UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundangundangan;
b.
bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses pembentukan peraturan perundang-undangan, maka negara bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas perlu memilliki peraturan mengenai pembentukan peraturan perundangundangan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;
Pasal 4, Pasal 8, Pasal 17 Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG UNDANGAN.
TENTANG
PEMBENTUKAN
PERATURAN
PERUNDANG-
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.
2.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
3.
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dengan persetujuan bersama Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
4.
Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa.
5.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Gubernur bersama Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
6.
Peraturan Gubernur adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
7.
Program Legislasi adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.
8.
Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
9.
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Pasal 2
(1)
Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas merupakan hukum dasar dalam Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang tetap berpedoman kepada Undang-Undang Dasar Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas.
(2)
Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas ditempatkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 3
Peraturan Perundangan-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini meliputi Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya. BAB II ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 4 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik yang meliputi: a.
kejelasan tujuan;
b.
kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d.
dapat dilaksanakan;
e.
kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.
kejelasan rumusan; dan
g.
keterbukaan. Pasal 5
(1)
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas: a.
pengayoman;
(2)
b.
kemanusiaan;
c.
kekeluargaan;
d.
bhinneka tunggal ika;
e.
keadilan;
f.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
g.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
h.
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pasal 6
(1)
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a.
Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas;
b.
Undang-Undang/Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang;
c.
Peraturan Daerah;
d.
Peraturan Gubernur.
(2)
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(3)
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB III MATERI MUATAN Pasal 7
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang: a.
b.
mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-UndangNegara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang meliputi: 1.
hak dan kewajiban warga negara bagian;
2.
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara bagian serta pembagian kekuasaan negara bagian;
3.
wilayah negara bagian;
4.
badan-badan khusus;
5.
keuangan negara bagian;
6.
lambang negara bagian;
diperintah oleh suatu Undang-undang untuk diatur dengan Undang-undang. Pasal 8 Materi muatan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. Pasal 9 Materi muatan Peraturan Daerah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Pasal 10
Materi muatan Peraturan Gubernur berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah. BAB IV PERENCANAAN PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG Pasal 11 Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi. Pasal 12
(1)
Penyusunan Program Legislasi antara Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Badan Eksekutif Mahasiswa dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang khusus menangani bidang legislasi.
(2)
Penyusunan Program Legislasi di lingkungan Dewan Perwakilan Mahasiswa dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang khusus menangani bidang legislasi.
(3)
Penyusunan Program Legislasi di lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa dikoordinasikan oleh Kepala Departemen Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB V PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bagian Kesatu Persiapan Pembentukan Undang-Undang Pasal 13
(1)
Rancangan Undang-Undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Mahasiswa maupun Gubernur disusun berdasarkan Program Legislasi Keperawatan.
(2)
Dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Mahasiswa atau Gubernur dapat mengajukan Rancangan UndangUndang di luar Program Legislasi Keperawatan. Pasal 14
(1)
Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh Gubernur disiapkan oleh Kepala Departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
(2)
Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Gubernur, dikoordinasikan oleh Kepala Departemen yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang Peraturan Perundangundangan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 15
(1)
Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Mahasiswa diusulkan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa. Pasal 16
(1)
Rancangan Undang-Undang yang telah disiapkan oleh Gubernur diajukan dengan Surat Gubernur kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa.
(2)
Dalam surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditegaskan antara lain tentang Kepala Departemen yang ditugasi mewakili Gubernur dalam melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Mahasiswa.
(3)
Dewan Perwakilan Mahasiswa mulai membahas Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak Surat Gubernur diterima.
(4)
Untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Mahasiswa, Kepala Departemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau Pimpinan Lembaga Pemrakarsa memperbanyak naskah Rancangan Undang-Undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Pasal 17
(1)
Rancangan Undang-Undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa disampaikan dengan Surat Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa kepada Gubernur.
(2)
Gubernur menugasi Kepala Departemen yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama Dewan Perwakilan Mahasiswa dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak Surat Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa diterima.
(3)
Kepala Departemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan Kepala Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-undangan. Pasal 18
(1)
Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Mahasiswa dilaksanakan oleh anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa.
(2)
Penyebarluasan Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Gubernur dilaksanakan oleh Kepala Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-undangan. Pasal 19
Apabila dalam satu masa sidang, Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur menyampaikan Rancangan Undang-Undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan Undang-Undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa, sedangkan Rancangan Undang-Undang yang disampaikan Gubernur digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Bagian Kedua Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah Pengganti UndangUndang, Rancangan Peraturan Daerah, dan Rancangan Peraturan Gubernur diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 21 (1)
Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Mahasiswa dalam persidangan yang berikut.
(2)
Pengajuan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
(3)
Dalam hal Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Mahasiswa, maka Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku.
(4)
Dalam hal Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Mahasiswa, maka Gubernur mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. BAB VI PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG Bagian Kesatu Pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Mahasiswa Pasal 22
(1)
Pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Mahasiswa dilakukan oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa bersama Gubernur atau Kepala Departemen yang ditugasi.
(2)
Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
(3)
Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa. Pasal 23
(1)
Rancangan Undang-Undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur.
(2)
Rancangan Undang-Undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa. Pasal 24
(1)
Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang.
(2)
Dewan Perwakilan Mahasiswa hanya menerima atau menolak Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang.
(3)
Dalam hal Rancangan Undang-Undang mengenai Penetapan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang-Undang ditolak oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa maka Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang tersebut dinyatakan tidak berlaku.
(4)
Dalam hal Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang ditolak Dewan Perwakilan Mahasiswa maka Gubernur mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. Bagian Kedua Pengesahan Pasal 25
(1)
Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur, disampaikan oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa kepada Gubernur untuk disahkan menjadi UndangUndang.
(2)
Penyampaian Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 26
(1)
Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 disahkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur.
(2)
Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lambat 15 (lima belas) hari sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, maka Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
(3)
Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
(4)
Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum Pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 27
(1)
Peraturan Daerah ditetapkan untuk melaksanakan Undang-Undang.
(2)
Setiap Undang-Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Daerah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang-undang tersebut.
(3)
Penetapan Peraturan Daerah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahanan negara tidak atas permintaan secara tegas dari suatu Undang-Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). BAB VII TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 28
(1)
Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. BAB VIII PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN Bagian Kesatu Pengundangan Pasal 29
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 30 Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, meliputi: a.
Undang-undang/Peraturan Daerah Pengganti Undang-undang;
b.
Peraturan Daerah;
c.
Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 31
Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas memuat penjelasan Peraturan Perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 32 Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan oleh Kepala Departemen Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 33 Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Bagian Kedua Penyebarluasan Pasal 34 Badan Eksekutif Mahasiswa wajib menyebarluaskan Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. BAB IX PARTISIPASI WARGA NEGARA Pasal 35 Warga Negara Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang-undang. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 36 Teknik penyusunan dan/atau bentuk Keputusan Gubernur dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang diatur dalam Undang-Undang ini. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 37 Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas oleh Kepala Departemen Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, dilaksanakan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diundangkannya UndangUndang ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Semua Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Pasal 39 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Disahkan di Padang pada tanggal 5 Desember 2014
dto
GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS,
Diundangkan di Padang pada tanggal 5 Desember 2014
dto
KEPALA DEPARTEMEN KASTRAT,
LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN 2014
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I.
UMUM
Sebagai pemerintahan mahasiswa yang mendasarkan pada Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Untuk mewujudkan kepemerintahan tersebut diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagai landasan yuridis dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan. Tertib Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus dirintis sejak perencanaan sampai dengan pengundangannya. Untuk membentuk Peraturan Perundang-undangan yang baik, diperlukan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, jenis dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan, persiapan, pembahasan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, maupun partisipasi masyarakat. Undang-Undang ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku mengenai Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun Undang-Undang ini hanya mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang meliputi Undang-Undang/Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur. Sedangkan mengenai pembentukan Undang-Undang Negara Bagian tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Hal ini karena tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang ke bawah. Dalam Undang-Undang ini, pada tahap perencanaan diatur mengenai Program Legislasi Keperawatan dalam rangka penyusunan Peraturan Perundang-undangan secara terencana, bertahap, terarah, dan terpadu. Untuk menunjang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diperlukan peran tenaga perancang Peraturan Perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Negara Bagian. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan ini menyatakan bahwa Undang-Undang Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas berlaku sejak ditetapkan oleh Musyawarah Istimewa Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Pasal 3 Yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang ini hanya Undang-Undang ke bawah, mengingat Undang-Undang Negara Bagian tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang. Pasal 4 Huruf a Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Huruf b Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh Lembaga Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga yang tidak berwenang. Huruf c Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-undangannya. Huruf d Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundangundangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat mahasiswa, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Huruf e Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Huruf f Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Huruf g Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundangundangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mahasiswa mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman Warga Negara Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap Warga Negara Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas secara proporsional. Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Huruf d Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus memperhatikan keragaman warga negara, agama, suku, dan golongan khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan Daerahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas melalui jaminan adanya kepastian hukum.
Huruf h Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dengan kepentingan negara. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dapat mengandung asasasas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Sidang Umum/Istimewa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, atau komisi yang dibentuk oleh Undang-undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang yang lebih tinggi. Ayat (3) Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundangundangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Yang dimaksud dengan “sebagaimana mestinya” adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Daerah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Pasal 10 Sesuai dengan kedudukan Gubernur menurut Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, Peraturan Gubernur adalah peraturan yang dibuat oleh Gubernur dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Peraturan Gubernur dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Daerah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya. Pasal 11 Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilaksanakan secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi. Dalam Program Legislasi tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Pemerintah. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam ketentuan ini yang dimaksudkan dengan “dalam keadaan tertentu” adalah kondisi yang memerlukan pengaturan yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Keperawatan. Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Maksud “penyebarluasan” dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undangundang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Mahasiswa guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan melalui media cetak seperti mading, surat kabar kampus, edaran, atau media legal lainnya yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang hanya diantarai satu masa reses. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 22 Ketentuan mengenai tingkat pembahasan Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini berlaku juga terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang: a.
usul inisiatif Dewan Perwakilan Mahasiswa;
b.
ratifikasi;
c.
penetapan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang;
d.
penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara bagian serta nota keuangan*;
e.
perubahan anggaran pendapatan dan belanja negara bagian*; dan
f.
perhitungan anggaran negara bagian*.
Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menyederhanakan mekanisme penarikan kembali Rancangan UndangUndang. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Penyampaian Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Pemerintah kepada Gubernur, disertai Surat Pengantar Pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa. Secara formil Rancangan Undang-Undang menjadi Undang-Undang setelah disahkan oleh Gubernur.
Ayat (2) Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan Rancangan Undang-Undang ke lembaran resmi Gubernur sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-Undang oleh Gubernur dan penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas oleh Kepala Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-undangan. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Penyempurnaan teknik dan penulisan Rancangan Undang-Undang yang masih mengandung kesalahan tersebut mencakup pula format Rancangan Undang-Undang. Pasal 29 Dengan diundangkan Peraturan Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal pengundangan, dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut. Pasal 34 Yang dimaksud dengan “menyebarluaskan” adalah agar Warga Negara Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas mengetahui Peraturan Perundang-undangan tersebut dan mengerti/memahami isi serta maksudmaksud yang terkandung di dalamnya. Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media cetak seperti mading, surat kabar kampus, edaran, atau media legal lainnya yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Pasal 35 Hak Warga Negara dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Mahasiswa. Pasal 36 Ketentuan dalam Pasal ini menyangkut keputusan di bidang administrasi di berbagai lembaga yang ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan dikenal dengan keputusan yang bersifat tidak mengatur. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
LAMPIRAN SISTEMATIKA TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAB I.
KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. JUDUL B. PEMBUKAAN 1.
Frase Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa
2.
Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3.
Konsiderans
4.
Dasar Hukum
5.
Diktum
C. BATANG TUBUH 1.
Ketentuan Umum
2.
Materi Pokok yang Diatur
3.
Ketentuan Sanksi (jika diperlukan)
4.
Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5.
Ketentuan Penutup
D. PENUTUP E. PENJELASAN (jika diperlukan) F. LAMPIRAN (jika diperlukan) BAB II.
HAL-HAL KHUSUS A. PENDELEGASIAN KEWENANGAN B. PENCABUTAN C. PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN D. PENETAPAN PERATURAN UNDANG-UNDANG
BAB III.
DAERAH
PENGGANTI
UNDANG-UNDANG
MENJADI
RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN B. PILIHAN KATA ATAU ISTILAH C. TEKNIK PENGACUAN
BAB IV.
BENTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PADA UMUMNYA B. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENETAPAN PERATURAN PENGGANTI UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANG-UNDANG
DAERAH
C. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG D. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG E. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG F. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG G. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH H. BENTUK RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR
BAB I KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1.
Kerangka Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: A. Judul; B. Pembukaan; C. Batang Tubuh; D. Penutup; E. Penjelasan (jika diperlukan); F. Lampiran (jika diperlukan);
A.
JUDUL
2.
Judul Peraturan Perundang-undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan.
3.
Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi Peraturan Perundangundangan.
4.
Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Contoh: UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BADAN-BADAN KHUSUS KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
5.
Pada judul Peraturan Perundang-undangan perubahan ditambahkan frase perubahan atas depan nama Peraturan Perundang-undangan yang diubah. Contoh: UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BADAN-BADAN KHUSUS KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
6.
Jika Peraturan Perundang-undangan telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, di antara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya. Contoh: UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG .....
7.
Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, Peraturan Perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan Perundang-undangan yang diubah. Contoh:
UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG PEMILU 2005 8.
Pada judul Peraturan Perundang-undangan pencabutan disisipkan kata pencabutan di depan nama Peraturan Perundang-undangan yang dicabut. Contoh: UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG WARGA NEGARA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
9.
Pada judul Peraturan Daerah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi Undang-undang, ditambahkan kata penetapan di depan nama Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan dan diakhiri dengan frase menjadi Undang-Undang. Contoh: UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN NEGARA
B.
PEMBUKAAN
10.
Pembukaan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: 1.
Frase Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa;
2.
Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan;
3.
Konsiderans;
4.
Dasar Hukum; dan
5.
Diktum.
B.1.
Frase Dengan Rahmat Allah Yang Maha Esa
11.
Pada pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang-undangan sebelum nama jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan dicantumkan frase DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.
B.2.
Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
12.
Jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda koma.
B.3.
Konsiderans
13.
Konsiderans diawali dengan kata Menimbang.
14.
Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
15.
Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Undang-undang memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.
16.
Pokok-pokok pikiran yang hanya menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya peraturan perundang-undangan tersebut.
17.
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian.
18.
Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan kata bahwa dan diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh: Menimbang
19.
:
a.
bahwa .........;
b.
bahwa .........;
c.
bahwa .........;
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan terakhir berbunyi sebagai berikut: Contoh: Menimbang
:
a.
bahwa .........;
b.
bahwa .........;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Undang-undang tentang ..........
Contoh untuk Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-undang: Menimbang
:
a.
bahwa .........;
b.
bahwa .........;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah (Peraturan Gubernur);
20.
Konsiderans Peraturan Daerah pada dasarnya cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-undang yang memerintahkan pembuatan Peraturan Daerah tersebut.
21.
Konsiderans Peraturan Daerah cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menunjuk pasal (-pasal) dari Undang-undang yang memerintahkan pembuatannya. Contoh: Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Badan-Badan Khusus Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Peresmian Anggota BKO Transportasi;
B.4.
Dasar Hukum
22.
Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.
23.
Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Perundangundangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tersebut.
24.
Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
25.
Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak tercantum sebagai dasar hukum.
26.
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
27.
Dasar hukum yang diambil dari pasal (-pasal) dalam Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang berkait frase Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas ditulis sesudah penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital. Contoh: Mengingat
:
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas;
28.
Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tidak perlu mencantumkan pasal, tetapi cukup mencantumkan nama judul Peraturan Perundang-undangan. Penulisan undang-undang, kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital. Undang-Undang, Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur perlu dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang diletakkan di antara tanda baca kurung. Contoh: Mengingat
29.
:
1.
.........;
2.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Warga Negara Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor 46);
Jika dasar hukum memuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, diakhiri dengan tanda baca titik koma. Contoh: Mengingat
:
B.5.
Diktum
30.
Diktum terdiri atas:
1.
.........;
2.
.........;
3.
.........;
a.
kata Memutuskan;
b.
kata Menetapkan;
c.
nama Peraturan Perundang-undangan.
31.
Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin.
32.
Pada Undang-Undang, sebelum kata Memutuskan dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS yang diletakkan di tengah marjin. Contoh Undang-Undang: Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
33.
Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
34.
Nama yang tercantum dalam judul Peraturan Perundang-undangan dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan dan didahului dengan pencantuman jenis Peraturan Perundang-undangan tanpa frase Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik. Contoh: MEMUTUSKAN: Menetapkan
35.
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM.
Pembukaan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah daripada Undang-Undang, seperti Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur; berpedoman pada pembukaan Undang-Undang.
C.
BATANG TUBUH
36.
Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua substansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal (-pasal).
37.
Pada umumnya substansi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam: 1.
Ketentuan Umum;
2.
Materi Pokok yang Diatur;
3.
Ketentuan Sanksi (jika diperlukan);
4.
Ketentuan Peralihan (jika diperlukan);
5.
Ketentuan Penutup.
38.
Dalam pengelompokan substansi sedapat mungkin dihindari adanya Bab Ketentuan Lain atau sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk ke dalam bab yang ada atau dapat pula dimuat dalam bab tersendiri dengan judul yang sesuai dengan materi yang diatur.
39.
Substansi yang berupa sanksi administratif atas pelanggaran norma tersebut, dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif.
40.
Sanksi administratif dapat berupa, antara lain, pencabutan izin, pembubaran, pengawasan, pemberhentian sementara, denda administratif.
41.
Pengelompokan materi Peraturan Perundang-undangan dapat disusun secara sistematis dalam bab, bagian, dan paragraf.
42.
Jika Peraturan Perundang-undangan mempunyai materi yang ruang lingkupnya sangat luas dan mempunyai banyak pasal, pasal (-pasal) tersebut dapat dikelompokkan menjadi: bab, bagian, dan paragraf.
43.
Pengelompokan materi dalam bab, bagian, dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi.
44.
Urutan pengelompokan adalah sebagai berikut:
45.
a.
bab dengan pasal (-pasal) tanpa bagian dan paragraf;
b.
bab dengan bagian dan pasal (-pasal) tanpa paragraf; atau
c.
bab dengan bagian dan paragraf yang berisi pasal (-pasal).
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis dengan huruf kapital. Contoh: BAB I KETENTUAN UMUM
46.
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul.
47.
Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh: Bagian Keempat Pendaftaran Calon
48.
Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul.
49.
Huruf awal dari kata paragraf dan setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase. Contoh: Paragraf 1 Ketua dan Wakil Ketua
50.
Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.
51.
Materi Peraturan Perundang-undangan lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
52.
Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab.
53.
Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kapital. Contoh:
Pasal 4 Pimpinan BKO dipilih dari dan oleh anggota BKO yang tata cara dan mekanisme pemilihannya ditetapkan oleh anggota BKO yang bersangkutan. 54.
Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.
55.
Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab di antara tanda baca kurung tanpa diakhiri tanda baca titik.
56.
Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh.
57.
Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai acuan ditulis dengan huruf kecil. Contoh: Pasal 25 (1) Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa dan Gubernur, disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Mahasiswa kepada Gubernur untuk disahkan menjadi undang-undang. (2) Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
58.
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam bentuk tabulasi. Contoh: Pasal 14 Hak BPU adalah membentuk PPU dalam pelaksanaan Pemilu dan menetapkan tata kerja PPU. Isi pasal tersebut dapat lebih mudah dipahami jika dirumuskan sebagai berikut: Contoh rumusan tabulasi: Pasal 14 Hak BPU adalah:
59.
a.
membentuk PPU dalam pelaksanaan Pemilu;
b.
menetapkan tata kerja PPU.
Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka;
b.
setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil dan diberi tanda baca titik;
c.
setiap frase dalam rincian diawali dengan huruf kecil;
d.
setiap rincian diakhiri dengan tanda baca titik koma;
e.
jika suatu rincian dibagi lagi ke dalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut dituliskan masuk ke dalam;
f.
di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua;
g.
pembagian rincian (dengan urutan makin kecil) ditulis dengan abjad kecil yang diikuti dengan tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca kurung tutup; angka Arab dengan tanda baca kurung tutup;
h.
pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat. Jika rincian melebihi empat tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal atau ayat lain.
60.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif, ditambahkan kata dan yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.
61.
Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.
62.
Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan alternatif, ditambahkan kata dan/atau yang diletakkan dibelakang rincian kedua dari rincian terakhir.
63.
Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian. Contoh: a.
Tiap-tiap rincian ditandai dengan huruf a, huruf b, dan seterusnya. Contoh:
Pasal 9 (1) ........... (2) ...........
b.
a.
..........;
b.
..........; (dan, atau, dan/atau)
c.
...........
Jika suatu rincian memerlukan lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1, 2, dan seterusnya. Contoh: Pasal 12 (1) ........... (2) ...........
c.
a.
..........;
b.
..........; (dan, atau, dan/atau)
c.
..........; 1.
..........;
2.
..........; (dan, atau, dan/atau)
3.
...........
Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan huruf a), b), dan seterusnya. Contoh: Pasal 20 (1) ........... (2) ........... a.
..........;
b.
..........; (dan, atau, dan/atau)
c.
..........; 1.
..........;
2.
..........; (dan, atau, dan/atau)
3.
..........; a)
..........;
b) ..........; (dan, atau, dan/atau) c) d.
...........
Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu ditandai dengan angka 1), 2), dan seterusnya. Contoh: Pasal 20 (1) ........... (2) ........... a.
..........;
b.
..........; (dan, atau, dan/atau)
c.
..........; 1.
..........;
2.
..........; (dan, atau, dan/atau)
3.
..........; a)
..........;
b) ..........; (dan, atau, dan/atau) c)
..........; 1) ..........; 2) ..........; (dan, atau, dan/atau) 3) ...........
C.1.
Ketentuan Umum
64.
Ketentuan umum diletakkan dalam bab kesatu. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokkan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal (-pasal) awal.
65.
Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.
66.
Ketentuan umum berisi: a.
batasan pengertian atau definisi;
b.
singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan;
c.
hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal (-pasal) berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan.
67.
Frase pembuka dalam ketentuan umum undang-undang berbunyi Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:.
68.
Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang disesuaikan dengan jenis peraturannya.
69.
Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.
70.
Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal (-pasal) selanjutnya.
71.
Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata atau istilah itu diberi definisi.
72.
Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut.
73.
Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.
74.
Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut: a.
pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;
b.
pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan
c.
pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.
C.2.
Materi Pokok yang Diatur
75.
Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur diletakkan setelah pasal (-pasal) ketentuan umum.
76.
Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh: a.
pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi.
b.
pembagian berdasarkan urutan/kronologis.
c.
pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan.
C.3.
Ketentuan Sanksi (jika diperlukan)
77.
Ketentuan sanksi memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah.
78.
Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Perundang-undangan hanya berupa sanksi administratif.
79.
Dalam menentukan sanksi perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut dalam masyarakat Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas pada khususnya dan masyarakat Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas pada umumnya serta unsur kesalahan pelaku.
80.
Ketentuan sanksi ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu bab ketentuan sanksi yang letaknya sesudah materi pokok yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. Jika bab ketentuan peralihan tidak ada, letaknya sebelum bab ketentuan penutup.
81.
Jika di dalam Peraturan Perundang-undangan tidak diadakan pengelompokan bab per bab, ketentuan sanksi ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung sebelum pasal (-pasal) yang berisi ketentuan peralihan. Jika tidak ada pasal yang berisi ketentuan peralihan, ketentuan sanksi diletakkan sebelum pasal penutup.
82.
Ketentuan sanksi hanya dimuat dalam Undang-Undang.
83.
Rumusan ketentuan sanksi harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal (-pasal) yang memuat norma tersebut. Dengan demikian, perlu dihindari: a.
pengacuan kepada ketentuan sanksi Peraturan Perundang-undangan lain; atau
b.
penyusunan rumusan sendiri yang berbeda atau tidak terdapat di dalam norma-norma yang diatur dalam pasal (-pasal) sebelumnya.
84.
Jika ketentuan sanksi berlaku bagi siapapun, subyek dari ketentuan sanksi dirumuskan dengan frase setiap orang.
85.
Jika ketentuan sanksi hanya berlaku bagi subyek tertentu, subyek itu dirumuskan secara tegas, misalnya, anggota DPM, Gubernur, pengurus UKM.
86.
Rumusan ketentuan sanksi harus menyatakan secara tegas apakah sanksi yang dijatuhkan bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif. Contoh: -
Sifat kumulatif: Anggota DPM yang tidak hadir dalam 2 (dua) Sidang Pleno DPM berturut-turut tanpa pemberitahuan sebelumnya, dijatuhi sanksi pencabutan hak bicara pada Sidang Pleno berikutnya dan dikenai denda sekurang-kurangnya Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).
-
Sifat alternatif: UKM yang tidak mengindahkan isi Undang-Undang ini setelah tenggang waktu yang telah ditentukan Undang-Undang dijatuhi sanksi pencabutan izin kerja UKM yang bersangkutan paling lama 5 (lima) bulan atau denda paling banyak Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
-
Sifat kumulatif alternatif: Dijatuhi sanksi pencabutan hak mengikuti semua kegiatan keDaerahan paling singkat 3 (tiga) hari dan paling lama 1 (satu) minggu dan/atau sanksi denda paling sedikit Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) kepada setiap Pengurus BEM pelaksana kegiatan keDaerahan tertentu yang tidak hadir dalam 2 (dua) rapat kegiatan keDaerahan yang bersangkutan berturutturut tanpa pemberitahuan sebelumnya.
87.
Hindari rumusan dalam ketentuan sanksi yang tidak menunjukkan dengan jelas apakah unsur-unsur ketentuan sanksi bersifat kumulatif atau alternatif. Contoh: Setiap anggota DPM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, dijatuhi sanksi pemecatan secara tidak hormat dari kepengurusan DPM.
88.
Jika suatu Peraturan Perundang-undangan yang memuat ketentuan sanksi akan diberlakusurutkan, ketentuan sanksinya harus dikecualikan. Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkannya dan berlaku surut sejak tanggal 30 Juni 2006, kecuali untuk ketentuan sanksinya.
89.
C.4.
Pelanggaran dapat dilakukan oleh orang-perorangan atau oleh lembaga/UKM. Sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga/UKM dijatuhkan kepada: a.
UKM yang bersangkutan;
b.
mereka yang memberi perintah melakukan pelanggaran atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan pelanggaran; atau
c.
kedua-duanya.
Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
90.
Ketentuan peralihan memuat penyesuaian terhadap Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku, agar Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum.
91.
Ketentuan peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan di antara bab ketentuan sanksi dan bab ketentuan penutup. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak diadakan pengelompokan bab, pasal yang memuat ketentuan peralihan ditempatkan sebelum pasal yang memuat ketentuan penutup.
92.
Pada saat suatu Peraturan Perundang-undangan dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun sesudah Peraturan Perundang-undangan yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan baru.
93.
Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru, dapat dimuat pengaturan yang memuat penyimpangan sementara atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu.
94.
Penyimpangan sementara itu berlaku juga bagi ketentuan yang diberlakusurutkan.
95.
Jika suatu Peraturan Perundang-undangan diberlakukan surut, Peraturan Perundang-undangan tersebut hendaknya memuat ketentuan mengenai status dari tindakan hukum yang terjadi, atau hubungan hukum yang ada di dalam tenggang waktu antara tanggal mulai berlaku surut dan tanggal mulai berlaku pengundangannya. Contoh: Semua badan khusus di Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah ada pada saat ditetapkannya Undang-Undang ini harus segera disesuaikan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini disahkan.
96.
Jika penerapan suatu ketentuan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan ditunda sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu, ketentuan Peraturan Perundang-undangan tersebut harus memuat secara tegas dan rinci tindakan hukum dan hubungan hukum mana yang dimaksud, serta jangka waktu atau syaratsyarat berakhirnya penundaan sementara tersebut. Contoh: Peraturan pembentukan BKO transportasi yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor ..... Tahun ..... masih tetap berlaku untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pengundangan Peraturan Daerah ini.
97.
Hindari rumusan dalam ketentuan peralihan yang isinya memuat perubahan terselubung atas ketentuan Peraturan Perundang-undangan lain. Perubahan ini hendaknya dilakukan dengan membuat batasan pengertian baru di dalam ketentuan umum Peraturan Perundang-undangan atau dilakukan dengan membuat Peraturan Perundangundangan perubahan. Contoh: Pasal 35 (1) Gubernur atau yang disebut dengan nama lainnya yang setingkat dengan Gubernur yang sudah ada pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan sebagai Gubernur menurut Pasal 1 huruf a.
C.5.
Ketentuan Penutup
98.
Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal (-pasal) terakhir.
99.
Pada umumnya ketentuan penutup memuat ketentuan mengenai:
100.
101.
102.
a.
penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan Peraturan Perundang-undangan;
b.
nama singkat;
c.
status Peraturan Perundang-undangan yang sudah ada; dan
d.
saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan penutup dapat memuat peraturan pelaksanaannya yang bersifat: a.
menjalankan (eksekutif), misalnya, pembentukan BKO tertentu yang diberi kewenangan untuk menjalankan suatu program secara otonom, dan lain-lain;
b.
mengatur (legislatif), misalnya, memberikan kewenangan untuk membuat peraturan pelaksanaan.
Bagi nama Peraturan Perundang-undangan yang panjang dapat dimuat ketentuan mengenai nama singkat (judul kutipan) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
nomor dan tahun pengeluaran yang bersangkutan tidak dicantumkan;
b.
nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali jika singkatan atau akronim itu sudah sangat dikenal dan tidak menimbulkan salah pengertian.
Nama singkat tidak memuat pengertian yang menyimpang dari isi dan nama peraturan.
Contoh nama singkat yang kurang tepat: (Undang-Undang tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan) Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang tentang Karantina Hewan. 103.
Hindari memberikan nama singkat bagi nama Peraturan Perundang-undangan yang sebenarnya sudah singkat. Contoh nama singkat yang kurang tepat: (Undang-Undang tentang Bank Sentral) Undang-Undang ini dapat disebut Undang-Undang tentang Bank Indonesia.
104.
Hindari penggunaan sinonim sebagai nama singkat. Contoh nama singkat yang kurang tepat: (Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara) Undang-Undang ini dapat disebut dengan Undang-Undang tentang Peradilan Administrasi Negara.
105.
Jika materi dalam Peraturan Perundang-undangan baru menyebabkan perlunya penggantian seluruh atau sebagian materi dalam Peraturan Perundang-undangan lama, di dalam Peraturan Perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian Peraturan Perundang-undangan lama.
106.
Rumusan pencabutan diawali dengan frase Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, kecuali untuk pencabutan yang dilakukan dengan Peraturan Perundang-undangan pencabutan tersendiri.
107.
Demi kepastian hukum, pencabutan Peraturan Perundang-undangan hendaknya tidak dirumuskan secara umum tetapi menyebutkan dengan tegas Peraturan Perundang-undangan mana yang dicabut.
108.
Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dan telah mulai berlaku, gunakan frase dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh untuk Nomor 107, 108, dan 109: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor ..... Tahun ..... tentang ..... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ..... Nomor ....., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor .....) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
109.
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1 (satu), dapat dipertimbangkan cara penulisan dengan rincian dalam bentuk tabulasi. Contoh: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 1.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Badan-Badan Khusus Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2006 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor 2);
2.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Warga Negara (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor 46);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 110.
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan harus disertai dengan keterangan mengenai status hukum dari peraturan pelaksanaan, peraturan lebih rendah, atau keputusan yang telah dikeluarkan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang dicabut. Contoh: Pasal 102 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Warga Negara (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor 46) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
111.
Untuk mencabut Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan tetapi belum mulai berlaku, gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor ..... Tahun ..... tentang ..... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ..... Nomor .....,
Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor .....) ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku. 112.
Pada dasarnya setiap Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku pada saat peraturan yang bersangkutan diundangkan.
113.
Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan pada saat diundangkan, hal ini hendaknya dinyatakan secara tegas di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan dengan: a.
menentukan tanggal tertentu saat peraturan akan berlaku; Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2006.
b.
menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada Peraturan Perundang-undangan lain yang tingkatannya sama, atau oleh Peraturan Perundang-undangan lain yang lebih rendah. Contoh: Saat mulai berlakunya Undang-Undang ini akan ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
c.
dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat pengundangan atau penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frase setelah ..... (tenggang waktu) sejak ..... Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangannya.
114.
Hindari frase ..... mulai berlaku efektif pada tanggal ..... atau sejenisnya, karena frase ini menimbulkan ketidakpastian mengenai saat resmi berlakunya suatu Peraturan Perundang-undangan: saat pengundangan atau saat berlaku efektif.
115.
Pada dasarnya saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan adalah sama bagi seluruh bagian Peraturan Perundang-undangan. Contoh: Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
116.
Penyimpangan terhadap saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan hendaknya dinyatakan secara tegas dengan menetapkan bagian-bagian mana dalam Peraturan Perundang-undangan itu yang berbeda saat mulai berlakunya. Contoh: Pasal 45 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mulai berlaku pada tanggal ...........
117.
Pada dasarnya saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan tidak dapat ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya.
118.
Jika ada alasan yang kuat untuk memberlakukan Peraturan Perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya (artinya, berlaku surut), perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhadap tindakan hukum, hubungan hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dimuat dalam ketentuan peralihan;
b.
awal dari saat berlaku Peraturan Perundang-undangan sebaiknya ditetapkan tidak lebih dahulu dari saat rancangan Peraturan Perundang-undangan tersebut mulai diketahui oleh masyarakat, misalnya, saat rancangan undang-undang itu disampaikan ke Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
119.
Saat mulai berlaku Peraturan Perundang-undangan, pelaksanaannya tidak boleh ditetapkan lebih awal daripada saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang mendasarinya.
120.
Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
121.
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi itu dilakukan, jika Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi itu dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian materi Peraturan Perundang-undangan lebih rendah yang dicabut itu.
D.
PENUTUP
122.
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan dan memuat: a.
rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas;
123.
b.
penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan;
c.
pengundangan Peraturan Perundang-undangan; dan
d.
akhir bagian penutup.
Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang berbunyi sebagai berikut: Contoh: Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan ... (jenis Peraturan Perundang-undangan) ... ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
124.
Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan memuat: a.
tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;
b.
nama jabatan;
c.
tanda tangan pejabat; dan
d.
nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.
125.
Rumusan tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakkan di sebelah kanan.
126.
Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma. Contoh untuk pengesahan: Disahkan di Padang pada tanggal ..... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS
tanda tangan NAMA Contoh untuk penetapan: Ditetapkan di Padang pada tanggal ..... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS
tanda tangan NAMA 127.
Pengundangan Peraturan Perundang-undangan memuat: a.
tempat dan tanggal Pengundangan;
b.
nama jabatan yang berwenang mengundangkan;
c.
tanda tangan; dan
d.
nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.
128.
Tempat tanggal Pengundangan Peraturan Perundang-undangan diletakkan di sebelah kiri (di bawah penandatanganan pengesahan atau penetapan).
129.
Nama jabatan dan nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda baca koma. Contoh: Diundangkan di ..... pada tanggal ..... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Peraturan Perundang-undangan) tanda tangan NAMA
130.
Pada akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas beserta tahun dan nomor dari Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
131.
Penulisan frase Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ..... NOMOR .....
E.
PENJELASAN
132.
a.
Setiap Undang-Undang perlu diberi penjelasan.
b.
Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang dapat diberi penjelasan, jika diperlukan.
133.
Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau jabatan lebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.
134.
Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan.
135.
Dalam penjelasan dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
136.
Naskah penjelasan disusun bersama-sama dengan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
137.
Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Contoh: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ..... TAHUN ..... TENTANG WARGA NEGARA
138.
Penjelasan Peraturan Perundang-undangan memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
139.
Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan angka Romawi dan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Contoh: I.
UMUM
II. PASAL DEMI PASAL 140.
Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh Peraturan Perundang-undangan.
141.
Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor dengan angka Arab, jika hal ini lebih memberikan kejelasan. Contoh: I.
UMUM 1.
Dasar Pemikiran .....
2.
Pembagian Wilayah .....
3.
Asas-asas Penyelenggara Daerahan .....
4.
Daerah Otonom .....
5.
Wilayah Administratif .....
6.
Pengawasan .....
142.
Jika dalam penjelasan umum dimuat pengacuan ke Peraturan Perundang-undangan lain atau dokumen lain, pengacuan itu dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya.
143.
Dalam menyusun penjelasan pasal demi pasal harus diperhatikan agar rumusannya: a.
tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
b.
tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh;
c.
tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d.
tidak mengulangi uraian kata istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum.
144.
Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut.
145.
Pada pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frase Cukup jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna frase penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan. Contoh yang kurang tepat: Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 (Pasal 7 s/d Pasal 9) Cukup jelas. Seharusnya: Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.
146.
Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan Cukup jelas, tanpa merinci masing-masing ayat atau butir.
147.
a.
Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah satu ayat atau butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai. Contoh: Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada para pengguna hukum. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
b.
Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan penjelasan, gunakan tanda baca petik (“...”) pada istilah/kata/frase tersebut. Contoh: Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “persidangan yang berikut” adalah masa persidangan Dewan Perwakilan Mahasiswa yang hanya diantarai satu masa reses.
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. F.
LAMPIRAN (jika diperlukan)
148.
Dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut harus dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. Pada akhir lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat yang mengesahkan/menetapkan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan. BAB II HAL-HAL KHUSUS
A.
PENDELEGASIAN KEWENANGAN
149.
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah.
150.
Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas:
151.
a.
ruang lingkup materi yang diatur; dan
b.
jenis Peraturan Perundang-undangan.
a.
Jika materi yang didelegasikan sebagian sudah diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundangundangan yang mendelegasikan tetapi materi itu harus diatur hanya di dalam Peraturan Perundangundangan yang didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ... diatur dengan ...
b.
Jika pengaturan materi tersebut diperbolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) gunakan kalimat Ketentuan lebih lanjut mengenai ... diatur dengan atau berdasarkan ... Contoh huruf a: Pasal ... (1) ... (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ..... diatur dengan Peraturan Daerah. Contoh huruf b: Pasal ... (1) ... (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ..... diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Daerah.
152.
a.
Jika materi yang didelegasikan sama sekali belum diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundangundangan yang mendelegasikan dan materi itu harus diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan yang diberi delegasi dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah (subdelegasi), gunakan kalimat Ketentuan mengenai ... diatur dengan ...
b.
Jika pengaturan materi tersebut dibolehkan didelegasikan lebih lanjut (subdelegasi) digunakan kalimat Ketentuan mengenai ... diatur dengan atau berdasarkan ... Contoh huruf a: Pasal ... (1) ... (2) Ketentuan mengenai ..... diatur dengan Peraturan Daerah. Contoh huruf b: Pasal ... (1) ... (2) Ketentuan mengenai ..... diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Daerah.
153.
Untuk mempermudah dalam penentuan judul dari peraturan pelaksana yang akan dibuat, rumusan pendelegasian perlu dicantumkan secara singkat tetapi lengkap mengenai apa yang akan diatur lebih lanjut. Contoh: Pasal 10 (1) ... (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemilihan gubernur diatur dengan Undang-Undang.
154.
Jika pasal terdiri dari beberapa ayat, pendelegasian kewenangan dimuat pada ayat terakhir dari pasal yang bersangkutan.
155.
Jika pasal terdiri dari banyak ayat, pendelegasian kewenangan dapat dipertimbangkan untuk dimuat dalam pasal tersendiri, karena materi pendelegasian ini pada dasarnya berbeda dengan apa yang diatur dalam rangkaian ayatayat sebelumnya.
156.
Dalam pendelegasian kewenangan mengatur sedapat mungkin dihindari adanya delegasi blangko. Contoh: Pasal ... Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
157.
Pendelegasian kewenangan mengatur dari Undang-Undang kepada Kepala Departemen atau pejabat setingkat dengan Kepala Departemen dibatasi untuk peraturan yang bersifat teknis administratif.
158.
Kewenangan yang didelegasikan kepada suatu alat penyelenggara negara tidak dapat didelegasikan lebih lanjut kepada alat penyelenggara negara bagian lain, kecuali jika oleh Undang-Undang yang mendelegasikan kewenangan tersebut dibuka kemungkinan untuk itu.
159.
Peraturan Perundang-undangan pelaksanaannya hendaknya tidak mengulangi ketentuan norma yang telah diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan, kecuali jika hal tersebut memang tidak dapat dihindari.
160.
Di dalam peraturan pelaksana sedapat mungkin dihindari pengutipan kembali rumusan norma atau ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang mendelegasikan. Pengutipan kembali dapat dilakukan sepanjang rumusan norma atau ketentuan tersebut diperlukan sebagai pengantar (aanloop) untuk merumuskan norma atau ketentuan lebih lanjut di dalam pasal (-pasal) atau ayat (-ayat) selanjutnya.
B.
PENCABUTAN
161.
Jika ada Peraturan Perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan Peraturan Perundang-undangan baru, Peraturan Perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut Peraturan Perundang-undangan yang tidak diperlukan itu.
162.
Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya hanya dapat dicabut melalui Peraturan Perundang-undangan yang setingkat.
163.
Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh mencabut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
164.
Pencabutan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi dilakukan jika Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian dari materi Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu.
165.
Jika Peraturan Perundang-undangan baru mengatur kembali suatu materi yang sudah diatur dan sudah diberlakukan, pencabutan Peraturan Perundang-undangan itu dinyatakan dalam salah satu pasal dalam ketentuan penutup dari Peraturan Perundang-undangan yang baru, dengan menggunakan rumusan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
166.
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan atau diumumkan, tetapi belum mulai berlaku, dapat dilakukan dengan peraturan tersendiri dengan menggunakan rumusan ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
167.
Jika pencabutan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan peraturan pencabutan tersendiri, peraturan pencabutan itu hanya memuat 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut: a.
Pasal 1 memuat ketentuan yang menyatakan tidak berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum mulai berlaku.
b.
Pasal 2 memuat ketentuan tentang saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-undangan pencabutan yang bersangkutan.
Contoh: Pasal 1
Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 168.
Pencabutan Peraturan Perundang-undangan yang menimbulkan perubahan dalam Peraturan Perundang-undang lain yang terkait, tidak mengubah Peraturan Perundang-undangan lain yang terkait tersebut, kecuali ditentukan lain secara tegas.
169.
Peraturan Perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut, otomatis tidak berlaku kembali, meskipun Peraturan Perundang-undangan yang mencabut di kemudian hari dicabut pula.
C.
PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
170.
Perubahan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan:
171.
a.
menyisipkan atau menambah materi ke dalam Peraturan Perundang-undangan; atau
b.
menghapus atau mengganti sebagian materi Peraturan Perundang-undangan.
Perubahan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan terhadap: a.
seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau
b.
kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
172.
Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, Peraturan Perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan Perundang-undangan yang diubah.
173.
Pada dasarnya batang tubuh Peraturan Perundang-undangan perubahan terdiri atas 2 (dua) pasal yang ditulis dengan angka Romawi yaitu sebagai berikut: a.
Pasal I memuat judul Peraturan Perundang-undangan yang diubah, dengan menyebutkan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang diletakkan di antara tanda baca kurung serta memuat materi atau norma yang diubah. Jika materi perubahan lebih dari satu, setiap materi perubahan dirinci dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). Contoh: Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) diubah sebagai berikut:
b.
1.
Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ...
2.
Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ...
3.
dan seterusnya.
Jika Peraturan Perundang-undangan telah diubah lebih dari satu kali, pasal I memuat, selain mengikuti ketentuan pada Nomor 172 huruf a, juga tahun dan nomor dari Peraturan Perundang-undangan perubahan yang ada serta Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang diletakkan di antara tanda baca kurung dan dirinci dengan huruf-huruf (abjad) kecil (a, b, c, dan seterusnya). Contoh: Pasal I Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang: a.
Nomor ... Tahun ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...);
b.
Nomor ... Tahun ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...);
c.
c.
174.
Nomor ... Tahun ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...);
Pasal II memuat ketentuan tentang saat mulai berlaku. Dalam hal tertentu, Pasal II juga dapat memuat ketentuan peralihan dari Peraturan Perundang-undangan perubahan, yang maksudnya berbeda dengan ketentuan peralihan dari Peraturan Perundang-undangan yang diubah.
Jika dalam Peraturan Perundang-undangan ditambahkan atau disisipkan bab, bagian, paragraf, atau pasal baru, maka bab, bagian, paragraf, atau pasal baru tersebut dicantumkan pada tempat yang sesuai dengan materi yang bersangkutan. Contoh penyisipan bab: 15. Di antara BAB IX dan BAB X disisipkan 1 (satu) bab, yakni BAB IX A sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB IX A PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA Bagian Pertama Pencalonan Pasal 56 A (1) (2) (3) Pasal 56 B (1) (2) Contoh penyisipan pasal: 9.
Di antara Pasal 128 dan Pasal 129 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 128 A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 128 A (1) Pemantau Pemilu dapat melakukan pelaksanaan pemilihan. (2) Sebelum melakukan pemantauan, Pemantau Pemilu wajib mendaftarkan diri pada BPU.
175.
Jika dalam 1 (satu) pasal yang terdiri dari beberapa ayat disisipkan ayat baru, penulisan ayat baru tersebut diawali dengan angka Arab sesuai dengan angka ayat yang disisipkan dan ditambahkan dengan huruf kecil a, b, c, yang diletakkan di antara tanda baca kurung. Contoh: 10. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 18 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: Pasal 18
176.
(1)
....
(1a)
....
(1b)
....
(2)
....
Jika dalam suatu Peraturan Perundang-undangan dilakukan penghapusan atas suatu bab, bagian, paragraf, pasal, atau ayat, maka urutan bab, bagian, paragraf, pasal, atau ayat tersebut tetap dicantumkan dengan diberi keterangan dihapus. Contoh: 9.
Pasal 16 dihapus.
10. Pasal 18 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut: Pasal 18 (1) .... (2) Dihapus.
(3) .... 177.
Jika suatu perubahan perundang-undangan mengakibatkan: a.
sistematika Peraturan Perundang-undangan berubah;
b.
materi Peraturan Perundang-undangan berubah lebih dari 50% (lima puluh persen); atau
c.
esensinya berubah.
Peraturan Perundang-undangan yang diubah tersebut lebih baik dicabut dan disusun kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang baru mengenai masalah tersebut. 178.
179.
Jika suatu Peraturan Perundang-undang telah sering mengalami perubahan sehingga menyulitkan pengguna Peraturan Perundang-undangan, sebaiknya Peraturan Perundang-undangan tersebut disusun kembali dalam naskah sesuai dengan perubahan-perubahan yang telah dilakukan, dengan mengadakan penyesuaian pada: a.
urutan bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, angka, atau butir;
b.
penyebutan-penyebutan; dan
c.
ejaan, jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah masih tertulis dalam ejaan lama.
Penyusunan kembali sebagaimana dimaksud pada nomor 178 butir a dilaksanakan oleh Gubernur dengan mengeluarkan suatu penetapan yang berbunyi sebagai berikut: Contoh: PERATURAN GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENYUSUNAN KEMBALI NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG .......... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
:
bahwa untuk mempermudah pemahaman materi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor ... Tahun ... tentang Perubahan Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... perlu menyusun kembali naskah Undang-Undang tersebut dengan memperhatikan segala perubahan yang telah diadakan;
Mengingat
:
Pasal ... Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
KESATU
:
Naskah Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... dan dengan mengadakan penyesuaian mengenai urutan bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, angka, dan butir serta penyebutan-penyebutannya dan ejaan-ejaannya, berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Gubernur ini.
KEDUA
:
Peraturan Gubernur ini dengan lampirannya ditempatkan dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
KETIGA
:
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
D.
PENETAPAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANGUNDANG
180.
Batang tubuh Undang-Undang tentang penetapan peraturan Daerah pengganti undang-undang (Perpu) menjadi undang-undang pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) pasal, yang ditulis dengan angka Arab, yaitu sebagai berikut: a.
Pasal 1 memuat penetapan Perpu menjadi undang-undang yang diikuti dengan pernyataan melampirkan Perpu sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan undang-undang penetapan yang bersangkutan.
b.
Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlaku.
Contoh:
Pasal 1 Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Organisasi Ekstrakampus (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun 2006 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) ditetapkan menjadi Undang-Undang, dan dilampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari UndangUndang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. BAB III RAGAM BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A.
BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
181.
Bahasa Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya, namun demikian bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum. Contoh: Frase hormat menghormati, memiliku rumusan yang lebih baik yaitu menghormati.
182.
Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang-undangan digunakan kalimat yang tegas, jelas, singkat, dan mudah dimengerti.
183.
Hindarkan penggunaan kata atau frase yang artinya kurang menentu atau konteksnya dalam kalimat kurang jelas. Contoh: Istilah minuman keras mempunyai makna yang kurang jelas dibandingkan dengan istilah minuman beralkohol.
184.
Dalam merumuskan ketentuan Peraturan Perundang-undangan gunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baku. Contoh kalimat yang tidak baku: 1.
Rumah itu pintunya putih.
2.
Pintu rumah itu warnya putih.
3.
Izin kerja UKM yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut.
Contoh kalimat yang baku: 1.
Rumah itu mempunyai pintu (yang berwarna) putih.
2.
Pintu rumah itu (berwarna) putih. Warna pintu rumah itu putih.
3. 185.
UKM yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut izin kerjanya.
Untuk memberikan perluasan pengertian kata atau istilah yang sudah diketahui umum tanpa membuat definisi baru, gunakan kata meliputi. Contoh: Pengurus BEM meliputiGubernur, Sekretaris, Bendahara, Kepala Departemen Departemen, dan Anggota.
186.
Untuk mempersempit pengertian kata atau istilah yang sudah diketahui umum tanpa membuat definisi baru, gunakan kata tidak meliputi. Pengurus BEM tidak meliputi anggota magang.
187.
Hindari pemberian arti kepada kata atau frase yang maknanya terlalu menyimpang dari makna yang biasa digunakan dalam penggunaan bahasa sehari-hari. Contoh: Pertanian meliputi pula perkebunan, peternakan, dan perikanan. Rumusan yang lebih baik: Pertanian meliputi perkebunan.
188.
Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang sama hindari penggunaan: a.
beberapa istilah yang berbeda untuk menyatakan satu. Contoh:
Istilah pendapatan atau pemasukan dapat menyatakan pengertian penghasilan. Jika dalam suatu pasal telah digunakan kata pendapatan maka dalam pasal-pasal selanjutnya jangan menggunakan kata pemasukan untuk menyatakan pengertian penghasilan. b.
satu istilah untuk beberapa pengertian berbeda. Contoh: Istilah ... tidak dapat digunakan untuk meliputi pengertian ... atau ... karena pengertian ... tidak sama dengan pengertian ....
189.
Jika membuat pengacuan ke pasal atau ayat lain, sedapat mungkin dihindari penggunaan frase tanpa mengurangi, dengan tidak mengurangi, atau tanpa menyimpang dari.
190.
Jika kata atau frase tertentu digunakan berulang-ulang maka untuk menyederhanakan rumusan dalam peraturan perundang-undangan, kata atau frase sebaiknya didefinisikan dalam pasal yang memuat arti kata, istilah, pengertian, atau digunakan singkatan atau akronim. Contoh: a.
Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiwa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang selanjutnya disebut DPM adalah ...
b.
Gubernur Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang selanjutnya disebut Gubernur adalah ...
191.
Jika dalam peraturan pelaksanaan dipandang perlu mencantumkan kembali definisi atau batasan pengertian yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan yang dilaksanakan, rumusan definisi atau batasan pengertian tersebut hendaknya tidak berbeda dengan rumusan definisi atau batasan pengertian yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut.
192.
Untuk menghindari perubahan nama suatu departemen, penyebutan Kepala Departemen sebaiknya menggunakan penyebutan yang didasarkan pada tugas dan tanggung jawab di bidang yang bersangkutan. Contoh: Kepala Departemen adalah Kepala Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ... (misalnya, bidang fungsional)
193.
194.
Penyerapan kata atau frase bahasa asing yang banyak dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa Indonesia dapat digunakan, jika kata atau frase tersebut: a.
mempunyai konotasi yang cocok;
b.
lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia;
c.
mempunyai corak internasional;
d.
lebih mempermudah tercapainya kesepakatan; atau
e.
lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.
Penggunaan kata atau frase bahasa asing hendaknya hanya digunakan di dalam penjelasan peraturan perundangundangan. Kata atau frase bahasa asing itu didahului oleh padanannya dalam Bahasa Indonesia, ditulis miring, dan diletakkan di antara tanda baca kurung. Contoh: Penggabungan (merger)
B.
PILIHAN KATA ATAU ISTILAH
195.
Untuk menyatakan pengertian maksimum dan minimum dalam menentukan ancaman sanksi atau batasan waktu yang digunakan kata paling. Contoh: Dijatuhi sanksi pencabutan hak mengikuti semua kegiatan keDaerahan paling singkat 3 (tiga) hari dan paling lama 1 (satu) minggu dan/atau sanksi denda paling sedikit Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) ....
196.
197.
Untuk menyatakan maksimum dan minimum bagi satuan: a.
waktu, gunakan frase paling singkat atau paling lama.
b.
jumlah uang, gunakan frase paling sedikit atau paling banyak.
c.
jumlah non-uang, gunakan frase paling rendah atau paling tinggi.
Untuk menyatakan makna tidak termasuk, gunakan kata kecuali. Kata kecuali ditempatkan di awal atau akhir kalimat, jika yang dikecualikan adalah seluruh kalimat.
198.
Kata kecuali ditempatkan langsung di belakang suatu kata, jika yang akan dibatasi hanya kata yang bersangkutan. Contoh: Yang dimaksud dengan Pengurus BEM adalah ketua, sekretaris, bendahara, Kepala Departemen-Kepala Departemen, dan anggota, kecuali anggota magang.
199.
Untuk menyatakan makna termasuk, gunakan kata selain. Contoh: Selain wajib memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 7, Calon Gubernur wajib mengikuti uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1).
200.
Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan, digunakan kata jika, apabila, atau frase dalam hal. a.
Kata jika digunakan untuk menyatakan suatu hubungan kausal (pola karena-maka). Contoh: Jika jumlah anggota UKM kurang dari 20 (dua puluh) orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, UKM tersebut dapat dibubarkan.
b.
Kata apabila digunakan untuk menyatakan hubungan kausal yang mengandung waktu. Contoh: Apabila Gubernur berhenti dalam masa jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Dasar Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, yang bersangkutan diganti oleh Pejabat Sementara yang ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
c.
Frase dalam hal digunakan untuk menyatakan suatu kemungkinan, keadaan atau kondisi yang mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi (pola kemungkinan-maka). Contoh: Dalam hal Ketua tidak dapat hadir, sidang dipimpin oleh Wakil Ketua.
201.
Frase pada saat digunakan untuk menyatakan suatu keadaan yang pasti akan terjadi di masa depan. Contoh: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-Undang Warga Negara dinyatakan tidak berlaku.
202.
Untuk menyatakan sifat kumulatif, digunakan kata dan. Contoh: A dan B dapat menjadi ...
203.
Untuk menyatakan sifat alternatif, digunakan kata atau. Contoh: A atau B wajib memberikan ...
204.
Untuk menyatakan sifat kumulatif sekaligus alternatif, gunakan frase dan/atau. Contoh: A dan/atau B dapat memperoleh ...
205.
Untuk menyatakan adanya suatu hak, gunakan kata berhak. Contoh: Badan Eksekutif Mahasiswa berhak memberi penghargaan dan/atau tanda jasa.
206.
Untuk menyatakan pemberian kewenangan kepada seseorang atau lembaga, gunakan kata berwenang. Contoh: Anggota UKM berwenang menetapkan tata cara dan mekanisme pemilihan Pengurus UKM yang bersangkutan.
207.
Untuk menyatakan sifat diskresioner dari suatu kewenangan yang diberikan kepada seorang atau lembaga, gunakan kata dapat. Contoh: Dewan Perwakilan Mahasiswa dapat menolak rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
208.
Untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan kata wajib. Contoh: Setiap unit kegiatan yang hendak mendaftar untuk menjadi UKM di wilayah Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas wajib mengikuti tata cara pembentukan UKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang Badan-Badan Khusus Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
209.
Untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, gunakan kata harus. Jika keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. Contoh: Badan Eksekutif Mahasiswa harus menyerahkan laporan triwulan kepada Dewan Perwakilan Mahasiswa.
210.
Untuk menyatakan adanya larangan, gunakan kata dilarang.
C.
TEKNIK PENGACUAN
211.
Pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan pengertian tanpa mengacu ke pasal atau ayat lain. Namun untuk menghindari pengulangan rumusan dapat digunakan teknik pengacuan.
212.
Teknik pengacuan dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat dari Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan atau Peraturan Perundang-undangan yang lain dengan menggunakan frase sebagaimana dimaksud dalam Pasal ... atau sebagaimana dimaksud pada ayat .... Contoh:
213.
a.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) ...
b.
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku pula ...
Pengacuan dua atau lebih terhadap pasal atau ayat yang berurutan tidak perlu menyebutkan pasal demi pasal atau ayat demi ayat yang diacu tetapi cukup dengan menggunakan frase sampai dengan. Contoh:
214.
a.
... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 12.
b.
... sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sampai dengan ayat (4).
Pengacuan dua atau lebih terhadap pasal atau ayat yang berurutan, tetapi ada ayat dalam salah satu pasal yang dikecualikan, pasal atau ayat yang tidak ikut diacu dinyatakan dengan kata kecuali. Contoh: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai Pasal 12 berlaku juga bagi calon anggota DPM, kecuali Pasal 7 ayat (1).
215.
Kata Pasal ini tidak perlu digunakan jika ayat yang diacu merupakan salah satu ayat dalam pasal yang bersangkutan. Contoh: Pasal 8 (1) .... (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini berlaku untuk 60 (enam puluh) hari.
216.
Jika ada dua atau lebih pengacuan, urutan dari pengacuan dimulai dari ayat dalam pasal yang bersangkutan (jika ada), kemudian diikuti dengan pasal atau ayat yang angkanya lebih kecil. Contoh: Pasal 15 (1) .... (2) .... (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 12, dan Pasal 13 ayat (3) diajukan kepada ....
217.
Pengacuan sedapat mungkin dilakukan dengan mencantumkan pula secara singkat materi pokok yang diacu. Contoh: Izin pembentukan BKO Transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan oleh ....
218.
Pengacuan hanya dapat dilakukan ke Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
219.
Hindari pengacuan ke pasal atau ayat yang terletak setelah pasal atau ayat yang bersangkutan. Contoh: Pasal 5 Permohonan izin pembentukan UKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dibuat dalam rangkap 5 (lima).
220.
Pengacuan dilakukan dengan menyebutkan secara tegas nomor dari pasal atau ayat yang diacu dan dihindarkan pengguna frase pasal yang terdahulu atau pasal tersebut di atas.
221.
Pengacuan untuk menyatakan berlakunya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan secara rinci, menggunakan frase sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
222.
Untuk menyatakan bahwa (berbagai) peraturan pelaksanaan dari suatu Peraturan Perundang-undangan masih diberlakukan atau dinyatakan berlaku selama belum diadakan penggantian dengan Peraturan Perundangundangan yang baru, gunakan frase berlaku sepanjang tidak ketentuan dalam ... (jenis peraturan yang bersangkutan).
223.
Jika Peraturan Perundang-undangan yang dinyatakan masih tetap berlaku hanya sebagian dari ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, gunakan frase tetap berlaku, kecuali .... Contoh: Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Peraturan Daerah Nomor ... Tahun ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) tetap berlaku, kecuali Pasal 5 sampai Pasal 10. BAB IV BENTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG (Nama Undang-Undang) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG ..... (nama Undang-Undang). BAB I .....
Pasal 1 ..... BAB II ..... Pasal ... ..... BAB ... (dan seterusnya) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
B. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENETAPAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG MENJADI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENETAPAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... MENJADI UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... MENJADI UNDANG-UNDANG. Pasal 1
Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA)
LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
C. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... (untuk perubahan pertama) atau PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... (untuk perubahan kedua, dan seterusnya) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG .... Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...), diubah sebagai berikut: 1.
Ketentuan Pasal ... (bunyi rumusan tergantung keperluan), dan seterusnya. Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan)
(NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
D. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... (Nama Undang-Undang) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG .... Pasal 1
Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (bagi Undang-Undang yang sudah berlaku) atau ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku (bagi Undang-Undang yang sudah diundangkan tetapi belum mulai berlaku). Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA)
LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
E. BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS dan GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG .... Pasal 1
Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Nomor ...) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (bagi Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang yang sudah berlaku) atau ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku (bagi Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang yang sudah diundangkan tetapi belum mulai berlaku). Pasal 2 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA)
LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
F. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG (Nama Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG ..... (nama Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang). BAB I ..... Pasal 1 ..... BAB II ..... Pasal ... ..... BAB ... (dan seterusnya)
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
G. BENTUK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG (Nama Peraturan Daerah) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG ..... (nama Peraturan Daerah). BAB I ..... Pasal 1 ..... BAB II ..... Pasal ... ..... BAB ... (dan seterusnya)
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...
H. BENTUK RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR PERATURAN GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS NOMOR ... TAHUN ... TENTANG (Nama Peraturan Gubernur) DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa ...;
b.
bahwa ...;
c.
dan seterusnya ...;
1.
...;
2.
...;
3.
dan seterusnya ...; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG ..... (nama Peraturan Gubernur). BAB I ..... Pasal 1 ..... BAB II ..... Pasal ... ..... BAB ... (dan seterusnya)
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Bagian Keluarga Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Disahkan di Padang pada tanggal ... GUBERNUR KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS, (tanda tangan) (NAMA) Diundangkan di Padang pada tanggal ... KEPALA DEPARTEMEN (yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan), (tanda tangan) (NAMA) LEMBARAN NEGARA BAGIAN KELUARGA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS TAHUN ... NOMOR ...