Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17 UJI VIRULENSI BEBERAPA ISOLAT Pantoea stewartii PENYEBAB PENYAKIT STEWART PADA BIBIT JAGUNG (Zea mays) Haliatur Rahma1, Nurbailis1, Yenny Liswarni1, dan Della Puspita2 1
Staf pengajar di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang 2 Alumni Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang ABSTRACT
Stewart disease in maize plants caused by the bacterium Pantoea stewartii subsp.stewartii is a new disease in Indonesia. Because the disease classified as new disease stewart in Indonesia, particularly West Sumatra and the lack of research on variations in virulence of different isolates of the bacterium Pantoea stewartii from West Sumatra have done some testing virulence of Pantoea stewartii subsp.stewartii isolates using different inoculation methods are different. Research undertaken at the Bacteriological Laboratory and the Department of Pests and Plant Diseases Half Shadow Home Faculty of Agriculture, Andalas University in Padang. Goals to be achieved from the judgments of this research is to obtain Pantoea stewartii isolates most virulent in causing disease in corn stewart and learn methods of inoculation. The design used in this study is Factorial in RAK, which consists of two factors and 3 replications. From the research that has done the method obtained results that the best inoculation to Isolate Pantoea stewartii suspense subsp.stewartii by injecting bacteria into the base of the stem. The difference in the ability of the bacteria causing the first symptoms associated with the aggressiveness of each is also different Isolate, isolate the The most aggressive is the KG 2.1, with 2.6-day incubation period after inoculation. intensity differences assault with virulence level of each Isolate, Isolate is a highly virulent 6B2 PSM with 55.56% the intensity of attacks. Keywords: Pantoea stewartii, Zea mays, virulence PENDAHULUAN Penyakit stewart pada tanaman jagung yang disebabkan oleh bakteri Pantoea stewartii subsp. stewartii merupakan penyakit baru di Indonesia. Sampai tahun 2006 belum ada laporan resmi mengenai keberadaan penyakit ini di Indonesia, hal ini didukung oleh adanya keputusan Menteri Pertanian RI No 38 tahun 2006, yang menyatakan bahwa patogen ini masih tergolong A1 yaitu jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) yang belum terdapat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bertolak belakang dengan pendapat diatas ternyata penyakit stewart telah berjangkit di areal pertanaman jagung khususnya di Sumataera Barat, dimana penyakit ini sudah terdeteksi di daerah Korong Gadang Kecamatan Pauh Padang, daerah Lubuk Alung Padang Pariaman dan Kabupaten Pasaman Barat dengan intensitas serangan mencapai 1% - 5%. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan adanya gejala khas penyakit stewart yaitu adanya bibit jagung yang memperlihatkan gejala kerdil, bercak hijau kekuningan (klorosis) di sepanjang permukaan daun dan layu serta adanya bercak memanjang di sepanjang permukaan daun dan pertulangan daun yang disertai dengan matinya jaringan (nekrosis) terutama saat tanaman mulai memasuki masa generatif. Dari hasil observasi dan identifikasi, setelah dilakukan uji reaksi Hipersensitif dan uji Patogensitas di rumah kawat gejala yang muncul memperlihatkan gejala khas penyakit stewart yaitu adanya gejala water soaking, bercak klorosis di sepanjang pertulangan daun (pada bibit) dan bercak nekrosis pada tanaman dewasa (masa generatif). Dari uji gejala bibit juga terlihat adanya bibit yang memperlihatkan gejala water soaking, kerdil, dan
layu dengan kisaran serangan 3% - 8%. Hal ini menunjukan bahwa ternyata penyakit stewart sudah berkembang di Sumatera Barat. Dari penelitian terdahulu didapatkan 15 isolat yang memperlihatkan gejala khas penyakit stewart pada bibit jagung, yaitu 4 isolat dari Korong Gadang, 3 isolat dari Lubuk Alung dan 8 isolat dari Pasaman Barat. Adanya kemiripan gejala yang ditimbulkan oleh bakteri Pantoea stewartii baik di lapangan maupun di rumah kawat, diduga adanya mekanisme virulensi dari Pantoea stewartii didasarkan pada produksi lendir Extracellular polysacharide (EPS) yang menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh xilem sehingga menyebabkan layunya tanaman. Faktor virulensi lain yang berperanan penting dalam perkembangan gejala penyakit stewart adalah kemampuan dari Pantoea stewartii dalam menginduksi water soaking (kebasahan). Oleh karena penyakit stewart tergolong penyakit baru di Indonesia, khususnya Sumatera Barat dan belum adanya penelitian mengenai variasi virulensi dari berbagai isolat bakteri Pantoea stewartii yang berasal Sumatera Barat telah dilakukan pengujian virulensi dari beberapa isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii dengan menggunakan metoda inokulasi yang berbeda-beda. Penelitian dilakukan di laboratorium Bakteriologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Rumah Setengah Bayangan Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara laian adalah untuk mendapatkan isolat Pantoea stewartii yang paling virulen dalam menimbulkan penyakit stewart pada tanaman jagung dan mengetahui metode inokulasi yang paling tepat dalam uji virulensi isolat Pantoea stewartii pada benih jagung.
Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17
13
BAHAN DAN METODE
selama 1 jam kemudian didinginkan selama 24 jam dilakukan sebanyak 3 kali selama 3 hari berturut-turut. Campuran tanah dan pupuk kandang yang sudah disterilisasi dimasukkan kedalam polybag.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Rumah Kawat Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, waktu pelaksanaan pada bulan Maret sampai Juni 2009. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Faktorial dalam RAK, yang terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor A adalah Isolat bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii. A0 = Kontrol A1 = PSM 3.3 A2 = PSM 2.7 A3 = PSM 17.1 A4 = PSM 6B2
A5 =LA 5.6 A6 = LA 8.3 A7 = KG 2.2 A8 = KG 5.4 A9 = KG 2.1
Sedangkan Faktor B adalah metoda Inokulasi terdiri dari : B1 = Metoda gunting B2 = Inokulasi titik tumbuh B3 = Inokulasi pangkal batang Selanjutnya data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam, apabila berbeda nyata diuji lanjut dengan Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5%. Pelaksanaan Sumber Inokulum Sumber isolat bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii di peroleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan yang merupakan koleksi dari Haliatur Rahma, SSi, MP. Perbanyakkan Isolat Pantoea stewartii Isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii di remajakan terlebih dahulu dengan metoda gores pada media NGA, di inkubasi 5x24 jam. Koloni Pantoea stewartii yang terbentuk dikikis dan ditambahkan 10 ml aquadest steril kedalam cawan petri, kemudian suspensi dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dihomogenkan. Suspensi tersebut dibandingkan kekeruhannya dengan larutan McFarland 108 sel/ml. Jika kekeruhannya sama maka suspensi tersebut diperkirakan 108 sel/ml (Klement, Rudolph dan Sand, 1990). Penyediaan Benih Jagung Benih jagung yang digunakan adalah jagung manis varietas MB-01 dengan kriteria tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh kelobot dan tidak terserang oleh hama penyakit. Media tanam Tanah yang digunakan untuk pertanaman berasal dari kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Tanah dicampur dengan pupuk kandang sebagai pupuk dasar (2:1 v/v), kemudian campuran ini disterilisasi secara tyndalisasi didalam dandang dengan uap panas 1000C. Sterilisasi dilakukan
Penanaman Benih-benih tersebut disterilisasi permukaan dengan aquadest, alkohol 70% selama 3 menit dan dibilas dengan aquadest steril, kemudian benih ditanam 3 biji setiap polybag. Setelah bibit berumur 5 hari, bibit jagung diseleksi dan ditinggalkan satu bibit yang terbaik pertumbuhannya sebanyak 90 perlakuan dan untuk tanaman seri. Uji virulensi isolat Pantoea stewartii Semua isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii hasil isolasi dari berbagai sentra produksi jagung diuji virulensi pada bibit tanaman jagung. Inokulasi dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 8 hari (Coplin and Kado, 2001) Menggunakan tiga metoda yaitu metoda gunting, inokulasi titik tumbuh dan inokulasi pangkal batang dengan cara menginjeksikan suspensi bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii (108sel/ml) ke jaringan pembuluh tanaman jagung setelah di inokulasi tanaman ditutup dengan plastik untuk menjaga kelembaban. Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, penyiangan dan pencegahan serangan hama. Pemupukkan tanaman jagung menggunakan pupuk kandang dan pupuk buatan. Pupuk kandang diberikan pada saat penanaman sedangkan pupuk buatan yaitu pupuk Urea 3,75 g/polybag, TSP 1,4 g/polybag dan KCl 0,94 g/polybag masing-masing setara dengan 200 Urea kg/ha, 75 TSP kg/ha dan 50 KCl kg/ha. Pemupukan dilakukan tiga tahap. Pada tahap pertama diberikan 1/3 bagian pupuk Urea, 1 bagian pupuk TSP dan KCl pada saat tanam. Tahap kedua, Pupuk diberikan 1/3 bagian Urea, saat tanaman berumur 30 hst. Tahap ketiga, 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 60 hst. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanik. Pengamatan Saat muncul gejala pertama. Pengamatan ini dilakukan setiap hari, mulai dari tanaman jagung diinokulasi dengan isolat Pantoea. stewartii subsp.stewartii sampai timbulnya gejala pertama pada bibit tanaman jagung yang terserang penyakit layu stewart akan memperlihatkan gejala water soaking pada daun, permukaan daun mengalami klorosis, kerdil dan layu (mati). Persentase daun terserang Persentase daun terserang dihitung berdasarkan tanaman yang diberi isolat dengan rumus: P=
x x 100% y
Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17
14
Dimana: P= Persentase daun terserang x = Jumlah daun terserang y = Jumlah daun yang diamati Intensitas serangan Intensitas serangan dihitung dari tanaman dan dikelompokkan berdasarkan skala dan kriteria serangan, dengan rumus : I= dimana : I ni vi N Vmax
(ni x vi) x 100% N x v max
Tabel 2. Muncul gejala pertama Pantoea stewartii subsp.stewartii pada bibit tanaman jagung. Isolat
= Intensitas serangan Jumlah daun dari tiap kategori = serangan = Nilai skala dari tiap kategori serangan = Jumlah daun yang diamati = Nilai kategori serangan tertinggi
Untuk kriteria penilaian serangan patogen ini untuk mengetahui berat serangan. Skala intensitas serangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria penilaian serangan virulensi Pantoea stewartii
meyuntikkan suspensi bakteri ke pangkal batang menunjukkan masa inkubasi yang cepat dimana gejala pertama muncul pada 2,6 – 10 hari setelah inokulasi, dengan isolat yang memunculkan gejala paling cepat adalah KG21 sementara isolat KG22menunjukkan gejala yang paling lama.
dan
Skala
Intensitas Kriteria serangan serangan 1 Serangan kurang Sehat dari 1% 2 Serangan 1% 3 Serangan 2% Sangat Ringan 4 Serangan 3% 5 Serangan 4% 6 Serangan 5-25% Ringan 7 Serangan 25Sedang 50% 8 Serangan 50Berat 90% 9 Serangan 90Sangat Berat 100% Sumber: dimodifikasi dari Pataky, et al (2000)
tingkat
Tingkat virulensi Avirulen
Kurang virulen Virulen
Sangat virulen
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Muncul gejala serangan pertama (hsi) Hasil pengamatan terhadap muncul gejala serangan pertama oleh isolat bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii pada bibit tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa semua bibit jagung yang diinokulasikan dengan suspensi bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii dapat menimbulkan gejala. Lamanya masa inkubasi sampai muncul gejala pertama bervariasi dari masing-masing isolat serta metoda inokulasi yang berbeda juga menunjukkan kecepatan munculnya gejala pertama yang juga berbeda. Secara umum metoda inokulasi dengan cara
Kontrol PSM 3.3 PSM 2.7 PSM 17.1 PSM 6B2 LA 5.6 LA 8.3 KG 2.2 KG 5.4 KG 2.1
Munculnya gejala pertama (hsi) Gunting Titik Pangkal tumbuh batang 0 0 0 13.6 C cd 6.6 B ab 3.6 A ab 18.0 C d 9.0 B bc 4.3 A ab 9.0 C ab 6.0 B ab 4.6 A abc 7.3 C a 7.0 B ab 4.3 A ab 8.0 C ab 9.6 B bc 5.0 A bc 11.0 C c 4.6 B a 5.3 A bc 11.0 C c 12.3 B c 10.0 A c 11.3 C c 8.3 B bc 5.0 A bc 11.3 C c 5.0 B a 2.6 A a
Angka-angka yang diikuti oleh huruf besar pada baris yang sama dan angka-angka yang di ikuti oleh huruf kecil pada kolom yang sama adalah berbeda nyata menurut uji DNMRT pada taraf 5%. Untuk metoda inokulasi dengan menyuntikan suspensi bakteri ke titik tumbuh gejala pertama muncul setelah 4,6 – 12,3 hari setelah inokulasi, isolat yang menunjukan gejala paling cepat adalah KG21 dengan yang paling lama adalah KG22, sementara untuk metoda inokulasi dengan menggunting ujung daun gejala pertama berkisar 7,3 – 18 hari setelah inokulasi, dengan isolat PSM 6B2 yang paling cepat dan PSM 2.7 yang paling lama. Persentase daun terserang Persentase daun terserang setelah inokulasi isolat-isolat Pantoea sewartii subsp.stewartii menunjuk kan persentase daun terserang yang berbeda-beda. Persentase serangan tertinggi terjadi pada metoda inokulasi penyuntikan suspensi pada pangkal batang, berkisar antara 19,92% (isolatKG22)- 78,55% (isolat PSM 6B2). Untuk metoda inokulasi penyuntikan titik tumbuh persentase serangan berkisar 12,49% (LA5.6) – 27,58% (PSM 17.1). Hasil pengamatan persentase daun terserang Pantoea stewartii dapat dilihat pada Tabel 3. Intensitas serangan Hasil analisis sidik ragam intensitas tongkol jagung yang diinfeksi oleh bakteri Pantoea stewartii kemudian dilakukan uji lanjut dengan DNMRT pada taraf 5%. Intensitas serangan beberapa isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii pada berbagai metoda
Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17
15
Tabel 3. Persentase daun terserang bakteri Pantoea stewartii subsp.stewartii Isolat
Persentase daun terserang (%) Titik tumbuh Pangkal batang Kontrol 0 0 0 PSM 3.3 12.99 C c 16.04 B ab 54.83 A bc PSM 2.7 4.12 C a 24.67 B bc 48.86 A bc PSM 17.1 7.12 C ab 27.58 B bc 58.83 A bc PSM 6B2 10.38 C bc 21.32 B bc 78.55 A d LA 5.6 6.69 C ab 12.49 B a 43.24 A bc LA 8.3 2.79 C a 17.76 B ab 40.09 A bc KG 2.2 9.38 C bc 13.46 B a 19.92 A a KG 5.4 14.34 C c 15.01 B ab 32.82 A b KG 2.1 7.69 C ab 21.21 B bc 67.78 A cd Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama, berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5 %. Gunting
Tabel 4. Intensitas serangan Pantoea stewartii pada bibit tanaman jagung Isolat
Intensitas serangan (%) Gunting Titik tumbuh Pangkal batang Kontrol 0 0 0 PSM 3.3 4.70 B a 4.74 B ab 26.31 A cd PSM 2.7 5.81 B ab 5.31 B bc 36.06 A de PSM 17.1 4.07 B a 12.50 B cd 40.36 A e PSM 6B2 2.83 B a 3.75 B ab 55.65 A f LA 5.6 1.40 B a 4.51 B ab 28.23 A cd LA 8.3 1.06 B a 2.71 B a 21.88 A c KG 2.2 2.03 B a 4.20 B ab 6.56 A a KG 5.4 4.57 B a 2.86 B a 14.39 A b KG 2.1 1.80 B a 5.23 B bc 31.03 A d Angka-angka pada lajur yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama, berbeda tidak nyata berdasarkan uji lanjut DNMRT pada taraf 5 %. inokulasi menunjukkan hasil yang sangat berbeda. Intensitas tertinggi ditunjukkan oleh metoda penyuntikan suspensi pada pangkal batang, dengan kisaran intensitas serangan dari 6,56 % sampai 55,56 %, (kriteria ringan - sangat berat) sementara untuk dua metoda yang lain intensitas serangan berkisar dari 1,06 % - 12,50 % (kriteria sangat ringan - ringan). Berdasarkan intensitas serangan dari berbagai isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii secara umum dapat dikelompokkan tingkat virulensi dari beberapa isolat ini, berdasarkan Tabel 5. Pembahasan Terjadinya perbedaan saat munculnya gejala pertama dan tingkat serangan dari masing-masing isolat dan metoda disebabkan perbedaan kemampuan dari masing-masing isolat dalam menimbulkan gejala dan juga didukung oleh penggunaan metoda inokulasi patogen yang berbeda. Perbedaan cara inokulasi juga berpengaruh pada munculnya gejala. Penggunaan metoda inokulasi pada pangkal batang memposisikan bakteri langsung ke jaringan pembuluh sehingga bakteri dapat berkembang dengan cepat pada jaringan pembuluh dan meyebabkan tersumbatnya aliran air dan mineral pada jaringan pembuluh sehinggga menimbulkan gejala layu, kerdil dan water soaking pada bibit jagung. Sedangkan inokulasi menggunakan
metoda pengguntingan ujung daun dan penyuntikan pada titik tumbuh tidak memposisikan bakteri langsung ke jaringan pembuluh, sehingga kemampuan bakteri menimbulkan gejala tidak secepat metoda penyuntikan pada pangkal batang. Menurut Coplin dan Kado (2001), gejala water soaking akan muncul setelah 3 hari setelah inokulasi dan dilanjutkan dengan layunya tanaman Tabel 5. Kriteria tingkatan virulensi isolat Pantoea stewartii subsp.stewartii Isolat KG 2.2 LA 8.3 KG 5.4 PSM 3.3 LA 5.6 KG 2.1 PSM 2.7 PSM 17.1 PSM 6B2
Kriteria Serangan 1%-4% 5-25 %
Kriteria serangan Sangat ringan Ringan
Tingkat virulensi Avirulen
Sedang
Virulen
Berat
Sangat virulen
Kurang virulen
25-50%
50-90%
Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17 antara 5 dan 8 hari setelah inokulasi. Bakteri Pantoea stewartii merupakan patogen pembuluh jagung. Mekanisme virulensi utamanya didasarkan pada produksi lendir Polisakarida Ekstraseluler (EPS) yang menyebabkan layunya tanaman (Habazar dan Rivai, 2004). Setelah inokulasi, bakteri akan melalui tahap inkubasi sampai populasi bakteri tersebut mencapai populasi tertentu (Quorum sensing) yang memungkinkan bakteri tersebut untuk memperlihatkan ekspresi yang dimilikinya, dalam hal ini kemampuan dari bakteri untuk menimbulkan gejala. Sehingga muncullah gejala water soaking. Menurut Habazar (2001), Terjadinya infeksi oleh bakteri meliputi masuknya bakteri patogen pada tanaman yang rentan sampai saat mulai perbanyakan bakteri yang merupakan fase pertama hubungan patogen inang. Terjadi kontak antara dinding sel bakteri dengan dinding sel tanaman, selanjutnya terjadi serangkaian proses fisiologi dan biokimia antara bakteri patogen dengan tanaman yang menyebabkan kerusakan tanaman dan berakhir munculnya gejala penyakit. Menurut Coplin dan Kado (2001) penyuntikan satu koloni bakteri Pantoea stewartii menggunakan tusuk gigi pada pangkal batang merupakan metode yang sederhana, dan sebagai alternatif lain inokulasi dapat juga dilakukan dengan injeksi suspensi bakteri 107 sel/ml pada batang. Terjadinya suatu penyakit dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu patogen yang virulen, cara bakteri memasuki tanaman, inang yang rentan dan faktor lingkungan yang mendukung suatu penyakit (Agrios, 2005). Hasil pengamatan persentase daun terserang Tabel 3 pada interaksi isolat dengan metoda memperlihatkan tingkat persentase serangan yang berbeda persentase daun terserang tertinggi adalah pada interaksi isolat pasaman 6B2 dan metoda inokulasi pangkal batang (78,55%) sedangkan interaksi isolat dari Lubuk Alung 8.3 dengan metoda gunting persentase daun terserang paling rendah (2,79%). Hal ini berbeda dengan interaksi isolat dari Korong gadang dengan metoda inokulasi pangkal batang saat munculnya gejala pertama menunjukkan isolat yang paling agresif dalam menimbulkan gejala sedangkan pada intensitas serangan interaksi isolat dari pasaman 6B2 dengan metoda inokulasi pangkal batang menunjukkan isolat yang paling virulen. Faktor virulensi pada bakteri Pantoea stewartii Subsp.stewartii ini disebabkan produksi ekstraseluler polisakarida (EPS) yang sangat tinggi dapat menahan air dan nutrisi diruang antar sel sehingga menyumbat pembuluh xylem. (Susanne, 1998). Ekstraseluler polisakarida dari Pantoea stewartii di hasilkan pada tanaman yang terinfeksi disebut stewartan merupakan faktor virulensi yang penting dari patogen ini yaitu mampu menyebabkan water soaking, layu dan nekrosis, (Bernhard, 1996) dan kerdil pada bibit jagung (Rahma dan Armansyah, 2008). Dari intensitas serangan terlihat adanya perbedaan yang sangat menyolok antara metoda inokulasi penyuntikan pangkal batang dengan ke dua metoda inokulasi lainnya. Tingginya intensitas
16 serangan ini mungkin disebabkan bakteri berkembang dengan cepat dalam jaringan pembuluh sehingga terjadi penyumbatan jaringan pembuluh dan menyebabkan tanaman menjadi sakit. Kecepatan munculnya suatu gejala penyakit berhubungan dengan keagresifan bakteri didalam menimbulkan gejala pada tanaman. Namun keagresifan ini tidak ada hubungannya dengan derajat virulensi yang di ekspresikan oleh isolat Pantoea stewartii subsp stewartii. Hal ini terlihat pada isolate KG 2.1. Isolat ini memiliki kemampuan menimbulkan gejala paling cepat yaitu 2,6 hari setelah inokulasi, tetapi intensitas serangan yang dihasilkan adalah 31,03%. Secara internal tingginya produksi polisakarida oleh bakteri menyebabkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh xilem, hal ini menyebabkan kurangnya suplai air dan nutrisi ke tanaman, sehingga tanaman menjadi layu dan mati. Jika batang tanaman muda yang terinfeksi dipotong akan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning, pada kebanyakan tanaman yang terinfeksi akan terlihat adanya rongga pada pangkal batang. Tanaman yang terinfeksi jika tidak mati akan menjadi kerdil dan tidak akan menghasilkan bulir (Luebker, 2003; Stack et al, 2006). Berdasarkan gejala umum penyakit stewartii pada sampel daun bibit tanaman jagung yang diisolasi, ditemui sifat-sifat morfologi dan fisiologi yang sama dengan literatur. Sifat-sifat morfologi bakteri Pantoea stewartii koloni berwarna krem kekuningan dan gram negatif (Pataky, 2003), bentuk koloni cembung, koloni berlendir, mengandung enzim pektinase. Reaksi hipersensitif memperlihatkan gejala water soaking pada jaringan yang diinokulasi dalam waktu 48 jam kemudian diikuti gejala nekrosis pada jaringan tersebut setelah 3 hari. Demikian juga dengan uji patogenisitas menunjukkan bahwa bakteri bersifat patogen. Gejala serangan Pantoea stewartii yaitu menyebabkan layu pada tanaman muda dan pada daun terdapat garis pucat kekuningan atau pinggiran yang bergelombang, garis sepanjang daun menjadi nekrotik dan tanaman jagung menjadi kerdil (Agrios, 2005). KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Metoda inokulasi yang paling baik untuk isolate Pantoea stewartii subsp.stewartii dengan penyuntikan suspensi bakteri ke pangkal batang. 2. Adanya perbedaan kemampuan dari bakteri menimbulkan gejala penyakit pertama berhubungan dengan aggressiveness dari masing-masing isolat juga berbeda, isolat yang paling agresif adalah KG 2.1, dengan masa inkubasi 2,6 hari setelah inokulasi.
Manggaro, Vol.11 No.1 April 2010:12-17 3.
Perbedaan intensitas serangan berhubugan dengan tingkat virulensi dari masing-masing isolat, isolat yang sangat virulen adalah PSM 6B2 dengan intensitas serangan 55,56 %. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas Andalas yang telah mendanai penelitian ini dengan nomor kontrak Nomor 088/H.16/PL/DIPA/I/2009, Tanggal 2 April 2009. DAFTAR PUSTAKA AAK.
1998. Pedoman bertanam. Yogyakarta: Kanisius. 100 hal. Agromedia, 2007. Budi Daya Jagung Hibrida. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. BAPPENAS. 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan. PEMD. BAPPENAS. Badan Pusat Statistik, 2006. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Sumatera Barat 2006. BPS Provinsi Sumatera Barat. BPS. 2007. Produksi Jagung Menurut Propinsi. Badan Pusat Statistik dan Direktorat jendral Tanaman Pangan. Campbell, CL., and Madden LV. 1991. Introduction to plant diseases epidemiology. New York: John Wiley & Sons. Coplin, DL., and Kado CI. 2001. Pantoea. Pages 73-83 in: Laboratory Manual for the Identification of Plant Pathogenic Bacteria. Third Edition. N. Schhaad, J. Jones, and W.Chun.eds. American Phytopathological Sociaty Press, St Paul,MN. Corn Stewarrt’s Diseases. 2001.http://www.extension. iastate.edu / Publications / PM1627.pdf . [10 Oktober 2006] Deptan. 2006. Keputusan Menteri Pertanian No. 38/Kpts/HK.060/1/2006. Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) Golongan I dan Golongan II (Kategori A1). Departemen Pertanian RI. EPPO quarantine Pests. Data Sheets on Quarantine Pests. Pantoea stewartii subsp. Stewartii. Prepare by CABI and EPPO for the EU under contract 90/399003. (25 Januari 2007) EPPO. 2006. Diagnostic Pantoea stewartii subsp. Stewartii. Bulletin OEPP/EPPO Bulletin 36, 111–115. Habazar, T dan Rivai, F. 2004. Bakteri Patogenik Tumbuhan. Andalas University Press. Padang. 333 hal. Klement, Z. Rudolph K., and Sand, DC. 1990. Methods Phytobacteriology.Akademiai Kiado, Budapest. Luebker Leonard. 2003. Stewart’s Wilt. Technical Resource http://www.ianrpubs. unl.edu/ republic/pages/index.jsp. [18 Oktober 2006]. Mawardi, E. 2005. Tantangan Menuju Swasembada Jagung di Sumatera Barat. BPTP Sumbar.
17 Munkvold, G. 1999. Stewart Disease in 1999. http://www.ipm.iastate.edu/ipm/ icm/default. html. [16 Oktober 2006]. Neergaard, P. 1977. Seed Pathology. Vol 1. New York: John Wiley & Sons. Patrick, E. Lipps, Anne E. Dorrance, and Dennis R. Mills. Stewart’s Bacterial Wilt and Leaf Blight of Corn. Ohio State University Extension. 2021 Coffey Road, Columbus, OH 43210-1087. Rahma, H dan Armansyah. 2008. Penyebaran Penyakit Stewart oleh Bakteri Pantoea stewartii Sebagai Penyakit Baru Pada Tanaman Jagung (Zea Mays) Studi Kasus di Sumatera Barat. Penelitian Dosen Muda. DP2M DIKTI No 005/SP2H/PP/DP2M/III/2008. 2008 Rivai, F. 1996. Epidemiologi Penyakit Tanaman. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Faperta. Universitas Andalas. Rudolph, KWE. 1995. Pseudomonas syringae pathovers. In Pathogenesis and host specifity in plant diseases. U. Singh and K. Kohmoto (Eds). Elsevier Science Ltd. Japan. Pp. 47 – 138. Shurtleff, MC. 1980. Compendium of Corn Diseases. Second Edition. APS Press. The American Phytopathological Sociaty. Stack J, Chaky J., and Giesler L. 2002. Publication Wilt of Corn in Nebraska. http://www.unl.edu/unpub/search/default. shtml. [18 Oktober 2006]. The CIMMYT Maize Program. 2004. Maize Diseases: A Guide for Field Identification. 4th edition. Mexico: DF CIMMYT. Thomas, A. Zitter. 2002. Stewart’s Bacterial Wilt-Still a Problem After 107 Years. Department of Plant Pathology Cornell Universityu Ithaca, NY 14853. (25 Januari 2007). Vannete, JL. 1995. Erwinia amylovora. In: Pathogenesis and host spesivity in plant diseases. Histopathologikal, Biochemical, Genetics and moleculer Bases, Vol. I. In. Prokaryotes. Singh, U.S. Singh, R.P., and Kohmoto (Eds), Oxford-New York-Tokyo: K. Pergamon, Elsevier. Yang, XB. 2000. More on Stewart’s wilt. Integrated Crop Management. May 29, 2000. [25 Januari 2007]. Yusdja, Y dan Agustian, A. 2003. Analisis Kebijakan Tarif Jagung. Antara Petani Jagung Dan Peternak. Analisis Kebijakan Pertanian 1(1): 22-40