir bekerja di restoran Rusia dan bertemu Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
63 pertama kali dengan pria Jepang yang kemudian menikahinya. (Ogawa, 2002, p. 80). Perkenalan Bibi Yuli dengan pria Jepang ini bermula ketika Bibi Yuli yang berprofesi sebagai pramusaji pada restoran Rusia tersebut tanpa sengaja menumpahkan sup di celana pria Jepang ini. Kedekatan mereka terjalin karena Bibi Yuli melap tumpahan sup di celana pria ini dengan begitu lembutnya. (Ogawa, 2002, p. 15). Kisah pertemuan Bibi Yuli dengan pria Jepang yang disebut dengan Tuan H, adalah kisah yang dipergunjingkan oleh kerabat Tuan H karena adanya ketidakpuasan mereka atas pernikahan ini. Tuan H sendiri adalah seorang pria yang mudah bosan dan sering berganti-ganti pekerjaan sehingga para kerabatnya menganggap Bibi Yuli hanya mengharapkan kekayaan yang dimiliki oleh Tuan H saja, apalagi selisih umur mereka yang cukup jauh yaitu Bibi Yuli sudah berusia 69 tahun sementara Tuan H masih berumur 51 tahun. Walaupun pada upacara pernikahan mereka yang diselenggarakan dengan sangat mewah di kediaman Tuang H yang dibangun bak istana, dan dandanan Bibi Yuli dibuat secantik mungkin, tidak dapat menutupi kerutan di wajah pengantin perempuan ini sehingga pasangan pengantin ini terlihat seperti ibu dan anak saja. Dari pengakuan Bibi Yuli sendiri, perkenalannya dengan Tuan H adalah di rumah keluarga Rusia tempat Bibi Yuli bekerja sebagai pengurus rumah tangga. Tuan H datang ke rumah tersebut untuk membeli beberapa binatang yang diawetkan dan Bibi Yuli yang ikut mendampingi majikannya dapat menjelaskan dengan baik mengenai binatang yang diawetkan tersebut kepada Tuan H. (Ogawa, 2002, p. 221 ) Kehidupan Bibi Yuli secara ekonomi membaik sejak menikah dengan Tuan H yang kaya raya. Suami Bibi Yuli memiliki pabrik plastik yang maju pesat sehingga pria ini menyerahkan pengurusan pabriknya kepada orang lain agar dia dapat pergi berkeliling dunia mencari binatang buas yang diawetkan. Untuk menyimpan koleksinya dia sudah membangun rumah mewah yang besar di tepi danau di pinggir kota. Rumah ini dilengkapi dengan kolam renang berikut para pembantu yang mengurus rumah tersebut. Bibi Yuli dan suaminya dapat menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik dan mereka saling mengisi kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menjalani kehidupan rumah
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
64 tangga mereka. Bibi Yuli juga ikut bepergian ke luar negeri bersama suaminya untuk menambah koleksi mereka. Perkawinan mereka yang diduga hanya bertahan sebentar ternyata berlanjut hingga 10 tahun. Kehidupan perkawinan mereka berakhir ketika serangan jantung telah merenggut nyawa Tuan H yang tersangkut pada kepala beruang kutub yang diawetkan ketika hendak membuka kotak paket berisi binatang tersebut. Kematian suaminya yang mendadak membuat Bibi Yuli sangat terpukul dan mengakibatkan kesehatannya memburuk. Oleh sebab itu Bibi Yuli terpaksa menjalani perawatan di rumah sakit untuk waktu yang cukup lama. Setelah sembuh Bibi Yuli di bawa pulang ke rumah oleh keponakan suaminya yaitu Gadis yang mengurus Bibi Yuli hingga ajal menjemputnya pada usia 80 tahun. Tokoh selanjutnya adalah Gadis yang merupakan narator dari novel KAS dan menyebut dirinya dengan watashi atau aku dalam bahasa Indonesia. Ogawa Yoko sebagai penulis novel tidak sekalipun menyebutkan nama tokoh ini. Untuk memudahkan penyebutannya tokoh aku ini maka nama Gadis digunakan pada pembahasan. Pemberian nama Gadis kepada tokoh aku sehubungan dengan tokoh aku adalah seorang gadis berumur 21 tahun. Gadis berasal dari keluarga biasa, ayahnya adalah seorang dosen bidang hukum dan ibunya memilih profesi sebagai ibu rumah tangga agar dapat menunjang karir suaminya. Kehidupan mereka biasa saja seperti kebanyakan orang Jepang lainnya yaitu hidup dari gaji suami dan bertempat tinggal di rumah dinas bersama anak-anak mereka yaitu Gadis dan adik laki-lakinya. Gadis semasa kanak-kanak sering bertemu dengan saudara laki-laki ibunya yang kerap memberikan berbagai oleh-oleh dari luar negeri. Walaupun ibunya tidak menyukai oleh-oleh tersebut karena berupa bagian dari binatang yang diawetkan seperti topi dari bulu atau kulit binatang dan liontin dari gigi binatang yang diawetkan, Gadis menyimpan benda-benda itu dengan baik di luar pengetahuan ibunya. Gadis sejak kecil sudah dekat dengan pamannya Tuan H yang sering memberikan berbagai hadiah kepadanya berupa pernak-pernik yang berasal dari bagian tubuh binatang yang diawetkan seperti liontin dari gigi binatang dan topi dari kulit binatang. (Ogawa, 2002, p. 23). Sikap Tuan H kepada Gadis dengan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
65 memberikan hadiah berupa pernak-pernik tersebut adalah untuk membiasakan Gadis dengan binatang yang diawetkan. Hal ini terlihat jelas ketika Gadis mulai menjalani hidupnya bersama Bibi Yuli di rumah yang penuh berisi dengan koleksi binatang yang diawetkan. Gadis sama sekali tidak merasa terganggu dengan koleksi tersebut padahal binatang yang diawetkan mengeluarkan aroma khas yang memenuhi ruangan di mana binatang yang diawetkan tersebut dipajang. Gadis pun tidak bisa melupakan sosok pamannya ini dan selalu ingat bagaimana pamannya datang ke rumah dan hanya untuk bertemu dengan dirinya tanpa sepengetahuan ayah dan ibunya. Gadis masih mengingat dengan jelas bagaimana penampilan pamannya ini yang berdiri dikejauhan memanggil dirinya. Karena Gadis merasa akan terseret ke dalam bayangan matahari sore bersama pamannya yang berdiri menghadap matahari, Gadis takut untuk mendekat, tapi Gadis dapat merasakan bagaimana pamannya akan terus menunggunya sampai kapan pun (Ogawa, 2002, p.14). Sikap Tuan H terhadap Gadis mencerminkan bahwa ada keinginan untuk menjadikan Gadis sebagai anak angkatnya karena dirinya tidak mempunyai anak. Dalam sistem ie, bila seorang kachou tidak memiliki anak maka kachou tersebut dapat mengangkat anak atau youshi dari kerabatnya sendiri. Youshi ini kemudian diasuh dan dididik sesuai dengan keinginan kachou tersebut karena youshi ini nantinya akan menjadi pewaris. Salah satu bentuk didikan yang diberikan Tuan H kepada Gadis sebagai youshinya adalah dengan membiasakan Gadis dengan binatang yang diawetkan dan memberikan pernak-pernik dari binatang yang diawetkan tanpa sepengetahuan ibunya. Dalam sistem ie, mengangkat seorang youshi diperlukan pernyataan dari pihak yang mengangkat kepada pihak yang menjadi wali orang yang diangkat. Tetapi Tuan H sama sekali tidak menyatakan akan mengangkat Gadis sebagai youshi kepada orang tuanya. Tuan H hanya memperlihatkan sikap dan tindak tanduk yang menunjukkan akan mengangkat Gadis sebagai youshi dengan mendekati Gadis secara personal. Sikap Tuan H kepada Gadis juga sangat berkesan baginya. Hingga kematian Tuan H membuat Gadis bersedih sama dengan kesedihan ketika ditinggal ayahnya. Dan ketika Gadis di hari pertama tinggal di rumah peninggalan pamannya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
66 merasakan bahwa dirinya seharusnya juga berada bersama pamannya di saat pamannya menghembuskan nafas terakhir. (Ogawa, 2002, p. 28). Bibi Yuli, Gadis, Tuan H, ayah, ibu, dan adik Gadis bila digambarkan dalam ruang sosialnya maka akan tergambar seperti pada gambar 3.1. Gambar 3.1. Ruang Sosial Bibi Yuli Ketika Tuan H Masih Hidup.
Pada uraian tentang novel KAS ini, tokoh yang dianalisis secara mendalam adalah tokoh Bibi Yuli sehingga yang menjadi sorotan pada ruang sosial ini adalah Bibi Yuli. Pada gambar 3.1 terlihat Bibi Yuli dan suaminya Tuan H berada pada posisi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan Gadis, ayah, ibu dan adik Gadis. Bibi Yuli dan Tuan H berada pada posisi yang lebih tinggi dari keluarga Gadis karena modal yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan modal keluarga Gadis. Modal yang mereka miliki secara ekonomi adalah perusahaan plastik, vila, apartemen mewah, mobil, rumah yang besar dan megah, kepala pembantu rumah tangga, koki, tukang kebun, supir, dan koleksi kepala dan kulit binatang yang diawetkan. Modal budaya Bibi Yuli dan suaminya adalah gaya hidup, kegemaran akan binatang yang diawetkan, pengetahuan tentang binatang yang diawetkan dan kegiatan mereka yang sering jalan-jalan ke luar negeri sementara modal sosial Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
67 mereka tergambar dari pengelolaan pabrik plastik yang dimiliki. (Ogawa, 2002, p.32-33). Semua modal yang dimiliki oleh Tuan H yaitu modal ekonomi yang banyak dan modal budayanya membuat posisinya dalam ruang sosial menjadi tinggi. Sementara Bibi Yuli secara hakiki tidak mempunyai modal ekonomi dan modal budaya yang sama banyak dengan suaminya. Bibi Yuli hanyalah mengikuti suaminya ke mana pun suaminya mengajak pergi. Bibi Yuli terlihat pendiam dan tidak banyak bicara. Sikap Bibi Yuli ini menjadi habitusnya yaitu cara menampilkan diri di depan keluarga suaminya seolah-olah menjadi bayangan suaminya. ࠋࠋࠋᙼዪࡔࡅࡣᚲࡎࡰࡸࡅࡓ⾲࡛ࠊ∗ࡉࢇࡢᙳࡢ୰ỿࢇ࡛ ࠸ࡿࡢࡔࡗࡓࠋ ேࡣࡼࡃ㐃ࢀ❧ࡗ࡚ࠊ࠶ࡕࡇࡕ᪑⾜ࢆࡋ࡚࠸ࡓࠋ … Bibi Yuli selalu terlihat kabur dan tenggelam dalam bayangan Paman. Mereka berdua sering bersama-sama dan bepergian ke mana-mana. (Ogawa, 2002, p. 22) Mengenai Gadis dan keluarganya, berada pada posisi jauh di bawah Bibi Yuli dan suaminya. Hal ini karena Gadis dan keluarganya bukanlah orang kaya. Ayah Gadis hanyalah salah seorang dosen yang menerima gaji bulanan dan kemudian tinggal di rumah dinas. Ibu Gadis yang ingin menunjang karir suaminya hanya bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga dan tidak menghasilkan apapun secara ekonomi. Modal ekonomi yang dimiliki keluarga Gadis bisa disebut kecil. Sedangkan modal budaya yang mereka miliki hanyalah keahlian ayah Gadis sebagai seorang dosen dan status Gadis sebagai mahasiswa. (Ogawa, 2002, p. 26). Jadi tidak heran bila posisi keluarga Gadis dalam ruang sosialnya rendah bila dibandingkan dengan Bibi Yuli dan suaminya. Pada gambar 3.1 juga terlihat hubungan antara para tokoh. Hubungan keluarga seperti Tuan H dan Bibi Yuli ataupun Gadis dan ayah, ibu serta adiknya tidak digambarkan karena mereka sebagai keluarga sudah tentu mempunyai hubungan yang sangat dekat. Hubungan Bibi Yuli dengan keluarga suaminya tidak dekat terlebih dengan habitus Bibi Yuli yang pendiam membuat tidak banyak terjadi interaksi diantara mereka. Gadis hanya mengingat pertemuan pertamanya dengan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
68 Bibi Yuli di pesta perkawinan Bibi Yuli dengan Tuan H ketika usia Gadis baru 10 tahun. Pada saat itu yang berkesan oleh Gadis dari Bibinya adalah matanya yang biru dan menatap dengan lembut. Gadis terkesima melihat mata Bibi Yuli hingga berpikir apakah tatapan mata yang dalam dan berwarna biru itu adalah benarbenar mata (Ogawa, 2002, p. 20). Sementara hubungan Tuan H dengan keluarga Gadis memiliki variasi. Tuan H dan ibu Gadis adalah dua bersaudara dan Tuan H adalah kakak laki-laki satusatunya dari ibu Gadis. Mereka memiliki hubungan yang sangat dekat walaupun diantara mereka banyak pertentangan dan perbedaan pendapat dan gaya hidup. Ibu Gadis sering mengeluh atas sikap kakaknya yang kerap berganti pekerjaan dan tidak menikah. Walaupun demikian, Tuan H tidak sekalipun membebani adiknya dengan urusan pribadinya. Dalam novel ini dikatakan bahwa ibu Gadis dan Tuan H tidak dekat tapi Tuan H sering berkunjung ke rumah adiknya dan ibu Gadis memperhatikan dan mendukung saudaranya dalam keluh kesahnya pada suaminya. Bahkan ibu Gadis sengaja menjahitkan baju seragam untuk keluarganya pada pesta perkawinan Tuan H dan Bibi Yuli untuk memperlihatkan kepada Bibi Yuli bahwa mereka adalah keluarga yang baik. (Ogawa, 2002, p. 16). Dari sini dapat disimpulkan bahwa hubungan ibu Gadis dan Tuan H sangat dekat. Sementara itu sikap Tuan H yang sering berganti pekerjaan dan berdandan sangat mencolok mengenakan pakaian berkelas seperti orang kaya ala Eropa membuat ayah Gadis tidak menyukainya sehingga hubungan mereka tidak dekat. Bagaimanapun pertentangannya dengan ibu Gadis dan Hubungan Tuan H dengan suami adik perempuannya tidak dekat, Tuan H berusaha mendekati Gadis sehingga hubungan mereka menjadi agak dekat sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa Tuan H sepertinya memiliki keinginan untuk menjadikan Gadis sebagai youshi atau anak angkatnya. Kematian pamannya Tuan H dan disusul dengan kematian ayahnya dua bulan kemudian membuat kesedihan Gadis bertambah-tambah. Terlebih secara ekonomi tidak ada lagi yang menopang kehidupan mereka dan merekapun harus mengembalikan rumah dinas yang ditempati. Karena peristiwa ini, Gadis yang masih kuliah di tahun terakhir mendapat tanggung jawab mengurus dan merawat Bibi Yuli, istri pamannya, sementara adik laki-lakinya yang masih SMA bersama Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
69 dengan ibunya pulang ke rumah orang tua ayahnya untuk mencari penghidupan baru. Gadis kemudian mendapatkan bantuan biaya kuliah dari warisan pamannya sebagai imbalan mengurus Bibi Yuli. ᡃࡀᐙࡣ⤒῭ⓗ࡞ᰕࢆኻࡗࡓ࠺࠼ࠊᩍ⫋ဨఫᏯࡶฟ࡚࠸࡞ࡅࢀ ࡤ࡞ࡽ࡞࠸ࠋ⚾ࡣᏛࡀࡲࡔ୍ᖺṧࡗ࡚࠸ࡓࡋࠊᘵࡣ㧗ᰯධࡗࡓ ࡇࢁࡔࡗࡓࠋẕࡣᘵࢆ㐃ࢀ࡚∗ࡢᐇᐙ㌟ࢆᐤࡏࠊ⮬❧ࡢ᪉ἲࢆ ᥈ࡋࠊ⚾ࡣ࣮ࣘࣜẕࡉࢇ୍⥴ఫࢇ࡛㠃ಽࢆぢࡿࡢ᮲௳ࠊ ẕࡉࢇࡢ㑇⏘ࡽᏛ㈝ࢆฟࡋ࡚ࡶࡽ࠺ࡔࡗࡓࠋ Keluarga kami yang telah kehilangan tulang punggung secara ekonomi juga harus meninggalkan rumah dinas dosen yang kami tempati. Kejadian ini bertepatan dengan kuliahku yang tinggal setahun lagi dan adik lakilakiku masuk SMA. Ibuku kemudian membawa adikku ke rumah asal keluarga ayah agar dapat mencari cara untuk dapat hidup mandiri, sementara aku memperoleh bantuan biaya kuliah dari warisan Bibi Yuli dengan syarat aku tinggal bersamanya dan merawat serta mengurus semua keperluan Bibi Yuli. (Ogawa, 2002, p. 26) Hubungan Bibi Yuli dengan Gadis terjalin setelah kematian suaminya Tuan H, Bibi Yuli tinggal bersama Gadis keponakan suaminya yang merupakan anak dari saudara perempuan satu-satunya dari Tuan H. Berdasarkan hubungan kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat Jepang yaitu garis keturunan berdasarkan ayah maka Gadis bukanlah anggota dari keluarga Tuan H dan Bibi Yuli. Memang secara hubungan kekerabatan, Gadis adalah keponakan Tuan H namun secara garis keturunan Gadis adalah anggota keluarga dari garis keturunan ayahnya. Menurut Robert R. Bell (1979), hubungan Bibi Yuli dan Gadis disebut sebagai kerabat jauh (discretionary kin). Kerabat jauh terdiri atas individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lebih lemah daripada kerabat dekat. Anggota kerabat jauh kadang-kadang tidak menyadari akan adanya hubungan keluarga tersebut. Hubungan yang terjadi diantara mereka biasanya karena kepentingan pribadi dan bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga. Biasanya mereka terdiri atas paman-bibi, keponakan dan sepupu. (dalam Ihromi, 1999, p. 91) Sesuai dengan pernyataan Bell di atas, Bibi Yuli tidak menyadari akan adanya hubungan kekerabatan antara dirinya dengan Gadis. Terlihat dari percakapan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
70 mereka ketika Gadis menjemput Bibi Yuli yang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, setelah mengalami goncangan hebat karena kematian suaminya. ⚾ࡣᙼዪࡢ⫪ࢆᢪࡁࠊࡶ࠺∦᪉ࡢᡭ࡛࣏࣮ࢳࢆ᧙࡛ࡓࠋ ࠕࡇࢀ࠾⢝㐨ලࢆࡋࡲࡗ࡚ࠊᐙᖐࡾࡲࡋࡻ࠺ࠖ ࠕᐙࡗ࡚ࡇ㸽ࠖ ࠕ∗ࡉࢇ୍⥴ఫࢇ࡛࠸ࡓᐙࡼࠖ ࠕᙼࡣࡶ࠺࠸࡞࠸ࢃࠖ ࠕ࠼࠼ࠊࡑ࠺ࡡࠋ㎞࠸ࡇࡔࡅ㸬㸬㸬㸬㸬㸬ࠖ ࠕ࠺ࡋ࡚ᖐࡽ࡞ࡃࡕࡷ࡞ࡽ࡞࠸ࡢ㸽ࠖ ࠕ㏥㝔࡛ࡁࡿࡢࡼࠋඖẼ࡞ࡗࡓࡢࠖ ࠕẼࡀ㐍ࡲ࡞࠸ࢃࠖ ࠕ୍ேࡌࡷ࡞࠸ࡽࠊᏳᚰࡋ࡚ࠋ⚾ࡀ୍⥴ࡼࠋఱࡢᚰ㓄ࡶ࠸ࡽ࡞ ࠸ࠋ㸬㸬㸬ࠖ Aku (Gadis) merangkul pundak Bibi Yuli dengan sebelah tangan, sementara tangan satunya lagi mengelus tas kosmetik milik Bibi Yuli. “Di dalam ini kita simpan peralatan kosmetik lalu kita pulang ya.” “Pulang ke mana?” “Pulang ke rumah tempat Bibi dan Paman pernah tinggal.” “Dia sudah tidak ada lagi.” “Iya, Paman sudah tidak ada lagi, memang hal yang menyakitkan.” “Mengapa kita harus pulang?” “Bibi sudah diperbolehkan pulang. Bibi sudah sembuh.” “Saya tidak ingin pulang.” “Jangan khawatir, Bibi tidak sendiri. Bibi nanti tinggal bersamaku. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan……” (Ogawa, 2002, p.11) Dari percakapan di atas diketahui bahwa Bibi Yuli merasa setelah kematian suaminya dirinya tidak lagi mempunyai tempat untuk pulang. Namun dengan kata-kata yang jelas dan tegas dari Gadis bahwa Bibi Yuli akan tinggal bersamanya, membuat Bibi Yuli menjadi tenang. Kematian Tuan H membuat Bibi Yuli menjadi pewaris dari semua harta yang dimiliki suaminya. Tuan H dan Bibi Yuli dalam 10 tahun perkawinan mereka tidak mempunyai anak sehingga harta warisan suaminya jatuh ke tangannya. Ꮚ౪ࡀ࠸࡞ࡗࡓࡓࡵࠊHẶࡢṚᚋࠊ㑇⏘ࡣࡍ࡚ᮍஸேࡀ┦⥆ࡋ ࡓࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
71 Karena tidak mempunyai anak, setelah kematian Tuan H, semua harta kekayaannya diwariskan kepada istrinya (Bibi Yuli). (Ogawa, 2002, p. 72) Dalam sistem ie bila seorang perempuan sudah menikah maka perempuan tersebut keluar dari keanggotaan ie asalnya dan menjadi anggota dari ie suaminya. Segala hak dan kewajiban perempuan tersebut kepada ie asalnya hilang dan perempuan tersebut akan dikenai hak dan kewajiban yang berlaku dalam ie suaminya. (Vogel, 1965, p.166). Begitu juga dengan hal waris, bila suami yang berkedudukan sebagai kepala keluarga atau kachou meninggal maka warisannya akan jatuh ke tangan istrinya atau shufu bila mereka tidak dikaruniai anak. Keluarga Tuan H yang hanya terdiri dari dirinya dan Bibi Yuli, setelah kematian Tuan H, maka semua harta kekayaan Tuan H jatuh ke tangan Bibi Yuli. Walaupun Tuan H memiliki seorang adik perempuan, adiknya ini sudah menikah maka tidak berhak mendapatkan warisan dari Tuan H karena semua hak dan kewajibannya setelah menikah termasuk dalam hal waris berada pada ie suaminya. Bibi Yuli yang telah menjadi pewaris tunggal kemudian menjalani kehidupan bersama Gadis di rumahnya yang besar. Diantara Bibi Yuli dan Gadis terjalin hubungan yang akrab dan mesra seolah hubungan antara ibu dan anak. Hubungan yang terjalin antara Bibi Yuli dan Gadis memang pada awalnya karena ada kepentingan pribadi yaitu Bibi Yuli membutuhkan orang yang menjaga dan mengurus semua keperluan dirinya yang sudah lansia dan Gadis yang sudah tidak mempunyai ayah membutuhkan biaya untuk melanjutkan studinya. Oleh karenanya Gadis dengan senang hati menerima biaya pendidikan dari warisan Tuan H. (Ogawa, 2002, p. 26). Gadis merawat dan menjaga Bibi Yuli dengan santun walaupun mereka memiliki perbedaan dalam gaya hidup. Di dalam ruang sosial Gadis dengan Bibi Yuli, Gadis menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai modal ekonomi yang cukup bahkan untuk menunjang kehidupannya sendiri. Warisan yang diperoleh Bibi Yuli dari mendiang suaminya yang merupakan modal ekonominya walaupun sudah berkurang karena kegagalan mengelola perusahaan, tidak serta merta membuat Bibi Yuli menjadi miskin. Secara modal budaya pun Gadis mengikuti kebiasaan Bibi Yuli setiap hari sehingga Gadis merasa tidak mengalami kesulitan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
72 memulai hidup dengan Bibi Yuli, terlebih dengan sikap Bibi Yuli yang tenang dan merasa senang dilayani oleh Gadis. Gadis berusaha menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan Bibi Yuli yang setiap malam menyulam pada kulit binatang yang diawetkan. Gadis membantu Bibi Yuli mencatkan kukunya. Gadis berdandan rapi dan menemani Bibi Yuli makan di restoran mahal. Gadis benar-benar membantu dan melayani Bibi Yuli dengan sepenuh hati. Gadis juga memahami bahwa Bibi Yuli yang sudah lansia tidak dapat melakukan pekerjaan rumah karena semua keperluannya semasa Tuan H masih hidup diurus oleh pembantu, maka Gadis yang melakukan pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah dan memasak untuk Bibi Yuli. Hubungan Bibi Yuli dan Gadis sebagai bibi dan keponakan terjalin semakin erat dan akrab. Gadis merasa bahwa mengurus Bibi Yuli bukan karena kepentingan pribadinya semata namun Gadis merasakan bahwa mengurus Bibi Yuli adalah kewajibannya sebagai seorang keponakan. Gadis tanpa sungkan dan ragu membersihkan sendiri rumah Bibi Yuli yang besar mulai dari menyapu dan mengepel semua ruangan. Gadis juga merapikan semua koleksi binatang yang diawetkan. Gadis merasa koleksi tersebut telah memenuhi seisi rumah dan mengganggu gerak mereka di dalam rumah. Gadis kemudian meminta izin kepada Bibi Yuli untuk merapikan koleksi tersebut dan mengatakan akan menyimpan sebagian di gudang belakang rumahnya. Namun karena jumlah koleksi peninggalan pamannya ini sangat banyak, tanpa sepengetahuan Bibi Yuli, Gadis menyewa gudang di kota dan menyimpan sebagian koleksi tersebut di sana. (Ogawa, 2002, p. 34). Sementara itu Bibi Yuli yang sudah menjadi pewaris memiliki modal yang lebih banyak dari sebelumnya. Bibi Yuli memiliki harta yang banyak dan berlimpah dari kekayaan mendiang suaminya. Namun setelah dihitung kembali kiranya harta warisan Bibi Yuli tidak sebanyak yang dibayangkan oleh kerabat suaminya. Perusahaan plastik milik suaminya mengalami kerugian besar karena kegagalan menginvestasikan aset sehingga untuk melunasi hutang-hutang tersebut, perusahaan plastik berikut mobil, rumah mewah dan apartemen mewah yang dimilikinya atas nama perusahaan diambil alih oleh orang lain. Para pembantunya seperti kepala pembantu, pengurus rumah, tukang masak, tukang kebun, supir dan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
73 yang merawat koleksi binatang yang diawetkan juga telah meninggalkan majikannya. ∗ࡉࢇࡀṚࢇ࡛ᑡࡋࡎࡘศࡗ࡚ࡁࡓࡇࡀࠊṧࡉࢀࡓ㑇⏘ࡣぶ ᡉࡓࡕࡀᛮࡗ࡚࠸ࡓከࡃࡣ࡞ࡗࡓࠋሷࣅࢽ࣮ࣝࡢᕤሙࡣタ ഛᢞ㈨ࡢኻᩋࡽᐶ࡞㔠ࢆᢪ࠼࡚࠾ࡾࠊࡍࡄࡉࡲேᡭῶࡗ࡚ ࡋࡲࡗࡓࡋࠊ♫ྡᴗࡢูⲮࡸ࣐ࣥࢵࢩࣙࣥࡸ㌴ࡶጼࢆᾘࡋࡓࠋࡑ ࢀࡶᇳࠊᐙᨻ፬ࠊࢥࢵࢡࠊᗞᖌࠊ㐠㌿ᡭࠊⓙ㎡ࡵ࡚࠸ࡗࡓࠋ ࢁ࠺ࡌ࡚ẕࡉࢇࡀ ៅࡲࡋࡃవ⏕ࢆ㏦ࡿࡓࡵࡢ࠾㔠ࠊ㤋ࡀṧ ࡉࢀࡓ㐣ࡂ࡞ࡗࡓࠋ Setelah kematian paman, lambat laun terungkap hal bahwa warisan paman tidak sebanyak yang dikira oleh para kerabatnya. Perusahaan plastik mengalami rugi besar dalam menginvestasikan asetnya sehingga perusahaan tsb. terlilit hutang yang banyak. Apa yang telah dimiliki hilang seketika seperti vila, apartemen mewah dan mobil yang diatasnamakan pada nama perusahaan. Bersamaan dengan itu pula kepala pembantu, pengurus rumah, koki, tukang kebun dan supir juga berhenti bekerja. Yang tersisa dari warisan paman hanyalah sedikit uang untuk biaya hidup Bibi Yuli dan rumah tempat tinggalnya. (Ogawa, 2002, p. 32-33) Walaupun demikian, hartanya yang tersisa masih cukup banyak dan dapat digunakan untuk menopang hidup Bibi Yuli sehari-hari bersama Gadis. Bibi Yuli masih dapat tinggal di rumah mewah peninggalan suaminya. Selain itu Bibi Yuli masih mempunyai aset bernilai tinggi yaitu koleksi binatang yang diawetkan yang berjumlah lebih dari tiga ratus ribu buah. (Ogawa, 2002, p. 72). Koleksi binatang yang diawetkan dan rumah besar yang dimiliki Bibi Yuli dikategorikan ke dalam modal ekonomi, karena benda tersebut mempunyai nilai ekonomis yang dapat diperjualbelikan. Selain modal ekonomi yang bertambah, Bibi Yuli juga menambah modal budayanya dengan melakukan kebiasaan baru yaitu menyulam. Kebiasaan ini dimulai sejak Bibi Yuli dirawat di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama setelah kematian suaminya. Bibi Yuli menyulam apa saja benda miliknya yang berbahan dasar kain yang dapat disulam seperti handuk, tas make-up, sarung bantal dan sandal. Bibi Yuli bahkan menyulam seprai dan gorden yang terdapat di ruang perawatannya di rumah sakit. Bibi Yuli memadukan benang warna merah
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
74 dan emas dengan motif yang selalu sama yaitu huruf kapital A dengan latar bunga mawar merah yang merambat. (Ogawa, 2002, p. 8) Kebiasaan ini kemudian diteruskan sesampai di rumah. Bibi Yuli merasa tenang dan nyaman bila sedang menyulam. Dia merasa sedang bercengkrama dengan mendiang suaminya selama menyulam dan kegiatan ini membuatnya merasa terhibur. (Ogawa, 2002, p. 54). Benda yang menjadi objek sulamannya adalah kulit yang lunak dan lembut pada koleksi binatang yang diawetkan miliknya. Setiap malam Bibi Yuli menyulam satu atau dua buah. (Ogawa, 2002, p. 30). Kebiasaan menyulam setiap malam pada jam-jam tertentu sudah menjadi habitus Bibi Yuli yang sulit dilepaskan dari rutinitasnya walaupun sudah lelah dengan aktifitas siang hari. ࡸࡀ࡚ẕࡉࢇࡣ่⧆ࢱ࣒ධࡗࡓࠋ࢚ࣞࢡࡢᩜ≀ࡔࡗࡓࠋ ࠕ⑂ࢀ࡚࠸ࡿࡢࠊ㡹ᙇࡿࡢࡡࠖ ࢡࢵࢩࣙࣥࢆ㢌ࡢୗࡾ㎸ࡲࡏ࡞ࡀࡽࠊ⚾ࡣゝࡗࡓࠋ ࠕ࠼࠼ࠊᙜ↛࡛ࡋࡻ࠺ࠖ Akhirnya tibalah waktu Bibi Yuli untuk menyulam. Yang disulam kali ini adalah karpet dari elk. “Bibi masih semangat ya, padahal sudah capek.” Kataku sambil menggeser bantal di bawah kepalaku. “Ya, iya lah, tentu saja”. Tukas Bibi. (Ogawa, 2002, p. 217) Habitus Bibi Yuli yang terlihat oleh Gadis adalah Bibi Yuli bangun pukul tujuh pagi, dan sarapan di teras bila udara cerah atau sarapan di dapur saja bila sedang hujan. Setelah mengisap sebatang rokok, Bibi Yuli akan beranjak ke kamarnya dan tidak turun-turun hingga siang. Biasanya Bibi Yuli setelah sarapan membaca buku, membolak-balik albumnya, atau menulis sesuatu. Terkadang Bibi Yuli meminta Gadis untuk memanggilkan taksi dan Bibi Yuli pergi dengan membawa tas kulit berbentuk sepatu bot besar. Bibi Yuli menolak ketika Gadis menawarkan diri untuk menemaninya. Bibi Yuli pergi seorang diri tidak lamalama, dua tiga jam setelah meninggalkan rumah, Bibi Yuli sudah kembali dengan membawa tas sepatu yang terlihat berat. Bibi Yuli juga menolak ketika Gadis akan membawakan tas tersebut. (Ogawa, 2002, p. 29).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
75 Kepergian kepala keluarga masing-masing yaitu Bibi Yuli yang kehilangan suami dan Gadis yang kehilangan ayahnya membuat perubahan besar dalam kehidupan Bibi Yuli dan Gadis. Hubungan mereka berdua menjadi sangat dekat seperti terlihat pada gambar 3.2. Gambar 3.2. Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Tuan H Meninggal Dunia.
Walaupun hubungan Bibi Yuli dan Gadis sangat dekat, posisi Bibi Yuli lebih dominan karena modal yang dimilikinya lebih banyak. Bibi Yuli memiliki modal ekonomi yaitu harta kekayaan, modal budaya yaitu keterampilan menyulam serta kedudukan Bibi Yuli sebagai pewaris. Sementara Gadis tidak mengalami perubahan modal sedikitpun karena masih berstatus mahasiswa dan kehidupannya masih belum mandiri karena belum berpenghasilan sendiri dan masih mendapat tunjangan hidup dari warisan pamannya. Perubahan yang mencolok dari Gadis hanyalah perubahan gaya hidupnya saja yang semula sebagai seorang anak dari keluarga biasa menjadi anak dari seorang wanita kaya yang memiliki kebiasaan hidup yang serba mewah. Baik Bibi Yuli maupun Gadis tidak memiliki kekhawatiran sama sekali mengenai uang. Mereka dapat membelanjakan uang yang dimiliki untuk Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
76 keperluan sehari-hari bahkan untuk keperluan yang bisa disebut mewah. Mereka dengan senang hati pergi ke luar untuk makan-makan di restoran mewah. ࠋࠋࠋࠊ࠾㔠ࢆᚰ㓄ࡏࡎࠊዲࡁ࡞ࡶࡢࢆዲࡁ࡞ࡔࡅὀᩥࡋࡓࠋ … … Tanpa mengawatirkan uang, kami memesan makanan yang disukai sesukanya. (Ogawa, 2002, p. 214). Hubungan Bibi Yuli dan Gadis semakin akrab. Gadis merawat Bibi Yuli dengan baik, menyediakan semua keperluan Bibi Yuli dengan senang hati bahkan Gadis membersihkan sendiri rumah yang besar yang merupakan peninggalan pamannya. Terkadang Gadis mendapat bantuan dari kekasihnya Niko untuk membersihkan rumah Bibinya seperti membantu membersihkan kolam renang yang besar. Gadis memiliki kekasih bernama Niko yang pertama kali dikenalnya di ruang kuliah bahasa Perancis. Niko bukanlah nama sebenarnya, tetapi nama julukan yang diberikan oleh ibunya kepada Niko. Pemberian nama ini berkaitan dengan kebiasaan Niko ketika kanak-kanak yaitu meminta permen dua buah. Niko pun sejak umur lima tahun sudah menetapkan angka dua dalam hatinya untuk berbagai aktifitas karena dia merasa seolah-olah ada lalat besar yang terbang ke arahnya. Dengan memiliki segala hal yang berkaitan dengan dua, Niko merasa terlindungi dari serangan lalat besar tersebut. Dalam bahasa Jepang, niko bermakna dua buah. Niko mempunyai kebiasaan aneh yaitu memberi bayangan atau mengarsir dengan pensil setiap huruf latin pada buku atau kertas yang didapatinya. Untuk itu Niko selalu mempersiapkan di kantong kemejanya setidaknya sepuluh buah pensil yang sudah diraut agar sewaktu-waktu mendapatkan kertas yang bertuliskan huruf latin dapat langsung memberikan bayangan di bawah huruf tersebut. Memasuki tahun kedua perkuliahannya Niko terpaksa cuti kuliah karena mengidap penyakit psikis yang disebut dengan OCD1 yaitu Obsessive Compulsive Disorder, pengidap penyakit ini memiliki obsesi atau keinginan dan dorongan yang kuat untuk berulang-ulang melakukan aktifitas tertentu tanpa mampu untuk menghentikannya. Terkadang keingian tersebut adalah hal yang tidak masuk akal. 1
http://amaliarahmah.wordpress.com/2009/01/06/ocd-obsessive-compulsive-disorder/
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
77 Bila penderita penyakit ini tidak melakukan dorongan atau keinginan yang muncul di dalam dirinya, maka yang bersangkutan akan merasa gelisah atau cemas yang berlebihan. Dorongan dari dalam dirinya yang tidak mampu dikendalikan oleh Niko adalah keinginan untuk berputar-putar dari arah kanan di depan pintu masuk bangunan apa pun yang ditemuinya. Niko akan berhenti berputar bila sudah merasa tenang. Biasanya Niko berputar delapan kali, namun terkadang bisa 16, 20 dan 22 kali. Walaupun mengidap penyakit seperti ini tidak menghentikan keinginan Niko untuk sering berkunjung ke rumah Bibi Yuli untuk menemui Gadis dan Bibinya dengan mengendarai sedan hijau miliknya. 㸬㸬㸬ࠊ࣮࣎ࣇࣞࣥࢻࡢࢽࢥࡀึࡵ࡚㤋㐟ࡧ᮶ࡓࠋᙼࡢឡ㌴ࠊ ࢫࢡࣛࢵࣉᑍ๓ࡢࢢ࣮ࣜࣥࡢࢭࢲ࡛ࣥ⋞㛵ࡲ࡛ࡾࡅࠊࠋࠋࠋ … pacarku Niko berkunjung untuk pertama kalinya ke rumah Bibi Yuli. Niko mengendarai mobil kesayangannya sedan hijau sampai ke depan pintu masuk… (Ogawa, 2002, p. 35) Niko sama sekali tidak merasa rendah diri membawa Bibi Yuli dengan mobil sedannya ini walaupun suara radionya tidak jelas terdengar karena antenanya rusak dan jok mobilnya sudah robek-robek. Disebabkan oleh seringnya Niko datang ke rumah Bibi Yuli, Niko jadi tertarik pada binatang yang diawetkan. Niko membaca buku terkait binatang yang diawetkan sehingga Niko dapat menjelaskan dengan rinci setiap binatang yang diawetkan yang ada di rumah Bibi Yuli. Kondisi penyakitnya yang mengharuskannya cuti kuliah tidak membuat Niko melupakan ilmu yang telah didapatkan selama kuliah. Niko masih bisa membantu Gadis menyelesaikan tugas kuliahnya. Gadis memperkenalkan pacarnya Niko kepada Bibi Yuli. Kedekatan Bibi Yuli dan Niko diawali dengan kedatangan Niko di rumah Bibi Yuli atas undangan Gadis. Bibi Yuli yang bisa disebut tidak mempunyai modal sosial sama sekali karena tidak ada tamu yang berkunjung ke rumahnya maupun telepon yang berdering untuk berbicara dengannya, dianggap oleh Gadis tidak akan menyukai kehadiran Niko. Namun tanpa diduga oleh Gadis sama sekali, Bibi Yuli
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
78 berdandan sangat rapi, dengan memakai baju yang warnanya sama dengan cat kukunya, dan Bibi Yuli menjaga sikapnya seperti seorang putri di hadapan Niko. (Ogawa, 2002, p. 36). Sikap Bibi Yuli ini tidak berubah ketika melihat Niko yang berputar-putar sampai delapan kali di depan pintu masuk sebelum menuju ke dalam rumah. Bibi Yuli dapat memahami Niko dengan mengatakan bahwa segala sesuatu perlu dilakukan secara berurutan seperti dirinya melakukan secara berurutan antara benang warna merah dan warna emas untuk menyulam inisial namanya tanpa mau menggunakan satu warna benang saja bila benang lain telah habis. (Ogawa, 2002, p. 143). Bibi Yuli menerima kehadiran Niko dengan mencium pipi dan membelai rambutnya seperti menerima kehadiran seorang anak. Bibi Yuli terlihat lebih muda dan wajahnya berseri-seri bila sedang bercengkrama dengan Niko. Kebiasaan Bibi Yuli yang sering menyisakan separuh dari makanannya, ketika di hadapan Niko menyantap habis makanannya tanpa menyisakan sedikitpun. (Ogawa, 2002, p. 39). Kehadiran Niko membuat Bibi Yuli tidak ingat sama sekali akan kebiasaannya setiap malam yaitu menyulam pada bulu-bulu binatang yang diawetkan. Ini adalah pertama kalinya Bibi Yuli tidak menyulam di malam hari sejak keluar dari rumah sakit. Setelah mereka bertiga makan malam, Bibi Yuli kemudian menyampaikan kepada Gadis dan Niko bahwa dia akan bermain sulap sebagai penghormatan darinya atas kedatangan Niko. Semasa Tuan H masih hidup tidak terlihat keterampilan yang dimiliki oleh Bibi Yuli selain permainan sulap yang dipertontonkannya di depan para tamu undangan pernikahannya. Permainan sulap itu terlihat seperti permainan sulap kanak-kanak sehingga tidak ada yang antusias menontonnya kecuali Tuan H sendiri. (Ogawa, 2002, p. 47). Keinginan Bibi Yuli menampilkan permainan sulap di depan Niko yang baru dikenalnya merupakan salah satu cara Bibi Yuli untuk memperlihatkan modal yang dimiliki. Bibi Yuli mempunyai bermacam-macam peralatan yang berkaitan dengan permainan sulap yang disimpannya dalam tas sepatu. Bibi Yuli memasukkan berbagai benda ke dalam tas sepatunya bila hendak bepergian dan sama sekali tidak bersedia dibantu untuk membawakannya. Bibi Yuli menjaga peralatan sulap Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
79 tersebut dengan membawanya ke mana-mana dan mendekapnya di dadanya seolah tidak ingin peralatan sulap tersebut hilang atau berpindah tangan. Peralatan tersebut sudah terlihat ketinggalan zaman, usang, lusuh, dan seolah terlihat lelah seperti usia Bibi Yuli yang sudah lanjut, dan juga terlihat mulai rusak karena tersimpan dalam sepatu yang membuatnya saling bergesekan ketika dibawa. ᡭရࡢ㐨ලࡣ⫙㌟㞳ࡉࡎᣢࡕṌ࠸࡚࠸ࡿࠊࡢ㠐ࡢ୰ࡽྲྀࡾฟࡉ ࢀࡓࠋࢫ࣮࢝ࣇࠊᢡࡾ␚ࡳࢫࢸࢵ࢟ࠊࢩࣝࢡࣁࢵࢺࠊࢺࣛࣥࣉࠊᶍ 㐀ࢥࣥࠋࢀࡶࡇࢀࡶ௦㐜ࢀ࡛ࡍࡗࡾࡃࡓࡧࢀᯝ࡚࡚࠸ࡓࠋ Bibi Yuli mengeluarkan peralatan sulap dari dalam sepatu kemudian beranjak membawanya tanpa melepaskan sedikitpun dari dekapannya yaitu selendang, tongkat lipat, topi sutra, kartu dan koin imitasi. Yang manapun dari peralatan sulap tersebut sudah ketinggalan zaman dan seolah telah lelah melaksanakan tugasnya. (Ogawa, 2002, p. 47) Bibi Yuli bermain sulap sangat bersemangat seolah-olah berada di depan ratusan penonton. Sikapnya yang biasanya terlihat pemalu dengan bahu yang jatuh tidak terlihat sama sekali. Setelah permainan sulap Bibi Yuli selesai ditandai dengan terkembangnya beberapa bendera dari berbagai negara, Niko langsung berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah. Bibi Yuli semakin bersemangat dan mengangkat bendera-bendera itu semakin tinggi. (Ogawa, 2002, p. 48-49). Kehadiran Niko malam itu membuat perubahan dalam diri Bibi Yuli. Bibi Yuli mulai menampakkan kepandaiannya berdandan dengan rapi sehingga terlihat cantik dan memperlihatkan keterampilannya bermain sulap. Kepandaian dan keterampilan ini adalah modal budaya yang digunakan oleh Bibi Yuli untuk mendapatkan modal sosial yaitu dapat menarik perhatian Niko agar berinteraksi dengannya. Modal budaya dan modal sosial ini digunakan oleh Bibi Yuli sebagai alat untuk mendapatkan posisi di dalam ruang sosialnya. Sejak kehadiran Niko di tengah keluarganya, Bibi Yuli dan Gadis tidak pernah lagi makan di luar. Mereka lebih senang makan bersama di rumah. Bibi Yuli selalu menjaga sikap bila di hadapan Niko. Bila ada pertentangan diantara Gadis dan Niko, Bibi Yuli selalu memihak kepada Niko. Bibi Yuli menjadi patuh dan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
80 menurut bila di hadapan Niko seperti ketika akan berenang, Bibi Yuli menerima saja Niko mengoleskan krim ke kulitnya. Bibi Yuli memperlakukan Niko seperti anak sendiri. Bibi Yuli mengelus rambut Niko ketika Niko menangis dipangkuannya saat Niko menceritakan tentang penyakit yang dideritanya. Niko pun yang sudah merasa diterima di dalam rumah Bibi Yuli, memanggil Bibi Yuli dengan sebutan bibi sebagaimana Gadis memanggil Bibi Yuli. Dari sini terlihat bahwa terjalin kedekatan antara Bibi Yuli dan Niko. Kedekatan antara Bibi Yuli dan Niko juga terlihat ketika Niko akan mengikuti terapi di luar kota. Bibi Yuli melepas kepergiaan Niko seperti melepas kepergiaan anggota keluarganya. Terlebih Niko pergi untuk waktu yang cukup lama. Ungkapan Bibi Yuli yang menyatakan bahwa Niko seperti bagian dari keluarganya adalah, Bibi Yuli akan selalu menunggu Niko pulang ke rumah. Dalam bahasa Jepang kata pulang itu bermakna pulang ke rumah sendiri di mana seharusnya bertempat tinggal. ࠕࢽࢥࡀᖐࡗ࡚ࡃࡿࡢࢆࠊࡕࡷࢇᚅࡗ࡚࠸ࡲࡍࡽࡡࠋඖẼࢆฟ ࡍࢇ࡛ࡍࡼࠖ “Baik-baik ya. Bibi selalu menunggu kepulangan Niko”. (Ogawa, 2002, p. 212) Bibi Yuli merindukan kehadiran Niko selama Niko berada di luar kota dan berusaha untuk bersabar dengan tidak menelepon Niko karena khawatir akan mengganggu kegiatan terapinya. Kehadiran Niko di rumah Bibi Yuli membuat modal budaya Bibi Yuli bertambah. Bibi Yuli memperlihatkan keterampilannya berenang di depan Gadis dan Niko. Bibi Yuli bercerita bahwa semasa suaminya masih hidup mereka sering bertanding berenang di kolam yang besar yang terdapat di halaman rumahnya. Dan benar saja, Bibi Yuli memperlihatkan kemahirannya berenang setelah Gadis dan Niko selesai membersihkan dan mengisi air kembali pada kolam renang tersebut. Gadis dan Niko terpesona melihat gaya Bibi Yuli berenang yaitu sambil berdiri di dalam kolam kemudian memutar-mutarkan air menggunakan kaki,
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
81 tangan dan lehernya dengan lincah tanpa berhenti hingga satu putaran penuh. (Ogawa, 2002, p. 134-135) Ogawa Yoko dalam novel KAS ini memunculkan tokoh Ohara di saat sudah terjalin kedekatan antara Bibi Yuli, Gadis dan Niko. Ohara datang ke rumah Bibi Yuli karena mendengar Bibi Yuli mempunyai koleksi binatang yang diawetkan. Kedatangan Ohara mendapat sambutan yang baik dari tuan rumah dan Ohara mendapat kesempatan melihat-lihat koleksi di rumah tersebut. Ohara berprofesi sebagai penulis lepas sudah lebih dari 30 tahun pada majalah khusus bagi pencinta binatang yang diawetkan yaitu majalah Hakusei Mania. Ohara sangat memahami binatang yang diawetkan apakah baik mutunya atau tidak, apakah asli atau palsu. Ohara juga mengetahui jalur pembelian binatang tersebut karena ada beberapa binatang buas yang dilarang untuk ditangkap apalagi diawetkan untuk kemudian diperjualbelikan. Ohara menyatakan bahwa semua koleksi yang dimiliki oleh Bibi Yuli adalah asli bahkan ada beberapa yang sangat langka dan sulit didapat. Ohara yang memiliki keahlian mengenai binatang yang diawetkan menyatakan kepada Bibi Yuli bahwa ada beberapa binatang yang diawetkan milik Bibi Yuli diperoleh dengan jalur ilegal. (Ogawa, 2002, p. 51) Pengetahuan Ohara yang luas akan binatang yang diawetkan dan pengalamannya yang sudah puluhan tahun bersosialisasi dengan kolektor dan penggemar binatang yang diawetkan bukan berarti Ohara juga seorang kolektor. Hal ini diketahui dari jawaban Ohara ketika ditanya oleh Niko pacar Gadis. ࠕ࠶࡞ࡓࡶ㞟ࢆ㸽ࠖ ࢽࢥࡀᑜࡡࡓࠋ ࠕ࠸࠸࠼ࠊ⚾ࡣࡑࢇ࡞࠾㔠ࡢవ⿱ࡣ࠶ࡾࡲࡏࢇࡼࠖ “Apakah anda juga kolektor?” Tanya Niko. “Tidak. Saya tidak mempunyai uang lebih untuk itu”. (Ogawa, 2002, p. 50) Ohara merupakan orang terakhir yang masuk dalam keluarga Bibi Yuli setelah Niko. Awal kedatangan Ohara yang berniat melihat koleksi binatang yang diawetkan dan bersedia menjadi perantara untuk menjualkan koleksi Bibi Yuli. Ohara membujuk Bibi Yuli agar mau menjual beberapa koleksi binatang yang dimilikinya. Ohara bahkan mengatakan bahwa koleksi-koleksi tersebut butuh Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
82 perawatan khusus oleh tenaga profesional agar tidak rusak. Bibi Yuli menolaknya dengan tegas dan dan bersikukuh akan merawat koleksi tersebut dengan caranya sendiri. ࠕࢥࣞࢡࢩࣙࣥࡢ࠸ࡃࡘࢆࠊㆡࡗ࡚࠸ࡓࡔࡅࡲࡏࢇࠖ ࠋࠋࠋࠋࠋࠋ ࠕேᵝ࠾ㆡࡾࡍࡿࡘࡶࡾࡣ࠶ࡾࡲࡏࢇࠖ ึࡵ࡚ẕࡉࢇࡣࡣࡗࡁࡾࡋࡓཱྀㄪ࡛ゝࡗࡓࠋ “Bolehkan saya menjualkan beberapa buah koleksinya?” ……….. “Saya tidak ada niat menjualnya kepada siapapun.” Untuk pertama kalinya Bibi Yuli mengucapkan kalimat dengan tegas dan jelas. (Ogawa, 2002, p. 52) Ohara yang tak berhasil membujuk Bibi Yuli untuk menjual koleksinya kemudian memberikan komentar mengenai sulaman huruf kapital A pada bulubulu binatang yang diawetkan. Bibi Yuli menjelaskan bahwa itu adalah inisial namanya yaitu Anastasia. Bibi Yuli sepertinya memanfaatkan kesempatan itu untuk menampilkan dirinya untuk menambah modalnya. Terlebih Bibi Yuli sudah mengetahui bahwa Ohara adalah seorang jurnalis yang sering menulis berbagai berita. Bibi Yuli kemudian menceritakan tentang dirinya dan keluarganya ketika dia masih muda dan tinggal di Rusia. Dan benar saja, Ohara tertarik dengan cerita Bibi Yuli mengenai kehidupan masa lalunya dan meminta izin kepada Bibi Yuli untuk memotretnya. Bibi Yuli menolak untuk dipotret karena sudah terlalu sering dipotret ketika masih belia. Sebagai gantinya Bibi Yuli memberikan potret dirinya kepada Ohara dan diterima Ohara dengan senang hati. Sejak pertemuan dengan Ohara, Bibi Yuli semakin sering bercerita tentang kehidupannya di Rusia kepada Gadis. Gadis hanya mendengarkan saja sebagai cerita biasa. Tak berapa lama sejak pertemuan Bibi Yuli dengan Ohara, Gadis menerima majalah Hakusei Mania yang memuat cerita tentang Bibi Yuli. Ohara menulis di dalam majalah tersebut bahwa ada satu rumah besar berisi koleksi yang langka dan bermutu tinggi dari binatang yang diawetkan milik seorang perempuan Rusia yang memiliki kemiripan dengan Putri Anastasia anak ke empat dari Raja Rusia terakhir. Ohara juga melampirkan foto Bibi Yuli yang diterimanya waktu Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
83 itu serta foto Putri Anastasia ketika belia. Ohara mengatakan dalam tulisannya bahwa Bibi Yuli diduga sebagai Putri Anastasia. Gadis yang membaca artikel yang ditulis Ohara sangat terganggu dengan pemberitaan tentang Bibi Yuli di media masa. Namun Bibi Yuli merasa senang atas publikasi dirinya karena menambah modal sosial yang dimilikinya. Bibi Yuli berhasil mempublikasikan dirinya di media masa melalui perantaraan Ohara. Bibi Yuli mendapat undangan untuk bermain sulap di depan anggota asosiasi pencinta binatang yang diawetkan. Anggota asosiasi tersebut menyukai permainan sulap Bibi Yuli dan ingin bertatap muka secara langsung dengan Bibi Yuli yang diduga sebagai Putri Anastasia. Melihat antusias teman-temannya yang ingin bertemu Bibi Yuli membuat Ohara mengambil posisi sebagai penengahnya. Ohara langsung mendaulat dirinya sebagai manajer Bibi Yuli. Bibi Yuli menyetujui Ohara dan teman-temannya datang untuk melihat koleksi binatang dan melihat permainan sulapnya. Secara tak langsung melalui sikap tubuh dan tutur katanya Bibi Yuli menyatakan dirinya adalah Putri Anastasia kepada Ohara dan tamu-tamu yang datang. Bibi Yuli menerima sikap Ohara yang mendaulat dirinya sebagai manajer untuk mendatangkan tamu-tamu yang ingin bertemu Bibi Yuli. Entah mengapa Bibi Yuli percaya saja kepada Ohara. Ketika Gadis menyangsikan akan ketulusan hati Ohara, Bibi Yuli menepis kecurigaan Gadis dengan mengatakan bahwa Ohara adalah laki-laki yang sensitif dan perasa. ࠕ࢜ࣁࣛࡣ㕌ឤ࡞⏨ࡌࡷ࠶ࡾࡲࡏࢇࠖ ࠺ࡘࡴ࠸ࡓࡲࡲẕࡉࢇࡣゝࡗࡓࠋ “Ohara bukanlah laki-laki yang tidak sensitif” Ucap Bibi Yuli yang sedang menunduk. (Ogawa, 2002, p. 91) Ohara setiap hari datang ke rumah dan masuk begitu saja tanpa memencet bel. Dan untuk pekerjaan yang diciptakannya sendiri, Ohara juga mendapatkan bayaran dari para tamu yang datang berkunjung. Walaupun Ohara terkesan sangat haus akan uang, Ohara memperlihatkan sikap yang santun dan ramah kepada Bibi Yuli. Ohara mencium tangan Bibi Yuli setiap kali bertemu, bersikap seperti seorang pria terhormat memperlakukan seorang putri bangsawan dan memanggil Bibi Yuli dengan sebutan Putri Anastasia. (Ogawa, 2002, p. 107).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
84 Kedekatan Ohara dengan Bibi Yuli meresap sampai ke dalam hati Ohara. Ohara menyukai tatapan mata Bibi Yuli yang seolah memanggilnya untuk mendekat sebagaimana diungkapkan Ohara dalam satu artikelnya sebagai berikut, “ࠋࠋࠋࡓࡔ༢ࠊ࠶ࡢ᪉ࡢࡑࡤ࠸ࡓࡗࡓࡽ࡞ࡢࡔࠋ▖ࢆぢ ࡚࠸ࡿࠊᛮࢃࡎᡭࢆᕪࡋఙࠊᾦࡢἨࡀ࠶ࡩࢀ࡞࠸ࡼ࠺ࠊ⮬ศ ࡢ⬚ᢪࡁᐤࡏ࡞࠸࡛ࡣ࠸ࡽࢀ࡞ࡗࡓࠋ” “....Aku hanya ingin berada di dekatnya. Bila melihat bola matanya, tanpa sadar aku menjulurkan tangan, menahan air mataku agar tidak tumpah dan aku tidak tahan untuk tidak mendekapnya di dadaku. “ (Ogawa, 2002, p. 235) Kedatangan Ohara di rumah Bibi Yuli telah mengubah keadaan dan suasana di rumah tersebut secara drastis. Ohara menduga keras bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia, walaupun Gadis keponakannya menyangsikan kebenaran akan dugaan Ohara tersebut. Bibi Yuli yang mulai banyak dikunjungi oleh tamu-tamu juga memperlihatkan sikap dan tingkah laku yang berbeda. Bibi Yuli semakin sering keluar rumah sendirian membawa tas berupa sepatu bot berukuran cukup besar yang terbuat dari kulit. Bibi Yuli pulang membawa barang-barang yang dimasukkan ke dalam sepatu tersebut. Keraguan Gadis apakah Bibi Yuli benar-benar Putri Anastasia atau bukan semakin kuat ketika Niko pacarnya melihat Bibi Yuli sedang berada di toko barang antik. ࠕẕࡉࢇࡣ㸽ࠖ ࠕᮅࡽฟࡅࡓࡁࡾࠊࡲࡔᖐࡗ࡚ࡁ࡚࠸࡞࠸ࡢࠖ ࠕᐇࡣࡉࡗࡁࠊࡇࡇ᮶ࡿ㏵୰࡛ጼࢆぢࡅࡓࢇࡔࠖ ࠕࡇ࡛ࠖ ࠕᙺሙࡢ㏻ࡾ࠶ࡿࠊ㦵ⴷᒇࡢ୰ࡔࡼࠖ ࠕࡑ࠺ࠋࠋࠋࠋࠋࠖ ͆Bibi mana?” “Belum pulang sejak meninggalkan rumah tadi pagi.” “Tadi aku melihat Bibi lho, waktu sedang jalan ke sini.” “Di mana?” “Di dalam toko barang antik yang ada di gang belakang kantor wali kota.” (Ogawa, 2002, p. 110)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
85 Keraguan Gadis dan Niko terhadap Bibi Yuli tidak berpengaruh pada keyakinan yang dimiliki oleh Ohara. Ohara semakin banyak membawa tamu untuk bertemu Bibi Yuli bahkan mendatangkan para ahli seperti ahli sejarah untuk menguji pengetahuan Bibi Yuli tentang silsilah keluarganya, ahli stenografi untuk membandingakan tulisan tangan Bibi Yuli dengan tulisan tangan Putri Anastasia dan ahli anatomi tubuh manusia untuk menguji rangka tubuh Bibi Yuli. Dari hasil analisis para ahli yang diliput oleh stasiun TV dinyatakan bahwa Bibi Yuli benarbenar Putri Anastasia. Walaupun sudah dinyatakan secara terbuka oleh para ahli bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia, Gadis dan Niko tetap tidak meyakini kebenaran hal tersebut. Bibi Yuli tidak pernah secara tegas menyatakan dirinya adalah Putri Anastasia baik kepada Gadis maupun kepada orang lain, dan Bibi Yuli mengeluh sakit kepala bila ada pertanyaan yang menyangkut Putri Anastasia, yang kurang dikuasainya dengan baik. Pengukuhan Bibi Yuli sebagai Putri Anastasia dan sikapnya yang tidak tegas mengenai kebenaran pengukuhan tersebut membuat Bibi Yuli semakin dikenal dan menjadi bahan pembicaraan di kotanya. Sikap dan sifat misterius Bibi Yuli ini dapat dikategorikan sebagai modal simbolik. Orangorang banyak berdatangan untuk bertemu Bibi Yuli tidak hanya sekedar meminta tanda tangan dan bertemu muka dengannya namun juga untuk memastikan kebenaran pemberitaan yang santer terdengar. Sejak Bibi Yuli diperkenalkan kepada masyarakat luas oleh Ohara sebagai Putri Anastasia, Bibi Yuli mulai sering menceritakan tentang kehidupannya di Rusia kepada Gadis dan Niko. Bibi Yuli juga mempunyai kebiasaan baru yaitu memajang di kamarnya foto-foto keluarga Romanov dan menjadikan foto tersebut sebagai teman bicaranya. Sebelumnya Bibi Yuli menumpuk beberapa binatang yang diawetkan di kamarnya untuk diajak bercengkrama seolah-olah binatang tersebut adalah suaminya. Perubahan lain dari habitus Bibi Yuli adalah sikap tubuhnya yang biasanya merendahkan bahunya dengan wajah memelas berubah menjadi sikap tubuh yang tegak dan terlihat elegan. Bibi Yuli bersikap seolah-olah menunjukkan kepada tamunya bahwa sikap tubuhnya adalah sebagaimana sikap seorang putri bangsawan. Namun sikap tubuh Bibi Yuli yang terlihat elegan hanya ketika
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
86 berhadapan dengan tamu-tamunya saja. Bila berhadapan dengan Gadis maupun Niko, Bibi Yuli akan bersikap biasa saja. Bibi Yuli memiliki selera yang tinggi dalam berpakaian dan berdandan. Bila kedatangan tamu atau bepergiaan Bibi Yuli akan mengenakan pakaian yang bagus lengkap dengan make-up dan asesorisnya. Habitus Bibi Yuli dalam berpakaian ketika akan menyambut tamu terlihat pertama kali pada waktu Niko pacar Gadis datang berkunjung. Bibi Yuli berdandan sangat rapi dan mengenakan pakaian yang sama warnanya dengan warna cat kukunya. ࢜ࣞࣥࢪࡢ⳹ࡸ࡞࣡ࣥࣆ࣮ࢫࢆ╔㎸ࡳࠊྠࡌⰍࡢ࣐ࢽ࡛࢟ࣗ∎ ࢆ㣭ࡾࠊࠋࠋࠋ Bibi mengenakan gaun terusan berwarna oranye yang cerah dan mencat kukunya dengan warna yang sama dengan gaunnya. (Ogawa, 2002, p. 36) Habitus Bibi Yuli untuk berpenampilan baik di depan umum juga mendorong dirinya untuk mempersiapkan diri lebih dari biasanya pada acara wawancara dirinya yang diliput oleh kru TV. Bibi Yuli sibuk memesan baju baru dan pergi ke salon untuk mengecat rambutnya. (Ogawa, 2002, p. 158). Bibi Yuli mempunyai bola mata yang biru dan indah. Bola mata itu menatap dengan tulus dan polos seolah-olah tak akan dapat dikotori oleh kejadian apapun di sekelilingnya. Dari tatapan matanya ini menyiratkan keagungan, kebijaksanaan dan kemuliaan seorang putri bangsawan. Walaupun dalam tatapan mata Bibi Yuli juga terbaca adanya kesepian yang mendalam dan penderitaan yang tak terperi, bola mata Bibi Yuli terlihat sangat indah. ࡓࡔ୍ࡘኚࢃࡗ࡚࠸࡞࠸ࡢࡣࠊ▖ࡢⰍࡔࡗࡓࠋࢇ࡞ṧ㓞࡞ࡢ ὶࢀ࡛ࡉ࠼ࠊࡑࡢ㟷Ⰽࢆởࡍࡇࡣ࡛ࡁ࡞࠸ࡢࡼ࠺ࡔࡗࡓࠋࡑࢀ ࡣᛮ៖῝ࡉẼ㧗ࡉࢆࡓࡓ࠼ࠊྠⱞࡋࡳᏙ⊂ࢆ㞃ࡋᣢࡗ࡚࠸ ࡓࠋ▖࡛ࡣ࡞࠸ࡶࡢࡢࡼ࠺⨾ࡋࡗࡓࠋ Hanya satu yang tidak berubah dari Bibi Yuli yaitu warna matanya. Seolah-olah warna biru itu tidak dapat dikotori oleh kejadian yang sangat mengenaskan sekalipun. Mata itu mengagungkan kebijaksanaan dan kemuliaan dan sekaligus menyimpan penderitaan dan kesepian. Bola mata itu indah seolah-olah bukanlah sepasang bola mata. (Ogawa, 2002, p. 10)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
87 Tatapan mata Bibi Yuli ini mampu memukau siapa saja yang bertemu dengannya. Bibi Yuli menatap setiap orang yang ditemuinya dengan pandangan yang sama sehingga dapat dikatakan ini adalah kebiasaannya. Sehingga tidak mengherankan ketika Ohara langsung terpukau dengan tatapan bola mata Bibi Yuli yang mengingatkannya akan keberadaan Putri Anastasia yang diisukan masih hidup dan tinggal di Jepang. Bibi Yuli yang sudah mulai dikenal sebagai Putri Anastasia sering mendapat permintaan untuk memberikan tanda tangannya oleh orang-orang yang bertemu dengannya. Cara Bibi Yuli memberi tanda tangan sama dengan bentuk sulaman yang dibuatnya. Bibi Yuli akan menuliskan huruf kapital A besar-besar pada kertas yang disodorkan oleh penggemarnya. Bibi Yuli membubuhkan bentuk tanda tangan yang sama kepada siapun yang memintanya. ࠋࠋࠋ୍࣮࣌ࢪࡣࡳฟࡍࡁࡃ࡚᱁ዲ࡞㸿ࢆ᭩࠸ࡓࠋ … Bibi Yuli menuliskan huruf kapital A yang terlihat janggal pada lembar buku satu halaman penuh. (Ogawa, 2002, p. 214) Kebiasaan dan cara memberikan tanda tangan ini adalah habitus Bibi Yuli sejak kematian suaminya dan terus melekat dalam dirinya hingga akhir hayat. Perubahan habitus Bibi Yuli ini dapat menambah modal yang dimilikinya untuk menegaskan bahwa dirinya adalah Putri Anastasia. Modal yang diperoleh Bibi Yuli semakin besar dari perubahan habitusnya ini adalah modal simbolik. Bibi Yuli mempunyai otoritas yang lebih terutama terhadap Gadis dan Niko sehingga keduanya dengan suka rela membantu Bibi Yuli menampilkan dirinya seolah-olah benar adalah Putri Anastasia. Bibi Yuli melalui perubahan habitusnya juga berjuang menambah modalnya. Bibi Yuli mulai memperlihatkan keterampilannya bermain sulap. Bibi Yuli mempunyai peralatan sulap yang cukup banyak, yang disimpannya di dalam tas berupa sepatu besar seperti sepatu bot yang terbuat dari kulit. ᙼዪࡀࡣࡢ㠐ࢆᣢࡕฟࡋࠊ୰㌟ࢆࡈࡑࡈࡑ᥈ࡗࡓࠋ࠸ࡘࡢᡭရ ࡗࡓࢩࣝࢡࣁࢵࢺࡸᅜࡀ࠶ࡩࢀ࡚ࡁࡓࠋ࢜࣌ࣛࢢࣛࢫࠊᡪ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
88 ᡭࠊࢡࣜࢫ࣐ࢫ࣮࢝ࢻࠊᣦ㍯ࠊ㖟ࡢ㢠⥳ࠊࣂ࢚ࣞࢩ࣮ࣗࢬࠊ≟ࡢ㤳 ㍯㸬㸬㸬㸬㸬㸬ࠋ Bibi Yuli mengeluarkan sepatu yang biasa dibawa-bawanya dan mengaduk-aduk isi sepatu tersebut untuk mencari sesuatu. Kemudian berhamburanlah topi sutra, bendera berbagai negara, kaca mata opera, ……. yang pernah digunakan untuk permainan sulap yang entah kapan (Ogawa, 2002, p. 59) Keterampilan bermain sulap, menyulam dan berenang adalah satu kebolehan yang dimiliki Bibi Yuli, yang dapat dikategorikan ke dalam modal budaya. Untuk dapat menguasai keterampilan tersebut dibutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam berlatih seperti ketekunan belajar di sekolah. Sekolah atau institusi tertentu akan memberikan ijazah atau sertifikat kepada individu yang telah menamatkan pendidikannya. Ijazah atau sertifikat ini dikategorikan oleh Bourdieu ke dalam modal budaya. Sementara untuk keterampilan yang dimiliki Bibi Yuli tidak disahkan dengan selembar pernyataan berupa sertifikat dari lembaga tertentu namun diakui oleh individu-individu lain di sekelilingnya sehingga keterampilan tersebut dapat dikategorikan ke dalam modal budaya. Semenjak dikenal dalam lingkungan keluarga suaminya, Bibi Yuli lebih banyak berdiam diri dan selalu berada di belakang suaminya sehingga terlihat seolah-olah dirinya bayangan yang menempel pada tubuh suaminya. Bibi Yuli terlihat pendiam dan tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Telepon di rumahnya tidak pernah berdering dan tidak ada tamu yang berkunjung. Pada awalnya Gadis merasa ragu mengajak pacarnya Niko untuk datang ke rumah. Namun ketika bertemu dengan Niko, Bibi Yuli menyambutnya dengan hangat dan terlihat sangat ramah dan anggun layaknya seorang Putri. Bibi Yuli juga senang berinteraksi dengan orang lain setelah kehadiran Ohara Kenji di rumahnya. Ohara membawa banyak tamu yang ingin melihat koleksi Bibi Yuli dan sekaligus ingin bertemu dengannya. Bibi Yuli senang dengan kehadiran para tamu yang ingin berbincang dengannya kemudian meminta tanda tangannya. Untuk
menyenangkan
para
tamunya,
tanpa
segan-segan
Bibi
Yuli
mempertontokan kebolehannya bermain sulap. Bibi Yuli bermain sulap sangat serius dan elegan, terlihat seolah-olah berada di depan ratusan penonton. Bermain sulap di depan penonton adalah kebahagian tersendiri baginya. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
89
⚾ࡣࡡࠊᡭရࢆ࠾ぢࡏ࡛ࡁࡿࡢࡀᎰࡋࡃ࡚ࡋࡻ࠺ࡀ࡞࠸ࡢࡼࠋ Tahu tidak, bermain sulap di depan penonton membuat saya gembira tiada terkira. (Ogawa, 2002, p. 90) Kesenangan Bibi Yuli mempertontonkan kebolehannya di depan umum dapat dikategorikan sebagai modal sosial berdasarkan interaksi yang dilakukan Bibi Yuli dengan individu di sekelilingnya. Sebelum dirinya dikenal sebagai Putri Anastasia, Bibi Yuli sama sekali tidak mempunyai teman selain keluarga dekatnya saja. Kehadiran tamu-tamu yang ingin melihat langsung sosok dirinya sebagai seorang putri dari satu kerajaan terkenal di Rusia membuat pergaulannya bertambah dan membuat modal sosialnya juga bertambah. Bertambahnya modal yang dimiliki Bibi Yuli dan perubahan habitusnya membuat Bibi Yuli memiliki posisi dominan di dalam ruang sosialnya seperti terlihat pada gambar 3.3. Gambar 3.3. Ruang Sosial Bibi Yuli Setelah Diduga Sebagai Putri Anastasia
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
90 Selain mempunyai modal ekonomi yang banyak yaitu rumah yang besar, biaya hidup dari warisan suaminya, dan koleksi binatang yang diawetkan, Bibi Yuli mempunyai modal budaya yang dimunculkannya setelah kehadiran Niko dan Ohara yaitu keterampilan menyulam, bermain sulap, berenang dan selera berpakaian yang baik. Bibi Yuli juga memiliki modal sosial yaitu kemampuannya untuk berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan orang yang baru dikenalnya dan tanpa segan menampakkan dirinya dalam keanggunan yang bermartabat. Hal yang paling mengejutkan adalah keberanian Bibi Yuli bersikap seolah-olah dirinya benar-benar Putri Anastasia dengan sikap tubuh memperlihatkan dirinya layak disebut sebagai seorang putri. Anggapan orang lain bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia menambah modal yang dimiliki oleh Bibi Yuli yaitu modal simbolik. Pernyataan terbuka dari para ahli bahwa dirinya benar adalah Putri Anastasia membuat posisi Bibi Yuli dalam ruang sosialnya berada pada posisi dominan. Sementara itu posisi Gadis dalam ruang sosialnya tidak ada perubahan sama sekali baik sebelum Niko dan Ohara masuk dalam kehidupannya maupun sesudahnya. Hal ini disebabkan tidak ada penambahan atau pengurangan dari modal yang dimiliki Gadis. Mengenai posisi Niko dalam ruang sosial berada berdampingan dengan Gadis. Modal ekonomi Niko diperoleh dari orang tuanya sehingga secara modal ekonomi tidak ada perbedaannya dengan Gadis yang masih ditanggung kehidupannya. Walaupun Niko cuti kuliah yang mengakibatkan modal budaya dan modal sosialnya dalam kehidupan kampus berkurang, Niko memiliki pengetahuan mengenai binatang yang diawetkan dan Niko juga mempunyai kemampuan untuk membantu Gadis menyelesaikan tugas kuliahnya. Mengenai Ohara yang masuk kemudian dalam ruang sosial Bibi Yuli memiliki posisi yang lebih tinggi dari Gadis dan Niko. Ohara memiliki pekerjaan sehingga modal ekonominya lebih besar dari Gadis dan Niko. Selain itu Ohara memiliki modal budaya yang cukup dengan pengalamannya berkecimpung dalam dunia binatang yang diawetkan lebih dari 30 tahun. Ohara juga memiliki modal sosial yang banyak, yang dapat dilihat dari kemampuannya mendatangkan para tamu untuk berkunjung ke rumah Bibi Yuli. Tidak itu saja, Ohara juga mampu mendatangkan ahli sejarah dan ahli lainnya untuk menguji kebenaran apakah Bibi Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
91 Yuli benar Putri Anastasia, dan Ohara juga mampu menghadirkan kru dari stasiun TV untuk meliput acara pembuktian tersebut. Namun dengan segala modal yang dimilikinya ini, Ohara tidak dapat menyamai Bibi Yuli karena secara ekonomi memang Ohara jauh di bawah Bibi Yuli sebagaimana pengakuannya bahwa dirinya tidak mampu untuk menjadi kolektor binatang yang diawetkan walaupun dia bekerja dalam lingkungan pencinta dan kolektor binatang yang diawetkan. Selain memperlihatkan posisi para tokoh, pada gambar 3.3 juga terlihat hubungan antartokoh. Bibi Yuli memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gadis, Niko, dan Ohara. Seperti sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa hubungan Bibi Yuli dan Gadis menjadi sangat dekat sejak mereka tinggal serumah dan adanya penegasan dari Gadis bahwa mereka adalah Bibi dan keponakan. Bibi Yuli juga menjadi dekat dengan Niko dan Ohara sejak mereka masuk ke dalam kehidupan Bibi Yuli dan mendukung Bibi Yuli untuk menampilkan diri sebagai Putri Anastasia. Hubungan antara Gadis dan Niko terjalin sebagai sepasang kekasih yang saling membantu dan mendukung. Gadis membantu Niko mengobati sakitnya dengan mencarikan berbagai solusi yang bisa meringankan beban mental dari sakit yang dideritanya. Gadis berusaha membantu mengatasi sakit Niko dengan mencatat hal-hal yang membuat penyakit Niko kambuh hingga mencatat berapa lama waktu yang dibutuhkan Niko untuk berputar-putar. Mereka mendatangi berbagai tempat untuk menguji pada pintu apa saja Niko tidak berputar-putar sebelum memasukinya. Kemudian diketahui bahwa Niko tidak berputar-putar di depan pintu mobil, akhirnya Niko membeli sebuah mobil untuk mempermudah dirinya bepergian. (Ogawa, 2002, p. 61). Walaupun Gadis tidak berhasil membantu kesembuhan Niko, Gadis menerima kekurangan Niko dan hubungan mereka tetap harmonis. Niko tanpa segan dan sungkan membantu Gadis mengurus rumah Bibi Yuli yang besar seperti membantu
membersihkan
kolam
renang.
Niko
juga
membantu
Gadis
menyelesaikan tugas kuliahnya. Niko juga memberikan saran dan masukan untuk menguatkan Gadis akan keputusan apa yang perlu diambil terkait dengan Bibi Yuli yang diperkenalkan kepada masyarakat luas oleh Ohara sebagai Putri
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
92 Anastasia. Keberadaan Niko di samping Gadis membuat Gadis merasa aman dalam melakukan tindakan apapun terutama yang berkaitan dengan Bibi Yuli. Baik Gadis maupun Niko sama-sama merasa bahwa Bibi Yuli berbohong mengenai pendapat Ohara yang mengatakan Bibi Yuli adalah Putri Anastasia. Gadis dan Niko kemudian bekerja sama membantu Bibi Yuli menghafalkan nama-nama, peristiwa, dan berbagai hal yang berkaitan dengan kerajaan Rusia. Mereka berdua khawatir kedok Bibi Yuli terbongkar saat diwawancarai oleh para ahli yang didatangkan Ohara dan ketika diliput oleh stasiun TV. (Ogawa, 2002, p. 154). Niko juga dapat meyakinkan Gadis mengenai bayaran yang diterima Ohara dengan mengatakan bahwa hal itu sudah wajar sebagai bayaran dari apa yang dilakukannya. Keuntungan untuk Bibi Yuli atas tindakan Ohara ini adalah Bibi Yuli terlihat gembira dan sehat karena ada orang yang ingin bertemu muka dengannya. Dan Bibi Yuli juga mengatakan bahwa dirinya senang dengan kehadiran para tamu. Atas pemikiran dan saran Niko, Gadis akhirnya memutuskan untuk tidak mempermasalahkan uang yang diterima Ohara dari para tamu. Agar dapat menemani Bibi Yuli ketika tamu-tamunya datang, Gadis dan Niko memutuskan untuk menghabiskan liburan musim panas bersama Bibi Yuli dan tidak berlibur ataupun kerja paruh waktu sebagaimana liburan musim panas tahun lalu. Kedekatan Gadis dengan Niko terlihat sekali ketika Bibi Yuli meninggal dunia. Orang pertama yang dihubungi Gadis adalah Niko. (Ogawa, 2002, p. 227). Sementara itu hubungan Gadis dan Ohara pada awalnya hanya sebagai orang asing yang datang bertamu ke rumah Bibi Yuli. Ohara yang berhasil mengambil hati Bibi Yuli dan membuat Bibi Yuli merasa senang dan terlihat lebih sehat membuat Gadis menerima Ohara menjadi bagian dari keluarganya. Hal ini bisa terlihat ketika Gadis yang akan berangkat ke kampusnya dengan senang hati menitipkan Bibi Yuli yang tidak bisa ditinggal di rumah sendirian kepada Ohara. (Ogawa, 2002, p. 221). Interaksi antara Bibi Yuli dan Ohara yang terlihat baik membuat Gadis mempercayai Ohara pula. Walaupun pada awalnya Gadis tidak percaya pada Ohara yang hanya ingin mendapatkan keuntungan dari publikasi Bibi Yuli sebagai Putri Anastasia. Tambahan lagi ketika Gadis mendapati Ohara mencuri binatang yang diawetkan. Gadis tidak tau harus berbuat apa melihat Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
93 perbuatan Ohara tersebut. Kemudian Gadis meminta Ohara untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya tersebut. Ohara kemudian mengembalikan binatang yang dicurinya ke tempat semula dan di hadapan Gadis bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Gadis merasa heran dengan dirinya sendiri mengapa dia membiarkan saja perbuatan Ohara tanpa memberitahukan pada polisi telah terjadi pencurian atau setidaknya memberitahukan kepada Bibi Yuli. Peristiwa ini menjadi rahasia Gadis dan Ohara. Niko dan Ohara secara khusus tidak mempunyai hubungan yang dekat. Mereka berdua secara tak sengaja berada pada ruang sosial yang sama sehubungan dengan kedekatan mereka dengan Bibi Yuli. Niko seolah-olah melindungi Bibi Yuli dan Gadis dari gangguan Ohara. Namun setelah kehadiran Ohara diterima Bibi Yuli dan Gadis sebagai bagian dari keluarganya, Niko dan Ohara saling membantu. Hal ini terlihat dari kerja sama mereka mengurus tamu yang menginap di rumah Bibi Yuli. Tamu tersebut adalah pria Rusia yang bertempat tinggal di Polandia, yang diduga pula sebagai Aleksei, adik Putri Anastasia. Aleksei yang lumpuh tidak bisa ke kamar mandi sendiri sehingga Niko dan Ohara bersama-sama memandikan Aleksei. Selain itu tidak digambarkan di dalam novel bagaimana interaksi mereka. Kembali pada gambar 3.3, selain posisi dan hubungan antar tokoh, juga terlihat adanya perubahan status Bibi Yuli yang semasa Tuan H masih hidup adalah ibu rumah tangga, setelah suaminya meninggal dunia menjadi pewaris, kemudian berubah menjadi Putri Anastasia. Tidak hanya itu, Bibi Yuli juga mendapatkan status sebagai kachou atau kepala keluarga bila dilihat hubungan yang terjalin diantara para tokoh ini. Posisi sebagai kepala keluarga yang diperoleh Bibi Yuli dapat terjadi karena modal yang dimiliki oleh Bibi Yuli paling banyak bila dibandingkan dengan anggota keluarga yang lain. Hal ini bersesuaian dengan makna keluarga yang disampaikan oleh Bourdieu (1996) bahwa keluarga cendrung berfungsi sebagai ranah yang di dalamnya terjadi hubungan fisik, ekonomi, kasih sayang, perhatian, simbol kekuasaan, dan lain-lain, sehingga di dalam keluarga terdapat volume dari struktur modal yang dimiliki oleh setiap anggotanya. Oleh karena itu di dalam keluarga juga terjadi perjuangan untuk mendapatkan posisi yang dominan.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
94 Pemaparan mengenai Bibi Yuli dan tokoh lainnya dalam novel KAS dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Bourdieu yaitu modal yang dimiliki oleh tiap-tiap tokoh dan habitus Bibi Yuli dapat digunakan untuk menentukan posisi masing-masing tokoh dalam ruang sosialnya. Ruang sosial yang tergambar dalam novel KAS memperlihatkan bahwa posisi Bibi Yuli adalah yang paling dominan dikarenakan banyaknya jumlah modal yang dimiliki. Bibi Yuli juga mampu mempertukarkan modal yang dimilikinya sehingga mampu menambah jumlah modalnya. Posisi dominan yang ditempati Bibi Yuli membuatnya mempunyai kuasa untuk mengatur individu lain yang berada di dalam ruang sosialnya yaitu Gadis, Niko, dan Ohara yang bertindak sesuai dengan keinginan Bibi Yuli. Dominasi yang dimiliki Bibi Yuli terhadap tokoh lain yang berada pada ruang sosialnya tidak terlepas dari modal ekonomi yang dimilikinya selain modal sosial dan budaya. Modal ekonomi adalah modal yang utama dan modal dasar yang dapat menggerakkan individu untuk berpindah dari satu posisi ke posisi lainnya dalam ruang sosialnya. Hal ini dijelaskan oleh Bourdieu bahwa modal ekonomi dapat dipertukarkan dengan modal lainnya sehingga dapat akumulasi modal meningkat. Pada novel KAS ini Ogawa Yoko menggambarkan pula fluktuasi modal ekonomi yang dimiliki Bibi Yuli. Pertama ketika Bibi Yuli datang ke Jepang sebagai seorang penerima suaka dan bekerja dengan menerima upah dari majikannya. Kemudian setelah menikah dengan Tuan H yang kaya raya, Bibi Yuli mendapatkan nafkah dari suaminya. Ketika suaminya meninggal dunia, Bibi Yuli mewarisi semua kekayaan suaminya berupa rumah mewah, koleksi binatang yang diawetkan, dan pabrik plastik. Namun karena kegagalan mengelola aset, pabrik tersebut bangkrut dan akhirnya diambil alih oleh perusahaan lain. Bibi Yuli kemudian menghidupi dirinya beserta Gadis dengan sisa warisan dari suaminya. Tidak dijelaskan di dalam novel seberapa banyak sisa warisan tersebut. Ogawa (2002) menjelaskan bahwa Bibi Yuli dapat membeli baju yang bagus dan mewah, pergi ke salon, dan makan di restoran sepuasnya. Begitupun setelah kehadiran Niko dan Ohara di dalam ruang sosialnya, tidak tergambar pula bagaimana Bibi Yuli mengelola keuangannya. Bibi Yuli dengan tenang meminta Gadis
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
95 menyuguhkan kue-kue yang lezat dan tentunya mahal untuk tamu-tamu yang ingin bertatap muka dengannya. Dari uraian mengenai perkembangan modal ekonomi Bibi Yuli, terlihat adanya kestabilan ekonomi ketika Bibi Yuli sudah berhasil menempati posisi dominan. Tidak terdapat pula pertentangan satu sama lain terkait masalah ekonomi. Gadis yang mengetahui Ohara menerima uang dari tamu-tamu yang datang juga tidak mempermasalahkan hal ini. Padahal uang yang diterima adalah satu modal ekonomi yang diperlukan untuk mendapatkan posisi di dalam ruang sosial. Bisa dimaknai bahwa uang yang diterima Ohara dari tamu-tamu tersebut tidak seberapa bila dibandingkan dengan uang dan kekayaan yang dimiliki oleh Bibi Yuli sehingga mereka tidak mempersoalkannya. Bila jumlah uang yang diterima Ohara bernilai tinggi bagi Gadis maupun Bibi Yuli tentunya hal ini akan menjadi pertentangan di antara mereka. Kestabilan ekonomi dari individu yang menduduki posisi dominan merupakan hal yang penting untuk dapat mengatur individu di dalam ruang sosialnya seperti tokoh Bibi Yuli yang tergambar dalam novel KAS ini. Selanjutnya hubungan yang terjalin di antara para tokoh dalam novel KAS ini seperti hubungan dalam satu keluarga. Penegasan bahwa hubungan para tokoh dalam novel ini adalah satu keluarga terungkap dari pernyataan Ohara yang ditulisnya di dalam artikel terakhirnya tentang Putri Anastasia yang berada di museum binatang yang diawetkan. ࠋࠋࠋ᭱ᚋࡲ࡛ࠊࡘࡁᚑ࠺࣓ࣥࣂ࣮ࡢ୰ࠊ⚾ࢆຍ࠼࡚ୗࡉࡗࡓࠋ … Sampai hari terakhir (Putri Anastasia) memasukkan aku (Ohara) ke dalam anggota yang mengikut padanya. (Ogawa, 2002, p. 232) Ohara menyatakan dengan jelas dalam artikel tersebut bahwa sampai akhir hayat Bibi Yuli, dirinya telah dijadikan sebagai bagian dari anggota keluarga yang dipimpin Bibi Yuli. Dan sebagai anggota keluarga, Niko dan Ohara membantu Gadis menyelenggarakan pemakaman Bibi Yuli hingga selesai. Bantuan yang diberikan Niko dan Ohara memperlihatkan bahwa keduanya adalah anggota keluarga Bibi Yuli. Pada acara pemakaman Bibi Yuli yang dihadiri oleh banyak
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
96 kalangan yang merasa dekat dengannya setelah bertemu muka, Ohara terus menangis dan terlihat paling sering menangis dibandingkan Gadis dan Niko. Keluarga yang terbentuk di dalam ruang sosial Bibi Yuli berbeda dengan definisi keluarga yang dikemukakan oleh para ahli seperti Morioka (1993) yang mendefinisikan Keluarga adalah satu kelompok yang didasari oleh hubungan suami istri, dengan tujuan mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya yang terdiri dari orang tua dan anak-anak, saudara kandung dan beberapa kerabat dekat. (p.1). Dalam ruang sosial Bibi Yuli tidak terdapat pasangan suami istri sehingga tidak memenuhi syarat sebagai satu keluarga. Namun dalam kenyataan sekarang ditemukan keluarga Jepang yang hubungan di antara anggotanya tidak ada yang berdasarkan hubungan suami istri, seperti keluarga yang anggotanya terdiri dari satu orang saja, keluarga yang terdiri dari ayah dan anak atau ibu dan anak saja, keluarganya yang terdiri dari teman akrab dan lain sebagainya. (Sugimoto, 1997). Keluarga yang terbentuk di dalam rumah Bibi Yuli lebih mengacu kepada tujuan keluarga seperti yang dikemukakan oleh Morioka (1993) bahwa tujuan keluarga adalah mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya. (p.1). Bila keberadaan keluarga Bibi Yuli dilihat secara sistem ie maka Bibi Yuli adalah kepala keluarga atau kachou yang mengatur ie-nya. Dalam keluarga yang dibentuknya ini Bibi Yuli berperan sebagai kachou. Bibi Yuli yang mengatur segala sesuatu dalam keluarganya. Penentuan Bibi Yuli sebagai kachou terlihat dari sikap dan tindak tanduknya terhadap anggota keluarga yang lain. Pertama dari segi modal ekonomi dan budaya, Bibi Yuli menjadi pewaris dari semua peninggalan suaminya karena Bibi Yuli tidak mempunyai anak. (Ogawa, 2002, p. 72). Kemudian sikap Bibi Yuli yang memperlihatkan bahwa dirinya adalah kachou dengan memperhatikan anggota keluarganya terutama Niko yang menderita OCD atau Obesessive Compulsive Disorder. Bibi Yuli menerima keberadaan Niko di tengah keluarganya walaupun Niko menderita sakit dan memperhatikan bagaimana kesehatan Niko dan memikirkan pula bagaimana cara agar dapat menyembuhkan Niko dari sakitnya. Bibi Yuli memeluk Niko yang menangis karena mengingat penyakitnya yang tak kunjung sembuh. Bibi Yuli dengan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
97 senang hati mendengarkan keluh kesah Niko semalam suntuk hingga Niko akhirnya tertidur. ࠕࡑ࠺ࠋࢽࢥࡣゝࡗࡓࢃࠋ╀ࡾⴠࡕࡿࡲ࡛ࠊ࠾ヰࢆ⪺ࡏ࡚ࡋ ࠸ࡗ࡚ࠖ ࠕࡑࢀ࡛㸽ࠖ ࠕࡶࡕࢁࢇࠋ࠾Ᏻ࠸ࡈ⏝ࡼࠊ⟅࠼ࡲࡋࡓࠋࡔࡗ࡚ࠊࢽࢥࡢࡓࡵࡔ ࡗࡓࡽࠊ࠾ヰࡃࡽ࠸ⓒ࡛ࡶⓒ࡛ࡶ࠶ࡆࡽࢀࡿࠋࡑ࠺࡛ࡋࡻࠖ “Ya, Niko bilang. Dia ingin keluh kesahnya didengarkan sepanjang malam hingga tertidur.” “Lalu?” “Ya, dengan senang hati, jawab Bibi Yuli. Bagaimana ya, kalau untuk Niko, Bibi akan mendengarkan ceritanya seratus bahkan dua ratus kali. Bukankah sudah seharusnya begitu, bukan?” (Ogawa, 2002, p. 149-150) Sikap Bibi Yuli yang memperhatikan Niko dengan kasih sayang dan bersedia mendengarkan keluh kesah Niko sepanjang malam menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabnya seorang kachou kepada anggota keluarganya. Bibi Yuli juga memperlihatkan kekuasaannya terhadap anggota keluarga yang lain dalam mengatur hal yang berkaitan dengan rumah tangganya. Bibi Yuli juga memperlihatkan kekuasaannya sebagai kachou terhadap Gadis yang melarangnya untuk menerima tawaran Ohara yang ingin menjadikan Bibi Yuli sebagai objek dari tamu-tamu yang ingin melihatnya sebagai Putri Anastasia. Bibi Yuli malah menyuruh Gadis untuk menyiapkan suguhan untuk para tamu yang datang ke rumahnya. Gadis tidak dapat menolak perintah Bibi Yuli dan melakukan apa yang diinstruksikan kepadanya. Usaha Gadis untuk mencegah Bibi Yuli agar tidak percaya begitu saja kepada Ohara tidak membuahkan hasil. Bibi Yuli terlihat bersikukuh dengan pendiriannya dan tak ingin dihalangi sama sekali. ࠕࡑ࠺ࡔࢃࠋఏ࠼ࡿࡢࢆᛀࢀࡓࠋ᫂᪥ࠊ࠾ᐈࡉࡲࡀ࠸ࡽࡗࡋࡷࡿ ࡽࠊ࠾㢪࠸ࡡࠖ ゝ࠸ᛀࢀ࡞ࡃ࡚ᮏᙜࡼࡗࡓࠊ࠸࠺㢦ࢆࡋ࡚ẕࡉࢇࡀࡇࡕࡽ ࢆぢࡓࠋ ࠋࠋࠋࠋࠋ ẕࡉࢇࡣ┠ࢆ⣽ࡵࠊࣂࣝࢥࢽ࣮ࡢྥࡇ࠺ࡢ†ࢆぢࡸࡗࡓࠋ ࠕ࠾ᐈࡉࡲࡢࡓࡵࠊఱ⨾ࡋ࠸࠾ⳫᏊࢆ⏝ពࡋ࡚࠾࠸࡚ࠖ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
98 “O iya. Bibi lupa bilang. Besok tolong ya, ada tamu yang akan datang ke rumah.” Bibi melihat ke arahku dengan mimik muka bersyukur karena tidak lupa mengatakan akan ada tamu kepadaku. ..... Bibi mengernyitkan matanya dan memandang danau yang berada di seberang balkon. “Siapkan kue-kue yang lezat buat tamu-tamu ya.” (Ogawa, 2002, p. 106107) Ketika mereka kedatangan tamu yang menginap di rumah yaitu seorang lakilaki asal Rusia yang bertempat tinggal di Polandia, yang juga diduga sebagai Aleksei adik laki-laki Putri Anastasia, Bibi Yuli pula yang menentukan permainan apa yang akan dimainkan seusai makan malam. Bibi mengajak mereka bermain kartu, permainan yang umum yang diketahui oleh semua anggota keluarganya dan juga Aleksei. Dalam keasyikan permainan yang hampir selalu dimenangkan oleh Aleksei, Bibi Yuli pula yang menentukan kapan permainan sebaiknya dihentikan agar mereka segera dapat beristirahat. Dengan kata-kata yang tegas dan jelas Bibi Yuli mengatakan bahwa permainan berakhir. ࠕḟࡀࠊ᭱ᚋࡢࢤ࣮࣒࡛ࡍࠖ ࣛࢱ࣮ࢆ࢝ࢳࣜ࡞ࡽࡋࠊẕࡉࢇࡀゝࡗࡓࠋ “Yang berikut ini adalah putaran terakhir dari permainan ini.” Bibi Yuli berkata demikian sambil menyalakan pemantik api rokoknya. (Ogawa, 2002, p. 203). Mereka para anggota keluarga ini juga menyadari sepenuhnya bahwa mereka hanya mengikut pada Bibi Yuli dan mengikuti apa yang diperintahkan kepada mereka. Unsur lain dari sistem ie yang terlihat dalam keluarga Bibi Yuli adalah youshi atau anak angkat yaitu Gadis. Gadis yang menerima keputusan keluarganya yaitu tinggal bersama Bibi Yuli untuk merawat dan menjaga Bibi Yuli, benar-benar melakukan tugasnya dengan baik. Gadis memperlihatkan bahwa dirinya adalah youshi dari pamannya. Gadis merasakan bahwa kesedihannya ketika ayahnya meninggal dunia sama dengan kesedihan ketika pamannya meninggal dunia. Perasaan sayang terhadap pamannya membuat Gadis merasa seharusnya dia juga Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
99 berada mendampingi pamannya ketika menghembuskan nafas terakhir. (Ogawa, 2002, p. 28). Gadis merawat dan menjaga, mengurus semua keperluan Bibi Yuli dengan baik begitu pula harta kekayaan yang dimiliki Bibi Yuli. Ketika Bibi Yuli meninggal dunia, Gadis menyelenggarakan pemakamannya dengan seksama dan menyelamatkan semua harta peninggalan Bibinya. Gadislah yang mengatur semua harta peninggalan Bibi Yuli. Pengaturan harta peninggalan Bibi Yuli oleh Gadis memperlihatkan bahwa Gadis memposisikan dirinya sebagai pewaris Bibi Yuli. Gadis tidak menjual semua binatang yang diawetkan. Gadis menyimpan impala dan beruang kutub yang merupakan benda kenangan bagi dirinya sehingga dia bisa mengenang paman dan bibinya. Kepala impala yang diawetkan adalah saksi pernikahan paman dan Bibi Yuli sedangkan kepala beruang kutub adalah koleksi terakhir yang menemani Tuan H ketika menemui ajalnya. Gadis juga memberikan jaguar yang diawetkan kepada Ohara sebagai bentuk ungkapan terima kasih dan sebagai tanda bahwa mereka pernah menjadi satu bagian dalam keluarga Bibi Yuli. (Ogawa, 2002, p.230). Gadis mengetahui betapa Ohara sangat menginginkan jaguar tersebut ketika sering melihat Ohara mendekati dan mengelus-elus jaguar itu setiap datang ke rumah Bibi Yuli. Mengenai rumah Bibi Yuli yang megah, Gadis tidak menjualnya kepada sembarang orang. Walaupun rumah tersebut tidak bernilai jual tinggi, Gadis menjual rumah Bibi Yuli kepada orang yang menyukai tentang Rusia dan kisah kerajaan Rusia. Dengan sedikit modal ekonomi yang dimilikinya, Gadis yang bertindak sebagai pewaris tidak serta merta mengambil harta peninggalan Bibi Yuli untuk dirinya. Gadis menghibahkan sisa uang dari penjualan harta Bibi Yuli kepada yayasan pecinta binatang. Unsur berikutnya dalam ie yang terdapat dalam keluarga Bibi Yuli adalah houkounin yang orang yang mengikut satu ie yaitu Niko dan Ohara. Niko dan Ohara yang secara kekerabatan tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan Bibi Yuli. Namun berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya disimpulkan bahwa Niko dan Ohara sudah menjadi anggota keluarga Bibi Yuli. Niko yang diperlakukan seperti anak sendiri oleh Bibi Yuli, dalam sistem ie menduduki posisi sebagai houkounin atau pembantu. Niko hampir setiap waktu hadir di
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
100 rumah Bibi Yuli bila mereka kedatangan tamu yang ingin bertemu dengan Bibi Yuli. Niko menjaga Bibi Yuli dan Gadis dari gangguan pihak luar. Keberadaan Niko di tengah Bibi Yuli dan Gadis membuat pihak luar tidak berani bertindak semena-mena kepada Bibi Yuli maupun Gadis. Mengenai Ohara yang pada awal kedatangannya adalah sebagai tamu, setelah menjadi manajer Bibi Yuli menjadi bagian dari keluarga Bibi Yuli, dan dalam sistem kekerabatan ie, Ohara juga sama dengan Niko yaitu berposisi sebagai houkounin. Fungsi Ohara dalam keluarga Bibi Yuli adalah sebagai pelaksana dari kegiatan rutin yang dilakukan Bibi Yuli yaitu menerima tamu-tamu. Ohara yang mengatur jadwal Bibi Yuli dan menentukan siapa saja yang diperbolehkan datang untuk bertemu dengan Bibi Yuli. Ohara mendapat bayaran atas pekerjaannya sebagai manajer bukan dari Bibi Yuli melainkan dari para tamu yang datang, dan menerima bayaran tersebut secara tersembunyi. Dengan adanya unsur kachou, youshi, dan houkounin di dalam anggota keluarga Bibi Yuli, maka keluarga ini dapat digambarkan dalam sistem ie sebagaimana terlihat pada gambar 3.4. Gambar. 3.4. Struktur Keluarga dalam Novel KAS
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
101 Pada gambar 3.4. terlihat Bibi Yuli berada pada kelompok (A) yaitu keluarga inti. Bibi Yuli yang semula berkedudukan sebagai shufu beralih sebagai kachou setelah suaminya meninggal dunia. Kemudian Gadis yang berada pada kelompok (B) adalah kerabat jauh Bibi Yuli yang mempunyai hubungan darah dengan suami Bibi Yuli. Kedudukan Gadis adalah sebagai anak angkat atau youshi. Secara tegas Bibi Yuli tidak pernah menyatakan bahwa Gadis adalah anak angkatnya, sehingga Gadis tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok (A), walaupun dari tindak tanduk dan sikap Gadis terhadap Bibi Yuli baik semasa Bibi Yuli masih hidup maupun sesudah meninggal dunia menunjukkan bahwa Gadis adalah youshi. Sementara Ohara dan Niko tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali dengan Bibi Yuli, namun menjadi bagian dari keluarga Bibi Yuli, dapat dimasukkan ke dalam kelompok (C). Dari gambar 3.4 di atas terlihat bahwa anggota dari ie yang terdiri dari Bibi Yuli, Gadis, Niko dan Ohara tidak memiliki hubungan darah sama sekali. Hal ini bersesuaian dengan apa yang disebutkan oleh Kawashima Takeyoushi dalam definisinya tentang ie bahwa anggota dari ie tidak mesti memiliki hubungan darah. (Dalam Torigoe, 1988, p. 8). Dan Torigoe (1988) juga menambahkan bahwa orang yang tidak mempunyai pertalian darah dapat masuk ke dalam satu ie dengan gampang. (p.12). Namun posisi orang yang mengikut pada ie lebih rendah daripada anggota ie yang memiliki pertalian darah dengan kachou (p.15). Unsur dalam ie tidak hanya kachou, youshi dan houkounin saja. Unsur lain yang terdapat di dalam ie adalah kasan atau harta kekayaan. Dari pemaparan sebelumnya diketahui bahwa keluarga yang dibentuk Bibi Yuli juga mempunyai kasan yaitu berupa rumah yang besar dan koleksi binatang yang diawetkan yang bermutu bagus dan bernilai tinggi, bahkan ada yang langka, yang jumlahnya melebihi 300 buah. Kemudian, unsur yang terdapat dalam ie Bibi Yuli adalah adanya kagyou atau bisnis keluarga. Keluarga yang dipimpin Bibi Yuli awalnya tidak memiliki kagyou. Bibi Yuli dan Gadis hidup dari uang warisan. Setelah kedatangan Ohara yang mempublikasikan Bibi Yuli sebagai Putri Anastasia maka banyak berdatangan tamu ke rumah mereka untuk bertemu dengan Bibi Yuli sekaligus melihat koleksinya. Bentuk bisnis keluarga yang dijalankan adalah mendatangkan para tamu untuk melihat koleksinya dan untuk bertatap muka
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
102 dengan Bibi Yuli yang diduga sebagai Putri Anastasia. Bibi Yuli sebagai kachou memberi wewenang kepada Ohara untuk mengatur urusan kagyou mereka. Ohara juga melakukan tugasnya dengan baik dan tidak lupa mengingatkan Bibi Yuli setiap kali akan kedatangan tamu. ࡑࡢኪࠊᐷᐊ࡛ẕࡉࢇ࣐ࢽ࢟ࣗࢆሬࡗ࡚࠶ࡆࡓࠋ ࠕ᫂᪥ࡢ࠾ᐈࡉࡲࡣㄡࡔࡗࡓࡋࡽࠖ ࠕࣟࢩே༠ࠊᮾ㒊ᆅ༊௦⾲⌮࡛ࡍࡼࠖ ࠕࡼࡃぬ࠼࡚࠸ࡿࡢࡡࠖ ࠕ࠼࠼ࠊࡶࡕࢁࢇ࡛ࡍࠋ࢜ࣁࣛࡀࡕࡷࢇྲྀࡾษࡗ࡚ࠊᛕᢲࡋࡋ ࡚ࡃࢀࡲࡍࡽࡡࠋࠋࠋࠋࠖ Malam itu aku merawat kuku Bibi Yuli dengan mengoleskan cat kuku. “Besok tamunya siapa?” “Asosiasi suaka orang Rusia, ketua perwakilan dari kantor wilayah bagian Timur.” “Bibi mengingatnya dengan baik ya.” “Iya, tentu saja. Ohara mengatur dengan sangat baik, dan mengingatkan setiap ada tamu.” (Ogawa, 2002, p. 146-147) Memang dari usaha mendatangkan para tamu ke rumah Bibi Yuli tidak mendatangkan uang bagi Bibi Yuli karena semuanya diterima oleh Ohara secara sembunyi-sembunyi. Namun Bibi Yuli tidak mempermasalahkan hal tersebut. Bibi Yuli mendapatkan keuntungan lain yaitu merasa dirinya lebih sehat setelah mengalami sakit akibat ditinggal oleh suaminya. Gadis dan Niko pun tidak mendapatkan apa-apa secara finansial dari usaha ini, namun kedatangan Ohara dan tamu-tamunya mempermudah Gadis dalam mengurus Bibi Yuli. Bisnis keluarga yang dijalankan oleh Bibi Yuli melibatkan semua anggota keluarganya sehingga bentuk bisnis keluarga ini terlihat seperti kagyou yang dijalanlan dalam sistem ie yaitu melibatkan semua anggota keluarga dalam pengelolaannya. Keterlibatan keluarga terlihat dari kehadiran Gadis dan Niko di setiap pertemuan atau wawancara Bibi Yuli. Gadis dan Niko selalu berusaha untuk bisa hadir di setiap wawancara Bibi Yuli dan tidak menyerahkan sepenuhnya kepada Ohara. Gadis memperlihatkan perannya sebagai youshi yaitu bila sewaktu-waktu terjadi apa-apa dengan Bibi Yuli, Gadis dan Niko dapat langsung membantunya.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
103 ⚾ࡣ࡛ࡁࡿࡔࡅ㠃❧ࡕ࠺ࡼ࠺ࡋࡓࠋࢽࢥࡶࡁྜࡗ࡚ࡃࢀ ࡓࠋ࢜ࣁࣛࢆࡅୖࡀࡽࡏ࡞࠸ࡓࡵࠊጱࡋ࡚ࡢ❧ሙࢆฟᙇࡍࡿ ᚲせࡀ࠶ࡗࡓࡋࠊఱࡼࡾࠊẕࡉࢇࡀ❓ᆅ❧ࡓࡉࢀࡓࠊࡍࡄࡉ ࡲᩆ࠸ࡢᡭࢆᕪࡋఙ࡞ࡅࢀࡤᛮࡗࡓࡽࡔࠋ Aku sedapat mungkin menghadiri setiap ada wawancara dengan Bibi. Aku minta Niko untuk menemaniku. Aku merasa perlu hadir untuk menegaskan posisiku sebagai keponakan Bibi agar tidak sepenuhnya diserahkan kepada Ohara. Yang lebih penting lagi adalah bila Bibi berada pada situasi sulit, aku dapat langsung membantunya. (Ogawa, 2002, p. 126). Mengenai kafu atau kebiasaan keluarga Bibi Yuli adalah mereka sering makan bersama bila kedatangan tamu seperti ketika pertama kali Niko datang ke rumah dan ketika mereka kedatangan tamu yang diduga pula sebagai Aleksei, adik lakilaki Putri Anastasia. Untuk menjamu tamunya, Bibi Yuli tidak asal menjamu saja, namun Bibi Yuli meminta Gadis menyuguhkan makanan yang mewah dan lezat. Bila hanya Bibi Yuli dan Gadis saja maka mereka akan pergi ke restoran mahal untuk menikmati makanan yang mereka sukai sepuasnya. Kebiasaan makan bersama merupakan satu kebiasaan dalam keluarga Bibi Yuli. ⚾ࡓࡕࡣ࢜ࣁࣛࡀᡭ㓄ࡋࡓࠊࢣ࣮ࢱࣜࣥࢢࢧ࣮ࣅࢫࡢኤ㣗ࢆ୍⥴ 㣗ࡓࠋࠋࠋࠋࠋࡈ㥅㉮ࡀࢳ࣮ࣈ୍ࣝᮼ୪ࢇࡔࠋ Kami makan malam bersama makanan yang dipesan Ohara di layanan pengantar makanan…… Makanan yang enak-enak dan lezat memenuhi meja makan. (Ogawa, 2002, p. 196). Berdasarkan definisi ie yang dikemukakan oleh pakar terkenal Jepang yaitu Aruga Kizaemon (dalam Torigoe, 1998, p.8) bahwa dalam ie terdapat kasan atau harta kekayaan dan kagyou atau usaha milik keluarga dan adanya kafu atau kebiasaan keluarga. Bila dilihat sistem yang berjalan dalam ie dan dikaitkan dengan keluarga yang terdapat dalam novel KAS maka dapat dijelaskan tiap-tiap unsur yang terdapat di dalam ie. Namun tidak semua unsur ie terdapat dalam novel KAS. Unsur ie yang tidak terdapat dalam novel KAS ini adalah pemujaan arwah leluhur, penentuan calon pewaris, dan tidak adanya kesinambungan ie. Di dalam
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
104 sistem ie, seorang kachou berkewajiban melaksanakan pemujaan arwah leluhur mereka dan prosesi pemujaan tersebut dipimpin oleh kachou. (Vogel, 1965, p. 167). Pada novel tidak tergambar pemujaan tersebut dan sama sekali tidak terdapat kamidana atau altar kecil yang dipajang di dalam rumah Bibi Yuli. Padahal suami Bibi Yuli dan ayah Gadis belum lama meninggal dunia. Unsur lain yang tidak terdapat dalam keluarga Bibi Yuli adalah tidak ditetapkannya calon pewaris. Memang ada Gadis yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya namun Bibi Yuli tidak menyatakan kepada Gadis bahwa Gadis adalah youshi atau anak angkatnya yang akan menjadi pewaris. Oleh karenanya Gadis menjual semua harta Bibi Yuli yaitu rumah dan koleksi binatang yang diawetkan. Tidak adanya pewaris dan dijualnya kasan atau aset keluarga membuat hubungan keluarga ini terputus. Sangat disayangkan, struktur keluarga yang terbentuk seperti pada gambar 3.4. tidak bertahan lama sebagaimana tujuan dari sebuah ie yaitu kesinambungan dari sebuah ie. Struktur ini buyar setelah Bibi Yuli meninggal dunia dan Gadis menjual semua kasan yang dimiliki. Sementara dalam ie adalah satu pantangan bila menjual aset ie hingga ie-nya terputus. (Vogel, 1965, p. 165). Di dalam novel tidak tergambar mengapa tidak ada pemujaan arwah leluhur di dalam keluarga Bibi Yuli, demikian juga dengan alasan mengapa tidak ada penentuan calon pewaris. Gadis yang mengambil alih posisi sebagai pewarispun kiranya tidak melanjutkan keluarga kesinambungan keluarga yang sudah terbentuk. Gadis menjual semua kasan yang dimiliki kecuali beberapa binatang yang diawetkan. Penyebab Gadis menjual rumah dan koleksi binatang yang diawetkan dapat terbaca dari novel yaitu Gadis menggunakan uang hasil penjualan tersebut untuk biaya pemakaman Bibi Yuli dan untuk membayar tunggakan pajak. ⴿᘧࡽ࢝᭶ᚋࠊ㤋ࢆ᫂ࡅΏࡍ᪥ࡀ᮶ࡓࠋࠋࠋࠋ┦ሙࡼࡾࡣᏳ࠸ ್ẁࡔࡗࡓࡀࠊࡑࢀ࡛ࡶⴿᘧ௦ࡸ⣡ࡋ࡚࠸ࡓ⛯㔠ࢆᨭᡶ࠺ࡣ༑ ศࡔࡗࡓࠋ Dua bulan setelah pemakaman, tibalah hari untuk serah terima rumah Bibi Yuli….. Bila dibandingkan dengan harga pasar, rumah itu terjual dengan harga yang murah walaupun demikian, uang hasil penjualan itu cukup Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
105 untuk membayar biaya pemakaman dan tunggakan pajak. (Ogawa, 2002, p. 228). Sementara penyebab Gadis tidak menjual beberapa binatang yang diawetkan yaitu impala dan kepala beruang kutub, karena kedua koleksi ini adalah memori Bibi Yuli dan pamannya. Gadis juga memberikan jaguar kepada Ohara juga sebagai memori atau kenang-kenangan untuk Ohara sebagai pengingat bahwa mereka pernah menjadi satu keluarga bersama Bibi Yuli. Mengenai benda kenangan ini, Bibi Yuli pernah menyebutkan kepada Gadis mengenai makna sebuah benda sebagai satu memori sehingga benda tersebut perlu disimpan. Bibi Yuli menceritakan bahwa koleksinya berupa binatang elk yang diawetkan adalah memorinya bersama Tuan H ketika mereka pertama kali bertemu. ࠕࠋࠋࠋࡑࢀࡀᙼࡢึࡵ࡚ࡢฟ࠸࡛ࡋࡓࠖ ࠕࡲ࠶ࠊึ⪥ࡔࢃࠖ ࠕ࠼࠼ࠊㄡࡶෆ⥴ࡋ࡚ࡁࡓࢇ࡛ࡍࠖ ࠕ࡞ࡐ㸽ࠖ ࠕ୍␒࡞ᛮ࠸ฟࡔࡽࠊỴࡲࡗ࡚࠸ࡿࡌࡷ࠶ࡾࡲࡏࢇࠖ “…. Itulah pertama kali Bibi bertemu dengan paman.” “Wah, aku baru mendengarnya.” “Iya, karena hal itu dirahasiakan dari siapapun.” “Kenapa?” “Sudah jelaskan ya, benda itu adalah memori yang sangat berharga.” (Ogawa, 2002, p. 220-221)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
106 3.2. Novel HAS Novel HAS adalah novel bestseller dan yang paling banyak mendapatkan penghargaan dari Karya Ogawa Yoko. Novel ini selain difilmkan, juga dibuat versi manga atau komik dan dijadikan sandiwara radio di Jepang. Narator dari novel ini adalah tokoh aku seorang perempuan yang berprofesi sebagai pengurus rumah. Novel ini memiliki latar waktu penceritaan adalah pada tahun 90-an, yang diketahui dari pernyataan tokoh utama yang menjadi narator bahwa kisahnya dimulai pada Maret 1992. (Ogawa, 2003, p. 8). Novel ini mengisahkan tentang seorang pengurus rumah dan anak laki-lakinya yang berumur 10 tahun, yang berinteraksi dengan seorang profesor matematika yang lupa ingatan dan sudah lansia. Ogawa Yoko tidak memberi nama tertentu kepada para tokohnya dalam novel HAS ini. Oleh karena itu sebutan nama tokoh mengacu kepada pekerjaan yang dilakukannya ataupun julukan yang diberikan pada masing-masing tokoh. Pemberian nama julukan atau bahkan inisial saja kepada tokoh cerita dalam novel Jepang sering ditemukan. Belum diketahui alasan yang tepat mengapa para novelis Jepang termasuk Ogawa Yoko sering menggunakan nama samaran atau inisial saja. Seperti pada novel KAS yang dipaparkan sebelumnya, dalam novel ini muncul tokoh yang diberi nama dengan Tuan H. Dalam salah satu esai yang ditulis oleh Ogawa disebutkan bahwa tokoh yang muncul dalam novel yang pernah ditulis oleh gurunya adalah tokoh yang benar-benar ada. Bila tokoh tersebut digambarkan dengan menyebutkan nama dikhawatirkan tokoh tersebut akan dikenal oleh pembaca dan pembaca akan mencari tahu lebih lanjut sehingga mengganggu privasi tokoh tersebut (Ogawa, 2009, p. 226). Orang Jepang memang sangat menghargai privasi agar tidak menjadi gunjingan. Sepertinya demikian pula halnya terhadap empat tokoh yang muncul dalam novel HAS yaitu Tokoh Hakase, Tokoh Kaseifu, Tokoh Mibojin dan Tokoh Ruto, yang ke-empat nama ini adalah bukan nama orang Jepang, melainkan nama julukan kepada tokoh tersebut. Pada bagian berikut ini diuraikan mengenai masing-masing tokoh dan uraian lebih difokuskan kepada modal yang dimiliki yaitu modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
107 Nama sebenarnya dari tokoh Hakase tidak disebutkan dalam novel. Nama Hakase diberikan kepadanya karena tokoh ini adalah seorang dosen bidang matematika, memiliki pendidikan S3 dan sudah memperoleh gelar profesor. Bila kata hakase diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna doktor. Untuk selanjutnya tokoh ini akan disebut dengan Hakase. Untuk melanjutkan pendidikannya di bidang matematika, Hakase belajar ke Universitas Cambridge di Inggris. Semua biaya pendidikan Hakase ditanggung oleh kakak laki-laki Hakase satu-satunya, yang usianya terpaut dua belas tahun dari Hakase. Kedua orang tua Hakase sudah lama meninggal dunia dan mereka meninggalkan sebuah pabrik tenun. Warisan dari orang tuanya dikelola dan dikembangkan oleh kakak Hakase dengan gigih sehingga pabrik tersebut menjadi besar. Tetapi sangat disayangkan, kakak laki-laki Hakase tidak dapat melihat keberhasilan adiknya dalam meraih gelar sebagai profesor dan mendapatkan pekerjaan pada sebuah lembaga penelitian matematika di satu universitas di Jepang, karena kakak Hakase meninggal dunia akibat penyakit hepatitis akut yang dideritanya. Pada usia Hakase yang ke-29 di tahun 1957, Hakase menyelesaikan tesisnya tentang matematika. Hakase berhasil menemukan satu rumus matematika yang berkaitan dengan wacana matematika transendensi. Atas keberhasilannya itu Hakase memperoleh penghargaan dari rektor tempatnya menuntut ilmu berupa jam tangan berkualitas tinggi buatan luar negeri. Sangat disayangkan, pada tanggal 23 September 1975, ketika berusia 47 tahun Hakase mengalami kecelakaan lalu lintas dengan mobil yang dikendarainya. Kecelakaan itu terjadi ketika mobil yang dikemudikan Hakase ditabrak oleh truk yang supirnya sedang mengantuk. Dalam kecelakaan tersebut, kepala Hakase terbentur dengan keras dan kakak iparnya yang menjadi penumpang pada mobil tersebut, mengalami patah tulang pada kaki kirinya. Sementara supir truk hanya mengalami luka ringan pada dahinya. (Ogawa, 2003, p. 198-199). Kecelakaan yang menimpa Hakase membuatnya mengalami kerusakan otak dan sekaligus kehilangan pekerjaannya. Setelah itu Hakase hanya mendapatkan penghasilan dari hadiah kuis pada majalah matematika saja. Hakase hingga
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
108 usianya sekarang yaitu 64 tahun sama sekali tidak menikah dan biaya hidupnya pun ditanggung sepenuhnya oleh kakak iparnya. (Ogawa, 2003, p. 17-18). Kerusakan pada otaknya membuat memori Hakase terhenti pada tahun terjadinya kecelakaan. Walaupun Hakase masih mengingat dengan baik rumus matematika yang ditemukannya 30 tahun yang lalu, Hakase tidak mampu lagi mengingat menu yang disantapnya semalam. Keadaan memori Hakase setelah kecelakaan sungguh mengenaskan walaupun yang rusak hanya sebagian kecil saja dari memorinya, bagian yang sangat kecil tersebut adalah penentu dari memorinya secara keseluruhan. Hakase memang tidak pikun sehingga kakak ipar Hakase mengibaratkan memori adik iparnya yang tersisa seperti pita kaset pada video tape. Pita kaset ini hanya berdurasi 80 menit saja, maka bila pita kaset tersebut sudah penuh maka secara otomatis akan kembali ke titik semula sehingga yang dialaminya 80 sebelumnya terhapus. Mengenai kondisi Hakase ini dijelaskan dengan rinci oleh kakak iparnya kepada pengurus rumah yang bekerja padanya. ࠕ⡆₩⏦ࡏࡤࠊ㢌ࡢ୰ඵ༑ศࡢࣅࢹ࢜ࢸ࣮ࣉࡀ୍ᮏࡋࢭࢵࢺ ࡛ࡁ࡞࠸≧ែ࡛ࡍࠋࡑࡇ㔜ࡡ㘓ࡾࡋ࡚ࡺࡃࠊ௨๓ࡢグ᠈ࡣࢇ ࢇᾘ࠼࡚ࡺࡁࡲࡍࠋ⩏ᘵࡢグ᠈ࡣඵ༑ศࡋࡶࡕࡲࡏࢇࠋ
Bila disebutkan secara sederhana, kondisi di dalam kepalanya seperti satu buah kaset video durasi 80 menit, yang dapat diseting di dalamnya. Bila pita video tersebut terus ditimpa berulang-ulang, memori yang sebelumnya sedikit demi sedikit menghilang. Memori adik ipar saya hanya dimilikinya selama 80 menit saja.” (Ogawa, 2003, p.11). (Terjemahan dari Devi, 2010) Hakase yang hanya memiliki memori 80 menit, menyematkan memo pada jasnya. Setiap pagi Hakase mengawali harinya dengan isak tangis setelah membaca memo yang ditulisnya sendiri. Hal ini membuat Hakase sangat terpukul karena mimpinya semalam bukanlah mengenai hal yang semalam melainkan hal yang terjadi jauh sebelum dia kehilangan memorinya (Ogawa, 2003, p. 158-159). Hakase tinggal di paviliyun yang terpisah dengan rumah induk milik kakak iparnya. Paviliyun itu terlihat tidak terawat dan bangunannya pun terlihat dibuat secara sederhana. Sekilas terasa paviliyun itu dibangun karena terpaksa. Berbeda sekali dengan rumah induk yang indah dan megah (Ogawa, 2003, p. 12-13). Tidak hanya bagian luar dari paviliyun saja, bagian dalam rumah Hakase terlihat suram
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
109 dan kusam. Ruangan di dalamnya hanya ada dapur yang sekaligus merangkap ruang makan dan ruang belajar yang juga digunakan sebagai ruang tidur. Kamar mandi pun pada jendelanya sudah ditumbuhi jamur. Perabotan di dalam paviliyun itu adalah barang-barang murah, dan hampir semuanya dalam keadaan rusak (Ogawa, 2003, p. 18-19). Rumah yang ditinggali Hakase kecil, dan tidak pernah ada tamu yang berkunjung. Walaupun ada telepon di rumah tersebut, telepon itu tidak pernah berdering sekalipun. (Ogawa, 2003, p. 36). Hakase memang tidak mempunyai teman seorang pun dan tidak pernah ada teman yang pernah berkunjung ke rumahnya walaupun sekali. (Ogawa, 2003, p. 187). Selera berpakaian Hakase juga berbeda dari kebanyakan orang. Hakase memiliki sangat sedikit pakaian. Pakaian Hakase sehari-hari baik ketika berada di rumah maupun ke luar rumah adalah setelan jas dan dasi. Pakaian ini dikenakan Hakase sepanjang tahun tanpa memperhatikan musim dingin, musim panas, ataupun musim semi. Hakase benar-benar tidak memperhatikan dan memikirkan penampilannya sama sekali. (Ogawa, 2003, p. 16). Hakase yang tinggal seorang diri di paviliyun rumah kakak iparnya, diurus oleh seorang pengurus rumah bernama Kaseifu. Sejak kehadiran Kaseifu dan anak laki-lakinya yang bernama Ruto di rumah Hakase, Hakase mempunyai teman untuk bercengkrama dan makan malam bersama. Antara Hakase dan Ruto terjalin hubungan seperti ayah dan anak. Kedekatan mereka terlihat dari kesediaan Hakase untuk mengadakan syukuran bersama Kaseifu dan Ruto. Sehari setelah Hakase merayakan ulang tahun Ruto dan keberhasilannya mendapatkan hadiah dari kuis matematika yang dikirimnya, memori Hakase yang hanya 80 menit saja mengalami kerusakan hebat sehingga Hakase tidak bisa mengingat apa-apa lagi selain masa lalunya. Oleh karenanya kakak ipar Hakase mengirimnya ke panti rehabilitasi agar dapat dirawat dengan baik oleh tenaga ahli. Hakase menghembuskan nafas terakhirnya setelah 10 tahun tinggal di panti rehabilitasi ini. (Ogawa, 2003, p. 280) Tokoh selanjutnya adalah Kaseifu. Kata kaseifu berarti perempuan yang melakukan pekerjaan memasak, menjahit dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Dalam novel ini juga tidak disebutkan nama dari tokoh Kaseifu sehingga untuk
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
110 penjelasan selanjutnya tokoh ini disebut Kaseifu. Kaseifu sejak kecil sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah menggantikan tugas ibunya. Pada usia dua tahun, Kaseifu sudah bisa mencuci sendiri celananya yang terkena ompol dengan air bekas ofuro2. Ketika berusia 10 tahun, Kaseifu sudah bisa pergi membayarkan tagihan listrik dan menghadiri pertemuan rukun tetangga. (Ogawa, 2003, p. 51-52). Sejak dilahirkan Kaseifu hanya tinggal berdua dengan ibunya. Ayah Kaseifu adalah seorang laki-laki yang tidak bisa dinikahi oleh ibunya sehingga ibunya membesarkan Kaseifu seorang diri. Kaseifu sering mendengar cerita tentang ayahnya hanya yang baik-baik saja dan tak pernah sekalipun terlontar perkataan buruk dari mulut ibunya mengenai ayahnya yang berbisnis di bidang kuliner. Kaseifu dapat merasakan bahwa ibunya sengaja menyembunyikan hal yang tidak baik mengenai ayahnya. Ayah Kaseifu adalah seorang pria yang gagah, tampan dan berperawakan tinggi. Dia fasih berbahasa Inggris dan penghayatannya sangat mendalam dalam opera. Kepandaian ayahnya terlihat sangat membanggakan terlebih dengan senyumnya yang menawan semua orang. Kaseifu membayangkan ayahnya seperti seorang yang berpose di museum seni dengan mata memandang jauh ke depan dan tak ada tanda akan merengkuh dirinya. Memasuki usia pubertas, Kaseifu baru mulai berpikir mengapa ayahnya membiarkan dia dan ibunya tanpa memberi bantuan secara ekonomi sedikitpun. Tetapi pada masa itu Kaseifu tidak terlalu memikirkan akan keberadaan seorang ayah. Kaseifu dan ibunya saling mendiamkan masalah ini. (Ogawa, 2003, p. 52). Ibu Kaseifu adalah seorang yang keras dan gigih. Dia tidak ingin putrinya terlihat seperti gadis miskin hingga berupaya apa saja agar anaknya terlihat kaya seperti anak-anak lain. Ibu Kaseifu menjahitkan sendiri pakaian untuk putrinya dari bahan pakaian sisa untuk pesta, dan dia juga menyuruh Kaseifu berlatih piano dari pemain orgen dengan biaya yang murah. Jendela rumah mereka selalu dihiasi dengan bunga-bunga yang diambil dari sisa pesta (Ogawa, 2003, p. 51).
2
Ofuro adalah tempat berendam dengan air panas. Sebelum masuk dan berendam di dalam ofuro, terlebih dahulu seseorang harus membersihkan badan dengan sabun dan dibilas hingga bersih. Air panas dalam ofuro ini dapat digunakan berendam untuk satu keluarga secara bergantian. Air bekas berendam oleh ibu rumah tangga biasanya tidak dibuang tetapi digunakan untuk membilas cucian.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
111 Namun Kaseifu yang baru duduk di kelas tiga SMA telah menghancurkan semua impian ibunya. Kaseifu dihamili oleh pacarnya yang merupakan teman kerjanya di tempat kerja paruh waktu. Laki-laki itu adalah mahasiswa teknik elektro. Kaseifu terpesona dengan kepribadiannya dan dengan ilmu yang dipelajari oleh laki-laki tersebut. Tetapi laki-laki itu menghilang ketika Kaseifu hamil (Ogawa, 2003, p.52-53). ẕࡢᗁࢆᡴࡕ○ࡁࠊᙼዪࡀ⠏ࡁୖࡆ࡚ࡁࡓ➃ษࢀࡢὒ᭹ࡸࣆࣀ ࡸⰼࠎࢆ┠ⲔⱞⲔ◚ቯࡋࡓࡢࡣࠊ⚾ࡢዷፎࡔࡗࡓࠋ㧗ᰯ୕ᖺ㐍 ⣭ࡋ࡚㛫ࡶ࡞ࡃࡢฟ᮶ࡔࡗࡓࠋ┦ᡭࡣࣝࣂࢺඛ࡛▱ࡾྜࡗࡓࠊ 㟁ẼᕤᏛࡢຮᙉࢆࡍࡿᏛ⏕ࡔࡗࡓࠋ≀㟼࡛ᩍ㣴㇏࡞㟷ᖺࡔࡗ ࡓࡀࠊேࡢ㛫㉳ࡁࡓࡇࢆཷࡅṆࡵࡿࡔࡅࡢᗘ㔞ࡣ࡞ࡗࡓࠋ ⚾ࢆ㨩ࡋࡓࠊ㟁ẼᕤᏛࡘ࠸࡚ࡢ⚄⛎ⓗ࡞▱㆑ࡣఱࡢᙺࡶ❧ࡓ ࡎࠊᙼࡣࡓࡔࡢហ࡞⏨࡞ࡗ࡚ࠊ⚾ࡢ๓ࡽጼࢆᾘࡋࡓࠋ Aku menghancurkan impian ibu. Baju yang dibuat ibu dari sisa potongan kain, piano dan bunga-bunga menjadi berantakan semua karena kehamilanku. Kejadiannya tidak lama setelah aku naik kelas tiga SMA. Yang menghamiliku adalah teman sesama kerja paruh waktu, seorang mahasiswa teknik elektro. Dia adalah seorang pemuda yang pendiam dan terdidik. Sama sekali tidak ada pikiran untuk menghentikan apa yang telah terjadi di antara kami berdua. Pengetahuan misterius mengenai teknik elektro yang mempesonaku tidak ada gunanya, dia hanyalah seorang lakilaki bodoh dan kemudian menghilang dari hadapanku (Ogawa, 2003, p. 52-53). (Terjemahan dari Devi, 2010 )
Kemarahan ibu Kaseifu tidak kunjung reda. Ibunya berteriak marah dengan kesakitan dan kesedihan yang mendalam. Kaseifu terheran dengan sikap ibunya, padahal mereka berdua sama-sama wanita yang telah hamil di luar nikah. Dalam keadaan yang tidak tahu harus berbuat apa, Kaseifu lari dari rumah pada saat kehamilannya mencapai usia 22 minggu. Kaseifu yang baru berumur 18 tahun melahirkan bayinya tanpa ditemani suami ataupun ibu. Dia yang masih sangat muda dan lugu menjalani persalinan seorang diri dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Pipinya cekung karena mengalami muntah-muntah selama kehamilan. Rambutnya berbau tidak sedap dan pakaiannya kotor terkena noda setelah melahirkan. (Ogawa, 2003, p. 50).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
112 Setelah melahirkan Kaseifu tinggal di perumahan semacam panti ibu dan anak tempat di mana dia bisa mengasuh anaknya. Kaseifu kemudian mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Selain sebagai pengurus rumah tangga, Kaseifu merasa tidak ada tempat lain yang bisa menerimanya karena keahliannya hanya melakukan pekerjaan rumah tangga. Kaseifu kemudian mengikuti tes masuk untuk menjadi pengurus rumah yang nantinya bertugas melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan seluruh rumah, berbelanja ke pasar dan lain sebagainya. Yayasan yang dipilih Kaseifu untuk menyalurkan dirinya sebagai pengurus rumah bernama Akebono. ࡹ࠺ࡼ࠺ࡌ
ࡕࡹ࠺ࡏࢇ
͐>͐@͐ஙᗂඣ ࢆ㡸ࡿಖ⫱ᡤࡢ ᢳ 㑅 ᙜࡓࡿࠊ㏞ࢃࡎ࠶ࡅࡰ ࡢᐙᨻ፬⤂⤌ྜࡢ㠃᥋ヨ㦂ࢆཷࡅࡓࠋ⚾ࡀᣢࡗ࡚࠸ࡿࡉࡉࡸ࡞ ࡞⬟ຊࢆ⏕ࡏࡿሙᡤࡣࠊࡑࡢ௨እࡇࡶ࡞ࡗࡓࠋ 㻌 ….Begitu aku mendapatkan tempat penitipan bayi yang masih menyusui, tanpa ragu aku mengikuti wawancara di yayasan pengurus rumah Akebono. Karena selain tempat itu tidak ada tempat di mana aku bisa mengaplikasikan kemampuanku yang sedikit kumiliki (Ogawa, 2003, p. 54). (Terjemahan dari Devi, 2010)
Komunikasi antara Kaseifu dan ibunya terputus setelah Kaseifu lari dari rumah ibunya. Kemudian hubungan itu terjalin kembali ketika ibu Kaseifu mengirimkan ransel untuk Ruto, anak laki-laki Kaseifu yang akan masuk sekolah dasar. Kaseifu saat itu sudah mulai mandiri dan dapat meninggalkan panti tempat pengasuhan ibu dan anak dan pindah ke apartemen biasa. Ibu Kaseifu yang gigih tetap bekerja pada perusahaan yang menyelenggarakan pesta pernikahan. Namun di saat Kaseifu baru saja merasakan kenyamanan karena kembali dekat dengan ibunya, ibu Kaseifu meninggal dunia akibat pendarahan otak yang dialaminya. (Ogawa, 2003, p. 54). Tokoh selanjutnya yang dimunculkan Ogawa dalam novel HAS ini adalah Mibojin. Istilah mibojin digunakan bagi wanita yang kehilangan suami akibat kematian, dan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti janda ditinggal mati. Dalam novel tidak disebutkan nama tokoh ini kecuali dengan menyebutnya dengan mibojin sehingga untuk selanjutnya tokoh ini disebut
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
113 dengan Mibojin. Mibojin adalah kakak ipar perempuan Hakase. Setelah suaminya meninggal dunia, Mibojin yang tidak mempunyai anak, menutup pabrik tenun yang dikelola oleh kakak Hakase. Kemudian pada bekas lahan pabrik tersebut Mibojin mendirikan apartemen mewah yang disewakan. Dari hasil sewa apartemen tersebut Mibojin menghidupi dirinya dan Hakase. Kekayaan Mibojin diperolehnya dari warisan peninggalan suaminya dan dari sewa apartemen yang dikembangkan oleh Mibojin dari uang hasil penjualan pabrik tenun milik kakak Hakase. ṧࡉࢀࡓᮍஸேࡣᏊ౪ࡀ࠸࡞ࡗࡓࡓࡵࠊᕤሙࢆࡓࡓࡳࠊ㊧ᆅ࣐ ࣥࢩࣙࣥࢆᘓ࡚ࠊᐙ㈤ධ࡛ᬽࡽࡋࢆࡣࡌࡵࡿࠋ
Mibojin yang sudah ditinggal suaminya tidak mempunyai anak, oleh karena itu pabrik tenun itu ditutupnya, pada bekas lahan pabrik dibangunnya apartemen mewah dan dengan hasil sewa apartemen itu dia mulai menjalani kehidupannya (Ogawa, 2003, p. 18). (Terjemahan dari Devi, 2010)
Mibojin yang tinggal di rumah yang megah adalah seorang wanita berkelas dengan penampilan elegan. Walaupun sekarang Mibojin sudah tua dan kakinya pincang karena tulang kaki kanannya patah akibat kecelakaan yang dialaminya bersama Hakase, Mibojin masih berpenampilan sesuai dengan kelasnya. 㠃᥋ࡢࡓࡵ༤ኈࡢᐙࢆゼࢀࡿࠊᛂᑐฟ࡚ࡁࡓࡢࡣࠊୖရ࡞㌟࡞ ࡾࡢ⑭ࡏࡓ⪁፬ேࡔࡗࡓࠋᰩⰍᰁࡵࡓ㧥ࢆ⤖࠸ୖࡆࠊࢽࢵࢺࡢ࣡ ࣥࣆ࣮ࢫࢆ╔࡚ࠊᕥᡭ㯮࠸᮫ࢆ✺࠸࡚࠸ࡓࠋ Ketika aku mengunjungi rumah Hakase untuk wawancara, yang menemuiku adalah wanita tua yang kurus dengan penampilan elegan. Rambutnya yang disemir dengan warna coklat gelap diikat ke belakang, dia mengenakan baju terusan yang dirajut dan memegang tongkat hitam pada tangan kirinya (Ogawa, 2003, p. 9). (Terjemahan dari Devi, 2010) Tokoh terakhir adalah Ruto anak Kaseifu. Ruto atau root dalam bahasa Inggris berarti akar. Istilah ini juga digunakan dalam matematika sebagai akar. Nama Ruto yang sebenarnya juga tidak disebutkan di dalam novel. Nama ini adalah pemberian dari Hakase ketika pertama kali bertemu dengan Ruto yang saat itu
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
114 berusia 10 tahun. Kaseifu dan Ruto tinggal di apartemen yang sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Ketika Ruto pertama kali masuk ke ruang belajar Hakase, Ruto sangat terheran-heran melihat buku yang sangat banyak, bertumpuktumpuk di kamar Hakase. Satu hari tangan Ruto luka tertusuk pisau ketika ingin mengupas apel. Kemudian Hakase dan Kaseifu membawanya ke klinik untuk diobati. Sepulang dari klinik, mereka bertiga merasa lapar dan akhirnya makan di luar. Kedai yang dipilih adalah kedai yang jauh dari keramaian dan yang pengunjungnya sepi karena Hakase tidak suka dengan tempat yang ramai. Mereka memilih menu kareraisu yang bagi Kaseifu tidak begitu lezat rasanya. Sedangkan bagi Ruto makan di luar adalah pengalaman pertama baginya sehingga dia merasa sangat senang. (Ogawa, 2003, p. 113). Kaseifu yang memiliki penghasilan yang tidak besar sering berhemat sehingga lupa mengajak Ruto untuk berekreasi. Ruto tidak pernah pergi ke museum ataupun bioskop. Pengalaman Ruto berekreasi hanya sekali yaitu ketika diajak oleh neneknya ke kebun binatang. Ruto adalah anak yang baik. Dia tidak mau meminta uang kepada ibunya hanya untuk kesenangannya sendiri seperti meminta uang untuk membeli kartukartu baseball. Ruto sebenarnya sudah mengetahui kartu-kartu itu dari temantemannya tetapi Ruto menghindari untuk terlibat dengan benda-benda seperti itu agar tidak membebani ibunya dengan membelikan kartu tersebut. ࣮ࣝࢺࡣࡑࡢ⏕ࡲࢀ࡚ึࡵ࡚ࠊ㔝⌫࣮࢝ࢻ࠸࠺ࡶࡢṇ㠃ࡽ ฟࡗࡓࡢࡔࠋ㐩ࡀᣢࡗ࡚࠸ࡿࡢࢆぢࡏ࡚ࡶࡽࡗ࡚ࠊᏑᅾࢆ₍↛ ࡣ▱ࡗ࡚࠸ࡓࡔࢁ࠺ࡀࠊࢇ↓ព㆑ࡢ࠺ࡕࠊ㛵ࢃࡾྜ࠺ࡢ ࢆ㑊ࡅ࡚࠸ࡓࡢ࡛ࡣ࡞࠸ᛮࢃࢀࡿࠋ Semenjak lahir, Ruto baru pertama kali melihat langsung apa yang disebut dengan kartu baseball. Ruto diperlihatkan oleh temannya yang memiliki kartu, mungkin samar-samar Ruto sudah mengetahui tentang kartu itu, tetapi aku pikir tanpa disadarinya, Ruto menghindari untuk terlibat dengan benda-benda itu. (Ogawa, 2003, p. 240). Ruto sangat menjaga perasaan ibunya. Ruto hanya mengikuti ibunya saja dalam berbagai hal terlebih karena dirinya masih anak-anak dan berada dalam pengawasan orang tua sepenuhnya. Ruto yang menyukai Hakase banyak belajar
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
115 matematika dari Hakase dan kemudian memilih berkarir sebagai guru matematika pada salah satu SMP di kotanya. Pemaparan mengenai para tokoh yang muncul dalam novel HAS memperlihatkan adanya interaksi dan hubungan sesama tokoh. Pada pemaparan mengenai tokoh, dipilih tokoh Kaseifu untuk dibahas secara mendalam mengenai perjuangannya di dalam ranahnya. Pembahasan tokoh ini dilihat berdasarkan modal dan habitusnya. Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tokoh Kaseifu adalah seorang pengurus rumah tangga yang bekerja di rumah Hakase. Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai posisi Kaseifu dalam ruang sosialnya maka perlu diketahui lebih rinci lagi modal yang dimiliki oleh Kaseifu. Kaseifu adalah wanita yang menjelang usia tiga puluh tahun (Ogawa, 2003, p. 47). Wajahnya bulat, rambutnya pendek dan ada tahi lalat di samping bibirnya. Gambaran mengenai penampilan fisik Kaseifu hanya sekilas saja ketika Hakase melukiskan wajah Kaseifu pada memonya untuk mengingat siapa pengurus rumah yang datang setiap hari ke rumahnya. (Ogawa, 2003, p. 23). Pernyataan bahwa Kaseifu cantik keluar dari mulut anaknya Ruto. Bila Kaseifu sedang bersedih hati karena sikap majikannya yang keterlaluan dan tak bisa diterimanya, maka Ruto akan menghibur ibunya dengan mengatakan mamanya cantik sehingga tidak usah terlalu memikirkan masalah tersebut. Kaseifu sangat senang dengan caranya anaknya menghibur dirinya. Terkadang Kaseifu sengaja pura-pura bersedih agar dihibur dengan perkataan cantik oleh anaknya. ࠕ࣐࣐ࡣ⨾ேࡔࡽኵࡔࡼࠖ ☜ಙ‶ࡕࡓཱྀㄪ ࡛ࡑ࠺ゝࡗࡓࠋ “Mama cantik, jadi tidak apa-apa”, begitu katanya dengan nada suara yang penuh percaya diri. (Ogawa, 2003, p. 84) Bentuk fisik seseorang adalah anugrah dari Tuhan yang telah didapati semenjak hadir di dunia ini. Namun dalam budaya hampir di setiap masyarakat manapun terdapat pemisahan antara yang mempunyai bentuk fisik yang baik dan menarik dengan yang tidak. Individu yang cantik atau tampan akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan individu yang biasa saja. Bahkan mendapatkan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
116 berbagai kemudahan dalam berbagai urusan. Kecantikan ataupun ketampanan individu dapat menjadi akses untuk memasuki satu ranah tertentu yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Walaupun tidak semua individu yang cantik dan tampan diperlakukan istimewa, kecantikan dan ketampanan ini dapat dikategorikan ke dalam modal budaya. Sebut saja dalam hal mencari pekerjaan, majikan akan memberikan persyaratan calon karyawannya adalah yang berpenampilan menarik dalam artian yang cantik atau tampan. Sebagai wanita muda yang tidak bersuami dan membesarkan anaknya seorang diri, Kaseifu terlihat tegar dan kuat. Walaupun hanya berpendidikan SMA, Kaseifu mampu dan sanggup menghidupi dirinya dan anak laki-lakinya seorang diri tanpa bantuan yang bersifat finansial dari siapapun. Sejak melahirkan putranya, Kaseifu berusaha menyelesaikan dan mengatasi masalahnya sendiri. Kaseifu mampu mengatur dirinya dan anaknya sehingga dia dapat bekerja dengan baik dan anaknya pun dapat menerima keadaan mereka dengan bersikap menurut pada ibunya. Kaseifu memberikan nomor telepon majikan di mana dia bekerja pada anaknya dan berpesan pada anaknya bila ada apa-apa selama ibunya tidak di rumah agar segera menemui penjaga apartemen untuk meminta bantuan. (Ogawa, 2003, p. 42) Kemandirian Kaseifu dalam menjalani hidupnya dapat dikelompokkan ke dalam modal sosialnya. Bila kemandirian ini tidak dimiliki maka Kaseifu tidak akan sanggup menjalani hidup sebagai orang tua tunggal dan membesarkan seorang diri anak laki-lakinya. Kemampuan untuk dapat berinteraksi dengan individu lain dalam lingkungan sekitar adalah sebuah modal yang penting. Dalam masyarakat banyak ditemui kasus diantaranya seseorang tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan tidak dapat mandiri seperti fenomena hikikomori di Jepang. Para penderita hikikomori ini hanya berdiam diri di kamarnya, berharihari, berbulan-bulan bahkan ada yang bertahun-tahun. Semua keperluannya sehari-hari dipenuhi oleh keluarga terdekatnya. Kaseifu sudah bekerja selama 10 tahun di bawah yayasan pengurus rumah tangga bernama Akebono. Diantara para anggota pengurus rumah di yayasan ini Kaseifu adalah anggota yang paling muda. Walaupun masih muda, Kaseifu memiliki reputasi yang sangat baik. Kaseifu sangat bangga dengan pekerjaannya Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
117 yang tidak pernah mengecewakan majikan. Mungkin ada ketidakpuasan majikan akan pekerjaannya namun mengenai hal itu tidak pernah sampai ke telinga ketua yayasan. Kaseifu adalah seorang pekerja yang profesional dan memiliki kebanggaan atas pekerjaannya. ࠶ࡅࡰࡢᐙᨻ፬⤂⤌ྜࡽࠊ⚾ࡀึࡵ࡚༤ኈࡢඖὴ㐵ࡉࢀࡓࡢ ࡣࠊ୍ᖺࡢ୕᭶ࡔࡗࡓࠋ℩ᡞෆᾏ㠃ࡋࡓᑠࡉ࡞⏫ࡢࡑࡢ⤌ ྜⓏ㘓ࡉࢀࡓᐙᨻ፬ࡢ୰࡛⚾ࡣ୍␒ⱝࡗࡓࡀࠊ࢟ࣕࣜࡣ᪤ ༑ᖺࢆ㉺࠼࡚࠸ࡓࠋࡑࡢ㛫ࢇ࡞ࢱࣉࡢ㞠࠸ࡶ࠺ࡲࡃࡸࡗ࡚ ࡁࡓࡋࠊᐙࡢࣉࣟࡋ࡚ࡢࡾࡶᣢࡗ࡚࠸ࡓࠋࡢⓙࡀᩗ㐲ࡍࡿ 㠃ಽ࡞㢳ᐈࢆᢲࡋࡅࡽࢀ࡚ࡶࠊ⤌ྜ㛗ᖹ࡞₃ࡽࡋࡣࡋ࡞ ࡗࡓࠋ Pada Maret 1992 aku ditugaskan pertama kali ke rumah Hakase dari yayasan pengurus rumah tangga Akebono. Aku adalah yang paling muda diantara pengurus rumah tangga yang terdaftar dalam yayasan yang berlokasi di kota kecil yang menghadap laut Setonaikai. Karirku sudah lebih dari 10 tahun. Selama itu, majikan dengan tipe bagaimanapun sudah aku layani dengan baik dan aku memiliki kebanggaan sebagai pengurus rumah tangga profesional. Biarpun aku ditekan oleh majikan yang merepotkan, yang dihindari oleh teman-temanku, keluhan dan ketidakpuasan tidak terbongkar ke ketua yayasan (Ogawa, 2003, p. 8). Keprofesionalan dalam bekerja dapat dikelompokkan ke dalam modal sosial. Dalam bekerja seorang individu akan berinteraksi dengan berbagai orang yang memiliki status sosial yang berbeda, pandangan hidup yang berbeda, kebiasaan yang berbeda dan lain sebagainya. Bila individu tidak mampu berinteraksi dalam lingkungan yang berbeda tersebut, maka individu tidak akan dapat bertahan lama di tempatnya bekerja. Individu akan dikucilkan atau bahkan dipecat dari tempat bekerja. Jadi keprofesionalan ini sangat diperlukan dalam bekerja dan merupakan modal penting. Kaseifu bekerja tidak tetap pada satu majikan saja. Kaseifu sering bergantiganti majikan sesuai dengan kebutuhan dari majikan tersebut. Setiap berganti majikan, berganti pula tata cara dan aturan yang dilakukan oleh Kaseifu sesuai dengan permintaan majikan seperti harus memakai pita rambut warna tertentu, membuatkan teh dengan suhu air tertentu bahkan ada yang menyuruh sembahyang bila di sore hari melihat planet venus muncul.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
118 Pada setiap berganti majikan, Kaseifu mempunyai habitus yaitu menyesuaikan diri dengan irama pekerjaannya. Pada awal bekerja pada majikan baru, Kaseifu akan bekerja sepenuh hati dan bersungguh-sungguh tanpa kenal lelah hingga mendapatkan irama kerja yang sesuai dengannya. Bila memahami irama kerja ini maka Kaseifu dapat melaksanakan tugas dari majikan baru dengan baik. (Ogawa, 2003, p. 19) Ruang sosial Kaseifu sebagai seorang pengurus rumah dapat digambarkan seperti gambar 3.5. Gambar 3.5. Ruang Sosial Kaseifu Sebagai Pengurus Rumah
Gambar 3.5 adalah gambar ruang sosial Kaseifu berdasarkan modal yang dimilikinya sebagai seorang pengurus rumah. Modal Kaseifu dalam ruang sosialnya sebagai pengurus rumah yang profesional berupa modal budaya adalah memiliki pendidikan setingkat SMA, mempunyai reputasi yang baik dan mempunyai catatan karir sudah lebih dari sepuluh tahun. Walaupun memiliki beberapa modal budaya, posisi Kaseifu berada di bawah ketua yayasan pengurus rumah tangga Akebono karena ketua yayasan mempunyai modal yang lebih banyak dari Kaseifu terutama modal simbolik berupa wewenang dalam Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
119 mengambil keputusan yang menyangkut pekerjaannya. Ketua yayasan dapat memindahkan Kaseifu bekerja dari satu majikan ke majikan lain tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Kaseifu. Apakah Kaseifu menyukai majikan baru tersebut atau tidak, bukanlah satu pertimbangan penting dari ketua yayasan, karena yang lebih diutamakan dari yayasan adalah kepuasan pelanggan. Kaseifu memahami posisinya di dalam ruang sosialnya. Posisi yang memang terdominasi oleh golongan yang memiliki banyak modal. Dominasi ini terasa sekali ketika Kaseifu berusaha membela diri dihadapan ketua yayasan atas ketidakpuasan akibat diberhentikan bekerja di rumah Hakase. Argumen Kaseifu terpatahkan dengan satu kalimat yang keluar dari mulut ketua yayasan yang menyatakan bahwa bila Kaseifu bersikap macam-macam dan tidak patuh dengan aturan, maka Kaseifu dapat dipecat dan akan masih banyak pengurus rumah lain yang dapat menggantikannya. ࠕ௦ࢃࡾࡢᐙᨻ፬࡞ࡽࠊ࠸ࡃࡽ࡛ࡶ࠸ࡿࠖ ⤌ྜ㛗ࡣ⚾ࡢゝⴥࢆ୰᩿࡛㐽ࡾࠊࠋࠋࠋ Ketua yayasan memotong perkataanku dengan mengatakan, “Kami memiliki banyak pengurus rumah yang dapat menggantikanmu, berapapun itu.” (Ogawa, 2003, p. 166) Kaseifu yang memiliki modal budaya yang cukup banyak bila dibandingkan dengan pengurus rumah yang lain pada yayasan Akebono tempatnya tercatat sebagai salah seorang pengurus rumah, memiliki hubungan langsung dengan ketua yayasan karena segala sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya dijelaskan oleh ketua yayasan ini. Walaupun terkadang ada majikan yang memberikan instruksi pada Kaseifu mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, mengenai kontrak kerja dan upah didapatkan oleh Kaseifu melalui ketua yayasan. Majikan yang tidak berhubungan langsung dengan Kaseifu adalah Mibojin. Mibojin sebagai pengguna jasa pengurus rumah berhubungan langsung dengan ketua yayasan dan meminta dikirimkan seorang pengurus rumah. Kaseifu mendapat tugas bekerja pada rumah Hakase seorang profesor matematika yang lupa ingatan dan sudah lansia. Dari kartu pelanggan Hakase yang memiliki
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
120 sembilan tanda bintang, dapat diketahui oleh Kaseifu bahwa Hakase sudah sembilan kali berganti-ganti pengurus rumah. (Ogawa, 2003, p. 9). Mibojin
memperlihatkan
kelasnya
lebih
tinggi
dari
Kaseifu
ketika
mewawancarai Kaseifu yang datang ke rumahnya. Mibojin tidak mau bertemu pandang dengan Kaseifu. Mibojin memandang ke arah Kaseifu dengan tatapan mata waspada. Mibojin memperlihatkan ketidaksukaannya berinteraksi dengan Kaseifu dengan mengatakan bahwa ada jalan khusus di samping rumah, yang menuju langsung ke rumah Hakase tanpa melewati jalan ke rumahnya. Mibojin melarang Kaseifu untuk mondar-mandir dari rumah Hakase ke rumahnya. (Ogawa, 2003, p. 10). Kaseifu yang berprofesi sebagai pengurus rumah memulai pekerjaannya di rumah Hakase. Sebagai seorang pengurus rumah, Kaseifu dibekali berbagai cara untuk menghadapi majikan yang bagaimanapun karakternya. Suka atau tidak suka, Kaseifu terlatih untuk melayani permintaan majikan yang berkaitan dengan pekerjaannya. Ketika Kaseifu datang pertama kali ke rumah Hakase, Hakase menyambutnya tidak dengan ucapan salam melainkan menanyakan berapa nomor sepatunya. Kaseifu menjawab saja apa adanya karena sebagai seorang pengurus rumah Kaseifu harus mematuhi majikan dan harus menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan. (Ogawa, 2003, p. 13). Cara melayani majikan seperti ini adalah habitus dari pengurus rumah tangga, habitus yang sudah tertanam semenjak awal seseorang berkarir sebagai pengurus rumah. Bila habitus ini tak dimiliki, seorang pengurus rumah tidak akan bertahan lama berkarir seperti Kaseifu yang sudah berkarir lebih dari sepuluh tahun. Cara melayani majikan dengan patuh mendengarkan apa yang dikatakan majikan terlihat ketika Kaseifu menjawab pertanyaan Hakase setiap pagi di depan pintu masuk. Kaseifu juga mematuhi perintah Hakase, ketika Hakase menyuruh Kaseifu membawa anaknya Ruto ke rumah Hakase. Kaseifu kemudian menyuruh anaknya datang ke rumah Hakase sepulang sekolah. Walaupun Kaseifu mengetahui bahwa membawa anak ke tempat kerja adalah satu pelanggaran, Kaseifu tetap membawanya karena ini adalah perintah Hakase yang tidak suka ketika mengetahui anak Kaseifu seorang diri di apartemennya sementaranya ibunya bekerja di rumah Hakase. (Ogawa, 2003, p. 44). Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
121 Kehadiran Ruto di rumah Hakase setiap pulang sekolah hingga Kaseifu selesai bekerja membuat terjalinnya hubungan yang akrab diantara mereka. Ruang sosial Kaseifu sebagai pengurus rumah Hakase terlihat pada gambar 3.6. Gambar 3.6. Ruang Sosial Kaseifu Ketika Menjadi Pengurus Rumah Hakase
Pada gambar 3.6. terdapat dua kutub yaitu kutub yang dominan ditempati oleh Mibojin dan Hakase dan kutub terdominasi yang ditempati oleh Kaseifu dan anaknya Ruto. Kaseifu berada pada posisi terdominasi dikarenakan modal yang dimilikinya sangat sedikit yaitu berupa gajinya sebagai pengurus rumah, pendidikannya yang setingkat SMA dan pergaulannya hanya pada kalangan pengurus rumah. Sementara Mibojin dan Hakase secara modal ekonomi jauh di atas Kaseifu. Apartemen mewah yang disewakan dan rumah megah yang dimiliki oleh Mibojin membuatnya memiliki modal ekonomi paling besar di dalam ruang sosialnya ini. Sementara itu hubungan Kaseifu dengan Ruto sangat dekat. Hubungan antara Kaseifu dan Ruto adalah hubungan darah antara ibu dan anak. Kaseifu yang orang tua tunggal sekaligus wanita pekerja, masih menyempatkan dirinya untuk memperhatikan Ruto dalam keterbatasan waktunya sehingga terjalin hubungan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
122 yang sangat dekat diantara mereka. Tak jarang ditemukan orang tua yang sibuk bekerja dan tidak sempat lagi memperhatikan anaknya sehingga anaknya lebih dekat kepada pengasuh atau temannya. Kedekatan antara Kaseifu dan Ruto terlihat dari Ruto yang dapat mengetahui bagaimana perasaan ibunya sehingga Ruto dapat menghibur ibunya bila sedang bersedih. Ruto juga mengetahui kondisi ekonomi mereka sehingga tidak meminta hal yang akan merepotkan ibunya. ᙼࡣỴࡋ࡚ࠊࡓࡔࡢᴦࡋࡳࡢࡓࡵࠊࡋࡶ⮬ศࡶ୍ேࡢᴦࡋࡳࡢ ࡓࡵࡔࡅࠊẕぶ࠾㔠ࢆࡡࡔࡓࡗࡓࡾࡋ࡞࠸Ꮚࡔࡗࡓࡽࠋ Ruto bukanlah anak yang suka meminta uang kepada ibunya untuk bersenang-senang, apalagi hanya untuk kesenangannya sendiri (Ogawa, 2003, p. 240). Pekerjaan sebagai pengurus rumah dan penghasilan yang tidak begitu besar memaksa Kaseifu untuk melatih Ruto menjadi anak yang mandiri. Ruto adalah anak yang patuh dan mendengarkan kata-kata ibunya. Ruto sudah terbiasa ditinggal sendirian di apartemennya sementara menunggu ibunya pulang bekerja. Kaseifu tidak khawatir meninggalkan anaknya seorang diri menunggunya karena Kaseifu sudah memberikan nomor telepon tempatnya bekerja kepada Ruto dan berpesan bila ada apa-apa segera menghubungi pengurus apartemen tempat mereka tinggal. Dalam berinteraksi dengan majikannya, Kaseifu menjalin kedekatan dengan Hakase. Hubungan antara Kaseifu dan Hakase sebagaimana tertera pada sampul novel HAS dikatakan sebagai hubungan cinta yang ajaib. Keajaiban hubungan tersebut terlihat dari cara Hakase menyatakan perasaannya kepada Kaseifu melalui angka. Hakase menanyakan tanggal lahir Kaseifu kemudian mengatakan bahwa tanggal lahir Kaseifu bila dituliskan dalam bentuk angka adalah angka yang mempesona. ࠕྩࡢㄌ⏕᪥ࡣ᭶༑᪥ࠋ220ࠊᐇࢳ࣮࣑ࣕࣥࢢ࡞ᩘᏐࡔࠋ…ࠖ “Tanggal lahirmu 20 Februari, yaitu 220. Sungguh ini angka yang mempesona. ...” (Ogawa, 2003, p. 28)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
123 Kata mempesona yang biasanya diucapkan oleh seorang lelaki kepada perempuan mempunyai makna akan ketertarikan lelaki tersebut kepada perempuan yang ditujunya. Kata mempesona biasanya dikaitkan kepada kecantikan seorang wanita ataupun keindahan satu pemandangan alam, bukan untuk menyatakan keindahan bilangan atau angka. Kaseifu merasa senang mendapat pujian dari Hakase yang tidak hanya tentang tanggal lahirnya. Hakase juga sering memperhatikan ketika Kaseifu sedang memasak makanan untuknya. Kaseifu yang merasa risih karena diperhatikan setiap gerak-geriknya ketika memasak, menanyakan kepada Hakase mengapa memperhatikan dirinya. Secara spontan Hakase mengatakan bahwa dia suka sekali melihat sosok Kaseifu yang sedang memasak. (Ogawa, 2003, p. 206). Hakase juga menyatakan adanya ikatan antara dirinya dengan Kaseifu berdasarkan angka keberuntungan mereka. Tanggal lahir Kaseifu yang berupa angka 220 dan hadiah jam tangan yang diterima Hakase dari rektor universitas tempatnya meraih gelar doktor, yang memiliki nomor urut 284 adalah pasangan angka keberuntungan bagi Hakase. Bila bilangan 220 ini diuraikan faktorialnya dan kemudian dijumlahkan maka akan berjumlah 284, dan bila bilangan 284 diuraikan faktorialnya kemudian dijumlahkan maka akan berjumlah 220. Hakase mengatakan bahwa bilangan 220 dan 284 adalah pasangan bilangan yang langka sehingga oleh para ahli matematika disebut dengan amicable number yaitu angka yang memiliki hubungan yang istimewa. Dalam bahasa Jepang angka ini disebut dengan ࠕឡᩘࠖ(yuuaisuu) yang salah satu unsur kanjinya adalah kanji ࠕឡࠖ (ai) yang berarti cinta. Secara tidak langsung Hakase juga menyatakan bahwa ada hubungan cinta yang terjalin antara dirinya dengan Kaseifu. Kaseifu juga merasakan adanya jalinan antara dirinya dengan Hakase. Kaseifu sering memikirkan Hakase dan memikirkan pelajaran matematika yang telah diajarkan Hakase kepadanya. Kaseifu tidak ingin mengecewakan Hakase dengan tidak menjawab dengan baik setiap soal yang diberikan oleh Hakase. Walaupun demikian Kaseifu menyadari sepenuhnya bahwa Hakase adalah orang yang sangat jauh untuk dapat direngkuhnya. (Ogawa, 2003, p. 82). Sementara itu hubungan Hakase dan Ruto sebenarnya hanyalah sebatas majikan dan anak pengurus rumah. Namun hubungan itu menjadi sangat dekat
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
124 seperti hubungan antara ayah dan anak sejak Hakase pertama kali berinteraksi dengan Ruto. Hakase menyambut kedatangan anak Kaseifu dengan pelukan hangat sambil mengelus kepalanya. Hakase seketika itu menyadari bentuk kepala Ruto seperti lambang akar pada matematika sehingga Hakase memberikan nama Ruto yang berarti akar. Hakase
yang
ahli
matematika
membantu
Ruto
menyelesaikan
PR
matematikanya. Hakase bahkan mengajarkan matematika kepada Ruto. Kedekatan diantara mereka semakin terjalin ketika mereka mengetahui bahwa Hakase dan Ruto sama-sama menyukai baseball. Hakase sangat memperhatikan kesehatan Ruto bahkan merelakan sebagian jatah makan malamnya dihabiskan Ruto. Sikap Hakase yang ingin melindungi Ruto terlihat sekali ketika mereka bertiga menonton pertandingan baseball di stadion. Hakase memeluk Ruto erat-erat ketika bola baseball hampir saja mengenai Ruto. (Ogawa, 2003, p. 150 ). Hubungan Hakase dan Ruto akhirnya terjalin seperti hubungan ayah dan anak. Ruto yang telah banyak mendapatkan pelajaran dari Hakase terutama dalam ilmu matematika akhirnya memilih untuk berkarir sebagai guru matematika. Kaseifu yang berprofesi sebagai pengurus rumah juga mencoba berinteraksi dengan Mibojin. Hubungan Kaseifu dan Mibojin terlihat jelas seperti pembantu dan majikan. Mibojin tidak suka berinteraksi dengan Kaseifu. Mibojin meminta Kaseifu agar tidak datang ke rumahnya. Bila ada masalah terjadi di rumah Hakase, diharapkan Kaseifu dapat menyelesaikan sendiri masalah yang timbul tanpa melibatkan dirinya.
(Ogawa, 2003, p.10). Ketidaksukaan Mibojin untuk
berinteraksi dengan Kaseifu juga terlihat pada hari Kaseifu libur bekerja. Kaseifu yang tidak bekerja pada hari sabtu dan minggu, selalu menyiapkan makanan untuk Hakase agar bisa disantapnya pada hari Kaseifu libur. Makanan tersebut dibungkus rapi dan dibekukan di dalam lemari es. Pada hari senin ketika Kaseifu datang untuk bekerja, makanan yang disiapkannya sudah habis dimakan dan piring bekas makan Hakase sudah dicuci bersih dan tersimpan rapi di rak piring. Mibojin tidak pernah sekalipun menampakkan diri selama Kaseifu bekerja di rumah Hakase. Kaseifu mengetahui bahwa Mibojinlah yang telah menyiapkan makanan untuk Hakase pada hari Kaseifu tidak bekerja (Ogawa, 2003, p. 54-55).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
125 Selain itu sikap Mibojin yang memandang Kaseifu dengan mata waspada dan menyelidik menambah jarak yang semakin jauh antara dua posisi ini. Dan dominasi Mibojin selain sebagai majikan juga dapat diketahui dari pernyataannya melarang Kaseifu mengunjungi rumahnya walau apapun yang terjadi di paviliyun. Mibojin juga menyuruh Kaseifu menyelesaikan sendiri masalah yang timbul di rumah Hakase tanpa melibatkan dirinya. Untuk menghindari pertemuan dengan Kaseifu, Mibojin juga melarang Kaseifu masuk ke rumah melalui pintu utama. Kaseifu disuruh masuk melalui pintu samping yang langsung berhadapan dengan paviliyun tempat tinggal Hakase. ࠕ㞳ࢀẕᒇࢆ⾜ࡁ᮶ࡣࡋ࡞࠸࡛ୗࡉ࠸ࠋ࠶࡞ࡓࡢ࠾ሙࡣࠊ࠶ ࡃࡲ࡛⩏ᘵᏯ࡛ࡍࠋഃࡢ㐨㊰㠃ࡋࡓࠊ㞳ࢀᑓ⏝ࡢ⋞㛵ࡀ࠶ࡾࡲ ࡍࡽࠊࡑࡕࡽࢆࡗ࡚ฟධࡾࡋ࡚࠸ࡓࡔࡅࢀࡤ⤖ᵓᛮ࠸ࡲࡍࠋ ⩏ᘵࡀ㉳ࡇࡋࡓࢺࣛࣈࣝࡣ㞳ࢀࡢ୰࡛ゎỴࡋ࡚ࡃࡔࡉ࠸ࠋࡼࢁࡋ࠸ ࡛ࡍࡡࠋࡑࢀࡔࡅࡣᏲࡗ࡚࠸ࡓࡔࡁࡲࡍࠖ⪁፬ேࡣ᮫ࢆ୍ᗘࠊࢥࢶ ࣥ㬆ࡽࡋࡓࠋ “Jangan pulang pergi antara paviliyun dan rumah induk. Tempat kerja anda sepenuhnya adalah rumah adik ipar saya. Karena ada serambi khusus pada paviliyun, menghadap ke jalan sebelah utara, anda cukup menggunakan tempat itu untuk keluar masuk. Bila ada masalah yang ditimbulkan oleh adik ipar saya, selesaikan saja di paviliyun. Sudah paham bukan? Tolong dijaga hal itu saja”. Wanita tua itu membunyikan tongkatnya sekali hingga berbunyi (Ogawa, 2003, p. 10). Sementara itu Mibojin dan Hakase memiliki hubungan yang sangat dekat terlebih karena perkawinan kakak laki-laki Hakase dengan Mibojin. Namun hubungan mereka terlihat sangat akrab melebihi hubungan kakak dan adik ipar. Dari foto ketika mereka muda dulu terlihat kedekatan antara Mibojin dan Hakase. Foto itu diambil di sebuah pinggiran sungai. Hakase terlihat sedang bersantai, sedangkan Mibojin dengan malu-malu mendekatkan tubuhnya kepada Hakase tetapi tubuh mereka tidak saling bersentuhan. (Ogawa, 2003, p. 245). Kedekatan mereka juga terlihat ketika terjadi kecelakaan mobil yang dialami Hakase. Mibojin duduk di samping Hakase ketika kecelakaan tersebut terjadi. Mibojin lebih beruntung dari Hakase karena dia hanya mengalami patah tulang kaki pada kecelakaan tersebut.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
126 Pada novel tidak digambarkan secara jelas hubungan cinta yang pernah terjalin antara Hakase dan Mibojin. Selain foto mereka berdua yang terlihat mesra. Bukti kedekatan mereka adalah Hakase dapat menenangkan Mibojin ketika sedang bertengkar hebat dengan Kaseifu. Hakase menuliskan pada selembar kertas satu rumus matematika dan menyodorkannya kepada Mibojin. Rumus matematika tersebut ditemukan oleh Kaseifu pada sampul disertasi milik Hakase dan pada buku pelajaran matematika di perpustakaan. Makna dari rumus tersebut adalah keabadian dan Kaseifu memaknai walaupun Hakase hanya memiliki memori 80 menit, cinta abadinya hanya untuk Mibojin. Mibojin juga mengetahui dengan pasti bahwa Hakase hanya ingat akan dirinya saja. Ketika memori Hakase yang 80 menit saja hilang sama sekali dan Hakase tak dapat mengingat apapun selain kejadian sebelum kecelakaan, Mibojin kemudian menitipkan Hakase di panti rehabilitasi agar dapat dirawat oleh tenaga profesional. Saat Kaseifu menawarkan diri untuk membantu Mibojin, dengan tegas Mibojin menolak dan mengatakan bahwa Hakase lupa bahwa dia pernah bertemu dan berteman dengan Kaseifu. Namun Hakase tidak akan pernah melupakan Mibojin seumur hidupnya. (Ogawa, 2003, p. 277) Hakase semasa mudanya di sekolahkan oleh kakak laki-lakinya hingga ke luar negeri. Pada masa pemerintahan Meiji yang memberikan kebebasan hingga menganjurkan masyarakatnya untuk menuntut ilmu hingga ke luar negeri, maka oleh kepala keluarga di Jepang anak laki-laki kedua yang sering diberi kesempatan untuk belajar ke ibu kota bahkan ke luar negeri. Sementara anak lakilaki tertua atau chounan dipersiapkan untuk menjadi pengganti kepala keluarga atau kachou bila kachou sudah pensiun atau meninggal dunia. Dalam hal ini keluarga Hakase masih mengikuti kebiasaan keluarga tradisional Jepang yaitu menyekolahkan anak laki-laki kedua sampai ke luar negeri. Sementara kakak lakilaki Hakase mengelola pabrik tenun milik keluarganya dan membiayai sekolah Hakase dari hasil pabrik tenun tersebut. ୧ぶࡀ᪩ࡃ⏺ࡋࡓࡶࢃࡽࡎࠊ༤ኈࡀࢠࣜࢫࡢࢣࣥࣈࣜࢵ ࢪᏛࡲ࡛␃ᏛࡋࠊᩘᏛࡢຮᙉࢆ⥆ࡅࡽࢀࡓࡢࡣࠊぶࡢṧࡋࡓ⧊ ≀ᕤሙࢆ࠾ࡉࢇࡀⱞປࡋ࡚ࡁࡃࡋࠊ୍ᅇࡾᖺୗࡢᘵࡢࡓࡵᏛ ㈝ࢆฟࡋ࡚ࡃࢀࡓࡽࡔࡗࡓࠋ༤ኈྕࢆྲྀࡾ㸦ᙼࡣṇ┿ṇ㖭ࡢ༤ኈ Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
127 ࡔࡗࡓ㸧ࠊᏛࡢᩘᏛ◊✲ᡤࡢᑵ⫋ࡶỴࡲࡗ࡚ࡼ࠺ࡸࡃ⮬❧࡛ࡁࡓ ▮ඛࠊ࠾ࡉࢇࡣᛴᛶ⫢⅖࡛Ṛࢇ࡛ࡋࡲ࠺ࠋ Walaupun kedua orang tuanya terlalu cepat berpulang, Hakase belajar sampai ke Universitas Cambridge Inggris. Hakase dapat melanjutkan pendidikan di bidang matematika karena kakak laki-laki Hakase bekerja keras membesarkan pabrik tenun yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, dan mengeluarkan biaya kuliah untuk adik laki-lakinya yang terpaut dua belas tahun di bawahnya. Begitu Hakase akhirnya dapat mandiri dengan memperoleh gelar doktor, dan mendapatkan pekerjaan pada lembaga penelitian matematika pada satu universitas, kakak laki-laki Hakase meninggal dunia karena sakit hepatitis akut (Ogawa, 2003, p. 17-18). (Terjemahan dari Devi, 2010) Namun sangat disayangkan, kakak laki-laki Hakase meninggal dunia karena sakit hepatitis akut sehingga tidak dapat menyaksikan keberhasilan adiknya dalam pendidikan hingga meraih gelar doktor untuk bidang matematika. Hakase sendiri mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan dirinya mengalami kerusakan otak. Jangankan untuk mengurus perusahaannya, mengurus dirinya sendiri saja, Hakase tidak bisa. Sehingga semua harta warisan dari keluarga Hakase jatuh ke tangan kakak ipar perempuannya dan posisi Hakase dalam keluarganya tidak berubah. Semua kebutuhan hidup Hakase dipenuhi oleh kakak iparnya ini. Hakase yang sudah tidak bisa lagi mengurus keperluannya sendiri juga mendapat bantuan dari seorang pengurus rumah yang digaji oleh kakak ipar perempuannya. Apa yang diterima Hakase dari kakak iparnya, Mibojin yaitu rumah tempat tinggal, biaya hidup, perawatan akan penyakitnya, dan pengurus rumah adalah hak dari seorang anggota keluarga berdasarkan sistem kekeluargaan tradisional Jepang. Kembali kepada tokoh Kaseifu yang berjuang mendapatkan posisi di dalam ruang sosialnya. Kaseifu selalu berusaha untuk dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Pendidikan Kaseifu yang hanya sampai SMA tidak membuatnya terlihat bodoh dan kehabisan akal dalam menghadapi berbagai macam sifat dan tingkah laku majikannya. Kaseifu sangat cepat menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Kaseifu dapat mengingat dengan baik setiap hal yang menjadi pantangan dari majikannya, apakah itu dari cara bekerja, sikap atau tingkah laku. Kaseifu juga mengingatkan hal-hal yang menjadi kebiasaan majikannya bila majikannya tersebut lupa. Seperti mengingatkan Hakase mengenai kuis pada
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
128 jurnal matematika yang merupakan kegemaran Hakase (Ogawa, 2003, p. 210). Kaseifu juga pintar menyiasati bagaimana supaya Hakase dapat menyantap makanannya dengan mudah tanpa berserakan dengan membuatkan cream stew yang dimakan dengan menggunakan sendok. Kaseifu juga memikirkan asupan gizi majikannya. Karena Hakase tidak menyukai wortel, maka Kaseifu memasukkan irisan wortel dalam daging hamburger sehingga Hakase tidak mengetahui ada wortel dalam makanannya. (Ogawa, 2003, p. 39) Kepintaran yang dimiliki oleh Kaseifu adalah modal budaya yang bermanfaat dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari. Modal budaya yang disebutkan oleh Bourdieu diantaranya adalah ijazah yang dimiliki seseorang, maka pengalaman dalam bekerja walaupun tidak dikukuhkan oleh institusi resmi seperti sekolah ataupun universitas, dapat dikelompokkan ke dalam kategori ini karena tidak jarang ditemui individu yang sukses menjalankan pekerjaan karena pengalaman yang dimilikinya. Kaseifu memahami pekerjaannya dan melakukannya dengan baik. Kaseifu selalu berusaha melakukan pekerjaan yang terbaik untuk majikannya namun tidak membuat majikannya merasa terganggu. Kaseifu dengan gesit membersihkan ruang belajar sekaligus ruang tidur Hakase di sela-sela kesibukan Hakase di ruang makan, membersihkan bagian yang kotor, merapikan barang-barang yang berserakan dan menjahitkan alas tidur yang robek. (Ogawa, 2003, p. 38). Kaseifu juga bisa menata kembali dengan rapi meja makan yang berantakan akibat keteledoran Hakase ketika mereka akan merayakan ulang tahun Ruto. Kegembiraan acara tersebut tak berkurang sedikitpun walaupun kue ulang tahun Ruto hancur sebelah dan taplak meja yang putih bersih terkena noda makanan. Kaseifu berhasil menyulapnya kembali menjadi meja yang rapi dengan hidangan yang menggugah selera. (Ogawa, 2003, p. 268) Keterampilan adalah sesuatu yang didapatkan dengan belajar dan berlatih terus-menerus. Banyak lembaga yang menyelenggarakan berbagai pendidikan keterampilan dan memberikan semacam sertifikat yang menyatakan bahwa individu yang memiliki sertifikat tersebut telah memiliki keterampilan tertentu. Kaseifu tidak mengikuti berbagai macam kursus keterampilan terutama dalam hal mengurus rumah. Kaseifu telah terlatih sedari kecil mengerjakan perkerjaan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
129 rumah tangga, sehingga di masa dewasanya Kaseifu dapat memanfaatkan kemampuannya tersebut untuk bekerja. Walaupun tidak ada institusi resmi yang mengeluarkan sertifikat untuk keterampilan yang dimiliki oleh orang yang berlatih di rumah, modal keterampilan ini dapat dikategorikan sebagai modal budaya Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Kaseifu adalah seorang pekerja professional. Keprofesionalan Kaseifu dalam bekerja juga terlihat ketika Kaseifu menerima hukuman akibat kelalaiannya dalam mematuhi aturan di tempat kerja. Kaseifu telah menginap di rumah Hakase tanpa melapor terlebih dahulu kepada ketua yayasan. Kaseifu menyadari akan pelanggaran yang dilakukannya dan menerima hukuman diberhentikan dari rumah Hakase, walaupun sebenarnya Kaseifu terpaksa menginap di sana karena Hakase sakit dan tak mungkin menemui Mibojin yang jelas-jelas melarang datang ke rumahnya dan menyuruh menyelesaikan sendiri masalah yang timbul di rumah Hakase. (Ogawa, 2003, p. 164). Dan ketika hukuman Kaseifu dicabut karena Mibojin menyadari kesalahan bukan pada pihak Kaseifu dan mengizinkan Kaseifu untuk bekerja kembali di rumah Hakase, Kaseifu tetap mematuhi aturan yang melarangnya berkunjung ke rumah induk. Kepatuhan Kaseifu akan larangan Mibojin terlihat ketika Kaseifu memberikan kupon hadiah kuis matematika milik Hakase kepada Mibojin melalui ketua yayasan, padahal rumah Hakase adalah paviliyun dari rumah Mibojin. (Ogawa, 2003, p. 204) Modal lain yang dimiliki oleh Kaseifu adalah sifatnya yang keibuan. Dalam kesibukannya bekerja Kaseifu masih menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan anaknya dan memperhatikan sikap dan tindak tanduk anaknya. Terlihat ketika Kaseifu mengingatkan Ruto untuk tidak menghentak-hentakkan kakinya ketika Ruto merasa kesal dengan sikap Hakase yang dianggapnya telah melanggar janji. Kaseifu mengatakan Ruto bukan bayi lagi dan tidak pantas bersikap demikian kepada Hakase. (Ogawa, 2003, p. 76) Sifat keibuan dari Kaseifu juga terlihat ketika menghibur Ruto yang kecewa karena klub baseball kesayangannya kalah. Kaseifu mengatakan bahwa walaupun kalah, bukankah klub tersebut pernah menang satu kali. Sikap Kaseifu ini dapat menghibur anaknya dan membangkitkan rasa percaya diri Ruto. (Ogawa, 2003, p. 153)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
130 Rasa keibuan dapat dikelompokkan ke dalam modal sosial. Dengan modal ini seorang ibu dapat mengasuh dan membesarkan anaknya dengan baik. Membesarkan anak bukanlah hal yang mudah apalagi bila dilakukan oleh orang tua tunggal seperti Kaseifu. Anak membutuhkan sosok ibu dan sekaligus ayah dalam membentuk kepribadiannya sehingga kelak anak dapat tumbuh menjadi seorang dewasa yang juga mampu membesarkan dan mendidik anak-anaknya yang juga merupakan bagian dari keluarga dan masyarakat sosial. Kemandirian Kaseifu dalam menjalani hidup sebagai orang tua tunggal tidak membuat Kaseifu merasa dirinya lengkap sebagai orang tua. Kaseifu merindukan sosok ayah yang menyayangi anaknya Ruto. Kerinduan Kaseifu akan sosok ayah untuk anaknya terpenuhi ketika Ruto bertemu dengan Hakase. Kaseifu sangat senang ketika Hakase menyambut kedatangan Ruto dengan pelukan hangat. (Ogawa, 2003, p. 44). Kaseifu merasakan betapa Ruto sedari kecil jarang sekali mendapatkan pelukan cinta dan kasih sayang, terlebih karena dirinya sibuk bekerja. Kaseifu sangat senang mendengar tawa canda Hakase dan Ruto. (Ogawa, 2003, p. 49). Terkadang Kaseifu sengaja menyelesaikan pekerjaannya seperti menyetrika atau menjahit kancing yang lepas di ruang belajar Hakase agar dapat menyaksikan Ruto dan Hakase bercengkrama. (Ogawa, 2003, p. 58). Wajar saja bila Kaseifu yang sebagai orang tua tunggal merindukan sosok ayah bagi anak yang dikasihinya. Kerinduan ini dapat dikelompokkan ke dalam modal sosial dikarenakan modal ini diperlukan untuk berinteraksi dengan masyarakat. Rasa rindu memiliki ayah mencerminkan kebutuhan akan sosok ayah bagi seorang anak untuk tumbuh kembangnya. Kaseifu dengan modal yang dimilikinya berusaha untuk memenuhi kerinduan akan sosok ayah dan mendapatkannya dari Hakase sehingga anaknya Ruto dapat merasakan kasih sayang seorang ayah. Pekerjaan sebagai pengurus rumah yang dijalani Kaseifu termasuk ke dalam pekerjaan yang tidak begitu banyak menghasilkan uang. Hal ini terlihat dari pernyataan Kaseifu ketika membeli tiga buah tiket untuk menonton pertandingan baseball bahwa berat baginya yang hanya berprofesi sebagai pengurus rumah untuk membeli tiket tersebut. Kaseifu menyebutkan sendiri dirinya adalah seorang yang miskin ketika di halte bis telah memberikan sejumlah uang kepada wanita peminta-minta. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
131
…࡞ࡐ㈋ஈ࡞⮬ศࡀࡑࢇ࡞ࡇࢆࡋࡓࡢࠊ… …Mengapa diriku yang miskin melakukan hal sedemikian?... (Ogawa, 2003, p. 172) Kaseifu sangat memahami dan menyadari kelas sosialnya di dalam masyarakat bukanlah pada posisi yang tinggi. Kaseifu hanya memiliki sedikit uang dari gajinya untuk menghidupi dirinya bersama anaknya Ruto. Penghasilan yang diperoleh Kaseifu dari pekerjaannya dikelompokkan ke dalam modal ekonomi yang salah satunya adalah uang. Mengenai memori Hakase yang hanya 80 menit saja, Kaseifu berusaha menyesuaikan waktu berbelanja ke pasar tidak lebih dari 80 menit, agar Hakase tidak lupa akan kehadirannya untuk bekerja. Kaseifu juga tidak menceritakan peristiwa yang terjadi di luar seperti pergantian perdana mentri atau pelaksanaan olimpiade. Karena Hakase hanya mengingat perdana mentri ataupun olimpiade sebelum kecelakaan yang dialaminya. (Ogawa, 2003, p. 37) Selain itu Kaseifu juga mencari referensi di perpustakaan mengenai pemain baseball yang disukai Hakase di masa lalu, pemain yang sekarang sudah pensiun. Tujuan Kaseifu melakukan hal ini agar dapat menyesuaikan percakapan mereka dengan zaman ketika Hakase mengenal pemain baseball tersebut. (Ogawa, 2003, p. 89). Memahami kebiasaan majikan merupakan satu kewajiban seorang pengurus rumah agar mereka dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan dapat menyenangkan hati majikan. Para pengurus rumah ini juga merasa perlu mengetahui latar belakang majikannya. Salah satu habitus dari para pengurus rumah dalam memahami majikan adalah saling bercerita mengenai majikan mereka. Kaseifu yang tidak mengetahui tentang Mibojin, juga bertanya kepada temannya sesama pengurus rumah mengenai Mibojin sehingga Kaseifu dapat memahami majikannya. (Ogawa, 2003, p. 17) Cara lain yang dilakukan Kaseifu untuk dapat mengenal Hakase dan Mibojin lebih jauh adalah dengan merapikan barang-barang milik majikan dan mengintip barang-barang tersebut. Walaupun Kaseifu menyadari bahwa mengintip barang majikan adalah satu perbuatan yang memalukan, hanya cara itu yang dapat
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
132 dilakukan untuk mengetahui siapa majikannya. Kaseifu menemukan dalam tumpukan buku sebuah kaleng bekas biskuit yang berisi kartu koleksi pemain baseball milik Hakase, kemudian tesis Hakase dan foto Hakase bersama Mibojin ketika mereka masih muda. (Ogawa, 2003, p. 129) Pelajaran tentang matematika yang diperoleh Kaseifu dari Hakase membuatnya mengalami
perubahan
habitus.
Kaseifu
melakukan
perjuangan
dengan
mempertaruhkan uangnya dengan membeli tiket untuk menonton baseball bersama Hakase dan Ruto dan juga mempertaruhkan pekerjaannya dengan berani melanggar aturan yaitu menginap di rumah Hakase. Semua itu dilakukan oleh Kaseifu agar mendapatkan modal budaya dari Hakase. Berikut ini beberapa habitus baru yang tertanam dalam diri Kaseifu setelah berinteraksi dengan Hakase. Kaseifu yang miskin selalu berhemat dan tidak pernah mengajak Ruto untuk jalan-jalan. Kaseifu yang sudah mendapatkan banyak pelajaran mengenai matematika dari Hakase merasa bahwa waktu itu sangat berharga sebagaimana dalam hitungan matematika. Kaseifu merasa entah kapan lagi dapat pergi bersama Hakase dan Ruto untuk menonton pertandingan baseball terlebih tim yang akan bertanding adalah tim favorit Ruto dan Hakase. Dengan mempertaruhkan gajinya Kaseifu kemudian membeli tiga buah tiket untuk menonton baseball. Padahal harga tiket itu cukup mahal dan untuk orang yang berpenghasilan seperti Kaseifu membeli tiket menonton baseball sangat memberatkannya. Namun demikian Kaseifu tetap memberanikan diri untuk membelinya. Cara pandang Kaseifu tentang nilai uang sudah berubah. Kaseifu berpikir bahwa uang kapan saja dapat dicari sementara kebersamaan mereka sangat berharga. (Ogawa, 2003, p. 132) Ruto yang diberi tugas matematika oleh Hakase tidak dapat menyelesaikan soal tersebut karena memang sulit baginya. Untuk menyenangkan hati Hakase maka Kaseifulah yang berpikir bagaimana menyelesaikan soal tersebut. Sementara Kaseifu berpikir cara-cara apa yang bisa digunakan untuk memecahkan soal matematika, Ruto berkata bahwa cara ibunya berpikir persis sama dengan cara Hakase ketika berpikir untuk memecahkan soal matematika. Cara berpikir ini terlihat dari sikap dan posisi tubuh Kaseifu yang mirip dengan Hakase. (Ogawa, 2003, p. 83).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
133 Habitus Hakase yang tertanam dalam diri Kaseifu bukan hanya sikap tubuh ketika berpikir, juga kebiasaan Hakase menyimpan pensil dan kertas di kantong bajunya untuk memecahkan soal matematika jika sewaktu-waktu menemukan soal matematika untuk dipecahkan. Kaseifu menyimpan pensil dan kertas di celemeknya agar dapat dengan segera memecahkan soal apakah angka dari satu benda yang ditemukannya adalah bilangan prima atau bukan. (Ogawa, 2003, p. 175). Cara Kaseifu memperdalam pengetahuannya juga berubah. Sebelumnya ketika Kaseifu membersihkan rak buku Hakase, tak terlintas sedikitpun di benaknya untuk membaca satu saja dari buku tersebut. Namun setelah belajar matematika dari Hakase, Kaseifu yang penasaran dengan satu rumus, berulang-ulang datang ke perpustakaan untuk mencari rumus tersebut hingga mendapatkannya. Kaseifu dapat memahami buku matematika tersebut pada bagian yang dipelajarinya dari Hakase tanpa mengalami kesulitan. (Ogawa, 2003, p. 190) Kaseifu juga merasakan bahwa dirinya telah meniru Hakase demikian juga anaknya dan Kaseifu merasa bangga akan hal itu. Dengan kebanggannya Kaseifu membangun rasa percaya diri dalam diri anaknya Ruto (Ogawa, 2003, p. 200). Kaseifu yang sudah meniru habitus Hakase yaitu menilai benda dari angka atau bilangan yang menempel pada benda tersebut, juga menghitung setiap angka yang muncul dari satu benda yang ditemuinya. Seperti ketika menemukan nomor seri dari lemari es. Kaseifu kemudian menghitung apakah nomor seri tersebut bilangan prima atau tidak. Setelah menemukan hasil hitungannya maka Kaseifu akan memuji benda tersebut dan mengatakan betapa berharganya benda ini. Cara Kaseifu menilai benda ini sama dengan cara Hakase menilai angka yang ditanyakan Hakase kepada Kaseifu sebelum menyuruhnya masuk ke rumahnya untuk bekerja. Ruang sosial Kaseifu berubah setelah berinteraksi dengan Hakase dan Mibojin. Kaseifu
mengalami
perubahan
habitus
karena
tertanamnya
pendidikan
matematika yang diberikan Hakase kepadanya. Perubahan habitus Kaseifu ini telah menambah modal budaya yang dimilikinya. Namun penambahan modal budaya ini tidak membuat posisi Kaseifu dalam ruang sosialnya berubah drastis. Begitupun dengan perubahan modal sosialnya yaitu status Kaseifu sebagai
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
134 pengurus rumah Hakase berubah menjadi anggota keluarga. Sementara perubahan modal budaya terlihat dalam diri Ruto yang berhasil menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ruto juga berhasil menjadi guru matematika pada salah satu SMP di kotanya. (Ogawa, 2003, p. 278). Mengenai perubahan posisi masingmasing tokoh pada akhir kisah pada novel HAS ini sebagaimana sudah disebutkan di atas dapat dilihat seperti pada gambar 3.7. Gambar 3.7. Ruang Sosial Kaseifu Setelah Menjadi Anggota Keluarga
Mibojin dan Hakase tetap berada dalam posisi dominan dan tidak mengalami perubahan kecuali sedikit. Modal sosial Mibojin dan Hakase bertambah setelah mereka berdua berinteraksi dengan Kaseifu dan menganggap Kaseifu sebagai anggota keluarganya. Hubungan Kaseifu dan Ruto dengan Hakase tetap sangat dekat dan akrab setelah mereka menjadi satu keluarga. Sementara hubungan Kaseifu dan Ruto dengan Mibojin yang semula tidak dekat menjadi agak dekat setelah Mibojin menjadikan Kaseifu dan Ruto sebagai anggota keluarganya. Sikap Mibojin yang dingin dan kaku berubah menjadi ramah dan baik ketika Hakase meminta Mibojin untuk kembali mempekerjakan Kaseifu di rumahnya setelah diberhentikan bekerja Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
135 beberapa waktu sebelumnya. Mibojin yang awalnya cemburu dengan kedekatan antara Kaseifu, Ruto dan Hakase, menuduh Kaseifu memperalat Ruto untuk mendapatkan uang Hakase, akhirnya menyadari bahwa hubungan mereka adalah sebagai teman baik, setelah Mibojin mendapat penegasan dari Hakase. Mengenai permasalahan uang yang mengakibatkan timbulnya kecurigaan Mibojin terhadap Kaseifu memperlihatkan sepertinya ada persoalan ekonomi di dalam ruang sosial ini. Namun permasalahan sebenarnya bukanlah soal uang melaikan karena kecemburuan Mibojin. Terlebih secara ekonomi Mibojin tidak mempunyai kesulitan apa-apa. Mibojin yang menduduki posisi dominan di dalam ruang sosialnya memiliki modal ekonomi yang stabil. Tidak tergambar kegoncangan yang dialami Mibojin sejak suaminya meninggal dunia, dijualnya pabrik tenun, dan peristiwa kecelakaan yang dialaminya bersama Hakase. Semua persoalan dapat diatasinya hingga akhirnya Hakase dikirim ke panti rehabilitasi yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mibojin malah dapat menerima kehadiran Kaseifu dan Ruto menjadi bagian dari keluarganya dan bersama-sama memberikan perhatian kepada Hakase. Dari uraian mengenai modal ekonomi yang dimiliki Mibojin dapat dikatakan bahwa kedudukannya di dalam ruang sosialnya berada pada posisi dominan karena ditunjang pula oleh kestabilan ekonominya. Pemaparan mengenai para tokoh yang muncul dalam novel HAS memperlihatkan adanya interaksi dan hubungan dari sesama tokoh seperti sebuah keluarga. Tidak dinyatakan dalam novel bahwa hubungan yang terjalin antartokoh adalah hubungan kekeluargaan. Namun dari sikap dan tindak tanduk dari setiap tokoh mencerminnya bahwa diantara mereka telah terjalin hubungan kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan antara Kaseifu dan Hakase mulai terlihat dari sikap Hakase yang pada awal pertemuan dengan Ruto yaitu Hakase langsung memberikan nama kepada Ruto seperti seorang ayah memberikan nama untuk anaknya. Kaseifu dan Ruto juga memberikan nama kepada Hakase yaitu dengan menyebutkan gelar akademisnya, hakase atau doktor. ᙼࡢࡇࢆࠊ⚾ᜥᏊࡣ༤ኈࢇࡔࠋࡑࡋ࡚༤ኈࡣᜥᏊࢆࠊ࣮ࣝ ࢺࢇࡔࠋᜥᏊࡢ㢌ࡢ࡚ࡗࢇࡀࠊ࣮ࣝࢺࡢグྕࡢࡼ࠺ᖹࡽࡔ ࡗࡓࡽࡔࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
136 ࠕ࠾࠾ࠊ࡞࡞ࡇࢀࡣࠊ㈼࠸ᚰࡀワࡲࡗ࡚࠸ࡑ࠺ࡔࠖ 㧥ࡀࡃࡋࡷࡃࡋࡷ࡞ࡿࡢࡶᵓࢃࡎ㢌ࢆ᧙࡛ᅇࡋ࡞ࡀࡽࠊ༤ኈࡣゝ ࡗࡓࠋࡔࡕࡽࢃࢀࡿࡢࢆ᎘ࡀࡾࠊ࠸ࡘࡶᖗᏊࢆ⿕ࡗ࡚࠸ࡓ ᜥᏊࡣ㆙ᡄࡋ࡚㤳ࢆࡍࡃࡵࡓࠋ ࠕࡇࢀࢆ࠼ࡤࠊ↓㝈ࡢᩘᏐࡶࠊ┠ぢ࠼࡞࠸ᩘᏐࡶࠊࡕࡷࢇ ࡋࡓ㌟ศࢆ࠼ࡿࡇࡀ࡛ࡁࡿࠖ ᙼࡣᇕࡢ✚ࡶࡗࡓᮘࡢ㝮ࠊேᕪࡋᣦ࡛ࡑࡢᙧࢆ᭩࠸ࡓࠋҀ 㻌 Aku dan anak laki-lakiku memanggilnya Hakase. Kemudian Hakase memanggil anakku Ruto, karena puncak kepala anakku datar seperti simbol rumus akar. “Oo, di sini seperti penuh terisi dengan hati yang bijaksana” kata Hakase sambil mengelus-elus kepala anakku tanpa peduli rambutnya menjadi kusut. Anakku yang selalu memakai topi karena tidak suka diolok-olok oleh temannya, bersikap waspada dan membenamkan kepalanya. “Kalau ini digunakan, baik bilangan yang tak terhingga maupun bilangan yang tidak terlihat oleh mata dapat memberikan dirinya dengan selayaknya,” kata Hakase dan kemudian dia menuliskan dengan jari telunjuknya bentuk ) di sudut meja kerja yang dipenuhi debu. (Ogawa, 2003, rumus akar ( p. 5). (Terjemahan dari Devi, 2010). Nama yang diberikan Hakase untuk Ruto bukan sembarang nama. Nama Ruto adalah nama yang bermakna sebagai bentuk doa agar Ruto dapat menjadi orang yang bijaksana sebagaimana pengertian lambang akar yang dipahami oleh Hakase. Tidak hanya memberi nama saja, Hakase juga memperhatikan Kaseifu dan memberikan saran kepadanya bagaimana seharusnya merawat anak. Hakase tidak mengizinkan Kaseifu meninggalkan anaknya seorang diri di apartemennya selama Kaseifu bekerja di rumah Hakase. Untuk itu Hakase mengatakan kepada Kaseifu agar menyuruh anaknya datang ke rumah Hakase sepulang sekolah dan menunggu ibunya selesai bekerja di rumah Hakase. (Ogawa, 2003, p. 43). Hakase juga memperhatikan kesehatan Ruto terutama mengenai tubuhnya yang kecil untuk anak seumur Ruto sehingga Hakase merelakan separuh makanannya dihabiskan Ruto. Hakase juga mengetahui adanya benjolan di telinga Ruto dan memberitahukan kepada Kaseifu agar segera mengobatinya. (Ogawa, 2003, p. 201). Perhatian dan perlindungan Hakase kepada Ruto juga terlihat ketika Ruto melukai tangannya saat mengupas apel. Hakase merasa sangat bersalah dan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
137 bersama Kaseifu membawa Ruto ke rumah sakit. Hakase juga khawatir bila Ruto terkena lemparan bola saat mereka menonton pertandingan baseball di lapangan terbuka. (Ogawa, 2003, p.150). Sementara Mibojin memperlihatkan sikap menerima kehadiran Kaseifu dan Ruto sebagai bagian dari keluarganya dengan mengizinkan Kaseifu bekerja kembali di rumah Hakase setelah memecatnya ketika Kaseifu diketahui menginap di rumah Hakase tanpa izin. ࡞ࡃ⤌ྜࡽࠊ༤ኈᏯࡢ࣒࢝ࣂࢵࢡࡍࡿࡼ࠺㏻㐩ࡀ࠶ࡗ ࡓࠋពぢࡢ⤖ᯝࠊᮍஸேࡢពྥኚࡀ⌧ࢀࡓࡢࠊࠋࠋࠋ Tak berapa lama kemudian ada surat pemberitahuan dari yayasan agar aku kembali bekerja di rumah Hakase. Aku pikir ini memperlihatkan perubahan niat dari Mibojin setelah terjadi debat pendapat waktu itu… (Ogawa, 2003, p. 188). Perubahan sikap Mibojin dengan menerima kehadiran Kaseifu dan Ruto juga terlihat dari tindakannya membelikan hadiah ulang tahun Ruto walaupun atas permintaan Hakase. Dan walaupun Kaseifu sudah tidak bekerja lagi di rumah Hakase karena Hakase dirawat oleh tenaga profesional di panti rehabilitasi, Mibojin menyatakan bahwa Kaseifu dan Ruto adalah teman satu-satunya yang dimiliki oleh Hakase. (Ogawa, 2003, p. 277). Mibojin juga memberikan kesempatan kepada Kaseifu dan Ruto untuk secara rutin berkunjung ke panti rehabilitasi tempat Hakase dirawat. Terkadang Mibojin ikut bersama Kaseifu, Ruto dan Hakase bercengkrama bersama dan menyaksikan Hakase dan Ruto bermain lempar bola. Mibojin juga duduk di samping Kaseifu memberikan semangat kepada Hakase dan Ruto agar dapat memberikan lemparan yang bagus. ࣮ࣝࢺࡀ᭱ࡶᤕࡾࡸࡍ࠸ᡤ࣮࣎ࣝࢆᢞࡆࠊࢇ࡞ࢇ࡛ࡶ࡞࠸ ㏉⌫࡛࢟ࣕࢵࢳࡍࡿࡇࡀ࡛ࡁࡓࠋ⚾ᮍஸேࡣ୪ࢇ࡛Ⱚ⏕⭜ࢆ ࠾ࢁࡋࠊࢼࢫࣉ࣮ࣞᢿᡭࢆ㏦ࡗࡓࠋ Ruto memberikan lemparan bola yang paling gampang ditangkap sehingga dapat dikembalikan lagi oleh Hakase kepadanya. Aku dan Mibojin duduk bersebelahan di lapangan rumput sambil bertepuk tangan bila lemparan bolanya bagus. (Ogawa, 2003, p. 279-280).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
138 Sikap dan tindak-tanduk yang ditunjukkan baik oleh Hakase maupun Mibojin kepada Kaseifu dan Ruto merupakan sikap dari satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lainnya. Sikap ini bertujuan untuk mencari kesejahteraan yang didukung oleh jalinan rasa kasih sayang sesama anggotanya, sebagaimana definisi keluarga yang dikemukakan oleh Morioka (1993, p.1). Pertemanan yang terjalin antara Kaseifu dengan Hakase dan Mibojin bukan pertemanan biasa. Mereka dapat disebut sebagai satu keluarga setelah Mibojin menerima keberadaan Kaseifu dan Ruto di dalam ruang sosialnya. Bila dilihat berdasarkan sistem kekeluargaan tradisional Jepang, maka hubungan yang terjalin diantara para tokoh ini juga dapat disebut sebagai satu keluarga. Hal ini terlihat dari susunan anggota keluarga dan sistem yang berlangsung di dalam keluarga yang dipimpin oleh Mibojin. Mibojin yang sudah kehilangan suami dan tidak mempunyai anak langsung menjadi pewaris dari harta kekayaan suaminya. Kemudian Mibojin juga menjadi kachou atau kepala keluarga dari keluarganya yang beranggotakan Hakase. Berdasarkan sistem ie, bila kepala keluarga meninggal dunia dan tidak mempunyai chounan ataupun youshi sebagai pewaris maka istrinya dapat menjadi pewaris dari keluarga dan harta yang ditinggalkan. ṧࡉࢀࡓᮍஸேࡣᏊ౪ࡀ࠸࡞ࡗࡓࡓࡵࠊᕤሙࢆࡓࡓࡳࠊ㊧ᆅ࣐ ࣥࢩࣙࣥࢆᘓ࡚ࠊᐙ㈤ධ࡛ᬽࡽࡋࢆࡣࡌࡵࡿࠋ Mibojin yang sudah ditinggal suaminya tidak mempunyai anak, oleh karena itu pabrik tenun itu ditutupnya, pada bekas lahan pabrik dibangunnya apartemen mewah dan dengan hasil sewa apartemen itu dia mulai menjalani kehidupannya (Ogawa, 2003, p. 18). (Terjemahan dari Devi, 2010) Mibojin yang tidak sanggup mengelola pabrik tenun peninggalan suaminya kemudian menjual pabrik tersebut. Mibojin membuat bisnis yang lebih mudah baginya yaitu membangun apartemen mewah di lahan bekas pabrik dan menyewakan apartemen tersebut. Mibojin mengambil keuntungan dari sewa apartemen untuk biaya hidup. Apartemen mewah yang dibangun oleh Mibojin merupakan aset keluarga atau kasan dan menyewakan apartemen ini merupakan bisnis keluarga atau kagyou karena dari uang sewa ini Mibojin memperoleh biaya untuk keperluannya sehari-hari. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
139 Sebagai kachou Mibojin lalu membuatkan rumah terpisah seperti paviliyun untuk Hakase di samping rumah induk yang ditempatinya. (Ogawa, 2003, p. 1213). Dalam sistem ie, anggota keluarga dapat tinggal serumah dengan kachou dan dapat pula tinggal di rumah yang terpisah dari kachou. Mibojin dalam hal ini memisahkan tempat tinggalnya dari anggota ie-nya. Selain menyediakan rumah, Mibojin yang mempunyai keterbatasan untuk mengurus adik iparnya yang lupa ingatan ini menggaji pengurus rumah untuk mengurus keperluan Hakase seharihari. Tindakan Mibojin terhadap aset keluarga dan anggota keluarganya yaitu Hakase memperlihatkan posisinya sebagai kepala keluarga atau kachou yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan keluarganya. Posisi Mibojin sebagai kachou juga terlihat ketika masuk dua orang anggota baru dalam keluarganya yaitu Kaseifu dan Ruto. Walaupun dalam sistem ie sangat mudah untuk menerima anggota baru yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali, Mibojin tetap menilai ketulusan Kaseifu dan Ruto untuk menjadi bagian dari keluarganya. Mibojin memecat Kaseifu karena dianggap tidak mematuhi kontrak kerja ketika menginap di rumah Hakase tanpa izin. Namun kemudian Mibojin menerima Kaseifu bekerja kembali di rumah Hakase setelah memahami permasalahan sebenarnya dan merasakan bahwa pertemanan Hakase dengan Kaseifu dan Ruto adalah pertemanan yang tulus dan tidak didasarkan oleh uang sebagaimana tuduhan Mibojin sebelumnya kepada Kaseifu. (Ogawa, 2003, p. 167) Mibojin mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan Hakase dan selalu mengawasi apa yang terjadi di paviliyun tempat Hakase tinggal baik sebelum Kaseifu menjadi bagian dari keluarganya maupun sesudahnya. Mibojin yang telah menganggap Kaseifu dan Ruto bagian dari keluarganya juga memberitahukan kepada Kaseifu begitu Hakase dibawa ke panti rehabilitasi dan memberikan kebebasan kepada Kaseifu dan Ruto untuk mengunjungi Hakase secara rutin hingga Hakase meninggal dunia. Dari sini terlihat wewenang Mibojin sebagai kepala keluarga yang selalu memperhatikan anggota keluarganya. Kaseifu yang telah menjadi bagian dari ruang sosial yang sama dengan majikannya Mibojin dan Hakase juga menjadi bagian dari anggota keluarga majikannya. Kaseifu tidak memiliki hubungan darah atau pun hubungan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
140 perkawinan dengan kepala keluarga yaitu Mibojin sehingga posisi Kaseifu dalam keluarga ini hanya sebagai pengikut saja atau houkounin. Dalam sistem ie, siapa saja dapat diterima dengan mudah dalam sebuah keluarga untuk menjadi anggota keluarga tersebut. Namun tentu saja diterimanya seseorang menjadi anggota satu keluarga sudah melewati berbagai persyaratan yang ditentukan oleh kepala keluarga. Seperti Kaseifu yang dapat diterima di dalam keluarga yang dipimpin oleh Mibojin setelah diketahui dengan pasti oleh Mibojin bahwa pertemanan Kaseifu dengan Hakase adalah tulus. Kaseifu sebagai houkounin tidak tinggal serumah dengan kepala keluarga melainkan pulang dan pergi setiap hari. Dalam sistem ie memang terdapat houkounin yang tinggal serumah dengan kepala keluarga dan ada pula yang tidak. Dalam hal ini, Kaseifu masuk kelompok houkounin yang pulang pergi ke rumah kepala keluarga untuk bekerja. Ruto yang merupakan anak Kaseifu, mengikuti ibunya dalam ruang sosialnya. Posisi Ruto dalam keluarga yang dipimpin oleh Mibojin juga sama dengan ibunya yaitu sebagai houkounin. Bila keluarga yang dipimpin oleh Mibojin digambarkan dengan struktur keluarga dalam sistem ie, maka didapatkan struktur keluarga seperti pada gambar 3.8.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
141 Gambar 3.8. Struktur Keluarga dalam Novel HAS
Pada gambar 3.8. terlihat Mibojin berada pada kelompok (A) yaitu kelompok keluarga inti yang anggotanya hanya Mibojin seorang. Sebagai orang yang menempati posisi sebagai keluarga inti dan satu-satunya sudah jelas sekali bahwa Mibojin adalah kepala keluarga atau kachou dari keluarga ini. Pada kelompok (B) yang merupakan keluarga yang mengikut pada keluarga inti dan masih memiliki hubungan kekerabatan, terdapat Hakase. Terlihat pada gambar bahwa Hakase memiliki hubungan darah dengan suami Mibojin tetapi tidak masuk ke dalam keluarga inti. Pada kelompok (C) yang merupakan kelompok houkounin yaitu orang yang mengikut pada satu ie, terdapat Kaseifu dan Ruto. Terlihat di dalam gambar bahwa Kaseifu tidak memiliki suami tetapi memiliki anak yaitu Ruto. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, dalam sistem ie siapa saja bisa masuk ke dalam ie tertentu tetapi kedudukannya lebih rendah dari keluarga inti. Dan memang terlihat jelas sekali bahwa kedudukan Kaseifu hanya sebagai pengurus rumah Hakase. Unsur dalam sistem ie yang terdapat dalam keluarga yang dipimpin oleh Mibojin selain dari kachou, dan houkounin adalah kasan, kagyou dan kafu. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
142 Kekayaan atau kasan yang dimiliki oleh keluarga Mibojin adalah apartemen mewah yang disewakan. Apartemen ini dibangun di atas tanah bekas pabrik tenun yang dikelola oleh mendiang suaminya. Sementara usaha keluarga atau kagyou dari keluarga yang dipimpin Mibojin adalah menyewakan apartemen mewah. Hasil dari uang sewa apartemen ini digunakan oleh Mibojin untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Mibojin juga mengurus uang yang diterima Hakase dari kuis matematika yang dimenangkannya. Namun hadiah dari kuis tersebut bukanlah penghasilan yang rutin diterimanya. Kebiasaan yang dilakukan di dalam keluarga Mibojin adalah makan bersama untuk merayakan sesuatu. Makan bersama yang dilakukan adalah untuk merayakan ulang tahun Ruto yang ke-11 dan merayakan keberhasilan Hakase memenangkan kuis matematika. Dalam perayaan ini Mibojin tidak hadir namun secara tidak langsung Mibojin terlibat di dalamnya. Mibojin membelikan hadiah ulang tahun untuk Ruto atas permintaan Hakase. …… ᚋ᪥ุ᫂ࡋࡓࡢࡔࡀࠊࢢ࣮ࣟࣈࡣᮍஸேࡀࢫ࣏࣮ࢶ⏝ရᗑࡲ࡛⾜ࡗ ࡚㉎ධࡋ࡚ࡃࢀࡓࡶࡢࡔࡗࡓࠋࢇ࡞ᡴ⌫࡛ࡶ㏨ࡉࡎᤕ⌫࡛ࡁࡑ࠺࡞⨾ ࡋ࠸ࢢ࣮ࣟࣈࢆ㠀ࠊ࠸࠺ࡢࡀ༤ኈࡢᕼᮃࡔࡗࡓࡽࡋ࠸ࠋ
..… Setelah mengetahui beberapa hari sebelumnya, sarung tangan itu dibelikan oleh Mibojin yang pergi membelinya ke toko perlengkapan olah raga. Katanya Hakase meminta dengan sangat untuk dibelikan sarung tangan yang bagus yang dapat menangkap lemparan bola yang bagaimanapun tanpa meleset (Ogawa, 2003, p. 273). Keluarga yang terbentuk di dalam novel HAS terjadi tanpa disadari oleh setiap anggotanya. Interaksi yang terjadi diantara mereka membuat terjalinnya keakraban dan rasa saling menyayangi terlebih antara Hakase, Kaseifu dan Ruto. Dari tesis Devi (2010) diketahui bahwa hubungan ketiga tokoh ini membentuk satu keluarga yang disebut keluarga alternatif karena hubungan kasih sayang yang terjalin diantara mereka seperti sebuah keluarga namun hubungan tersebut tidak didasarkan kepada hubungan perkawinan. Bila struktur keluarga yang terbentuk dilihat dari sistem ie, maka keluarga yang dibentuk oleh Hakase adalah satu rumah tangga atau setai yang terpisah dengan Mibojin tetapi merupakan bagian dari keluarga yang dipimpin oleh Mibojin. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
143 Pada Novel HAS terlihat masih adanya penerapan sistem ie namun tidak dijalankan sepenuhnya. Tindakan Mibojin sebagai kachou yang tidak bersesuaian dengan sistem ie adalah Mibojin tidak melaksanakan pemujaan arwah leluhurnya atau setidaknya pemujaan untuk arwah suaminya yang sudah meninggal. Mibojin yang tidak mempunyai anak tidak menentukan siapa yang akan menjadi calon pewaris dari keluarganya dan tidak mengangkat anak atau youshi. Mengenai pengurusan apartemennya yang merupakan kagyou, Mibojin tidak melibatkan anggota keluarganya yang lain. Mibojin mengurus sendiri usaha yang dijalankannya. Hal ini bertentangan dengan sistem ie yaitu bahwa anggota keluarga terlibat dalam bisnis keluarga (Fukutake, 1989, p.33). Mengapa Mibojin tidak melaksanakan pemujaan arwah leluhur ataupun menentukan pewaris, tidak dijelaskan di dalam novel.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
144 3.3. Novel MNK Novel Miina No Koushin ini disebut-sebut sebagai kelanjutan dari novel Hakase No Aishita Suushiki karena masih menceritakan tentang keluarga. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut yang diambil dari sampul novel ini. “Miina adalah seorang gadis cantik yang lemah dan sangat mencintai buku. Novel ini adalah sebuah cerita keluarga, dan bagaimana dua gadis belia dibesarkan pada zaman yang dirindukan, sebagaimana pada zaman yang tidak berubah dalam ingatan anda. “ Novel MNK ini mengisahkan tentang pengalaman seorang Gadis belia bernama Tomoko selama menumpang tinggal di rumah keluarga bibi dari ibunya. Tomoko adalah narator dari novel yang mempunyai latar waktu penceritaan pada tahun 1972. Mengenai latar waktu ini disebutkan secara jelas oleh Ogawa di awal penceritaan. (Ogawa, 2006, p. 5) Tokoh yang muncul dalam novel MNK ada delapan orang yaitu, Erich, Hiromi, Ryuuichi, Miina, Nenek Rosa, Yoneda, Kobayashi dan Tomoko. Berikut ini diuraikan para tokoh tersebut satu persatu. Analisis terhadap para tokoh lebih ditekankan kepada modal yang dimiliki oleh para tokoh tersebut sebagaimana jenis-jenis modal yang dikemukakan oleh Bourdieu yaitu modal ekonomi, sosial, budaya dan modal simbolik. Erich yang mempunyai nama lengkap Erich Ken adalah pewaris ketiga dari pabrik minuman kesehatan bernama Fressy yang merupakan milik keluarganya sehingga setelah ayahnya meninggal dunia, Erich duduk sebagai presiden direktur pada perusahaan tersebut menggantikan ayahnya. Erich mempunyai darah campuran dari ayah seorang Jepang dan ibu berkebangsaan Jerman. Erich dilahirkan di Jepang setelah 12 tahun usia pernikahan orang tuanya. Sebagai anak yang terlahir dari keluarga berada, Erich pada ulang tahunnya yang ke sepuluh dibelikan hadiah seekor badak mini yang harganya setara dengan sepuluh buah mobil. Badak tersebut didatangkan dari Liberia Afrika Barat dan diberi nama Pochiko. Pada pekarangan rumah mereka yang luas pernah dibangun sebuah kebun binatang mini yang dilengkapi dengan kereta mini yang dapat dinaiki dan dapat membawa pengunjung kebun binatang tersebut berkeliling untuk melihat-lihat. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
145 Pochiko adalah binatang yang langka di daerah tersebut sehingga masyarakat sekeliling sangat antusias untuk berkunjung bersama anak-anak mereka terutama pada hari libur. Untuk orang dewasa dikenakan tiket masuk kebun binatang sementara untuk anak-anak digratiskan. Binatang favorit lain bagi pengunjung adalah seekor kera yang didatangkan dari Taiwan dan diberi nama Saburo, dan beberapa binatang lain seperti burung merak, kambing jantan dan biawak. Sebelum kebun binatang ditutup, pernah terjadi kecelakaan kereta dan Saburo menjadi salah satu korbannya. Saburo yang bertugas sebagai kondektur kereta mengorbankan diri dengan menjadikan tubuhnya penghalang kereta yang remnya blong agar dapat berhenti dan penumpang yang kebanyakan anak-anak selamat. Bukan hanya dalam kemewahan hidup, dalam pendidikan pun orang tuanya menyekolahkan Erich sampai ke Jerman sebagaimana ayahnya dulu, agar dapat menimba ilmu untuk kemajuan perusahaan. Erich dengan ilmu yang sudah dimilikinya berhasil membangun perusahaan menjadi lebih baik. Erich melakukan inovasi pada perusahaannya dari segi desain kemasan sehingga penjualan produk minumannya meningkat. Erich juga melengkapi perusahaanya dengan mesin terbaru dan tercanggih saat itu. Perusahaannya mampu memproduksi 900 botol minuman perhari dan mempekerjakan 200 orang karyawan. Selama bersekolah di Jerman, Erich terlalu asyik bekerja di ruang penelitian untuk melakukan berbagai inovasi dari segi desain produk dan cita rasa minuman sehingga Erich tidak bertemu jodoh di Jerman sebagaimana ayahnya. Erich kemudian menikah dengan perempuan Jepang yang merupakan salah seorang stafnya yang membantu di ruang penelitian. ∗ࡉࢇࡢே⏕ࡶ࠾࠾ࡴࡡࠊ࠾∗ࡉࢇࡢṌࡳࢆ࡞ࡒࡿࡼ࠺ᒎ㛤ࡉ ࢀࡓࠋࢻࢶ࡛ຮᙉࢆࡋࠊ┳ᯈၟရࠑࣇࣞࢵࢩ࣮ࠒࢆᨵⰋࡍࡿ ࡶࠊࣃࢣ࣮ࢪࡢࢹࢨࣥࢆὙ⦎ࡉࡏ࡚ࡉࡽࡾୖࡆࢆఙࡤࡋࡓࠋ ࡓࡔ୍ࡘ㐪ࡗࡓࡢࡣࠊ⤖፧┦ᡭࢆࢻࢶ࡛ぢࡘࡅ࡞ࡗࡓࡇࡔࠋ ∗ࡉࢇࡣᕤሙࡢ㛤Ⓨᐊ࡛ࠊࣅ࣮࣮࢝ࢆὙࡗࡓࡾ᪂〇ရࡢぢࢆࡋ ࡓࡾࡋ࡚࠸ࡓࠊ◊✲⿵ຓဨࡢẕࡉࢇ⤖፧ࡋࡓࠋ Kehidupan Paman (Erich) sebagian besar mengikuti jejak ayahnya. Erich belajar di Jerman, bersamaan dengan itu meningkatkan produk unggulan Fressy, dan meningkatkan penjualan setelah diizinkan memperbaiki desain kemasan. Hanya satu perbedaan dengan ayahnya, Erich tidak menemukannya jodohnya di Jerman. Erich menikah dengan Bibi (Hiromi) Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
146 yang merupakan asistennya di ruang penelitian dan pengembangan pabrik, yang bekerja mencuci gelas kimia dan mencicipi produk baru. (Ogawa, 2006, p. 12) Kehidupan pernikahan mereka di rumah Ashiya yang mewah dan sehat membuat pasangan suami istri yang baru menikah ini langsung mendapatkan anak setelah tujuh bulan pernikahan mereka. Erich dan istrinya dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Ryuuichi. Untuk kelahiran anak kedua, seolah mereka mengatur waktu karena kelahiran anak pertama yang terkesan tergesa-gesa. Anak kedua mereka lahir tujuh tahun kemudian. Anak kedua ini seorang perempuan dan diberi nama Miina yang terlahir dengan kondisi fisik yang lemah. Walaupun tidak dapat bepergian jauh sehubungan dengan keadaan fisiknya, Miina sering melakukan perjalan jauh sampai berkeliling dunia di dalam pikiran dan angannya. (Ogawa, 2006, p. 12) Istri Erich, Hiromi adalah sosok yang tidak banyak bicara. Hiromi lebih suka mendengarkan pembicaraan orang lain dan menjadi pendengar yang baik, sehingga bila merasa tidak perlu mengomentari sesuatu dia akan diam saja. Bila ingin mengatakan sesuatu, Hiromi berusaha mencari kata-kata yang ringkas untuk menyampaikannya. Hiromi malah cendrung menunggu orang lain untuk mengatakan sesuatu yang dimaksudnya. Sikap Hiromi yang demikian tidak berarti Hiromi sedang marah atau kesal. Hal ini terlihat dari sikap tubuhnya yang mendengarkan sampai selesai apa yang dikatakan orang lain padanya. Hiromi yang pendiam lebih banyak mengurung dirinya di kamar sambil merokok dan minum wiski. Semua pekerjaan rumah tangga sudah dilakukan oleh pembantunya sehingga tugas Hiromi hanya menjaga Miina anaknya bila sakit asmanya kambuh. Keseharian Hiromi dilewati dengan mencari kesalahan penulisan ejaan pada buku, majalah, pamplet bahkan pada siaran TV, kemudian Hiromi mengirim surat pada lembaga yang mengeluarkan kesalahan tulisan tersebut sambil memberikan penulisan ejaan yang sesuai menurut bahasa Jepang standar. Walaupun bersuamikan orang kaya, Hiromi tidak mempunyai pakaian yang banyak begitu pula dengan perhiasan. Hiromi juga tidak terampil berdandan cantik sebagaimana perempuan dari kalangan atas. Ketika Hiromi akan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
147 mengantarkan keponakannya Tomoko ke sekolahnya yang baru, mertuanya Nenek Rosalah yang mendandani Hiromi sehingga terlihat cantik. Selain merapikan make-up Hiromi, Nenek Rosa juga meminjamkan asesoris miliknya. ࢩ࣮ࣙࣝࡶࢧࣇ㧥␃ࡵࡶࠊ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡀ⮬ศࡢ㒊ᒇࡢ ᆅᒙࡽᘬࡗᙇࡾฟࡋ࡚ࡁࡓࠋཱྀ⣚ࢆ᫂ࡿ࠸Ⰽሬࡾ┤ࡋࡓࡢࡶࠊ 㢋⣚ࢆ᭦㔜ࡡࡅࡋࡓࡢࡶࠊ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡔࡗࡓࠋ Syal dan ikat rambut safir dikeluarkan oleh Nenek Rosa dari lemari di kamarnya. Nenek Rosa pulalah yang mengganti warna lipstik Hiromi demikian juga dengan membubuhkan perona di pipinya. (Ogawa, 2006, p. 67) Anak lelaki Erich diberi nama Ryuuichi. Ryuuichi yang tidak mirip dengan Erich bertubuh lebih pendek dari ayahnya. Walaupun demikian mereka samasama tampan dan mempunyai daya tarik tersendiri. Hanya bila berdiri berjejer baru terlihat kemiripan bahwa mereka benar ayah dan anak. Pada umur 18 tahun Ryuuichi berangkat sekolah ke Swiss. Ryuuichi rajin menulis surat kepada keluarganya selama belajar di Swiss. Pada amplop surat dari Ryuuichi tertera nama Nenek Rosa sebagai penerima surat dan di dalam surat tersebut terdapat beberapa surat yang ditujukan kepada semua anggota keluarganya kecuali ayahnya. Walaupun hubungan Ryuuichi dengan ayahnya terlihat tidak dekat, keduanya sama-sama pintar berenang dan mereka bertanding renang ketika pergi berekreasi sekeluarga ke pantai. Semua anggota keluarga menyayangi Ryuuichi dan mereka menyambut hangat kedatangan Ryuuichi ketika pulang pada liburan musim panas. Ryuuichi yang berbadan sehat dan kuat, juga mempunyai banyak teman yang datang berkunjung ke rumah selama dirinya pulang untuk berlibur. Keakraban dengan temannya terlihat dari kesediaan teman sekelasnya semasa SMA meminjamkan mobil jaguar untuk digunakan Ryuuichi pergi bekerja paruh waktu. Lambang jaguar yang menempel di bagian depan mobil seolah menggambarkan sosok dan kepribadian Ryuuichi. Miina adalah panggilan kesayangan untuk Minako anak perempuan Erich dan Hiromi. Miina lahir pada tahun 1960 dalam keadaan fisik yang lemah. Miina bertubuh kurus kecil dan telihat ringkih untuk ukuran gadis kecil seusianya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
148 dengan tinggi 130 cm dan berat hanya 25 kg saja. Miina memiliki wajah yang cantik dengan rambut ikal berwarna coklat muda yang terlihat tebal dan mengkilat menutupi sebagian tubuhnya yang kecil. Namun kulit Miina terlihat putih pucat, mungkin karena penyakit asma yang dideritanya. Miina mengetahui dengan jelas mengenai seluk beluk penyakit yang dideritanya. Bila udara mulai dingin, penyakit asma Miina sering kambuh. Dalam kondisi yang parah Miina terpaksa dirawat di rumah sakit. Miina juga sangat rentan dengan asap kendaraan dan polusi udara. Walaupun ayahnya memiliki mobil mercedes benz yang bagus, Miina tidak bisa menaikinya bila ingin bepergian. Miinapun akhirnya bersekolah di sekolah umum yang berada di dekat rumahnya. Atas usul Erich, untuk berangkat ke sekolah Miina mengendarai Pochiko yang dituntun oleh Kobayashi, tukang kebun mereka. Kekurangan fisik yang dimiliki Miina tidak membuatnya rendah diri atau merasa berbeda dengan orang lain. Miina sangat pintar dan cerdas karena sangat gemar membaca. Dalam usia yang masih muda, Miina sudah lancar membaca koran yang menggunakan huruf kanji yang sulit. Tidak itu saja, Miina juga gemar membaca karya sastra yang berat sekelas Kawabata Yasunari. Miina membaca hampir semua karya yang ditulis Kawabata dan dapat menceritakan kembali apa yang telah dibacanya. Miina sangat antusias mempelajari hal yang baru seperti belajar memasak, mengganti dengan cekatan popok dan memberikan susu kepada bayi yang dititipkan di rumah mereka dan belajar bermain bola voli karena menyaksikan pertandingan tim bola voli Jepang di Olimpiade Munchen di TV. Miina tidak segan-segan menulis surat penggemar kepada pemain voli favoritnya setelah tim bola voli tersebut menang pada olimpiade. Miina juga berhasil meyakinkan ayahnya agar diizinkan melihat bintang jakobini yang akan melintas tengah malam dan mengatakan bahwa melihat bintang tersebut dapat menjadi pelajaran berharga baginya. Miina pun bersedia dengan senang hati ketika ayahnya meminta laporan kegiatan menyaksikan secara langsung di alam terbuka melintasnya bintang jakobini. Miina juga mempunyai kegemaran menggumpulkan kotak korek api dan selalu membawa satu kotak korek api dan menyimpannya di kantong bajunya. Bila Miina berjalan akan terdengar bunyi dari kotak korek api yang bergeser-geser. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
149 Miina menyimpan kotak korek api di kantongnya agar bila ada sesuatu yang perlu dinyalakan Miina dapat menggunakan korek apinya dengan segera. Tugas rutin Miina dengan kotak korek apinya tersebut adalah menyalakan api gas untuk ofuro yaitu bak tempat berendam air panas. Miina sangat menyukai kotak korek api bukan karena bisa menyalakan api untuk ofuro ataupun lilin saja. Kotak korek api itu juga sebagai jimat baginya. Miina mendapatkan berbagai macam kotak korek api dari petugas yang mengantarkan minuman Fressy ke rumahnya setiap minggu. Petugas pengantar minuman tersebut mengantarkan minuman Fressy ke berbagai tempat seperti restoran dan rumah makan yang di mana banyak terdapat kotak korek api yang bergambar dan gambarnya jarang ditemui di tempat biasa. Miina juga tau cara menyimpan koleksi kotak korek apinya agar tidak lembab ataupun rusak. Yang paling disukai Miina dari kotak korek api itu sebenarnya bukan karena boleh menyalakan lilin atau ofuro melainkan karena Miina menyukai gambar yang ada pada kotak tersebut. Pada kotak korek api yang dikumpulkannya terdapat berbagai macam gambar yang bagus dan menarik seperti gambar berbagai binatang. Dengan melihat gambar-gambar pada kotak api miliknya, Miina mampu berimajinasi kemudian membuat ceritanya sendiri berdasarkan gambar tersebut. Bukan hanya bercerita secara lisan, Miina juga mampu menuliskan ceritanya tersebut. Kemahiran Miina yang lainnya adalah Miina pintar bermain piano yang dimainkan pada acara makan malam ketika menyambut kedatangan Tomoko, saudara sepupunya dan ketika malam natal. Nenek Rosa adalah ibu dari Erich yang berdarah Yahudi dan berkebangsaan Jerman. Nenek Rosa menikah dengan pria Jepang dan membawanya menetap di Jepang sejak tahun 1916. Ayah Erich ketika muda bersekolah di Berlin dan bertemu Nenek Rosa. Mereka lalu menikah dan tinggal di Jepang. Ayah Erich kemudian memajukan perusahaan dengan inovasi terbaru yaitu menambahkan radium pada minuman kesehatan yang diproduksinya sehingga penjualan meningkat dan perusahaanpun menjadi besar. Agar Nenek Rosa betah tinggal di Jepang dan tidak merasa homesick, pada tahun 1927 suami Nenek Rosa membeli tanah di atas perbukitan Ashiya seluas 1500 meter persegi dan membuatkan rumah bak istana yang didesain bergaya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
150 Spanyol. Semua perabotan rumah dan dekorasinya adalah buatan Jerman, dan ditata sedemikian rupa hingga hal yang sekecil-kecilnya. Rumah dan segala isinya terlihat sangat bagus dan berkelas. Rumah itu kemudian diberi nama rumah Ashiya karena berada di perbukitan Ashiya. 㝮ࠎࡢᑠࡉ࡞㣭ࡶ⚄⤒ࡀ⾜ࡁᒆࡁࠊయࡢࣂࣛࣥࢫࡣୖရࡲ ࡲࡗ࡚࠸ࡿࠋእほࡣࢫࣃࢽࢵࢩ࡛ࣗࡶᐙලࡸ㣗ჾࡸࣜࢿࣥ㢮ࡣࢻ ࢶ〇࡛⤫୍ࡉࢀࠊ࣮ࣟࢨࡉࢇࡀ࣮࣒࣍ࢩࢵࢡ࡞ࡽ࡞࠸ࡓࡵࡢ㓄 ៖ࡀ࡞ࡉࢀࡓࠋ Dekorasi rumah yang sekecil-kecilnya hingga ke sudut-sudut ruangan sangat detail sehingga keseimbangan secara keseluruhan sangat berkelas. Dari luar terlihat rumahnya bergaya Spanyol tetapi perabot, peralatan makan dan segala jenis bahan kain linen, semuanya adalah buatan Jerman. Hal ini dilakukan agar Nenek Rosa tidak merasa homesick. (Ogawa, 2006, p. 11-12) Walaupun hampir 56 tahun menetap di Jepang, bahasa Jepang Nenek Rosa tidak begitu bagus. Nenek Rosa hanya berinteraksi dengan anggota keluarganya terutama dengan pembantunya Yoneda yang bekerja di rumah Nenek Rosa sejak pertama kali Nenek Rosa datang ke Jepang. Nenek Rosa sangat suka berdandan walaupun hampir semua rambutnya sudah memutih dan berjalan menggunakan tongkat. Setiap malam Nenek Rosa merawat dirinya dengan memberi krim malam pada kulitnya dan mencat kukunya. Dia juga memiliki berbagai alat kosmetika mahal yang selalu dipakainya setiap hari. Nenek Rosa juga terampil mendadani orang lain seperti menantunya Hiromi dan Tomoko, gadis belia keponakan Hiromi. Kamar Nenek Rosa yang paling luas dari kamar lainnya penuh terisi dengan perabotan buatan Jerman, lemari pakaian, kabinet, lampu meja, tea set, vas bunga, botol minyak wangi, orgel, tas pesta, topi, rumah boneka dan berbagai macam benda lainnya. Nenek Rosa juga senang memakai baju yang bagus bahkan dalam usia yang sudah lanjut masih mengundang tukang jahit untuk datang menjahitkan bajunya. Di Jepang, menjahitkan baju khusus ke tukang jahit apalagi mengundang tukang jahit datang ke rumah adalah kebiasaan para orang kaya karena tarif untuk menjahitkan pakaian ke tukang jahit terbilang mahal.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
151 ࠋࠋࠋ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡢὒ᭹ࢆసࡿࡓࡵඖ⏫ࡢὒရᗑࡽ❧ ࡚ᒇࡉࢇࡀࡸࡗ࡚᮶ࡓࡾࠊࠋࠋࠋ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡣኟ⏝ࡢࢻࣞࢫ ࢆ୕╔ὀᩥࡋࠊࠋࠋࠋ … Tukang jahit dari toko yang menjual bahan perlengkapan baju ala Barat dari Motomachi datang ke rumah untuk membuatkan baju Nenek Rosa… Nenek Rosa memesan tiga stel gaun untuk musim panas… (Ogawa, 2006, p. 116) Nenek Rosa juga gemar makan makanan restoran yang dimasak oleh chef dari restoran ternama di kota mereka. Untuk itu anaknya Erich sering mengundang chef dari Hotel Rokkousan untuk memasak di rumah mereka agar mereka dapat makan bersama. Hidangan yang sering dipesan adalah menu pada saat pesta perkawinan Nenek Rosa. Selain pintar berdandan, Nenek Rosa juga gemar menyanyi. Nenek Rosa bersama Yoneda pembantunya sering bernyanyi bersama pada acara kumpul keluarga. Nenek Rosa juga mahir memasak namun hanya masakan untuk pesta malam natal saja. Nenek Rosa memimpin seluruh anggota keluarga termasuk Erich anaknya untuk membantu menyiapkan makanan dan menghias rumah untuk menyambut natal. Untuk persiapan natal ini Nenek Rosa memesan pohon natal dari kayu sungguhan yang tentunya mahal, bukan pohon natal yang terbuat dari plastik yang banyak digunakan oleh keluarga Jepang yang merayakan natal. Tokoh selanjutnya yang dimunculkan Ogawa dalam novel ini adalah Yoneda. Yoneda seorang wanita Jepang yang tidak mempunyai sanak keluarga seorang pun. Pada tahun 1916 ketika Nenek Rosa pertama kali datang ke Jepang, Yoneda yang memiliki nama kecil Toshi, mulai bekerja sebagai pembantu di rumah Nenek Rosa. Pekerjaan Yoneda yang utama adalah memasak dan merapikan rumah. Yoneda memasak di dapur yang luas dan di dalamnya dilengkapi dengan perabotan dan peralatan masak yang bagus dan semua peralatan tersebut adalah buatan Jerman. Yoneda sangat ahli dan terampil dalam memasak. Takaran untuk setiap masakan sudah dikuasainya dengan baik di luar kepala. Dalam masakan Yoneda yang lezat terasa kehangatan kasih sayangnya. Dalam usianya yang sudah tua, Yoneda masih terlihat gesit dan cekatan memasak dan merapikan rumah keluarga Erich.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
152 Yoneda mendapat perlakuan di rumah majikannya tidak sebagai pembantu melainkan sebagai anggota keluarga. Yoneda yang seusia dengan Nenek Rosa diperlakukan seperti saudara sendiri oleh Nenek Rosa. Mereka terlihat akrab dan kompak dalam berbagai situasi. Bila Yoneda sibuk memasak di dapur, Nenek Rosa duduk di dapur dan turut membantu sekedarnya seperti mengupas kentang, wortel atau pekerjaan ringan lainnya. Yoneda dan Nenek Rosa sama-sama pintar menyanyi dan melantunkan lagu yang merdu. Yoneda juga dapat menghibur hati Nenek Rosa yang gundah bila teringat akan keluarganya yang berdarah Yahudi yang menjadi korban holocaust di Jerman pada perang dunia kedua. Mereka berdua sering bercerita rahasia. Yoneda bagi Nenek Rosa seolah gurunya di negeri Jepang, saudara perempuannya dan teman baiknya. Kedekatan Yoneda dengan Nenek Rosa juga terlihat dari kamar Nenek Rosa yang memiliki pintu yang dapat langsung menuju kamar Yoneda. ࣏ࢳᏊࡢḟ⚾ࡀ㦫࠸ࡓࡢࡣࠊ⏕άࡢᐇᶒࢆᥱࡗ࡚࠸ࡿࡢࡀ࣮ࣟࢨ ࠾ࡤ࠶ࡉࢇ࡛ࡶẕࡉࢇ࡛ࡶ࡞ࡃࠊ⡿⏣ࡉࢇ࡛࠶ࡿ࠸࠺ࡇࡔࡗ ࡓࠋ⡿⏣ࡉࢇࡣ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡀ᪥ᮏ࠾᎑᮶ࡓ୍୍භᖺࠊ ṇᖺࡽࠊࡎࡗᐙ⯡ࢆྲྀࡾษࡗ࡚ࡁࡓࡽࡋ࠸ࠋᐇ ༑භᖺ㛫࡛࠶ࡿࠋ༑ṓࡢ⚾ࡣീࡶ࡛ࡁ࡞࠸㛗ࡉࡔࡗࡓࠋ ⡿⏣ࡉࢇࡢാࡁࡪࡾࢆぢ࡚࠸ࡿࠊࡇࡢᐙࡘ࠸࡚⮬ศ㝮 ࡽ㝮ࡲ࡛⇕▱ࡋ࡚࠸ࡿே㛫ࡣ࠸࡞࠸ࠊ࠸࠺⮬ಙ࠶ࡩࢀ࡚࠸ ࡿࡢࡀఏࢃࡗ࡚ࡁࡓࠋᙼዪࡣᐙ୰ㄡᑐࡋ࡚ࡶ⮑ࡏࡎពぢࡋࠊ ࡣྏࡾࡘࡅࠊᖹẼ࡛⓶⫗ࡶゝࡗࡓࠋࡅࢀࡑࢀ࡛ࡂࡃࡋࡷࡃࡍࡿࢃ ࡅ࡛ࡣ࡞ࡃࠊⓙࡀ⡿⏣ࡉࢇ୍┠⨨࠸࡚࠸ࡓࠋᐙ᪘࡛ᥣࡵࡀ㉳ࡁ ࡓࠊ᭱⤊ⓗ㏻ࡿࡢࡣࠊࡓ࠸࡚࠸⡿⏣ࡉࢇࡢពぢࡔࡗࡓࠋࠕ⡿⏣ ࡉࢇࡀࡑ࠺࠸࠺ࢇࡸࡗࡓࡽࠊࡋࡻ࠺ࡀ࡞࠸ࠖࡢ୍ゝࡀࠊᥣࡵゎỴ ࢆពࡋࡓࠋ Yang membuat aku terkaget setelah Pochiko adalah yang memegang kendali di rumah Ashiya bukanlah Nenek Rosa, ataupun Bibi (Hiromi) melainkan Yoneda. Yoneda melakukan semua pekerjaan rumah sejak tahun 1916 ketika Nenek Rosa datang ke Jepang sebagai pengantin wanita. Tepatnya selama 56 tahun. Aku yang baru berumur 12 tahun tidak dapat membayangkan lamanya. Bila melihat gaya Yoneda bekerja, tersampaikan rasa percaya dirinya yang tinggi bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui seluk beluk rumah hingga ke sudut-sudut ruangan selain dirinya. Yoneda tanpa rasa sungkan akan mengungkapkan pendapatnya kepada siapapun di rumah itu, terkadang Yoneda bersikap marah dan tanpa peduli mengucapkan kata-kata tajam. Meskipun bukan berarti sesuatu Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
153 yang canggung, semua orang akan melirik kepada Yoneda. Ketika ada perselisihan dalam keluarga, masalah tersebut biasanya berakhir setelah mendengar pendapat Yoneda. Perselisihan akan selesai dengan satu kalimat, “kalau Yoneda sudah berkata demikian, apa boleh buat”. (Ogawa, 2006, p. 23) Yoneda dapat dikatakan sebagai orang yang memegang kendali di rumah keluarga Erich. Perkataannya didengarkan oleh semua anggota keluarga termasuk oleh Erich, kepala keluarga, walaupun kedudukan Yoneda sebenarnya dalam keluarga tersebut hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Bila Yoneda tidak setuju dengan sesuatu hal, tak ada seorangpun yang dapat menyanggahnya termasuk Nenek Rosa. Bila ada perselisihan atau pertengkaran di dalam rumah, orang terakhir yang menyelesaikan masalah tersebut adalah Yoneda. Bila Yoneda sudah mengatakan sesuatu maka siapa saja di rumah itu akan mendengarkan dan patuh padanya. Dan semua masalah selesai dengan kata-kata, “karena Yoneda sudah mengatakan demikian maka kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi.” Dalam mengatur anak-anak seperti Miina dan Tomoko juga ditentukan oleh Yoneda. Yoneda mengatur waktu Miina dan Tomoko untuk pergi ke sekolah, mengatur waktu belajar dan waktu bermainnya hingga mengatur waktu untuk menonton TV. Yoneda yang tidak pernah mengambil cuti bekerja, selalu sibuk mengurus semua keperluan rumah tangga keluarga Erich. Yoneda tidak terlihat bepergiaan seorang diri untuk keperluan dirinya sendiri. Semua yang dilakukannya adalah untuk keperluan keluarga Erich. Bahkan ketika Yoneda memenangkan hadiah dari kupon sabun cuci, dia tidak tau harus dibagaimanakan hadiah tersebut, karena hadiahnya adalah jalan-jalan ke Hokkaido naik pesawat. Sementara Yoneda sendiri belum pernah naik pesawat. Kupon yang didapatkan Yoneda berlaku untuk dua orang, oleh karenanya Yoneda bisa membawa teman, tapi Yoneda sama sekali tidak punya teman. Nenek Rosa menyayangkan dirinya tidak bisa menemani Yoneda jalan-jalan ke Hokkaido karena kakinya sakit. Yoneda sangat senang mengetahui kupon itu hilang ketika pencuri masuk ke dalam rumah mereka. Selain Yoneda, di rumah Erich juga ada pembantu laki-laki bernama Kobayashi yang semula bertugas sebagai tukang kebun yang merawat kebun binatang mini. Setelah kebun binatang ditutup, tugas utamanya beralih mengurus
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
154 Pochiko, badak mini milik Erich, dan mengurus taman. Kobayashi yang rambutnya sudah mulai memutih jarang sekali bicara dan berinteraksi dengan anggota keluarga lain, terlebih Kobayashi tidak tinggal di rumah Erich. Setiap pagi Kobayashi datang untuk mengurus Pochiko dan melakukan pekerjaan lainnya, kemudian di sore hari kembali pulang ke rumahnya. Kobayashi terkadang mengantarkan Hiromi dan Miina ke rumah sakit bila Erich tidak di rumah. Terakhir, tokoh yang menjadi pencerita dalam novel ini bernama Tomoko. Tomoko adalah gadis belia berumur 12 tahun yang berasal dari kota kecil Okayama dan tinggal bersama keluarganya di pinggir kota pada sebuah rumah kontrakan yang kecil. Ayah Tomoko yang hanya seorang pegawai rendahan meninggal dunia karena terkena kanker lambung di saat Tomoko baru masuk sekolah dasar. Ibu Tomoko kemudian bekerja pada sebuah pabrik garmen agar dapat menghidupi dirinya dan Tomoko. Keinginan untuk memantapkan kedudukannya di tempat bekerja membuat Ibu dari Tomoko memutuskan untuk menambah pengetahuannya dengan belajar di Tokyo. Namun dengan dana yang dimilikinya Ibu Tomoko tidak sanggup menyewa apartemen untuk hidup berdua dengan Tomoko. Agar tujuannya tercapai yaitu menuntut ilmu di Tokyo selama setahun, Ibunya menitipkan Tomoko di rumah keluarga saudara perempuannya bernama Hiromi yang bersuamikan orang kaya. Tomoko mendapat sambutan baik di rumah keluarga bibinya dan mendapat perlakuan sama dengan sepupunya Miina. Tomoko sering terheran-heran dan kagum dengan apa yang ditemuinya di rumah bibinya tersebut terutama kebiasaan mereka yang tidak sama dengan keluarga Tomoko. Walaupun banyak perbedaan yang ditemui, Tomoko tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, bahkan Tomoko dapat menikmati kebersamaannya dengan keluarga bibinya hingga akhirnya Tomoko kembali ke kota asalnya di Okayama setelah setahun lebih menumpang di rumah keluarga bibinya tersebut. Walaupun hanya menumpang sebentar di rumah keluarga Erich, Tomoko banyak mendapatkan pengetahuan baru dan kebiasaan baik yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya. Tomoko menjadi akrab dengan perpustakaan dan buku karena sering dimintai tolong oleh Miina meminjamkan berbagai buku yang tidak ada di rumahnya seperti novel Kawabata. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
155 Kisah pada novel MNK menunjukkan bahwa para tokoh yang muncul dalam novel ini tergabung dalam satu keluarga besar yang dipimpin oleh Erich. Pada pembahasan novel MNK ini tokoh yang akan diuraikan secara detil adalah Erich. Erich terlahir dari keluarga kaya dan anak satu-satunya dari pemilik pabrik minuman Fressy. Darah campuran Jepang dan Jerman yang mengalir dalam tubuh Erich membuat Erich memiliki mata dan rambut berwarna coklat dan rambut ikal. Tubuhnya tinggi semampai dan wajahnya tampan. 㧥ࡣᰩⰍ࡛ᰂࡽࡃ࣮࢝ࣝࡋࠊ⫼ࡣࡑࡇ࠸ࡿㄡࡶࡼࡾ㧗ࡃࠊ᙮ࡾ ࡢ῝࠸┠ඖࡢගࡀᕪࡋ࡚࠸ࡓࠋࠋࠋࠋࡇࢇ࡞ࡶࣁࣥࢧ࣒࡞ே ࡀࠊࠋࠋࠋ Rambutnya lembut dan ikal dengan warna coklat, dia terlihat lebih tinggi dari siapapun yang berada di sana (stasiun) dan matanya yang terbentuk dalam diterpa sinar matahari musim semi….laki-laki yang begitu tampan….. (Ogawa, 2006, p. 7) Ketampanan Erich merupakan satu kebanggaan bagi putrinya apalagi dengan hidung Erich yang mancung. Putrinya Miina sering memencet hidung Erich dan merasa hidung tersebut seperti mainan saja. ࠕ࠶ࡗࠊࣃࣃࡀࣁࣥࢧ࣒࡛࠺ࢀࡋࡗࡓࡇࢆ୍ࡘࡔࡅᛮ࠸ฟࡋࡲ ࡋࡓࠖ ୧㊊ࢆࡁࡃࡗ࡚࣑࣮ࢼࡣゝࡗࡓࠋ ࠕࡘࡲࡳࡓࡃ࡞ࡿ㰯ࢆࡋ࡚ࡓࡇࠋࣃࣃࡢ㰯ࡗ࡚㧗࠸࡛ࡋࡻ࠺ࠊࡘ ࡲࢇ࡛࠾ࡶࡕࡷࡍࡿࡢࠊࡨࡗࡓࡾࡸࡗࡓࢇࡼࠖ “Ah, hanya ada satu hal yang aku ingat yaitu aku merasa bahagia karena ketampanan papaku,” ujar Miina sambil menggoyang-goyangkan kedua kakinya lebar-lebar. “Bentuk hidung papa membuatku ingin memencetnya. Hidung papaku mancung, bukan? Hidung papa sangat pas dipencet-pencet dan dijadikan mainan”. (Ogawa, 2006, p. 49). Ketampanan ataupun kecantikan dalam masyarakat umum atau dunia sosial adalah salah satu modal yang dapat digunakan atau dipertukarkan dengan modal lain. Ketampanan dapat digunakan untuk mendapatkan modal ekonomi seperti melamar pekerjaan dengan lebih mudah ataupun menjadi foto model profesional. Dalam pergaulan atau berinteraksi dengan lingkungan, ketampanan atau Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
156 kecantikan adalah satu modal yang dapat digunakan sebagai akses untuk masuk ke dalam satu kelompok atau ruang sosial tertentu yang tidak semua individu dapat memasukinya. Ketampanan dan kecantikan ini dapat dikelompokkan ke dalam modal budaya sehubungan dengan perannya sebagai kunci untuk masuk dan berinteraksi dengan lingkungan sosial atau budaya tertentu. Dalam hal berbusana, Erich berpakaian sangat rapi dan terlihat modis dan elegan. Erich tidak melewatkan kesempatan berpakaian rapi walaupun sedang berada di rumah. ∗ࡉࢇࡣᐙࡢ୰࡛ࡉ࠼㝽ࡢ࡞࠸࠾ὗⴠ࡞࠸࡛ࠊࡦࡗࡁࡾ࡞ࡋ ㄯࢆ㣕ࡤࡍࠋ Paman (Erich) yang tidak melewatkan kesempatan untuk berpakaian modis walau di dalam rumah sekalipun, tidak henti-hentinya berkelakar. (Ogawa, 2006, p.10-11) Erich memperhatikan dengan seksama setiap detail dari pakaian yang dikenakannya. Bila mengenakan kemeja, Erich tampil dengan kemeja yang rapi mulai dari krah bajunya sampai manset tempat kancing kemeja. ┦ኚࢃࡽࡎ∗ࡉࢇࡣ࣡ࢩࣕࢶࡢあࡽ࢝ࣇࢫ࣎ࢱࣥ⮳ࡿࡲ࡛ࠊ ⚄⤒ࡢ⾜ࡁᒆ࠸ࡓ࠾ὗⴠ࡞᱁ዲ࡛ࠊࠋࠋࠋ Seperti biasa Paman (Erich) berdandan modis hingga ke hal yang sekecilkecilnya, mulai dari krah kemeja sampai manset tempat kancingnya. (Ogawa, 2006, p. 92) Cara berpakaian Erich yang rapi, modis dan elegan terlihat enak dipandang mata di manapun dia berada. Dalam keadaan bagaimanapun Erich terlihat rapi terlebih dengan ketampanan wajah yang dimilikinya. Walau dalam jubah tidurnya dengan tali yang dililit sekenanya, Erich masih terlihat tampan.
ࢇ࡞ሙᡤ࠸࡚ࡶࠊఱࢆࡋ࡚࠸࡚ࡶࠊ∗ࡉࢇࡢ᱁ዲࡼࡉࡣኚࢃ ࡽ࡞ࡗࡓࠋ↓㐀స⤡ࢇࡔ࢞࢘ࣥࡢ⣣ࡉ࠼⣲ᩛぢ࠼ࡓࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
157 Di manapun berada, apapun yang dikerjakannya, ketampanan Paman (Erich) tidak berubah. Erich terlihat tampan hanya dengan jubah yang talinya dililit sekenanya. (Ogawa, 2006, p. 104) Penampilan Erich yang merupakan modalnya dan keberadaannya di dalam keluargnya ketika masih lajang dalam digambarkan dalam ranah seperti pada gambar 3.9. Gambar 3.9. Ruang Sosial Erich Ketika Masih Lajang
Pada gambar 3.9 terlihat posisi Erich ketika masih lajang. Anggota dalam keluarganya adalah ayah Erich, Nenek Rosa, Yoneda, Kobayashi, dan Erich sendiri. Pada gambar 3.9 ini terlihat posisi ayah Erich paling tinggi. Walaupun tidak dipaparkan secara rinci modal apa saja yang dimiliki ayah Erich, modalnya tergambar dari apa yang dimiliki oleh Erich sebagai anaknya dan Nenek Rosa sebagai istrinya. Modal ekonomi yang dimiliki ayah Erich adalah pabrik minuman Fressy, rumah yang besar berikut segala isinya yang mewah dan mahal. Modal budayanya adalah pendidikan yang diperoleh selama belajar di Berlin dan ide menambahkan radium pada minuman kesehatan yang diproduksinya sehingga Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
158 menambah penjualan. Modal sosialnya adalah sosialisasi di hotel berbintang dengan koleganya dan modal simboliknya adalah kedudukannya sebagai presiden direktur pada perusahaan yang dikelolanya. Sementara Nenek Rosa sebagai istri ayah Erich memiliki modal ekonomi mengikuti apa yang dimiliki suaminya, demikian juga dengan modal sosial dan budayanya mengikuti ayah Erich yang sering bersosialisasi dengan koleganya di hotel dan restoran terkenal ditemani istrinya Nenek Rosa. Modal yang dimiliki ayah Erich membuatnya berada pada posisi paling dominan dalam keluarganya. Kemudian istrinya Nenek Rosa mengikutinya dari belakang. Mengenai Erich yang masih lajang dan berstatus sebagai anak yang memiliki modal budaya berupa pendidikan di Jerman, masih berada di bawah ayahnya karena modal ekonomi yang dimilikinya masih mengikut pada ayahnya. Selanjutnya Yoneda yang tinggal sebagai pembantu di rumah ayah Erich berada pada posisi terdominasi sehubungan dengan modal yang dimilikinya lebih sedikit dibandingkan majikannya. Begitu juga dengan Kobayashi yang bertugas sebagai tukang kebun tidak memiliki modal yang banyak baik dari segi ekonomi maupun budaya sehingga berada agak di bawah Yoneda. Hubungan mereka di dalam ranah ini terlihat bahwa sebagai satu keluarga tentunya ayah Erich beserta istri dan anaknya memiliki hubungan yang sangat dekat walaupun di dalam novel tidak dijelaskan. Hubungan antara majikan dan pembantu terutama hubungan ayah Erich dengan Yoneda dan Kobayashi tidak dekat karena secara status sosial mereka memiliki rentang yang jauh. Begitupun Nenek Rosa dan Erich tidak dekat dengan Kobayashi. Sementara dengan Yoneda, Nenek Rosa memiliki hubungan yang agak dekat karena Yonedalah yang membantu dan mengajarkan kepada Nenek Rosa bagaimana kehidupan di Jepang. Demikian juga dengan Yoneda juga memiliki hubungan yang agak dekat dengan Erich sebagai anak majikannya sehubungan dengan kedekatan Nenek Rosa dengan Yoneda. Setelah ayahnya meninggal dunia, Erich menggantikan ayahnya sebagai presiden direktur di perusahaan keluarganya. Erich sekaligus menjadi kepala keluarga di rumahnya yang besar dengan anggota keluarga terdiri atas istrinya Hiromi, anak-anaknya Ryuuichi dan Miina, Ibunya Nenek Rosa, pembantunya Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
159 Yoneda dan Kobayashi serta keponakan istrinya Tomoko. Dalam rumahnya yang merupakan ruang sosialnya, Erich memiliki modal yang paling besar. Erich menguasai seluruh harta kekayaan keluarganya baik berupa pabrik minuman Fressy dan rumah besar yang terdiri dari 17 kamar berikut segala isinya. Erich yang menjabat sebagai presiden direktur pada perusahaannya memiliki mobil Mercedes Benz yang bagus yang selalu dibawanya ketika bepergiaan. Rumah Erich yang besar dan mewah dirawat dengan sangat baik oleh para pekerja profesional yang didatangkan khusus ke rumahnya secara rutin. Tiap-tiap kamar tertata dengan rapi dan memiliki aroma khas tersendiri. Semua hiasan rumah dan pernak-perniknya adalah benda-benda bermutu sangat baik dan berkelas. Di dalam rumah tersebut juga terdapat ruang perpustakaan yang besar dan di dalamnya terdapat berbagai macam buku. Kemewahan lain di rumah Erich adalah di rumahnya selalu tersedia berbagai macam makanan yang sehat dan penuh nutrisi. Mereka memesan secara khusus semua barang-barang keperluan sehari-hari dan diantar langsung ke rumah. Mereka tidak perlu merepotkan diri pergi ke luar rumah untuk mendapatkan keperluan hariannya. Walaupun Erich memiliki semua kemewahan secara materi, hubungan Erich dengan anggota keluarganya terlihat tidak begitu harmonis. Hal ini diketahui dari sikap istrinya Hiromi yang sering mengurung diri sambil merokok dan minum wiski serta anak laki-lakinya Ryuuichi yang mengirim surat kepada semua anggota keluarga kecuali Erich. Di dalam rumah yang dipimpin oleh Erich tidak terlihat kepemimpinannya karena semua diambil alih oleh Yoneda pengurus rumah tangganya. Erich kemudian melakukan perjuangan di dalam ranah keluarganya untuk mendapatkan perhatian dari semua anggota keluarga. Erich kemudian melakukan perjuangan dengan menambah modal yang dimilikinya. Erich sebagai pemilik perusahaan minuman kesehatan tidak hanya terampil membuat inovasi desain produknya, juga memiliki intelengensia memperbaiki barang-barang yang rusak di rumah. Satu kebiasaan di rumah Erich, bila ada barang yang rusak, sebelum dibawa ke tukang reparasi, barang-barang tersebut diletakkan begitu saja oleh anggota keluarganya di ruang kerja Erich. Seperti Nenek Rosa yang meletakkan kalung mutiaranya yang kaitannya rusak, Yoneda yang meletakkan mikser yang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
160 tidak bisa bekerja dengan semestinya, dan Miina yang meletakkan pensil mekaniknya yang ujungnya bergeser. ∗ࡉࢇࡣࢇ࡞ඃ⚽࡞ᐆ▼ᒇࠊ㟁Ẽᒇࠊᩥᡣලᒇࡼࡾࡶჾ⏝ ࡞⭎ࡢᣢࡕࡔࡗࡓࠋࡓ࠸࡚࠸ࡢ≀ࢆ࠸ࡶ࠶ࡗࡉࡾࠊᴦࡋࡆ ಟ⌮ࡍࡿࡇࡀ࡛ࡁࡓࠋࢇࡢࢃࡎ∗ࡉࢇࡀᡭࢆຍ࠼ࡿࡔࡅ࡛ࠊ ࡑࢀࡲ࡛࠺ࡸࡗ࡚ࡶ࠺ࡲࡃ㐠ࡤ࡞ࡗࡓࡍ࡚ࡀࠊ୍▐ࡢ࠺ࡕ ᮏ᮶ࡢጼࢆྲྀࡾᡠࡋࡓࠋ Paman (Erich) adalah seorang yang terampil melebihi tukang permata, tukang listrik dan tukang alat tulis manapun. Kebanyakan barang-barang yang rusak dapat diperbaikinya dengan mudah dan dengan sangat gembira. Hanya sedikit saja Erich memegang barang-barang tersebut, entah bagaimana caranya barang-barang yang sudah tidak berfungsi tersebut dalam sekejap sudah kembali ke bentuknya semula. (Ogawa, 2006, p. 91) Keterampilan memperbaiki barang yang rusak, yang dimiliki Erich melebihi keterampilan tukang reparasi profesional, seperti tukang listrik, tukang permata maupun tukang alat tulis. Erich dapat memperbaiki barang-barang yang rusak tersebut dengan mudah tanpa mengalami kesulitan, walaupun terkadang ada barang rusak yang membutuhkan kesabaran dan memakan waktu untuk memperbaikinya,
Erich
memperbaikinya
dengan
senang
hati.
Seperti
memperbaiki mikser yang rusak, terlihat mimik wajahnya gembira seolah mendapat tantangan untuk dapat memperbaiki mikser tersebut. ∗ࡉࢇࡣ࣑࢟ࢧ࣮ࡽࢆ㞳ࡑ࠺ࡋ࡞ࡗࡓࡀࠊゝࡗ࡚⚾ࡀ ࡑࡇ࠸ࡿࡇࢆ㏞ᝨࡀࡗ࡚ࡶ࠸࡞ࡗࡓࠋ ࠕ࠶࠶ࠊࡇࡢ⥺ࡀ↝ࡁษࢀ࡚ࡋࡶ࡚ࡿ࡞ࠖ ࠕ┤ࡾࡲࡍࠖ ࠕ࠺ࢇࠊᜍࡽࡃࠖ ࠋࠋࠋࠋࠋࠋ ࠕࢿࢵࢡࣞࢫࠊࢩ࣮ࣕࣉ࣌ࣥࢩࣝࡣࠋࠋࠋࠋࠖ ࠕ࠶ࢀࡣ⡆༢ࡸࡗࡓࠋ࡛ࡶ࣑࢟ࢧ࣮ࡣࡕࡻࡗགྷࡔࡒࠖ གྷ࡞᪉ࡀዲࡲࡋ࠸ཱྀࡪࡾࡔࡗࡓࠋ Paman (Erich) tidak melepaskan pandangannya dari mikser yang rusak, dan kehadiranku didekatnyapun sepertinya tidak mengganggunya. “Aa, kabel ini putus karena terbakar, nih.” “Apakah bisa diperbaiki?” “Ya, mungkin bisa.” Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
161 ……. “Kalung dan pensil mekanik? ....... “Yang itu gampang. Tapi mikser ini agak susah.” Ujar Erich dengan mimik mulut menyukai masalah pada mikser tersebut.” (Ogawa, 2006, p. 103-104) Keterampilan memperbaiki barang yang rusak dapat dikelompokkan ke dalam modal budaya. Modal ini didapatkan dari mempelajari satu hal secara tekun. Berdasarkan pengelompokkan yang dibuat Bourdieu, salah satu modal budaya adalah sertifikat atau ijazah yang dikeluarkan oleh lembaga atau institusi tertentu, setelah individu menempuh pendidikan pada lembaga tersebut. Walaupun tidak ada sertifikat khusus yang dikeluarkan oleh lembaga tertentu akan keterampilan Erich memperbaiki barang-barang yang rusak di rumahnya, keterampilan yang dimilikinya
diakui
oleh
seluruh
anggota
keluarganya
sehingga
dapat
dikelompokkan ke dalam modal budaya. Erich memiliki sifat periang dan semua orang menyukainya. Erich pandai mengambil hati orang sehingga semua orang merasa diperlakukan istimewa. Erich pandai bercerita dengan pilihan kata-kata yang menyenangkan hati orang yang mendengarnya. Cerita Erich juga dapat menghibur hati orang yang sedang sakit ataupun yang sedang gundah. Bila ceritanya tidak berhasil menghibur orang yang dimaksudkannya, Erich mampu mengalihkan dan mengubah cerita tersebut menjadi guyonan sehingga membuat semua orang tertawa gembira. ∗ࡉࢇࡣேࢆᮁࡽࡍࡿ㐩ேࡔࡗࡓࠋⓙ∗ࡉࢇࡀዲࡁࡔࡗࡓࠋ ࠶ࡢ⡿⏣ࡉࢇ࡛ࡉ࠼ࠊࠕ࠾ࡰࡗࡕࡷࡲࠖࡣ⏑ࡗࡓࠋㄡࡶࡀ ∗ࡉࢇࡢヰࢆ⪺ࡁࡓࡗࡓࡋࠊࡲࡓ⮬ศࡢヰࢆ⪺࠸࡚ࡶࡽ࠸ࡓࡗ ࡓࠋࡑࡢሙ࠸ࡿ୰࡛ࠊㄡࡀ㏥ᒅࡋ࡚࠸ࡿࠊඖẼࡀ࡞࠸ࢆࡍࡄ ࡉࡲᐹ▱ࡋࠊࡑࡢே᭱ࡶࡩࡉࢃࡋ࠸ぢࡘࡅฟࡋ࡚ࡁࡓࠋኻᩋࡣ 㒊࣮ࣘࣔࡃࡿࢇ࡛➗࠸ヰࡋࠊᑠࡉ࡞႐ࡧࡕࡻࡗࡋࡓࣇ ࢡࢩࣙࣥࢆࡅຍ࠼࡚ࠊఱಸࡶࡁ࡞႐ࡧኚ࠼ࡿ⾡ࢆ㌟ࡘࡅ࡚ ࠸ࡓࠋ∗ࡉࢇヰࡋ࡚࠸ࡿࡔࡅ࡛ࠊ⮬ศࡀ≉ูᑛ㔜ࡉࢀ࡚࠸ࡿẼ ᣢࡕ࡞ࢀࡿࡢࡔࡗࡓࠋ Paman (Erich) adalah orang yang paling jago menyenangkan hati orang lain. Semua orang menyukai Erich. Sampai Yoneda saja masih memanjakan Erich dengan memanggil nama kesayangannya waktu kecil, Ken Obocchama. Siapapun ingin mendengarkan cerita Erich, dan ingin didengarkan oleh Erich ceritanya. Bila berada dalam situasi demikian, Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
162 siapa yang merasa bosan, atau merasa kurang enak badan, semua perasaan itu terhapus karena Erich berhasil menemukan kata penghibur yang paling sesuai untuk orang tersebut. Dalam diri Erich sudah melekat jurus, bila kata-katanya gagal menyenangkan hati, cerita tersebut langsung menjadi cerita guyonan, yang ditambahkan sedikit cerita rekaan sehingga kelucuan yang kecil berubah menjadi kelucuan yang berlipat-lipat besarnya. Hanya dengan bercerita kepada Erich, orang merasa dihargai dan diistimewakan. (Ogawa, 2006, p. 27) Sifat Erich yang periang dan suka menyenangkan hati orang merupakan modal sosial yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan. Dengan sifat periang yang dimiliki, seseorang akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan akan lebih mudah pula diterima dalam lingkungan tersebut. Kehadiran orang yang periang sering ditunggu-tunggu oleh lingkungannya karena kehadiran orang yang periang dapat mencairkan suasana yang tidak nyaman menjadi gembira seperti anggota keluarga Erich yang betah berlama-lama duduk di meja makan mendengarkan cerita Erich. Padahal bila Erich tidak di rumah anggota keluarganya bila selesai makan akan buru-buru meninggalkan meja makan menuju tempat aktifitas lain yang disukai. Pada zaman dahulu pun sering terdengar cerita para raja dan bangsawan yang bosan dan jenuh dengan rutinitas mereka menyuruh pelayannya mendatangkan para penghibur seperti badut dan pemain sirkus agar dapat menghibur mereka. Berbagai modal yang dimiliki Erich seperti uraian di atas, diperolehnya berkat habitus yang dimilikinya. Erich memperlakukan semua anggota keluarganya dengan baik dengan memberikan senyuman yang ramah dengan wajah yang cerah dan sapaan yang lembut dan mencium anggota keluarganya satu-satu yaitu Nenek Rosa, Yoneda dan Miina, ketika Erich pulang ke rumah. Erich juga memberikan sapaan yang manis kepada anaknya dengan menyebutnya tuan putri. ࠕ࠾ጲࡉࢇ᪉ࠊඖẼࡔࡗࡓ࡞ࠖ ∗ࡉࢇࡣ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࠊ⡿⏣ࡉࢇࠊ࣑࣮ࢼࠊࡑࡋ࡚⚾ࡲ࡛ ᣵᣜࡢ࢟ࢫࢆࡋ࡚ࡃࢀࡓࠋ “ Tuan-tuan putri, apakah sehat-sehat saja.” Paman (Erich) memberikan sapaan dan menciuman Nenek Rosa, Yoneda, Miina dan kepadaku juga. (Ogawa, 2006, p. 92) Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
163
Erich tidak sungkan memberikan ciuman pada Yoneda yang merupakan pembantunya namun diperlakukan seperti anggota keluarga. Demikian juga kepada Tomoko, keponakan dari istrinya. Erich juga memberikan ciuman pada Tomoko dan memanggil Tomoko dengan sebutan tuan putri pula. Sikap Erich yang suka memperlakukan anggota keluarganya dengan baik ini, tidak di dalam rumah saja, namun juga di luar rumah. Erich yang menjemput Tomoko di stasiun memperlakukan Tomoko seperti tuan putri dengan membawakan tas koper Tomoko kemudian membukakan pintu mobil sambil membungkukkan badan dan mempersilakan Tomoko masuk ke dalam mobil. ∗ࡉࢇࡣ⭜ࢆࡀࡵ࡚ࡇࡕࡽࢆぢࡘࡵࠊ࠾ጲࡉࡲࢆࡶ࡚࡞ࡍࡼ࠺ ⚾ࡢᡭࡽ࣎ࢫࢺࣥࣂࢵࢢࢆྲྀࡾࠊ㌴ࡢࢻࢆ㛤ࡅࡓࠋ ࠕࡉ࠶࠺ࡒࠊ࠾Ꮉࡉࢇࠖ Paman (Erich) membungkukkan pinggangnya dan memandang ke arahku dan mengambil tas koper dari tanganku dan membuka pintu mobil seolaholah sedang melayani tuan putri. “Ya, silakan Tuan Putri”. (Ogawa, 2006, p. 7) Sikap Erich yang ramah dan perlakuan yang menyenangkan anggota keluarganya juga terlihat di depan orang lain ketika Erich mengantarkan Tomoko membeli baju seragam sekolahnya. Tanpa sungkan dan ragu, dengan sikap yang baik Erich menyebut Tomoko sebagai tuan putrinya kepada pelayan toko. ࠕ࠺ࡕࡢ࠾ጲࡉࢇࠊࢃ࠸ࡽࡋ࠸ไ᭹ࢆ࠾㢪࠸ࡋࡲࡍ࡞ࠖ ∗ࡉࢇࡣ⚾ࡢ⫪ᡭࢆ⨨ࡁࠊᗑဨࡉࢇゝࡗࡓࠋ Paman (Erich) meletakkan tangannya di pundakku dan berkata pada pelayan toko. “Tolong carikan baju seragam yang cantik untuk Tuan Putriku ini ya.” (Ogawa, 2006, p. 28) Dengan modal ekonomi yang dimilikinya Erich juga mendatangkan dokter hewan secara rutin untuk memeriksa kesehatan Pochiko, badak mini yang menjadi tunggangan putrinya ke sekolah. Erich juga sering mendatangkan chef restoran dari Hotel Rokkousan yang terkenal di kotanya. Chef ini dibantu oleh beberapa
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
164 anak buahnya memasak di rumah Erich dan menghidangkan menu favorit Nenek Rosa. Setiap anggota keluarga mempunyai serbetnya sendiri yang bertuliskan nama mereka dan logo Hotel Rokkousan. Tomoko gadis belia yang baru datang di rumah mereka juga dibuatkan serbet yang bertuliskan namanya. Habitus lain yang dimiliki Erich adalah cara mengurus rumahnya. Kesibukan Erich di pabrik minumannya tidak membuatnya melupakan urusan di dalam rumahnya sendiri. Erich mengurus rumahnya dengan sangat baik dan diselesaikan dengan tuntas. Erich mendatangkan tenaga profesional untuk mengurus rumahnya dan untuk menyenangkan hati anggota keluarganya. Erich tidak hanya mendatangkan tenaga profesional secara rutin untuk membersihkan setiap sudut ruangan di dalam rumahnya, Erich juga mendatangkan chef terkenal dari hotel Rokkousan untuk memasak makanan istimewa di rumahnya. Kebiasaan menggunakan jasa koki dari hotel terkenal bila ada pesta keluarga sudah dilakukan oleh keluarga Erich semasa ayahnya masih hidup. Namun sejak kaki Nenek Rosa sakit mereka sekeluarga jarang keluar rumah. Untuk itu Erich mengundang langsung para koki ke rumahnya agar dapat menyuguhkan masakan hotel yang istimewa untuk semua anggota keluarganya. (Ogawa, 2006, p. 93-94). Tenaga profesional lain yang juga didatangkan secara rutin oleh Erich ke rumahnya adalah dokter hewan. Dokter hewan ini didatangkan ke rumah untuk memeriksa kesehatan Pochiko, badak mini peliharaan mereka. Keluarga Erich menggunakan jasa dokter hewan ini sejak pertama kali Pochiko tiba dari Liberia Afrika. ࡑࡢ᪥ࡢ᮶ゼ⪅ࡣࠊ࣏ࢳᏊࡢᗣデ᩿ࡢࡓࡵኳ⋤ᑎື≀ᅬࡽ ࡤࢀࡓ⋇་ࡉࢇࡔࡗࡓࠋࠋࠋࠋࡑࡢ⋇་ࡉࢇࡣ࣏ࢳᏊࡀࣜ࣋ࣜ ࡽࣇࣞࢵࢩ࣮ື≀ᅬࡸࡗ࡚᮶ࡓᙜࡽࡢࠊ㛗ᖺࡢ་ࡽࡋ ࡗࡓࠋ Yang berkunjung pada hari itu adalah dokter hewan yang dipanggil dari kebun binatang Tennoji untuk memeriksa kesehatan Pochiko. …….. Katanya dokter hewan itu sudah bertahun-tahun menjadi dokter yang merawat Pochiko, semenjak Pochiko pertama kali didatangkan dari Liberia dan dibukanya kebun binatang Fressy. (Ogawa, 2006, p. 116)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
165 Mendatangkan tenaga profesional ke rumah apalagi di Jepang hanya dapat dilakukan oleh kalangan tertentu saja karena bayaran untuk tenaga profesional di Jepang terbilang mahal. Erich mampu mendatangkan berbagai ahli profesional ke rumahnya karena kekayaan yang dimilikinya. Habitus Erich dalam mengurus rumah dengan mendatangkan tenaga profesional juga terlihat ketika rumah mereka dimasuki maling. Erich kemudian memanggil tukang kunci terbaik untuk mengganti semua kunci di rumahnya dengan kunci yang tercanggih dan memasang beberapa alarm pada lorong rumah. ἾᲬࡀධࡗࡓḟࡢ᪥ࠊ᪩㏿∗ࡉࢇࡀᑓ㛛ᴗ⪅ࢆᘬࡁ㐃ࢀ࡚ጼࢆぢ ࡏࠊᒇᩜ୰ࡢ㘽ࢆ⢭ᕦ࡞ࡶࡢྲྀࡾ᭰࠼ࡓ࠺࠼ࠊྛேࡢᐷᐊ࠾ࡼࡧ ᗯୗ㠀ᖖ࣮࣋ࣝࢆタ⨨ࡋࡓࠋ Sehari setelah rumah dimasuki pencuri, Paman (Erich) langsung menampakkan diri dengan membawa tukang kunci profesional, dan selain mengganti semua kunci di dalam rumah dengan kunci yang canggih, juga dipasang alarm di setiap kamar tidur masing-masing dan lorong rumah. (Ogawa, 2006, p. 235) Erich juga mempunyai habitus tersendiri ketika mendidik anaknya. Cara Erich memperlakukan anak sangat mendidik dan memperhatikan pribadi anak, harga diri anak dan keberadaan anak. Erich mengizinkan Miina dan Tomoko pergi di tengah malam untuk menyaksikan bintang jakobini dengan syarat membuat laporan dari kegiatan yang mereka lakukan. Erich tidak melarang ataupun membatasi keingintahuan anaknya akan sesuatu. Erich membiarkan saja sikap Miina yang sangat ingin tahu akan sesuatu, seperti ketika Miina masih bayi dan berfoto bersamanya. Dalam foto tersebut terlihat Erich dengan wajah kasih dan sayang membiarkan Miina memegang dan mencongkel lubang hidungnya yang mancung. Terlihat dalam foto tersebut keheranan Miina akan bentuk hidung ayahnya. ࡢ┿࡛ࡶࠊ∗ࡉࢇᢪࢀࡓ㉥ࢇᆓࡢ࣑࣮ࢼࡣࠊᑡࡋࡶ࣓࢝ ࣛࡢ᪉ࢆぢࡼ࠺ࡏࡎࠊ∗ࡉࢇࡢ㰯ࢆࡘࡲࡴࠊࡑ࠺࡛࡞ࡅࢀࡤ 㰯ࡢ✰ᣦࢆ✺ࡗ㎸ࡴࡋ࡚࠸ࡓࠋ࣑࣮ࢼࡣࡑࡢ㨩ᝨⓗ࡞ࢇࡀࡾ ࡢṇయࡣఱ࡞ࡢࠊᛮ㆟࡛࡞ࡽ࡞࠸࠸࠺㢦ࢆࠊࡑࡋ࡚∗ࡉࢇ ࡣࠊ㉥ࢇᆓࡀ࠸࠾ࡋࡃ࡚ࡓࡲࡽ࡞࠸࠸࠺㢦ࢆࡋࡓࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
166 Pada foto yang manapun, Miina yang masih bayi, yang digendong oleh Paman (Erich) tidak sedikitpun menghadap ke kamera, Miina malah memencet hidung Erich, kalau tidak memasukkan jarinya ke lubang hidung Erich. Dalam foto itu terlihat Erich dengan wajah sangat sayang kepada bayinya dan Miina dengan wajah sangat keheranan melihat apakah wujud dari hidung runcing yang menarik itu. (Ogawa, 2006, p. 50) Erich memberikan rasa percaya diri pada Miina putrinya dengan melarang pelayan menyalakan lilin di meja makan. Erich mengatakan bahwa Miina adalah petugas korek api di rumahnya dan memuji Miina di hadapan semua orang bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menyalakan api seindah putrinya. ∗ࡉࢇࡀ᫂ࡾࡢࢫࢵࢳࢆษࡗࡓࠋࢁ࠺ࡑࡃⅆࢆⅬࡅࡼ࠺ ࡋࡓ࣮࣎ࡉࢇࢆไࡋ࡚ࠊ∗ࡉࢇࡣゝࡗࡓࠋ ࠕ࠸࠸࠼ࠊ࠸࠸ࢇ࡛ࡍࠋᡃࡀᐙࡢ࣐ࢵࢳಀࠊ࣑࣮ࢼࡀࡸࡾࡲࡍࡽࠋ ᙼዪ⨾ࡋ࠸᫂ࡾࢆⅬࡍࡇࡢ࡛ࡁࡿᏊࡣࠊ࠸ࡲࡏࢇࠖ Paman (Erich) mematikan lampu. Kemudian Erich mencegah pelayan yang berniat menyalakan lilin dan berkata, “ Tidak, tidak usah. Ada petugas korek api di rumah kami, Miina yang akan melakukannya. Tidak ada seoranpun yang dapat menyalakan api seindah yang dilakukan Miina.” (Ogawa, 2006, p. 97-98) Erich tidak setiap hari pulang ke rumahnya karena kesibukannya mengurus pabrik minuman. Erich pulang ke rumah pada waktu yang sudah ditentukan seperti ketika akan menjemput Tomoko di stasiun, ketika membawa chef dari hotel Rokkousan dan ketika akhir tahun untuk menyambut natal. Namun tidak berarti Erich tidak pulang di saat dibutuhkan oleh anggota keluarganya. Erich akan pulang bila mendapat panggilan mendadak dari istrinya seperti ketika rumah mereka dimasuki pencuri dan ketika seisi rumah khawatir pada Tomoko yang pamit ke luar rumah untuk belajar di perpustakaan tidak pulang-pulang dan ketika disusul ke perpustakaan, perpustakaannya sudah tutup. Setiap pulang ke rumah, Erich yang mempunyai kebiasaan memperbaiki barang-barang yang rusak, tidak melewatkan waktu memperbaiki benda-benda tersebut walaupun kepulangannya karena mendapat panggilan mendadak.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
167 ᅇࡣணᐃእࡢᛴ࡞ᖐᏯࡔࡗࡓࡣࡎ࡞ࡢࠊ∗ࡉࢇࡣࡕࡷࢇቯ ࢀ≀ࢆ┤ࡋ࡚ࡽ❧ࡕཤࡗࡓࠋ Walaupun kali ini pulang mendadak di luar rencana, Paman (Erich) tetap memperbaiki barang rusak sebelum pergi. (Ogawa, 2006, p. 236) Berbagai hal yang terjadi dalam keluarga Erich membuat Erich mengalami perubahan dari habitusnya. Perubahan yang mencolok dari habitus Erich adalah cara mengatur waktu pulang ke rumah. Erich merasa bersalah ketika rumah mereka dimasuki pencuri sementara Erich sebagai kepala keluarga tidak berada di rumah. ᅇࡢἾᲬ㦁ື࡛ᮏᙜ㈐௵ࢆឤࡌ࡞ࡅࢀࡤ࠸ࡅ࡞࠸ࡢࡣࠊ⡿⏣ࡉ ࢇ࡛ࡣ࡞ࡃࠊᐙࢆ␃Ᏺࡋ࡚࠸ࡓ∗ࡉࢇ࡛ࡣ࡞࠸ࠊࠋࠋࠋ Kali ini sebenarnya yang merasa bertanggung jawab atas keributan yang terjadi karena pencuri masuk ke rumah bukanlah Yoneda, melainkan Paman (Erich) yang sedang tidak ada di rumah saat kejadian tersebut. …(Ogawa, 2006, p. 235)
Walaupun Erich sudah mengganti semua kunci di rumahnya dan memasang alarm di setiap kamar dan lorong rumah, Erich merasa bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Rasa bersalah Erich atas keluarganya yang sering ditinggalkannya semakin besar ketika di malam natal terjadi kebakaran hutan yang berada persis di depan rumah mereka. Erich membawa semua anggota keluarganya mengungsi ke mes tempat penginapan para karyawan di pabriknya. Namun pada saat mereka mengungsi, mereka tanpa sengaja melupakan Pochiko sendirian di taman. Ketika api sudah padam dan mereka kembali ke rumah keesokan harinya, mereka menemukan Pochiko mati tergeletak dengan mulut penuh dengan cake natal yang diberikan pada Pochiko pada malam natal tersebut. Sejak kejadian kebakaran hutan dan kematian Pochiko, Erich pulang setiap hari. ᭩ᩪࡢ࢝࢘ࣥࢱ࣮ࡣ࠺ಟ⌮ࡉࢀࠊቯࢀ≀ࡣ㒊∦࠸࡚࠸ࡓࡀࠊ ┦ኚࢃࡽࡎ∗ࡉࢇࡣẖ᪥ᐙᡠࡗ࡚ࡁࡓࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
168 Meskipun meja di ruang kerja Paman (Erich) sudah diperbaiki, barangbarang yang rusak semua sudah disusun rapi, Erich pulang ke rumah setiap hari sebagaimana biasanya. (Ogawa, 2006, p. 314) Perubahan habitus Erich yang membuat bertambahnya modal yang dimiliki tidak mengubah posisi Erich di dalam keluarganya karena posisi Erich sebagai kepala keluarga dan presiden direktur di perusahaannya merupakan modal terbesarnya yang tidak bisa disamai oleh anggota keluarga yang lain. Erich berhasil melakukan perjuangan di dalam ruang sosialnya yaitu diterima oleh anggota keluarganya yang lain sebagai kepala keluarga. Ruang sosial Erich setelah menjadi pewaris dan kepala keluarga terlihat pada gambar 3.10. Gambar 3.10. Ruang Sosial Erich Setelah Menikah dan Menjadi Pewaris
Erich menempati posisi paling tinggi di dalam ruang sosialnya karena modal yang dimiliki paling besar. Modal ekonomi Erich adalah perusahaan minuman Fressy, rumah yang besar dan mobil Mercedes Benz yang dikendarainya ke mana pun pergi. Modal budayanya adalah kepintaran, keterampilan dan ketampanannya, modal sosialnya adalah sifatnya yang periang dan sosialisasinya sebagai pemilik Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
169 perusahaan dan modal simboliknya adalah posisinya sebagai presiden direktur pada perusahaannya. Berbeda dengan Nenek Rosa yang mengikuti suaminya baik dari modal ekonomi, sosial dan budaya, Hiromi istri Erich sama sekali tidak mengikuti suaminya kecuali dalam modal ekonomi. Hiromi tidak mempunyai modal budaya dan modal sosial yang memadai sehingga posisi Hiromi dalam keluarganya jauh di bawah Erich bahkan berada di bawah Nenek Rosa dan Yoneda. Nenek Rosa selain memiliki modal ekonomi yang besar sebagaimana ketika suaminya masih hidup, masih mempertahankan modal budayanya dengan berdandan rapi setiap hari dan merawat dirinya dengan memakai krim pada kulitnya setiap malam. Walaupun modal sosialnya sudah berkurang karena jarang ke luar rumah, Nenek Rosa menjalin hubungan yang akrab dengan pembantunya Yoneda dan sering mendapat suguhan makan malam ala restoran oleh chef dari hotel terkenal dari anaknya Erich. Posisi Nenek Rosa dalam ruang sosialnya berada di bawah Erich. Demikian juga dengan pembantunya Yoneda berada pada posisi yang berdekatan dengan Nenek Rosa. Biarpun modal ekonomi yang dimiliki Yoneda sebagai pembantu rumah tangga tidak seberapa, Yoneda memiliki modal budaya yang besar yaitu kemampuannya memasak dan mengurus rumah. Modal terbesar yang dimiliki Yoneda adalah modal simbolik yaitu otoritasnya atas seluruh anggota keluarga. Perkataan Yoneda didengarkan oleh seluruh anggota keluarga termasuk kepala keluarga sendiri yaitu Erich. Anak-anak Erich yaitu Ryuuichi dan Miina memiliki posisi di bawah Nenek Rosa dan Yoneda. Ryuuichi lebih unggul dari Miina karena modal sosialnya lebih banyak yaitu pergaulan dengan teman-temannya, begitu juga dengan modal budayanya yaitu tingkat pendidikan yang tinggi di Swiss. Untuk modal ekonominya baik Ryuuichi maupun Miina, keduanya mengikut pada orang tuanya. Modal sosial Miina hanya lingkungan rumah dan sekolahnya saja namun modal budayanya banyak yaitu kemampuan membaca yang sangat baik melebihi kemampuan anak seusianya. Miina juga mempunyai keterampilan dan kecakapan dalam mempelajari hal baru. Sementara itu posisi tukang kebun yaitu Kobayashi berada paling bawah berdekatan dengan Tomoko. Keduanya tidak memiliki modal ekonomi, budaya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
170 dan sosial yang banyak. Kobayashi menduduki posisi sedikit lebih tinggi dari Tomoko karena modal ekonomi dan budaya yang dimilikinya lebih besar dari Tomoko yaitu gaji yang diperoleh Kobayashi dari modal budayanya adalah pekerjaannya dan pengalamannya sebagai tukang kebun yang mengurus badak mini Pochiko dan keterampilannya mengendarai mobil. Pada gambar 3.10 juga terlihat hubungan antartokoh. Hubungan Erich dan Hiromi adalah hubungan yang didasarkan pada ikatan suami istri. Sifat Hiromi yang pendiam sangat kontras dengan sifat Erich yang periang. Hiromi sering terlihat gembira dan tersipu malu bila mendengar candaan Erich di tengah keluarga mereka. Hubungan yang mereka jalani sebenarnya tidak begitu harmonis namun tidak terlihat oleh anggota keluarga yang lain. Erich jarang pulang ke rumah dan hanya pulang pada waktu-waktu tertentu. Sementara Hiromi lebih asyik mengurung diri ruangan tempat merokok agar dapat merokok dan minum wiski sepuasnya. Hiromi terlihat tidak merokok ataupun minum wiski bila ada Erich dan anggota keluarga lainnya berkumpul bersama-sama. (Ogawa, 2006, p. 195) Bila Erich pulang ke rumah, Erich terlihat meletakkan bantal dan selimut di sofa yang berada di ruang kerjanya. (Ogawa, 2006, p. 104). Sepertinya Erich tidak tidur sekamar dengan Hiromi. Hubungan Erich dan Hiromi yang terlihat janggal oleh Tomoko membuatnya curiga hingga akhirnya Tomoko mengetahui ketika secara diam-diam berkunjung ke pabrik minuman Fressy bahwa bila Erich tidak pulang ke rumah maka dia akan menginap di Apartemen Royale kamar nomor 202 yang lokasinya tidak begitu jauh dari pabrik. Kamar yang ditempati Erich adalah kamar atas nama wanita yang tidak pernah sekalipun didengar Tomoko namanya disebut di rumah Ashiya. (Ogawa, 2006, p. 289) Bagaimana sebenarnya masalah yang terjadi antara Erich dan Hiromi sehingga Hiromi lebih banyak mengurung diri sambil merokok dan minum wiski sementara Erich jarang pulang ke rumah dan menginap bersama wanita lain, dan kalaupun pulang ke rumah tidak tidur sekamar dengan istrinya, tidak dijelaskan di dalam novel. Erich terlihat sangat peduli dengan keluarganya terutama bila dalam keadaan penting. Erich langsung pulang ke rumah ketika ditelepon oleh istrinya
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
171 karena ada kejadian di rumah seperti memberitahukan Tomoko yang belum pulang sementara hari sudah gelap. Hiromi pernah mencoba ikut serta dalam pengaturan perusahaan ketika mendapati kesalahan ejaan penulisan nama merk produk mereka. Hiromi kemudian memberitahukan kesalahan tersebut ke pabrik melalui surat. Anehnya, Hiromi tidak menuliskan namanya sebagai pengirim melainkan menuliskan nama Yoneda tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Erich kemudian membawa surat tersebut ke rumah dan meletakkannya di atas meja. (Ogawa, 2006, p. 293). Erich selaku kachou hanya mendiamkan masalah ini dan tidak melibatkan Hiromi dalam urusan perusahaannya walaupun sebelum menikah dengan Erich, Hiromi adalah salah seorang asisten Erich di perusahaan. Sepertinya tidak ada komunikasi secara langsung antara Erich dan Hiromi mengenai surat tersebut. Di sini terlihat bahwa hubungan mereka sebagai suami istri tidak begitu akrab. Hubungan Erich dan Hiromi ini tidak mencerminkan adanya hubungan saling bahu membahu sebagai mana kachou dan shufu. Hiromi tidak menjalankan sepenuhnya tugasnya sebagai seorang shufu. Erich yang berposisi sebagai kepala keluarga dan seorang ayah tidak memiliki hubungan yang dekat dengan putranya. Padahal putranya adalah chounan yang yang akan mewarisi ie-nya. Walaupun demikian Erich menyekolahkan Ryuuichi sampai ke luar negeri sebagai salah satu cara untuk mempersiapkan calon pewaris sebagaimana ayahnya dan kakeknya yang juga mengikuti pendidikan di Jerman. Hubungan yang tidak dekat antara ayah dan anak ini terlihat dari sikap Ryuuichi yang rutin mengirim surat untuk setiap anggota keluarganya tidak menyelipkan satu surat pun yang ditujukan kepada Erich. Tidak dijelaskan di dalam novel latar belakang apa yang membuat hubungan ayah dan anak ini tidak terlihat mesra. Ryuuichi lebih suka meminjam mobil jaguar temannya ketika pulang berlibur daripada meminjam mobil kepada ayahnya. Diantara Erich dan Ryuuichi sepertinya ada permasalahan yang tidak terjelaskan. Ryuuichi dan Erich tidak saling bertemu pandang dan saling membuang muka. Hal ini terlihat ketika mereka satu keluarga berpiknik ke tepi pantai. Sambil memandang ke pantai, Ryuuichi kemudian mengajak ayahnya untuk bertanding berenang. Entah siapa yang menang dalam pertandingan tersebut,
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
172 mereka kembali ke tepi pantai dengan tertawa gembira. (Ogawa, 2006, p. 192). Sikap yang ditunjukkan oleh Erich dan Ryuuichi sekembali dari bertanding renang memperlihatkan seolah diantara mereka telah selesai satu masalah yang rumit. Sementara Hubungan Erich dengan putrinya Miina terlihat sangat dekat. Miina memiliki hubungan darah dengan kachou dan menempati posisi sebagai anak kandung. Sebagai anak perempuan Miina tidak akan mendapatkan warisan dari keluarganya bila dilihat dari sistem ie. Miina seharusnya dipersiapkan sebagai calon pengantin wanita yang suatu hari akan pindah ke ie suaminya bila telah menikah. Secara khusus tidak terlihat pendidikan yang diberikan oleh keluarganya sebagai persiapan untuk menjadi calon pengantin wanita. Miina mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari semua anggota keluarga dan mendapatkan kebebasan untuk melakukan hobinya seperti mengumpulkan kotak korek api dan membaca berbagai buku yang disukainya. Erich sangat menyayangi Miina sebagai anak perempuan dan anak bungsunya. Kasih sayang Erich kepada Miina terlihat dari cara Erich meladeni cerita Miina satu persatu. Erich juga memberikan kebebasan kepada Miina untuk selalu membawa kotak korek api di kantongnya tanpa mempermasalahkan hal seperti korek api berbahaya dibawa-bawa oleh anak-anak. Erich malah memberikan tugas kepada Miina menyalakan gas ofuro dan lilin dengan korek apinya tersebut. Miina juga sangat menyayangi Erich dan merasa bangga memiliki seorang ayah yang tampan seperti ayahnya. Kebebasan yang diberikan Erich kepada Miina adalah satu kebebasan yang bertanggung jawab. Ketika Miina meminta izin pergi ke lapangan di tengah malam untuk melihat bintang jakobini, Erich memberikan izin dengan syarat Miina harus membuat laporan hasil dari pengamatannya tersebut. Miina yang pintar dan berbakat tanpa ragu memenuhi syarat tersebut dan segera menyelesaikan laporannya walaupun Erich sedang tidak ada di rumah. (Ogawa, 2006, p. 255) Erich sebagai kachou juga bertugas merawat dan menjaga orang tuanya yaitu Nenek Rosa. Nenek Rosa di dalam keluarga yang dipimpin oleh Erich berposisi sebagai keluarga dekat yang memiliki hubungan darah secara langsung dengan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
173 kachou. Nenek Rosa sebagai mantan shufu yang telah pensiun karena suaminya telah meninggal dunia, menempatkan dirinya sebagaimana mestinya sebagai seorang ibu bagi anaknya dan sebagai nenek bagi cucunya. Hubungan Erich dan Nenek Rosa adalah hubungan ibu dan anak. Erich adalah anak satu-satunya dari Nenek Rosa. Erich sangat menyayangi ibunya dan memenuhi keinginan ibunya. Sejak kaki Nenek Rosa sakit dan sulit untuk keluar rumah, Nenek Rosa tidak dapat lagi menyantap makanan kesukaannya yang dimasak oleh chef di restoran yang berada di hotel terkenal di kotanya. Untuk itu Erich sengaja mendatangkan chef tersebut ke rumahnya agar dapat memasak dan menghidangkan masakan kegemaran ibunya. Erich terlihat patuh dan penurut pada ibunya. Erich bersedia membantu dan melakukan apa yang disuruh ibunya untuk persiapan menyambut malam natal. Erich yang menjadi andalan Nenek Rosa dalam mempersiapkan malam natal. Dan Erich selalu berada di rumah selama persiapan malam natal tersebut. (Ogawa, 2006, p. 299). Selain hal tersebut tidak tergambar bagaimana kedekatan mereka sebagai ibu dan anak. Ada sedikit penggambaran mengenai Nenek Rosa dengan anak-anak Erich yaitu Ryuuichi dan Miina yang merupakan cucu kandung Nenek Rosa. Mereka memiliki pertalian darah yang sangat dekat. Nenek Rosa sangat menyayangi kedua cucunya ini terlebih Ryuuichi. Ryuuichi secara rutin mengirimkan surat kepada keluarganya. Di dalam amplop surat yang besar yang bertuliskan atas nama Nenek Rosa terdapat beberapa surat untuk masing-masing anggota keluarga termasuk untuk Yoneda. Setiap menerima surat dari Ryuuichi, Nenek Rosa merasa sangat senang dan mencium surat tersebut seolah-olah mencium Ryuuichi sehingga surat tersebut penuh dengan bekas lipstiknya. Kepulangan Ryuuichi untuk berlibur juga disambut Nenek Rosa dengan ciuman hangat dan membuat pipinya Ryuuichi dipenuhi lipstik (Ogawa, 2006, p. 176). Namun bagaimanakah kedekatan Nenek Rosa dengan Ryuuichi dan Miina tidak digambarkan secara rinci. Keluarga Erich mempekerjakan pembantu bernama Yoneda. Mengenai hubungan Erich dan Yoneda adalah hubungan majikan dan pembantu. Namun dalam kesehariaannya Erich sama sekali tidak memperlakukan Yoneda seperti
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
174 pembantu. Erich tanpa sungkan memberikan ciuman kepada Yoneda setiap pulang ke rumah sebagaimana halnya memberikan ciuman kepada ibunya Nenek Rosa. Yoneda terlihat berkuasa di dalam rumah Erich dengan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan rumah. Tidak terlihat pertentangan dari Erich atas sikap Yoneda terhadap keluarganya. Erich malah meminta bantuan Yoneda agar mendapat dukungan dari anggota keluarga yang lain bila terjadi perbedaan pendapat diantara anggota keluarganya. Erich menyadari sepenuhnya bahwa perkataan Yoneda hampir selalu dituruti oleh anggota keluarga yang lain. (Ogawa, 2006, p. 23). Yoneda memperlakukan Erich tidak seperti majikan yang harus dipatuhi dan diikuti perintahnya. Yoneda masih memanggil Erich dengan panggilan kesayangannya ketika Erich masih kecil padahal Erich sekarang sudah menjadi kepala keluarga dan presiden direktur di perusahaannya. Selain Yoneda, Erich juga mempunyai seorang tukang kebun bernama Kobayashi. Hubungan Erich dan Kobayashi adalah hubungan majikan dengan pembantu. Kobayashi sudah bekerja di rumah Ashiya sejak Erich masih kecil namun di dalam novel tidak diceritakan bagaimana interaksinya dengan Erich sehingga terlihat hubungan mereka tidak dekat. Anggota keluarga lain di rumah Erich adalah Tomoko. Hubungan Erich dengan Tomoko adalah hubungan yang terjadi karena perkawinan Erich dengan Hiromi yang merupakan saudara perempuan ibu Tomoko. Erich adalah orang pertama yang dikenal Tomoko diantara anggota keluarga di rumah Ashiya karena Erichlah yang menjemput Tomoko di stasiun. Tomoko sangat terkesan dengan sikap ramah dan rendah hati yang diperlihatkan Erich ketika mereka pertama kali bertemu. Perlakuan Erich terhadap Tomoko seolah-olah dirinya adalah tuan putri membuat Tomoko merasa tersanjung. Tomoko merasa Erich menerima kehadiran Tomoko di rumahnya sehingga Tomoko tanpa sungkan untuk bertandang ke ruang kerja Erich ketika dilihatnya Erich sedang memperbaiki barang-barang yang rusak. Erich juga bersikap sangat baik dan tidak terlihat merasa terganggu akan kehadiran Tomoko di ruang kerjanya. (Ogawa, 2006, p. 103). Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa dalam satu ie terdapat seorang shufu yang bertugas membantu kachou dalam mengurus ie-nya. Hiromi Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
175 sebenarnya berposisi paling tinggi di dalam rumah Ashiya yaitu sebagai shufu yang bekerja sama dengan kachou mengatur ie-nya. Hiromi sama sekali tidak memperlihatkan posisinya sebagai shufu kepada anggota keluarga yang lain. Hiromi juga tidak terlibat dalam pengaturan rumah dan anggota keluarga lainnya. Semua tugas shufu diambil alih oleh Yoneda pembantu mereka dan Hiromi menerima saja keadaan yang terjadi. Hiromi adalah perempuan yang melahirkan Ryuuichi dan Miina. Sikap Hiromi yang pendiam tidak memperlihatkan bagaimana dekat hubungannya dengan kedua anaknya ini apalagi dengan Ryuuichi. Hiromi lebih sering bersama Miina bila penyakit asma yang diderita Miina kambuh. Di luar waktu itu Hiromi lebih sibuk dengan dirinya sendiri. Dalam mengatur anaknya, Hiromi lebih kepada memperhatikan kesehatan Miina terutama bila penyakit asmanya kambuh. Hiromi yang mengantarkan Miina ke rumah sakit dan menjaga Miina selama dirawat di rumah sakit. Bila anaknya Miina dalam keadaan sehat, Hiromi tidak campur tangan dalam pengurusannya. Semua hal yang berkaitan dengan pendidikan dan pengasuhan anaknya diserahkan sepenuhnya kepada Yoneda. Sementara itu Hiromi dan Nenek Rosa memiliki hubungan menantu dan mertua. Dalam masyarakat Jepang tradisional menantu berada dalam pengawasan mertua dalam bersikap dan bertingkah laku di dalam rumah. Namun Nenek Rosa tidak memperlihatkan kekuasaannya terhadap Hiromi dan Hiromi pun tidak mencampuri urusan Nenek Rosa. Mereka terlihat sibuk dengan urusan masingmasing. Walaupun demikian, Nenek Rosa yang hampir selalu berpenampilan modis, tidak membiarkan menantunya tampil seadanya ketika akan mengantarkan Tomoko keponakannya ke sekolah yang baru. Nenek Rosa merapikan make-up dan dandanan Hiromi dengan meminjamkan asesoris miliknya. (Ogawa, 2006, p.67). Hiromi selaku menantu menerima dengan senang hati kemurahan hati mertuanya untuk mendadani dirinya. Hiromi sangat menghargai mertuanya yang tidak menyukai bau alkohol dan asap rokok. Untuk itu bila akan merokok ataupun minum, Hiromi akan mengurung diri di ruang yang dikhususkannya untuk itu. Hiromi yang berstatus menantu di rumah keluarga Ashiya tidak melakukan pekerjaan apapun karena semua pekerjaan rumah sudah dilakukan oleh Yoneda.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
176 Di dalam novel juga tidak digambarkan bagaimana hubungan antara Hiromi dan Yoneda. Hiromi memiliki saudara perempuan yaitu ibu Tomoko sehingga hubungan Hiromi dan Tomoko yang menumpang di rumahnya adalah bibi dan keponakan. Interaksi diantara mereka berdua tidak terlihat kecuali ketika Hiromi mengantarkan Tomoko di hari pertamanya masuk sekolah. Hiromi yang terlihat canggung dengan sikap tubuh yang seenaknya dapat menjaga sikap selama berada di sekolah Tomoko membuat Tomoko merasa lega. Perkataan ibu Tomoko bahwa bibinya adalah orang kaya dan akan sering mengajaknya bepergiaan ke kota ternyata tidak benar. (Ogawa, 2006, p. 56). Walaupun demikian, Tomoko tidak kecewa dengan hal tersebut karena dapat memahami kesukaan bibinya yang lebih sering mengurung diri di kamar sambil merokok dan minum wiski. Tomoko juga menyukai berada di rumah saja karena banyak hal menarik yang terdapat di dalam rumah tersebut. Keluarga Erich yang dilihat sebagai satu ie juga memiliki seorang anak lakilaki yang nantinya dapat menggantikan posisi kachou bila pensiun atau meninggal dunia. Ryuuichi yang merupakan anak laki-laki pertama dari pernikahan Erich dan Hiromi berposisi sebagai chounan atau anak laki-laki sulung di dalam keluarganya. Ryuuichi adalah calon pewaris dari keluarga yang dipimpin oleh ayahnya. Menyekolahkan Ryuuichi sampai ke luar negeri adalah salah satu cara untuk mempersiapkan calon pewaris yang dilakukan oleh Erich sebagaimana ayahnya dan kakeknya yang juga mengikuti pendidikan di Jerman. Sebagai chounan Ryuuichi memiliki hubungan yang akrab dengan semua anggota keluarganya juga dengan adiknya. Ryuuichi dan Miina mempunyai hubungan yang sangat dekat. Miina sangat bangga dengan kakak laki-lakinya ini. Namun sayang sekali, Ryuuichi begitu sibuk dengan teman-temannya sehingga tidak ada waktu untuk bercengkrama dengan Miina. Ryuuichi hanya membuat Miina kecewa ketika berjanji akan membantunya membuat PR tetapi Ryuuichi malah pergi bersama teman-temannya. Ketika Ryuuichi tidak pergi ke mana-mana, teman-teman Ryuuichilah yang datang ke rumah. Di antara teman-teman Ryuuichi ada beberapa orang teman wanita yang membuat Miina tidak suka. (Ogawa, 2006, p. 180) Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
177 Ryuuichi bertemu pertama kali dengan Tomoko ketika liburan musim panas. Tomoko merasa malu ketika bertemu dengan Ryuuichi dan merasa perlu untuk memakai bra kebesaran yang dibelikan ibunya, bila berhadapan dengan Ryuuichi. Tomoko juga merasa segan karena kamar yang ditempatinya adalah kamar Ryuuichi. Ketika Tomoko mengatakan bahwa dia segan karena sudah menempati kamar Ryuuichi, Ryuuichi hanya tersenyum dan mengatakan bahwa kamar tersebut adalah kamarnya ketika masih kecil dan sekarang sudah bukan kamarnya lagi. Ryuuichi melihat keakraban yang terjalin antara Tomoko dan Miina. Ketika Ryuuichi akan kembali ke Swiss karena liburannya sudah berakhir, Ryuuichi sengaja mendekati Tomoko dan meminta Tomoko untuk menjaga adiknya Miina. Tomoko berpikir mengapa Ryuuichi memintanya menjaga Miina karena Erich jarang pulang ke rumah dan Hiromi lebih asyik dengan mabuk sakenya. (Ogawa, 2006, p. 198). Tokoh selanjutnya yang berada dalam ruang sosial Erich adalah Yoneda. Yoneda di dalam rumah Ashiya adalah seorang yang memegang kendali rumah termasuk dalam mengatur anak-anak. Terhadap Ryuuichi tidak tergambar bagaimana hubungannya dengan Yoneda. Namun terhadap Miina dan Tomoko tergambar dengan jelas bagaimana Yoneda mengatur mereka berdua. Walaupun posisinya di rumah tersebut hanya sebagai pembantu, Yoneda mengatur kedua aktivitas gadis belia ini seperti apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh. Yoneda melarang mengambil makanan di kulkas tanpa sepengetahuannya. Yoneda melarang menonton TV di malam hari. Yoneda bahkan menemani anakanak menonton TV untuk memastikan program yang ditonton baik atau tidak untuk mereka. Yoneda tetap menyuruh Miina dan Tomoko berangkat ke sekolah walaupun semalam rumah mereka telah dimasuki pencuri. (Ogawa, 2006, p. 234) Miina dan Tomoko mematuhi semua yang diperintahkan Yoneda kepada mereka tanpa mengajukan protes sama sekali karena mereka dapat memahami apa yang dikatakan Yoneda adalah baik untuk mereka. Miina dan Tomoko sepertinya juga memahami posisi Yoneda yang mengatur semua hal yang ada di dalam rumah.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
178 Hubungan Yoneda dengan Nenek Rosa pada awalnya adalah hubungan antara majikan dan pembantu. Nenek Rosa menerima Yoneda bekerja di rumahnya ketika pertama kali menetap di Jepang. Nenek Rosa yang waktu itu tidak mempunyai teman orang Jepang memperlakukan Yoneda seperti temannya bahkan saudaranya. Hingga mereka tua pun, hubungan mereka terjalin semakin erat. Yoneda yang tidak menikah dan terus mengabdi di rumah Ashiya sudah diperlakukan seperti anggota keluarga sendiri. Walaupun demikian, Yoneda tetap melaksanakan tugasnya sebagai pembantu rumah tangga yaitu menyiapkan makanan untuk semua anggota keluarga dan membersihkan rumah. Yoneda malahan lebih berperan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan urusan rumah tangga dibanding Nenek Rosa maupun Hiromi. Nenek Rosa sangat tergantung kepada Yoneda dalam berbagai hal. Yoneda bukan hanya teman atau saudara bagi Nenek Rosa, bahkan sebagai gurunya yang mengajarinya bagaimana tata cara kehidupan di Jepang. Kedekatan mereka sangat terlihat dari benda-benda yang mereka miliki bersama. Nenek Rosa memiliki topi yang sama persis dengan milik Yoneda. Mereka berdua sering berbagi makanan. Ketika mereka sekeluarga berpiknik ke pantai, Yoneda memesan susu beku dan Nenek Rosa memesan es rasa stoberi. Mereka kemudian saling membagi dua dan saling menyicipi makanan masing-masing. Nenek Rosa dan Yoneda juga sangat pintar bernyanyi. Mereka terlihat sebagai pasangan duet yang benar-benar serasi. Dan bila berfoto, mereka sama-sama mengangkat dagu seperti lagak orang berkelas dan mereka terlihat seperti anak kembar. (Ogawa, 2006, p. 197). Hubungan yang terjalin antara Nenek Rosa dan Yoneda juga sampai ke hubungan batin. Nenek Rosa yang kehilangan saudara kembarnya di Jerman ketika peristiwa holocaust, hanya merasa terhibur bila ada Yoneda di sampingnya dan memang hanya Yonedalah yang dapat menenangkan Nenek Rosa. Eratnya hubungan mereka juga terlihat ketika Yoneda lebih dahulu meninggal dunia, Nenek Rosa langsung lupa akan bahasa Jepang dan hanya berbicara bahasa Jerman saja hingga akhirnya menyusul Yoneda setahun kemudian Setelah Yoneda, houkounin yang juga tinggal bersama keluarga Erich adalah Tomoko. Tomoko tidak memiliki hubungan darah dengan kachou tapi memiliki hubungan kekerabatan dengan shufu. Walaupun masih memiliki hubungan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
179 kekerabatan, di dalam sistem ie, Tomoko tetap masuk ke dalam kelompok houkounin karena hubungan kekerabatan dalam ie ditentukan berdasarkan garis keturunan ayah. Posisi Tomoko yang hanya sebagai houkounin tidak membuat Tomoko mendapat perlakuan berbeda dengan sepupunya Miina. Tomoko ditempatkan di kamar di sebelah kamar Miina yaitu di kamar Ryuuichi sebelum dia pergi sekolah ke Swiss. Hubungan Miina dan Tomoko terjalin sangat erat begitu mereka pertama kali bertemu. Mungkin karena mereka sama-sama anak perempuan dan usia mereka hanya terpaut satu tahun. Miina yang penyakitan dan jarang keluar rumah serta tidak mempunyai teman sebaya sangat senang dengan kehadiran Tomoko di rumahnya. Miina yang mendapat tugas menjelaskan seluk-beluk rumah dan tata cara di rumah Ashiya kepada Tomoko menjalankan tugasnya dengan baik. Miina menceritakan hal yang sedetil-detilnya kepada Tomoko bahkan rahasianya yang paling dalam. Tomoko yang juga menyukai Miina dengan segala kelebihan dan bakat yang dimilikinya menunjukkan perhatian yang besar dengan cerita-cerita Miina hingga akhirnya Miina percaya kepada Tomoko dan menceritakan bahwa dirinya menyukai pemuda yang setiap hari rabu mengantarkan minuman Fressy ke rumah mereka. Miina dan Tomoko sama-sama menikmati kebersamaan mereka ketika menonton siaran langsung pertandingan olimpiade di TV, bersama-sama bermain bola voli dan di tengah malam menyaksikan bintang jakobini. Tomoko dan Miina memiliki ruang rahasia mereka berdua di mana mereka dapat bercerita sepuasnya tanpa di ganggu oleh orang dewasa. (Ogawa, 2006, p. 49) Miina juga tanpa segan meminta kepada Tomoko untuk dipinjamkan buku di perpustakaan karena dirinya tidak bisa keluar rumah naik kendaraan yang mengeluarkan asap. Tomoko senang dimintai tolong oleh Miina dan merasa dirinya berguna. Selain itu Tomoko juga merasa mendapatkan banyak pengalaman dengan berinteraksi dengan petugas perpustakaan yang mengira bahwa dirinyalah yang membaca buku sastra yang berat seperti karya Kawabata Yasunari yang dipinjamnya. Nenek Rosa yang bukan orang berdarah Jepang sangat senang dengan kedatangan Tomoko di rumahnya. Bukan karena Tomoko adalah keponakan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
180 menantunya, Nenek Rosa menyukai sikap Tomoko yang penurut. Nenek Rosa senang dapat membaca nama Tomoko yang bertuliskan huruf kanji yang mudah diingatnya yaitu dua buah bulan kembar. Dengan melihat huruf kanji nama Tomoko membuat Nenek Rosa ingat saudara kembarnya yang bernama Irma. Tomoko juga senang bertandang ke kamar Nenek Rosa yang luas. Banyak barang-barang buatan Jerman yang tidak pernah dilihat oleh Tomoko sebelumnya. Tomoko tertarik melihat begitu beragamnya kosmetik yang dimiliki Nenek Rosa. Melihat antusias Tomoko akan kosmetik tersebut Nenek Rosa kemudian mendadani Tomoko sehingga terlihat lebih cantik dan alami. Nenek Rosa yang mengetahui Yoneda akan marah bila mengetahui anak-anak diberi make-up memberitahukan kepada Tomoko bahwa ini adalah rahasia mereka berdua. (Ogawa, 2006, p. 59). Terakhir orang yang mengikut pada keluarga Erich adalah Kobayashi. Kobayashi termasuk houkounin yang tidak tinggal serumah dengan kachou karena setelah selesai bekerja akan pulang ke rumahnya sendiri. Kobayashi yang bertugas sebagai tukang kebun tidak memiliki hubungan darah maupun hubungan kekerabatan dengan kachou. Dalam sistem ie, Kobayashi masuk ke dalam golongan houkounin. Sebagai sesama houkounin, Kobayashi dan Tomoko jarang sekali berinteraksi sehubungan dengan pekerjaan Kobayashi lebih banyak di luar rumah dan Kobayashi setelah selesai bekerja langsung pulang ke rumahnya. Hanya sekali saja Tomoko pernah berdekatan dengan Kobayashi ketika dia mengantarkan Tomoko yang membawakan makanan ke rumah sakit untuk Hiromi dan Miina. Tomoko duduk di dalam mobil yang dikendarai oleh Kobayashi. Sepanjang perjalanan Kobayashi hanya berdiam diri saja tanpa mengajak Tomoko bercakapcakap. Tomoko berpikir sepertinya Kobayashi canggung berhadapan dengan gadis belia seperti dirinya dan tidak tahu harus bercerita tentang apa. (Ogawa, 2006, p. 144) Kobayashi juga jarang berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain. Hanya Miina yang mengendarai badak mini bernama Pochiko, hampir setiap hari bersama-sama Kobayashi ketika mengantarkan Miina ke sekolah dan menjemput Miina sepulang sekolah. Kobayashi menuntun Pochiko sepanjang perjalanan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
181 pulang dan pergi ke sekolah. (Ogawa, 2006, p. 54). Namun di dalam novel tidak dijelaskan bagaimana interaksi yang terjadi antara Miina dan Kobayashi selama dalam perjalanan pulang dan pergi ke sekolah. Terkait ruang sosial Erich yaitu rumahnya tempat Erich berperan sebagai kepala keluarga, Erich juga menempati posisi dominan sebab Erich memiliki modal yang besar terutama modal ekonomi. Penggambaran kekayaan Erich di dalam novel menunjukkan bahwa tidak ada permasalahan di dalam keluarga terkait dengan persoalan ekonomi. Erich leluasa mendatangkan tenaga profesional untuk mengurus keperluan rumah tangganya. Tidak disebutkan pula di dalam novel bagaimana keadaan perusahaannya selain penggambaran perusahaan yang besar, sukses dan berjalan lancar. Dari penggambaran modal ekonomi yang dimiliki oleh Erich yang menempati posisi dominan dapat dikatakan bahwa kepala keluarga dalam novel MNK ini memiliki modal ekonomi yang stabil sehingga dapat menunjang kehidupan keluarganya tanpa mengalami kendala apapun. Bahkan Erich dengan senang hati menerima kehadiran Tomoko di rumahnya tanpa mempermasalahkan hal yang berkaitan dengan biaya hidup selama Tomoko menumpang hidup di rumahnya. Pemaparan mengenai keluarga Erich di atas juga memperlihatkan bahwa di dalam keluarganya tidak tampak kepemimpinan Erich sebagai kachou dalam mengatur anggota keluarganya terutama dalam koordinasi dengan shufu dalam mengatur anggota keluarganya. Anggota keluarganya lebih mendengarkan perkataan Yoneda pembantu rumahnya. Erich lebih memperhatikan hal yang berkaitan dengan fasilitas yang tersedia di rumahnya apakah sudah tercukupi atau tidak, apakah sudah aman atau tidak. Dalam hal ini terlihat fungsi Erich sebagai kachou tidak begitu dominan bila dilihat dari fungsi kachou yang terdapat dalam sistem ie yaitu mengatur anggota keluarganya dan mempunyai tanggung jawab penuh. Kisah pada novel MNK menunjukkan bahwa para tokoh yang muncul dalam novel ini tergabung dalam satu keluarga besar yang dipimpin oleh Erich. Pernyataan keluarga yang muncul dalam teks novel adalah ketika mereka bersama-sama pergi piknik ke pantai. Terlihat kegembiraan dan keceriaan semua anggota keluarga Erich. Seolah-olah masalah yang meliputi keluarga mereka
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
182 terhapus dengan tidak terlihatnya Hiromi merokok ataupun minum wiski. Hiromi juga tidak disibukkan dengan mencari kesalahan penulisan pada menu makanan yang dibacanya. Miina terlihat sangat menikmati es krimnya. Nenek Rosa dan Yoneda saling mencicipi es krim yang mereka pesan. Ryuuichi ada bersama mereka dan tidak sedang berada di Swiss. Erich pun berada bersama mereka di tempat yang seharusnya dia berada, dan tidak disibukkan dengan memperbaiki barang-barang yang rusak. (Ogawa, 2006, p. 195). Di pantai ini terlihat keluarga Erich benar-benar sebagai satu keluarga yang utuh dan semua bergembira ria. Ogawa menegaskan hingga dua kali bahwa keluarga Erich adalah keluarga yang utuh, semua anggota keluarga berkumpul bersama dan tidak ada satupun yang hilang atau tertinggal. Mereka berkumpul bersama ketika akan berfoto sebelum melepas Ryuuichi berangkat ke Swiss untuk melanjutkan studinya. ဨᥞࡗ࡚ࡿࠋኵࠋㄡࡶḞࡅ࡚࡞࠸ࠋ Semuanya berkumpul dan lengkap. Mereka tidak apa-apa. Tidak ada yang hilang atau tertinggal. (Ogawa, 2006, p. 197). Struktur keluarga dalam novel MNK tergambar jelas bila disesuaikan dengan definisi keluarga yang dikemukakan oleh ahli seperti Morioka (1993) yaitu keluarga adalah satu kelompok yang didasari oleh hubungan suami istri, yang anggotanya terdiri dari orang tua dan anak-anak, saudara kandung dan beberapa kerabat dekat. (p.1). Keluarga yang tergambar dalam novel MNK adalah keluarga besar yaitu dalam satu keluarga selain suami, istri, dan anak-anak yang belum menikah juga tinggal bersama mereka Nenek Rosa, Yoneda dan Tomoko. Bila keluarga Erich digambarkan berdasarkan struktur keluarga dalam sistem ie maka didapatkan seperti pada gambar 3.11.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
183 Gambar 3.11. Struktur Keluarga dalam Novel MNK
Pada gambar 3.11. terlihat anggota keluarga inti pada kelompok (A) yaitu Nenek Rosa yang mempunyai anak Erich. Erich yang menjadi kachou menikah dengan Hiromi. Pernikahan mereka dikaruniai dua orang anak yaitu Ryuuichi dan Miina. Terlihat jelas hubungan diantara keluarga inti adalah hubungan langsung karena memilki hubungan darah. Erich yang menjadi kachou mempunyai seorang anak laki-laki yaitu Ryuuichi yang berposisi sebagai chounan atau anak laki-laki pertama. Pada keluarga Erich tidak terdapat kerabat yang masuk ke dalam kelompok (B). Hal ini disebabkan karena Erich adalah anak satu-satunya dari keluarganya dan tidak mempunyai saudara. Sementara dalam kelompok (C) terdapat tiga orang houkounin yang tinggal bersama keluarga Erich yaitu Yoneda, Kobayashi, dan Tomoko. Walaupun Yoneda sudah lama bekerja di rumah Erich dan mendapat perlakuan yang sama dengan Nenek Rosa, posisi Yoneda tetap saja sebagai orang yang mengikut atau houkounin. Demikian juga halnya dengan Kobayashi juga berposisi sebagai houkounin. Tomoko yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Hiromi dan mendapat perlakuan yang sama dengan Miina juga masuk ke
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
184 dalam kelompok (C) atau houkounin karena struktur keluarga Erich dilihat berdasarkan sistem ie. Pada Novel MNK terlihat adanya keluarga besar yang menunjukkan adanya unsur-unsur di dalam sistem ie, namun tidak semua unsur terdapat di dalam keluarga Erich. Unsur ie yang terdapat dalam keluarga Erich, yang berkaitan dengan keberadaan anggota ie adalah kachou, shufu, chounan dan houkounin. Erich adalah kepala keluarga atau kachou pada rumah Ashiya. Penentuan Erich sebagai kepala keluarga berdasarkan definisi keluarga bahwa kepala keluarga adalah seorang suami, dan berdasarkan sistem kekerabatan tradisional Jepang juga menyebutkan bahwa yang menjadi kepala keluarga adalah pewaris ie. (Goode, 2007). Erich adalah pewaris ketiga dari keluarganya setelah ayah dan kakeknya membangun keluarga mereka. Erich sebagai anak laki-laki satu-satunya dari ayahnya, secara langsung menjadi pewaris setelah ayahnya meninggal dunia. Erich menjalankan tugasnya sebagai kachou yaitu menjaga dan menjamin kesejahteraan seluruh anggota keluarganya. Erich mencukupi keperluan dan kebutuhan sandang dan pangan keluarga setiap anggota dengan sangat memadai karena Erich mempunyai kemampuan secara ekonomi. Tidak hanya keluarga intinya saja yang mendapatkan perhatian Erich, Yoneda dan Tomoko yang berposisi sebagai houkounin juga mendapat perhatian yang sama dengan anggota keluarga inti. Erich juga bertanggung jawab penuh atas bisnis keluarga yang dijalankannya. Menurut Aruga Kizaemon sebuah ie memiliki modal keluarga atau kasan dan bisnis keluarga atau kagyou. Keluarga Erich memiliki kasan atau harta kekayaan keluarga berupa rumah yang besar yang terdiri dari 17 kamar berikut dengan segala isinya. Rumah Erich yang dibangun di perbukitan Ashiya disebut dengan rumah Ashiya yang dibangun oleh ayah Erich dengan gaya Spanyol. Perabotan dan hiasan rumah hampir semuanya didatangkan dari Jerman. Sementara usaha keluarga yang dijalankan oleh Erich adalah pabrik minuman Fressy. (Ogawa, 2006, p. 275) Selain itu di dalam sebuah ie juga terdapat kebiasaan yang disebut dengan kafu. Kebiasaan yang berlaku di rumah Erich adalah mengadakan perayaan atau Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
185 syukuran dengan makan bersama. Mereka makan bersama dengan mendatangkan chef dari hotel terkenal ke rumah mereka agar mereka sekeluarga dapat menikmati masakan istimewa. Biasanya Erich membawa chef dari hotel ke rumahnya bila ingin mengadakan syukuran seperti ketika menyambut kedatangan Tomoko di rumahnya. (Ogawa, 2006, p. 93). Selain itu Erich juga mengadakan makan bersama keluarga ketika merayakan natal. Mereka mempersiapkan malam natal dengan sangat baik dan mengadakan perayaan yang meriah terutama dalam hidangan makanan natal dan hiasan natal di rumahnya. (Ogawa, 2006, p. 299). Kebiasaan ini dapat dilihat sebagai kafu atau kebiasaan sebuah ie dalam hal ini ie yang dipimpin oleh Erich. Keluarga Erich adalah satu keluarga yang sempurna yang memiliki hampir semua unsur yang terdapat dalam sistem ie yaitu Erich sebagai kachou, Hiromi sebagai shufu, Ryuuichi sebagai chounan, pabrik minuman Fressy sebagai kagyou dan kasan, adanya kebiasaan keluarga yaitu kafu berupa perayaan dengan makan bersama, dan adanya houkounin yaitu Yoneda, Tomoko dan Kobayashi. Namun dalam menjalankan kesehariannya, Erich sebagai kachou tidak bertindak sebagai mestinya seorang kachou yaitu mengatur keluarga sepenuhnya, melibatkan shufu dalam urusan rumah tangga, dan melibatkan anggota keluarga dalam urusan bisnis keluarga. Erich menggaji ratusan karyawan untuk menjalankan pabriknya. Erich berkedudukan sebagai presiden direktur di perusahaan ini dan berkuasa sepenuhnya atas pabriknya. Selain unsur kagyou yang tidak melibatkan keluarga, unsur lainnya di dalam ie yang tidak dijalankan oleh Erich adalah pemujaan arwah leluhur. Erich tidak menjalankan tugasnya sebagai katoku yaitu memimpin keluarganya dalam pemujaan arwah leluhur. Erich juga tidak menyediakan altar pemujaan setidaknya untuk ayah dan kakeknya. Kemudian Erich tidak menentukan calon pewaris, walaupun Erich memiliki chounan yaitu Ryuuichi yang disekolahkan sampai ke luar negeri. Erich tidak mempersiapkan anaknya untuk menjadi pewaris. Erich tidak menjaga kesinambungan dari ie-nya. Erich pada usia pensiunnya malah menjual pabrik minuman dan rumah Ashiya. Erich membawa Hiromi pindah ke rumah yang lebih kecil dan tinggal berdua saja dengan istrinya. Erich telah memutuskan kesinambungan ie-nya pada usia pensiunnya. Ini merupakan hal
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
186 yang memalukan bagi seorang kachou bila dilihat dari sistem ie. Pada novel MNK ini tidak dijelaskan alasan Erich mengapa tidak melakukan pemujaan arwah leluhur, dan mengapa menjual kasan dan kagyou dan tidak menyerahkannya kepada chounan ketika memasuki masa pensiun.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
187 3.4. Keluarga dalam Ketiga Novel Ketiga novel yang dipaparkan di atas yaitu KAS, HAS, dan MNK setelah dianalisis menggunakan teori ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu dan konsep keluarga Jepang tradisional diketahui bahwa novel-novel ini memiliki beberapa persamaan. Persamaan yang menjadi dasar dari penelitian ini adalah ketiga-tiganya sama-sama membicarakan masalah keluarga. Hal menarik yang ditemukan dari penelitian ini adalah adanya kesamaan-kesamaan dari ketiga novel, yang merupakan bagian dari keluarga tersebut. Kesamaan yang ditemukan dalam ketiga novel Ogawa, yang menjadi bahasan utama dari penelitian ini adalah Ogawa mengumpulkan para tokohnya dalam satu ruang yang disebut dengan keluarga. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko masih mengandung unsur-unsur yang terdapat di dalam sistem ie seperti kachou, shufu, chounan, youshi, houkounin, kasan, kagyou, dan kafu. Kesamaan lain yang ditemukan, yang berkaitan dengan sistem ie adalah setiap keluarga yang terbentuk tidak menyelenggarakan pemujaan arwah leluhur atau sosen suuhai, tidak ada penentuan calon pewaris, kagyou atau bisnis keluarga tidak dikelola bersama anggota keluarga lainnya, dan semua kasan atau aset keluarga dijual setelah kachou meninggal dunia atau pensiun. Mengenai unsur-unsur ie yang masih terdapat di dalam ketiga novel ini menunjukkan bahwa konsep ie masih ada di dalam masyarakat Jepang walaupun sistem ie sendiri secara hukum sudah dihapuskan dari undang-undang dasar negara Jepang. Pernyataan dari para ahli tentang keluarga Jepang seperti Aruga Kizaemon, Fukutake Tadashi, Morioka Kiyomi, Ochiai Emiko dan banyak ahli sosiologi keluarga Jepang lainnya bahwa konsep ie masih terdapat dalam masyarakat Jepang adalah benar adanya. Namun bagaimana halnya konsep ie seperti pemujaan arwah leluhur, penentuan calon pewaris, penyelenggaraan kagyou atau bisnis keluarga secara bersama, dan menpertahana kasan atau aset keluarga setelah kachou meninggal dunia atau pensiun, yang tidak terdapat di dalam ketiga novel secara bersamaan menimbulkan tanda tanya besar. Padahal keempat hal tersebut adalah hal yang terpenting dalam sebuah ie. Bila keempat hal ini tidak ada maka kesinambungan dari sebuah ie secara otomatis akan terputus. Hal ini terlihat sebagai satu hal yang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
188 bertentangan yang dilakukan oleh Ogawa Yoko yaitu memakai beberapa unsur ie sehingga terbangun sebuah keluarga kemudian Ogawa memutuskan keluarga tersebut setelah kepala keluarga atau kachou meninggal dunia atau pensiun. Bila diselidiki mengenai pemujaan arwah leluhur atau sosen suuhai yang dilakukan oleh masyarakat Jepang, maka pemujaan arwah leluhur ini adalah satu ritual agama Shinto. Sosen atau leluhur adalah pendiri cikal bakal dari ie. Sosen disebut juga dengan orang yang sudah meninggal dunia. Komoto Mitsugu menjelas pengertian sosen atau leluhur adalah orang yang mendirikan ie pertama kali.
Keberadaannya
adalah
sebagai
simbol
yang
dapat
memperkuat
kesinambungan ie secara turun temurun. Sosen adalah semua anggota ie yang telah meninggal dunia. Mereka dihormati oleh semua anggota ie dan tradisi sosen suuhai ini dilaksanakan oleh kachou. (Tobing, 2005, p. 100). Sosen suuhai ini biasanya dilakukan di kuil-kuil dan dipimpin oleh kachou yang pada saat acara pemujaan tersebut bergelar sebagai katoku. Selain melakukan ritual pemujaan arwah leluhur, di dalam rumah-rumah keluarga Jepang juga terdapat altar kecil yang disebut kamidana tempat pemujaan. Pada altar ini selain terdapat nama leluhur mereka juga diletakkan foto dari anggota keluarga yang sudah meninggal dunia. Pemasangan altar di rumah-rumah keluarga Jepang mengikuti ajaran agama Budha. (Henry, 1995). Hilangnya unsur pemujaan arwah leluhur dalam keluarga Jepang yang dibangun oleh Ogawa Yoko tidak terlepas dari ideologi yang dianut oleh pengarangnya. Dari wawancara yang dilakukan oleh Watanabe (2011) kepada Ogawa Yoko diketahui bahwa Ogawa Yoko adalah penganut satu sekte agama di Jepang bernama Konkoukyou (㔠ගᩍ). Dalam sekte ini tidak dibenarkan adanya altar pemujaan di rumah-rumah maupun tempat ibadah mereka. Larangan ini diberlakukan sejak tahun 1873. Para penganutnya dilarang berdoa menghadap altar tertentu dan tidak diperbolehkan memajang foto atau menuliskan nama leluhur mereka di depan altar. Altar sekte ini hanya terdapat di dalam rumah ibadah atau disebut juga dengan kyoukai atau gereja, dan di altar ini hanya boleh dituliskan nama Tuhan mereka yaitu Tenchi Kane No Kamiࠕኳᆅ㔠⚄ࠖ(The Principle Parent of Universe) atau Tuhan semesta alam. Jadi tidak mengherankan
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
189 bila dalam karya Ogawa Yoko tidak disebutkan sama sekali mengenai sosen suuhai ini. Berkaitan dengan tidak adanya pemujaan arwah leluhur maka tidak akan terdapat pula penentuan calon pewaris ie. Bila calon pewaris ie sudah ditentukan, maka ie tersebut akan terus ada dan calon pewaris ini kelak akan menjadi kachou yang mempunyai kewajiban melakukan ritual sosen suuhai atau pemujaan arwah leluhur. Demikian juga dengan menjaga harta kekayaan ie atau kasan. Bila kasan masih ada, penanggung jawab kasan tersebut yaitu kachou akan terus ada dan akan menentukan calon pewarisnya pula. Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa Ogawa Yoko meniadakan unsurunsur penting bagi kesinambungan ie. Unsur penting lain yang berkaitan dengan kesinambungan ie adalah kagyou yang dikelola bersama-sama oleh anggota ie. Pada novel KAS terlihat sekilas bahwa mendatangkan tamu yang ingin bertatap muka dengan Putri Anastasia seperti kagyou karena dari usaha ini menghasilkan uang dan dikelola secara bersama. Namun usaha ini berhenti seiring dengan meninggalnya Bibi Yuli yang diduga sebagai Putri Anastasia. Pada novel HAS terdapat kagyou yaitu pabrik tenun yang kemudian diganti menjadi usaha sewa apartemen. Mibojin yang tidak sanggup mengelola pabrik tersebut mengganti usahanya dengan yang lebih mudah baginya. Usaha keluarga ini dilakukan oleh Mibojin tanpa melibatkan anggota keluarga yang lain. Kemudian pada novel MNK, kagyounya adalah pabrik minuman Fressy yang dipimpin oleh Erich. Namun Erich tidak melibatkan seorangpun anggota keluarganya dalam perusahaan walaupun istrinya Hiromi adalah mantan staf Erich di perusahaan tersebut. Mengenai bisnis keluarga atau kagyou adalah usaha yang dikelola terus menerus. Bisnis apapun yang dilakukan biasanya pemilik usaha tersebut mengharapkan usahanya dapat berkesinambungan hingga ke anak cucu. Kesamaan lain yang muncul dari ketiga novel adalah setiap keluarga memiliki perusahaan sendiri, namun perusahaan itu tidak bertahan lama karena dijual ataupun bangkrut. Pada novel KAS Ogawa menceritakan Tuan H yang memiliki pabrik plastik. Namun sepeninggal tuan H pabrik tersebut bangkrut karena mengalami kegagalan dalam mengelola asetnya sehingga perusahaan terlilit hutang.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
190
∗ࡉࢇࡀṚࢇ࡛ᑡࡋࡎࡘศࡗ࡚ࡁࡓࡇࡀࠊṧࡉࢀࡓ㑇⏘ࡣぶ ᡉࡓࡕࡀᛮࡗ࡚࠸ࡓከࡃࡣ࡞ࡗࡓࠋሷࣅࢽ࣮ࣝࡢᕤሙࡣタ ഛᢞ㈨ࡢኻᩋࡽᐶ࡞㔠ࢆᢪ࠼࡚࠾ࡾࠊࠋࠋࠋ Setelah kematian paman, lambat laun terungkap hal bahwa warisan paman tidak sebanyak yang dikira oleh para kerabatnya. Perusahaan plastik mengalami rugi besar dalam menginvestasikan asetnya sehingga perusahaan tsb. terlilit hutang yang banyak. (Ogawa, 2002, p. 32) Pada novel HAS, pabrik tenun yang dikelola oleh kakak Hakase, yang merupakan warisan dari orang tua mereka, terpaksa dijual karena Mibojin yang menjadi pewaris tidak sanggup mengelola perusahaan tersebut. ࠋࠋࠋぶࡢṧࡋࡓ⧊≀ᕤሙࢆ࠾ࡉࢇࡀⱞປࡋ࡚ࡁࡃࡋࠊࠋࠋࠋ ṧࡉࢀࡓᮍஸேࡣᏊ౪ࡀ࠸࡞ࡗࡓࡓࡵࠊᕤሙࢆࡓࡓࡳࠊ㊧ᆅ࣐ ࣥࢩࣙࣥࢆᘓ࡚ࠊᐙ㈤ධ࡛ᬽࡽࡋࢆࡣࡌࡵࡿࠋ … Kakak laki-laki Hakase bekerja keras membesarkan pabrik tenun yang ditinggalkan oleh orang tua mereka…. Mibojin yang sudah ditinggal suaminya tidak mempunyai anak, menutup pabrik tersebut… (Ogawa, 2003, p. 18). Pada novel MNK diceritakan tentang pabrik minuman kesehatan bernama Fressy yang merupakan warisan dari kakek Erich. Pabrik inipun dijual oleh Erich setelah dia pensiun dari presiden direktur dan sekaligus kachou. ུ∗ࡉࢇࡢ♫ࡀᡭࡢ㣧ᩱ࣓࣮࣮࢝㈙ࡉࢀࡓࡶࠊⰱᒇࡢᒇ ᩜࡀᡭΏࡗࡓࡶࠊࠋࠋࠋ ... Ketika paman (Erich) menjual perusahannya kepada perusahaan raksasa yang memproduksi minuman kesehatan, dan ketika paman (Erich) melakukan serah terima rumah Ashiya kepada konglomerat… (Ogawa, 2006, p. 326). Ketiga perusahaan yang diceritakan di dalam ketika novel ini dijual oleh pewarisnya. Perusahaan tersebut tidak dipertahankan keberadaannya oleh para ahli waris. Sementara dalam masyarakat Jepang sekarang banyak ditemui perusahaan besar milik Jepang berdiri lebih dari seratus tahun dan masih bertahan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
191 sampai sekarang. Perusahaan tersebut pada umumnya adalah perusahaan milik keluarga yang dikelola secara turun-temurun. Misalnya perusahaan otomotif Toyota dan Honda, perusahaan yang banyak mempunyai usaha atau sougou shousha seperti Mitsubishi dan Sumitomo, dan lain sebagainya. Di dalam perusahaan-perusahaan
di
Jepang
pada
umumnya
pekerja-pekerjanya
diperlakukan seperti keluarga dan mereka merasa sebagai bagian dari satu keluarga besar. Pada perusahaan Jepang terdapat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan sebagaimana terdapat dalam ie, seperti adanya tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan, dana pensiun, dan lain sebagainya. (Henry, 1995, p. 39). Melihat berbagai tunjangan yang diperoleh karyawan satu perusahaan memperlihatkan bahwa pemilik perusahaan bersikap seperti seorang kachou yang memperhatikan kesejahteraan anggota keluarganya. Penggambaran perusahaan yang dijual sehingga tidak bertahan lama menunjukkan bahwa Ogawa tidak mengikuti kebiasaan yang umumnya dilakukan oleh keluarga Jepang dalam mengelola perusahaan. Di sini dapat dipahami bahwa Ogawa Yoko menggambarkan kagyou yang tidak berkesinambungan dan tidak ada pewaris merupakan langkah Ogawa untuk memutuskan ie. Ogawa tidak menjaga kesinambungan ie karena Ogawa memiliki ajaran sendiri dalam sekte Konkoukyou yang disingkat juga dengan sekte Konko bahwa manusia adalah anak Kami atau Tuhan yang memberi kehidupan, tidak ada yang lebih berharga dari kehidupan itu sendiri dan tidak ada perbedaan nilai dari kehidupan satu dengan lainnya. Saling membantu sesama merupakan satu bentuk amalan baik kepada Kami sebagai bentuk ungkapan syukur atas kehidupan yang telah diberikan kepada manusia. Kami menyuruh manusia untuk saling menolong dan membantu agar tercipta kehidupan dan bahagia dan damai di dunia ini. (Konkokyou, 2015). Saling membantu sesama dalam ajaran Sekte Konko juga berkaitan dengan masalah ekonomi. Bila ingin menjadi menganut sekte ini tidak dituntut untuk membayar uang sama sekali. Malah orang yang berkekurangan akan dibantu oleh orang yang mempunyai kelebihan sehingga dapat terjalin kehidupan yang harmonis. Ogawa Yoko menggambarkan ekonomi yang stabil dari setiap kepala
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
192 keluarga dalam ketiga novel KAS, HAS, dan MNK sehingga dapat membantu anggota keluarga yang berkekurangan dalam hal ekonomi, fisik, mental dan lainlain. Jadi wajar saja bila ketidakmampuan para pewaris mengelola perusahaan bukanlah satu persoalan bagi Ogawa Yoko, karena setelah itu setiap anggota keluarga masih dapat melanjutkan kehidupan mereka dengan saling membantu seperti yang terdapat dalam ajaran sekte Konko. Secara lebih rinci, saling membantu tersebut juga terdapat dalam ketiga novel sebagaimana uraian berikut ini. Ketiga novel ini mempunyai kesamaan tokoh yang menjadi pencerita atau narator. Kesamaannya adalah dari setiap novel yang menjadi narator seorang perempuan yaitu Gadis pada novel KAS, Kaseifu pada novel HAS, dan Tomoko pada novel MNK. Ketiga perempuan ini berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah dan ketiga-tiganya diceritakan telah kehilangan ayah karena kematian pada tokoh Gadis dan Tomoko, dan karena ayahnya tidak bisa menikah dengan ibunya pada tokoh Kaseifu. Penggambaran tokoh yang menjadi narator samasama memiliki modal yang sedikit terutama modal ekonomi yaitu tokoh Gadis adalah seorang mahasiswa berusia 21 tahun dan mendapatkan tunjangan hidup dari warisan pamannya sebagai imbalan atas kesediaannya merawat Bibi Yuli. ࠋࠋࠋ⚾ࡣ࣮ࣘࣜẕࡉࢇ୍⥴ఫࢇ࡛㠃ಽࢆぢࡿࡢ᮲௳ࠊ ẕࡉࢇࡢ㑇⏘ࡽᏛ㈝ࢆฟࡋ࡚ࡶࡽ࠺ࡔࡗࡓࠋ …. Sementara aku memperoleh bantuan biaya kuliah dari warisan Bibi Yuli dengan syarat aku tinggal bersamanya dan merawat serta mengurus semua keperluan Bibi Yuli. (Ogawa, 2002, p. 26) Sementara Kaseifu adalah seorang pengurus rumah yang memiliki gaji yang tidak besar. Kaseifu selalu berhemat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Ruto anaknya. Kaseifu tak pernah mengajak anaknya jalan-jalan ke kebun binatang, museum, ataupun bioskop. Karena keadaan ekonominya yang sulit, Kaseifu sama sekali lupa untuk mengajak anaknya berekreasi bersama. ࠋࠋࠋ࠾㔠ࡢ⠇⣙ࡤࡾẼࢆྲྀࡽࢀࠊぶᏊ࡛ᴦࡋࡴవ⿱࡞ࡎࡗ ᛀࢀ࡚࠸ࡓࠋ Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
193 Aku sama sekali lupa untuk meluangkan waktu berekreasi ibu dan anak karena aku selalu memikirkan untuk berhemat. (Ogawa, 2003, p. 132). Narator pada novel MNK adalah Tomoko seorang gadis belia berumur 12 tahun dan tinggal menumpang di rumah kerabat ibunya karena ibunya akan melanjutkan pendidikan agar mendapatkan posisi yang lebih baik di tempat kerjanya. Sementara ibu Tomoko dengan sedikit biaya yang dimilikinya tidak memungkinkan baginya untuk membawa Tomoko ikut bersamanya ke Tokyo tempatnya menuntut ilmu. ே࡛ヰࡋྜࡗࡓ⤖ᯝࠊẕࡣᏛᰯࡢᑅධࡾࠊ⚾ࡣⰱᒇఫࡴུẕ ኵ፬㡸ࡅࡽࢀࡿ㐠ࡧ࡞ࡗࡓࠋ㒔ࣃ࣮ࢺࢆࡾࡿࡣ⤒῭ ⓗ↓⌮ࡀ࠶ࡾࠊࠋࠋࠋ Hasil perundingan aku dan ibu diputuskan bahwa ibu masuk asrama di kampusnya sedangkan aku dititipkan kepada bibi dan suaminya yang tinggal di Ashiya. Hal ini dilakukan karena secara ekonomi tidak memungkinkan buat ibu menyewa apartemen di kota besar, … (Ogawa, 2006, p. 5-6). Dari penjelasan mengenai latar belakang ekonomi para narator di atas diketahui bahwa mereka memiliki sedikit modal ekonomi yang sedikit sehingga tergambar pada ruang sosialnya masing-masing sebagai yang terdominasi. Ogawa juga menggambarkan tokoh-tokoh perempuan dari novel ini tidak lagi mempunyai ayah atau suami yang akan menjaga dan melindungi mereka. Ketiadaan tokoh ayah atau suami ini mengindikasikan bahwa peran mereka sudah terlihat lagi dalam masyarakat. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Aruga (1980, p.189-190) bahwa sejak dihapuskannya sistem ie berakibat melemahnya otoritas kepala keluarga atau kachou, dan adanya kesetaraan gender. Pada Novel KAS digambarkan Bibi Yuli kehilangan suami karena mengalami serangan jantung karena adanya penyumbatan pembuluh darah. ࠾ࡌࡉࢇࡀṚࢇࡔࡢࡣࠊ᭶ࡢ᭱ึࡢ᪥᭙᪥ࡔࡗࡓࠋኪ᫂ࡅ๓ࡽ 㞷ࡀ㝆ࡗ࡚࠸ࡓࠋභ༑୍ṓࠊṚᅉࡣᚰ➽᱾ሰࡔࠋ Paman meninggal pada minggu pertama bulan Februari. Pada waktu itu salju turun sejak sebelum fajar. Paman meninggal pada usia 61 tahun karena penyumbatan pembuluh darah di jantung. (Ogawa, 2002, p. 23) Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
194 Sedangkan tokoh Gadis kehilangan ayahnya karena penyumbatan pada pembuluh darah di otaknya. ུ∗ࡉࢇࡢṚࡽࢃࡎ࢝᭶ᚋࠊ∗ࡣᏛࡢ◊✲ᐊ࡛⬻⁄⾑ࡢࡓ ࡵಽࢀࡓࠋ Ayahku ditemukan tergeletak tak bernyawa di ruang penelitian di kampusnya karena penyumbatan pembuluh darah otak, dan peristiwa ini terjadi dua bulan setelah kematian paman. (Ogawa, 2002, p. 25) Pada novel KAS, Mibojin kehilangan suaminya karena hepatitis akut. ࠋࠋࠋ࠾ࡉࢇࡣᛴᛶ⫢⅖࡛Ṛࢇ࡛ࡋࡲ࠺ࠋ …. Kakak laki-laki Hakase (suami Mibojin) meninggal dunia karena sakit hepatitis akut (Ogawa, 2003, p. 17-18).
Sementara Kaseifu bisa dikatakan tidak mempunyai ayah dan tidak mengenal ayahnya karena sejak kecil tidak pernah bertemu dengannya. Hal ini terjadi karena ibunya Kaseifu jatuh cinta kepada lelaki yang tidak bisa dinikahinya sehingga dia membesarkan Kaseifu seorang diri. ⚾ࡀ≀ᚰࡘ࠸ࡓࠊ∗ぶࡢጼࡣ᪤࡞ࡗࡓࠋẕࡣ⤖፧࡛ࡁ࡞࠸⏨ ࡢேࢆឡࡋࠊ⚾ࢆ⏕ࢇ୍࡛ே࡛⫱࡚ࡓࠋ
Ketika aku menyadari keberadaan diriku, sosok ayah sudah tidak ada. Ibuku mencintai laki-laki yang tidak bisa menikahinya, kemudian aku lahir dan dibesarkannya sendiri. (Ogawa, 2005, p. 51). Kaseifu sendiri juga tidak mempunyai suami karena terlanjur dihamili oleh pacarnya yang menghilang begitu saja sehingga tidak mengetahui dirinya hamil. Kaseifu terpesona dengan kepintaran yang dimiliki oleh pemuda tersebut dan dengan pasrah menyerahkan dirinya. Namun semua kekaguman Kaseifu pada pacarnya hanya membawa bencana pada dirinya hingga akhirnya Kaseifu melahirkan dan membesarkan anaknya seorang diri. ≀㟼࡛ᩍ㣴㇏࡞㟷ᖺࡔࡗࡓࡀࠊேࡢ㛫㉳ࡁࡓࡇࢆཷࡅṆ ࡵࡿࡔࡅࡢᗘ㔞ࡣ࡞ࡗࡓࠋ⚾ࢆ㨩ࡋࡓࠊ㟁ẼᕤᏛࡘ࠸࡚ࡢ⚄ Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
195 ⛎ⓗ࡞▱㆑ࡣఱࡢᙺࡶ❧ࡓࡎࠊᙼࡣࡓࡔࡢហ࡞⏨࡞ࡗ࡚ࠊ⚾ ࡢ๓ࡽጼࢆᾘࡋࡓࠋ Dia adalah seorang pemuda yang pendiam dan terdidik. Sama sekali tidak ada pikiran untuk menghentikan apa yang telah terjadi di antara kami berdua. Pengetahuan misterius mengenai teknik elektro yang mempesonaku tidak ada gunanya, dia hanyalah seorang laki-laki bodoh dan kemudian menghilang dari hadapanku (Ogawa, 2003, p. 52-53). (Terjemahan dari Rima, 2010 )
Pada novel MNK, tokoh yang tidak mempunyai ayah atau suami adalah Tomoko, Nenek Rosa dan Yoneda. Tomoko tidak mempunyai ayah karena ayahnya meninggal dunia akibat penyakit kanker lambung yang sangat terlambat diketahui. ∗ࡣ᩿ࡾࡶ࡞ࡗࡓ୍ே࡛㐲ࡃ⾜ࡗ࡚ࡋࡲࡗࡓࠋᡭ㐜ࢀࡢ⫶ࡀࢇ ࡔࡗࡓࠋ Ayahku meninggal dunia karena terlambat mendapatkan perawatan kanker lambung yang dideritanya. (Ogawa, 2006. p. 5) Sementara Nenek Rosa tidak mempunyai suami lagi karena suaminya sudah meninggal dunia. Tidak dijelaskan di dalam novel apa penyebab meninggalnya suami Nenek Rosa. Mengenai Yoneda, sejak bekerja di rumah keluarga Erich dan menjadi bagian dari keluarga, Yoneda tidak pernah menikah. Yoneda juga tidak mempunyai kerabat yang lain. Pada ketiga novel ini, ketiadaan ayah atau suami pada umumnya karena sang ayah atau suami meninggal akibat menderita sakit yang serius yaitu penyumbatan pembuluh jantung, pendarahan otak, hepatitis dan, kanker lambung. Selain menggambarkan para tokoh yang kehilangan anggota keluarganya karena sakit, Ogawa juga pada setiap novel menggambarkan tokoh yang mengalami sakit fisik atau mental. Pada novel KAS Ogawa menggambarkan tokoh Niko mengidap sakit OCD yaitu Obsessive Compulsive Disorder. Bila Niko tidak mengikuti keinginan yang terkendali untuk berputar-putar di depan pintu masuk, maka Niko tidak akan pernah berhasil memasuki ruangan apapun.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
196 ࢽࢥࡣᙉ㏕ᛶ㞀ᐖࢆᝈࡗ࡚࠾ࡾࠊࢇ࡞ᘓ≀ࡢධࡾཱྀࡢ๓࡛ࡶࠊࢡ ࣝࢡࣝඵᅇᅇ㌿ࡋࠊᡬࡢᅄ㝮ࢆぶᣦ࡛ᢲࡉ࠼ࡘࡅࠊ❧ࡕᖜ㊴ࡧࡢ せ㡿࡛ࠊษࡾࢆ㋃ࡲ࡞࠸ࡼ࠺┠୍ᮼࢪࣕࣥࣉࡋ࡞࠸ࠊ୰ධࢀ ࡞ࡗࡓࠋ Niko menderita sakit Obsessive Compulsive Disorder. Pada pintu masuk bangunan apa saja Niko akan berputar-putar berkeliling di depan pintu itu sebanyak delapan kali. Bila Niko tidak menekan daun pintu dengan ibu jarinya kemudian dengan jarak tertentu mengambil ancang-ancang untuk melompat sekuat tenaga, maka Niko tidak akan pernah bisa masuk ke dalam ruangan. (Ogawa, 2002, p. 36). Pada novel HAS, Ogawa Yoko menggambarkan tokoh Hakase yang mengalami lupa ingatan dan mempunyai memori hanya 80 menit saja. Hakase akan lupa kejadian 80 menit sebelumnya dan hanya mengingat kejadian sebelum Hakase mengalami kecelakaan tragis yang membuat kerusakan pada bagian memori di otaknya. ࠕࡘࡲࡾࠊ➃ⓗ⏦ࡏࡤࠊグ᠈ࡀ⮬⏤࡞ࡢ࡛ࡍࠋᝮࡅ࡚࠸ࡿࡢ࡛ࡣ࠶ ࡾࡲࡏࢇࠋయࡋ࡚⬻⣽⬊ࡣാ࠸࡚࠸ࡿࡢ࡛ࡍࡀࠊࡓࡔࠊ ࡽ༑ᖺ๓ࠊࡈࡃ୍㒊ᨾ㞀ࡀ⏕ࡌ࡚ࠊ≀ࢆグ᠈ࡍࡿ⬟ຊࡀኻࢃ ࢀࡓࠊ࠸࠺ḟ➨࡛ࡍࠋࠋࠋࠋࠋ ⩏ᘵࡢグ᠈ࡣඵ༑ศࡋࡶࡕࡲࡏࢇࠋ
“Singkatnya, bila dikatakan secara gamblang, memorinya cacat, tetapi tidak pikun. Ya, begitulah, sel-sel otak secara keseluruhan sehat dan bekerja dengan baik. Dihitung dari sekarang kira-kira 17 tahun yang lalu, terjadi kerusakan pada satu bagian yang sangat kecil pada otaknya, sehingga kemampuannya untuk mengingat segala sesuatu hilang. …….. Memori adik ipar saya hanya dimilikinya selama 80 menit saja.” (Ogawa, 2003, p. 11).
Sedangkan pada novel MNK tokoh yang menderita sakit adalah Miina. Miina dilahirkan dalam kondisi yang lemah. Pada usia 11 tahun, Miina yang mempunyai tinggi 130 cm itu cuma mempunyai berat badan 25 kg saja. Miina mengidap penyakit asma. ࠋࠋࠋ㌟㛗 130 ࢭࣥࢳࠊయ㔜 25 ࢟ࣟࠊႍᜥᣢࡕ࡛ࠊࠋࠋࠋ …. Tingginya 130 cm, beratnya 25 kg, penderita asma… (Ogawa, 2006, p. 227) Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
197 Dari ketiga novel diketahui bahwa Niko menderita OCD, Hakase mengalami kerusakan memori dan Miina mengidap asma. Ogawa Yoko mengatakan bahwa sengaja memunculkan tokoh-tokoh yang sakit agar dapat menggambarkan bagaimana orang-orang di sekeliling tokoh yang sakit tersebut merawat dan menjaganya. Ogawa ingin menggambarkan hubungan yang halus dan lembut, yang bersifat kejiwaan di antara para tokoh. Ogawa menghindari penggambaran hubungan manusia laki-laki dan perempuan berupa hubungan fisik yaitu hubungan seksual karena bagi Ogawa hal tersebut adalah hal yang alami yang terjadi pada manusia, sangat mudah ditebak, dan siapapun sudah memahami hubungan tersebut (Ogawa, 1993, p. 122-123). Penggambaran tokoh yang sakit dan bagaimana orang-orang di sekeliling penderita sakit merawat, menjaga dan memperhatikan tokoh yang sakit merupakan salah satu bentuk ajaran sekte Konko yang digambarkan oleh Ogawa di dalam novel ini. Dalam website sekte Konko (2015) dijelaskan bahwa sesama manusia perlu saling membantu karena sesama manusia saling bergantung satu sama lain dalam menjalani kehidupan ini untuk mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan hidup di dunia. Selain itu Ogawa Yoko juga memunculkan tokoh perempuan bangsa asing yang menikah dengan pria Jepang. pada novel KAS dan MNK. Pada novel KAS Ogawa menceritakan tentang Bibi Yuli seorang perempuan Rusia yang mendapat suaka tinggal di Jepang. Bibi Yuli mengatakan bahwa kedatangannya ke Jepang melalui jalan yang sulit dan berliku untuk mencari perlindungan karena negaranya sedang mengalami revolusi. Hal ini dijelaskan oleh Bibi Yuli ketika Ohara bertanya kepadanya. ࠕ࠺ࡸࡗ࡚ࣟࢩࡽ᪥ᮏ㸽ࠖ ࠕ࡚ࡶᅔ㞴࡞㐨ࡢࡾࢆ⤒࡚ࠊࡋゝ࠸ࡼ࠺ࡀ࠶ࡾࡲࡏࢇࠋ㠉 ࡢࡏ࠸࡛ࡍࠖ “Bagaimana caranya dari Rusia datang ke Jepang?” Aku melewati jalan yang sangat sulit, hanya itu yang bisa dikatakan. Itu semua karena revolusi.” (Ogawa, 2002, p. 55). Pada novel MNK Ogawa menampilkan tokoh Nenek Rosa seorang perempuan kebangsaan Jerman dan berdarah Yahudi menikah dengan pria Jepang dan diajak
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
198 tinggal menetap di Jepang. Kedatangan Nenek Rosa di Jepang sebelum terjadi perang dunia kedua yaitu tahun 1916. Nenek Rosa mempunyai saudara kembar bernama Irma. Mereka sering berkirim surat dan menceritakan kabar masingmasing sampai tahun 1938 sebelum semua keluarga Nenek Rosa meninggal dunia di kamp konsetrasi yang dibangun tentara Nazi. ࣐ࣝࡉࢇࢆࡣࡌࡵࠊ࣮ࣟࢨ࠾ࡤ࠶ࡉࢇࡢぶ᪘ဨࡀࠊ➨ḟᡓ ୰ࢼࢳࢫࡢᙉไᐜᡤ࡛ஸࡃ࡞ࡗࡓࠊ࠾ࡤ࠶ࡉࢇ୍ேࡀ᪥ᮏ ࠸࡚㞴ࢆ㏨ࢀࡓࡇࠋࠋࠋ semua keluarga dan kerabat Nenek Rosa, diawali dengan adiknya Irma meninggal di kamp konsentrasi Nazi pada perang dunia kedua. Nenek Rosa dapat selamat dari peristiwa tersebut karena sedang berada di Jepang… (Ogawa, 2006, p. 215). Baik Bibi Yuli maupun Nenek Rosa diceritakan bahwa keduanya menjalani hidup dalam keluarga yang hangat hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada usia tua. Mengenai kemunculan tokoh dari bangsa lain ini berkaitan dengan perhatian Ogawa akan kejadian yang terjadi di sekitarnya. Ogawa menyatakan bahwa sangat sedih dan tersentuh hatinya dengan peristiwa pembantaian masal. Ogawa menyayangkan mengapa manusia yang seharusnya tidak mati dalam keadaan yang mengenaskan harus mengalami proses kematian dengan cara yang tragis. Ogawa ingin menjadi perantara korban-korban yang meninggal dunia karena pembantaian tersebut dan menyuarakan penderitaan mereka melalui novelnovelnya. (Watanabe, 2011, p. 73-74). Pada peristiwa yang dialami Putri Anastasia diketahui bahwa keluarganya dibantai oleh tentara pada revolusi Rusia. Sementara mengenai Nenek Rosa dilatarbelakangi oleh kejadian pembantaian orang Yahudi pada perang dunia kedua yang dikenal dengan peristiwa holocaust. Dari uraian di atas, saling membantu sesama terlihat pada Bibi Yuli yang membantu Gadis yang kesulitan biaya karena ayahnya meninggal dunia, dan Gadis membantu merawat Bibi Yuli yang sudah kehilangan suami. Begitu juga dengan Niko yang ikut menjaga Bibi Yuli dan Gadis dalam menjalani kehidupan sehari-hari sementara itu Niko juga mendapatkan perhatian dari Bibi Yuli dan Gadis mengenai penyakitnya. Ohara yang terkesan hanya mencari keuntungan belaka tidak mementingkan dirinya sendiri. Ohara juga memberikan perhatian Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
199 kepada Bibi Yuli sehingga dengan kegiatan mendatangkan tamu-tamu ke rumah Bibi Yuli membuat Bibi Yuli dapat melupakan kesedihannya karena kematian suaminya. Begitu juga pada novel KAS terlihat para tokohnya saling membantu dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti Hakase yang ikut memberikan perhatian dan bimbingan seperti seorang ayah kepada Ruto yang tidak mempunyai ayah. Kaseifu juga memberikan perhatian dan berusaha memahami Hakase yang lupa ingatan. Kemudian dalam novel MNK juga tergambar bantuan yang diberikan Erich kepada Tomoko karena mengalami kesulitan ekonomi dengan mengizinkan Tomoko tinggal di rumahnya. Selain bantuan berupa bantuan bersifat ekonomi, di dalam keluarga Erich juga terlihat bagaimana mereka saling membantu dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan kemampuan mereka masingmasing. Dalam ajaran sekte Konko yang dianut oleh Ogawa Yoko juga diajarkan untuk saling membantu sesama bukan hanya dalam segi ekonomi saja, juga dari segi lain seperti membantu merawat orang yang sakit. Mengenai hal ini tergambar dalam novel seperti pada novel MNK bagaimana para tokoh saling bekerja sama merawat Miina yang sakit-sakitan dan bagaimana para tokoh berusaha untuk mengambil peran ketika penyakit asma yang diderita Miina kambuh. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut. ⰱᒇࡢᐙࡢேࠎࡀ࣑࣮ࢼࡢᗣᑐࡋ࡚ᡶ࠺ὀព῝ࡉࡣࠊ㦫ࡃ ࡁࡶࡢࡀ࠶ࡗࡓࠋ࣑࣮ࢼࡢⓎసࢆ㜵ࡄࡇࠊࡑࢀࡀ୍ᐙࡗ ࡚ࡢ᭱ඃඛ㡯ࡔࡗࡓࠋᙼዪࡀ୍ࡘᑠࡉ࡞တࢆࡍࡿࡔࡅ࡛ࠊே ࡓࡕࡣ୍ᩧ࣮࢝ࢹ࢞ࣥࠊ࣐ࣇ࣮ࣛࠊ⅔ࠊ࠺ࡀ࠸⸆ࢆᕪࡋฟ ࡋࡓࠋ Perhatian yang diberikan oleh orang-orang di rumah Ashiya terhadap kesehatan Miina sungguh menakjubkan. Pencegahan dari kambuhnya penyakit Miina adalah prioritas paling utama bagi seluruh keluarga. Ketika Miina batuk kecil saja, semua orang dewasa secara bersamaan mengeluarkan baju hangat, syal, termos penghangat dan obat kumur. (Ogawa, 2006, p.39) Bila melihat latar waktu penerbitan ketiga novel ini, novel KAS terbit pada tahun 2002, novel HAS terbit pada tahun 2003, dan novel MNK terbit pada tahun 2006. Maka bila latar waktu tahun terbitnya novel yaitu tahun 2000-an dijadikan Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
200 acuan sebagai titik tolak untuk melihat keluarga Jepang yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan keluarga Jepang yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam ketiga novelnya dapat dikatakan bahwa hal ini tidak tepat. Mengapa dikatakan tidak tepat? Karena pada setiap novel Ogawa Yoko menggambarkan latar waktu penceritaan dengan jelas. Pada novel KAS, latar waktu penceritaannya adalah sekitar tahun 80-an. Latar waktu ini diketahui dari waktu meninggalnya Bibi Yuli yang diduga sebagai Putri Anastasia yaitu ketika umur 80 tahun. ඛ᪥ࠊ⊛⋇㤋ࡢࢼࢫࢱࢩᵝࡣࠊ៖ࡢᨾࡼࡾࠊඵ༑ᖺࡢ⏕ ᾭࢆ㛢ࡌࡽࢀࡓࠋ Beberapa hari yang lalu, Putri Anastasia yang tinggal di istana binatang yang diawetkan telah menutup mata pada usia 80 tahun karena mengalami kecelakaan yang tak terduga. (Ogawa, 2002, p. 231) Putri Anastasia lahir pada tahun 1901, jadi bila meninggal pada umur 80 tahun, maka tahun meninggalnya adalah tahun 1981. Sementara itu Ogawa Yoko juga menyebutkan bahwa Bibi Yuli lahir pada tahun 1901 ketika Bibi Yuli menceritakan orang-orang yang ada di dalam foto keluarga Romanov yang dimilikinya. Bibi Yuli menjelaskan foto ibunya yang sedang menggendong bayi dan bayi tersebut adalah dirinya ketika baru lahir dan berusia dua minggu. ࠕ࠸ࡘࡗࡓࡢ㸽ࠖ ࠕ୍ࠐ୍ᖺࡢ᭶ࠋ⏕ࡲࢀ࡚ࡽ㸰㐌㛫ᚋࡼࠖ “Kapan foto ini diambil?” “Juli 1901, dua minggu setelah kelahiranku.” (Ogawa, 2002, p. 105-106) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa latar waktu dalam novel adalah sekitar tahun 80-an. Pada novel HAS, latar waktu penceritaan adalah pada tahun 90-an. Latar waktu penceritaan novel digambarkan dengan jelas oleh Ogawa seperti pada kutipan berikut. ࠶ࡅࡰࡢᐙᨻ፬⤂⤌ྜࡽࠊ⚾ࡀึࡵ࡚༤ኈࡢඖὴ㐵ࡉࢀࡓࡢ ࡣࠊ୍ᖺࡢ୕᭶ࡔࡗࡓࠋ
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
201 Aku dikirim untuk pertama kali bekerja di rumah Hakase oleh yayasan pengurus rumah Akebono pada Maret 1992. (Ogawa, 2003, p. 8) Pada novel MNK, latar belakang waktu penceritaan juga disebutkan oleh Ogawa Yoko dengan jelas ketika narator yaitu Tomoko menyebutkan tahun kedatangannya di rumah keluarga Erich yaitu tahun 1972 ketika Tomoko akan memasuki sekolah menengah pertama di Ashiya. ୍ᖺࠊ୕᭶༑᪥ࠊᑠᏛᰯࡢ༞ᴗᘧࡢ᪥ᒣ㝧᪂ᖿ⥺᪂ 㜰̾ᒸᒣ㛫ࡀ㛤㏻ࡋࡓࠋ⩣᪥ࠊ༑ṓࡢ⚾ࡣẕぢ㏦ࡽࢀࠊ࠾⚃࠸ ࡢᆶࢀᖥ࡛㣭ࡾࡅࡽࢀࡓᒸᒣ㥐ࡽࠊ୍ே࡛᪂ᖿ⥺ࡗࡓࠋ Pada hari wisuda kelulusanku dari sekolah dasar tanggal 25 Maret 1972, diresmikan pula jalur shinkansen dari Okayama ke Osaka. Pada hari berikutnya aku yang baru berumur 12 tahun yang akan berangkat sendirian dengan shinkansen itu diantar ibuku ke stasiun Okayama yang masih memasang spanduk perayaan atas dibukanya jalur tersebut. (Ogawa, 2002, p. 5). Dari penggambaran latar waktu penceritaan setiap novel diketahui bahwa latar waktu penceritaan ketiga novel memiliki selang waktu 10 tahun yaitu mulai tahun 70-an, 80-an, dan 90-an. Sejak berakhirnya perang dunia kedua, masyarakat Jepang berusaha keras bangkit dan membangun negaranya di berbagai bidang. Pemulihan negara setelah perang memperlihat hasil yang menakjubkan pada tahun 1960 yaitu pendapatan perkapita Jepang menduduki nomor dua tertinggi di dunia (Nakao, 1998, p. 500). Banyak yang mengatakan bahwa tahun 60-an tersebut adalah masa perkembangan masyarakat lapisan kelas menengah. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan dampaknya terlihat dalam keluarga dan rumah tangga di Jepang. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi tinggi ini, pada tahun 60-an setiap rumah tangga yang dikategorikan sebagai masyarakat kelas menengah adalah yang mempunyai san shu no shinki 㸦㸱✀ࡢ⚄ჾ㸧atau tiga jenis benda keramat. Benda-benda ini dijadikan sebagai simbol dari kemakmuran ekonomi dalam satu keluarga. Benda-benda tersebut adalah mesin cuci listrik, kulkas listrik dan televisi. (Hasegawa, 2007, p. 494).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
202 Puncak dari pertumbuhan ekonomi Jepang atau economic bubble adalah pada tahun 80-an. Hal ini ditandai dengan simbol kemakmuran masyarakat Jepang yang dapat dilihat pada keluarga Jepang yaitu 3C yaitu Caraa terebi, Curuma, Cuuraa atau televisi berwarna, mobil dan AC. (Hasegawa, 2007). Kemakmuran yang diperoleh Jepang, tidak semuanya berdampak baik bagi masyarakatnya. Hal ini diketahui dari kisah yang dituliskan oleh Ogawa dalam novelnya dapat dikatakan sebagai kritikan Ogawa Yoko terhadap kondisi masyarakat Jepang dewasa ini melalui karya-karya populernya. Seperti yang diungkapkan oleh Shizumi (2004, p.138) bahwa Ogawa dan dua novelis Jepang lainnya yaitu Haruki Murakami dan Takahashi Genichiro, sama-sama memimpikan dunia yang lain atau masyarakat yang berbeda dengan masyarakat Jepang sekarang. Ketiga novelis ini sama-sama mengalami hidup sebelum dan sesudah economic bubble yang terjadi di Jepang pada awal tahun 80-an. Pada masa kemakmuran ekonomi tersebut masyarakat Jepang bisa membeli dan mendapatkan benda apa saja dengan mudah. Tetapi kemakmuran tersebut membawa perilaku yang belum ada sebelumnya dalam masyakat Jepang seperti tergambar dalam novel Ogawa berjudul Shugaa Taimu ࠗࢩ࣮ࣗ࢞ ࢱ࣒࠘(Waktu Gula) (1991) yang mengisahkan seorang tokoh wanita yang gemar sekali makan terutama makanan yang manis. Kegemaran akan makan ini dimaknai oleh Shizumi sebagai gambaran masyarakat Jepang yang konsumtif. Shizumi melanjutkan, bagi Ogawa kemakmuran yang dicapai Jepang pada awal tahun 80-an berdampak kurang baik bagi masyarakat sehingga dia menginginkan dampak itu diatasi atau dihentikan. Hal ini terbaca melalui karyakaryanya seperti keinginan menghentikan berjalannya waktu, keinginan untuk kembali ke masa lalu, dan merindukan masa kanak-kanak yang murni dan polos. Sementara kehidupan terus berjalan sehingga Ogawa menyimpan kerinduan akan masa lalu itu dalam bentuk binatang yang diawetkan atau spesimen, memori, museum dan lain sebagainya. Pilihan Ogawa Yoko akan bentuk novel populer sebagai media untuk mengkritik masyarakat Jepang tak terlepas dari sifat karya populer itu sendiri. Budaya populer menurut Sugimoto (1997, p.220) mewakili cara hidup masyarakat kebanyakan dan cara masyarakat kebanyakan itu menikmati dan menjalani hidupnya. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
203 Walaupun demikian, apa yang dituangkan Ogawa Yoko dalam novel-novelnya tidak terlepas habitus yang dimilikinya. Latar belakang keluarga penganut sekte Konko berpengaruh kuat kepada Ogawa Yoko. Ogawa Yoko sering memasukkan ajaran sekte ini ke dalam novel-novelnya. Ogawa merasa perlu menyampaikan ajaran agamanya kepada masyarakat melalui novel. Ogawa mengatakan dengan novelnya mungkin dirinya adalah toritsugi atau perantara atau mediator seperti pendeta dalam sekte yang dianutnya. (Watanabe, 2011). Salah satu kumpulan esai yang ditulis oleh Ogawa Yoko yang terbit tahun 1999 berjudul Fukaki Kokoro No Soko Yori ࠗ῝ࡁᚰࡢᗏࡼࡾ࠘(Dari Lubuk Hati yang Terdalam), menurut pendeta sekte Konko pada websitenya bahwa pada kumpulan esai tersebut sangat jelas menggambarkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam sekte Konko. Konkokyou yang disebut juga dengan sekte Konko, Konko Religious, atau Konko Faith adalah salah satu sekte yang berkembang di Jepang. Sekte ini pertama kali dikembangkan oleh pendirinya yang disebut dengan Konko Daijin pada tahun 1859. Pendiri sekte ini adalah seorang petani yang semasa kecilnya sering diajak ayahnya berkeliling ke kuil-kuil di Jepang. Pada suatu hari pendiri sekte ini yang seorang petani dan memiliki nama lahir Genshichi mengalami musibah kematian dua anaknya berturut-turut kemudian menderita sakit maag akut yang membuatnya sangat menderita. Dalam proses penyembuhannya, Genshichi yang berganti nama menjadi Bunji mendapat wahyu dari Tuhan untuk menjadi mediator antara manusia dan Kami atau Tuhan. Bunji kemudian menuliskannya ajaran dari Kami ke dalam buku yang diberi nama dengan 㔠ගᩍ ᩍ (Konkoukyou Kyouten) atau Kitab Sekte Konko dan memberi nama ajarannya dengan 㔠ගᩍ (Konkoukyou) atau Sekte Konkou. Sementara kata 㔠 ග (konkou) itu sendiri bermakna golden light yaitu cahaya penerang yang diharapkan bersinar menerangi manusia dengan tuntunan semesta (Konkoukyou, 2015). Sekte ini mengajarkan bahwa menolong dan menyelamatkan sesama adalah sentral dari ajarannya. Keinginan utama dari Kami yaitu Tenchi Kane No Kami adalah menolong dan menyelamatkan umat manusia. Tetapi Kami hanya dapat menyelamatkan manusia melalui manusia lain. Kami mengirim kehidupan kepada manusia sehingga manusia merupakan perpanjangan tangan dari Kami. Manusia Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
204 bergantung kepada Kami dan Kami juga bergantung kepada manusia untuk menciptakan kehidupan yang damai dan bahagia. Ini merupakan hubungan saling ketergantungan antara manusia dengan Kami. Manusia tidak dapat hidup tanpa Kami dan Kamipun tidak ada tanpa manusia. Dengan berkah berupa air, udara, makanan dan lain sebagainya yang telah dianugrahkan oleh Tenchi Kane No Kami, manusia dapat hidup dan bekerja. Sebagai balas budi atas anugrah tersebut Tenchi Kane No Kami menyuruh manusia saling membantu satu sama lain, menjalani kehidupan sesuai dengan kodrat alam, dan menciptakan dunia sebagai tempat yang damai dan bahagia untuk menjalani kehidupan. Dengan memenuhi keinginan dari Kami, maka manusia membawa Tenchi Kane No Kami ke dalam kehidupan. Sehingga sebagai manusia yang diizinkan hidup dalam jagad raya ini, manusia akan diterima dan dihargai sebagai makhluk hidup yang berharga, dan berjanji menjalankan kehidupan bersama Kami dan manusia, manusia dan manusia, serta manusia dengan semesta berserta segala isinya agar dapat hidup bersama dengan hubungan saling bergantung yang disebut dengan ࠶࠸ࡼࡅࡼ (aiyo kakeyo) atau interdependent. Kata aiyo kakeyo sendiri adalah kata yang tidak lazim digunakan dalam kehidupan masyarakat Jepang sehari-hari karena kata ini adalah kata khusus yang digunakan dalam ajaran sekte Konko. Seperti kata lebaran dalam bahasa Indonesia, akan dipahami bahwa kata tersebut adalah kata khusus yang digunakan oleh orang untuk menyebutkan hari perayaan dalam agama Islam. Begitu juga dengan kata kebaktian, akan dipahami oleh orang Indonesia sebagai satu ritual keagamaan yang dilakukan oleh penganut agama Kristen. Sekte Konko juga mengajarkan bahwa ini Kami mendengarkan doa dan keluh kesah umatnya. Untuk menyampaikan doa dan keluh kesah, para penganut sekte ini menemui pendetanya. Pendeta akan mendengarkan doa dan keluhan orang yang datang ke rumah ibadahnya kemudian pendeta sebagai toritsugi atau mediator akan menyampaikan doa dan keluh kesah itu kepada Kami. (Konkoukyou Kyoukai Imari, 2005). Penyampaian doa dan keluh kesah ini mirip dengan pengakuan dosa yang ada pada agama Kristen Khatolik. Mengenai tempat ibadahnya pun, mereka menyebutnya dengan kyoukai atau gereja.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
205 Sekte ini berkembang tidak hanya di Jepang saja. Sudah banyak penganut agama ini di luar Jepang seperti Korea, Philipina, Kamboja, Thailand, Malaysia hingga ke Amerika Utara, Hawaii, dan Brazil. Hal yang tidak dilupakan oleh pendeta sekte ini dalam menyebarkan ajarannya bahwa tidak perlu sungkan untuk datang ke gereja Konko, walaupun menganut ajaran agama lain. Dan yang terpenting tidak diperlukan uang sama sekali untuk menjadi penganut ajaran agama ini dan para pendeta akan selalu siap sedia menjadi toritsugi bagi para penganut yang ingin berdoa kepada Kami (Konkoukyou, 2015). Sekilas ajaran sekte Konko ini mirip dengan agama Shinto dan Budha karena adanya kemiripan tempat ibadah dan pakaian yang digunakan oleh pendetanya. Perbedaan mendasar dari ajaran sekte Konko dengan agama Shinto ataupun Budha adalah dari Dewa atau Kami yang dipuja dan cara melakukan pemujaan. Dalam agama Shinto, terdapat banyak dewa dan bila anggota keluarga sudah meninggal dunia maka akan arwah para leluhur tersebut akan disembah pula karena dianggap sebagai dewa (Tobing, 2006). Begitupun dalam ajaran Budha, yang disembah adalah Budha Gautama. Cara menyembah dalam baik dalam ajaran Shinto maupun Budha, para penganutnya akan menghadap ke arah altar yang dilengkapi dengan patung-patung dewa mereka, dan nama atau foto anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia. Sementara dalam sekte Konko tidak dibenarkan berdoa menghadap altar. Para penganutnya boleh berdoa menghadap arah mana saja yang disukai. Altar hanya ada di gereja saja dan itupun hanya dilengkapi dengan tulisan Tenchi Kane No Kami. Perbedaan lainnya adalah dalam hal keberadaan syurga dan nekara. Pada agama Budha diajarkan mengenai syurga dan neraka kemudian adanya reinkarnasi. Sementara dalam sekte Konko diajarkan bahwa syurga dan neraka berada dalam hati dan pikiran individu masing-masing. Sekte Konko tidak mempercayai adanya perpindahan jiwa ataupun reinkarnasi (Konkokyou, 2015). Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sekte Konko ini adalah sekte yang dianut oleh keluarga besar Ogawa. Ogawa Yoko dibesarkan di lingkungan gereja Konko tempat di mana kakek dan ayahnya adalah pendeta dari sekte ini. Daerah kelahiran Ogawa Yoko yaitu Okayama adalah pusat sekte Konko di Jepang dan memiliki gereja yang paling besar. Sejak kecil Ogawa Yoko sudah terbiasa
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
206 menyaksikan ritual dari sekte ini yang dilakukan oleh kakek dan ayahnya. Jadi wajar saja bila ajaran ini meresap dalam diri Ogawa dan ajaran ini tertuang pula dalam karya-karyanya. Satu ajaran sekte Konko yang terlihat dari penelitian ini adalah struktur keluarga yang dibangun Ogawa Yoko adalah struktur keluarga yang anggotanya tidak sama dengan keluarga modern ataupun tradisional Jepang. Ogawa Yoko membangun struktur keluarga yang anggotanya satu sama lain saling bergantung dan saling membutuhkan seperti ajaran aiyo kakeyo yaitu hubungan yang saling membutuhkan atau interdependen. Mengenai keluarga yang anggotanya saling membutuhkan ini tergambar jelas dalam novel KAS, HAS, dan MNK. Masingmasing anggota keluarga dengan kelebihan dan kekurangannya saling membantu dan saling menolong sehingga terjalin kehidupan yang bahagia sebagaimana yang diajarkan dalam sekte Konko. Anggota keluarga yang kekurangan secara ekonomi dibantu oleh anggota yang memiliki kelebihan uang. Seperti Gadis yang mendapat dukungan finansial dari Bibi Yuli dalam novel KAS, Hakase, Kaseifu, dan Ruto yang dapat bantuan ekonomi dari Mibojin pada novel HAS, dan Tomoko yang menumpang hidup di rumah Erich pada novel MNK. Individu yang tidak mempunyai kepala keluarga atau pelindung mendapatkan nauangan dari kepala keluarga yang kuat secara ekonomi, walaupun sebelumnya diantara anggota keluarga tersebut tidak terdapat hubungan darah ataupun hubungan kekerabatan seperti pada novel KAS adanya Bibi Yuli yang menaungi Gadis, pada novel KAS adanya Mibojin yang melindungi Hakase, Kaseifu, dan Ruto, serta pada novel MNK Erich tidak hanya melindungi Tomoko, juga ada Nenek Rosa dan Yoneda. Selain itu anggota keluarga yang sakit juga dirawat dan diperhatikan oleh anggota keluarga yang sehat. Habitus Ogawa Yoko menyelipkan ajaran-ajaran dalam sekte yang dianutnya ke dalam novel tidak terlepas dari perjuangannya untuk mendapatkan posisi di dalam ruang sosialnya. Hal ini terlihat dari penganut sekte ini terdiri dari berbagai kalangan masyarakat dan tokoh terkenal seperti komentator sepak bola Matsuki Yasutaro, pemain kabuki Nakamura Hashinosuke, komikus Sato Sanpei, novelis science fiction Kanbe Musashi, jurnalis, profesor, peneliti, pemuka masyarakat, dan lain-lain. Terdapatnya ajaran-ajaran sekte Konko dalam novel-novel Ogawa Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
207 Yoko menempatkan dirinya dalam posisi yang tinggi di dalam ruang sosialnya karena modal sosial dan modal budayanya sebagai pengarang bertambah. Hal ini terlihat dari banyaknya penghargaan bergengsi di Jepang yang diperolehnya.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
BAB 4 KESIMPULAN
Setelah menganalisis tiga novel karya Ogawa Yoko yaitu Kifujin A No Sosei (KAS), Hakase No Aishita Suushiki (HAS), dan Miina No Koushin (MNK) menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu, konsep keluarga, dan konsep keluarga tradisional Jepang yaitu sistem ie, maka didapatkan beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang didapatkan terutama adalah untuk menjawab permasalahan pada penelitian disertasi ini, kesimpulan mengenai masyarakat Jepang, kesimpulan mengenai karya Ogawa Yoko, dan kesimpulan mengenai Ogawa Yoko sendiri. Berdasarkan pemaparan tiga novel Ogawa Yoko yang dikaitkan dengan konsep ruang sosial yang dikemukakan oleh Bourdieu diketahui bahwa pada setiap novel terdapat penggambaran kumpulan individu yang berkelompok yang dapat disebut dengan keluarga. Pada novel MNK jelas terdapat satu keluarga karena adanya landasan dasar pembentuk keluarga yaitu ikatan suami istri. Pada novel KAS dan HAS tidak terdapat ikatan suami istri namun interaksi diantara tokoh-tokoh yang muncul menunjukkan bahwa telah terjalin satu ikatan seperti sebuah keluarga. Keluarga yang terbentuk memang tidak seperti keluarga batih ataupun keluarga besar. Pada novel MNK yang berperan sebagai kepala keluarga adalah Erich yang telah mendapatkan posisi tersebut secara otomatis. Sementara pada novel KAS dan HAS, yang berperan sebagai kepala keluarga adalah Bibi Yuli dan Mibojin. Ketiga kepala keluarga dalam ketiga novel ini sama-sama berada pada posisi dominan di dalam ruang sosialnya dan ketiga-tiganya sama-sama memiliki modal yang paling banyak di dalam ruang sosial masing-masing. Ketiga kepala keluarga di dalam novel digambarkan pula oleh Ogawa Yoko memiliki modal ekonomi yang stabil walaupun terdapat fluktuasi dari jumlah modal ekonomi yang dimiliki, tidak tergambar adanya permasalahan yang muncul akibat perubahan jumlah modal ekonomi tersebut. Penggambaran fluktuasi perubahan jumlah modal ekonomi sangat terlihat pada Bibi Yuli yang semula hanya seorang penerima Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
210 suaka dari Rusia, kemudian menikah dengan laki-laki Jepang yang kaya raya, yang akhirnya menjadi pewaris dari kekayaan tersebut setelah suaminya meninggal dunia. Walaupun harta warisan yang diterima tidak sebanyak yang dikira karena pabrik plastik milik suaminya diambil alih oleh perusahaan lain akibat salah kelola, tidak membuat modal ekonomi Bibi Yuli menurun drastis. Bibi
Yuli
masih
bisa
menjalani
kehidupannya
dengan
mewah
dan
mempertukarkan modal ekonominya menjadi modal budaya dan sosial. Di sini dapat dikatakan bahwa Ogawa Yoko memiliki habitus membangun tokoh yang menduduki posisi dominan dalam hal ini adalah kepala keluarga atau kachou dengan modal ekonomi yang stabil sehingga dapat kachou dapat menunjang kehidupannya beserta anggota keluarganya tanpa menghadapi kesulitan ekonomi sama sekali. Berdasarkan pemaparan tiga novel Ogawa Yoko yang dikaitkan dengan sistem ie, bahwa dalam ketiga novel ini masih terdapat penerapan konsep-konsep dari sistem ie yaitu adanya kachou, shufu, chounan, houkounin, kafu, kasan, dan kagyou. Sistem pewarisan pun mengikuti konsep yang ada pada ie yaitu harta warisan jatuh kepada chounan yaitu Erich pada novel MNK dan kepada istri yang tidak mempunyai anak yaitu Bibi Yuli dan Mibojin pada novel KAS dan HAS. Konsep dalam sistem ie yang tidak terdapat pada ketiga novel adalah tidak adanya pemujaan arwah leluhur atau sosen suuhai, tidak ditetapkannya calon pewaris, tidak dilaksanakannya mengelolaan bisnis keluarga atau kagyou secara bersama-sama, dan tidak adanya kesinambungan ie. Unsur-unsur di dalam sistem ie yang tidak terdapat di dalam novel adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan ajaran agama Shinto dan Budha. Tidak adanya unsur-unsur ini dapat dipahami karena Ogawa Yoko sendiri adalah penganut ajaran sekte Konko yang berbeda yang dengan ajaran agama Shinto ataupun Budha. Pemujaan arwah leluhur ini juga berkaitan erat dengan menjaga kesinambungan sebuah ie. Sebuah ie dapat terus ada bila ditetapkannya calon pewaris sementara di dalam novel tidak ada calon pewaris. Dari sini dapat dipahami pula bahwa dengan tidak adanya ritual pemujaan arwah leluhur maka kesinambungan ie secara otomatis akan terputus. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Ogawa Yoko mematikan, menghilangkan atau meniadakan unsur-unsur yang menunjang kesinambungan ie. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
211
Dalam Novel MNK, struktur keluarga yang dibangun pada awal penceritaan sama dengan sistem ie akan tetapi pada akhir cerita Erich sebagai kachou tidak mewariskan ie-nya pada chounan yaitu Ryuuichi, malahan menjual pabrik dan rumahnya. Dalam Novel HAS dan KAS, sama halnya dengan novel MNK, struktur keluarga yang dibangun pada awalnya menggambarkan konsep yang terdapat dalam sistem ie, yaitu pewarisan harta pada istri yang telah ditinggal suami karena kematian. Namun pada pertengahan cerita, pewaris ini membentuk keluarga lagi. Struktur keluarga yang dibentuk bukan berdasarkan sistem ie dan bukan pula berdasarkan struktur keluarga modern. Mereka para tokoh cerita merasa sebagai satu keluarga walaupun tidak ada ikatan kekerabatan secara langsung diantara mereka. Struktur keluarga Jepang mengalami perubahan yang sangat signifikan sejak dihapuskannya sistem ie dalam undang-undang dasar Meiji pada tahun 1947. Perubahan tersebut yang diarahkan menjadi keluarga batih sebagaimana struktur keluarga Barat, tidak sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat Jepang. Perubahan struktur keluarga bermuara ke berbagai bentuk dan salah satu perubahan struktur keluarga Jepang tersebut ditangkap oleh Ogawa Yoko dan dituangkan ke dalam novel-novelnya. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam ketiga novel yang menjadi sumber data primer dari penelitian ini adalah struktur keluarga yang berdasarkan ikatan kasih sayang diantara anggotanya. Anggota keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dapat terdiri dari anggota yang saling memiliki hubungan darah, hubungan kekerabatan karena pernikahan, maupun anggota yang tidak memiliki hubungan darah ataupun kekerabatan. Ogawa Yoko tidak membangun struktur keluarga seperti keluarga tradisional Jepang dan tidak pula membangun struktur keluarga modern atau keluarga batih. Sementara penentuan siapa yang menjadi kepala keluarga dari keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko, ditentukan berdasarkan posisi dominan dari anggota keluarga. Penentuan posisi dominan ini dilihat dari anggota keluarga yang memiliki jumlah modal yang paling banyak.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
212 Ogawa Yoko selaku penulis novel berkebangsaan Jepang dan tinggal di Jepang belum melepaskan diri sepenuhnya dari budaya nenek moyangnya dalam hal ikatan yang terjalin dalam keluarga yaitu ikatan keluarga tradisional. Ogawa juga belum menerima sepenuhnya budaya asing terutama dalam hal struktur keluarga batih. Ogawa yang menggambarkan keluarga alternatif dalam novel KAS dan HAS seolah memutuskan hubungan dengan struktur keluarga tradisional karena Ogawa membuat tokoh yang berposisi sebagai kachou atau pewaris menjual aset keluarga sehingga hubungan ie-nya terputus. Pesan yang terbaca dari ketiga novel Ogawa Yoko ini adalah bergabunglah dalam satu keluarga agar kita dapat menjalani kehidupan ini dengan lebih baik. Keluarga yang dimaksud tidak perlu terikat seperti keluarga tradisional Jepang. Bila ingin membangun kehidupan sendiri tak mengapa memutuskan hubungan dengan keluarga tradisional tetapi bila diperlukan bangunlah keluarga baru yang saling menguntungkan setiap anggotanya. Keluarga alternatif yang dibangun oleh Ogawa Yoko di dalam ketiga novel ini merupakan pengejawantahan dari ajaran sekte Konko yang dianutnya. Di dalam sekte Konko ini disebutkan bahwa manusia adalah anak Kami atau Tuhan dan semua manusia sama. Manusia dan Kami saling membutuhkan, saling bergantung satu sama lain agar tercipta kedamaian dan kebahagiaan. Dalam sekte Konko, hubungan saling membutuhkan antara manusia dan Kami disebut dengan ࠶࠸ࡼࡅࡼ aiyo kakeyo atau interdependen. Struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko adalah keluarga yang saling membutuhkan sehingga bentuk keluarga ini dapat disebut dengan istilah “Hubungan kekeluargaan Interdependen” atau “Interdependent Family Relantionship” yang bila dialihkan bahasakan ke bahasa Jepang menjadi “┦౫Ꮡⓗᐙ᪘㛵ಀ (Sougoizonteki Kazokukankei)”. Setelah mengetahui struktur keluarga yang dibangun oleh Ogawa Yoko dalam tiga novelnya, permasalahan lain yang menarik untuk diungkapkan melalui novel Ogawa Yoko ini adalah permasalahan yang masih berkaitan dengan keluarga Jepang dewasa ini. Hal ini terlihat dari cara Ogawa Yoko memunculkan tokohtokohnya yang berada pada keluarga yang tidak lengkap anggota keluarganya dan kehilangan anggota keluarga tersebut pada umumnya karena kematian.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
213
Ogawa menghilangkan tokoh ayah atau suami yang seharusnya menjadi kepala keluarga seperti Bibi Yuli yang kehilangan suami dan Gadis yang kehilangan ayahnya pada novel KAS, Kaseifu yang tidak bersuami dan Ruto yang tidak mempunyai ayah serta Mibojin yang kehilangan suami pada novel HAS, dan Nenek Rosa yang kehilangan suami dan Tomoko yang kehilangan ayah pada Novel MNK. Melihat gambaran ketiadaan kepala keluarga dalam ketiga novel ini menimbulkan pertanyaan bagaimanakah ayah dan suami dalam keluarga Jepang dewasa ini. Sesuai dengan pernyataan Aruga Kizaemon bahwa penghapusan sistem ie melemahkan otoritas kepala keluarga, maka ketiadaan ayah atau suami adalah salah satu gambaran melemahnya otoritas tersebut. Kemudian pada novel MNK, Ogawa melemahkan fungsi mertua yaitu Nenek Rosa dan menantunya Hiromi dalam mengatur urusan rumah tangga dan memberikan tugas tersebut kepada pembantunya Yoneda. Melemahnya fungsi mertua seiring dengan berubahnya struktur keluarga dari keluarga besar menjadi keluarga batih. Menantu dan mertua yang biasanya tinggal serumah pada keluarga besar berpindah ke satu rumah yang anggotanya hanya suami, istri dan anak-anak yang belum menikah. Akibatnya menantu dan mertua jarang berinteraksi karena mereka tinggal terpisah sementara menantu memiliki wewenang sendiri di dalam rumah tangganya.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
DAFTAR REFERENSI I. BUKU Arichi, Tooru & Ueki, Tomiko. (2009). Nihon No Kazoku. (2nd ed.). Fukuoka: Kaichosha. Aruga, Kizaemon. (1959). Nihon Ni Okeru Senzo No Gainen: Ie No Keifu To Ie No Honmi No Keifu To dalam Kitano, Seiichi & Okada, Yuzuru (ed.). Ie Sono Kouzo Bunseki. Tokyo: Sobunsha. Aruga, Kizaemon. (1971). Aruga Kizaemon Chosakushuu XI: Ie No Rekishi Sono Ta. Tokyo: Miraisha. Aruga, Kizaemon. (1980). Aruga Kizaemon Chosakushuu IX: Kazoku To Oyabun Kobun. (3rd. ed.). Tokyo: Miraisha. Aruga, Kizaemon. (1981). Ie : Nihon No Kazoku (Edisi Revisi). Tokyo: Shibundo. Aruga, Kizaemon. (1986). Kazoku To Ie dalam Dentou Kazoku. Tokyo: Tokyo Daigaku Shuppansha. Aruga, Kizaemon. (1986). Dozoku to Shinzoku dalam Dentou Kazoku. Tokyo: Tokyo Daigaku Shuppansha. Ashby, Janet. (Ed.). (2008). Read Real Japanese: Contemporary Writings by Popular Authors. Tokyo࣭New York࣭London: Kondansha International. Bourdieu, Pierre & Wacquant, Loïc J.D. (1992). An Invitation to Reflexive Sociology, Chicago: The Chicago of University Press. Bourdieu, Pierre. (1993). The field of Cultural Production: Essay on Art and Literature. ( Randal Johnson, Ed.). Columbia: Columbia University Press. Bourdieu, Pierre. (1995). The Rule of Art: Genesis and Structure of the Literary Field. (Susan Emanuel, Penerjemah). California: Stanford University Press. Bourdieu, Pierre. (2007). Language and Symbolic Power. (9th ed.). (Gino Raymond & Matthew Adamson, Penerjemah). Malden & Cambridge: Polity Press. Damono, Sapardi. (2013). Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
216 Dore, R.P. (1971). City Life in Japan: A Study of a Tokyo Ward. (3rd ed.). Berkeley, Los Angeles, London: University of California Press. Faruk (2012). Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Modernisme. (2nd ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fukutake, Tadashi. (1967). Japanese Rural Society. (R.P. Dore, Penerjemah), London, New York: Oxford University Press. Fukutake, Tadashi. (1989). The Japanese Social Structure Its Evolution in the Modern Century. (2nd ed.). (Ronald P. Dore, Penerjemah), Tokyo: University of Tokyo Press. Goode, William. (2007). Sosiologi Keluarga. (7th ed.). (Dra. Lailahanoum Hasyim, Penerjemah.). Jakarta: Bumi Aksara. Grenfell, Michael.(ed.). (2010). Pierre Bourdieu Key Concepts. (3rd ed.).Durham: Acumen Publishing Limited. Harker, Richard. et al. (2009). (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik – Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. (Pipit Maizier, Trans.) Bandung: Jalasutra Hasegawa, K. & Hama, H. (2007). Sociology: Modernity, Self and Reflexivity. Japan: Yuhikaku Henry, Joy. (1995). Understanding Japanese Society. (2nd ed.). New York: Routledge. Henry, Joy. (ed.). (2003). Interpreting Japanese Society. Anthropological Approaches. (2nd ed.). London and New York: Routledge. Ihromi. (1999). (ed.). Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Ishii, Youjiro. (2007). Bungaku no Shikou: Sainte Beuve kara Bourdieu made. Tokyo: Tokyo Daigaku Shuppankai. Kitano, Seiichi & Okada, Yuzuru (ed.). (1959). Ie Sono Kouzo Bunseki. Tokyo: Sobunsha. Kitano, Seiichi & Okada, Yuzuru. (1959). Shakaigaku Ni Okeru Ie No Kenkyu: Aruga Hakase No Gyouseki Wo Chuushin Toshite dalam Ie Sono Kouzo Bunseki. Tokyo: Sobunsha. Lubis, Akhyar Yusuf. (2014). Postmodernisme Teori dan Metode. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Morioka, Kiyomi. (1993). Kazoku Shakai Gaku. (8 th ed). Tokyo: Yuhikaku Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
217
Ogawa, Yoko. (1993). Yousei Ga Maioriru Yoru. Tokyo: Kakugawa Bunko. Ogawa, Yoko. (2002). Kifunjin A no Sosei. Tokyo: Asahi Shinbunsha. Ogawa, Yoko. (2003). Hakase No Aishita Suushiki . Tokyo: Shinkosha. Ogawa, Yoko. (2006). Miina no Koushin. Tokyo: Chuokoron-Shinsha. Ogawa, Yoko. (2009). Inu No Shippo O Nadenagara. Tokyo: Shueisha. Ochiai, Emiko. (1997). The Japanese Family System in Transition. Japan: LTCB International Library Foundation. Rebick, Marcus & Takenaka, Ayumi. (ed.). (2006). The Changing Japanese Family. London and New York: Routledge Rimer, Thomas & Gessel, C. Van. (Ed.). (2011). The Columbia Anthology of Modern Japanese Literature. Columbia: Columbia University Press. Senda, Yuki. (2013). Nihongata Kindai Kazoku; Doko Kara Kite Doko E Iku No Ka. (5th ed). Tokyo: Keisoshobo. Schierbeck, Sachiko & Edelstein , Marlene R. (1994). Japanese Women Novelists in the 20th Century: 104 biographies, 1900-1993. Denmark: Museum Tusculanum Press. Shibata, Motoyuki & Numano, Mitsuyoshi & Nozaki, Kan (Ed.). (2008). Bungaku no Tanoshimi (Kenikmatan Mengapresiasi Sastra). Tokyo: Housou Daigaku Kyouiku Shinkou Kai. Sugimoto, Yoshio (1997). An Introduction to Japanese Society. Hongkong: Cambridge University Press. Thompson, John B. (2007). Editor’s Introduction. Language and Symbolic Power. (9th ed.). (Gino Raymond & Matthew Adamson, Trans.). Malden & Cambridge: Polity Press. p.1-34. Tobing, Ekayani. (2006). Keluarga Tradisional Jepang dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial. Depok: Iluni KWJ. Torigoe, Hiroyuki. (1988). Ie to Mura no Shakaigaku. (5th ed.). Tokyo: Tokyo Daigaku Shuppansha. Vogel, Ezra F. (1965). Japan’s New Middle Class. Berkeley dan Los Angeles: University of California.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
218 Vogel, Ezra F. (1971). Kinship Structure, Migration to the City and Modernization dalam Aspects of Social Change in Modern Japan (R. P. Dore, Editor). Princeton New Jersey: Princeton University Press. Watanabe, Naoki. (2011). Watashi To Shuukyou: Takamura Kaoru, Kobayashi Yoshinori, Ogawa Yoko, Tachibana Takashi, Araki Nobuyoshi, Takahashi Keiko, Tatsumura Jin, Hosoe Eikou, Souda Kazuhiro. Mizuki Shigeru. Tokyo: Heibonsha Shinsho. Wellek, Rene, & Warren, Austin. (1993). Teori Kesusastraan. (3th ed.) (Melani Budianta, Penerjemah.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
II. SERIAL Devi, Rima. (2012). Keluarga Alternatif dalam Masyarakat Jepang Abad Milenium pada Novel Hakase no Aishita Suushiki Karya Ogawa Yoko. Journal of Japanese Studies Vol. 01 No. 01 June 2012. Center for Japanese Studies Universitas Indonesia. Devi, Rima. (2014). Keluarga Jepang Kontemporer dalam Tiga Novel Karya Ogawa Yoko. Lingua Cultura Jurnal Bahasa dan Budaya Vol. 8 No. 2 November 2014. Universitas Bina Nusantara. Hasebe, Namie. (2004, Februari). Ogawa Yoko No [Hakase]teki Jiritsu. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.67-71. Hiraoka, Tokuyoshi. (2004, Februari). Kakusareta Kami No Techou: Ogawa Yoko No Musousuru Mono. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p. 6066. Ito, Ujitaka. (2004, Februari). Sonzai To Hisonzai no Aida No Tamerai: Ogawa Yoko No Aishita Suushiki. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.72-83. Itsuji, Akemi. (2004, Februari). [Okina Monogatari] no Kaibon: Ogawa Yoko no Bibunpou to Fantajii no Sekibunpou. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.148-157. Maeda, Rui. (2004, Februari). Uso O Tsuku Otoko Soshite Aruiwa Tasha To [shiteno] Boukyaku. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, 84-94. Ogawa, Yoko. (2004, Februari). Kakareta Mono, Kakarenakatta Mono. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.44-54. Ogawa, Yoko. (2004, Februari). Mouko Nikki. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.55-59.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
219
Shizumi, Yoshinori. (2004, Februari). Himerareta Kyouwaguni. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.135-141. Suga, Hidemi. (2004, Februari). Takusan” kara Zero he no Fetishizumuteki Tenkai. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.95-98 Takahara, Eiri. (2004, Februari). Ogawa Yoko no Kioku. Yuriika Shi To Hihyou, Tokushuu Ogawa Yoko, p.99-104. Yuriika Shi To Hihyou. (2004, Februari). Tokushuu Ogawa Yoko.
III. TESIS DAN DISERTASI Devi, Rima. (2010). Perjuangan Simbolik Seorang Ilmuwan Sebagai Ayah Alternatif pada Novel Hakase no Aishita Shuushiki Karya Ogawa Yoko. Depok: Kajian Wilayah Jepang Pascasarjana Universitas Indonesia. (Tesis) Tobing, Ekayani, (1999). Konsep Keluarga Jepang Dewasa Ini: Suatu Kajian Tentang Pelestarian dan Perubahan dalam Sistem Keluarga Jepang. Depok: Kajian Wilayah Jepang Pascasarjana Universitas Indonesia. (Disertasi)
IV. PUBLIKASI ELEKTRONIK Aruga, Kizaemon. (1960). Kazoku To Ie. Keio University. Philosophy No. 38, p. 79-110. Diakses 11 Maret 2015. http://ci.nii.ac.jp/naid/110007353255/en. Bourdieu, Pierre. (1989). Social Space and Symbolic Power. Sociological Theory, Vol.7, No. 1. (Spring, 1989), p. 14-25. Diakses, 21 Desember 2009. http://www.jstor.org/stable/202060. Bourdieu, Pierre. (1996). On the Family as a Realized Category. Theory Culture Society, 1996 13:19. Diakses 18 Februari 2013. http://tcs.sagepub.com/content/13/3/19 Bowen-Struyk , Heather. (2004). Revolutionizing the Japanese Family: Miyamoto Yuriko’s “The Family of Koiwai”. East Asia Cultures Critique Vol.12.Number 2 Fall 2004, pp. 479-507. Diakses 16 Januari 2012 http://muse.jhu.edu/journals/pos/summary/v012/12.2bowen-struyck.html Haruo, Matsubara. (1969). The Family and Japanese Society After World War II. The Journal of the Institute of Developing Economies, Tokyo, Japan, Vol. 7. 1969, 4, p. 499-526. Diakses 18 Maret 2015. http://www.ide.go.jp/English/Publish/Periodicals/De/pdf/69_04_06.pdf
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
220
Hirano, Toshimasa. (1980). Aruga Kizaemon: The Household, the Ancestors, and the Tutelary Deities. Japanese Journal of Religious Studies, Vol. 7, No. 2/3 (Jun. - Sep., 1980), pp. 144-166!. Diakses 3 Maret 2015. http://www.jstor.org/stable/30233241!. Ito, Ken. K (2000). The Family and the Nation in Tokutomi Roka's Hototogisu. Harvard Journal of Asiatic Studies, Vol. 60, No. 2 (Dec.2000), pp. 489-536 Diakses 6 Mei 2012. http://www.jstor.org/stable/2652633 Nagayoshi, Masao. (2010). The Critical Year for Miina and Tomoko to Embark on the Life: Essay on "Miina no koshin" (࣑ࠗ-ࢼࡢ⾜㐍࠘) by Yoko Ogawa. Otemon Daigakuin Daigaku Kokusai Kyouyou Gakubu Kiyou 4, 70-82. April 10, 2012. http://ci.nii.ac.jp/naid/110008674231 Takanezawa, Noriko. (2003). On Ogawa Yoko “Pregnancy Calender”. Bulletin of Faculty of Management Information Sciences, Jobu University, number 26, Desember 2003, p.148-162. Februari, 3, 2011. http://ci.nii.ac.jp/naid/110002963146. Wada, Tsutomu. (2008). Ogawa Yoko Ron. Kyushu Sangyo Daigaku Kokusai Bunkabukiyo, No. 39, p. 1-12. Diakses 3 Februari 2011. http://ci.nii.ac.jp/els/110007025831
V. SUMBER INTERNET Anastasia. (2015). The Biography.com website. Diakses 06:12, 5 Maret 2015, From http://www.biography.com/people/anastasia-9184008. Konkoukyou (1994). http://homepage3.nifty.com/y-maki/db/konkou.html. Diakses, 5 Juli 2015. Konkoukyou (2012). http://www.konkokyo.or.jp/eng/bri/index.html. Diakses, 6 Juli 2015. Konkoukyou Imari Kyoukai. (2005). http://www.hachigamenet.ne.jp/~konkokyo/frame_konkoukyotoha.htm Konkoukyou Izuo Kyoukai. (2015). http://www.relnet.co.jp/izuo/index.htm. Diakses 4 Juli 2015 Konkoukyou Tamamizu Kyoukai. (2015). http://www.tamamizu.org/syokai/idx_syokai.html#. Diakses, 3 Juli 2015.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
221
Ogawayouko.blog.shinobi.jp. Diakses Januari 2009. http://ogawayouko.blog.shinobi.jp/ Senda, Yuki. (2013). The Japanese Family on the Brink of Change? Nippon.com. Diakses 3 November 2014. http://www.nippon.com/en/currents/d00095/
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
SINOPSIS
Sinopsis Novel Kifujin A no Sosei (KAS) Tokoh aku atau sebut saja Gadis yang ditinggal mati ayahnya mendapat tugas menjaga Bibi Yuli istri pamannya. Paman Gadis lebih dahulu meninggal dunia dua bulan sebelum kepergian ayah Gadis. Paman Gadis adalah seorang pengusaha kaya yang mempunyai pabrik plastik, mempunyai banyak koleksi binatang yang diawetkan, dan mempunyai rumah yang besar dan mewah berikut para pembantu yang mengurus dan menjaga koleksinya. Paman Sang Gadis menikah dengan seorang perempuan Rusia yang merupakan pelarian dan mendapat suaka tinggal di Jepang. Usia istri Paman Gadis atau Bibi Yuli saat menikah adalah 69 tahun, sementara Paman Gadis berusia 51 tahun. Semua orang berpraduga bahwa perkawinan mereka tidak akan berjalan lama dengan anggapan Bibi Yuli hanya mengharapkan harta saja. Kiranya perkawinana mereka berjalan mulus selama sepuluh tahun lebih, dan kematian Paman Gadis yang memisahkan mereka. Sepeninggal ayahnya, ibu Gadis dan adiknya yang tidak punya tempat bergantung akhirnya pulang ke rumah orang tuanya untuk mencari penghidupan baru. Sementara Gadis yang setahun lagi akan menyelesaikan kuliahnya mendapat tugas menjaga dan merawat Bibi Yuli di rumahnya yang besar dengan imbalan biaya kuliah Gadis ditanggung dari warisan pamannya. Gadis
merawat dan
menjaga Bibi Yuli dengan baik dan tidak membuatnya berubah pikiran, walaupun kemudian Gadis mengetahui bahwa harta pamannya yang tersisa hanyalah rumah dan koleksinya saja. Gadis mempunyai pacar bernama Niko yang sering berkunjung ke rumah Bibi Yuli dan membantu segala sesuatu yang terkait dengan urusan rumah yang tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Gadis. Bibi Yulipun dengan senang hati menerima kehadiran Niko di rumah mereka walaupun Niko memiliki kelainan psikologis yaitu OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Baik Gadis maupun Bibi Yuli, keduanya memikirkan bagaimana cara untuk membantu menyembuhkan penyakit Niko dengan memberikan perhatian dan kasih sayang.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
224
Sang Gadis tidak menyadari bahwa bola mata biru bibinya dan kulitnya yang putih menarik perhatian seorang wartawan majalah pencinta binatang yang diawetkan bernama Ohara. Ohara melihat Bibi Yuli mirip dengan Putri Anastasia, putri ke empat dari Raja Nicholas II yang digulingkan di Rusia. Ohara kemudian mempublikasikan keberaadaan Bibi Yuli sebagai orang yang diduga mirip dengan Putri Anastasia di majalah yang dikelolanya. Sejak itu banyak tamu berdatangan ke rumah untuk bertemu dengan Bibi Yuli dan meminta tanda tangan. Ohara tanpa berbasa basi telah mendaulat dirinya sebagai manajer Bibi Yuli dan mengatur pertemuan Bibi Yuli dengan tamu-tamu. Ohara juga mendatangkan ahli sejarah untuk mewawancarai Bibi Yuli dan untuk membuktikan apakah Bibi Yuli benarbenar Putri Anastasia. Bibi Yuli sendiri sangat senang dengan kedatangan para tamu yang menganggap dirinya adalah Putri Anastasia. Bibi Yuli terkadang menyempatkan diri bermain sulap di depan tamu-tamunya, sebuah permainan yang sangat mahir dilakukannya. Bibi yang diwawancarai oleh para tamu sering bercerita mengenai kehidupannya semasa tinggal di istana di Rusia dan kehidupannya setelah tiba di Jepang. Gadis dan pacarnya Niko tidak percaya bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia, terlebih setelah mereka melihat Bibi Yuli pergi ke toko barang antik, mengumpulkan barang-barang yang kira-kira terkait dengan Rusia dan melihat Bibi membuka-buka album berisi foto-foto keluarga kerajaan Rusia. Ohara memberitahukan bahwa akan diadakan wawancara antara Bibi Yuli dengan para ahli untuk direkam dengan maksud akan ditayangkan di TV. Gadis dan Niko yang semula tidak begitu peduli dengan anggapan bahwa Bibi Yuli adalah Putri Anastasia, akhirnya ikut membantu Bibi Yuli menyiapkan diri agar ketika diwawancarai bisa menjawab pertanyaan yang terkait dengan Putri Anastasia dengan mempelajari silsilah keluarga kerajaan Rusia yang terakhir dan menyuruh Bibi Yuli menghafalkannya. Dari wawancara yang dilakukan untuk TV, ahli sejarah menyatakan kemungkinan Bibi Yuli adalah Putri Anastasia adalah 90% yang disimpulkan berdasarkan bukti fisik tampak luar dan dari foto ronsen rangka kepala dan susunan giginya. Sangat disayangkan beberapa hari setelah diwawancarai dan rekaman wawancara belum sempat di tayangkan di TV, Bibi Yuli meninggal dunia pada usia 80 di rumahnya di hadapan Gadis.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
225
Sinopsis Novel Hakase no Aishita Suushiki (HAS) Novel ini mengisahkan tentang seorang tokoh, sebut saja 1 Kaseifu 2 yang bekerja sebagai pengurus rumah tangga, di rumah Hakase3 yang sudah lansia dan tidak menikah. Kaseifu yang terlahir dari seorang ibu yang berambisi tinggi, terpaksa meninggalkan rumah ibunya sebab dirinya hamil di luar nikah. Kaseifu kemudian tinggal di panti ibu dan anak setelah melahirkan anak laki-lakinya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Kaseifu memilih bekerja sebagai pengurus rumah tangga karena mengurus rumah sudah dilakukannya sedari kecil sehingga hanya pekerjaan tersebut yang dirasa sesuai dengan dirinya. Dan benar saja, Kaseifu memperlihatkan hasil kerja yang baik pada setiap rumah majikan tempat dia ditugaskan. Satu ketika Kaseifu mendapat tugas bekerja di rumah seorang mantan profesor matematika bernama Hakase. Hakase semasa mudanya mendapat kecelakaan mobil yang mengakibatkan otaknya mengalami kerusakan dan hanya mampu mengingat segala sesuatu secara kontinyu selama 80 menit saja. Lewat dari waktu tersebut Hakase lupa apa yang telah terjadi. Untuk membantunya mengingat peristiwa sebelumnya, Hakase menempelkan memo-memo pada jas yang dipakainya. Satu memo yang selalu terselip adalah, “memoriku hanya 80 menit saja”. Biaya hidup Hakase ditanggung oleh Mibojin4 yang merupakan kakak ipar perempuan Hakase. Sedangkan kakak kandung Hakase sendiri sudah lama meninggal dunia. Biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup Hakase dan Mibojin diperoleh dari hasil sewa apartemen yang dibangun dari sisa warisan kakak laki1
Ogawa Yoko tidak menyebutkan nama dari setiap tokoh yang muncul dalam novel HAS ini. Oleh karena itu nama dari setiap tokoh diambil dari profesi atau julukan yang diberikan pada tokoh tersebut.
2
Kaseifu dalam bahasa Jepang berarti pengurus rumah tangga yang bekerja di rumah seseorang dari pagi hingga sore hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Bila pekerjaannya sudah selesai dan waktu bekerjanya sudah habis, kaseifu akan pulang ke rumahnya. Yang membayarkan gaji kaseifu adalah yayasan yang mengirimnya bekerja ke rumah-rumah.
3
Hakase dalam bahasa Jepang berarti seseorang yang sudah menamatkan pendidikan hingga jenjang S3 dan disebut juga dengan doktor. Hakase juga bermakna profesor bila ybs. berprofesi sebagai dosen pada satu universitas.
4
Mibojin dalam bahasa Jepang berarti perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya. Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
226
laki Hakase. Mibojin yang tidak punya anak dan juga sudah lansia tidak sanggup mengurus Hakase yang lupa ingatan seorang diri kemudian menggaji seorang pengurus rumah tangga. Mibojin sudah mempekerjakan banyak pengurus rumah tangga untuk mengurus Hakase namun hamper semua tidak bertahan lama hingga akhirnya Mibojin mendapatkan Kaseifu. Mibojin sendiri tidak suka berinteraksi dengan Kaseifu dan melarang Kaseifu untuk berkunjung ke rumahnya yang berupa rumah induk sementara Hakase tinggal di paviliyunnya. Kaseifu dalam mengurus keperluan Hakase, melakukan pekerjaannya dengan baik. Di sela-sela waktu kerjanya Kaseifu banyak bercerita dengan Hakase dan mulai belajar matematika dari Hakase. Kaseifu yang hanya tamatan SMA merasa senang dapat belajar berulang-ulang mengenai hal yang belum dipahami karena Hakase lupa telah mengajarkan hal yang sama. Dari percakapan mereka, Hakase mengetahui keberadaan anak laki-laki Kaseifu yang sudah berumur 10 tahun. Hakase kemudian menyuruh Kaseifu memberitahukan pada anaknya agar sepulang sekolah datang ke rumah Hakase. Hakase sangat menyukai anak-anak tak terkecuali anak Kaseifu. Hakase memberi nama Ruto kepada anak Kaseifu karena bagian atas kepalanya datar seperti lambang akar dalam matematika. Hakase sangat senang dengan kehadiran Ruto sepulang sekolah di rumahnya. Hakase dapat mengajarkan Ruto matematika dan membantunya membuat PR. Hakase juga mempunyai hobi yang sama dengan Ruto yaitu olah raga baseball. Sejak bertemu pertama kali dengan Ruto, hubungan Hakase dan Ruto semakin akrab. Hakase memperlihatkan perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada Ruto. Memiliki hobi yang sama antara Ruto dan Hakase menggugah Kaseifu untuk mengajak keduanya menonton pertandingan baseball secara langsung. Hakase yang jarang sekali keluar rumah tiba-tiba mendapat demam panas sepulang menonton baseball. Kaseifu memutuskan untuk menginap di rumah Hakase agar dapat menjaga Hakase yang sedang sakit. Kiranya Tindakan Kaseifu menginap di rumah Hakase adalah satu pelanggaran dalam kontrak kerja mereka. Dengan berat hati Kaseifu terpaksa menerima dipindahkan bekerja di tempat lain dan Ruto tidak bisa lagi berkunjung ke rumah Hakase.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
227
Tanpa sepengetahuan Kaseifu, Ruto mengunjungi Hakase di rumahnya dan meminta Hakase membacakan buku yang baru dipinjamnya di perpustakaan. Mibojin yang melihat kehadiran Ruto di rumah Hakase menuduh Kaseifu telah bersekongkol dengan anaknya untuk menarik perhatian Hakase agar mendapatkan uangnya. Kaseifu menjelaskan kepada Mibojin tentang hubungan dirinya, Ruto dan Hakase. Melihat bagaimana senangnya Hakase dengan kehadiran Ruto membuat Mibojin tersadar akan prasangkanya selama ini dan akhirnya mengijinkan Kaseifu bekerja di rumah Hakase kembali. Hakase, Kaseifu dan Ruto kembali menjalani kehidupan seperti sebelumnya dengan gembira, namun kegembiraan mereka terhenti setelah merayakan ulang tahun Ruto yang ke sebelas. Hakase kembali mengalami gangguan ingatan dan kali ini memori Hakase hilang sama sekali. Hakase tidak dapat mengingat apapun kecuali yang dialaminya sebelum kecelakaan. Akhirnya Mibojin memutuskan untuk memasukkan Hakase ke panti rehabilitasi agar mendapatkan perawatan intensif dari para ahli. Walaupun tidak bekerja lagi di rumah Hakase, Kaseifu bersama Ruto secara rutin mengunjungi Hakase di panti rehabilitasi hingga diakhir novel diceritakan Ruto menamatkan pendidikannya dan menjadi guru matematika di salah satu SMP di kotanya. Sinopsis Novel Miina no Koushin (MNK) Dalam novel ini dikisahkan mengenai pengalaman Tomoko, gadis belia berusia 12 tahun ketika selama setahun tinggal di rumah keluarga saudara perempuan ibunya. Tomoko yang telah ditinggal mati ayahnya dititipkan oleh ibunya di rumah keluarga bibinya di kota Ashiya. Ibu Tomoko terpaksa melakukan hal ini karena akan belajar di Tokyo untuk menambah keterampilannya sementara untuk mengajak Tomoko ikut serta ke Tokyo tidak tersedia biaya yang cukup. Kehadiran Tomoko disambut dengan gembira oleh semua anggota keluarga bibinya yang bernama Hiromi. Anggota keluarga di rumah bibinya adalah Erich, suami bibinya, Miina anak perempuan bibinya yang lebih muda setahun dari Tomoko, Nenek Rosa seorang perempuan Jerman ibu mertua Hiromi, dan Yoneda pembantu rumah tangga yang seusia dengan Nenek Rosa. Selain itu ada Kobayashi yang mengurus taman dan badak mini dari Liberia yang diberi nama Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
228
Pochiko. Kobayashi datang setiap hari ke rumah tersebut dan tidak tinggal di sana. Hiromi juga mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Ryuuichi yang sedang bersekolah di Swiss. Tomoko kemudian mengetahui bahwa sepupunya Miina sejak kecil sering sakit-sakitan. Penyakit asma yang dideritanya membuatnya tidak leluasa untuk keluar rumah dengan kendaraan bermotor yang mengeluarkan asap. Untuk mengantarnya ke sekolah setiap hari, Miina mengendarai Pochiko yang dituntun oleh Kobayashi. Karena penyakitnya Miina lebih banyak di rumah dan menghabiskan waktunya dengan membaca berbagai buku yang dikoleksi di rumahnya yang besar dan mewah. Untuk gadis seusianya yang baru duduk di kelas enam SD, Miina adalah seorang gadis yang cerdas. Miina sudah menguasai banyak huruf kanji dan sudah bisa membaca buku yang berat bahkan serius seperti novel Kawabata Yasunari. Miina mengoleksi kotak korek api karena menyukai gambar-gambar pada kotak tersebut dan mengarang cerita berdasarkan gambar-gambar pada kotak korek api tersebut. Baik Hiromi maupun Nenek Rosa, keduanya disibukkan dengan kesenangan mereka sendiri, seperti Nenek Rosa yang selalu berdandan rapi dengan menggunakan kosmetik yang mahal dan memakai pakaian yang mewah. Sedangkan Hiromi lebih banyak menghabiskan waktunya dengan merokok dan minum wiski. Untuk mengurus rumah seperti memasak dan berbenah, semua dikerjakan oleh Yoneda. Yoneda bekerja di rumah tersebut sejak Nenek Rosa datang dari Jerman dan menikah dengan pria Jepang yang merupakan orang tua Erich. Yoneda yang diperlakukan seperti keluarga sendiri tidak hanya mengatur rumah namun juga mengatur Tomoko dan Miina terutama mengenai waktu belajar, waktu makan dan waktu tidur. Hal yang baik atau tidak untuk anak-anak ditentukan oleh Yoneda dan anak-anakpun bila ingin melakukan sesuatu akan meminta izin kepada Yoneda. Hiromi sebagai seorang ibu hanya disibukkan bila penyakit asma yang diderita Miina kambuh. Hiromi menjaga dan merawat Miina dengan baik hingga penyakitnya mereda. Di waktu senggangnya Hiromi menyibukkan diri dengan mencari huruf kanji yang salah ketik dari berbagai buku, pamlet atau tulisan apa saja yang ditemui kemudian menyurati lembaga atau perusahaan yang
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
229
mengeluarkan tulisan tersebut. Sedangkan Nenek Rosa hanya disibukkan sekali setahun ketika akan merayakan Natal. Semua persiapan untuk menghadapi Natal mulai dari makanan yang akan dihidangkan, pohon natal dan semua pernakperniknya dikerjakan Nenek Rosa dan dibantu oleh anggota keluarga yang lain. Sementara Erich jarang sekali berada di rumah. Erich tinggal di rumah untuk beberapa hari dan setelah selesai memperbaiki barang-barang yang rusak di rumah tersebut, Erich meninggalkan rumah dan tidak pulang berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Anggota
mempermasalahkan
ketiadaan
keluarga Erich
di
yang
lain
sepertinya
tengah-tengah
mereka.
tidak Tomoko
beranggapan Erich mungkin disibukkan oleh pekerjaannya sebagai presiden direktur pada pabrik minuman Fressy warisan ayahnya. Perusahaan minuman yang berjalan dengan baik membuat keluarga ini mampu membangun rumah mewah ala Eropa yang mempunyai kamar enam belas buah dan dilengkapi dengan berbagai perabotan dan lukisan mahal. Rumah ini dibangun oleh ayah Erich agar istrinya dapat merasakan suasana seperti ketika tinggal di Jerman. Gaya hidup mewah juga terlihat dalam penampilan Erich sehari-hari. Erich membelikan Tomoko baju seragam sekolah di toko yang paling bagus di kotanya. Erich juga sering mengundang chef dari restoran terkenal untuk memasak di rumah mereka. Chef ini membuatkan serbet khusus untuk setiap anggota keluarga dengan membordirkan nama penggunanya di sudut serbet tersebut. Untuk menyambut kedatangan Tomoko sebagai anggota keluarga mereka yang baru, Tomoko juga dibuatkan serbet yang bertuliskan namanya. Kebersamaan dalam keluarga ini dirasakan oleh Tomoko tidak hanya ketika makan masakan Eropa yang dimasak chef hotel, juga ketika Ryuuichi pulang ke rumah pada liburan musim panas. Mereka sekeluarga pergi jalan-jalan ke pantai dan menikmati kebersamaan mereka. Setelah acara makan bersama, Erich tidak pulang lagi ke rumah. Erich tiba-tiba muncul di rumah ketika membawa tukang untuk menukar kunci rumah dan memasang alarm setelah rumah dimasuki maling. Erich juga berada di rumah ketika Tomoko yang pamit untuk belajar di perpustakaan tidak pulang-pulang padahal hari sudah malam. Namun sejak terjadinya kebakaran hutan di samping
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
230
rumah mereka dan kematian Pochiko di malam natal itu, membuat Erich selalu berada di rumah dan tidak pernah meninggalkan rumah. Setelah ibu Tomoko menyelesaikan sekolahnya, Tomoko kembali pindah ke kotanya yang tinggal bersama dengan ibunya. Tomoko berkunjung ke rumah itu lagi ketika Yoneda meninggal dunia. Tomoko sering berkirim kabar dengan Miina sepupunya yang menyelesaikan studinya di Jerman dan mendirikan perusahaan yang menerjemahkan karya sastra. Setahun setelah kematian Yoneda, Nenek Rosa juga meninggal dunia, perusahaan minuman di jual begitu juga dengan rumah mereka yang luas . Miina kemudian mengajak ayah dan ibunya untuk tinggal di Jerman bersamanya di apartemen yang pernah ditinggali Nenek Rosa semasa hidup di Jerman.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
DAFTAR KARYA OGAWA YOKO Ogawa Yoko adalah novelis yang produktif sejak debutnya pada tahun 1988. Ogawa Yoko banyak menulis novel dan esai, baik mandiri maupun berkelompok. Ogawa pada tahun 2003 juga pernah menerjemahkan novel karya Ivan Turgenev yang berjudul Cinta Pertama. Karya Ogawa juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Jerman dan lainnya. Berikut ini adalah karya Ogawa Yoko berupa novel, essai, dan novelnya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya Berupa Novel : 1. Tahun 1989, Kanpekina Byoushitsu ࠗ⎍࡞ᐊ࠘(Ruang Perawatan yang Sempurna). 2. Tahun 1989, Agehachou Ga Kowareru Toki ࠗᥭ⩚⼖ࡀቯࢀࡿ࠘ (Ketika Sayap Kupu-Kupu Patah). 3. Tahun 1990, Samenai Koucha ࠗ ෭ ࡵ ࡞ ࠸ ⣚ Ⲕ ࠘ (Teh yang Tidak Pernah Dingin). 4. Tahun 1991, Ninshin Karenda ࠗ ዷ ፎ ࢝ ࣞ ࣥ ࢲ ࣮ ࠘ (Kalender Kehamilan). 5. Tahun 1991, Shuuga Taimu ࠗࢩ࣮ࣗ࢞ࢱ࣒࠘(Waktu Gula). 6. Tahun 1991, Yohaku No Aiࠗవⓑࡢឡ࠘(Cinta yang Berbatas) 7. Tahun 1993, Angelina ࠗࣥࢪ࢙࣮ࣜࢼ࠘(Angelina). 8. Tahun 1994, Hisoyakana Kesshou ࠗᐦࡸ࡞⤖ᬗ࠘(Kristal Rahasia) 9. Tahun 1994, Kusuri Yubi No Hyouhon ࠗ⸆ᣦࡢᶆᮏ࠘( Spesimen Jari Manis) 10. Tahun 1996, Shishuusuru Shoujo ่ࠗ⧆ࡍࡿᑡዪ࠘(Gadis Penyulam). 11. Tahun 1996, Yasashii Uttae ࠗࡸࡉࡋ࠸ッ࠼࠘(Gugatan yang Ramah). 12. Tahun 1996, Hoteru Airisu ࠗ࣍ࢸ࣭ࣝࣜࢫ࠘(Hotel Irish)
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
232
13. Tahun 1998, Koori Tsuita Kaori ࠗࡾࡘ࠸ࡓ㤶ࡾ࠘(Aroma yang Membeku). 14. Tahun 1998, Kamokuna Shigai, Midarana Tomurai ࠗᐻ㯲࡞Ṛ㧁ࠊࡳࡔ ࡽ࡞ᘫ࠸࠘(Mayat yang Diam dan Pemakaman yang Tak Senonoh). 15. Tahun 2000, Guuzen No Shukufukuࠗഅ↛ࡢ⚃⚟࠘ (Keberuntugan yang Kebetulan). 16. Tahun 2000, Chinmoku No Hakubutsukan ࠗỿ㯲༤≀㤋࠘(Museum yang Diam). 17. Tahun 2001, Mabuta ࠗࡲࡪࡓ࠘(Kelopak Mata). 18. Tahun 2002, Kifujin A No Sosei ࠗ㈗፬ே㸿ࡢ⸽⏕࠘(Kebangkitan Bangsawan A). 19. Tahun 2003, Hakase No Aishita Suushiki ࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang Profesor). 20. Tahun 2004, Burafuman No Maisou ࠗࣈࣛࣇ࣐ࣥࡢᇙⴿ࠘(Pemakaman Brahmana). 21. Tahun 2006, Otogibanashi No Wasureru Mono ࠗ࠾ࡂヰࡢᛀࢀ≀࠘ (Dongeng Benda yang Ketinggalan). 22. Tahun 2006, Miina No Koushin࣑࣮ࠗࢼࡢ⾜㐍࠘ (Parade Miina). 23. Tahun 2006, Umi ࠗᾏ࠘(Laut). 24. Tahun 2007, Hajimete No Bungaku ࠗ ࡣ ࡌ ࡵ ࡚ ࡢ ᩥ Ꮫ ࠘ (Sastra Pertama). 25. Tahun 2007, Yoake No Fuchi O Samayou Hitobito ࠗኪ᫂ࡅࡢ⦕ࢆࡉ㏞ ࠺ேࠎ࠘(Orang-Orang yang Mengembara di Ujung Fajar). 26. Tahun 2009, Neko O Idaite Zou To Oyogu ࠗ⊧ࢆᢪ࠸࡚㇟Ὃࡄ࠘ (Memeluk Kucing, Berenang dengan Gajah). 27. Tahun 2010, Genkou Reimai Nikki, ࠗཎ✏㞽ᯛ᪥グ࠘(Buku Harian Tanpa Naskah). 28. Tahun 2011, Hitojichi No Roudokukai, ࠗே㉁ࡢᮁㄞ࠘(Pertunjukan Sandera).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
233
29. Tahun 2011, Anne Furanku O Tazunete ࠗࣥࢿ࣭ࣇࣛࣥࢡࢆᑜࡡ࡚࠘ (Mempertanyakan Anne Frank). 30. Tahun 2012, Saihate Aakeedo, ࠗ᭱ᯝ࡚࣮ࢣ࣮ࢻ࠘(Arkade Paling Jauh). 31. Tahun 2012, Kotori, ࠗࡇࡾ࠘(Burung Kecil). 32. Tahun 2013, Itsumo Karera Wa Dokokani ࠗ࠸ࡘࡶᙼࡽࡣࡇ࠘ (Mereka Selalu ke Satu Tempat).
Karya Berupa Kumpulan Essai. 1. Tahun 1993, Yousei Ga Maioriru Yoru ࠗዿ⢭ࡀ⯙࠸㝆ࡾࡿኪ࠘(Malam Turunnya Peri). 2. Tahun 1995, Anne Furanku No Kioku ࠗࣥࢿ࣭ࣇࣛࣥࢡࡢグ᠈࠘ (Memori Anne Frank). 3. Tahun 1999, Fukaki Kokoro No Soko Yori ࠗ῝ࡁᚰࡢᗏࡼࡾ࠘(Dari Lubuk Hati yang Terdalam). 4. Tahun 2006, Inu No Shippo O Nadenagara ࠗ≟ࡢࡋࡗࡱࢆ᧙࡛࡞ࡀࡽ࠘ (Sambil Membelai Ekor Anjing). 5. Tahun 2007, Monogatari No Yakuwari ࠗ≀ㄒࡢᙺ࠘(Peranan Cerita Dongeng). 6. Tahun 2007, Hakase No Hondana ࠗ༤ኈࡢᮏᲴ࠘(Rak Buku Sang Profesor). 7. Tahun 2008, Kagaku No Tobira O Nokku Suru ࠗ⛉Ꮫࡢᡬࢆࣀࢵࢡࡍࡿ࠘ (Mengetuk Pintu Ilmu Alam). 8. Tahun 2009, Kokoro To Hibikiau Dokusho Annai ࠗᚰ㡪ࡁྜ࠺ㄞ᭩ ෆ࠘(Mengantar Bacaan yang Bergema di Hati). 9. Tahun 2009, Karaa Hiyoko To Koohiimame, ࣮ࠗ࢝ࣛࡦࡼࡇࢥ࣮ࣄ ࣮㇋࠘(Anak Ayam Berwarna dan Biji Kopi). 10. Tahun 2010, Oinorinagara Kaku [Michi] Shiriizu 2, ࠗ࠾♳ࡾ࡞ࡀࡽ᭩ ࡃࠕࡳࡕࠖࢩ࣮ࣜࢬ㸰࠘(Menulis Sambil Berdoa, Jalan, Seri 2). 11. Tahun 2011, Mousou Kibun ࠗዶẼศ࠘(Perasaan Khayalan).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
234
12. Tahun 2012, Tonikaku Sanpou Itashimashou ࠗࡃᩓṌࡋࡲࡋࡻ ࠺࠘(Mari Berjalan Kaki Saja). Karya Ogawa Yoko Yang Diterjemahkan ke Dalam Bahasa Inggris 1. Tahun 1988, ࠗࢠࣈࢫࢆࡿே࠘Gibusu O Uru Hito (The Man Who Sold Braces), diterjemahkan oleh Shibata Motoyuki. 2. Tahun 1990, ࠗࢲࣅࣥࢢ࣭ࣉ࣮ࣝ࠘Daibingu Puuru (The Diving Pool: Three Novellas), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 3. Tahun 1991, ࠗኤᬽࢀࡢ⤥㣗ᐊ㞵ࡢࣉ࣮ࣝ࠘Yuugure No Kyuushoku Shitsu To Ame No Puuru (The Cafetaria in the Evening and a Pool in the Rain), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 4. Tahun 1991, ࠗࢻ࣑ࢺ࣮ࣜ࠘Domitorii (Dormitory), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 5. Tahun 1996, ࠗࢺࣛࣥࢪࢵࢺ࠘Toranjitto (Transit), diterjemahkan oleh Alisa Freedman. 6. Tahun 1996, ࠗ࣍ࢸࣝࣜࢫ࠘Hoteru Airisu (Hotel Iris), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 7. Tahun 2005, ࠗዷፎ࢝ࣞࣥࢲ࣮࠘Ninshin Karendaa (Pregnancy Diary), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 8. Tahun 2008, ࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘Hakase No Aishita Suushiki (The Housekeeper and the Professor), diterjemahkan oleh Stephen Snyder. 9. Tahun 2013, Kamokuna Shigai, Midarana Tomuraiࠗᐻ㯲࡞Ṛ㧁ࠊࡳࡔ ࡽ࡞ᘫ࠸࠘( Revenge), diterjemahkan oleh Stephen Snyder.
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.
PENGHARGAAN YANG DIPEROLEH OGAWA YOKO
1. Tahun 1988, Penghargaan bagi pendatang baru di dunia sastra pada Majalah Kaien, ࠕᾏ⇩᪂ேᩥᏛ㈹ࠖKaien Shinjin Bungakushou, atas novel berjudul Agehachou Ga Kowareru Tokiࠗᥭ⩚⼖ࡀቯࢀࡿ࠘ (Ketika Sayap Kupu-Kupu Patah). 2. Tahun 1990, Penghargaan Akutagawa, ࠕⰰᕝ㈹ࠖ Akutagawashou, atas novel berjudul Ninshin Karendaa ࠗ ዷ ፎ ࢝ ࣞ ࣥ ࢲ ࣮ ࠘ (Kalender Kehamilan). 3. Tahun 2003, Penghargaan Sastra dari Yomiuri, ࠕㄞᩥᏛ㈹ࠖYomiuri Bungakushou atas novel berjudul Hakase No Aishita Suushikiࠗ༤ኈࡢឡ ࡋࡓᩘᘧ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang Profesor).
4. Tahun 2004, Penghargaan Buku Terlaris,ࠕᮏᒇ㈹ࠖHonya Daishou atas novel berjudul Hakase No Aishita Suushikiࠗ༤ኈࡢឡࡋࡓᩘᘧ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang Profesor). 5. Tahun 2004, Penghargaan Sastra dari Izumi Kyouka, ࠕἨ㙾ⰼᩥᏛ㈹ࠖ Izumi Kyouka Bungakushou atas novel berjudul Burafuman No Maisou ࠗࣈࣛࣇ࣐ࣥࡢᇙⴿ࠘( Pemakaman Brahmana). 6. Tahun 2005, Penghargaan Penerbitan Buku dari Asosiasi Matematika di Jepang,ࠕ᪥ᮏᩘᏛฟ∧㈹ࠖNihon Suugakukai Shuppanshou
atas
novel berjudul Hakase No Aishita Suushiki ࠗ ༤ ኈ ࡢ ឡ ࡋ ࡓ ᩘ ᘧ ࠘ (Rumus yang Dicintai Sang Profesor).
Universitas Indonesia
Keluarga Jepang..., Rima Devi, FIB UI, 2015.