言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
PENOLAKAN MASYARAKAT JEPANG TERHADAP AMERIKA DALAM NOVEL SEIJOKI NO KIKOENAI HEYA KARYA LEVY HIDEO
Rachmidian Rahayu Jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Abstrak Seijoki no Kikoenai Heya merupakan shishosetsu (I novel) berbahasa Jepang yang ditulis oleh Levy Hideo, pengarang berkebangsaan Amerika. Cerita dalam novel ini mengisahkan seorang remaja Amerika bernama Ben Isaac yang baru pertama kali datang ke Jepang. Ben yang tertarik dengan Jepang bermaksud untuk belajar bahasa Jepang dan bergaul dengan orang Jepang. Akan tetapi, semakin Ben berusaha untuk dekat dengan Jepang, semakin terasa pula penolakan orang Jepang. Penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika ini menentang wacana orientalisme. Wacana tersebut berupa teks-teks Barat yang berbicara mengenai Timur diciptakan untuk mengukuhkan superioritasnya terhadap Timur. Kata Kunci: Seijoki no Kikoenai Heya, orientalisme, Amerika, Jepang, Levy Hideo Pendahuluan Seijoki no Kikoenai Heya (selanjutnya ditulis SKH) merupakan novel berbahasa Jepang, ditulis oleh Levy Hideo yang merupakan seorang pengarang kelahiran Berkley, Amerika. Nama Hideo yang identik dengan nama Jepang tidak berkaitan dengan identitas Levy berdarah atau keturunan Jepang. Nama Hideo diberikan oleh ayah Levy dari salah satu teman Jepang ayahnya yang ditahan di American concentration camp selama Perang Dunia II (Nihongo Institute Newsletter No.3, 1999). Latar belakang pendidikan Levy dalam kesusastraan Jepang turut menjadi alasan Levy memutuskan untuk menulis pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk karya sastra dalam bahasa Jepang. Selain itu, dalam situs The Cristian Science Monitor (1992) Levy mengungkapkan ingin masuk ke dalam kelompok elit masyarakat Jepang, dan menurutnya salah satu caranya adalah melalui karya sastra. Dalam kesusastraan Jepang, Levy merupakan penulis non-Jepang yang paling produktif (Kleeman, 2012). SKH yang merupakan novel pertama Levy terjual lebih dari 6000 eksemplar di tahun yang sama ketika diterbitkan, yaitu tahun 1992. Penjualan ini dinilai bagus karena biasanya untuk kategori junbungaku (novel serius), dalam satu tahun hanya dua atau tiga novel yang terjual lebih dari 10.000 eksemplar (Schofield, 1992). SKH diceritakan melalui tuturan orang ketiga dengan tokoh utama seorang remaja berkebangsaan Amerika bernama Ben Isaac. Narasi yang diceritakan melalui tuturan orang ketiga ini, tidak dapat dipungkiri bahwa sudut pandang penceritaan adalah sudut pandang pengarang sendiri sebagai seseorang yang |1
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
berasal dari Amerika. Akan tetapi, SKH tidak serta merta menampilkan superitoritas Barat dengan Timur sebagai pembanding. Hal ini bertentangan dengan wacana orientalisme yang mengatakan bahwa teks-teks Barat merupakan panggung imajinatif untuk menampilkan Timur sebagaimana seharusnya menurut Barat (Said, 1977). SKH menghadirkan kritik terhadap masyarakat Jepang (Brown dan Clarke, 1992). Masyarakat Jepang dalam SKH diceritakan melakukan demonstrasi karena menentang tindakan Amerika terkait invansi yang dilakukan Amerika terhadap Vietnam. Selain demonstrasi, masyarakat Jepang diceritakan tidak menerima kehadiran orang Amerika di Jepang. Peristiwa ini tidak hanya didapat dari narasi orang ketiga saja, tetapi juga dari tokoh Amerika dan tokoh Jepang. Tokoh-tokoh Jepang dibiarkan untuk menguasai narasinya sendiri tanpa batasan-batasan tertentu yang kerap terdapat dalam teks-teks Barat yang berbicara mengenai Timur. Akibatnya, Jepang yang ditampilkan pun adalah Jepang yang menolak kehadiran Amerika. Oleh sebab itulah Brown dan Clarke menganggap SKH sebagai kritik terhadap Jepang, karena Amerika sebagai negara yang merasa superior dibandingkan Jepang tidak menerima sikap dan perlakuan masyarakat Jepang terhadap Amerika. Pembahasan 1. Landasan Teori Orientalisme merupakan wacana mengenai Barat dan Timur. Orientalisme dikatakan sebagai wacana, karena seseorang tidak akan mungkin mampu memahami disiplin yang sangat sistematis, yang dengannya budaya Barat mampu mengatur – bahkan mencipta – dunia Timur (Cahyadi, 2004:47). Melalui wacana ini memungkinkan untuk menelusuri hubungan-hubungan antara yang tampak dengan yang tersembunyi dan yang dominan dengan yang marginal. Melalui wacana ini juga dimungkinkan untuk melihat bagaimana kekuasaan itu bekerja melalui bahasa, sastra, budaya, dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan sehari-hari (Loomba, 2000). Terkait dengan wacana orientalisme ini, menurut Said wacana dominan mengkonstruksi bagaimana seharusnya representasi Barat dan Timur, sehingga tampilan yang tampak tidak seperti apa adanya. Dengan demikian, Barat dan Timur sama-sama menjustifikasi takdirnya dan menguatkan identitas mereka dalam relasi subjek-objek (1977). Akan tetapi, Said kemudian memaparkan bahwa bahwa saat ini mulai muncul representasi hibriditas mengenai Timur, salah satunya Jepang. Representasi ini telah memberikan dampak yang luas terhadap isu kekinian dan telah dibahas diberbagai tempat (Said, 1977:285). Salah satunya adalah Amerika yang memiliki keterkaitan sejarah dengan Jepang. Jepang yang ketika Perang Dunia II diduduki oleh Amerika, selalu terlibat dalam kegiatan militer Amerika (Reischauer, 1982). Akan tetapi, ketika terjadinya perang Vietnam, kebanyakan orang Jepang menentang posisi Amerika di Vietnam dan menganggapnya sebagai ancaman untuk melibatkan Jepang dalam petualangan-petualangan militer Amerika (Reischauer, 1982:45). Ketika itulah banyaknya terjadi demonstrasi besar-besaran yang bukan sekedar mengkritisi posisi Amerika di Vietnam, tetapi hingga mengusir keberadaan Amerika di Jepang (Reischauer, 1982). |2
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Meskipun demikian, Jepang tetap mengakui Barat (baca: Amerika) sebagai kawasan yang paling maju, tetapi dengan Jepang yang berada di tengah, sedangkan kawasan Asia lain berada di bawah (Sugimoto, 2010:189). Dengan demikian, Jepang Jepang tidak masuk dalam kategori manapun dalam wacana orientalisme yaitu baik Barat ataupun Timur Reischauer (1982) . Oleh karena itu, wacana mengenai Barat dan Timur hanya terbatas pada persoalan geografis. Jepang pun tetap ditampilkan sebagai negara yang mengakui superioritas Amerika. Salah satunya adalah dengan melakukan peniruan. Peniruan ini dapat dikatakan sebagai pengakuan Timur yang menganggap Barat lebih unggul. Peniruan tersebut menurut Said (1977) dapat terjadi selama orang dapat terus melakukan suatu generalisasi yang kukuh dan luas, karena selama itu pula Timur akan mengikuti Barat. Seperti para mahasiswa (dan guru-guru besar) Timur yang masih terus bersimpuh di kaki orientalis-orientalis Amerika untuk kemudian mengulangi klise-klise dogma orientalis di hadapan para pendengar di negerinegeri mereka. Sistem reproduksi semacam ini pada akhirnya membuat seorang cendekiawan Timur mau tidak mau harus menggunakan pendidikan Amerikanya untuk merasa lebih unggul dari kaumnya sendiri dengan alasan karena ia mampu menguasai sistem orientalis. (Said, 1997:232-234). Salah satu dampak begitu kuatnya pengaruh Amerika di Jepang menurut Reischaeur (1982) adalah tiap orang Barat di Jepang hampir secara otomatis dianggap orang Amerika, kecuali ia dapat membuktikan yang sebaliknya. Ketika berbicara dengan orang asing pun, orang Jepang selalu berusaha untuk menggunakan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan orang Jepang bukan untuk mempraktekkan bahasa Inggris mereka, tetapi menurut Mitsuyoshi (2007) di kalangan orang Jepang masih kuat pemikiran bahwa bahasa Jepang hanyalah milik orang Jepang. Jadi, jika bila orang asing berbicara dalam bahasa Jepang, tidak peduli bagaimanapun buruknya, ia dapat pujian untuk prestasi yang luar biasa ini, seakan-akan ia seorang anak dungu yang tiba-tiba saja memperlihatkan suatu kepintaran (Reischaeur, 1982). Penyebabnya orang Jepang menganggap sudah semestinya orang asing adalah asing dan akan tetap asing – yaitu orang luar (Reischauer, 1982:546). Berbicara mengenai ‘orang luas’ ini, terkait dengan sistem masyarakat yang ada di Jepang. Sistem ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nakane (1981) berupa uchi ‘dalam’ dan soto ‘luar’. Dalam konteks ini uchi berarti orang Jepang, sedangkan soto adalah orang selain Jepang. Sistem ini diperkuat lagi oleh Reischauer (1982:541), bahwa bagi orang Jepang garis antara ‘kami’ orang Jepang sebagai kelompok bangsa dan ‘mereka’ bagian umat manusia lainnya tampaknya lebih tajam bagi mereka ketimbang bagi kebanyakan bangsa yang turut berpartisipasi dalam kehidupan internasional. Terdapat hal yang menarik mengenai garis pembatas antara ‘kami, orang Jepang’ dengan ‘mereka, bukan orang Jepang’ tersebut. Garis pembatas ini dalam wacana orientalisme kerap dilakukan Barat ‘kami’ untuk membedakannya dengan Timur ‘Liyan’. Ternyata, Jepang juga melakukan hal yang sama untuk membedakan dirinya dengan yang lain/Liyan.
|3
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
2. Penolakan Masyarakat Jepang terhadap Amerika dalam Seijoki no Kikoenai Heya Jepang dalam SKH dihadirkan melalui cerita tokoh utama Ben. Penggambaran Jepang dimulai ketika narasi menceritakan Ben mendatangi Jepang untuk pertama kalinya. Persentuhan Amerika dengan Jepang pun terjadi karena Ben mulai belajar bahasa Jepang dan ingin mengetahui Jepang lebih jauh. Dalam SKH, narasi didominasi oleh suara narator sebagai orang ketiga. Selain itu, dari tokoh Amerika yaitu Ben dan ayahnya, serta tokoh Jepang; Ando, para mahasiswa Jepang dan masyarakat Jepang. Selama di Jepang Ben menyadari bahwa ia tidak dapat masuk ke dalam tatanan masyarakat Jepang meskipun hanya untuk diterima di Jepang. Sikap masyarakat Jepang ini merupakan penolakann terhadap Amerika. Penolakan tersebut didapat dari tokoh Amerika dan tokoh Jepang. Ayah Ben adalah tokoh Amerika yang menggambarkan penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika. Hal tersebut dapat terlihat ketika ayah Ben, Jacob Isaac memasuki kamar anaknya. Dia mendapati Ben membungkuk di atas meja dengan buku-buku catatan hiragana, katakana dan kanji aneh. Jacob Isaac pun menjadi emosi. 「お前がそんなことをしたら日本人になれるとでも思っているのか 」 べんは口をつぐんだまま、しっかりした手つきで縦の文字をりつづ けた。その背中には小さな震えが走った。 「お前は東京であれだけ勉強をしているくせに、まだ日本の常識が わかっていない」 いつもは無口な父がなおも言いつづけようとするのに、ベンは本当 に驚いた。 「お前がやつらのことばをいくら喋べれるようになったとしても、 結局やつらの目には、ろくに喋べれないし、喋ろうと思ったことも ない私とまったく同じだ。たとえお前が皇居前広場へいって、完璧 な日本語で『天皇陛下版際』と叫んでセップクをしたとしても、お 前はやつらのひとりにはなれない」。(Levy, 1992:71) “Omae ga sonna koto wo shitara Nihonjin ni nareruto demo omotte iru no ka.” Ben wa kuchi wo tsugundamama, shikkarishita tetsuki de tate no moji wo tsuzuristuzuketa. Sono senaka ni wa chiisana furue ga hashitta. “Omae wa Tokyou de aredake benkyou wo shiteirukuse ni, mada Nihon no joushiki ga wakatteinai” Itsumo wa muguchi na chichi ga naomo iitsuzukeyouto surunoni, Ben wa hontou ni odoroita. “Omae ga yatsura no koto ba wo ikura shabereruyouni nattatositemo, kekkyoku yatsura no me ni wa, roku ni shaberenaishi, shaberou to omotta kotomo nai watashi to mattaku onajida. Tatoe omae ga koukyoumaehiroba e itte, kanpeki na Nihongo de “Tenno Heika Bansai” to sakende seppuku wo shitatoshtiemo, omae wa yatsura no hitori ni wa naernai”
|4
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
“Kamu benar-benar berpikir akan dapat menjadi orang Jepang dengan melakukan itu?” Ben tetap bungkam dan melanjutkan untuk menulis karakter-karakter dari atas ke bawah dalam coretan kuat. Rasa gemetar kecil pun menuruni punggungnya. “Dengan semua yang telah kamu pelajari di Tokyo, kamu masih tidak mengerti hal sebenarnya mengenai Jepang.” Ben terkejut dengan ayahnya yang biasanya tidak banyak bicara. “Meskipun kamu dapat berbicara bahasa mereka, dalam pandangan mereka kamu akan selalu menjadi seperti saya yang tidak dapat berbicara dalam bahasa Jepang dengan tepat dan tidak pernah ingin melakukan itu. Sekalipun kamu berteriak ‘Hidup Kaisar!’ dalam bahasa Jepang yang baik dan melakukan seppuku, kamu tidak akan pernah dianggap menjadi bagian dari mereka”. Kata-kata yang keluar dari mulut Jacob Isaac menunjukkan ketidaksukaannya kepada Jepang dan orang-orangnya. Orang-orang Jepang yang digambarkan oleh Jacob Isaac adalah orang-orang yang menganggap orang asing bukan hanya tidak dapat berbicara dalam bahasa Jepang, tetapi juga tidak ingin belajar bahasa Jepang. Meskipun orang asing tersebut dapat berbahasa Jepang dengan baik dan melakukan hal yang dilakukan oleh orang Jepang seperti seppuku (bunuh diri dengan merobek perut), orang Jepang tidak akan pernah menganggap orang asing bagian dari Jepang. Dengan demikian, dalam masyarakat Jepang terdapat garis tegas antara orang Jepang sebagai ‘orang dalam’ dengan orang bukan Jepang atau ‘orang luar’. Garis tegas ini disebabkan adanya sistem kelompok didalam hirarki masyarakat Jepang berupa uchi ‘dalam’ dan soto ‘luar’. Dalam konteks ini uchi berarti orang Jepang, sedangkan soto adalah orang selain Jepang. Garis pembatas ini dilakukan Jepang untuk membedakan dirinya dengan yang lain/Liyan, seperti Barat yang selalu melakukan oposisi biner untuk membedakan dirinya dengan Timur. Apabila Barat melakukan pembedaan itu dengan menganggap dirinya superior, dalam SKH sendiri pembedaan itu dilakukan sebagai bentuk penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika. Jika pada kutipan sebelumnya, penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika disampaikan oleh suara dari tokoh Amerika, pada kutipan berikut disampaikan langsung oleh masyarakat Jepang di dalam teks secara eksplisit. 聞いた窓の外、広い学園のどこかでスローガンの遠音が空をかすめ た。スローガンは何百人もの集団が斉に叫んでいると聞こえた。そ の音が近くなると、「アンポーフンサイ」、「オキナワカエセー」 というリズミカルな鬨の声となって、熱いそよ風に運ばれて国際研 究所の二段ある留学生控え室まで届いてきた。(Levy, 1992:35)
|5
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Kiita mado no soto. Hiroi gakuen no dokoka de suroogan no toone ga sora wo kasumeta. Suroogan ha nannbyakuninn mono shuudan ga sai ni sakendeiru to kikoeta. Sono oto ga chikakunaruto, “Anpo Funsai”, “Okinawa kaese” to iu rizumikaru na toki no oto to natte, atsui soyo fuu ni hakobarete kokusai kenkyuusho no nidan aru ryuugakusei hikae shitsu made todoitekita. Entah berasal dari mana di universitas yang luas ini dapat terdengar suara menderu-deru yang makin kuat. Suara itu bagaikan teriakan ratusan orang yang sedang menyuarakan slogan penyatuan, dan gerombolan manusia ini makin dekat, dan teriakan yang mereka ulang berkali-kali makin jelas: “Hancurkan Anpo, kembalikan Okinawa!” 九月のおわりごろ、スローガンを叫ぶ声がうるさくなった日だった 。留学生控え室の開けたまどすぐ下。。。(Levy, 1992:39) Kugatsuno owari goro, suroogan wo sakebukoe ga urusakunatta hi datta. Ryuugakusei hikaeshitsu no aketamado sugu shita Pada suatu hari menjelang akhir September, teriakan itu terdengar semakin keras. Para demonstran mengambil posisi persis dibawah jendela-jendela ruang pojok mahasiswa asing yang terbuka. 「ヤンキー」 「ゴーホーム」(Levy, 1992:74) Yankii Go homu Yankee Pulang! Kutipan-kutipan di atas merupakan demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Jepang. Demonstrasi yang dilakukan oleh orang-orang Jepang tersebut bertujuan untuk mengusir keberadaan orang-orang Amerika di Jepang. Demonstrasi ini terkait dengan latar novel pada tahun 1967 ketika Amerika melakukan invansi terhadap Vietnam. Orang Jepang digambarkan menentang posisi Amerika di Vietnam. Teriakan “Hancurkan Anpo! 1 ” dan “Kembalikan Okinawa! 2 ” secara tegas dan langsung menentang hubungan Amerika dengan Jepang. Amerika pun tidak menjadi negara yang diinginkan kehadirannya oleh masyarakat Jepang, sehingga menunjukkan penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika. 1
Anpo adalah Perjanjian Keamanan Amerika dan Jepang.
Tuntutan pengembalian Okinawa karena ketika itu Okinawa dijadikan pangkalan militer oleh Amerika Serikat. 2
|6
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Bukan hanya di kampus, para demonstran juga mendatangi gedung konsulat Amerika di Yokohama tempat ayah Ben bekerja. Di depan gerbang konsulat Amerika, para demonstran secara tegas menyoraki “Yankee3, pulang!”. Kedatangan para dermonstran ke konsulat Amerika di Yokohama dan secara tegas menyoraki mereka untuk pulang, menandakan bukan hanya ditujukan untuk orang Amerika yang berada di dalam gedung konsulat. Tetapi juga masyarakat Amerika secara keseluruhan yang ada di Jepang, karena konsulat merupakan perwakilan dari suatu negara. Bukan hanya masyarakat awam, para mahasiswa Jepang pun melakukan demonstrasi di lingkungan kampus. Para demonstrasi mahasiswa terlihat sengaja mengambil posisi di bawah jendela pojok mahasiswa asing yang terbuka. Padahal mahasiswa asing tersebut belum tentu semuanya orang Amerika, atau dapat dikatakan para demonstran mahasiswa beranggapan di antara orang asing tersebut pasti terdapat orang Amerika. Terkait hal ini terdapat hal yang menarik dalam SKH mengenai keberadaan orang asing di Jepang. Peristiwa tersebut terjadi ketika Ben kabur dari konsulat dan ingin bekerja di salah satu kafe di Shinjuku. Di depan kafe tersebut terdapat pengumuman membutuhkan pelayan dan Ben mencoba melamar. Ben ditolak dan ketika Ben meninggalkan kafe tersebut, sang manejer mengatakan sebagai berikut. 「 お お 、 サ ン キ ュ ー 、 ケ ネ デ ィ 、 偉 い 、 グ ッ ド バ イ 」 (Levy, 1992:150) Ohh, sankyu, Kenne-di, erai, guddobai. Terima kasih, Kennedy adalah orang hebat, selamat jalan. Ben yang orang asing belum mengatakan bahwa ia berasal dari Amerika, tetapi sang manajer tersebut menebak bahwa Ben berasal dari Amerika. Dengan demikian, dapat dikatakan orang Barat yang ada di Jepang dianggap orang Amerika. Oleh karena itu, para demonstran mahasiswa yang sengaja berdemonstrasi di dekat pojok mahasiswa asing, dapat dikatakan juga mereka menganggap hal yang sama yaitu semua mahasiswa asing adalah orang Amerika. Dengan demikian, bagi orang Jepang terdapat stereotip bahwa semua orang asing adalah orang Amerika. Selain itu, tidak diterimanya Ben untuk bekerja di kafe tersebut adalah bentuk penolakan masyarakat Jepang terhadap Amerika. Selanjutnya tokoh Jepang yang juga digambarkan menolak Amerika adalah tokoh Ando. Ando tidak menganggap bahasa Inggris penting. Baginya bahasa Inggris tidak lebih dari mata pelajaran ujian masuk Perguruan Tinggi. 安藤にとって英語はあくまでも入学試験の一科目に過ぎなかった。 無事に入学した今、安藤は、「日本人である俺が、何で英語で喋ら なきゃいけないのか」とよく言った。 (Levy, 1992:52)
3
Yankee adalah sebutan untuk orang Amerika |7
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Andou ni totte eigo ha akuma demo nyuugakushikenn no ichi kamoku ni suginakatta. Buji ni nyuugakushita ima, Andou ha, “Nihonjin de aru ore ga, nande eigo de shaberanakyaikenai no ka” to yoku itta. Bagi Ando, bahasa Inggris tidak lebih dari mata pelajaran ujian masuk perguruan tinggi. Ando yang sekarang telah masuk perguruan tinggi, sering mengatakan, “Saya orang Jepang, lalu mengapa saya harus bisa berbicara bahasa Inggris?” Ando mengatakan ia bangga menjadi orang Jepang. Artinya Jepang yang belajar atau berbicara dalam bahasa Inggris dianggap tidak bangga menjadi orang Jepang. Meskipun telah berteman dengan Ben, ia tidak memanfaatkan Ben untuk dapat mempelajari bahasa Inggris. Pemikiran Ando seperti ini berbeda dengan mahasiswa Jepang lain di dalam teks yang gencar belajar bahasa Inggris. Jadi, Ando merupakan representasi masyarakat Jepang yang menolak Barat, dalam artian tidak menganggap bahasa Inggris sebagai bahasa yang penting. Tokoh Ando yang menganggap bahasa Inggris tidak penting berbanding terbalik dengan para mahasiswa Jepang lain. Para mahasiswa lain digambarkan sangat bangga dengan bisanya mereka berbahasa Inggris. Ando diejek ‘kampungan’ (Levy, 1992:44) oleh para mahasiswa Jepang lain karena ketidakmampuannya berbicara bahasa Inggris. Jika dikaitkan dengan orientalisme, tindakan para mahasiswa tersebut untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan lebih unggul dibandingkan dari sesamanya karena menyamai kemampuan Barat yaitu dalam berbahasa Inggris. Jadi, bagi para mahasiswa Jepang tersebut, memiliki kemampuan seperti orang Amerika adalah demi perasaan lebih unggul dari sesamanya, yaitu mahasiswa Jepang lain yang tidak dapat berbahasa Inggris. Meskipun para mahasiswa Jepang lain menganggap bahasa penting dan menjadikan Ben sebagai native speaker, menurut Ando, Ben hanya dimanfaatkan. あなたは飾り物過ぎない。(Levy, 1992:44) “Anata wa kazarimono suginai.” “Anda tak lebih dari pajangan.” Ando mengatakan bahwa Ben dijadikan sebagai kazarimono. Kazarimono berarti “pajangan”. Bagi para mahasiswa Jepang tersebut, selain memanfaatkan Ben untuk mempraktikkan bahasa Inggris mereka, Ben dianggap kazarimono yang dapat membuat para mahasiswa anggota klub merasa bangga dengan kehadiran orang asing di tengah-tengah mereka. Dalam konteks ini, menunjukkan bahwa para mahasiswa Jepang tidak menyukai Ben, tetapi hanya memanfaatkannya sebagai seorang penutur asli bahasa Inggris. Hal ini dapat diketahui dari narasi salah satu mahasiswa anggota klub percakapan bahasa Inggris tidak menyukai Amerika. Terlihat pada kutipan berikut.
|8
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
「つまり、最近のベトナムでは、アメリカ空軍の F111 機がベトナ ナパーム ムの農村を青い炎に包む、 ;油脂焼夷弾で爆撃を行ってい ることは、何十万人が住んでいた広島(それをイギリス人のように ヒロシーマと発音したが)と長崎を投下したのとおなじ サイコロジー ;心理、イン.アザー.ワーズ、つまり、東洋人の命 ホワイト.スプレマシー を軽視する ;白人優越に起因しているので はないか、サブセクエントリー、したがって、白人としてあなたは そのことについてどう思いますか」という質問だった。 (Levy, 1992:40-41) “Tsumari, saikin no Betonamu wa, Amerika kuugun no F111 ki ga Betonamu ni nouson wo aoihonoo ni tsusumu, namaamutama de bakugeki wo itteirukoto wa, nanjuumannin ga sundeita Hiroshima (sore wo Igirisujin no youni Hiroshima to hatsuonshitaga) to Nagasaki wo toukashita no to onaji saikorojii, in azaa waazu, tsumari, touyoujin no inochi wo keishisuru howaito supuremashii ni kiin siteiru no dewa naika, sabusekuentorii, shitagatte hakujin wosite anata wa sono koto nitsuite dou omoimasuka” toiu sitsumon datta. “Saya berani berkata bahwa rangkaian pemboman di Vietnam dalam beberapa bulan terakhir ini yang dilakukan pesawat F-111 Angkatan Udara Amerika yang penuh dengan bom napalm, yang menghancurkan atau membumihanguskan desa-desa Vietnam, disebabkan oleh psikologi yang sama dengan psikologi yang menyebabkan Amerika menjatuhkan bom di Hiroshima (di sini dia menggunakan pelafalan British atas sebutan itu dengan Hiro-Shee-Ma) dan Nagasaki, di mana ratusan ribu orang Jepang bertempat tinggal. Dengan kata lain, saya menduga bahwa kedua peristiwa itu dilatarbelakangi oleh semangat supremasi kulit putih. Bagaimana tanggapan Anda sebagai orang kulit putih?” begitulah pertanyaannya. Ketidaksukaan mahasiswa Jepang tersebut terhadap Amerika disebabkan oleh supremasi yang dilakukan Amerika terhadap Jepang di masa lalu dan Vietnam di masa sekarang. Tindakan Amerika tersebut dianggap merendahkan orang-orang bukan kulit putih/Timur. Terlihat bahwa Jepang bersimpati terhadap negara yang bukan orang kulit putih/Timur. Namun demikian, simpati tersebut kemudian dibantah oleh teks. Teks menyampaikan bahwa Ben menanggapi pertanyaan tersebut, tetapi bukan secara langsung, hanya di dalam hati. 上海、南京、そこに住んでいた東洋人の命はどうだった、日本人が アジア人を殺したときそれはどんな優越だったのか、ベンは反論し ようとしたが、やめた。(Levy, 1992:41).
|9
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Shanghai, Nanjing, Soko ni sundeita touyoujin no inochi wa doudatta, Nihonjin ga Ajiajin wo koroshitatoki sore donna yuuetsu datta noka, Ben wa hanron shiyou to shitaga, yameta. Bagaimana dengan nyawa orang-orang Timur yang tinggal di Shanghai dan Nanjing? Ketika bangsa Jepang membunuhi orang Asia, supremasi macam apakah itu? Ben ingin mendebat, namun dia membatalkan niat itu. Amerika melakukan supremasi terhadap wilayah Timur yaitu Jepang dan Vietnam. Sementara itu, Jepang menentang invansi yang dilakukan oleh Amerika terhadap Vietnam tersebut. Akan tetapi, Jepang di dalam teks dikatakan juga melakukan invansi terhadap negara yang termasuk dalam wilayah Timur yaitu Shanghai dan Nanjing. Di sini dapat terlihat hirarki kekuasaan yang berlapis. Di lapis terbawah adalah wilayah Timur yang ditampilkan yaitu Shanghai, Nanjing dan Vietnam. Shanghai dan Nanjing merupakan wilayah yang pernah mengalami supremasi dari Jepang sebagai negara yang sama-sama berasal dari Timur. Sementara itu, Vietnam yang diinvansi oleh Amerika, ditentang oleh Jepang. Dengan demikian, posisi Jepang berada di atas Shanghai, Nanjing dan Vietnam. Amerika sendiri berada paling atas karena pernah melakukan invansi terhadap Hiroshima dan Nagasaki. Jadi, terdapat tiga lapis hirarki kekuasaan. Lapis pertama oleh Amerika diikuti Jepang, dan yang terbawah adalah Shanghai, Nanjing dan Vietnam. Tiga lapis hirarki kekuasaan ini merupakan perang wacana dalam orientalisme yang mengatakan bahwa Barat membagi dunia menjadi dua bagian yaitu Barat dan Timur. Jika Barat adalah yang unggul, sedangkan Timur sebaliknya, maka Amerika adalah Barat, sedangkan Shanghai, Nanjing dan Vietnam adalah Timur. Sementara itu, Jepang yang berada di tengah tidak masuk ke dalam kategori manapun. Dengan demikian, berdasarkan hirarki kekuasaan tersebut, pembagian dunia menjadi dua bagian, Barat dan Timur hanya sebatas pembagian wilayah berdasarkan faktor geografis. Pelabelan dengan mengunggulkan yang satu dengan yang lain, yaitu Barat dengan Timur hanyalah konstruksi. Jepang yang menolak Amerika digambarkan berdasarkan supremasi yang dilakukan Amerika, tetapi Jepang sendiri pun pernah melakukan supermasi terhadap negara lain. Selain para mahasiswa Jepang yang berbicara bahasa Inggris dengan Ben, masyarakat Jepang pun digambarkan berusaha untuk berbicara dalam bahasa Inggris dengan Ben. まわりの人はみんな英語でしか喋らない、こっちが日本語で何かを 言っても、こっちが日本語で話しかけても、みんなは利口な人形に でも喋られたという顔つきになって、「お上手ですね」とジャパニ ーズ.スマイルを浮べ、それから英語で答えるか、黙ってしまう。 「どうしてか」自分でもよく知らない。どうしてそうなっているの か、分からない。(Levy, 1992:43-44)
| 10
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Mawari no hito ha minna eigo de shika shaberanai, kocchi ga nihongo de nani ka wo ittemo, kocchi ga Nihongo de hanashikaketemo, minna rikou na ningyou demo shaberareta to iu kao tsuki ni natte, “ojouzu desu ne” to Japaniizu sumairu wo ukabe, sorekara eigo de kotaeru ka, damatteshimau. “doushiteka” jibun demo yoku wakaranai. Doushite sou natteiru no ka, wakaranai. Orang-orang di sekitar hanya berbicara dalam bahasa Inggris. Jika saya mengatakan sesuatu dalam bahasa Jepang atau saya mengajak berbicara dalam bahasa Jepang, mereka akan memandang dengan tatapan seolaholah sedang menyaksikan boneka yang dapat berbicara. Namun, mereka memberi komentar “Bagusnya bahasa Jepang Anda” sambil melontarkan senyuman bangsa Jepang. Kemudian mereka akan menjawab dalam bahasa Inggris atau tidak menjawab sama sekali. Mengapa demikian, saya tidak mengerti. Kenapa jadinya seperti itu, juga tidak tahu. Kutipan di atas menunjukkan bahwa alasan orang-orang Jepang yang ditemuinya berbicara bahasa Inggris berbeda dengan alasan para mahasiswa anggota klub percakapan bahasa Inggris. Bagi para mahasiswa, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Ben dimanfaatkan untuk mempelancar bahasa Inggris mereka agar menjadi seperti Barat dan merasa diri unggul dibandingkan sesamanya. Sementara itu, bagi orang-orang Jepang yang ditemui Ben, mereka menganggap bahwa orang asing tidak akan dapat berbahasa Jepang. Oleh sebab itu mereka terkejut ketika mendengar ada orang asing yang dapat berbicara bahasa Jepang. Terdapat dua alasan mengenai sikap orang Jepang tersebut. Pertama, bagi Timur menjadi seperti Barat adalah hal yang diinginkan, sehingga ketika bertemu dengan orang Barat merupakan kesempatan mereka untuk berbahasa Inggris. Kedua, orang Jepang menganggap bahasa Jepang adalah milik mereka sendiri, sehingga tidak akan ada orang asing yang mampu berbahas Jepang dengan baik. Pada kutipan lain juga terdapat cerita mengenai orang Jepang yang memuji bahasa Jepang Ben setiap hari. Setiap Ben datang ke toko roti yang bernama Yamazaki Bread, Ben selalu memesan dengan menggunakan bahasa Jepang. Setiap kali juga pelayan di toko tersebut memuji Ben dengan mengatakan “Ojozu desune.” “bahasa Jepang Anda, pintar ya.” Dengan demikian, bahasa Jepang oleh orang jepang dianggap eksklusif, sehingga orang yang bukan Jepang tidak akan dapat berbahasa Jepang. Selain itu, dapat dikatakan sikap yang dilakukan orang Jepang yang tetap berbahasa Inggris dengan orang asing yang mampu berbahasa Jepang seperti penolakan. Mereka ingin berbicara bahasa Inggris agar dapat menyamai orangorang Barat atau menjadi seperti Barat. Akan tetapi, mereka tidak memberi kesempatan orang asing berbahasa Jepang agar tidak dapat menyamai mereka. Penutup SKH tidak hanya mengkritisi masyarakat Jepang yang menolak kehadiran Amerika, tetapi SKH juga mengkritisi wacana dominan orientalisme yang menganggap bahwa teks-teks Barat selalu berbicara mengenai superioritas Barat. Sementara itu, Timur dijadikan sebagai pembanding dengan melakukan oposisi biner untuk mengukuhkan superioritas Barat. | 11
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Dalam SKH sendiri, tokoh Amerika dan tokoh Jepang sama-sama diberikan kebebasan untuk menguasai narasi. Akibatnya, narasi yang dituturkan tokoh Jepang terkait dengan budaya dan tatanan masyarakat yang dimiliki oleh bangsa Jepang. Seperti sistem masyarakat Jepang berupa soto dan uchi yang menunjukkan bahwa Jepang berbeda dengan negara manapun termasuk Amerika, dan membuat orang-orang Jepang membatasi diri jika berhubungan dengan orang luar/soto no hito. Kemudian, kepercayaan yang kuat dari masyarakat Jepang yang menganggap bahwa orang asing tidak akan dapat berbahasa Jepang dengan baik. Selain itu, gambaran masyarakat Jepang mempelajari bahasa Inggris bukan secara terang-terangan mengakui keunggulan bangsa asing yaitu Amerika, tetapi demi perasaan lebih unggul dari sesama orang Jepang karena telah menguasai produk asing, dalam hal ini bahasa Inggris. Dengan demikian, wacana orientalisme tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah dikonstruksi. Ada kalanya teks-teks Barat tersebut bernegosiasi dengan menampilkan Timur seperti apa adanya. Namun, bagaimanapun juga permbagian Barat dan Timur terlepas dari perbedaan geografis akan selalu ada, karena perbedaan historis dan latar belakang kebudayaan.
| 12
言葉ジャーナル(Jurnal Kotoba) Vol. 4 2016
Daftar Pustaka Brown, Sidney Devere dan Mariko Asakawa Clarke. 1993. World Literature Today. Cahyadi, Haryanto. 2004. “Keterlemparan Manusi dalam Dunia Ambigu” dalam Levy, Hideo. 1992. Seijoki no Kikoenai Heya.Tokyo: Kodansha Loomba, Ania. 2000. Colonialism/Postcolonialism. London-New York: Routledge. Mitsuyoshi, Numano. 2007. “Sastra Jepang sebagai Sastra Dunia: Sastrawan Kontemporer Jepang yang berusaha melampaui perbatasan estetika tradisional” dalam Jonnie Rasmada Hutabarat (ed.). Dari Botchan sampai Kalong Taman Firdaus: (Antologi Kesusastraan Modern Jepang). Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI dan Japan Foundation Nakane, Chie. 1981. Masyarakat Jepang. Terj. Bambang Kussriyanto dan Biro Terjemahan Satya Karya. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan Reischauer, Edwin O. 1980. Manusia Jepang. Terj. Bakri Siregar. Jakarta : Cahaya Printing Company. Said, Edward. 1977. Orientalism. New York: Pantheon Sugimoto, Yoshio. 2010. An Introduction to Japanese Society. Third Edition. New York: Cambridge University Press. Sumber Internet Nihongo Institute Newsletter No.3, 1999. http://nihoninst.jp/newsletter/newsletter%2003.pdf diunduh pada 23 November 2016 Kleeman, Faye Yuan. 2012. Exophony and the Locations of (Cultural) Identity in Levy Hideo's Fiction. https://www.academia.edu/2641747/Exophony_and_the_Locations_of_Cu ltur al_Identity_in_Levy_Hideos_Fiction diunduh pada 15 Oktober 2016 Schofield, John. 1992. “American Makes a Splash with Novel in Japanese.” Wall street Journal. The Cristian Science Monitor, 1992. http://www.csmonitor.com/1992/1201/01153.html diunduh pada 15 Oktober 2016
| 13