UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANISA PRIMA HILMI, S.Far. 1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
ANISA PRIMA HILMI, S.Far. 1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013 ii
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada 1 April – 31 Mei 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas
tanggal
umum ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
2.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas
Indonesia,
pembimbing
akademik
yang
telah
memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA; 3.
Ibu Dra. Kurniasih, M.Pharm., Apt. selaku pembimbing pertama yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan selama penyusunan laporan ini;
4.
Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini;
5.
Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA;
6.
Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis menjalani PKPA di sana;
7.
Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini; iv
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
8.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa;
9.
Teman-teman seperjuangan (Wiwi, Kak Ika, Iri, Kak Wita) dan seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker; dan
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis
menyadari
bahwa
masih
terdapat
kekurangan
dan
ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
2013
v
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1.2 Tujuan ......................................................................................................
1 1 2
2 TINJAUAN UMUM .......................................................................................... 3 2.1 Rumah Sakit .............................................................................................. 3 2.2 Tenaga Kesehatan ..................................................................................... 6 2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.................................................................. 7 2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................................. 9 2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .................................... 11 2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ..................................... 19 3 TINJAUAN KHUSUS....................................................................................... 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................................ 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................... 3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ............................ 3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ..................
25 25 26 29 33
4 PEMBAHASAN ................................................................................................ 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat............................................................ 4.2 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ......................................... 4.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) .................................................. 4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ............................................................. 4.5 Satelit Kirana ............................................................................................ 4.6 Satelit Farmasi Pusat ................................................................................. 4.7 Sub Instalasi Produksi ...............................................................................
38 38 42 51 62 67 72 76
5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 82 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 82 5.2 Saran ......................................................................................................... 83 DAFTAR ACUAN................................................................................................. 87
vi
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3
Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo.. 43 Pembagian Ruang Rawat Gedung A ............................................. 52 Jumlah Sumber Daya Manusia Satelit Farmasi Gedung A ............ 53
vii
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9.
Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ............... Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ............................................ Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi ................................... Contoh Etiket ................................................................................. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose.............................................. Contoh Blanko Kartu Stok ............................................................. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ....................................... Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ..................... Formulir Medication History Taking Pasien .................................
viii
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
88 89 90 91 92 93 94 95 96
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat melalui fasilitas pelayanan kesehatan (Undang-undang No. 36 Tahun 2009). Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Undang-undang No. 36 Tahun 2009). Rumah sakit merupakan sarana kesehatan dan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Apoteker di rumah sakit adalah salah satu pelaksana pelayanan kefarmasian yang memegang peranan penting. Apoteker harus memilki 1
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
2
kompetensi untuk menjadi seorang pemimpin dan tenaga fungsional dalam menjalankan pelayanan kefarmasian tersebut (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Apabila apoteker melakukan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar yang berlaku, maka pelayanan kesehatan dapat terlaksana dengan baik. Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut, apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu Fakultas Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan.
1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran manajerial dan pelayanan farmasi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Undangundang No. 44 Tahun 2009).
2.1.2 Tugas dan fungsi rumah sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut (Undang-undang No. 44 Tahun 2009) : 1. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, 2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, 3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan 4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.1.3
Klasifikasi rumah sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, 3 Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
4
pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan (Undang-undang No. 44 Tahun 2009).
2.1.3.1 Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi (Undang-undang No. 44 Tahun 2009): 1.
Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a. Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain, dan tigabelas pelayanan medik subspesialis. b. Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. c. Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik. d. Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar.
2.
Rumah sakit khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
5
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi (Undang-undang No. 44 Tahun 2009) : a. Rumah Sakit khusus kelas A b. Rumah Sakit khusus kelas B c. Rumah Sakit khusus kelas C
2.1.3.2 Berdasarkan pengelola Berdasarkan pengelolanya,
rumah sakit dapat digolongkan menjadi
(Undang-undang No. 44 Tahun 2009) : 1.
Rumah sakit publik Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.
Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.1.3.3 Rumah sakit pendidikan Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-undang No. 44 Tahun 2009).
2.1.4. Struktur organisasi rumah sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
6
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5. Indikator pelayanan rumah sakit Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain : 1. Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. 2. Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien. 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. 4. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
2.2 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah
RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi; 2. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan; 3. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker;
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
7
4. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator
kesehatan, dan sanitarian; 5. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian; 6. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan 7. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.3.1. Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004).
2.3.2. Tujuan IFRS Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004, tujuan pelayanan farmasi ialah: 1.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia;
2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi;
3.
Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat;
4.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;
5.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
8
6.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; serta
7.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2.3.3 Tugas dan tanggung jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004).
2.3.4. Ruang lingkup fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi
produk
dan
pemasok,
pengadaan,
pengendalian,
produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi ‘in-service’ bagi Apoteker, dokter, dan perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
9
2.3.5. Struktur organisasi IFRS Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri
atas
personil
pengawas
yang
secara
langsung
memantau
dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004).
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) 2.4.1. Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
10
2.4.2. Fungsi dan ruang lingkup PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT, yaitu (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1.
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat yang sama;
2.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis;
3.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus;
4.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional;
5.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional;
6.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan
7.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.
2.4.3. Struktur organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). 1.
PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada;
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
11
2.
Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau Apoteker yang ditunjuk;
3.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT;
4.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan
5.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.4. Tugas apoteker dalam panitia farmasi dan terapi Apoteker dalam panitia farmasi dan terapi memili tugas antara lain (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004): 1.
Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2.
Menetapkan jadwal pertemuan;
3.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan;
5.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit;
6.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait;
7.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
8.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain;
9.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan; 11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
12
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait.
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
(Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
2.5.1. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasidi rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2008) : Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
13
1. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas masing-masing rumah sakit, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 2. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. 3. Perhitungan Kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain metode konsumsi, morbiditas, dan kombinasi (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.2. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008). 1. Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Pelelangan (tender) terbuka Metode tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metode ini lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
14
menguntungkan. Pelaksanaan tender terbuka memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. b. Tender terbatas Metode tender terbatas sering disebut sebagai lelang tertutup. Tender dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan serta tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c. Pembelian dengan tawar-menawar Metode ini dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian langsung Metode pembelian langsung digunakan untuk pembelian dalam jumlah kecil dan barang harus segera tersedia. Harga barang yang ditentukan relatif lebih mahal. 2. Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Sediaan farmasi dengan formula khusus. b. Sediaan farmasi dengan harga murah. c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. e. Sediaan farmasi untuk penelitian. f. Sediaan nutrisi parenteral. g. Rekonstruksi sediaan obat kanker. h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
15
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) (Departemen Kesehatan RI, 2008). 3. Sumbangan/droping/hibah Pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal (Departemen Kesehatan RI, 2008). 2.5.3. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). b. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. c. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
(CO). 2.5.4.
Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
16
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.5. Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b. Metode sentralisasi atau desentralisasi. c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah : 1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita. b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS. c. Pengurangan penyalinan kembali order obat. d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. b. Persediaan obat di unit perawat meningkat. c. Meningkatnya bahaya karena kerusakan dan kehilangan obat. d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
17
2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Resep/order dikaji langsung oleh apoteker. b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat. c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004) : a. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat. b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien. c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien. d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda.
3. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan (Siregar, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya. b. Peniadaan kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan. c. Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien. d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
18
membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error). e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien. f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat). g. Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi. b. Meningkatkan biaya operasional.
4. Sistem Distribusi Kombinasi Sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang menerapkan sistem resep perorangan (resep individu) dan sistempersediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya perbekalan farmasi yang harganya murah. Keuntungan dari sistem distribusi kombinasi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Semua resep/prder dikaji langsung oleh apoteker. b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat pasien/keluarga pasien. c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.
2.5.6. Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup : a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja. b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
19
c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.7. Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.5.8. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pelaporan merupakan
kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
20
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
2.5.9. Monitoring dan evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit 2.6.1
Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien; b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter; c. Tanggal resep; dan d. Ruangan atau unit asal resep. Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan; b. Dosis dan jumlah obat; c. Stabilitas dan ketersediaan; dan d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan. Pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; b. Duplikasi pengobatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
21
c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat; d. Kontraindikasi; dan e. Efek aditif.
2.6.2
Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit; 2. Menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi (PFT); 3. Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan 4. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif; 2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka; 3. Membuat buletin, leaflet, dan label obat; 4. Menyediakan
informasi
bagi
PFT
sehubungan
dengan
penyusunan
formularium rumah sakit; 5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan 6. Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.6.3
Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
22
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Menganalisa laporan ESO; 2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO; 3. Mengisi formulir ESO; dan 4. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat individu, dan surveilans unit pasien (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
2.6.4
Pengkajian penggunaan obat (drug use review) Pengkajian
penggunaan obat
adalah
alat
untuk
mengidentifikasi
permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat, dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat . Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu; 2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain; Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
23
3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan 4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
2.6.5 Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Pasien rujukan dokter, 2. Pasien dengan penyakit kronis, 3. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, 4. Pasien geriatrik, dan 5. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien. 2. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut 3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat. 4. Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
24
2.6.6 Ronde/visite pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Pemilihan obat, 2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, 3. Menilai kemajuan pasien, dan 4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : 1. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien; 2. untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi; 3. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan 4. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS
3.1 3.1.1
Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sejarah singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr. Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini. Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr, Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi RSCM memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014.
25
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
26
3.1.3 Misi RSCM memiliki misi antara lain: 1.
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
2.
Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
3.
Menyelenggarakan
penelitian
dan
pengembangan
dalam
rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3.1.4
Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima
direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1.
3.1.5
Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang
merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan dibidang kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi Apoteker.
3.2
Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat
pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
27
3.2.1 Visi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi untuk menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014.
3.2.2
Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain:
1.
Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
2.
Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
3.
Menyelenggarakan
pelayanan
farmasi
klinik
untuk
meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. 4.
Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
5.
Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu.
6.
Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
7.
Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi.
3.2.3
Nilai budaya Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya yang dikenal dengan 5R,
yaitu Rapi, Ringkas, Resik, Rawat, dan Rajin.
3.2.4
Tujuan umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan
farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
3.2.5 1.
Tujuan khusus
Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
28
informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. 2.
Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
3.2.6 Tugas pokok dan fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas melaksanakan
pengelolaan
perbekalan
farmasi
yang
optimal,
meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: 1.
Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian
2.
Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi
3.
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
4.
Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5.
Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
6.
Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
29
7.
Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat kesehatan.
8.
Pemberian informasi kepada
9.
petugas kesehatan, pasien / keluarga.
10. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga. 11. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit. 12. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi. 13. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian. 14. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. 15. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.7 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu: 1.
Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu);
2.
Sub Instalasi Perbekalan Farmasi;
3.
Sub Instalasi Produksi; dan
4.
Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang).
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit 3.3.1
Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan
tujuan: 1.
Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi,
Panitia
Pengendalian
Infeksi
Rumah
Sakit
(PPIRS),
Tim
Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
30
2.
Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan.
3.
Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik.
4.
Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan
antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di RSUPN. Tim PPRA terdiri dari: 1. Tim inti yaitu: a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. b. PPIRS. c. Spesialis Farmasi Klinik. d. Spesialis Mikrobiologi Klinik. 2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik. 3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam. 5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): 1.
Departemen Penyakit Dalam.
2.
Departemen Bedah.
3.
Departemen IKA.
4.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
31
5.
Departemen Kulit dan Kelamin.
6.
Departemen Gigi dan Mulut.
7.
Departemen Bedah Syaraf.
8.
Departemen Mata.
9.
Departemen Neurologi.
10. Departemen Urologi. 11. Departemen THT. 12. ICU. 13. Unit Pelayanan Luka Bakar. 14. Pelayanan Jantung terpadu. 15. Instalasi Gawat Darurat. Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain: 1.
Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
2.
Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar.
3.
Menyusun Program Kerja Tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen / UPT / Instalasi.
4.
Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak.
5.
Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
6.
Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana
minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
32
3.3.2 Panitia farmasi dan terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : 1.
Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
2.
Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
3.
Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama.
4.
Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya.
5.
Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
6.
Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
33
7.
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM.
8.
Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien (Formularium RSCM, 2012).
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal
untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barangbarang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat.
3.4.1 Definisi instalasi sterilisasi pusat Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar, instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen, instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
34
3.4.2 Visi dan misi instalasi sterilisasi pusat RSCM Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat adalah: 1.
Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu;
2.
Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan;
3.
Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi;
4.
Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan
5.
Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan strategi instalasi sterilisasi pusat RSCM Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: 1.
Meningkatkan efisiensi produktivitas;
2.
Meningkatkan profesionalisme;
3.
Menciptakan restrukturisasi;
4.
Menerapkan sistem managemen keuangan;
5.
Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan
6.
Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi instalasi sterilisasi pusat RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat Penanggungjawab sebagai berikut: a. Penanggungjawab SDM & Keuangan; b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan; c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
35
d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi pelaksana
kegiatan.
Kepala
Sub
Instalasi
Operasional
membawahi
Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi aturan sterilisasi.
3.4.5 Ruang dan sarana instalasi sterilisasi pusat RSCM Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu 18-220C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: 1.
Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
2.
Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
3.
Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem pelayanan instalasi sterilisasi pusat RSCM Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
36
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7
Kegiatan instalasi sterilisasi pusat RSCM Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu:
1.
Alur perpindahan barang satu arah Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang.
Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. 2. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
37
mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barangbarang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. 3.
Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. 4.
Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui
proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
38
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM merupakan tempat menyimpan perbekalan farmasi sebelum didistribusikan ke depo dan pasien. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri dari Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Gudang Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan alat-alat kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan farmasi yang berupa cairan dan hemodialisa, sedangkan Gudang Gas medis digunakan untuk menyimpan gas-gas medis. Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu pukul 08.00 hingga 21.00 yang terbagi dalam 2 shift. Sumber daya manusia yang terdapat di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu sebanyak 18 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker (AA) Penanggungjawab, 5 orang AA Bidang Pelaksana Obat, 3 orang AA Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang AA Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya. Kegiatan yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dari distributor ke gudang dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau sistem manual, yaitu asisten menarik data dari kartu stok. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat melakukan pengadaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Pengadaan dilakukan berdasarkan permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Rabu, serta dari permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang Perbekalan Farmasi Pusat selanjutnya dikirim ke bagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan Surat Pesanan (SP) dalam sistem komputer. Jika permintaan telah disetujui oleh Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
39
Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, maka petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait yang selanjutnya akan dikirim ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Setelah perbekalan farmasi dikirim di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat oleh distributor, selanjutnya dilakukan proses penerimaan barang yang dilakukan oleh Panitia Penerimaan bersama dengan petugas gudang. Pada proses penerimaan, dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang disesuaikan dengan faktur penjualan. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap bentuk fisik dan tanggal kedaluwarsa perbekalan farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor. Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari distributor ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2o – 8o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah, dan waktu kedaluwarsa. Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat sesuai dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi), B3, cairan, hemodialisa, dan gas Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
40
medis, sedangkan perbekalan farmasi yang berupa reagensia, bahan baku, dan radiofarmaka akan disimpan langsung di unit kerja yang terkait dengan penggunaannya. Selain berdasarkan pada jenis perbekalan farmasi, penyimpanan juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan obat di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip sehingga penyimpanannya dipisah, walaupun memiliki nama dengan alfabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Penyimpanan narkotika dan psikotropika dilakukan terpisah dari penyimpanan obat lainnya yaitu di dalam lemari khusus. Narkotika disimpan dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut digantungkan kepada AA yang bertugas pada tiap shift. Penyimpanan alat kesehatan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terpisah dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok departemen pengguna, misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT), untuk mempermudah pengambilan barang. Petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengontrolan perbekalan farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa. Produk yang akan kedaluwarsa dalam waktu tiga bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu kedaluwarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
41
20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat merupakan pusat distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit. Gudang melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit kerja. Permintaan perbekalan farmasi ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan yang diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi harus mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Petugas Gudang Perbekalan Farmasi Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit/unit/departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Setelah dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja sesuai dengan permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Untuk satelit atau unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi, maka petugas gudang yang akan mengantarkannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
42
Gudang
Perbekalan
Farmasi
Pusat
juga
melayani
permintaan
mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani kebutuhan cito dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi Penanggungjawab Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan, antara lain: a.
Masih terdapat MSDS yang belum diterjemahkan sehingga menyulitkan pegawai atau staf gudang yang memiliki keterbatasan dalam berbahasa asing untuk memahami isi MSDS tersebut.
b.
Masih terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Selain itu, daftar yang telah tersedia ada yang belum lengkap. Masih terdapat obat-obat di dalam lemari pendingin yang tidak tertulis pada daftar tersebut.
c.
Masih terdapat obat-obat yang termasuk dalam obat high alert dan sitostatika serta tempat penyimpanan obat-obat LASA yang belum ditempeli dengan stiker khusus. Beberapa saran yang dapat diajukan untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan di atas adalah sebagai berikut: a.
Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan tersebut tepat.
b.
Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
43
c.
Menempelkan stiker high alert, sitostatika, dan LASA secara lebih teliti.
4.2 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Farmasi IGD terdiri atas satu satelit di lantai 1 dan satu depo di lantai 4. Depo lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi di lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk ruang bedah di lantai 4. Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD saja dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM.
4.2.1 Sumber daya manusia (SDM) Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang AA, dan 1 orang pekarya. Pelayanan farmasi di kedua depo setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah AA yang bertugas di kedua depo pada masing-masing shift adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo Pagi
Siang
Malam
(07.30 –14.30 WIB)
(14.00–21.00 WIB)
(21.00 –08.00 WIB)
Satelit lantai 1
4 orang
3 orang
3 orang
Depo lantai 4
1 orang
1 orang
1 orang
Selain pembagian di atas, terdapat 1 orang pekarya dan 1 orang AA yang bertugas di luar jadwal shift. Mereka bekerja dari hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal pemesanan barang ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Petugas yang terdapat di depo lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan petugas yang berasal dari satelit lantai 1 juga. Dari 20 orang AA yang bertugas di satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di depo lantai 4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
44
4.2.2 Kegiatan Satelit Farmasi IGD 4.2.2.1 Pengelolaan perbekalan farmasi a.
Perencanaan, pengadaan, dan penerimaan perbekalan farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4
dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Semakin banyak barang yang keluar dari stok, maka permintaan untuk barang tersebut juga besar. Satelit lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Alur pelaksanaan defekta adalah sebagai berikut : Satu hari sebelum hari defekta besar, yaitu pada hari Senin dan Kamis, pihak satelit akan membuat entry data defekta yang akan di-posting melalui sistem IT ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Tujuannya agar pihak gudang menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD. Keesokan harinya pada hari defekta besar, pekarya dan AA dari IGD datang ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk mengurus pengambilan barang yang telah diminta. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara AA bersama
dengan
petugas
gudang
akan
melakukan
pengecekan
untuk
menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil dari Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem IT-nya. Setelah data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggungjawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Apabila telah sesuai, penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada. Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat kesehatan,
dan
narkotika.
Maksud
pemisahan
tersebut
adalah
untuk
mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Perbekalan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
45
Farmasi Pusat. Hal tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di luar hari defekta besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi tersebut. Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan mengajukan defekta ke depo lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu di hari Senin dan Kamis.
b.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur
sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat berdasarkan pembagian berikut : 1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi a) Obat Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus. b) Alat kesehatan Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. 2) Suhu penyimpanan dan stabilitas Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2° – 8°C) disimpan pada kulkas terpisah. 3) Susunan alfabetis Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya. 4) Sifat bahan Bahan – bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan. 5) Sistem FIFO dan FEFO Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
46
Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA. Rak penyimpanan untu obat-obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah. Setiap obat high alert ditempeli stiker merah high alert pada wadah primernya. Selain itu, penyusunan obat yang memiliki tampilan atau nama yang mirip (look alike sound alike-LASA) diatur dengan cara memisahkan penempatan obat-obat LASA dengan pasangannya serta menempelkan stiker hijau LASA pada rak penyimpanan obat
tersebut.
Dengan
demikian, dapat
menghindari
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat oleh petugas. Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda. Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya akan bepergian. Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pelaksanaan SO bertujuan sebagai salah satu langkah untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit Farmasi IGD. Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal untuk memudahkan pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua AA setiap harinya untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di satelit.
c.
Distribusi perbekalan farmasi Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi
IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem floor
stock.
Sistem peresepan
individu
adalah
sistem
penyiapan
dan
pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Saat ini telah Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
47
dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD. Penggunaan sistem tersebut masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali, sebelum nantinya diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu : 1) resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan sistem peresepan secara online; 2) belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan; 3) dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta 4) sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan resep tidak jelas. Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur pelayanan untuk resep individu di IGD adalah resep dari dokter akan diserahkan ke nurse station. Di nurse station masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep. Dengan demikian, kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila kedua aspek tersebut tidak lengkap, petugas farmasi yang melakukan verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat. Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
48
tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis, dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit farmasi lantai 1. Lamanya response time untuk pelayanan resep telah ditetapkan, yaitu 15 menit untuk resep cito, sementara untuk resep non-cito adalah hingga sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien di ruang rawat. Pihak Satelit Farmasi IGD juga memberlakukan ketentuan untuk penyiapan obat pasien pulang. Obat yang telah disiapkan, namun tidak diambil oleh pasien dalam waktu 6 jam setelah penyiapannya, maka obat tersebut harus diretur. Hal tersebut mengingat seringnya terjadi penumpukan obat pulang di satelit lantai 1 karena pasien tidak mengambilnya. Sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket tindakan, BMHP, dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. 1) Paket tindakan Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam cost unit pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD) serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan saja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
49
2) BMHP BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat. Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh pihak farmasi. 3) Troli emergensi Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masingmasing terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan Intermediate Ward (IW)), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci. Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
50
pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut. Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta perawat sebagai saksi. Barang yang telah terdapat pada floor stock
tidak perlu diresepkan
kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan untuk membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat.
4.2.2.2 Pelayanan farmasi klinik Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah dilakukan, antara lain : a.
Verifikasi resep oleh Apoteker klinis sebelum obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh AA;
b.
Monitoring penggunaan obat dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks;
c.
Visite mandiri dilakukan terutama untuk memastikan bahwa obat telah didistribusikan kepada pasien dengan tepat waktu; serta Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
51
d.
Pemberian informasi obat pulang yang dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang.
4.2.3
Kegiatan PKPA di satelit IGD Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Selama berada di satelit
IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : a. Menyusun barang ke rak persediaan di satelit, b. Membenahi isi perbekalan farmasi di troli emergensi, c. Membenahi kartu stok barang, dan d. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi IGD. Beberapa hal tersebut, antara lain : a. Response time pelayanan dispensing obat masih cukup lama. Hal ini terlihat dari seringnya obat-obat tersebut didapati belum selesai di-dispense ketika pihak perawat, dokter, atau keluarga pasien sudah datang untuk mengambil obat. b. Penulisan keterangan penggunaan obat pada etiket obat oral belum lengkap karena tidak disertai dengan informasi penggunaan sebelum atau sesudah makan. c. Kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit masih perlu ditingkatkan. Sebagai langkah untuk memperbaiki hal di atas, beberapa saran yang dapat diberikan, antara lain : a. Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam proses dispensing obat. b. Membuat daftar yang memuat keterangan untuk obat-obat oral yang perlu diminum sebelum atau sesudah makan sebagai panduan bagi AA dalam melengkapi informasi obat pada etiket. Informasi tersebut terutama penting untuk pasien pulang yang penggunaan obatnya tidak lagi diawasi oleh tenaga
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
52
medis. Informasi cara penggunaan obat yang lengkap di etiket dapat mencegah terjadinya kesalahan penggunaan obat oleh pasien. c. Perlu penambahan jumlah pekarya yang difokuskan untuk bertugas memelihara kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit. Dengan begitu, kebersihan tempat penyimpanan di satelit tetap terjaga tanpa mengganggu aktivitas pelayanan resep yang dilakukan oleh AA.
4.3 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B. Tabel 4.2 Pembagian Ruang Rawat Gedung A Lantai
Ruang Rawat Zona A
Ruang Rawat Zona B
1
Anak
Kelas khusus dewasa
2
Penyakit dalam dan kebidanan
Kebidanan
3
Kelas khusus dewasa
Kelas khusus dewasa
4
Bedah
Bedah
5
Syaraf dan stroke
Bedah syaraf, HCU
6
Kelas khusus dewasa
HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam
7
Penyakit dalam dewasa
Penyakit dalam dewasa, THT, mata
8
Hematologi dewasa, geriatri
Hematologi dewasa
Tugas pokok dan peran Apoteker di Gedung A terdiri dari dua, yaitu manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik.
4.3.1
Manajemen perbekalan farmasi di Gedung A Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri
dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo farmasi bertugas melayani kebutuhan obat-obat pasien yang menginap di lantai tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua pasien rawat inap di Gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
53
perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat. Jumlah SDM di satelit farmasi Gedung A saat ini (akhir bulan Mei) terdiri dari 2 orang Apoteker dan 59 orang AA dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 4.3 Jumlah sumber daya manusia Satelit Farmasi Gedung A Lokasi
Jumlah SDM (orang)
Lokasi
Jumlah SDM (orang)
Gudang basement
2 Apt + 10 AA
Depo lantai 4
6 AA
Administrasi
2 AA
Depo lantai 5
7 AA
Depo lantai 1
6 AA
Depo lantai 6
6 AA
Depo lantai 2
5 AA
Depo lantai 7
9 AA
Depo lantai 3
4 AA
Depo lantai 8
4 AA
Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul 14.00 – 21.00 WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul 21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A. Terkadang depo farmasi lantai 1 dan 4 menerapkan sistem shift middle, yaitu pukul 11.00 – 18.00 WIB. Hal ini dikarenakan resep racikan untuk pasien anak yang terdapat di lantai 1 dan pasien yang menjalani operasi bedah di lantai 4 sangat banyak sehingga penerapan shift middle ini sangat membantu pelayanan farmasi di depo lantai tersebut. Administrasi merupakan suatu bagian yang menangani berkas-berkas biaya perawatan dan pengobatan bagi pasien jaminan agar dapat ditagihkan ke pihak penjamin. Petugas administrasi ini bertugas di bagian keuangan di basement Gedung A. Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien. Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
54
farmasi setiap lantai. Setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui defekta ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang Basement. Perbekalan farmasi terdiri dari sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan, generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain: a.
Narkotika disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda. Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu.
b.
Psikotropika disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga harus selalu terkunci dan kuncinya dikalungkan oleh petugas farmasi yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan digabung dengan kunci lemari narkotika.
c.
Obat mahal disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut.
d.
Obat LASA, yaitu obat yang memiliki bentuk atau penampilan dan pengejaan yang hampir sama. Selain itu obat-obat LASA termasuk juga obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu. Penyimpanan obat jenis ini tidak dipisahkan dengan sediaan lainnya, tetapi hanya diberi stiker LASA di bagian depan rak penyimpanannya dan diberi jarak dengan obat pasangannya.
e.
Obat High Alert, merupakan obat yang memiliki risiko tinggi dalam penggunaannya sehingga harus digunakan secara hati-hati. Obat jenis ini disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker high alert pada setiap satuan terkecil obat sehingga setiap petugas medis yang menggunakan obat tersebut akan lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Lemari obat high alert Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
55
ditandai dengan garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi lemari. f.
Obat sitostatika, yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari, sama seperti lemari obat high alert.
g.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): disimpan di lemari besi yang tertutup rapat karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya lainnya. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam lemari tersebut.
h.
Obat yang memiliki waktu kadaluwarsa tiga bulan ke depan akan dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi informasi bulan dan tahun kedaluwarsa. Gudang Farmasi Basement mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo
farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi. Obat-obat yang perlu diracik disiapkan di ruang peracikan khusus yang tersedia di Gudang Farmasi Basement. Pada hari Senin dan Kamis, AA dari depo lantai satu akan membantu penyiapan obat yang akan diracik di Gudang Farmasi Basement karena dua hari tersebut adalah hari peresepan oleh dokter sehingga resep obat-obat racikan untuk pasien anak sangat banyak. Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat juga berkurang. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi sehingga akan lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
56
cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter biasanya mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3, dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan, yaitu resep harian, unit dose, dan peresepan individu. Sistem resep harian, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk penggunaan obat selama satu hari. Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan secara satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul 17.00 WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral. Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang. Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga menerapkan sistem distribusi floor stock. Perbekalan farmasi yang didistribusikan dengan metode floor stock, yaitu perbekalan farmasi yang diberikan tanpa melalui verifikasi petugas farmasi. Perbekalan farmasi ini meliputi perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai) dan troli emergensi. Perbekalan farmasi dasar tersedia di ruang perawat (nurse station) untuk digunakan bersama-sama bagi seluruh pasien di lantai tersebut dan merupakan tanggung jawab dari perawat di lantai tersebut. Troli emergensi merupakan persediaan perbekalan farmasi pada keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup, cairan nutrisi, dan alat-alat kesehatan penyelamat hidup (airways, breathing, circulation). Setiap kegiatan manajemen perbekalan farmasi yang dilakukan harus disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
57
pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, Kepala Sub Instalasi Adminkeu, dan Koordinator Pelayanan Farmasi. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu : a.
Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement dengan membantu menyediakan dan mengemas perbekalan farmasi berdasarkan defekta dari depo farmasi.
b.
Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat yang tergolong ke dalam obat LASA.
c.
Memahami proses penyiapan obat racik di Gudang Farmasi Basement melalui pengamatan proses peracikan yang dilakukan oleh juru racik dari awal persiapan hingga proses peracikan selesai. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan.
d.
Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama AA yang bertugas di depo tersebut. Pada
saat
melakukan
penelusuran
obat-obat
LASA,
mahasiswa
menemukan alat kesehatan yang memiliki waktu kadaluwarsa dalam tiga bulan ke depan tercampur dengan alat kesehatan yang memiliki waktu kadaluwarsa yang panjang dengan stiker kuning hanya tertempel pada bagian luar kotak penyimpanan. Sebaiknya obat dan alat kesehatan dengan waktu kedaluwarsa yang dekat (3 bulan ke depan) dipisahkan menggunakan kotak yang berbeda atau dibungkus plastik kuning sehingga obat dan alat kesehatan tersebut dapat digunakan terlebih dahulu untuk menghindari penumpukan barang-barang yang akan kedaluwarsa di gudang. Disarankan juga untuk membuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan farmasi yang mencapai jumlah minimum atau hampir kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
58
farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito.
4.3.2
Farmasi klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik. Farmasi
klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite, diskusi kasus, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking). a.
Verifikasi resep Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi
pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah menggunakan sistem EHR sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap secara otomatis.
b.
Monitoring pengobatan Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring pengobatan pasien meliputi : 1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical Record). 2) Kesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien. 3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan. 4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
59
c.
Visite Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang
bertujuan untuk : 1) Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 2) Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan 3) Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi dan monitoring terapi. Visite
dapat
dilakukan
oleh
Apoteker
secara
mandiri
maupun
berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat.
d.
Diskusi kasus Kegiatan yang dilakukan selama diskusi kasus dapat bermacam-macam
sesuai dengan kondisi unit yang melakukan diskusi kasus. Diskusi kasus dapat meliputi : 1) Sharing informasi pasien atau ilmu baru yang didapat. 2) Ronde klinik PPRA untuk membahas kasus penggunaan antibiotik, baik kasus yang berasal dari pasien maupun yang terjadi secara umum. 3) Ronde geriatri (geriatric meeting). 4) Ronde bersama (waktunya tidak pasti dan dilakukan minimal satu bulan bulan sekali). 5) Diskusi kasus lainnya sesuai kebutuhan pasien.
e. Pelayanan konseling Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut >65 tahun), pediatri (anak-anak <12 tahun), pasien yang akan pulang, pasien yang mendapatkan lebih Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
60
dari 7 rejimen obat (polifarmasi), pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang mendapatkan efek obat yang tidak diharapkan dari penggunaan obatnya. Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi. Selain itu, Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat.
f. Pelayanan informasi obat (PIO) PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Apoteker selama 24 jam. PIO terdiri dari: 1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM. 2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti melalui buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
61
Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu, dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa ditanyakan kembali di lain waktu. PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain: 1) Pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan tetes mata, suppositoria, dan sebagainya; 2) Pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert; 3) Pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta 4) Penyusunan monograf obat penting yang penggunaannya harus dipantau dan saat ini kegiatan ini masih dilakukan. Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.
g. Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking) Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya, dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM. Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan, Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
62
nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A antara lain: a.
Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang didapatkan.
b.
Mengikuti diskusi kasus mengikuti geriatric meeting dan mengikuti diskusi kasus HIV di Unit Pelayanan Terpadu HIV.
c.
Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang.
d.
Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter. Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet.
4.4 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk shift pertama, dari pukul 14.30 – 21.00 untuk shift kedua, dan dari pukul 21.00 – 07.30 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk pemakaian resep individu. Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua orang Apoteker yang mengelola bidang manajemen perbekalan farmasi dan klinis, dibantu oleh lima orang AA. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
63
Apoteker bidang manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui Penanggungjawab Bidang Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Farklin Diklitbang melalui Penanggungjawab Bidang Farmasi Klinis. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di ICU meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau resep cito dari bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat.
4.4.1 Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU Defekta perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang perlu dipesan diketahui melalui pemeriksaan pada kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Petugas Satelit ICU akan datang ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit ICU akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas satelit akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang di satelit dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di lemari terpisah sebagai buffer stock. Selain distribusi obat secara peresepan individu, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock ke ruang rawat. Perawat akan menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke Satelit Farmasi ICU dan pihak Satelit Farmasi akan meneruskan permintaan barang ke gudang melalui IT.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
64
Setelah perbekalan farmasi dasar diterima oleh pihak Satelit Farmasi, perbekalan tersebut akan diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu obat atau alat kesehatan. Penyusunan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jaminan atau non-jaminan, generik atau nama dagang, dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan jenis obat jaminan, Askes atau non-Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik atau obat paten. Beberapa obat yang bersifat termolabil disimpan terpisah di lemari pendingin dengan suhu 2 – 8˚C. Suhu lemari pendingin dipantau tiga kali dalam sehari. Suhu penyimpanan dalam ruang satelit dipantau melalui termometer ruangan sebanyak satu kali sehari. Penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit ICU juga menerapkan sistem FEFO dan FIFO, seperti di satelit farmasi lainnya. Stock opname dilakukan minimal enam bulan sekali. Obat dengan penyimpanan khusus di Satelit Farmasi ICU, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Tempat penyimpanan obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan terkecil obat. Narkotika dan psikotropika disimpan di satu lemari bersekat, dengan bagian atas merupakan lemari narkotika dan bagian bawah merupakan lemari psikotropika. Khusus untuk lemari narkotika memiliki pintu dengan kunci ganda yang selalu terkunci. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA yang ditempelkan pada rak penyimpanan obat. Obat yang mendekati kedaluwarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Pendistribusian obat di Satelit Farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
65
kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obatobat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi label untuk diserahkan kepada perawat di ruang ICU. Resep yang dilayani di Satelit ICU adalah resep manual harian dan resep cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang di-dispensing untuk segera dibawa ke ruang rawat. Perawat akan menuliskan obat yang diambilnya dari petugas satelit di buku komunikasi yang tersedia sebagai bukti telah dilakukan serah terima obat dari Satelit Farmasi ICU. Selanjutnya, petugas satelit akan memindahkan data di buku komunikasi ke sistem IT. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Bagi pasien umum, obat yang diretur akan diganti dengan uang tunai, sedangkan untuk pasien jaminan akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan kepada penjamin. Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obatobat yang telah digunakan pasien.
4.4.2 Pelayanan farmasi klinik di Satelit Farmasi ICU Apoteker klinis di Satelit ICU melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 – 10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
66
Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Peran Apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika terdapat terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat pada pasien yang akan pulang. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU : a.
Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak ada nama dokter, jenis sediaan, atau kekuatan sediaan. Hal ini mungkin disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat yang dimaksud. Ketidaklengkapan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan terjadinya medication error. Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data administratif
pasien
pada
resep
dapat
dilengkapi
secara
otomatis.
Penambahan tenaga AA juga dibutuhkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan meminimalisir terjadinya medication error di Satelit ICU akibat beban kerja petugas yang tinggi. Idealnya, sekurangUniversitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
67
kurangnya terdapat dua AA untuk shift pagi, dua AA untuk shift siang, dan dua AA untuk shift malam. b.
Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja.
c.
Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan petugas dalam melakukan pemanggilan tersebut.
d.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat yang disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara satu produk obat dengan produk obat lain. Penyimpanan obat yang tersimpan di dalam wadah boks juga masih diletakkan langsung di lantai tanpa menggunakan palet. Sebaiknya dapat dipertimbangkan penambahan palet untuk menjaga keamanan obat yang harus disusun di lantai agar tidak rusak. Menurut informasi dari petugas farmasi di ICU, usulan untuk pengadaan palet sebenarnya sudah diajukan, akan tetapi belum dapat terealisasi.
4.5 Satelit Farmasi Kirana Satelit Farmasi Kirana memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan, sementara depo lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
68
Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00 – 15.30 WIB, sedangkan depo farmasi lantai 3 juga memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul 08.00 hingga semua tindakan operasi selesai dilakukan. SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker Penanggungjawab dan tiga orang AA yang bertugas melayani pasien jaminan dan pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga menyediakan obatobat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana. Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Dokumentasi mutasi barang, selain dengan sistem IT, seharusnya juga dilakukan menggunakan kartu stok. Pada depo lantai 3, tidak dilakukan penulisan mutasi barang di kartu stok. Pendokumentasian hanya dilakukan melalui pencatatan pada kertas khusus yang berisi nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan. Hal ini disebabkan arus permintaan yang cepat sehingga dengan keterbatasan SDM dirasa cukup sulit untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Kartu stok hanya digunakan untuk barang-barang mahal dan obat narkotik, yaitu morfin, petinin, dan fentanil. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Data perencanaan dikirim ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk disiapkan pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu, sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang diminta diantar oleh petugas Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Pada hari pengantaran barang ke Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
69
perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Satelit Kirana. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai 3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis. Khusus untuk pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan jumlah kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi vendor terbaik yang dipilih secara langsung diajukan oleh pihak Satelit Kirana ke Direktur Pelayanan Medik, yang kemudian akan berdiskusi dengan Bagian Keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan pemenangnya, maka pihak Unit Kerja Kirana akan menghubungi vendor untuk melakukan pemesanan barang. Dokumentasi penggunaan lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus pencatatan penggunaan lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani oleh Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Instalasi Farmasi untuk dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar penagihan pembayaran bagi vendor. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat
khusus
di
Satelit
Kirana, meliputi
penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
70
pada bagian tepinya ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat diberi stiker High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada AA yang bertugas di satelit. Barang-barang dengan masa kedaluwarsa enam bulan ke depan ditandai dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin. Pengecekan suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan tiap pagi dan sore hari. Sebagai langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang ada, dilakukan kegiatan SO di Satelit Kirana sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barangbarang yang diketahui telah mencapai tanggal kedaluwarsa atau rusak akan dikembalikan ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat untuk dimusnahkan. Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi beberapa dokter di ruang OK VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai 120 hingga160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut: a.
Pasien umum (resep tunai) Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep
tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan diberikan. Petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing obat, dan penyerahan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
71
b.
Pasien jaminan Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan
terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan ditebus
tidak
terdapat
dalam
DPHO
Askes,
maka
petugas
harus
menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai 1 Satelit Kirana, antara lain : a.
Mengamati prosedur administrasi resep yang masuk.
b.
Mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep, dimulai dari penerimaan resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien.
c.
Melakukan inventarisir stok barang pada lemari penyimpanan, kemudian memasukkan data tersebut ke dalam data pada sistem IT untuk mempermudah proses SO di Satelit Kirana. Kegiatan yang dilakukan di depo lantai 3, antara lain mengamati dan
melakukan pelayanan perbekalan farmasi untuk keperluan ruang OK, menyusun stok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, melakukan retur paket operasi yang tidak terpakai, hingga melakukan penyiapan paket yang akan digunakan untuk tindakan operasi keesokan harinya. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Kirana, mahasiswa menemukan adanya stok barang yang kosong dikarenakan stok obat di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat tidak tersedia. Hal ini mengakibatkan banyak pasien yang harus menebus obat di apotek di luar RSCM. Oleh karena itu, perencanaan serta pengaturan pengeluaran stok obat harus diatur dengan baik agar dapat mengatasi terjadinya stok barang kosong setiap hari. Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak terdapat daftar nama obat yang seharusnya ditempelkan pada bagian depan pintu lemari penyimpanan atau lemari pendingin. Hal ini disebabkan adanya beberapa tambahan obat yang baru tersedia dan disimpan di lemari pendingin sehingga Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
72
daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulangi hal tersebut, dapat dibuat penambahan kolom kosong pada daftar obat-obat yang sudah ada sebagai tempat untu menuliskan nama obat tambahan yang baru dimasukkan ke lemari tersebut. Selanjutnya, daftar tersebut dapat di-update secara berkala dan diprint kembali sesuai dengan data obat yang terbaru. Pada saat dilakukan pengecekan kartu stok, masih ditemukan adanya ketidakcocokan antara jumlah obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat di satelit. Hal ini seringkali dikarenakan petugas satelit lupa untuk mencatat pengeluaran obat di kartu stok saat melakukan pengambilan obat. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, antara lain dengan memberlakukan sistem sampling yang dapat dilakukan oleh Apoteker atau AA yang bertugas di satelit untuk mengecek kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik, minimal 1 atau 2 minggu sekali. Permasalahan lain yang ditemui di Satelit Kirana adalah penulisan keterangan penggunaan obat yang belum lengkap pada etiket, terutama keterangan waktu penggunaan sebelum atau sesudah makan untuk obat oral. Hal ini karena petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti atau tidak hafal aturan minum tiap obat. Dengan demikian, masih perlu dilakukan sosialisasi mengenai aturan penggunaan untuk obat oral yang terdapat di satelit kepada petugas farmasi di Satelit Kirana. Pada saat bertugas di depo farmasi lantai 3, diketahui bahwa depo ini tidak menggunakan kartu stok untuk mendokumentasikan mutasi perbekalan farmasi karena arus permintaan dan kegiatan di ruang OK yang berjalan cepat. Untuk ke depannya, dapat diadakan sebuah buku khusus sebagai media untuk pencatatan mutasi tersebut, yang minimal berisi keterangan nama perbekalan farmasi, jumlah, nama pasien yang memerlukan, dan inisial petugas satelit yang menyerahkan perbekalan farmasi. Hal ini diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan hilang atau terlewatnya dokumentasi mutasi tersebut.
4.6 Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 – 14.30 WIB, shift kedua Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
73 dilakukan pada pukul 14.00 – 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul 21.00 – 08.00 WIB. Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 9 AA, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2 AA dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 AA yang bertugas. Satelit ini melayani resep pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD yang menggunakan cairan dianeal), semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks, dan bedah digestif), dan poliklinik talasemi. Pasien yang diterima di sini adalah pasien umum dan jaminan, yang dapat berupa Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal, ASKES, dan jaminan perusahaan. Pengelolaan perbekalan farmasi pada Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pencatatan yang dilakukan pada setiap tahap pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan
perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat dilakukan berdasarkan konsumsi rata-rata obat yang digunakan selama 3-4 hari ditambah dengan buffer stock sebanyak 10%. Pada proses pengadaan, dilakukan defekta 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Setelah barang siap, penerimaan oleh pihak satelit dilakukan setiap hari Selasa dan Jumat oleh AA. Jumlah stok yang diterima langsung dimasukkan ke dalam sistem IT di Satelit Farmasi Pusat. Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan farmasi yang tidak terduga. Petugas akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan dan menulisnya pada buku cito. Permintaan obat atau alat kesehatan cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
74
menjadi kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Buku cito dimiliki oleh Satelit Farmasi Pusat dan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari Satelit Farmasi Pusat dengan buku cito yang dimiliki gudang. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun dengan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3. Penyimpanan obat disusun sesuai kriteria berikut : a.
Disusun secara alfabetis.
b.
Berdasarkan bentuk sediaan: oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop, obat luar.
c.
Obat generik atau merk dagang.
d.
Obat dengan penyimpanan khusus : 1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2°-8° C. 2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker. 3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat. 4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda. 5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus.
e.
Obat mahal.
f.
Obat dengan penyimpanan terpisah : sediaan nutrisi dan obat ASKES. Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan
jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Kegiatan SO untuk semua perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan setiap enam bulan sekali. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui pengecekan suhu penyimpanan satu kali sehari untuk ruangan dan tiga kali sehari untuk lemari pendingin, pengecekan perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa dalam jangka waktu
6 bulan dan penempelan stiker
kuning pada sediaan farmasi dengan masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
75
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat untuk pasien rawat inap adalah dengan sistem peresepan individu. Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masingmasing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal cukup diberikan obat untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Pasien rawat jalan diberikan jumlah obat sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep dan biasanya untuk pemakaian obat selama satu minggu. Resep yang diterima Satelit Farmasi Pusat rata-rata 250 lembar per hari. Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep elektronik (EHR). Unit kerja yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan PJT. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan pemerintah, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit. Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat, Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
76
Kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat salah satunya adalah penyusunan obat di rak penyimpanan yang masih bertumpuk ke belakang sehingga kotak obat seringkali saling menghalangi. Hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan penyusunan kotak obat secara bertingkat sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. Selain itu, kendala yang ditemukan adalah proses verifikasi resep untuk aspek kesesuaian klinis yang pelaksanaannya masih terbatas karena hanya terdapat 1 Apoteker di satelit ini yang tugasnya masih terfokus pada pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh AA. Dalam hal ini, Apoteker klinis akan diperlukan untuk pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan ke Satelit Farmasi Pusat. Penggunaan resep manual ini memiliki kekurangan, yaitu memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan resep oleh petugas satelit dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja sehingga dapat mengatasi masalah tersebut.
4.7 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara lain: a.
sediaan dengan formula khusus,
b.
sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking),
c.
sediaan yang tidak ada di pasaran,
d.
sediaan dengan harga yang lebih murah,
e.
produk yang harus selalu dibuat segar, dan
f.
sediaan untuk keperluan penelitian. Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan
aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
77
sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM, antara lain terdapat di : a.
Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 AA), pencampuran obat kemoterapi (3 AA + 1 pekarya), dan repacking sediaan serbuk steril (2 AA).
b.
Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN (6 AA).
c.
Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi (4AA).
d.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat kemoterapi (2 AA). Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi,
terdiri dari 2 Apoteker, 21 AA, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi beroperasi dalam 2 shift dari jam 08.00 – 20.00 WIB dari hari Senin hingga Sabtu. Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu : a.
Ruang karantina sebagai tempat alat yang baru masuk untuk disimpan sebelum digunakan pada proses produksi.
b.
Ruang pencucian sebagai tempat pembersihan alat dan kemasan yang digunakan dalam proses produksi.
c.
Ruang bahan baku sebagai tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan obat luar.
d.
Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar.
e.
Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repacking.
f.
Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas produk yang dihasilkan.
g.
Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari: Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
78
1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan dari luar ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari efek paparan obat sitostatika. 2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari partikel yang terdapat di luar ruangan. Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi menghasilkan sekitar 60 jenis sediaan. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara itu, produk non-steril yang dapat diproduksi sekitar 55 jenis. Contoh sediaan nonsteril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus, sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan povidone iodin. Sediaan yang rutin diproduksi setiap bulannya berjumlah 40 jenis. PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati dan diikuti mahasiswa, antara lain : a.
Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan resep dan obat kemoterapi dari pihak satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang ditulis oleh dokter. Petugas di Depo Sitostatika melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
79
menjamin keamanan pasien. Petugas juga memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien. Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik (NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata (goggle), dan penutup kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis adalah rangkap dua, sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril. Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. Sebelum proses pencampuran, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan gerakan searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol swab. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti. Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
80
aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box.
b.
Mengamati proses aseptic dispensing Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral
berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptik dengan tekanan udara positif. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut.
c.
Mencari literatur pembuatan larutan bilas lambung sebelum endoskopi dan menguji formulasi sediaan yang dirancang Pencarian literatur ini dilakukan untuk merancang formulasi larutan bilas
lambung yang sesuai dengan kriteria dan dapat diproduksi di RSCM. Setelah didapatkan formula yang sesuai, dibuat sediaan sesuai dengan formula tersebut. Dilakukan juga evaluasi sediaan agar didapat sediaan yang baik dan dapat dikonsumsi.
d.
QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai
dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP). Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
e. Repacking pembuatan sediaan povidone iodin Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi kemasan yang lebih kecil dan ekonomis. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
81
f. Pembuatan sirup omeprazole Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran sehingga produksi sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan penggunaannya di RSCM. Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan pada saat itu agar kestabilan obat tetap terjaga.
g. Pengisian kapsul Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO3. Sebelum pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu, dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul.
h. Mengemas serbuk KCl dan Kalium Fosfat. Selain diisikan ke dalam kapsul, kedua serbuk tersebut juga dapat langsung dikemas menggunakan kertas perkamen. Dalam proses pengemasan, harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket.
Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa kendala, seperti kurangnya tenaga AA untuk melakukan proses produksi nonsteril sehingga beberapa proses pembuatan dibantu pelaksanaannya oleh pekarya di bawah pengawasan AA yang ada. Selain itu, AA yang ada terkadang diperbantukan juga ke lokasi aseptic dispensing lain yang sedang membutuhkan Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
82
sehingga AA yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses pengawasan mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada semua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. Oleh karena itu, perlu diadakan penambahan AA untuk mengatasi masalah tersebut. Pada proses pengemasan serbuk KCl juga terdapat kendala akibat penggunaan kemasan yang masih konvensional, yaitu dengan kertas perkamen. Sebaiknya, digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Apoteker di rumah sakit berperan sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian yang mencakup kegiatan manajemen dan pelayanan farmasi klinik. Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Selain itu, Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang bertugas melakukan pengelolaan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta berkontribusi dalam upaya peningkatan pendapatan rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah cukup memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan RI dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission International. Akan tetapi, masih ditemui adanya aspek pelayanan yang belum dilakukan secara maksimal karena faktor keterbatasan jumlah SDM dan beberapa fasilitas penunjang.
83
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
84
5.2 Saran Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut beberapa saran yang dapat kami sampaikan: a.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat 1) Selalu memperbarui daftar nama obat yang terdapat di dalam kulkas agar memudahkan pada saat pencarian obat-obat tersebut. 2) Membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam lemari pendingin dan ditempelkan di setiap pintu lemari pendingin tersebut. 3) Menerjemahkan MSDS yang masih menggunakan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia agar memudahkan pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut dan dapat meningkatkan keselamatan pegawai. 4) Menempelkan stiker high alert, sitostatik, dan LASA secara teliti.
b.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) 1) Menambah jumlah pekarya di satelit farmasi IGD yang tugasnya berfokus pada pemeliharaan kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit. 2) Menyediakan printer etiket untuk mempercepat dan mempermudah proses dispensing obat di satelit farmasi. 3) Menyediakan daftar keterangan cara penggunaan obat (sebelum atau sesudah makan) sebagai panduan bagi Asisten Apoteker dalam melengkapi keterangan pada etiket saat proses dispensing obat.
c.
Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) 1) Informasi obat yang tertera dalam etiket mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan) agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat. 2) Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
85
3) Membuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan farmasi yang hampir kosong sehingga apoteker atau Asisten Apoteker dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito.
d.
Satelit Intensive Care Unit (ICU) 1) Mengadakan pengeras suara untuk memudahkan petugas agar mudah memanggil pasien. 2) Menambah fasilitas tangga untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. 3) Mengadakan peresepan online untuk memudahkan dispensing obat dan meminimalisir terjadinya medication error. 4) Menambah Asisten Apoteker untuk mengoptimalkan kinerja kefarmasian dan dan meminimalisir terjadinya medication error di ICU. Idealnya sekurang-kurangnya terdapat dua Asisten Apoteker untuk shif pagi, dua Asisten Apoteker untuk shift siang, dan dua Asisten Apoteker untuk shift malam. 5)
Menambah wadah obat karena masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat.
e.
Satelit Kirana 1) Depo lantai 3 tidak menggunakan kartu stok dan hanya memakai kertas catatan untuk mendokumentasi seluruh perbekalan farmasi yang keluar karena arus permintaan dan kegiatan di OK yang berjalan cepat. Untuk ke depannya, dapat dibuatkan buku khusus berisi nama perbekalan farmasi, jumlah, nama pasien, inisial nama penulis yang menyerahkan perbekalan farmasi supaya tidak tercecer dan data tidak hilang. 2) Pengambilan perbekalan farmasi dari gudang juga dimasukkan ke buku ini sebagai stok sehingga setiap kegiatan tetap dapat terdokumentasikan dengan baik. 3) Perlu adanya sosialisasi aturan minum tiap obat yang terdapat di depo farmasi lantai tersebut, khususnya obat oral karena terkait dengan pengobatan dan kesembuhan pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
86
f.
Sub Instalasi Produksi 1) Perlu penambahan Asisten Apoteker pada Sub Instalasi Produksi karena kurangnya tenaga Asisten Apoteker untuk melakukan proses produksi non steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh pekarya. Selain itu Asisten Apoteker yang ada terkadang diperbantukan ke lokasi aseptic dispensing lain yang lebih membutuhkan sehingga Asisten Apoteker yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses pengawasan mutu juga tidak bisa dilakukan dengan maksimal disemua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. 2) Pada saat mengemas serbuk KCl sebaiknya digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.
g.
Satelit Farmasi Pusat 1) Penyusunan obat masih menumpuk ke belakang sehingga kotak obat dapat saling menghalangi, hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari
obat.
Solusinya,
dapat
dilakukan
penyusunan
dengan
menggunakan kotak obat disusun bertingkat sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. 2) Verifikasi klinis untuk di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena apoteker yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh Asisten Apoteker. Perlu penambahan Apoteker klinis dalam hal verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. 3) Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan. Penggunaan resep manual memiliki kekurangan, yaitu kesalahan membaca resep dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
87
itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan segera diaplikasikan di seluruh unit kerja sehingga dapat mempercepat proses pelayanan resep.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan.Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
88
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
89
Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Direktur Utama
Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu
Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur Pengembangan dan Pemasaran
Direktur Keuangan
Direktur SDM dan Pendidikan
Direktur Umum dan Operasional
Departemen
Instalasi promkes
Bagian Anggaran
Bagian Diklat
Bagian Administrasi
Instalasi Farmasi
UPJM
Bagian Perbendaharaan
Bagian SDM
Bagian Aset dan Inventaris
Bagian Hukor
Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana
Instalasi Pendidikan
Instalasi Medik
UPT
Bagian Akuntansi
ULP
Unit Utilitas
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
90
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Subinstalasi Administrasi dan Keuangan
Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi
Kepala Subinstalasi Produksi
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan Pendidikan Pelatihan Pengembangan
91
Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi
Kepala Instalasi Farmasi
Kepala Sub Instalasi Produksi
Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril
Pelaksana Produksi Non Steril
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk
Penanggung Jawab Aseptik Dispensing
Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika
Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Pelaksana Pencampuran Obat Suntik
92
Lampiran 4. Contoh Etiket
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
93
Lampiran 5. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
94
Lampiran 6. Contoh Blanko Kartu Stok
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
95
Lampiran 7. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
96
Lampiran 8. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
97
Lampiran 9. Formulir Medication History Taking Pasien
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN PENGGUNAAN PERBEKALAN FARMASI DI KAMAR OPERASI DENGAN PAKET OPERASI MATA PADA DIVISI GLAUKOMA DAN KORNEA KIRANA SELAMA BULAN JULI-DESEMBER 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
ANISA PRIMA HILMI, S.Far 1206197192
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JULI 2013
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………….. …….. DAFTAR ISI……………………………………………….………. DAFTAR TABEL………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
i ii iii iv v
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………… 1.1 Latar Belakang…………………………………………… ……. 1.2 Tujuan…………………………………………………… …….
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………… . 2.1 Definisi Perbekalan Farmasi ………………………………… 2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ……………
3 3 3
BAB 3. METODE PENGKAJIAN………………………………... 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian………………………………… 3.2 Metode Pengkajian…….……………………………………… 3.3 Sampel Pengkajian…………………………………………….
13 13 13 13
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………… ... 4.1 Hasil…………….…………. ………………………………… 4.2 Pembahasan………….. ………………………………………
14 14 16
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………… 5.1 Kesimpulan…………………….……………………………... 5.2 Saran………………… ……………………………………...
18 18 18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………
19
ii
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3 Tabel 4.4
Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma yang digunakan pasien............................................................................................. Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant Divisi Kornea yang digunakan pasien................................................................................................. Jenis ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi…………… ...................................... Jumlah dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi…………………… ........
iii
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
14
14 15 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi ........................................
iv
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
15
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Lampiran 2.
Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi…………………………. .......................... 20 Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi .................................................................. 22
v
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pekerjaan kefarmasiaan adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi pengadaan sediaan farmasi, produksi sediaan farmasi, distribusi atau penyaluran sediaan farmasi dan pelayanan sediaan farmasi (Peraturan Pemerintah RI No. 51Tahun 2009). Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di Rumah Sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu. Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004). Biaya yang diserap untuk penyediaan perbekalann farmasi merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi di rumah sakit dapat menyerap sekitar 40-50 % dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja yang demikian besar, tentunya harus dikelola dengan efektif dan efisien. karena dana untuk obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efisien dan efektif akan meningkatkan pemanfaatan anggaran yang tersedia. Hal tersebut juga itu diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kefarmasian yang 1 Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
2
akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan rumah sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pelayanan kesehatan mata di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo berpusat di gedung Kirana yang melayani rawat jalan pasien mata, operasi mata dan lasik. Dalam pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi di gedung Kirana, terdapat depo farmasi yang menyediakan perbekalan farmasi bagi pasien rawat jalan maupun perbekalan farmasi untuk operasi mata. Distribusi perbekalan farmasi untuk operasi mata dilakukan dengan sistem paket operasi mata sesuai dengan unit tindakan yang akan diterima pasien, misalnya pada Divisi Glaukoma dan Kornea. Penentuan perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket tersebut berdasarkan kesepakatan
antara
tenaga
medis
yang melayani
operasi
mata.
Pada
pelaksanaannya diruang operasi, perbekalan farmasi yang ada dalam paket tidak semuanya digunakan ataupun ada perbekalan farmasi yang kurang. Oleh sebab itu pada tugas khusus ini akan dianalisis kesesuain perbekalan farmasi yang telah disiapkan dalam bentuk paket untuk operasi mata dengan penggunaan yang sebenarnya di ruang operasi pada Divisi Glaukoma dan Kornea Kirana. Hal tersebut penting mengingat tugas Apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi harus efektif dan efisien bagi pasien dan rumah sakit.
1.2.
TUJUAN Mengevaluasi kesesuaian penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi
dengan paket operasi mata yang telah ditentukan pada Divisi Galukoma dan Kornea Kirana selama bulan Juli - Desember 2012.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Perbekalan Farmasi Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan
obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004).
2.2.
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a.
Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b.
Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c.
Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d.
Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
e.
Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.
f.
Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.
g.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
2.2.1. Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasidi rumah sakit. Tujuan perencanaan 3
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
4
perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2008) : 1. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas masing-masing
rumah sakit,
Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 2. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. 3. Perhitungan Kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi biasanya menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. b. Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
5
masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). c. Metode kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas/epidemiologi, selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. 4. Evaluasi Perencanaan Berdasarkan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara/teknik seperti analisis nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik/terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi.
2.2.2. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008). 1. Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Pelelangan (tender) terbuka Metode tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metode ini lebih menguntungkan. Pelaksanaan tender terbuka memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
6
b. Tender terbatas Metode tender terbatas sering disebut sebagai lelang tertutup. Tender dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan serta tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c. Pembelian dengan tawar-menawar Metode ini dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian langsung Metode pembelian langsung digunakan untuk pembelian dalam jumlah kecil dan barang harus segera tersedia. Harga barang yang ditentukan relatif lebih mahal. 2. Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Sediaan farmasi dengan formula khusus. b. Sediaan farmasi dengan harga murah. c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. e. Sediaan farmasi untuk penelitian. f. Sediaan nutrisi parenteral. g. Rekonstruksi sediaan obat kanker. h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
7
3. Sumbangan/droping/hibah Pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal (Departemen Kesehatan RI, 2008). 2.2.3. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). b. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. c. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO). 2.2.4. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008). Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
8
2.2.5. Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004) : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b. Metode sentralisasi atau desentralisasi. c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah : 1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita. b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS. c. Pengurangan penyalinan kembali order obat. d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. b. Persediaan obat di unit perawat meningkat. c. Meningkatnya bahaya karena kerusakan dan kehilangan obat. d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
9
perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Resep/order dikaji langsung oleh apoteker. b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat. c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004) : a. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat. b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien. c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien. d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda.
3. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197 Tahun 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan (Siregar, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya. b. Peniadaan kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan. c. Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien. d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
10
e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien. f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat). g. Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi. b. Meningkatkan biaya operasional.
4. Sistem Distribusi Kombinasi Sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang menerapkan sistem resep perorangan (resep individu) dan sistempersediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya perbekalan farmasi yang harganya murah. Keuntungan dari sistem distribusi kombinasi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Semua resep/prder dikaji langsung oleh apoteker. b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat pasien/keluarga pasien. c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien.
2.2.6. Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup : a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja. b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman. c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
11
2.2.7. Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008).
2.2.8. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pelaporan merupakan
kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
12
2.2.9. Monitoring dan evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 3 METODE PENGKAJIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengambilan data perbekalan farmasi yang digunakan pasien operasi mata
pada Divisi Glaukoma dan Kornea dilakukan di Gedung Kirana RSCM pada tanggal 6-8 Mei 2013.
3.2
Metode Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan menganalisis data secara retrospektif. Data
yang digunakan adalah data penggunaan perbekalan farmasi pasien yang diambil melalui sistem IT Teramedik dan data Biaya Paket Operasi Divisi Glaukoma dan Kornea Kirana tahun 2012.
3.3
Sampel Pengkajian Pasien yang menjalankan operasi mata pada Divisi Glaukoma dan Kornea
periode Juli - Desember 2012. Jumlah pasien yang dijadikan sampel yaitu 5 orang yang menggunakan paket pada tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma dan tindakan secondary implant Divisi Kornea. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan di Kirana dari bulan Juli sampai dengan Desember 2012.
13
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Berdasarkan hasil analisis diperoleh ketidaksesuaian antara penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi dengan paket operasi mata tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma dan tindakan secondary implant Divisi Kornea. Persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma yang digunakan pasien berkisar antara 23 % sampai 46 % dari 39 item (lihat Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma yang digunakan pasien. No 1. 2. 3. 4. 5.
Pasien An. IA Tn. GB Ny. S Ny. LM Tn S
Jumlah
Persentase
10 12 12 9 18
26 % 31 % 31 % 23 % 46 %
Persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant Divisi Kornea yang digunakan pasien berkisar antara 11% sampai 44 % dari 36 item (lihat Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Jumlah dan persentase perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant Divisi Kornea yang digunakan pasien. No 1. 2. 3. 4. 5.
Pasien Tn. MF Ny. SA Ny. R An. CO An. S
Jumlah 4 15 10 17 16
Persentase 11 % 42 % 28 % 47 % 44 %
Jenis ketidaksesuaian yang terjadi dari penggunaan perbekalan farmasi diatas dapat dikelompokkan menjadi perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket, tetapi dibutuhkan pasien dan perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket tetapi tidak digunakan pasien. Semua sampel pasien mengalami minimal salah satu dari jenis ketidaksesuaian tersebut (lihat Tabel 4.3). 14 Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
15
Tabel 4.3 Jenis ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pasien An. IA Tn. GB Ny. S Ny. LM Tn S Tn. MF Ny. SA Ny. R An. CO An. S Jumlah
Perbekalan farmasi yang tidak tersedia
Perbekalan farmasi yang tidak digunakan
1 1 0 0 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8
10
Persentase jenis ketidaksesuaian yang didapat yaitu sebanyak 44,4 % kejadian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan 55, 6 % kejadian perbekalan farmasi dalam paket yang tidak digunakan pasien (lihat Tabel. 4.4 dan Gambar 4.1).
Tabel 4.4 Jumlah dan persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi.
Jumlah Persentase
Jenis ketidaksesuaian Perbekalan farmasi Perbekalan farmasi yang tidak tersedia yang tidak digunakan 8 10 44.4 % 55.6 %
55,6 %
44,4 %
Jumlah 18 100 %
Perbekalan farmasi yang tidak tersedia Perbekalan farmasi yang tidak digunakan
Gambar 4.1 Diagram persentase ketidaksesuaian perbekalan farmasi yang digunakan pasien dengan paket operasi. Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
16
4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi dengan paket operasi mata tindakan trabekulektomi Divisi Glaukoma dan tindakan secondary implant
Divisi Kornea periode Juli – Desember 2012,
didapatkan penggunaan perbekalan farmasi oleh pasien dikamar operasi kurang dari 50 % dari jumlah item yang ada dalam paket. Pada tindakan trabekulektomi terdapat 39 item perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket. Perbekalan farmasi dalam paket tersebut yang digunakan di kamar operasi berkisar antara 23 % sampai 46 % dari 39 item. Pada tindakan secondary implant, perbekalan farmasi dalam paket yang digunakan pasien berkisar antara 11% sampai 44 % dari 36 item. Hal tersebut menandakan bahwa perbekalan farmasi yang digunakan pasien di kamar operasi tidak sesuai dengan perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket operasi. Jenis ketidaksesuaian yang terjadi yaitu terdapat perbekalan farmasi yang tidak tersedia dalam paket, tetapi dibutuhkan pasien dan terdapat juga perbekalan farmasi yang telah disediakan dalam paket tetapi tidak digunakan pasien. Persentase jenis ketidaksesuaian yang didapat yaitu sebanyak 44,4 % kejadian perbekalan farmasi yang tidak tersedia dan 55, 6 % kejadian perbekalan farmasi dalam paket yang tidak digunakan pasien. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyediaan perbekalan farmasi dalam bentuk paket pada tindakan secondary implant dan tindakan trabekulektomi belum efektif atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang pasien gunakan di ruang operasi. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan individu pasien yang berbeda. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi perbedaan tersebut adalah kondisi keparahan penyakit yang diderita, usia pasien, penyakit penyerta, respon pasien terhadap obat dan kecocokan pasien terhadap alat kesehatan yang digunakan. Apabila perbekalan farmasi yang dibutuhkan pasien tidak ada di dalam paket, tentu akan menyulitkan tenaga medis pelaksana operasi untuk mendapatkannya dalam kondisi sedang berlangsungnya operasi. Kelebihan perbekalan farmasi dari dalam paket juga menambah beban kerja. Petugas farmasi bertambah beban kerjanya untuk menerima dan menyimpan kembali perbekalan farmasi tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
17
Apoteker berperan penting dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit, termasuk perbekalan farmasi paket operasi. Pengelolaan perbekalan farmasi tersebut harus dikelola dengan baik dan sesuai kebutuhan pasien. Apoteker dapat memberi saran kepada tim pembuat kebijakan agar sesuai dalam menentukan perbekalan farmasi pada paket opersai mata. Data perbekalan farmasi yang digunakan untuk paket operasi harus selalu dievaluasi dan direvisi sesuai dengan yang digunakan di kamar operasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Penggunaan perbekalan farmasi di kamar operasi dengan paket operasi mata yang telah ditentukan pada Divisi Glaukoma dan Kornea Kirana selama bulan Juli-Desember 2012 belum sesuai dengan ketersediaan dalam paket.
5.2 Saran 1. Perlu diadakan analisis kesesuaian paket operasi dengan penggunaan perbekalan farmasi di ruang operasi untuk tindakan yang lain pada Divisi Glaukoma dan Kornea. 2. Waktu pengambilam sampel pasien untuk analisis diperpanjang agar data yang diperoleh lebih mewakili untuk jangka waktu yang lebih panjang
18
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
19
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
Universitas Indonesia
22
Lampiran 1. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
Paket Operasi Alkohol Swab Adrenalin (Epineprin Inj) Aquadest 500 ml Otsuka Bethadine Cair
An. IA Transamin Inj 250 Mg Ondansetron Inj 4 Mg Atracurium Hameln Inj 25 Mg
Tn. GB Water For Injection 25 Ml Ikamicetin 1 % Eye Oint
Obat Dan Alkes Yang Digunakan Ny. S Ny. LM Xylocain 2 % 2 Ml Inj Xylocain 2 % 2 Ml Inj 0 W 9560 (benang) 0 W 9560 (benang)
Tn S Occulon Hv 1.6 % Aurovisc Inj 2 Ml
Aurovisc Inj 2 Ml
Steril Eye Drape 100 X 70
Steril Eye Drape 100 X 70
Steril Eye Drape 100 X 70
Asering 500 Ml Otsuka
Xylocain 2 % 2 Ml Inj
Stab Knife Pe 3015
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
Stab Knife Pe 3015
Spuit 10 Cc Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
Sarung Tangan Gamex No 7.5
Spuit 10 Cc Terumo
Sarung Tangan Gamex No 7
Slit Angled Knife 2.75 Mm
Mqa Eye Sponge
Sarung Tangan Gamex No 7.5
Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik
Sarung Tangan Gamex No 6.5
Vasofix Safety 22
Stab Knife Pe 3015
Dibekacin Inj
Spuit 5 Cc Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Spuit 10 Cc Terumo Sarung Tangan Gamex No 8 Sarung Tangan Gamex No 6.5
Dop Mata/Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik
Spuit 3 Cc Terumo
Spuit 10 Cc Terumo
0 Us - 1002 Lzn (benang)
Sterile Eye Drape
Sevorane 250 Ml
Cendoxytrol 5cc
Sedacum Inj 5 Mg
Cendo Floxa Mnds Microshield Hand Rub 500 Ml Handschoen Steril Gamex Handschoen Non Steril Gamex
Leukomed Iv 5.8 X 8
Sarung Tangan Gamex No 7.5 Sarung Tangan Gamex No 6.5 Optem
Ketorollac Inj 10mg
Mqa Eye Sponge
Acrysoft Natural Sp Sn 60 At
Infus Set Terumo
Mitomycin C Inj 10 Mg Micropore Dispenser 1/2 Inchi
0 W 9560 (benang)
Blood Set Cresen Knife 2.00 Mm Cornea Knife 1.50 Mm (Slit Angled 2.75 Mm)
Verband 4 X 5 Cm Nasional Vasofix Safety 24
Fentanil Inj 2 Ml
0 W 9560 (benang) Steril Eye Drape 100 X 70
Mqa Eye Sponge
Mqa Eye Sponge
Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik Cressent Knife
Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik Cressent Knife
Steril Eye Drape 100 X 70
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
20
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
23
Lampiran 1. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan trabekulektomi dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi (lanjutan) No. 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Paket Operasi
An. IA
Tn. GB
Masker Tali
0 W 9560 (benang)
Kassa Depper
Steril Eye Drape 100 X 70
Kassa Kecil
Stab Knife Pe 3015
Visco Elastic (Hpmc)
Spuit 3 Cc Terumo
Lidi Watten/Cotton Bud Marcain Pdf Inj 0.5 % 20 Ml
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Sarung Tangan Gamex No 7
Xylocain 2 % 2 Ml Inj
Sarung Tangan Gamex No 6.5
Vicryl 8.0 W 9560 Micropore 1" Mqa Eye Sponge Nylon Spatula 10 - 0 Us - 1002 Lzn Opthalmic Cautery Oradexon (Kalmetason) Pantocain 0.5 % 5 Cc Bss Gygazyme Gygasep Theralin Salep Mata (Ikamicetine) Spuit 1 Cc Terumo Spuit 10 Cc Terumo Spuit 20 Cc Terumo Mitomycin C Inj 10 Mg
Sangofix 0 Us - 1002 Lzn (benang) Mqa Eye Sponge Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik Cressent Knife
Obat Dan Alkes Yang Digunakan Ny. S
Ny. LM
Tn S Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Spuit 10 Cc Terumo Sarung Tangan Gamex No 8 Sarung Tangan Gamex No 7.5 Optem Mqa Eye Sponge Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi
Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
24
Lampiran 2. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi No.
Paket Operasi
1
Iol
2 3 4
Alkohol Swab Aquadest 500ml Betadine Cair
Roculax Inj 50 Mg Kalmethason Inj 5 Mg Granon Inj 1 Mg
Kalmethason Inj 5 Mg Carbachol Inj Bss Medeq
Bss Medeq Steril Eye Drape 100 X 70 Spuit 3 Cc Terumo
5 6 7 8
Blood Set Slit Angled Knife 2.75 Mm Cresen Knife 2.00mm Dibekacin Inj Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik Sterile Eye Drape Cendo Floxa Mnds Microshield Handrub 500 Ml
Ephedrin Hcl Inj 50 Mg Asering 500 Ml Otsuka Vasofix Safety 20 Suction Catheter No 12
Aurovisc Inj 2 Ml Xylocain 2 % 2 Ml Inj Steril Eye Drape 100 X 70 Stab Knife Pe 3015
Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Spuit 10 Cc Terumo Slit Angled Knife 2.75 Mm Sarung Tangan Gamex No 7.5
Suction Catheter No 10 Spuit 5 Cc Terumo Spuit 3 Cc Terumo
Spuit 5 Cc Terumo Spuit 3 Cc Terumo Spuit 20 Cc Terumo Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo
Sarung Tangan Gamex No 6.5 Optem
14
Handschoen Steril Gamex Handschoen Non Steril Sensi Glove
Remopain Inj 30 Mg Micropore Dispenser Inchi
15
Head Caps
Masker Oksigen Adult
16 17 18
Masker Tali Kassa Depper Kassa Kecil
Lidocain Inj Leukomed Iv 5.8 X 8 Isoflurane 250 Ml
19
Visco Elastic (Hpmc)
Fresofol Inj 1 % 20 Ml
9 10 11 12 13
Spuit 10 Cc Terumo
Ny. SA Occulon Hv 1.6 %
Perbekalan Farmasi yang Digunakan Ny. R An. CO Occulon Hv 1.6 % Water For Injection 25 Ml
Tn. MF Water For Injection 25 Ml
Spuit 10 Cc Terumo
Prostigmin Inj Ondansetron Inj 4 Mg Kalmethason Inj 5 Mg Atracurium Hameln Inj 25 Mg Asering 500 Ml Otsuka Vasofix Safety 24 Spuit 5 Cc Terumo
An. S Granon Inj 1 Mg Atracurium Hameln Inj 25 Mg Vasofix Safety 24 Vasofix Safety 22 Suction Catheter No 8 Spuit 5 Cc Terumo Spuit 3 Cc Terumo Sevorane 250 Ml
Spuit 3 Cc Terumo Spuit 10 Cc Terumo Sojourn 250 Ml Midazolam Hameln Inj 15 Mg Micropore Dispenser 1 Inchi
Leukomed Iv 5.8 X 8 Ketorollac Inj 10mg Infus Set Terumo
Masker Oksigen Pediatric
Optiblu Inj
Lidocain Inj
Occulon Hv 1.6 %
Leukomed Iv 5.8 X 8 Ketorollac Inj 10mg Infus Set Terumo
Kalmethason Inj 5 Mg Ikamicetin 1 % Eye Oint Bss Medeq
Fentanil Inj 2 Ml
Aurovisc Inj 2 Ml
Fentanil Inj 2 Ml Atropin Sulfat Inj
1 Slit Angled Knife 2.75 Mm Sarung Tangan Gamex No 7.5 Sarung Tangan Gamex No 7 0 Us - 1002 Lzn (benang) Mqa Eye Sponge Micropore Dispenser 1/2 Inchi
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi 22
Universitas Indonesia Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013
25
Lampiran 2. Perbandingan perbekalan farmasi pada paket operasi tindakan secondary implant dengan perbekalan farmasi yang digunakan pasien di ruang operasi (lanjutan) Perbekalan Farmasi yang Digunakan
No
Paket Operasi
20 21 22 23 24
Lidi Watten/Cotton Bud Micropore 1" Mqa Eye Sponge Nylon Spatula 10 - 0 Us 1002 Lzn Opthem
25 26 27
Oradexon/Kalmetaxon Pantocain 0.5 % 5 Cc Bss
Carbachol Inj Bss Medeq Aurovisc Inj 2 Ml
28
Gygazyme
Steril Eye Drape 100 X 70
29 30
Gygasep Theralin
31 32
Spuit 1 Cc Terumo Spuit 10 Cc Terumo
33 34 35 36 37 38
Spuit 3 Cc Terumo Spuit 5 Cc Terumo Spuit 20 Cc Terumo Carbacol/Miostat
Spuit 5 Cc Terumo Spuit 3 Cc Terumo Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Spuit 10 Cc Terumo Slit Angled Knife 2.75 Mm Optem 0 Us - 1002 Lzn (benang) Mqa Eye Sponge 0 W 329 (benang) Lensa Ispheric pc 60 r Global Eyeshield col White Dop Mata Plastik
Tn. MF Fentanil Inj 2 Ml Blood Set Terumo
Ny. SA Lensa Ispheric Pc 60 R Blood Set Terumo
Ny. R
39
An. CO Farmadol Drip 100 Ml Atropin Sulfat Inj Viscoat 0.75 Ml
An. S Xylocain 2 % 2 Ml Inj Stab Knife Pe 3015 Spuit 5 Cc Terumo
Kalmethason Inj 5 Mg Ikamicetin 1 % Eye Oint
Spuit 3 Cc Terumo Spuit 20 Cc Terumo Spuit 1 Cc Tuberculin Terumo Spuit 10 Cc Terumo Slit Angled Knife 2.75 Mm Sarung Tangan Gamex No 7.5 Sarung Tangan Gamex No 6.5 Optem Mqa Eye Sponge Lensa Ispheric Pc 60 R Global Eyeshield Col White Dop Mata Plastik
Keterangan : Kolom yang berwarna kuning adalah perbekalan farmasi yang masuk ke dalam paket operasi 23
Universitas Indonesia Laporan praktek....., Anis Hilmi, FF UI, 2013