UNIVERSITAS INDONESIA
DESAIN PROGRAM UNTUK PENINGKATAN OEE PADA MESIN PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
A. EKA KRIS HANTORO 0806366762
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK INDUSTRI DEPOK DESEMBER 2010 Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: A. Eka Kris Hantoro
NPM
: 0806366762
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 27 Desember 2010
ii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: A. Eka Kris Hantoro
NPM
: 0806366762
Program Studi
: Teknik Industri
Judul Skripsi
: DESAIN PROGRAM UNTUK PENINGKATAN OEE PADA MESIN PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Ir. Rahmat Nurcahyo, M.Eng.Sc.
(
)
Penguji
: Ir. Yadrifil, M.Sc
(
)
Penguji
: Komarudin, S.T., M.Eng
(
)
Penguji
: Armand Omar Moeis S.T., M.Sc
(
)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 27 Desember 2010
iii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Industri pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa , tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1).Ir. Rahmat Nurcahyo, M.Eng.Sc , selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini; (2).Ibu Ir. Isti Surjandari P, MT, M.A, Ph.D, Bapak Ir. Amar Rachman, MEIM, Ibu Arian Dhini ST, MT, atas saran dan masukan yang bermanfaat pada seminar 1 skripsi; (3).Bapak Ir. Yadrifil M.Sc, Komarudin, S.T.,M.Eng, Armand Omar Moeis,S.T., M.Sc atas saran dan masukan yang bermanfaat pada seminar 2 skripsi; (4).Pihak departemen SCM Sachet Packing PT. Frisian Flag Indonesia yang telah mengijinkan saya dan membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (5).Orang tua dan keluarga saya tercinta telah banyak berkorban dan memberikan bantuan dukungan doa; dan (6).Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Besar harapan saya, semoga penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu. Depok, 27 Desember 2010
iv
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: A. Eka Kris Hantoro
NPM
: 0806366762
Program Studi : Teknik Industri Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk diberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : DESAIN PROGRAM
UNTUK PENINGKATAN OEE PADA MESIN
PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non NonEksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. seb
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 27 Desember 2010 Yang menyatakan
(A . Eka Kris Hantoro) v
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI Skripsi, 27 Desember 2010 A. Eka Kris Hantoro DESAIN PROGRAM UNTUK PENINGKATAN OEE PADA MESIN PENGEMASAN SUSU KENTAL MANIS SACHET xiv + 96 halaman, 32 tabel, 41 gambar, 3 lampiran ABSTRAK Efektifitas mesin yang dimaksud adalah kemampuan mesin dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik dengan waktu efektif yang tersedia. Salah satu metode pengukuran kinerja dan efektifitas mesin yang digunakan adalah OEE (Overall Equipment Effectiveness). Metode pengukuran ini terdiri dari tiga faktor utama yang saling berhubungan yaitu kemampuan, ketersediaan, dan kualitas. Sebagai obyek penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan susu, sedangkan fokus penelitian pada proses pengemasan susu kental manis kemasan sachet (sachet packaging), pada proses ini mempunyai permasalahan sulitnya mencapai target OEE yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui sumber-sumber penyebab tidak tercapainya target nilai OEE, kemudian menyusun usulan desain program perbaikan untuk meningkatkan nilai OEE. Data penelitian yang telah dikumpulkan kemudian di analisa secara kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan tools of quality. Dari hasil penelitian diketahui 9 penyebab tidak tercapainya target nilai OEE, dan yang menjadi penyebab utama adalah waktu pembersihan yang lama dan berpengaruh pada faktor ketersediaan waktu, sehingga diusulkan desain program sebanyak 13 tindakan perbaikan. Dengan tindakan perbaikan yang dilakukan tersebut diperkirakan akan meningkatkan nilai OEE dari 70,62% ke 86,07% dengan peningkatan OEE sebesar 15,45%. Kata kunci : Overall Equiment Effectiveness, produk cacat, sachet packaging.
vi Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
UNIVERSITY OF INDONESIA INDUSTRIAL ENGINEERING DEPARTEMENT INDUSTRIAL ENGINEERING PROGRAM Skripsi, December 27th, 2010 A. Eka Kris Hantoro DESIGN PROGRAM FOR IMPROVEMENT OEE IN PACKAGING MACHINE OF SWEETENED CONDENSED MILK SACHET xiii + 96 pages, 32 tables, 41 figures, 3 appendices ABSTRACT Machine efectiveness is capability of machine at one particular production process to produce good finish product with effective time available. One method of measuring performance and effectiveness of the machines used are the OEE (Overall Equipment Effectiveness). The measurement method consists of three main factors that are interconnected: the ability, availability, and quality. As an object of this research is a company that is engaged in milk processing, while the focus of research on the process of sweetened condensed milk packaging sachet (sachet packaging), the process has problems of difficulty of achieving targets set OEE. This study aimed to identify the sources of the cause of not reaching the target value of OEE, then arrange the proposed design and improvement program to enhance the value of OEE. The research data were collected later were analyzed quantitatively and qualitatively by using the tools of quality. From the research note 9 cause of not reaching the target value of OEE, and that the main reason is cleaning time and the effect on the availability time, so that the proposed design of the program were 13 remedial actions. With the corrective actions taken are expected to increase the value of OEE of 70.62% to 86.07% with increase in OEE of 15.45%. Key word : Overall Equiment Effectiveness , defect, sachet packaging
vii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………..
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN….………………………………………………
iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………. v ABSTRAK ……………………………………………………………………..
vi
ABSTRACT …………………………………………………………………….
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… x DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xiv BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.
Latar Belakang Masalah ……………………………………………….. Diagram Keterkaitan Masalah …………………………………………. Rumusan Permasalahan ………………………………………………… Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………… Metodologi Penelitian ………………………………………………….. 1.6.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian ……………………………. 1.7. Sistematika Penulisan …………………………………………………...
1 1 3 4 4 4 5 7 8
BAB 2. LANDASAN TEORI ………………………………………………….. 9 2.1. Konsep Overall Equipment Effectiveness (OEE)………………………… 9 2.1.1. Pengertian OEE ……………………………………………………9 2.1.2. Tujuan Penggunaaan OEE………………………………………… 10 2.1.3. Faktor dan Perhitungan OEE …………………………………….. 10 2.2. Variasi …………………………………………………………………… 14 2.3. Produksi …………………………………………………………………. 15 2.4. Mesin ……………………………………………………………………. 15 2.5. 7 Tools of Quality ……………………………………………………….. 16 2.5.1. Diagram Alir (Flowchart) ………………………………………... 17 2.5.2. Check Sheet ……………………………………………………… 18 2.5.3. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) ……………. 19 viii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
2.5.4. Histogram ………………………………………………………… 2.5.5. Diagram Pareto ………………………………………………….. 2.5.6. Diagram Pencar (Scatter Diagram) …..…………………………. 2.5.7. Run Chart dan Control Chart ………………………………….... 2.6. Jurnal Pendukung ……………………………………………………….
20 21 22 23 24
BAB 3. PENGUMPULAN DATA …………………………………………….. 26 3.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ………..……………………………. 3.2. Struktur Organisasi ……………………………………………………... 3.3. Departemen SCM Sachet Packing ……………………………………… 3.3.1. Jalur Produksi ……………………………………………………. 3.3.2. Diagram Alir atau Flowchart Departemen SCM Sachet Packing . 3.3.3. Produk …………………………………………………………… 3.4. Data Penelitian ………………………………………………………….. 3.4.1. Data Diagram Alir Proses Filling ..……………………………… 3.4.2. Data Ketersediaan Waktu (Used Time) ………………………… 3.4.3. Faktor Availability ……………………………………………… 3.4.4. Faktor Performance…………………………………………….. 3.4.5. Faktor Quality…………………………………………………… 3.4.5.1. Data Jenis Produk Cacat………………………………… 3.4.5.2. Data Kuantitas Produk Cacat…………………………… BAB 4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA ……..…………………… 4.1. Pengolahan Data dan Analisa Kuantitatif ……………...………………. 4.1.1. Data Perhitungan OEE ………………………………..………… 4.1.2. Analisa Kuantitas Faktor Availability ……………………........... 4.1.3. Analisa Kuantitas Faktor Performance …………………………... 4.1.4. Analisa Kuantitas Faktor Quality ………………………………... 4.2. Pengolahan Data dan Analisa Kualitatif ………………………………… 4.3. Rencana Tindakan Untuk Mengurangi Gagal Sealing …………………… BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
26 27 28 29 36 38 39 39 42 49 53 54 54 56 66 66 66 76 82 83 87 92 94
5.1. Kesimpulan ……………………………………………..………………. 94 5.2. Saran …………………………………………………..………………... 95 DAFTAR REFERENSI …………….………………………………………….
ix
96
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 OEE Timeline …………………………………………………….. 11 Tabel 2.2 OEE Timeline …………………………………………………….. 13 Tabel 3.1 Rencana Produksi Minggu 40……………………………………
45
Tabel 3.2 Ketersediaan Waktu Minggu 40 ……………………………..….
45
Tabel 3.3 Rencana Produksi Minggu 41……………………………………
46
Tabel 3.4 Ketersediaan Waktu Minggu 41 ……………………………..….
46
Tabel 3.5 Rencana Produksi Minggu 42……………………………………
47
Tabel 3.6 Ketersediaan Waktu Minggu 42 ……………………………..….
47
Tabel 3.7 Rencana Produksi Minggu 43……………………………………
48
Tabel 3.8 Ketersediaan Waktu Minggu 43 …………………………..…….
48
Tabel 3.9 Downtime Stoppages Minggu 40……………………………..….
50
Tabel 3.10 Downtime Stoppages Minggu 41…………………………..…...
51
Tabel 3.11 Downtime Stoppages Minggu 42………………………….……
52
Tabel 3.12 Downtime Stoppages Minggu 43………………………………..
53
Tabel 3.13 Jumlah Speed Loss ……………………………………………...
54
Tabel 3.14 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 40 ………………………...
57
Tabel 3.15 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 41 ………………………...
59
Tabel 3.16 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 42 ………………………...
61
Tabel 3.17 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 43 ………………………...
63
Tabel 4.1 Data OEE Minggu 40 ……………………………….……………
67
Tabel 4.2 Perhitungan OEE Minggu 40 ……………………………………
67
Tabel 4.3 Data OEE Minggu 41 ……………………………………………
69
Tabel 4.4 Perhitungan OEE Minggu 41 ……………………….……………
69
Tabel 4.5 Data OEE Minggu 42 ………………………………….…………
71
Tabel 4.6 Perhitungan OEE Minggu 42 ………………………………….…
71
Tabel 4.7 Data OEE Minggu 43 ……………………………….……………
73
Tabel 4.8 Perhitungan OEE Minggu 43 ………………………….…………
73
Tabel 4.9 Total Downtime Stoppages …………………………………….…. 77 Tabel 4.10 Waktu Pembersihan Piltz 4 ………………………………… x
79
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Tabel 4.11 Total Jenis Produk Cacat ……………………………………….. 83 Tabel 4.12 Matrik Korelasi Area Kritis dan Produk Cacat ………………….. 85 Tabel 4.13 Matrik Korelasi Rencana Tindakan Untuk Meningkatkan Nilai OEE ………………………………………………………………………………
xi
92
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah ………………………………….. 3 Gambar 1.2 Flow Chart Metodologi Penelitian ……………………………… 7 Gambar 2.1 Simbol Dalam Diagram Alir ……………………………………. 13 Gambar 2.2 Contoh Pembuatan Diagram Alir ………………………………. 17 Gambar 2.3 Contoh Check Sheet Cacat Produksi …………………………… 18 Gambar 2.4 Contoh Bentuk Diagram Sebab Akibat ………………………… 19 Gambar 2.5 Contoh membuat Histogram ……………………………………. 21 Gambar 2.6 Aturan Diagram Pareto (Pareto’s Rule) ………………………… 21 Gambar 2.7 Contoh Diagram Pareto …………………………………………. 22 Gambar 2.8 Contoh Diagram Pencar ….…………………………………… 23 Gambar 2.9 Contoh Run Chart ……………………………………………… 23 Gambar 2.10 Contoh Control Chart …………………………………………. 24 Gambar 3.1 Kapasitas SCM Sachet Packing ……….……………………….. 30 Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pengemasan Sachet ………………………. 37 Gambar 3.3 Skema Proses Pengemasan Piltz 4 ……………………………… 39 Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pengemasan Mesin Piltz 4 ………………. 41 Gambar 3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness ………………...
42
Gambar 3.6 Tampilan Online Reporting System ……………………………. 49 Gambar 3.7 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 40 ..……………..
58
Gambar 3.8 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 41 ..……………..
60
Gambar 3.9 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 42 ..……………..
62
Gambar 3.10 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 42 ..……………. 64 Gambar 3.11 Run Chart Total Produk Cacat …………………...……………. 65 Gambar 4.1 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages Minggu OEE Minggu 40 .. 68 Gambar 4.2 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 40 …………………... 68 Gambar 4.3 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages Minggu OEE Minggu 41 .. 70 Gambar 4.4 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 41 …………………... 70 Gambar 4.5 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages Minggu OEE Minggu 42 .. 72 xii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Gambar 4.6 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 42 …………………... 72 Gambar 4.7 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages Minggu OEE Minggu 43 .. 74 Gambar 4.8 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 43 …………………... 74 Gambar 4.9 Grafik Batang Perbandingan Nilai Faktor OEE (%) …………….. 75 Gambar 4.10 Grafik Batang OEE (%) ………………………………….…….. 76 Gambar 4.11 Grafik Batang Perbandingan Nilai Downtime Availability …… 78 Gambar 4.12 Pie Chart Sub-Downtime Routine Stoppages …………….…… 78 Gambar 4.13 Perbandingan Pengaruh Metode Pembersihan Terhadap Nilai OEE ………………………………………………………………………………..
80
Gambar 4.14 Grafik Batang Perbandingan Nilai OEE dengan Breakdown … 81 Gambar 4.15 Grafik Batang Pengaruh Nilai Speed Loss Terhadap Nilai OEE. 82 Gambar 4.16 Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat ………………………… 84 Gambar 4.17 Gambar Produk Cacat Melintir Karena Foil Tidak Stabil ……. 87 Gambar 4.18 Diagram Sebab Akibat Tidak Tercapainya Target OEE ……… 88
xiii
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Struktur Organisasi Powder Packing
Lampiran 2.
Perhitungan OEE Berdasarkan Perbandingan Waktu dan Metode Pembersihan
Lampiran 3.
Jenis dan Spesifikasi Alumunium Foil
xiv
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era kompetisi global dan perkembangan teknologi saat ini, banyak perusahaan mulai mencari alternatif baru dalam keunggulan berkompetisi untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Misalnya dengan menambah kapasitas produksi, efisiensi dalam logistik, atau meningkatkan pelayanan kepada konsumen untuk mendapatkan kepuasan pelanggan. Menjamurnya kompetitor baru serta bermunculan konsumen yang semakin kritis, tentu hal ini bukan perkara mudah. Selain alternatif diatas, salah satu cara yang dilakukan dengan cara perbaikan terus menerus dalam setiap bagian proses produksi. Efisiensi menjadi salah satu fokus perusahaan untuk memaksimalkan kapasitas produksi yang dimiliki, dengan cara meminimalkan pemborosan yang ada baik berupa biaya, waktu, dan sumber daya yang dibutuhkan dalam proses poduksi. Dengan usahausaha perbaikan tersebut, diharapkan perusahaan dapat bertahan dan mencapai tujuan yang diinginkan. PT Frisian Flag Indonesia sebagai consumer good companies dalam industri pengolahan susu sebagai produk utamanya, menempatkan produk sachet susu kental manis sebagai produk unggulan untuk sasaran kelompok masyarakat ekonomi menengah dengan pangsa pasar sebesar 55% dalam target penjualannya pada awal tahun 2010. Hal ini berdampak pada target produksi yang terus melonjak dengan memaksimalkan kapasitas produksi yang ada. Efektifitas mesin untuk berproduksi menjadi andalan utama dalam pencapaian target tanpa melupakan tuntutan kualitas. Pencapaian target produksi didukung oleh efektifitas mesin dalam berproduksi dengan waktu telah dijadwalkan. Efektifitas mesin yang dimaksud adalah kemampuan mesin dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas baik dengan waktu efektif yang tersedia. Salah satu metode pengukuran kinerja dan efektifitas mesin yang digunakan adalah OEE (Overall 1
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
2 Equipment Effectiveness). Metode pengukuran ini terdiri dari tiga faktor utama yang saling berhubungan yaitu kinerja, ketersediaan, dan kualitas. Penanganan dan analisa proses yang masih rendah dalam pengemasan susu kental manis sachet, mempengaruhi efektifitas mesin dalam jumlah pencapaian output dan tingkat kualitas produk. SCM Sachet Packing Department PT Frisian Flag Indonesia fokus untuk mengurangi waktu berhenti yang terjadi dalam proses pengemasan hingga mencapai tahap yang maksimal dalam peningkatan OEE dan sekaligus sebagai peningkatan kualitas produk untuk menurunkan losses baik dari raw material maupun packing material. Tingkat kesadaran dan kepedulian operator tentang efektifitas mesin dan cara pengukuran terhadap performa mesin dalam berproduksi masih rendah. Standarisasi mesin belum diwujudkan sehingga kondisi mesin dalam berproduksi tidak optimal. Perawatan mesin meliputi pembersihan (cleaning) dan preventive maintenance belum dilakukan dengan maksimal. Adanya tindakan perbaikan diperlukan untuk memperbaiki tingkat efektifitas mesin dalam berproduksi. Usaha dan improvement fokus untuk memberikan rencana-rencana perbaikan yang berpengaruh pada nilai faktor OEE, sehingga kualitas dan target produksi bisa tercapai sesuai rencana yang telah disusun dengan tingkat performa mesin yang optimal sesuai ketersediaan waktu yang telah direncanakan. OEE akan menjadi indikator kemampuan mesin yang utama, sebagai tolak ukur efektifitas mesin dan pengaruhnya terhadap nilai produktifitas yang mempunyai hubungan sebanding, bila nilai OEE naik maka produktifitas akan naik, begitu juga sebaliknya. Maka dalam penelitian ini akan berfokus pada usaha rencana perbaikan sehingga memberikan dampak yang signifikan terhadap performa mesin dalam proses produksi dengan tolak ukur OEE hingga titik optimal.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
3 1.2. Diagram Keterkaitan Masalah Meningkatkan produktifitas mesin
Meningkatkan OEE mesin sebagai tolak ukur utama
Meningkatkan awareness operator terhadap proses produksi dan efektifitasnya
Menurunkan losses dan reprocess material
Berkurangnya downtime stoppages yang terjadi dalam proses
Berkurangnya jumlah produk cacat hingga titik terendah
Adanya rencana perbaikan untuk peningkatan OEE
Tingkat pencapaian OEE yang rendah
Kondisi mesin dan peralatan tidak optimal
Area kritis mesin dalam proses tidak diperhatikan
Kondisi mesin tidak terawat dan kurang bersih
Technical breakdown dan minor stoppages sering terjadi
Kurangnya kesadaran dan kepedulian operator terhadap nilai kualitas dan pengaruhnya terhadap efektifitas mesin
Belum adanya standar pemeliharaan dan cleaning mesin
Program maintenance belum dilakukan dengan baik.
Kurangnya informasi dan pengetahuan operator tentang efektifitas (OEE) mesin
Gambar 1.1 Diagram Keterkaitan Masalah Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
4 1.3. Rumusan Permasalahan Departemen Sweetened Condensed Milk (SCM) Sachet Packing memiliki 23 mesin pengisi sachet. Dari evaluasi data tahun 2009 rata-rata OEE SCM Packing Department adalah 54%, kemudian rata-rata OEE mesin pengisi yang paling rendah adalah mesin Piltz 4 sebesar 47% dengan rata-rata produktifitas 89,54 kg/manhours. Nilai rata-rata performa yang rendah sebesar 7% pada mesin Piltz 4 dibandingkan dengan rata-rata performa departemen, maka perlu adanya tindakan perbaikan agar bisa kembali mencapai target yang ditetapkan yaitu 85%. Rencana perbaikan dalam proses pengemasan di mesin ini menjadi fokus penelitian, karena usaha perbaikan yang bisa dilakukan akan memberikan dampak yang besar bagi keseluruhan nilai indikator pada mesin termasuk nilai OEE. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan nilai OEE sesuai dari standar target
yang
ditetapkan.
Dengan
mengetahui
jenis-jenis
downtime
dan
pengaruhnya terhadap OEE sebagai nilai indikator pada proses pengemasan susu kental manis sachet di Departemen SCM Sachet Packing PT. Frisian Flag Indonesia serta identifikasi area kritis dalam proses yang berpengaruh besar terhadap terjadinya produk cacat, sehingga tujuan yang akan dicapai adalah memberikan desain program perbaikan untuk meningkatkan efektifitas mesin (OEE) yang diberikan kepada departemen terkait.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu sekitar satu bulan yaitu minggu 40 sampai dengan minggu 43, karena penelitian harus dilakukan langkah demi langkah tanpa mengganggu proses produksi yang ada, dan selama penulisan penelitian ini memungkinkan melakukan pengambilan data yang sifatnya untuk mendukung hasil analisa.
Penelitian dilakukan di departemen Sweetened Condensed Milk Packing PT Frisian Flag Indonesia yang memiliki 23 mesin filler meliputi 17 line produksi yaitu : Jonan 7/8/9, Sanko 1/Jonan10, Sanko2/3, Sanko 4, Sanko 5, Sanko 6, Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
5 Sanko 7, Sanko 8, Sanko 9, Sanko 10, Sanko 11, Piltz 1, Piltz 2, Piltz 3,Piltz 4, Merz1/2, dan Bossar, penelitian hanya berfokus pada satu mesin yaitu Piltz 4 dengan pertimbangan nilai rata-rata OEE yang paling rendah dan membutuhkan tindakan perbaikan untuk mengembalikan nilai efektifitas mesin dengan berfokus pada program rencana perbaikan.
Tujuan penelitian untuk memberikan desain program dalam pencapaian target OEE dengan mengurangi downtime stoppages dan usaha-usaha perbaikan sebatas yang bisa dilakukan secara internal departemen packing itu sendiri maupun yang membutuhkan dukungan dari departemen tehnik sebagai departemen pendukung, ataupun berupa informasi kepada departemen terkait.
1.6. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metodologi yang sudah digambarkan dalam diagram alir (flow chart) di bawah ini, yang terdiri dari tahap-tahap berikut ini : 1. Penentuan topik penelitian Langkah dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam beberapa proses yang membutuhkan solusi perbaikan. Untuk penelitian ini akan menggali lebih dalam tentang efektifitas mesin yang terjadi pada line produksi. Pada langkah ini didukung dengan jurnal dan referensi lain yang mempunyai topik terkait. 2. Penentuan tujuan penelitian. Dengan mempelajari dasar-dasar teori yang mendukung penelitian antara lain konsep OEE dan nilai faktor-faktor yang mempengaruhinya kemudian dilakukan perumusan tujuan dari penelitian yang merupakan output dari penelitian ini yaitu usulan perbaikan.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
6 3. Penetapan batasan penelitian. Ruang lingkup penelitian dilakukan pada satu mesin pengemasan agar lebih fokus, sebelumnya dilakukan pengumpulan data sekunder berupa data, jumlah waktu berhenti dan jenisnya yang bisa diperoleh dari laporan operator, foreman/supervisor di Online Reporting System (ORS). Data ketersediaan waktu diambil dari data rencana produksi yang dibuat oleh bagian Production Planning Inventory Control (PPIC). 4. Pengumpulan data Mengumpulkan data dari departemen produksi untuk perhitungan faktor quality. Data utama berupa data produk cacat diambil langsung di lapangan dengan cara memisahkan produk cacat yang terjadi kemudian dicatat pada checksheet kemudian memasukkan data ke dalam laporan harian operator. Selain itu dilakukan pengamatan langsung dan wawancara terhadap kondisi di lapangan saat proses produksi berlangsung untuk pembuatan skema produksi kemudian mengelompokkan area kritis dalam proses dan jenis waktu berhenti yang terjadi. Data yang dikumpulkan dan dicek apakah sudah cukup untuk melangkah ke tahap analisa data. 5. Analisa data Menggunakan alat kualitas dilakukan analisa terhadap data yang sudah dikumpulkan, dari hasil analisa tersebut kemudian dilakukan kemudian disusun rencana perbaikan dan melakukan survey terhadap pihak-pihak terkait pada ruang lingkup penelitian terhadap permasalahan yang terjadi di line produksi tersebut. 6. Kesimpulan. Menyimpulkan dari hasil yang didapat dalam penelitian ini.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
7 1.6.1. Diagram Alir Metodologi Penelitian Metodologi Penelitian
Mulai
Menentukan topik penelitian
Mencari Jurnal
Mempelajari dasar teori yang mendukung penelitian
Laporan Harian Operator
Menentukan tujuan penelitian
Mengumpulkan data downtime dan mengelompokkan sesuai jenisnya
Mengumpulkan data planning produksi mingguan
ORS (Online Reporting System)
PPIC
Pengamatan proses di lapangan Wawancara
Mengelompokkan jenis produk cacat dan Mengumpulkan jumlah produk cacat yang terjadi
Pembuatan skema proses pengemasan N
Cek kecukupan data
Checksheet
Y Menganalisa data menggunakan tools of quality
Merumuskan desain program perbaikan
Menyimpulkan penelitian
Selesai
Gambar 1.2 Flow Chart Metodologi Penelitian
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
8 1.7. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini disusun secara sistematika yang memudahkan pembaca untuk memahami penelitian ini. Bagian-bagian tersebut akan di uraikan menjadi beberapa Bab yaitu sebagai berikut : 1. Bab pertama Pendahuluan, pada bab ini akan memberi gambaran tetang latar belakang penelitian yang menggambarkan masalah yang terjadi secara umum, kemudian
akar-akar masalah dan keterkaitannya akan dirumuskan dalam
Diagram Keterkaitan Masalah sehinggga didapat inti masalah yang akan dipecahkan. Pada bab ini juga dijelaskan tentang tujuan penelitian dan ruang lingkupnya, metodologi penelitian yang digambarkan dalam Diagram Alir yang menjelaskan langkah-langkah dari penentuan topik sampai diambil kesimpulan. 2. Bab kedua Landasan Teori, berisikan teori yang mendukung penelitian ini, antara lain teori tentang konsep OEE dan 7 tools quality sebagai alat analisa. Teori-teori ini diambil dari beberapa referensi baik yang berupa buku, jurnal, ataupun situs internet. 3. Bab ketiga Pengumpulan data, bab ini berisikan data-data yang akan dipakai untuk analisa, baik yang berupa data utama maupun data pendukung, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan. Pada bab ini juga menjelaskan profil dari perusahaan sebagai tempat studi kasus. 4. Bab keempat Analisa, pada bab ini menjelaskan analisa yang dilakukan terhadap data-data yang sudah diuraikan di bab tiga, kemudian dirumuskan usulan perbaikan berdasarkan hasil analisa tersebut. 5. Bab kelima Kesimpulan, merangkum dari keseluruhan penelitian yang telah disusun.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Konsep Overall Equipment Effectiveness (OEE)
2.1.1. Pengertian OEE Overall Equipment Effectiveness (OEE) didefinisikan sebagai alat ukur universal yang dapat digunakan sebagai kunci sukses dalam proses manufaktur. Strategi penggunaan OEE dipertimbangkan sebagai alat kontrol yang efektif. Pada aplikasinya, OEE adalah serangkaian alat ukur yang bisa digunakan sebagai pengukur kemajuan suatu proses dan dimasukkan sebagai Key Performance Indicator (KPI). OEE bukan hal baru dalam dunia industri dan manufaktur, teknik pengukurannya
sudah
dipelajari
dalam
beberapa
tahun
dengan
tujuan
penyempurnaan perhitungan. Dalam sejarahnya, OEE hanya digunakan oleh manajemen papan atas untuk mengukur kapasitas dan tingkat utilitasnya. Dalam kurun waktu saat ini, OEE kembali digunakan dengan nilai faktor perhitungan yang lebih fleksibel penggunaannya untuk orientasi bisnis. Tingkat keakuratan OEE dalam pengukuran efektifitas memberikan kesempatan kepada semua usaha bidang manufaktur untuk mengaplikasikan sehingga dapat dilakukan usaha perbaikan terhadap proses itu sendiri. Menurut Robert M. Wiliamson (2006), OEE dideskripsikan dalam dua format pemahaman yaitu : 1. OEE data (informasi) Memberikan data jumlah waktu yang dikategorikan dalam jenis-jenis downtime yang berpengaruh terhadap perhitungan. 2. OEE prosentase Memberikan data hasil perbandingan antara jenis waktu downtime proses dalam suatu periode waktu tertentu.
9
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
10 2.1.2. Tujuan Penggunaan OEE Penggunaan OEE sebagai performance indicator, mengambil periode basis waktu tertentu, seperti : shiftly, harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan. Pengukuran OEE lebih efektif digunakan pada satu peralatan produksi, Adapun tujuan utama dan tujuan sekunder dari penggunaan OEE, yaitu :
Tujuan Utama : Data breakdown dari faktor-faktor OEE (availability, performance, quality) harus digunakan untuk melihat performa dari aset/peralatan, sehingga bila ditemukan masalah pada lini tersebut, bisa dilakukan perbaikan-perbaikan pada desain, operasional, dan maintenance sesuai dengan akar permasalahannya.
Tujuan sekunder : Prosentase OEE dapat digunakan sebagai relative indicator pada aset/peralatan ataupun single steam processes. Selain itu juga berfungsi sebagai alat kontrol stabilitas efektifitas peralatan terhadap ketersediaan waktu, baik waktu yang terencana maupun tidak terencana. Grafik prosentase bisa digunakan sebagai visual indikator terhadap perbaikan-perbaikan yang sudah dilakukan dan pengaruhnya terhadap efektifitas peralatan itu sendiri.
2.1.3. Faktor dan Perhitungan OEE Menurut Francis Wauters dan Jean Mathot (2002), nilai pemborosan waktu yang ada pada waktu produksi dapat dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu : downtime, speed, dan quality losses. Pada model dengan pemborosan waktu yang terencana (planned downtime losses) masing-masing kategori terdiri dari 2 subbagian, sehingga ada enam faktor downtime yang disebut “The Six Big Losses”. Berikut penjelasan masing-masing sub-bagian downtime.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
11 Tabel 2.1 OEE Timeline
1. Downtime Losses (Availability), terdiri dari 2 bagian yaitu : a. Equipment Failure (breakdown losses) Kondisi
dimana
mesin
mengalami
kerusakan
parah
sehingga
menyebabkan produksi harus berhenti untuk perbaikan. Kerusakan bisa diakibatkan oleh kesalahan pengoperasian maupun kerusakan alami (natural deteriotation) karena usia mesin atau komponen yang memang sudah harus diperbaiki. Pada umumnya waktu downtime ini memiliki porsi paling besar dibandingkan waktu downtime yang lain. b. Set-up dan adjusment Hal ini terjadi setelah kejadian breakdown. Pada proses ini pun bisa berpotensi menghasilkan produk cacat jika setting yang dilakukan tidak tepat, sehingga proses setting harus diulang lagi untuk memenuhi standar kualitas produk yang dihasilkan. 2. Speed Losses (Performance), terdiri dari 2 bagian yaitu : a. Reduced Speed Pengertian pengurangan kecepatan adalah selisih antara kecepatan produksi yang telah ditetapkan dengan selisih kecepatan aktual. Penyebab umum pengurangan kecepatan karena tidak standarnya material yang digunakan atau masalah teknis mesin.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
12 b. Idling dan Minor stoppages Kondisi dimana mesin berjalan sesuai fungsinya tetapi tidak menghasilkan produk, atau disebabkan karena mesin berhenti sementara untuk perbaikan dengan waktu berhenti kurang dari 10 menit. Sebagai contoh saat kondisi mesin macet karena pisaunya lepas dan diperbaiki saat itu juga. Bila lebih dari 10 menit kondisinya dikategorikan dalam equipment failure/breakdown. 3. Quality Losses (Quality), terdiri dari 2 bagian yaitu : a. Start-up Losses Jumlah produk cacat yang dihasilkan saat setting awal jalan untuk mendapatkan kualitas produk yang sesuai standar. Proses ini adalah proses penstabilan kualitas dimana setting yang tepat harus dilakukan. Volume dari start-up losses ditentukan oleh faktor kestabilan mesin dalam berproses, tingkat kemampuan operator, tingkat operasional mesin. b. Defects in process Jumlah produk cacat yang dihasilkan saat proses produksi sedang berjalan. Hal ini disebabkan dimana kondisi mesin berjalan tidak sesuai fungsinya sehingga menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi kualitas yang diinginkan, sehingga harus dipisahkan untuk dibuang menjadi scrap ataupun dilakukan reproses jika masih memungkinkan untuk dilakukan. Berdasarkan pengukuran terhadap nilai OEE dan beberapa unsur utama yang terangkum dalam masing-masing faktor yaitu performance, availability, dan quality. Ketiga faktor ini menggunakan data OEE percentage dari hasil perbandingan available production time, gross operating time, net operating time, dan valuable production time. Berikut dijabarkan perhitungan masing-masing faktor.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
13
Tabel 2.2 OEE Timeline
1. Availability
=
Gross Operating Time Available Production Time
2. Performance =
Net Operating Time Gross Operating Time
3. Quality
=
Valuable Operating Time Net Operating Time
OEE (%)
=
Availability (%) x Performance (%) x Quality (%)
Definisi komponen OEE :
Theoretical
production time : Waktu kalender yaitu 24 jam/hari; 7
hari/minggu; 365 hari/tahun.
Available production time : Theoretical production time – Planning Factor
Gross operating time : Available production time – Downtime losses
Net operating time : Gross operating time – Speed losses
Valuable operating time : Net operating time – Quality losses
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
14 2.2
Variasi Menurut Vincent Gaspersz (1991), variasi merupakan penyebab utama
terjadinya masalah kualitas. Variasi adalah ketidak seragaman dalam system produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan jasa) yang dihasilkan. Semua proses baik maufaktur maupun non manufaktur dapat memproduksi hasil yang bervariasi. Variasi memang sulit dihindarkan sama sekali pada proses produksi walaupun demikian tetap harus dikendalikan dan dikurangi. Menurut Tony Arnold (2004), variasi output dari serangkaian proses dapat terjadi dalam elemen-elemennya yang terdiri dari faktor manusia, mesin, metode, material, dan lingkungan. Pada dasarnya dikenal dua sumber terjadinya variasi, yaitu : 1.
Change sources / common cause variation (penyebab umum) Penyebab variasi ini adalah faktor-faktor di dalam system yang melekat pada proses sehingga sulit untuk dihindari. Contoh penyebab ini adalah variasi bahan baku, kondisi mesin atau peralatan yang dipakai, dan lain-lain
2.
Assignable sources / special cause variation (penyebab khusus) Penyebab variasi ini adalah faktor-faktor dari luar sistem yang menyebabkan variasi pada proses dan dapat dihindari. Contoh penyebab ini adalah pergantian bahan baku yang mungkin berbeda kualitasnya, kesalahan operator, dan lain-lain. Pada prinsipnya sasaran dari pengendalian kualitas adalah mengurangi
variasi sebanyak mungkin. Walaupun tidak mungkin dapat dihilangkansama sekali, variasi dapat direduksi dengan menekan penyebabnya seminimal mungkin. Variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus dapat menyebabkan proses berjalan dengan tidak stabil. Upaya-upaya menghilangkan variasi penyebab ini akan membawa proses kembali ke dalam batas-batas pengendalian. Oleh sebab itu sebagai tindakan untuk perbaikan proses secara kontinyu, variasi penyebab khusus harus lebih dahulu dihilangkan sebelum mereduksi variasi penyebab umum.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
15 2.3. Produksi Proses produksi menurut Assauri (2004), terdiri dari dua kata yaitu proses dan produksi. Proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada dirubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Oleh karena itu, proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan biaya) yang ada. Proses produksi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Proses produksi yang terus-menerus (continuous processes) adalah proses produksi yang menggunakan peralatan produksi yang telah dipersiapkan untuk pemakaian jangka lama tanpa mengalami perubahan set-up untuk memproduksi satu barang produksi saja. 2. Proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes) adalah proses produksi yang menggunakan peralatan produksi yang telah dipersiapkan untuk pemakaian jangka pendek dan kemudian dirubah atau dipersiapkan kembali untuk memproduksi barang yang lain. 2.4. Mesin Menurut Assauri (2004), mesin adalah suatu peralatan yang digerakkan oleh suatu kekuatan atau tenaga yang dipergunakan untuk membantu manusia dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk tertentu. Selain mesin juga dikenal istilah tools, yaitu instrumen atau perkakas yang dipergunakan untuk melakukan pekerjaan dalam mengerjakan produk atau bagian-bagian produk. Jenis jenis mesin pada prinsipnya dibedakan atas dua macam, yaitu : 1. General Purpose Machines General Purposes Machines adalah mesin-mesin yang dibuat untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu untuk berbagai jenis produk atau bagian dari produk.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
16 2. Special Purpose Machines Special Purposes Machines adalah mesin-mesin yang direncanakan dan dibuat untuk mengerjakan satu atau beberapa jenis kegiatan yang sama, melakukan satu macam pekerjaan atau membuat satu macam produk 2.5. 7 Tools of Quality Orang yang pertama kali mengembangkan tujuh alat dasar kualitas ini adalah Kaoru Ishikawa (jepang). Pada awalnya konsep statistik merupakan hal yang sulit dipahami, berkat dia banyak orang yang dengan mudah dapat menganalisa dan menginterpretasikan data sehingga dia dikenal juga sebagai orang yang “mendemokratisasi statistic” Alat bantu ini telah banyak digunakan diseluruh dunia oleh para manajer di semua tingkat maupun karyawan, karena dengan alat bantu ini membuat analisa statistic menjadi tidak rumit dan pengendalian mutu dapat dilakukan dengan lebih menyeluruh, ketujuh alat bantu kualitas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Diagram Alir (Flowcharts) 2. Checksheets 3. Diagram Sebab-Akibat (Cause & Effect Diagrams) 4. Histograms 5. Diagram Pareto 6. Diagram Pencar (Scatter Diagram) 7. Run Charts dan Control Chart
2.5.1
Diagram Alir (Flowcharts) Diagram alir memberikan gambaran urutan proses secara jelas, dengan
diagram ini akan mudah untuk memahami suatu keseluruhan proses dan mudah dalam mengkomunikasikan kepada semua orang. Menurut Nicolo Belavendram, dengan diagram alir ini dapat menjawab pertanyaan “Where is it wrong?”
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
17 Dengan memetakan urutan proses yang ideal dibandingkan dengan urutan proses yang actual maka akan diperoleh perbedaan-perbedaan yang merupakan celah untuk perbaikan. Dalam pembuatannya mengunakan symbol-simbol dan anak panah untuk menunjukan urutan dan relasi.
Gambar 2.1 Simbol Dalam Diagram Alir (Sumber: Rahmat Nurcahyo, presentasi kelas TQM, 2008)
Cara membuat diagram Alir : 1. Tentukan simbol-simbol yang akan digunakan sesuai urutan proses, kemudian gambarkan hubungan antar tiap langkah proses. 2. Mengisi setiap elemen proses secara terperinci dan jelas 3. Lakukan analisa diagram alir tersebut, tentukan langkah mana yang bernilai dan langkah yang tidak sehingga bisa dihilangkan.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
18
Gambar 2.2 2. Contoh Pembuatan Diagram Alir (Sumber: Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008)
2.5.2. Check Sheet Check Sheet atau Tally Chart atau lembar periksa merupakan alat bantu yang sederhana yang digunakan untuk membantu dalam menghitung frekuensi dari suatu kejadian, adian, misalkan jumlah cacat suatu produk. Pengumpulan data dapat dengan mudah dilakukan dan secara sistematik, dari data di check sheet ini dapat untuk menyediakan keperluan data untuk alat bantu yang lain misal untuk diagram pareto. Menurut Nicolo Belavendram, Belave dengan engan alat bantu check sheet ini, maka akan ditemukan jawaban dari pertanyaan How often is it wrong wrong?”
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
19 Penyebabnya
Total Atas Bawah Vertikal
a. Foil Melintir
b. Berat sachet kurang c. Sachet kosong d. Potongan cutter tidak bersih e. Tidak ada perforasi
Keterangan
IIII II III I IIII IIII II
Gambar 2.3 Contoh Check Sheet Cacat Produksi
2.5.3. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram sebab akibat
merupakan teknik untuk mengidentifikasi
kemungkinan penyebab-penyebab dari akibat suatu masalah. Menurut Nicolo Belavendram, diagram ini membantu dalam memecahkan suatu masalah dan fokus pada akar utama penyebab masalah itu sendiri, dengan alat bantu ini maka akan dapat menjawab “what caused the problem?”. Karena bentuknya menyerupai tulang ikan maka disebut juga Fishbone Diagram.
Gambar 2.4 Contoh Bentuk Diagram Sebab Akibat
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
20 Menurut Peter S. Pande (2002), diagram sebab akibat pada umumnya terdapat 5 kategori penyebab yaitu sebagai berikut : 1. Material : bahan baku yang digunakan dalam proses produksi , jasa , biasanya informasi atau data dari semua jenis yang diguakan. 2. Methods and measures : Prosedur, instruksi kerja, cara manusia untuk menyelesaiakn pekerjaannya, juga termasuk cara pengukuran terhadap kualitas dan inspeksi. 3. Machines : Semua jenis perlengkapan dan peralatan yang digunakan. 4. Man / People : semua sumber daya manusia yang ikut dalam proses tersebut, termasuk
juga
pelanggan,
manajer,
pemerintah,
karyawan,
pemilik
perusahaan. 5. Mother Nature / Environment : Lingkungan fisik dan management lingkungannya
2.5.4. Histogram Histogram
adalah
grafik
batang
yang
dapat
digunakan
untuk
menggambarkan distribusi dari nilai yang dicapai, dengan demikian data yang sudah dikumpulkan dapat dianalisa. Histogram menampilkan kemungkinan pendistribusian dari suatu populasi sample yang sudah ditentukan. Menurut Nicolo Belavendram, diagram ini menunjukan nilai rata-rata dan nilai standar deviasi, sehingga dapat menjawab pertanyaan “what is the variation?”
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
21
Gambar 2.5 Contoh membuat Histogram (Sumber : Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008)
2.5.5. Diagram Pareto Aturan Pareto berbunyi “Delapan puluh persen dari kesulitan yang dialami disebabkan dari dua puluh persen masalah” atau “Barang yang memiliki nilai 80% dari keseluruhan , hanya berjumlah 20% dari keseluruhan”
Gambar 2.6 Aturan Diagram Pareto (Pareto’s Rule) (Sumber : www.effective-time-management-strategies.com) Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
22 Analisa pareto merupakan teknik dalam merekam data dan menganalisa informasi dalam hubungannya antara permasalahan dan penyebabnya. Menurut Nicolo Belavendram, dengan diagram ini dapat mengidentifikasi aspek paling signifikan dari penyebab masalah, sehingga dapat menjawab petanyaan “what is the biggest problem?”
Diagram Pareto Frekuensi Pemesanan Tiap Jenis Terigu 100 1000
Count
Zona A
Zona B
Zona C
60
500
40
Percent
80
20 0
Defect Count Percent Cum %
0 BB
NM 517 44.2 44.2
284 24.3 68.5
TE 201 17.2 85.7
NB
PM
121 10.4 96.1
46 3.9 100.0
Gambar 2.7 Contoh Diagram Pareto (Sumber : Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008)
2.5.6. Diagram Pencar (Scatter Diagram) Menurut Nicolo Belavendram, diagram pencar menunjukan hubungan antara masalah dan penyebabnya, sehingga dengan menggunakan diagram ini akan dapat menjawab pertanyaan “Is there a relationship?” Diagram pencar merupakan diagram dua dimensi tipe x – y plot yang mengkaji hubungan antara variable bebas (x) atau variable sebab dengan variable terikat (y) atau variable akibat.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
23
Gambar 2.8 Contoh Diagram Pencar (Sumber : Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008)
2.5.7. Run Chart dan Control Chart Run Chart digunakan untuk menganalisa proses menurut berjalannya waktu ((timebased) atau urutan (order order), ), biasanya bersifat siklus dan mencari pola tertentu dari data yang dikumpulkan
Gambar 2.9 Contoh Run Chart (Sumber : Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008) Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
24 Control Chart atau Diagram control digunakan apakah suatu proses akan menghasilkan produk atau layanan/jasa dengan sifat terukur yang konsisten. Dengan kata lain alat untuk mengendalikan proses memantau output sebuah proses apakah memenuhi standar yang ditetapkan (dalam batasbatas batas normal)
Gambar 2.10 Contoh Control Chart (Sumber : Rahmat Nurcahyo, Presentasi kelas TQM, 2008) 2.6. Jurnal Pendukung Nilai OEE tergantung dari beberapa unsur utama yang terangkum dalam masing-masin masin faktor OEE, yaitu availabiliy ratio, performance ratio, dan quality ratio. Adapun unsur-unsur unsur utama tersebut adalah : Machine working time time; Planned downtime; Loss; Loss Total produksi; Aktual cycle time;; Jumlah cacat. Menurut Marco Catena, kondisi k ideal untuk nilai Availability harus lebih besar dari 90%, Performance lebih besar dari 95%, Quality harus lebih besar dari 99%, dan OEE harus lebih besar dari 85%. Menurut Nakajima, kajima, Total Productive Maintenance (TPM) menggunakan OEE sebagai indikator efektifitas aset/peralatan. Teknik yang digunakan untuk mengurangi 6 jenis faktor loss (the six big losses) yang disebut sebagai downtime. Adapun enam faktor loss tersebut yaitu : set-up dan adjusment (equipment failure), idling dan minor stoppages (speed losses), produk cacat dan pengurangan yield (defects). Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
25 Menurut Robert Williamson, OEE bukan sebagai alat ukur efektifitas perbaikan (maintenance effectiveness), tetapi sebagai pengukur faktor efektifitas peralatan (equipment effectiveness). Seperti contoh dari jenis-jenis downtime yang berhubungan langsung dengan maintenance hanya 2 : planned maintenance dan breakdown failures, meskipun keduanya juga memberi pengaruh terhadap besarnya operational time. Maintenance bukan hanya satu-satunya faktor yang mempengaruhi banyaknya downtime yang terangkum dalam OEE. Ini mengapa OEE digunakan dalam Total Productive Maintenance (TPM) dalam sebuah perusahaan yang berfokus untuk mengurangi segala bentuk downtime yang terjadi pada organisasinya.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
BAB 3 PENGUMPULAN DATA
3.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian PT. Frisian Flag Indonesia merupakan salah satu perusahaan multinasional yang bergerak dibidang pangan. Komoditi utama dari perusahaan ini adalah produk susu olahannya, terutama susu kental manis (sweetened condensed milk) dan susu bubuk (milk powder). Peusahaan in berasal dari Belanda dan didirikan pada tahun 1879 dengan nama Royal Friesland Foods (Koninklijke Friesland Food N.V.) dan sekarang bernama Royal Friesland Campina. Produk-produk utama Friesland Food adalah keju, susu kental, susu segar, es krim, mentega, krim susu, produk-produk susu dengan bahan baku whey, makanan bayi, susu bubuk, dan berbagai macam produk khusus lainnya. Banyak diantara produk-produk tersebut dipasarkan melalui kantor pemasaran Frico Domo di Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Di Indonesia, perusahaan tersebut memiliki sayap perusahaan yang berdiri tahun 1922 dengan nama PT Frische Vlag. Perusahaan ini pada awalnya hanya bergerak dalam pemasaran produk impor susu bendera dari Belanda mulai berubah pada tahun 1971 karena perusahaan ini mulai memproduksi produk lokal dalam pemasarannya. Tahun 1976, PT FFI mengambil alih PT Foremost Indonesia yang bergerak di bidang industri pengolahan susu dan mulai meningkatkan produksinya. Adapun standar PT Frisian Flag Indonesia yang diakui melalui beberapa organisasi standardisasi internasional, seperti sertifikasi ISO 9001/9002 sebagai panduan mengenai Quality Management System (QMS), sertifikat ISO 22000 sebagai panduan untuk Food Safety Management System (FSMS) sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan yang terjamin, dan diawasi juga oleh HACCP (Hazardous Analysis Critical Control Point), ISO 14000, ISO 18000. Perusahaan ini juga memperoleh bebagai penghargaan, seperti GMP 26
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
27 Award (Good Manufacturing Practice) 1996 dari pemerintah Indonesia sebagai salah satu perusahaan terbaik yang menerapkan Good Laboratory Practices dalam pengendalian mutu produk, Indonesia Platinum Brand 2007 dari SWA Magazine & MARS, Indonesian Customer Satisfaction Award 2007 dari Frontier Consulting Group, dan penghargaan sebagai Penanam Modal Asing Terbaik untuk Industri Skala Besar dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (BPKM). Produk dari PT FFI diproduksi dengan menggunakan bahan baku susu segar diperoleh dari peternak lokal. Kebijakan ini merupakan kerjasama yang paling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kemitraan PT FFI dengan peternak lokal, turut diperkuat dengan berbagai penyuluhan dan bantuan kepada peternak lokal untuk menjamin ketersediaan susu segar yang sesuai dengan standar tinggi yang ditetapkan oleh PT FFI. Bahan baku segar tersebut kemudian diolah dengan menggunakan teknologi modern yang diawasi secara ketat untuk menjamin standar higienitas dan kualitas produk akhir yang tinggi. Di Indonesia, perusahaan ini
mempunyai 2 buah pabrik produksi, di
Ciracas dan di Pasar Rebo, dengan kantor pusat di Pasar Rebo. Plant Ciracas memproduksi susu jenis liquid (cair) yaitu antara lain Susu segar (fresh milk) Ultra High Temperature (UHT) dalam kemasan bottle, carton pack, pillow pack, Sweeteened Condensed Milk (SCM) atau yang lebih dikenal dengan Susu Kental Manis (SKM) dalam kemasan kaleng, Lacto Acid Drink (LAD) dengan merk dagang susu Yes. Di Plant Pasar Rebo memproduksi susu jenis bubuk (powder), yaitu antara lain susu Infant Formula untuk bayi usia dibawah 1 tahun, Grow Up Milk (GUM) atau Susu Pertumbuhan untuk anak usia 1-6 tahun, dan Mainstream yaitu susu untuk dewasa, juga Sweeteened Condensed Milk (SCM) kemasan sachet. 3.2 Struktur organisasi Pada divisi operasional organisasi ini dipimpin oleh seorang Operation director yang bertanggung jawab dan melapor pada Managing Director. Operation Director membawahi 2 Plant Manager. Plant Pasar Rebo, seorang Plant Manager membawahi beberapa Manager yang memimpin suatu departemen, antara lain :
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
28 Engineering Manager, SCM Manager, Powder Processing Manager, Powder Packing Manager, Quality Control Manager, Ware House Manager. Pada masingmasing departemen terdapat beberapa susunan organisasi yang berbeda hal ini disebabkan perbedaan ruang lingkup dan job description dari masing departemen. 3.3 Departemen SCM Packing Sachet Departemen SCM Packing Sachet merupakan salah satu dari departemen di divisi operation plant Pasar Rebo. Seorang manajer membawahi 4 supervisor shift dan staf administrasi, tiap supervisor shift membawahi 1 orang foreman packing sachet, dibawah foreman ada beberapa karyawan yaitu 17 operator mesin filler dan 1 operator mesin cartoning. Supervisor dan foreman didukung oleh karyawan outsource sebagai rekan kerja dalam proses pengemasan akhir. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam lampiran 1. Dalam kelanjutan operasinya, organisasi ini membutuhkan modal kerja yang salah satunya adalah tenaga kerja. Pada obyek penelitian ini tenaga kerja nya dibagi dalam 3 sistem kerja yaitu : Karyawan non shift, Karyawan 3 Shift 3 Regu, dan Karyawan 3 shift 4 regu, perbedaan dari ketiga sistem kerja tersebut adalah sebagai berikut : a. Karyawan Non Shift Waktu kerja dalam seminggu adalah 5 hari kerja (40 Jam), Senin sampai dengan Jumat jam 08.00 – 17.00, hari sabtu dan Minggu Libur b. Karyawan 3 Shift 3 Regu Waktu kerja dalam seminggu adalah 5 hari kerja (40 Jam), Senin s/d Jumat, hari sabtu dan Minggu Libur atau bila produksi masih berlangsung akan diperhitungkan sebagai kerja lembur. Pergantian shift dilakukan tiap minggu sekali dengan urutan shift 3 – 2 – 1.
Shift 1 : Jam 07.00 s/d 15.00
Shift 2 : Jam 15.00 s/d 23.00
Shift 3 : Jam 23.00 s/d 07.00 Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
29 c. Karyawan 3 Shift 4 Regu Waktu kerja diatur 6 hari masuk, 2 hari off dengan pergantian shift tiap 2 hari dengan urutan shift 1 – 2 – 3 , jam kerja sama dengan 3 shift 3 regu, sebagai kompensasi maka diberikan premi shift yang diberikan tiap bulan. 3.3.1. Jalur produksi Departemen SCM Packing Sachet melakukan pengolahan dari produk setengah jadi
(intermediete product) yang berupa susu kental manis yang
disimpan dalam tangki susu sebagai tempat penyimpanan awal sebelum dilakukan proses pengemasan dengan menggunakan alumunium foil yang dibentuk berupa sachet, stickpack, dan pouch sehingga menjadi barang jadi (finish goods). Departemen SCM Packing Sachet yang merupakan tempat penelitian memiliki 17 line produksi yang terdiri dari 23 mesin filler sachet dan 17 mesin sealer dengan total kapasitas 1.400.000 karton/bulan, dengan masing-masing line memiliki jenis produk dan kapasitas yang berbeda tergantung dari jenis mesinnya.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Gambar 3.1 Kapasitas SCM Sachet Packing
30
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
31 Pada tiap line produksi diberi identitas atau penamaan line sesuai dengan nama mesin fillernya, sesuai urutan kedatangan mesin dan ditambahkan angka pada mesin dengan tipe yang sama. 1. Jalur Sanko 2/3 Jalur Sanko 2/3 adalah mesin pengemasan produk jenis sachet 45 gram dan 42 gram, terdiri dari dua mesin filler yaitu mesin Sanko 2 dan Sanko 3 masing-masing mesin memiliki kapasitas 318.000 pcs/day atau setara dengan 2600 karton/hari. Proses pengemasan sachet menggunakan sistem continues filling. Pengertian dari continues filling adalah proses berlangsung terus menerus dan alumunium foil mengalir secara teratur tanpa berhenti sesuai dengan kecepatan yang disetting. Mesin Sanko 2/3 menggunakan jenis alumunium 4 lanes dengan ukuran panjang 1000 m berbentuk gulungan berdiameter tertentu yang memiliki ukuran core sebesar 3 inches. Output dari mesin Sanko 2/3 berupa sachet melalui conveyor kemudian dikemas dengan menggunakan plastik sealing pada mesin Sealer 1. Setelah itu, output dari mesin Sealer 1 dilakukan proses pengepakan pada karton dilakukan secara manual oleh stacker, kemudian dimasukkan ke mesin Lifter 1 untuk dilakukan penimbangan sebelum karton ditutup dengan isolasi. Tingkat kestabilan dan breakdown pada line ini cukup rendah. Produk cacat yang terjadi pun juga cukup kecil. 2. Jalur Piltz 1 Jalur Piltz 1 terdiri dari satu mesin filler Piltz 1 yang memiliki kapasitas 490.000 pcs/day atau setara dengan 4100 karton/hari. Produk yang dihasilkan adalah produk jenis sachet 45 gram dan 42 gram. Sistem pengemasan susu pada mesin ini menggunakan sistem intermitten. Pengertian dari proses intermiten ini adalah proses dilakukan langkah demi langkah secara teratur sesuai pergerakan kecepatan cam yang telah disetting. Material pengemasan yang digunakan menggunakan alumunium foil dengan panjang 3000 m dan ukuran core magazine 6 inches. Mesin Piltz 1 adalah jenis mesin Piltz yang paling tua dan sudah mengalami beberapa modifikasi pada sistem transmisinya, yang dahulu menggunakan roda penggerak dan piston pada pompanya, sekarang sudah Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
32 menggunakan sistem independent motor pada tiap pompa fillingnya. Output dari Mesin Piltz 1 kemudian dikemas dengan plastik sealing pada mesin Sealer 3, kemudian dilakukan proses pengepakan secara manual kemudian dikirim melalui mesin Lifter 3 untuk dilakukan penimbangan akhir. Produk cacat dari mesin ini cukup tinggi tetapi masih dianggap rendah dibandingkan dengan jumlah output yang dihasilkan. 3. Jalur Piltz 2 Jalur Piltz 2 terdiri dari satu mesin filler Piltz 2 yang memiliki kapasitas 490.000 pcs/day atau setara dengan 4100 karton/hari. Sistem kerja mesin ini sama dengan sistem kerja Piltz 1. Material pengemasan yang digunakan menggunakan alumunium foil dengan panjang 3000 m dan ukuran core magazine 6 inches. Perbedaan dengan mesin Piltz yang lain adalah Mesin Piltz 2 menggunakan motor extractor untuk mengatur kesimetrisan alumunium foil secara otomatis, sedangkan mesin Piltz yang lain menggunakan pengatur simetri manual. Output dari Mesin Piltz 2 kemudian dikemas dengan plastik sealing pada mesin Sealer 2, kemudian dilakukan proses pengepakan secara manual kemudian dikirim melalui mesin Lifter 2 untuk dilakukan penimbangan akhir. Produk cacat dari mesin ini cukup rendah untuk jenis foil melintir karena masih didukung dengan sistem pengatur simetri otomatis. 4. Jalur Piltz 3 Jalur Piltz 3 terdiri dari satu mesin filler Piltz 3 digunakan untuk pengemasan produk sachet dengan ukuran 45 gram dan 42 gram. Sistem kerja filling dan kapasitas mesin hampir sama dengan mesin Piltz yang lain. Material pengemasan yang digunakan menggunakan alumunium foil dengan panjang 3000 m dan ukuran core magazine 6 inches. Karakteristik mesin Piltz 3 paling mirip dengan Piltz 4, hanya saja tingkat OEE mesin Piltz 3 masih cukup tinggi, karena tingkat produk cacatnya masih cukup rendah dibandingkan dengan mesin Piltz 4.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
33 5. Jalur Piltz 4 Jalur Piltz 4 terdiri dari 1 mesin fiiler yaitu mesin Piltz 4, digunakan untuk pengemasan produk 42 gram dan 45 gram, menggunakan material pengemas alumunium foil 6 lanes dengan ukuran core 6 inches. Sistem kerja dan kapasitas mesin masih sama dengan mesin Piltz yang lain. Perbedaanya terletak pada tingkat efektifitas mesin yang paling rendah dibanding mesin yang lain dilihat dari sudut pandang performa mesin. Salah satu penyebab rendahnya OEE terletak pada tingginya produk cacat pada proses pengemasan pada mesin ini. Tingginya jumlah technical breakdown di Piltz 4 turut menyumbang naiknya jumlah produk cacat, sehingga diputuskan mesin Piltz4 sebagai objek penelitian dalam pengurangan produk cacat untuk mengembalikan performa dan efektifitas mesin. 6. Jalur Jonan 7/8/9 Jalur Jonan 7/8/9 terdiri dari 3 mesin filler yaitu Jonan 7, Jonan 8, Jonan 9, digunakan untuk pengemasan produk 42 gram dan 45 gram. Kapasitas ketiga mesin ini adalah 5000 karton/hari. Ketiga mesin ini menggunakan material alumunium foil 4 lanes dengan ukuran panjang 1000m/3000m. Sistem kerja ketiga mesin ini menggunakan prinsip kerja continues filling. Proses supply filling sudah mengalami modifikasi dari independent pump diubah menggunakan single positive pump tipe Fristam. Pengaturan berat produk pada ketiga mesin ini menggunakan katup manual untuk mengatur aliran pengisian produk, sehingga kestabilan berat pada ketiga mesin ini masih kurang baik. Output sachet dari ketiga mesin ini dikemas menggunakan plastik sealing pada mesin Sealer 6, setelah itu dilakukan pengepakan pada karton secara manual kemudian masuk ke Lifter 6 untuk dilakukan penimbangan akhir. 7. Jalur Sanko 1/Jonan 10 Jalur Sanko 1/Jonan10 terdiri dari 2 mesin yaitu Sanko 1 dan Jonan 10 digunakan untuk pengemasan sachet 42gr dan 45gr. Kapasitas dari kedua mesin ini 4600 karton/hari. Sistem kerja kedua mesin menggunakan sistem kerja continues filling. Material pengemasan menggunakan alumunium foil 4 lanes Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
34 dengan ukuran panjang 1000 m. Pada mesin Sanko 1 proses filling menggunakan independent pump, sedangkan pada mesin Jonan 10 menggunakan single pump. Output sachet dari ketiga mesin ini dikemas menggunakan plastik sealing pada mesin Sealer 7, setelah itu dilakukan pengepakan pada karton secara manual kemudian masuk ke Lifter 7 untuk dilakukan penimbangan akhir. 8. Jalur Merz 1/2 Jalur Merz 1/2 terdiri dari 2 mesin filler yaitu Merz 1 dan Merz 2 digunakan untuk pengemasan sachet 42gr dan 45gr. Kedua mesin ini memiliki kapasitas paling kecil yaitu 3000 karton/hari. Sistem kerja mesin menggunakan sistem kerja intermiten. Perbedaan kedua mesin ini menggunakan material pengemasan alumunium foil 3 lanes 3000 m. Output sachet dari kedua mesin ini dikemas menggunakan plastik sealing pada mesin Sealer 8, setelah itu dilakukan pengepakan pada karton secara manual. 9. Jalur Sanko 4,6,7,8,9 Kelima jalur ini memiliki karakteristik hampir sama, baik dari model dan operasional mesin. Pada kelima jalur terdiri dari 5 mesin filler yaitu mesin Sanko 4, Sanko 6, Sanko 7, Sanko 8, Sanko 9 digunakan untuk pengemasan sachet 42gr dan 45 gr. Kapasitas masing-masing mesin bisa mencapai 4000 karton/hari. Sistem kerja kelima mesin menggunakan sistem kerja continues filling. Material pengemasan menggunakan alumunium foil enam lanes dengan ukuran panjang 3000 m. Output sachet mesin dikemas menggunakan plastik sealing pada masingmasing mesin Omori, setelah itu dilakukan pengepakan pada karton secara manual kemudian masuk ke masing-masing conveyor Flexlink untuk dilakukan penimbangan akhir. 10. Jalur Sanko 5 Jalur Sanko 5 terdiri dari 1 mesin filler yaitu Sanko 5 digunakan untuk pengemasan sachet jenis stickpack 18 gr. Kapasitas mesin bisa mencapai 2200 karton/hari. Sistem kerja kedua mesin menggunakan sistem kerja intermiten. Material pengemasan menggunakan alumunium foil 12 lanes dengan ukuran Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
35 panjang 3000 m. Output sachet mesin dikemas langsung pada karton secara manual kemudian disusun pada pallet. Tingkat breakdown pada mesin ini relatif rendah dan stabil. 11. Jalur Sanko 10 Jalur Sanko 10 terdiri dari 1 mesin filler yaitu Sanko 10 digunakan untuk pengemasan sachet jenis stickpack 18 gr. Kapasitas mesin bisa mencapai 2200 karton/hari. Sistem kerja kedua mesin menggunakan sistem kerja intermiten. Material pengemasan menggunakan alumunium foil 12 lanes dengan ukuran panjang 3000 m. Output sachet mesin dikemas langsung pada karton secara manual kemudian disusun pada pallet. Tingkat breakdown pada mesin ini relatif rendah dan stabil. 12. Jalur Sanko 11 Jalur Sanko 10 terdiri dari 1 mesin filler yaitu Sanko 11 digunakan untuk pengemasan sachet jenis stickpack 18 gr. Kapasitas mesin bisa mencapai 2200 karton/hari. Sistem kerja kedua mesin menggunakan sistem kerja intermiten. Material pengemasan menggunakan alumunium foil 12 lanes dengan ukuran panjang 3000 m. Output sachet mesin dikemas langsung pada karton secara manual kemudian disusun pada pallet. Tingkat breakdown pada mesin ini relatif rendah dan stabil. 13. Jalur Bossar Jalur Bossar digunakan untuk pengemasan susu kental manis jenis pouch 220gr. Kapasitas mesin Bossar yaitu 3000 karton/hari. Sistem kerja mesin menggunakan sistem kerja intermiten. Material pengemasan yang digunakan menggunakan foil 1 lanes dengan ukuran panjang 1500 m.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
36
3.3.2. Diagram alir atau Flow chart departemen SCM Sachet Packing Diagram alir ini merupakan alat yang dapat memberikan gambaran dari proses yang terlibat, sehingga dari gambaran ini bisa ditentukan proses atau tahap yang akan diperbaiki. Ruang lingkup penelitian hanya pada departemen SCM Sachet Packing sehingga diagram alir hanya menampilkan proses yang ada pada departemen ini terutama pada proses yang sedang diamati yaitu proses pengemasan sachet pada mesin pengisi. Diagram alir dari dokumen resmi perusahaan tidak seluruhnya sudah sesuai dengan hasil wawancara dan pengamatan dilapangan, sehingga kurang menggambarkan kondisi yang nyata dilapangan, maka pada gambar berikut ini ditampilakan diagram alir yang sudah direvisi. Perubahan yang dilakukan pada diagram alir yang baru adalah : 1. Diagram alir dibuat dalam kolom-kolom bertujuan agar memudahkan pembaca mengetahui material pengemasan yang dipakai dalam proses yang bersangkutan. 2. Pada bagian Filling lebih ditampilkan secara detail tiap tahap proses yang dilakukan berdasarkan area kritis pada mesin filler, karena pada diagram alir sebelumnya hanya menuliskan proses pengisian saja. Perubahan ini ditujukan supaya lebih memberi gambaran yang jelas terutama pada proses pengemasan yang menjadi perhatian selama penelitian ini. 3. Menyertakan proses pemeriksaan produk yang pada diagram alir sebelumnya tidak dicantumkan, sehingga akan memudahkan gambaran tentang jenis produk cacat yang dipisahkan.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
37
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pengemasan Sachet (telah diolah kembali) Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
38 3.3.3. Produk Pengertian produk adalah barang jadi yang dihasilkan yang memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan, pada obyek penelitian dikenal dengan Finish Goods (FGS) atau barang jadi yang siap dikirim ke pasaran, selain itu dikenal juga produk intermediate atau barang setengah yaitu susu kental manis yang dihasilkan bagian processsing. Pada obyek penelitian ini terdapat 2 variant barang jadi yang terdiri dari produk untuk pasar lokal dan produk untuk tujuan ekspor. Antara lain sebagai berikut : 1. Produk Lokal
Bendera Krimer Kental Manis (BKKM) ukuran kemasan sachet 45gr.
Bendera Sachet Kental Manis Gold (BSKM Gold) ukuran kemasan sachet 45gr.
Bendera Sachet Kental Manis Cokelat (BSKMCO) ukuran kemasan sachet 42gr.
Yes Mut-mut Vanila ukuran kemasan jenis sachet stickpack 18gr.
Yes Mut-mut Chocolate ukuran kemasan jenis sachet stickpack 18 gr.
Pouch Chocolate (BSKMCO Pouch) ukuran kemasan jenis pouch 220gr.
Pouch Gold (BSKM Pouch Gold) ukuran kemasan jenis pouch 220gr.
2. Produk Ekspor
Peak Fortified ukuran kemasan sachet 45gr.
Bella Hollandesa ukuran kemasan sachet 45gr.
Yes Fristi Vanilla ukuran kemasan jenis sachet stickpack 18 gr.
Yes Fristi Chocolate ukuran kemasan jenis sachet stickpack 18 gr.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
39 3.4. Data Penelitian Pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan pengambilan data sekunder yang sudah ada misalnya data downtime,, laporan harian operator (daily schedule control) dan pengambilan data secara langsung gsung di lapangan. Faktor Performance menghitung efektifitas mesin bekerja sesuai kapasitas kecepatan produksi yang sudah ditetapkan. Dari data tersebut dilakukan anal analisa pareto sehingga didapatkan jenis downtime time yang terjadi pada nilai fak faktor apa dan rencana perbaikannya. 3.4.1. Data Diagram Alir Proses Filling Sistem pengemasan pada pada mesin filler Piltz 4 menggunakan sistem kerja intermiten filling yaitu langkah demi langkah secara terus menerus. Pada diagram alir akan ditunjukkan langkah proses pengisian susu kental manis dengan menggunakan alumunium foil sebagai kemasannya. Diagram alir dibagi menjadi 4 kolom yang masing-masing masing menunjukkan area kritis tis dalam proses yang mempengaruhi terjadinya technical breakdown,, sehingga bertujuan untuk memberi gambaran kepada pembaca dalam memahami proses dan sekaligus keberadaan terjadinya produk cacat.
Gambar 3.3 3. Skema Proses Pengemasan Piltz 4 Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
40 Bagian area kritis mesin Piltz 4 yang mempengaruhi terjadinya produk cacat dalam proses sebagai berikut : 1. Foil Drive Bagian ini sebagai tempat awal proses pengemasan sekaligus sebagai tempat supply material pengemasan yang dipakai pada mesin Piltz 4 yaitu alumunium foil. Dimensi pengemasan yang dipakai adalah 900 mm x 3000 m dalam bentuk gulungan. Pengaturan simetri posisi gulungan alumunium dilakukan pada bagian ini. Proses ini sangat penting karena menentukan keberhasilan proses pemotongan alumunium menjadi 2 bagian sama besar sebelum masuk ke bagian foil station. Pencetakan kode expired pada kemasan juga dilakukan pada bagian ini. Sistem pengkodean mesin Piltz 4 menggunakan teknologi Laser sebagai bentuk modifikasi dari sistem pengkodean manual emboss. 2. Foil Station Setelah dipotong sama besar menjadi 2 bagian, kemudian pada bagian ini diatur posisi pertemuan antara kedua potongan sehingga dapat sejajar tanpa ada overlapping di kedua tepi sisi pertemuan potongan. Pengaturan dilakukan dengan cara setting sudut kemiringan roller film untuk mengarahkan posisi foil. 3. Filling Station Pada bagian ini terdiri dari beberapa komponen utama sebagai tempat supply material produk yaitu susu kental manis. Bagian-bagian itu antara lain : hopper, manifold, filling pump, dan nozzle. Komponen tersebut harus benar-benar steril karena sebagai tempat jalur pengisian susu pada kemasan sachet. Pengaturan berat dilakukan pada dosing monitor pada mesin dengan mengatur kecepatan motor pompa disesuaikan dengan berat yang diinginkan. 4. Sealing Station Proses pembentukan kemasan menjadi bentuk sachet dilakukan pada bagian ini. Jumlah komponen pada bagian ini cukup banyak antara lain : horisontal dan vertical sealer, sistem transmisi, rubber roller, end cut, slitter, squeezer. Sistem penarikan gulungan alumunium dijalankan dengan rubber roller, Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
41 disealing dengan temperatur tinggi, kemudian dipotong menjadi 6 line dengan slitter kemudian dipotong dengan end cut setelah 6 cycle sealing. Flow Chart Proses Pengemasan Mesin Piltz 4 FOIL DRIVE
FOIL STATION
FILLING STATION
SEALING STATION
Persiapan
Cutter
Alumunium Foil
Alumunium foil dipotong menjadi 2 bagian
Memasang material pengemasan Pengkodean dengan laser
Pengaturan jarak pertemuan bagian potongan depan dan belakang
Pengaturan jarak simetri
N
Y
Jarak Simetri
N
Permukaan bagian depan dan belakang tepat, tidak ada overlap
Nitrogen Alumunium foil dipress vertical dan horisontal secara bersamaan dengan temperatur tinggi
Pengisian dengan susu dari pompa filling melalui nozzle
Slitter
Y
Alumunium foil dipotong menjadi 6 bagian secara vertical
Knife End Cut Alumunium foil dipotong secara horisontal
Ukuran N kemasan dan berat sachet sesuai standar
Y
OFF SPEC
Sachet keluar melalui konveyor
Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pengemasan Mesin Piltz 4 ( telah diolah kembali )
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
42 3.4.2. Data Ketersedian Waktu (Used Time) Pada objek penelitian menggunakan istilah yang berbeda tetapi konsep dan tujuan serta perhitungan waktu masih dalam konteks yang sama. Berikut penjelasan lebih detail berdasarkan proses produksi pada mesin Piltz 4 :
Gambar 3.5 Perhitungan Overall Equipment Effectivenes 1. Total Time Total waktu per minggu atau per bulan atau per tahun, dengan satuan 7 hari per minggu dan 365 hari dalam satu tahun. 2. Available Time Jumlah total waktu dikurangi dengan waktu pabrik tidak beroperasi karena hari libur nasional atau pabrik tutup (factory closed). 3. Used Time Jumlah waktu tersedia dikurangi dengan waktu mesin tidak beroperasi karena kelebihan kapasitas (over capacity time).
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
43 4. Operational Time Jumlah waktu yang digunakan dikurangi dengan jumlah waktu untuk preventive maintenance atau modifikasi mesin. 5. Production Time Jumlah waktu operasional dikurangi dengan waktu rutin (routine stoppages) dalam proses produksi. Adapun waktu rutin dalam proses mesin Piltz 4 antara lain : penggantian alumunium foil, penggantian kode, waktu makan (meal time) dan waktu pembersihan (cleaning). 6. Loading Time Jumlah waktu produksi dikurangi waktu berhenti karena masalah keterlambatan atau terhambatnya supply material. Pengertian material pada mesin Piltz 4 adalah material produk yaitu susu kental manis. 7. Running Time Jumlah waktu loading dikurangi waktu mesin berhenti karena kerusakan mekanik atau listrik sehingga harus dilakukan corrective maintenance. 8. Specified Time Jumlah waktu jalan dikurangi nilai waktu bila kecepatan mesin tidak maksimal. 9. Effective Time Jumlah waktu spesifik dikurangi total produk cacat yang dihasilkan yang telah dikonversi ke satuan waktu.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
44 Untuk nilai perhitungan nilai faktor OEE pada objek penelitian sebagai berikut : 1. Availability
=
Running Time Used Time
2. Performance =
Specified Time Running Time
3. Quality
=
Effective Time Specified Time
OEE (%)
=
Availability (%) x Performance (%) x Quality (%)
Atau sama dengan ; OEE
=
Specified Time Used Time
Untuk perhitungan waktu used time ditentukan dari perhitungan available time dikurangi waktu over capacity yaitu waktu dimana mesin harus berhenti karena kapasitas produksi yang ada telah mencukupi. Data diambil dari rencana produksi yang dibuat oleh Production Planning Inventory Control (PPIC). Berikut data rencana produksi bulanan mesin Piltz 4.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
45 1. Rencana Produksi Minggu 40 Dari tabel 3.1, data rencana produksi pada minggu 40, mesin Piltz 4 akan tidak berproduksi penuh selama 1 minggu, karena ada jeda waktu cleaning pada tanggal 5 Oktober yang akan masuk pada waktu Routine Stoppages dan tidak mempengaruhi jumlah Used Time, sehingga didapatkan jumlah Used Time 168 jam dalam 1 minggu. Tabel 3.1 Rencana Produksi Minggu 40
Tabel 3.2 Ketersediaan Waktu Minggu 40
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
46 2. Rencana Produksi Minggu 41 Melihat data rencana produksi pada minggu 41, mesin Piltz 4 akan tidak berproduksi penuh selama 1 minggu, karena ada jeda waktu cleaning pada tanggal 14-15 Oktober yang akan masuk pada waktu Routine Stoppages dan tidak mempengaruhi jumlah Used Time, sehingga didapatkan jumlah Used Time 168 jam dalam 1 minggu. Tabel 3.3 Rencana Produksi Minggu 41
Tabel 3.4 Ketersediaan Waktu Minggu 41
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
47 3. Rencana Produksi Minggu 42 Melihat data rencana produksi pada minggu 42, mesin Piltz 4 akan berproduksi penuh selama 1 minggu sehingga didapatkan jumlah Used Time 24 jam per hari dan 168 jam dalam 1 minggu. Perhitungan cleaning pada tanggal 20 Oktober akan masuk pada waktu Routine Stoppages. Tabel 3.5 Rencana Produksi Minggu 42
Tabel 3.6 Ketersediaan Waktu Minggu 42
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
48 4. Rencana Produksi Minggu 43 Melihat data rencana produksi pada minggu 43, mesin Piltz 4 akan tidak berproduksi penuh selama 1 minggu. Ada rencana untuk mesin stop tidak berproduksi dari tanggal 29-31 Oktober karena persediaan sudah mencukupi, maka ada waktu over capacity time, sehingga didapatkan jumlah Used Time sebesar 138 jam dalam 1 minggu.
Tabel 3.7 Rencana Produksi Minggu 43
Tabel 3.8 Ketersediaan Waktu Minggu 43
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
49 3.4.3. Faktor Availability Data breakdown tiap mesin dalam jalur produksi selalu di monitor dengan pencatatan schedule control yang dilakukan oleh operator filler di tiap jalur produksi, kemudian data tersebut dimasukan ke Online Reporting System (ORS)). Sistem ORS yang ada di produksi dapat mengolah data yang sudah dimasukkan kemudian ditampilkan secara otomatis. Data yang dapat ditampilkan antara lain sebagai berikut : Summary Break Down, Summary Losses, Energy Consumption, Attainment,
Productivity.
Foreman
dan
supervisor
produksi
melakukan
pengecekan pada akhir shift dan bila data sudah sesuai maka report tersebut di approve artinya operator filler sudah tidak bisa lagi merubah isi data pada shift tersebut, untuk selanjutnya data tersebut akan dipakai oleh administrator untuk membuat Laporan Bulanan (Monthly Report).
Gambar 3.6 Tampilan Online Reporting System Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
50 Dari tampilan screen shoot sebelumnya menunjukan data technical breakdown pada minggu 40 - 43, untuk mengolah lebih lanjut data tersebut, misalkan untuk penyajian data dengan menggunakan grafik dan chart, maka dilakukan pemindahan data tersebut ke spreadsheet program Microsoft excel dan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data. Faktor Availability dihitung dari downtime dan technical breakdown yang terjadi pada objek penelitian kemudian dikelompokkan sesuai jenis stoppagesnya. Pada ruang lingkup penelitian dari minggu 40 sampai minggu 43 tidak ada jadwal preventive maintenance maupun modifikasi mesin, sehingga tidak ada waktu planned non operational yang akan mempengaruhi Operational Time. Berikut tabel data perhitungan waktu downtime set-up dan adjusment : 1. Downtime Minggu 40 Tabel 3.9 Downtime Stoppages Minggu 40
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
51 2. Downtime Minggu 41 Tabel 3.10 Downtime Stoppages Minggu 41
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
52 3. Downtime Minggu 42 Tabel 3.11 Downtime Stoppages Minggu 42
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
53 4. Downtime Minggu 43 Tabel 3.12 Downtime Stoppages Minggu 43
3.4.1. Faktor Performance Performance dihitung dari perbandingan kedua fungsi jenis waktu yaitu Specified Time dan Running Time, dengan jenis faktor reduksi downtime Speed Loss. Speed Loss adalah perbedaan antara kecepatan yang telah diset pada mesin (specified speed) dengan kecepatan aktual yang digunakan pada proses. Speed loss juga dihasilkan dari waktu berhenti untuk perbaikan karena breakdown kurang dari 10 menit yang sering disebut sebagai short stop (minor stoppages).
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
54 Berikut perhitungan kecepatan (specified speed) mesin Piltz 4 dengan menggunakan satuan pcs/jam : Kecepatan mesin
= 67 cycle/min
Jumlah line
= 6 line
Specified speed
= 67 cycle/min x 6 line x 60 s = 24120 pcs/jam
Dari data ORS didapat jumlah speed loss sebagai berikut : Tabel 3.13 Jumlah Speed Loss Periode Waktu (hour)
Minggu 40
Minggu 41
Minggu 42
Minggu 43
Speed Loss
11.33
8.82
6
3.93
3.4.2. Faktor Quality Untuk nilai faktor kualitas mengambil data dengan cara memisahkan produk cacat untuk dihitung jumlahnya berdasarkan jenisnya, kemudian dicatat dalam laporan berbentuk checksheet. Pengertian produk cacat dalam penelitian ini adalah jumlah produk sachet berisi susu kental manis yang tidak memenuhi spesifikasi pengemasan pada objek penelitian sering juga disebut production reject, sedangkan jumlah produk sachet kosong disebut scrap dan dihitung bersama dalam total off spec. 3.4.4.1 Data Jenis Produk Cacat Sebelum dilakukan pengambilan data jumlah produk cacat, jenis produk cacat dan penyebab umumnya harus didefinisikan terlebih dahulu. Jenis produk cacat yang ditemukan ada 10 jenis, sebagai berikut : 1.
Produk cacat melintir karena alumunum foil tidak stabil Terjadinya overlapp pada sisi tepi pertemuan 2 bagian alumunium foil. Penyebab umumnya karena posisi magazine tempat supply alumunium foil tidak stabil. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
55 2.
Produk cacat potongan cutter tidak rapih/bersih Ditemukan pada bagian rubber roller saat proses menarik gulungan alumunium setelah disealing untuk dipotong oleh slitter menjadi enam bagian. Penyebab umumnya karena pisau slitter sudah tumpul.
3.
Produk cacat sealing area tidak simetris Ukuran sealing area tidak sama besar yaitu 5 mm pada tiap sisi kemasan sachet. Penyebab umum
karena posisi pisau slitter tidak
berjarak sama. 4.
Produk cacat horisontal seal keriput Penyebab umum karena temperatur horisontal jaw terlalu tinggi.
5.
Produk cacat sealing area bocor Penyebab umum karena kurangnya pressure pada sealing station.
6.
Produk cacat sachet kosong saat produksi Penyebab umum karena kurang tepatnya waktu filling saat produksi berjalan atau pompa pengisian bermasalah.
7.
Produk cacat berat tidak sesuai standar Pengaturan berat dilakukan setiap awal jalan atau saat ganti jenis produk dari tangki susu. Penyebab umum karena setting parameter berat tidak sesuai.
8.
Produk cacat tidak ada perforasi Perforasi berfungsi sebagai bagian untuk mempermudah konsumen untuk memisahan sachet per kemasan tanpa alat bantu seperti gunting/pisau. Penyebab umum karena pisau perforasi kotor.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
56 9.
Produk cacat tidak ada kode sachet Penyebab umum karena mesin kode error.
10. Produk cacat ukuran sachet tidak sesuai Ukuran sachet standar per kemasan adalah 110mm x 74 mm. Penyebab umum karena pengatur panjang kemasan (bag length) tidak tepat jaraknya. Pengelompokan
jenis
produk
cacat
dikelompokkan
berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan bersama operator dan foreman shift yang berwenang, sehingga data checksheet yang akan digunakan untuk mendata jumlah peoduk cacat dapat lebih komunikatif untuk dijalankan. 3.4.4.2 Data Kuantitas Produk Cacat Pengambilan data untuk mendapatkan jumlah produk cacat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Pemisahan produk cacat sesuai jenisnya dengan cara produk off spec yang terjadi dipisahkan kemudian diamati dan dihitung untuk dicatat jumlahnya pada checksheet sesuai jenis produk cacat yang telah diidentifikasi sebelumnya. 2. Data perbandingan total produk cacat dengan jumlah output pada data daily attainment di ORS. Pengambilan data dilakukan sesuai batasan yang sudah dijelaskan pada Bab pertama, yaitu hanya pada Line yang berproduksi selama kurun waktu pengambilan data penelitian. Ukuran waktu minggu yang digunakan memiliki satuan 7 hari kerja terdiri dari 3 shift dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Minggu. Berikut ini data jumlah produk cacat yang telah dikumpulkan
dari
minggu 40 sampai dengan minggu 43 :
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
4
57 Data jumlah produk cacat minggu 40
Tabel 3.14 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 40
1.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
58
Perbandingan Jumlah Produk Cacat Minggu 40
25000 21628
Jumlah (pcs)
20000
15000
9416
10000
4498
5000
0
228
1372
1691 54
150
68
102
Gambar 3.7 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 40 Dari gambar 3.9, 5 jenis produk cacat terbesar yang sering muncul adalah produk cacat melintir karena foil tidak stabil dengan jumlah terbanyak yaitu 21,628 pcs. Berat tidak sesuai mempunyai jumlah 9,416 pcs. Horisontal seal keriput sebanyak 4,498 pcs. Sealing area tidak simetris 1,372 pcs dan ukuran sachet tidak standar sejumlah 1,691 pcs dengan total jumlah produk cacat pada minggu 40 adalah 3,015,402 pcs.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
59 Data jumlah produk cacat minggu 41
Tabel 3.15 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 41
2.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
60
Perbandingan Jumlah Produk Cacat Minggu 41
20000 18000
17856
16000
Jumlah (pcs)
14000 11232
12000 10000 8000
6804
6000 3312
4000
3168
2000 178 0
106
216
216
36
Gambar 3.8 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 41 Dari gambar 3.10, 5 jenis produk cacat terbesar yang sering muncul adalah produk cacat melintir karena foil tidak stabil dengan jumlah terbanyak yaitu 17,856 pcs. Berat tidak sesuai mempunyai jumlah 11,232 pcs. Sealing area rembes atau bocor sebanyak 6,804 pcs. Sealing area tidak simetris 3,312 pcs dan ukuran sachet tidak standar sejumlah 3,168 pcs dengan total jumlah produk cacat pada minggu 41 adalah 3,037,478 pcs. Jumlah produk cacat mengalami peningkatan dibandingkan minggu sebelumnya. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
61 Data jumlah produk cacat minggu 42
Tabel 3.16 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 42
3.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
62
Perbandingan Jumlah Produk Cacat Minggu 42
14000 12744 12000 10000 Jumlah (pcs)
8784 8000 6000 4000
3134 1584
2000 0
78
1296 80
166
72
108
Gambar 3.9 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 42 Dari gambar 3.11, 5 jenis produk cacat terbesar yang sering muncul adalah produk cacat melintir karena foil tidak stabil dengan jumlah terbanyak yaitu 12,744 pcs. Berat tidak sesuai mempunyai jumlah 8,784 pcs. Sealing area rembes atau bocor sebanyak 3,134 pcs. Sealing area tidak simetris 1,584 pcs dan ukuran sachet tidak standar sejumlah 1,296 pcs dengan total jumlah produk cacat pada minggu 42 adalah 3,046,810 pcs. Jumlah produk cacat mengalami peningkatan dibandingkan minggu sebelumnya. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
63 Data jumlah produk cacat minggu 43
Tabel 3.17 Jumlah Jenis Produk Cacat Minggu 43
4.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
64
Perbandingan Jumlah Produk Cacat Minggu 43
6000
5584
5000
Jumlah (pcs)
4000
3000 2398 2000
1485
1000
756 166
0
552 12
246
96
72
Gambar 3.10 Grafik Batang Jumlah Produk Cacat Minggu 43 Dari gambar 3.12, 5 jenis produk cacat terbesar yang sering muncul adalah produk cacat melintir karena foil tidak stabil dengan jumlah terbanyak yaitu 5,584 pcs. Berat tidak sesuai mempunyai jumlah 2,398 pcs. Sealing area rembes atau bocor sebanyak 1,485 pcs. Sealing area tidak simetris 756 pcs dan ukuran sachet tidak standar sejumlah 522 pcs dengan total jumlah produk cacat pada minggu 42 adalah 2,484,520 pcs. Jumlah produk cacat mengalami peningkatan dibandingkan minggu sebelumnya. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
65 Untuk memudahkan dalam perhitungan OEE maka satuan jumlah produk cacat dikonversi menjadi satuan waktu yaitu jam. Berikut data perhitungannya : 67 cycle/min x 6 line x 60 min = 24120 pcs 67 cycle/min x 6 line x A min = 1 pcs A
=
1 67 x 6
= 0,002488 min = 0,1493 detik = 4,145936 x 10-5 jam Dari perhitungan di atas maka disimpulkan bahwa untuk memproduksi 1 pcs sachet membutuhkan waktu sebesar 4,145936 x 10-5 jam, atau sebesar 0,1493 detik. Jumlah total produk cacat/minggu dalam jam ditampilkan dalam run chart di bawah ini.
Total Off Spec 2.00 1.80 1.60
1.79 1.63
1.40 (jam)
1.20
1.16
1.00 0.80 0.60
0.47
0.40 0.20 0.00 minggu 40
minggu 41
minggu 42
minggu 43
Gambar 3.11 Run Chart Total Produk Cacat
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
Pengolahan data dan analisa dilakukan terhadap masing-masing faktor nilai OEE yang sesuai dengan data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan tools yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini. 4.1. Pengolahan Data dan Analisa Kuantitatif Pada saat pengumpulan data telah diperoleh data kuantitatif yang berupa data primer dan data sekunder, untuk analisa selanjutnya akan dilakukan analisa pada faktor-faktor nilai OEE dan perumusan rencana perbaikan yang akan direkomendasikan untuk tujuan peningkatan nilai OEE. 4.1.1. Data Perhitungan OEE Pengambilan data dilakukan sesuai batasan yang sudah dijelaskan pada Bab pertama, yaitu hanya pada Line yang berproduksi selama kurun waktu pengambilan data penelitian. Ukuran waktu minggu yang digunakan memiliki satuan 7 hari kerja dimulai dari hari Senin sampai dengan hari Minggu. Untuk mengolah lebih lanjut data tersebut, misalkan untuk penyajian data dengan menggunakan grafik dan chart, maka dilakukan pemindahan data tersebut ke spreadsheet program Microsoft excel dan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan data. Berikut ini data OEE yang telah dikumpulkan dari minggu 40 sampai dengan minggu 43 :
66
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
67 1. Perhitungan OEE minggu 40 Tabel 4.1 Data OEE Minggu 40
Tabel 4.2 Perhitungan OEE Minggu 40 Availabilty Rate
= Running Time/Used Time
Performance Rate = Specified Time/Running Time
= 129.85/168
= 0.7729
= 118.52/129.85 = 0.9127
Quality Rate
= Effective Time/Specified Time = 116.89/118.52 = 0.9863
OEE
=
Availabity x Performance x Quality
= 0.6958
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
68
Off spec 3%
Unavailable Time 0%
Over capacity time 0%
Planned non operational 0%
Speed Loss 22% Routine stoppages 54%
Technical Breakdowns 17%
Supply failure 4%
Gambar 4.1 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages OEE Minggu 40
98.63% 91.27%
100.00% 80.00%
77.29% 69.58%
60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Availability Rate
Performance Rate
Quality Rate
OEE
Gambar 4.2 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 40
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
69 2. Perhitungan OEE minggu 41 Tabel 4.3 Data OEE Minggu 41
Tabel 4.4 Perhitungan OEE Minggu 41 Availabilty Rate
= Running Time/Used Time
Performance Rate = Specified Time/Running Time
= 127.06/168
= 0.7563
= 118.24/127.06 = 0.9306
Quality Rate
= Effective Time/Specified Time = 116.45/118.24 = 0.9849
OEE
=
Availabity x Performance x Quality
= 0.6932
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
70 Off spec 3%
Unavailable Time 0%
Over capacity time 0% Planned non operational 0%
Speed Loss 17% Routine stoppages 54%
Technical Breakdowns 23%
Supply failure 3%
Gambar 4.3 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages OEE Minggu 41
93.06%
100.00%
80.00%
98.49%
75.63% 69.32%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00% Availability Rate
Performance Rate
Quality Rate
OEE
Gambar 4.4 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 41
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
71 3. Perhitungan OEE minggu 42 Tabel 4.5 Data OEE Minggu 42
Tabel 4.6 Perhitungan OEE Minggu 42 Availabilty Rate
= Running Time/Used Time
Performance Rate = Specified Time/Running Time
= 125.80/168
= 0.7488
= 119.80/125.80 = 0.9523
Quality Rate
= Effective Time/Specified Time = 118.64/119.80 = 0.9903
OEE
=
Availabity x Performance x Quality
= 0.7062
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
72 Off spec Unavailable Time Technical Speed Loss 2% 0% Breakdowns 12% 6%
Over capacity time 0%
Planned non operational 0%
Supply failure 7% Routine stoppages 73%
Gambar 4.5 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages OEE Minggu 42
95.23%
100.00% 80.00%
99.03%
74.88%
70.62%
60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Availability Rate
Performance Rate
Quality Rate
OEE
Gambar 4.6 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 42 Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
73 4. Perhitungan OEE minggu 43 Tabel 4.7 Data OEE Minggu 43
Tabel 4.8 Perhitungan OEE Minggu 43 Availabilty Rate
= Running Time/Used Time
Performance Rate = Specified Time/Running Time
= 104.98/138
= 0.7607
= 101.05/104.98 = 0.9626
Quality Rate
= Effective Time/Specified Time = 100.58/101.05 = 0.9954
OEE
=
Availabity x Performance x Quality
= 0.7289
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
74 Speed Loss Off spec Technical 1% 6% Breakdowns 4% Supply failure 0%
Unavailable Time 0%
Over capacity time 44%
Routine stoppages 45%
Planned non operational 0%
Gambar 4.7 Pie Chart Nilai Downtime Stoppages OEE Minggu 43
96.26%
100.00% 80.00%
99.54%
76.07%
72.89%
60.00% 40.00% 20.00% 0.00% Availability Rate
Performance Rate
Quality Rate
OEE
Gambar 4.8 Grafik Batang Nilai Faktor OEE Minggu 43
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
75
Perbandingan Nilai Faktor OEE 120.00%
100.00%
98.63% 91.27%
(Percentage)
80.00% 77.29%
98.49% 93.06%
75.63%
99.03% 95.23%
74.88%
99.54% 96.26%
76.07% Availability Rate
60.00%
Performance Rate Quality Rate
40.00%
20.00%
0.00% minggu 40 minggu 41 minggu 42 minggu 43
Gambar 4.9 Grafik Batang Perbandingan Nilai Faktor OEE (%) Pada objek penelitian, untuk target nilai faktor OEE dan nilai OEE itu sendiri mengacu pada standar kelas dunia, yaitu :
Availability lebih besar dari 90%
Performance efficiency lebih besar dari 95%
Rate of quality product lebih besar dari 99%
OEE lebih besar 85%
Pencapaian nilai faktor OEE dan prosentase OEE pada minggu terakhir adalah :
Availability lebih besar dari 76%
Performance efficiency lebih besar dari 96,%
Rate of quality product lebih besar dari 99%
OEE lebih besar 72%
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
76
OEE (%) 74.00% 72.89%
73.00% 72.00% 71.00% 70.00%
70.62% 69.58%
69.32%
69.00% 68.00% 67.00% minggu 40
minggu 41
minggu 42
minggu 43
Gambar 4.10 Grafik Batang OEE (%) Dari pengumpulan data yang didapat, terlihat bahwa pada nilai faktor availability mesin Piltz 4 membutuhkan analisa dan program rencana perbaikan lebih lanjut untuk meningkatkan nilai OEE. 4.1.2. Analisa Kuantitas uantitas Faktor Availability Kontribusi nilai downtime stoppages yang terdiri dari planned non operational, routine stoppages, supply failure, engineering stoppages dari minggu 40 sampai minggu 43 mempunyai nilai yang berbeda-beda berbeda beda tetapi menunjukkan pola yang sama pada nilai downtime routine stoppages. Dari hasil pengumpulan data breakdown per minggu kemudian dibuat ringkasan dalam tabel berikut ;
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
77 Tabel 4.9 Total Downtime Stoppages
Jenis Downtime Planned Non Operational Preventive maintenance Modification
Unit jam jam jam
Minggu 40 0
Minggu 41 0
Minggu 42 0
Minggu 43 0
Routine Stoppages Cleaning Meal time Change Alufoil
jam jam jam jam
27.58 24.33 0.67 2.58
27.95 24.67 0.83 2.45
35.96 32.38 0.5 3.08
30.52 28.42
Supply Failure No Electric No material (tunggu susu)
jam jam jam
1.83
1.33
0
1.83
1.33
3.59 0.67 2.92
6.75 0.67 6.08
Enginnering Stoppages Heater Unit Magazine Alufoil Slitter Alufoil Melintir Sensor End Cut Sealer/Jaw Unit Program Error Coding system Kopling Weight setting Motor pump dan bearing
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
8.73 0.08 0.2
11.68
2.68
2.5 0.08 0.5
25.59 0.16 0.7 0.17 0.17 0 0.7 2.62 0.08 0.42 18.81 1.59 0.17
2.1
0.17 0.17 0.2
0.17
0.25 1.62
0.08 1
0.42 0.22 0.17
0.67
0.08 7.92 0.25
10.67 0.5 0.17
Total 0
122.01 109.8 2 10.21
Dari tabel 3.13, pada nilai downtime planned non operational tidak memberikan kontribusi waktu sama sekali, karena menurut data rencana produksi dari minggu 40 sampai minggu 43 tidak ada rencana perbaikan baik preventive maintenance maupun modifikasi.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
78
Perbandingan Nilai Downtime 40
35.96
35
(jam)
30
30.52
27.95
27.58
25 20 15 10 5
11.68
8.73
3.592.68
2.5
1.83
1.33
1
2
3
4
Routine Stoppages
27.58
27.95
35.96
30.52
Supply Failure
1.83
1.33
3.59
0
Enginnering Stoppages
8.73
11.68
2.68
2.5
0
0
Gambar 4.11 Grafik Batang Perbandingan Nilai Downtime Availability Change Alufoil 10.21 8% Meal time 2 2%
Cleaning 109.8 90%
. Gambar 4.12 Pie Chart Sub-Downtime Downtime Routine Stoppages Dari gambar 3.4, perbandingan antara downtime terlihat routine stoppages memiliki jumlah tertinggi dibandingkan dengan supply failure dan engineering stoppages. Routine stoppages mempunyai 3 sub-downtime, downtime, masing masingmasing bagian sub--downtime mempunyai nilai dalam satuan jam jam. Cleaning Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
79 memiliki kontribusi prosentase paling besar yaitu 90% dan sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai faktor availabilty yang disajikan pada diagram pie chart sebelumnya. Pada
tanggal
20
Oktober
dilakukan
penelitian
tentang
waktu
pembersihan secara manual dan otomatis. Untuk waktu pembersihan manual dibutuhkan waktu sekitar 16 jam, dan pembersihan otomatis membutuhkan waktu sekitar 10 jam. Waktu yang dihitung adalah waktu total dari persiapan hingga pemasangan kembali untuk siap produksi. Perbedaan waktu pembersihan manual dan otomatis bisa dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.10 Waktu Pembersihan Piltz 4 Durasi Langkah
ManualOtomatis
Manual
Otomatis
(jam)
(jam)
1. Persiapan
4
3
4
2. Proses Cleaning
8
3
16
3. Pemasangan
4
4
4
Total
16
10
24
(jam)
Rata-rata waktu cleaning selama penelitian = 27,5 jam Rata-rata waktu cleaning manual
= 16 jam
Rata-rata waktu cleaning otomatis
= 10 jam
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
80 Bila pada perhitungan OEE sebelumnya diasumsikan dengan downtime yang sama tetapi metode pembersihan dilakukan dengan 1 cara dengan manual atau otomatis sehingga akan berpengaruh pada nilai routine stoppages, maka akan didapat hasil perbandingan dan pengaruhnya terhadap nilai OEE. Hasil data perhitungan bisa dilihat pada Lampiran 2.
Perbandingan Waktu Pembersihan 100% 90% 80%
OEE (%)
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
minggu 40
minggu 41
minggu 42
minggu 43
aktual
69.58%
69.32%
70.62%
72.89%
manual
76.47%
76.43%
82.50%
83.41%
otomatis
80.04%
80.00%
86.07%
87.76%
Gambar 4.13 Perbandingan Pengaruh Metode Pembersihan Terhadap Nilai OEE Selisih peningkatan nilai OEE yang terbesar dapat dilihat pada minggu 42. Target nilai OEE bisa dicapai sebesar 86,07% dengan menggunakan satu metode pembersihan otomatis. Bila dibandingkan dengan nilai OEE pada kondisi aktual penelitian sebesar 70,62% maka ada peningkatan OEE sebesar 15,45%.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
81
OEE vs Breakdown 80% 75% 70% 65% 60%
Breakdown [%]
55% 50% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
40
41
42
43
Speed Loss
7%
5%
4%
2%
Technical Breakdown
5%
7%
2%
1%
Supply Failure
1%
1%
2%
0%
Routine Stoppages
16%
17%
21%
18%
Planned Non Operational
0%
0%
0%
0%
69.58%
69.32%
70.62%
72.89%
OEE
Gambar 4.14 Grafik Batang Perbandingan Nilai Downtime Stoppages Dari Gambar 4.14, nilai technical breakdown mempunyai kontribusi besar kedua setelah routine stoppages. Technical breakdown yang terjadi paling banyak ada di kopling transmisi mesin. Pada 2 minggu awal penelitian, belum ada perbaikan yang berarti. Kerusakan kopling ini akan mempengaruhi nilai speed loss pada faktor performance yang akan dibahas selanjutnya.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
82 4.1.3. Analisa Kuantitas Faktor Performance Nilai performance pada dipengaruhi oleh pengurangan kecepatan pada mesin. Pengurangan kecepatan dilakukan karena kendala teknis pada mesin, baik itu mekanik maupun elektrik. Pada objek penelitian di 2 minggu awal pertama, seperti pembahasan sebelumnya nilai technical breakdown cukup tinggi, hal ini disebabkan karena komponen kopling transmisi yang mengalami kerusakan mekanik. Perbaikan pada kerusakan ini disebabkan karena tidak tersedianya sparepart mesin. Sehingga pada minggu ketiga penelitian, perbaikan untuk penggantian kopling baru bisa dilakukan. Selama menunggu kedatangan sparepart, proses produksi tetap berjalan tetapi dengan kondisi kecepatan yang tidak maksimal. Pengurangan kecepatan ini berdampak pada nilai specified time pada faktor performance dengan nilai downtime speed losses. Nilai speed loss menjadi tinggi karena mesin beroperasi di bawah target kapasitas produksi. 80.0% 70.0%
69.58%
69.32%
70.62%
72.89%
40
41
42
43
Speed Loss
6.7%
5.2%
3.6%
2.3%
Breakdown Kopling
4.7%
6.4%
0.1%
0%
69.58%
69.32%
70.62%
72.89%
Breakdown [%]
60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
OEE (%)
Gambar 4.15 Grafik Batang Pengaruh Nilai Speed Loss Terhadap Nilai OEE Dari gambar 4.15, pada minggu 40 mesin mengalami kerusakan kopling. Selama menunggu perbaikan dan sparepart, mesin masih bisa jalan dengan kecepatan tidak maksimal. Pada minggu 41 kerusakan kopling semakin parah, Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
83 sehingga sekali waktu mesin harus berhenti untuk perbaikan sementara sampai sparepart datang dan diganti baru oleh mekanik. Pada minggu 42 dan 43 hanya terjadi waktu berhenti kecil yang berulang-ulang untuk set-up kopling baru. 4.1.4. Analisa Kuantitas Faktor Quality Pada mesin Piltz 4 nilai faktor Quality sudah memenuhi standar target yang diinginkan. Pada minggu 40 nilai faktor Quality sudah mencapai 98,63%, minggu 41 sebesar 98,49%, minggu 42 sebesar 99,03% terus meningkat hingga minggu 42 sebesar 99,54%. Dengan pencapaian target ini bukan berarti tidak ada tindakan perbaikan untuk mengurangi produk cacat tetapi tetap terus dilakukan kajian ulang untuk menghilangkan produk cacat hingga titik terendah (zero defect). Produk cacat yang terjadi pada proses pengemasan susu kental manis sachet dikelompokkan menjadi 10 jenis. Dari data per minggu kemudian ditotal jumlahnya untuk dianalis dalam diagram pareto. Tabel 4.11 Total Jenis Produk Cacat No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Produk Cacat
Minggu 40 41 42 21628 17856 12744
43 5584
Total 57812
Melintir karena foil tidak stabil Potongan cutter tidak rapih/bersih 228 178 78 166 650 Sealing area tidak simetris 1372 3312 1584 756 7024 Horisontal seal keriput 54 106 80 12 252 Sealing area "rembes" atau bocor 4498 6804 3134 1485 15921 Sachet kosong saat produksi 150 216 72 246 684 Berat tidak sesuai (terlalu banyak isinya) 9416 11232 8784 2398 31830 Tidak ada perforasi 68 216 166 96 546 Tidak ada kodenya 102 36 108 72 318 Ukuran sachet tidak sesuai standar 1691 3168 1296 552 6707 Jumlah 39247 43165 28088 11410 121744 Dalam jam 1.63 1.79 1.16 0.47 5.05
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Gambar 4.16 Diagram Pareto Jumlah Produk Cacat
84
Dari diagram pareto, terlihat 5 jenis produk cacat yang dominan. Produk cacat melintir karena foil tidak stabil adalah jenis produk cacat yang sering muncul sebesar 47,5%, posisi kedua adalah produk cacat karena berat tidak sesuai standar sebesar 26,1%, ketiga adalah sealing area rembes atau bocor sebesar 13,1%, 3,1%, keempat adalah sealing area tidak simetris simetris sebesar 5,8%, dan yang kelima adalah ukuran sachet tidak standar sebesar 5,5%. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
85 Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya produk cacat, dari hasil wawancara menyatakan bahwa sebagian besar penyebabnya berasal dari mesin. Dari hasil pengamatan, produk cacat sering muncul pada area kritis mesin, untuk fokus perbaikan maka dibuat matriks korelasi antara pengaruh area kritis dan terjadinya produk cacat pada proses pengemasan. Tabel 4.12 Matriks Korelasi Area Kritis dan Produk Cacat No.
Foil Drive
Filling Station Foil Station
Sealing Station
1
Melintir
- Proses
- Proses
- Pengaturan
- Rubber
karena foil
pemasangan
pemasangan
jarak
roller film
tidak stabil
alumunium
nozzle filling
stopper
kendor
foil pada
miring/tidak
pada roller
atau
magazine
sejajar
film tidak
terlalu
tepat
kencang
kendor.
bahkan
- Tidak ada standar sudut
tidak
brake pada
digunakan
magazine. 2
Berat tidak sesuai
- Setting parameter dosing tidak ada
3
Sealing
- Timing
- Posisi
area
dosing dan
vertikal
rembes/
suck back
dan
bocor
tidak tepat
horisontal sealer tidak sejajar
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
86 Tabel 4.12 Matriks Korelasi Area Kritis dan Produk Cacat (lanjutan)
No
4
5
Foil Drive
Sealing area
Filling Station
Foil
Sealing
Station
Station
- Jarak
- Jarak
tidak
pemasangan
pemasangan
simetris
nozzle filling
pisau slitter
tidak sama
tidak sama Posisi
- Rubber roller
sachet tidak
sensor
penarik foil
standar
eye
aus
Ukuran
-
mark tidak
- Kopling transmisi aus
tepat
Dari tabel 4.8, Produk cacat melintir karena foil tidak stabil hampir dipengaruhi oleh setting pada 4 area kritis. Pada bagian Foil Drive, pemasangan alumunium foil pada magazine masih kendor karena cone magazine yang sudah aus, pengaturan sudut pengereman hanya sebatas pengalaman tidak ada standarnya. Pada bagian Filling Station, proses pemasangan nozzle sering miring atau tidak sejajar, tidak ada standar jarak pemasangan. Pada bagian Foil Station, pengaturan stopper roller film tidak tepat bahkan sering tidak digunakan. Pada bagian Sealing Station, pengencangan rubber roller tidak tepat, kadang terlalu kencang atau terlalu kendor, tidak ada standar pengencangan pada baut pengatur kekencangan.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
87
Gambar 4.17 Gambar Produk Cacat Melintir Karena Foil Tidak Stabil 4.2.
Pengolahan Data dan Analisa Kualitatif Pada penelitian ini selain mengumpulkan data primer yang berupa data
kuntitas gagal sealing juga dilakukan pengamatan secara langsung ke lapangan dan melakukan wawancara dengan karyawan yang terkait pada penelitian ini, yaitu antara lain operator, foreman produksi, bagian teknik dan bagian quality control. Hasil dari pengamatan dilapangan dan wawancara kepada karyawan salah satunya merupakan kemungkinan-kemungkinan penyebab dari sulitnya pencapaian target OEE yang diinginkan. Untuk memperoleh hasil analisa yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, dibutuhkan alat (tools) yang relevan dengan
data
yang
sudah
dikumpulkan,
sehingga
untuk
memudahkan
mengidentifikasi hal tersebut maka dibuatlah diagram sebab akibat kemudian yang nantinya akan dirumuskan rencana perbaikan untuk mengatasi akar permasalahan.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Gambar 4.18 Diagram Sebab Akibat Tidak Tercapainya Target OEE
88
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
89 Diagram sebab akibat diatas mengidentifikasi penyebab berdasarkan 4 kategori yaitu material, manusia, mesin, metode, dan dari kempat kategori tersebut berikut ini penjelasannya : Material Material yang dipakai dalam proses pengemasan ada 2 jenis yaitu alumunium foil sebagai material pengemasan dan susu kental manis sebagai material produk yang dikemas. Material pengemasan yang dipakai pada proses pengisian susu kental manis sachet adalah alumunium foil. Alumunium foil adalah jenis material flexible packaging. Pada objek penelitian hanya memakai 1 supplier alumunium foil. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan variasi kualitas material pengemasan yang dipakai, meskipun mempunyai kelemahan dalam soal distribusi stock. Bila ada kendala distribusi pada supplier tersebut maka produksi akan terhenti karena tidak ada material pengemasan yang dipakai sehingga akan menyumbang waktu planned non production. Menurut hasil wawancara, kejadian empty stock seperti ini jarang sekali ditemui karena sudah distribusi stock dari supplier utama sudah diverifikasi baik. Alumunium foil mempunyai spesifikasi kualitas yang sudah ditentukan berdasarkan proses dan mesin yang ada pada objek penelitian. Jenis alumunium foil dan jenis spesifikasi kualitas yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 3. Ketidakstabilan kualitas dalam alumunium foil antara satu gulungan dengan gulungan lainnya bahkan antar sambungan dalam satu gulungan sering ditemui di lapangan saat proses. Operator harus kembali melakukan setting mesin, seperti temperatur heater pada sealer dengan range perubahan antara 5 - 10o C. Departemen QC tidak mempunyai alat cek kualitas untuk alumunium foil, sehingga kualitas dilihat hanya berdasarkan COA (Certificate of Analysis) yang diterima dari Warehouse.
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
90 Material produk yaitu susu kental manis yang dikemas pada mesin Piltz 4 ada 3 jenis yaitu : Peak Fortified, BSKM 45 gr, dan BSKMCo 42 gr. Variasi produk hanya berpengaruh kecil pada pengemasan susu kental manis karena karakteristik antara produk susu kental manis putih dan coklat tidak berbeda jauh. Tingkat Refractory Index dan Total Solids dari produk yang cukup berpengaruh, bila selisih RI dan TS antar kode tangki susu yang dikemas terlalu besar, maka operator harus kembali melakukan setting pengisian susu untuk mendapatkan berat netto sesuai kemasan. Produk cacat yang terjadi dalam proses pengemasan juga tidak teridentifikasi dengan baik darimana penyebabnya, sehingga usaha perbaikan untuk mengurangi produk cacat sering tidak tepat sasaran pada akar permasalahannya. Manusia Operator yang mengoperasikan mesin, secara umur bervariasi dan dari latar belakang pendidikan juga bervariasi, tentunya hal ini mempengaruhi tingkat kemampuan dan ketrampilan dari operator tersebut. Dari hasil pengamatan belum terlihat adanya sharing pengalaman dan pengetahuan justru ada kecenderungan bila operator memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang lebih sukar sekali untuk menularkan kepada yang lain, hal ini karena budaya untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan kurang berkembang, dan juga didukung belum adanya media untuk berbagi misalnya dengan media One Point Lesson (OPL). Tingkat kepedulian karyawan masih ada beberapa yang rendah, karena mungkin faktor umur. Tingkat kepedulian ini sangat berpengaruh misalnya yang berhubungan dengan peningkatan OEE adalah dengan mengurangi produk cacat dan waktu pembersihan yang lebih efektif. Salah satu penyebabnya masingmasing operator belum memiliki standar cara bekerja yang sesuai dengan prosedur yang benar dalam hal ini Code of Practice (COP). Selama pengamatan dilapangan departemen ini sudah memiliki dokumen COP tetapi tidak terpasang atau tersedia di lapangan. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
91 Mesin Mesin merupakan aset produksi untuk menghasilkan barang dan jasa, sehingga mesin harus dirawat dan dijaga kondisinya agar tidak kehilangan kemampuan atau kapasitas berproduksi. Kegiatan preventive maintenance yang dilakukan pada mesin seringkali kurang tuntas terkadang karena masalah sparepart sehingga terpaksa harus menggunakan sparepart bekas yang kondisinya sudah tidak maksimal dan akan menimbulkan masalah baru pada saat mesin akan beroperasi. Preventive maintenance yang sudah dilakukan dinilai tidak optimal karena petugas hanya berdasarkan WO dari maintenance planner. Seharusnya masing-masing petugas yang melakukan preventive maintenance atau planner juga harus melihat catatan perbaikan selama mesin tersebut beroperasi. Dalam setting parameter mesin, seperti pengaturan berat netto, pengaturan lipatan alumunium foil, pengaturan dimensi sachet, operator hanya berdasarkan pengalaman. Sehingga setting parameter mesin antara satu operator dengan yang lainnya berbeda-beda. Inspeksi pada alat dasar seperti pressure gauge pneumatic, pressure gauge hydraulic jarang dilakukan karena banyaknya komponen yang harus diinspeksi dan pembacaan angka yang terlalu rumit. Metode Pembersihan mesin pada Piltz 4 dilakukan dengan 2 cara yaitu manual dan otomatis. Waktu pembersihan mesin Piltz 4 cukup lama, karena mesin ini terdiri dari banyak komponen yang harus dibersihkan saat pembersihan manual. Operator tidak mempunyai standar cara pembersihan dan standar bersih dari masing-masing komponen. Sehingga banyak komponen yang seharusnya bisa dibersihkan saat produksi berjalan, harus dibersihkan saat mesin dalam kondisi berhenti. Selain itu untuk jalur pembersihan secara otomatis yang disebut Cleaning In Place (CIP), belum terjalur sendiri, masih menggunakan satu jalur yang dipakai oleh beberapa mesin secara bergantian. Kebijakan proses pembersihan menggunakan 2 cara adalah bentuk pencegahan dari proses pembersihan tidak maksimal, karena pembersihan dengan otomatis masih belum maksimal. Bila cara pembersihan otomatis dapat dimaksimalkan kemudian Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
92 divalidasi dengan target hasil yang sama dengan pembersihan 2 cara tentunya akan lebih menghemat waktu. Serah terima yang dilakukan antar shift ketika pergantian shift dinilai kurang optimal karena sebagian besar tidak melakukan di depan mesin produksi dan kondisi mesin berhenti, terkadang dilakukan di tempat ganti karena waktu briefing yang dilakukan foreman terlalu mepet. 4.3.
Rencana Tindakan Perbaikan Untuk Meningkatkan OEE Untuk
meningkatkan
nilai
OEE
perlu
usaha
perbaikan
yang
berkesinambungan, berikut ini disampaikan rencana tindakan untuk peningkatan OEE pada proses pengemasan susu kental manis sachet : Tabel 4.13 Matrik Korelasi Rencana Tindakan Untuk Meningkatkan Nilai OEE
Permasalahan
Rencana Tindakan untuk Meningkatkan Nilai OEE
Tidak adanya standar cara pembersihan Implementasi dan standar bersih menyebabkan waktu Maintenance
Autonomous untuk
berfokus
pada
cleaning mesin membutuhkan yang pemeliharaan dan perawatan mesin lama Pembersihan dilakukan dengan 2 cara Melakukan manual dan otomatis hanya sebagai dengan
validasi
salah
satu
pembersihan cara
untuk
tentang
setting
bentuk pencegahan dari pembersihan penghematan waktu tidak maksimal Produk cacat karena foil melintir Pembuatan
standar
dipengaruhi oleh semua pengaturan mesin yang sesuai dengan kondisi di pada area kritis pada mesin karena lapangan bekerja sama dengan pihak belum
ada
standar
baku
masih Engineering
berdasarkan pengalaman
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
93 Tabel 4.13 Matrik Korelasi Rencana Tindakan Untuk Meningkatkan Nilai OEE (lanjutan) Rencana Tindakan untuk Meningkatkan
Permasalahan
Nilai OEE
Jenis produk cacat tidak teridentifikasi Pembagian area kritis mesin pada alur dengan baik darimana penyebabnya
proses pengemasan untuk identifikasi lebih mudah
Ketidakstabilan kualitas alumunium foil Penyediaan karena
tidak
tersedianya
alat
alat
cek
kualitas
cek alumunium foil
kualitas sebelum digunakan Standar
inspeksi
peralatan
yang Pembuatan
mempunyai nilai seperti pressure gauge checklist
standar inspeksi
inspeksi berkala
dan dalam
tidak diinspeksi dalam proses karena periode tertentu, serta pemberian tanda visual pada pressure gauge.
susah dibaca dan diidentifikasi. Tidak
tersedianya
komponen
pada
sparepart area
kritis
untuk Memperbaiki
manajemen
stock
saat sparepart
dibutuhkan, akan memberikan nilai downtime yang cukup tinggi. Preventive maintenance kurang efektif, Melibatkan operator dalam preventive hanya berdasarkan Work Order saja.
maintenance pengetahuan
sekaligus dan
transfer
ketrampilan
dari
bagian teknik ke operator produksi. Kepedulian operator terhadap kondisi Melakukan training dan memberi media sumber daya terutama mesin produksi untuk sharing pengalaman, pengetahuan masih kurang
dan keterampilan. Mengefektifkan fungsi COP dengan mengevaluasi kembali isi apakah masih relevan, dan memasang COP di area kerja Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari pengolahan data dan analisa yang sudah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Permasalahan tidak tercapainya target OEE sumber-sumber penyebabnya yaitu :
Waktu pembersihan (cleaning) mesin yang lama, karena tidak ada standar pembersihan dan cara-cara pembersihannya.
Pembersihan masih dilakukan dengan 2 cara manual dan otomatis, belum ada validasi pembersihan dengan 1 cara dengan hasil pembersihan sudah bisa maksimal.
Tidak tersedianya sparepart untuk komponen pada area kritis seperti kopling transmisi, saat kerusakan terjadi bisa menyebabkan nilai downtime cukup tinggi.
Area kritis dalam proses tidak teridentifikasi dengan baik sehingga fokus perbaikan tidak tepat pada terjadinya produk cacat.
2. Produk cacat alumunium foil melintir karena tidak stabil adalah jenis produk cacat yang sering muncul dengan jumlah terbanyak dalam setiap minggu. 3. Tindakan perbaikan yang diusulkan pada cara pembersihan mesin secara otomatis tanpa manual akan meningkatkan nilai faktor availability dari 74.88% ke 90,33% dengan nilai OEE dari 70,62% ke 86,07% pada minggu ke-42, sehingga didapat peningkatan OEE sebesar 15,45%. 4. Desain program yang diperoleh sebagai hasil dari penelitian sebagai berikut : a. Implementasi Autonomous Maintenance untuk lebih berfokus pada perawatan dan pemeliharaan mesin yang akan berdampak juga pada efektifitas waktu pembersihan.
94
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
95 b. Perlu dilakukan validasi terhadap proses pembersihan dengan 1 cara baik manual atau otomatis, untuk penghematan waktu dan tenaga. c. Pengelompokan area kritis mesin dalam proses pengemasan untuk mengetahui sumber-sumber terjadinya produk cacat. d. Perbaikan desain magazine pada area foil drive untuk pengencangan alumunium foil yang lebih stabil. e. Pembuatan standar sudut pengereman pada bagian magazine harus ditetapkan untuk mengatur kekencangan alumunium foil saat pengerolan. f. Pembuatan standar jarak pemasangan nozzle pada area Filling Station supaya tidak miring atau bengkok. g. Penggunaan stopper pada roller film kemudian dikunci saat posisi terbaik saat proses pengemasan berlangsung. h. Pembuatan standar pengencangan rubber roller sebagai penarik foil supaya sejajar dan tidak keriput saat alumunium foil masuk dalam proses pembentukan sachet. i. Pembuatan standar inspeksi dan checklist inspeksi serta pemberian tanda untuk pembacaan visual pada peralatan yang mempunyai nilai seperti pressure gauge. j. Penyediaan alat cek kualitas alumunium foil sebelum digunakan dalam proses. k. Meningkatkan kepedulian operator terhadap sumber daya produksi dan memberi pedoman yang jelas dan mudah dipahami dengan pemasangan COP di area kerja. l. Perlu dilakukan perbaikan terhadap manajemen stok suku cadang. m. Melibatkan operator dalam perawatan mesin bersama dengan bagian teknik sekaligus menambah pengetahuan operator produksi. 5.2. Saran Dari hasil penelitian ini, diusulkan desain program untuk tindakan perbaikan guna meningkatkan nilai OEE sesuai target yang diinginkan. Desain program untuk tindakan perbaikan pada nilai faktor downtime yang lain seperti penurunan jumlah produk cacat, akan memberikan dampak peningkatan OEE lebih besar lagi. Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
96 DAFTAR REFERENSI
Williamson, Robert M. (2006). Using Overall Equipment Effectiveness: The Metric and The Measures, Columbus. Williamson, Robert M. (2004). Don’t Be Misled by OEE,
Strategic Work
System Inc. Wauters, Francis, and Jean Mathot (2002). OEE (Overall Equipment Effectiveness, ABB Inc. Gaspersz, Vincent. (1991). Statistical Process Control Management Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta J. R. Tony Arnold, Stepea. (2004). Introduction to material management, Pearson Prentice Hall Assauri, S. (2004). Managemen Produksi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Nicolo Belavendram. (1996). Quality by Design, Prentice Hall Peter S. Pande, Neuman, Cavanaugh, (2002), The Six Sigma Way Team Fieldbook, McGraw-Hill Catena, Marco, and Alesandro Persona, Accelerated TPM by Simulation, Department of Management and Engineering, University of Padova, Italy Rahmat Nurcahyo, (2008), Presentasi kelas TQM, Salemba
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
LAMPIRAN 1. Struktur Organisasi SCM Packing Packing
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010
LAMPIRAN 2. Perhitungan OEE Berdasarkan Perbandingan Waktu dan Metode Pembersihan
LAMPIRAN 3. Jenis dan Spesifikasi Alumunium Foil Jenis Alumunium Foil No. Material
Material Description ALF SCM FFFC AC PLAIN SCH 120X42GR-6LINE 3000 M GOLD ALF SCM FFFC AC PLAIN SCH 120X42GR-6LINE 3000 M KRIMER ALF SCM FF AC CHOCO SCH 120X42GR-6LINES 3000 M PROMO
503439 503955 503443
Spesifikasi Fisik dan Kimia Parameter
Unit
Standard
Tolerance
Width
mm
900
±1
Length
m
1000/3000
± 5%
Joint
-
Max 2/4
Gramature
gr/m2
87 – 90
Heat seal strength
gr/15 mm
2920 4180
Bonding Strength
gr/15 mm
- PET/Alu
40 – 100
- Alu/LLDPE
280 – 420
Description
Marked with Red Tape ± 10 % –
T : 150 C, P : 3 kg/cm2, Time : 1 sec
Solvent Residue
mg/m2
Max. 5
Gas Chromatograph
OTR (Oxygen Transmission Rate)
cc/m2.24 hr Max. 0.5
T : 23 C, RH : 0%
WVTR (Water Vapor Transmission Rate)
Gr/m2.24 hr
T : 37.8 C, RH :90 %
Max. 0.1
Universitas Indonesia
Desain program..., A. Eka Kris Hantoro, FTUI, 2010