UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Oleh Jenny Ginting
TESIS Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Jenny Ginting : Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria, 2008 USU e-Repository © 2008
UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Telah disetujui dan disahkan
Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) Pembimbing I
Dr. Rita Evalina, SpA Pembimbing II
Medan, Juni 2008 Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) NIP 140 087 999
Dengan ini diterangkan bahwa :
Jenny Ginting Telah menyelesaikan Tesis sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Dokter Spesialis Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Tesis ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada hari Rabu, tanggal 04 Juni 2008 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.
Tim Penguji :
Penguji I 1. Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K)
………………
Penguji II 2. Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, SpA(K)
………………
Penguji III 3. dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K)
………………
Medan, Juni 2008 Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpAK NIP. 140 105 363
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak dimasa yang akan datang. Pada
kesempatan
ini
perkenankanlah
penulis
menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas saran kepada : 1. Yang terhormat pembimbing utama Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), dan pembimbing kedua dr. Rita Evalina, SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. Yang terhormat Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak Fakultas Kedokteran USU dan Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) sebagai sekretaris program sampai 2007 serta dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) sebagai sekretaris program periode 2007 sampai saat ini. 3. Yang terhormat Prof. dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan, Dr. H. Ridwan M. Daulay, SpA(K) selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU / RSUP H. Adam Malik Medan periode 2007 sampai saat ini. 4. Yang terhormat seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 5. Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU. 6. Kepala Sekolah Dasar Negeri Mandailing Natal, Pemda Mandailing Natal, serta masyarakat yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
7. Semua teman sejawat PPDS dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. Kepada yang tercinta suami saya Drs. Nelson SB. Purba, MM dan kedua anak saya Rizky Juan Ananta dan Jovan Sya Audrey yang dengan penuh pengertian telah mengizinkan penulis untuk mengikuti program pendidikan ini. Tanpa doa, pengorbanan dan kesabarannya mustahil program ini dapat diselesaikan. Kepada yang tercinta orang tua, mertua dan saudara-saudaraku yang selalu mendoakan, memberi dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mandapat imbalan dari Yang Maha Kuasa. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, Juni 2008
Jenny Ginting
DAFTAR ISI
BAB
Halaman
Persetujuan Pembimbing………………………………............
ii
Kata Pengantar.......................................................................
iv
Daftar Isi …………………………………………………… …….
vii
Daftar Tabel ………………………………………………………
x
Daftar Gambar ..................………………………………………
xi
Daftar Singkatan …………………………………………………
xii
Daftar Lambang ………………………………………………....
xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang ……………………………………
1
1.2.
Perumusan Masalah ………………………………
3
1.3.
Kerangka Konsep Penelitian…………………………
3
1.4.
Tujuan Penelitian …………………………………
4
1.5.
Hipotesis ……………………………………………
4
1.6.
Manfaat Penelitian …………………………………
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Malaria Falciparum……………………………….
5
2.2.
Diagnosis Malaria………..................... .…………
8
2.3.
Immunochromatographic Test ………………….……… 9
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.
Desain Penelitian ……………………………..
14
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian…………………
14
3.3.
Populasi Penelitian dan Sampel………………
14
3.4.
Besar Sampel……………………………..……
15
3.5.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………..
15
3.6.
Cara Kerja………………………………………
16
3.7.
Analisa Data……………………………………
18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Hasil ………………………………………………….
19
4.2.
Pembahasan …………………………………………
21
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan …………………………………………
25
5.2.
Saran …………………………………………………
25
DAFTAR PUSTAKA .……………………………………………
26
LAMPIRAN 1. Surat Pernyataan Kesediaan …………………………
32
2. Data Sampel Penelitian……………………………….
33
3. Surat Persetujuan Komite Etik…………………………
36
4. Master Tabel Penelitian ……………………………….
37
RINGKASAN…………………………………………………………
43
SUMMARY…………………………………………………………..
45
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………
47
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Karakteristik Sampel……………........................
Tabel 2.
Perbandingan Hasil Metoda Parascreen dengan Metoda Giemsa......................................
Tabel 3.
20
21
Sensitivitas Parascreen Berdasarkan Jumlah Parasitemia...............................................
22
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Kerangka Konsep Penelitian.......……….......
4
Gambar 2.
Siklus Hidup Malaria.………………………....
8
Gambar 3.
Prinsip kerja Immunochromatographic Test pada malaria.....………………...............
12
DAFTAR SINGKATAN
AO
:
Acridine Orange
API
:
Annual Parasite Incidence
BB
:
Berat Badan
CDC
:
Center for Disease Control and Prevention
cm
:
Centimeter
DNA
:
Deoxyribonucleic Acid
HPA
:
High Prevalensi Area
HRP
:
Histidine Rich Protein
ICT
:
Immunochromatographic Test
kg
:
Kilogram
Mab
:
Monoclonal antibody
mm
:
Milimeter
NTB
:
Nusa Tenggara Barat
PCR
:
Polymerase Chain Reaction
PfHRP II
:
Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II
pLDH
:
plasmodium Lactate Dehydrogenase
PR
:
Parasite Rate
QBC
:
Quantitative Buffy Coat
RDT
:
Rapid Diagnostic Test
RES
:
Reticulo Endothelial System
RIA
:
Radio Immuno Assay
SMP
:
Sekolah Menengah Pertama
SMU
:
Sekolah Menengah Umum
SPSS
:
Statistical Package for Social Science
WHO
:
World Health Organization
DAFTAR LAMBANG
P
:
Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
Q
:
1-P
α
:
Tingkat kemaknaan
n
:
Besar sampel
<
:
Lebih kecil
>
:
Lebih besar
zα
:
Deviat baku normal untuk α
Zβ
:
Deviat baku normal untuk β
~
:
Tak terhingga
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Malaria masih merupakan masalah kesehatan di dunia terutama negara tropis.1
Setiap tahun, 200 juta manusia menderita malaria dan 2 juta
meninggal akibat penyakit ini.2,3 Di Indonesia malaria merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah, terutama Indonesia bagian Timur.4 Kematian terbanyak terjadi pada bayi dan anak usia dibawah 5 tahun.5,6
Angka
kesakitan malaria masih cukup tinggi, terutama di luar Jawa dan Bali, oleh karena di daerah tersebut terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah endemis dan non endemis malaria. Bila diukur dengan Annual Parasite Incidence (API), angka kesakitan malaria di pulau Jawa dan Bali adalah 0,120 per 1000 penduduk, sedangkan di luar pulau Jawa dan Bali bila diukur dengan angka Parasite Rate (PR) adalah 4,78% pada tahun 1997.7 Berdasarkan survai malariometrik penyebaran penyakit malaria di Propinsi Sumatera Utara terutama sepanjang pantai timur dan barat, daerah perbukitan dan berdekatan dengan hutan lebat. Survai tahun 1990 sampai 1993 di sebelas Kabupaten, ditemukan dua spesies parasit yaitu P. falciparum dan P. vivax, dengan angka kesakitan malaria 2.7%. Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka PR yang tinggi (>2%). Kabupaten dengan PR yang tinggi ditemukan di
Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo dan Labuhan Batu.8 Kabupaten Mandailing Natal termasuk dalam strata High Prevalensi Area (HPA) dengan PR tertinggi yaitu 10,65%.9 Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari empat plasmodia yang menginfeksi manusia yaitu P. falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.10,11 P. falciparum merupakan penyebab tersering infeksi malaria di negara-negara tropis.8,12 Malaria falciparum sering resisten terhadap obat dan merupakan jenis yang paling berbahaya, karena penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal seperti malaria serebral, bahkan kematian.13,14 Diagnosis cepat dan akurat adalah kunci penanganan yang efektif untuk mengatasi malaria15,16 yaitu dengan mendeteksi P.falciparum dalam darah sehingga dapat ditangani segera.17-19 Hal ini merupakan tantangan laboratorium di seluruh negara agar diagnosis malaria dapat ditegakkan sesegera mungkin.20 Sebagai baku emas, pewarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah mikroskop sering digunakan karena biayanya yang relatif murah.19,21,22 Tetapi pemeriksaan ini memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama (time consuming), serta tidak jarang mendapatkan hasil positif dan negatif palsu.21,23
WHO juga sudah
mengakui akan kebutuhan alat diagnostik nonmikroskopis untuk mengatasi kelemahan ini.14 Beberapa metoda untuk diagnosis malaria falciparum telah
berkembang dalam mendeteksi proses penyakit ini. Telah ditemukan metoda imunologik yang sangat baik dan sederhana untuk diagnosis malaria yaitu Immunochromatographic Test (ICT) dan sudah dikenal beberapa tahun ini.12,24 1.2.
Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kebutuhan akan suatu metoda untuk diagnosis malaria yang sifatnya mudah, cepat dan sensitif sangatlah diperlukan. Untuk itu perlu dicoba suatu alat baru yang dikenal dengan nama Parascreen, yaitu suatu metoda Immunochromatographic Test (ICT) untuk mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein-II (PfHRP-II). Uji ini lebih cepat, mudah dilakukan dengan peralatan laboratorium yang sederhana dan praktis untuk pemakaian di lapangan.
1.3.
Kerangka Konsep Penelitian Parascreen
- Sensitivitas - Spesifisitas - Nilai prediktif
Sampel
- Akurasi - Prevalensi Pewarnaan giemsa - Likelihood ratio
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
1.4.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas uji tersebut terhadap infeksi P. falciparum.
1.5.
Hipotesis
Tidak
ada
perbedaan
sensitivitas
dan
spesifisitas
antara
pemeriksaan Parascreen dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa.
1.6.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif dalam menegakkan diagnosis penyakit malaria falciparum secara cepat dengan metoda sederhana.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Malaria Falciparum
Malaria disebabkan oleh empat spesies protozoa, P. falciparum yang paling banyak dijumpai di daerah tropis. Morbiditas dan mortalitas terbanyak disebabkan oleh P. falciparum terutama pada orang yang tidak imun.5,10 Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 pejamu, yaitu vertebrata dan nyamuk genus Anopheles. Siklus aseksual di dalam pejamu vertebrata dikenal sebagai skizogoni, sedangkan siklus seksual yang membentuk sporozoit di dalam nyamuk sebagai sporogoni. Sporozoit yang aktif dapat ditularkan kedalam tubuh manusia melalui ludah nyamuk, kemudian menempati jaringan parenkim hati dan tumbuh sebagai skizon (stadium eksoeritrositer atau stadium pra-eritrositer). Skizon P. falciparum dan P. malariae hanya terjadi satu kali stadium pra-eritrositer sedangkan spesies lain mempunyai hipnozoit bertahun-tahun sehingga suatu saat dapat aktif dan terjadilah long-term relapse. Sel hati yang berisi parasit akan pecah dan terjadilah merozoit. Merozoit akan masuk ke dalam eritrosit (stadium eritrositer), tampak sebagai kromatin kecil dikelilingi oleh sedikit sitoplasma yang mempunyai bentuk cincin, disebut trofozoit. Trofozoit membentuk skizon muda dan setelah matang, membelah menjadi merozoit. Setelah proses pembelahan eritrosit akan hancur, merozoit, pigmen dan sel sisa akan keluar
dan berada di dalam plasma. Parasit akan difagositosis oleh Reticulo Endothelial System (RES). Plasmodium yang dapat menghindar akan masuk kembali ke dalam eritrosit lain untuk mengulangi stadium skizogoni. Beberapa merozoit tidak membentuk skizon tetapi memulai dengan bagian gametogoni yaitu membentuk mikro dan makro gametosit (stadium seksual). Siklus tersebut disebut masa tunas intrinsik.5, 7,25 Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni). Sporogoni memerlukan waktu 8-12 hari. Dalam lambung nyamuk, makro dan mikrogametosit berkembang menjadi makro dan mikrogamet yang akan membentuk zigot yang disebut ookinet. Selanjutnya ookinet akan menembus dinding lambung nyamuk membentuk ookista yang membentuk banyak sporozoit. Kemudian sporozoit akan dilepaskan dan masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk. Siklus tersebut disebut masa tunas ekstrinsik.7,25 P. falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada kasus berat parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentuk seksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat bertahan sampai beberapa bulan setelah sembuh.1,7
Gambar 2. Siklus Hidup Parasit Malaria Sumber : The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease Control and Prevention, Atlanta)
Gambaran klinis malaria terdiri dari 3 stadium yaitu:1,4 1. Stadium dingin: diawali dengan gejala menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Nadi cepat dan lemah, pucat, muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam. 2. Stadium demam: penderita merasa kepanasan, muka merah, kulit kering seperti terbakar, sakit kepala, mual, muntah, nadi kuat, suhu
badan dapat mencapai 410C atau lebih. Stadium ini berlangsung 2-12 jam. 3. Stadium berkeringat: penderita berkeringat banyak sekali, suhu badan menurun cepat, terkadang sampai dibawah normal. Gejala dapat disertai hepatomegali, splenomegali, trombositopeni, anemia. Gejala neurologis dapat terjadi seperti bingung, diorientasi sampai koma.
2.2.
Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat (QBC), Acridine Orange (AO). Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerase Chain Reaction (PCR), Radio Immuno Assay (RIA), Indirect Hemaglutination, Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan Rapid Diagnostic Test (RDT).20,26,27 Hingga saat ini diagnosis malaria dilakukan dengan cara konvensional yaitu dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa dan diperiksa dibawah mikroskop cahaya.14,21
Hasil
pemeriksaan negatif tidak selalu berarti tidak mengidap penyakit malaria, khususnya pada orang-orang yang mendapat pengobatan anti malaria ataupun mereka yang tinggal di daerah hipoendemis, dan sebaiknya diulang
setiap 4-6 jam untuk menegakkan diagnosis. Sampel yang ideal adalah darah yang diambil dengan menusuk ujung jari atau daun telinga karena kepadatan trofozoit
yang
lebih
besar.20
Sediaan
darah
tebal
berguna
untuk
mengkonsentrasikan parasit di dalam bidang sediaan, jadi untuk menegakkan diagnosis malaria harus menggunakan sediaan darah tebal. Sediaan darah tipis berguna untuk melihat morfologi parasit sekaligus menentukan spesies parasit.17 Pada pemeriksaan darah tepi baik sediaan darah tebal dan tipis, dapat dijumpai P. falciparum berbentuk cincin (ring form) dan gametosit. Tandatanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, gametositnya berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa (stars in the sky).5,7
2.3.
Immunochromatographic Test (ICT)
ICT merupakan salah satu RDT. Uji ini berdasarkan deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria, yaitu PfHRP II.12,14 Pada eritrosit yang terinfeksi plasmodium akan terbentuk knob yaitu knob positif dan negatif. Sintesa PfHRP II dimulai pada saat berbentuk cincin dan berlanjut hingga stadium trofozoit.28,29 Ada tiga HRP yang dibuat oleh P. falciparum pada saat menginfeksi eritrosit yang dinamakan dengan PfHRP I, II dan III. PfHRP I hanya diekspresikan pada knob positif pada membran eritrosit yang terinfeksi sehingga jumlahnya sedikit. PfHRP II diekspresikan pada kedua knob positif
dan negatif dan jumlahnya sangat banyak, dan merupakan antigen pertama yang digunakan untuk RDT. Rangkaian DNA telah membuktikan bahwa PfHRP II mengandung 35% histidin dan juga kandungan alanin dan aspartat yang relatif tinggi masing-masing 40% dan 12%. PfHRP III merupakan protein yang paling sedikit diproduksi oleh P. falciparum dibandingkan dengan PfHRP I dan PfHRP II. Rangkaian DNA menunjukkan PfHRP III mengandung 30% histidin dan 29% alanin.20,28 ICT umumnya digunakan dalam bentuk uji strip yang mengandung antibodi monoklonal yang langsung pada antigen parasit. Prinsip ICT adalah mendeteksi antigen yang dikeluarkan oleh plasmodium, dan selanjutnya akan terjadi
reaksi kompleks antigen-antibodi pada bahan nitroselulose acetat
dimana kompleks tersebut diberi Monoklonal antibodi (Mab) yang berlabel zat warna (colloidal gold) sebagai penanda, sehingga muncul suatu tanda berupa garis yang menyatakan hasil positif untuk P. falciparum, infeksi campuran atau negatif.12,20 (Gambar. 3)
Gambar 3. Prinsip kerja Immunochromatographic Test pada malaria Sumber : Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;15:66-78.
ICT merupakan uji yang cepat, mudah dilakukan dan tidak memerlukan laboratorium khusus, seperti sentrifus dan mikroskop. Uji ini lebih praktis digunakan di lapangan, hanya membutuhkan sedikit keahlian dan hasil sudah diperoleh dalam waktu berkisar 5-30 menit.24 Cara kerja alat ini yaitu dengan menggunakan pipa kapiler yang tersedia, darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa kapiler telah terisi penuh darah. Darah ditaruh pada daerah ungu yang ada
pada alat, dilakukan dengan cara memegang pipa kapiler secara vertikal dan tekan ujungnya perlahan-lahan. Kemudian diteteskan reagensia. Dalam 5 menit hasil sudah dapat dibaca. Garis paling atas (garis pertama) merupakan garis kontrol. Garis di bawah garis kontrol merupakan garis uji untuk plasmodium nonfalciparum. Bila hasil uji untuk P. falciparum maka garis kontrol dan garis terbawah akan berwarna merah muda.20 Kelemahan ICT ini antara lain:24 1. Sensitivitas biasanya mencapai > 90% pada level parasitemia > 100 /µL darah, tetapi akan menurun pada parasitemia yang rendah, orangorang yang tidak imun dan yang sudah pernah mendapat terapi profilaksis malaria. 2. Hasil positif palsu dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain yaitu adanya resisten obat dan reaksi silang dengan autoantibodi seperti rheumatoid factor. 3. Hasil negatif palsu dapat dijumpai pada malaria berat atau parasitemia yang sangat tinggi yaitu > 40000 parasit/ µL darah. 4. Reaksi silang dengan jenis plasmodia yang lain, yang dapat terjadi pada 1/3 pasien. 5. Harga alat mahal ($ 1,20-13.50) bila dibandingkan dengan pewarnaan Giemsa ($ 0,12-0,40) juga masih menjadi pertimbangan, terutama untuk pemakaian di lapangan.
ICT dapat mendeteksi P. falciparum dan non P. falciparum, tetapi tidak dapat membedakan antara P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae, maupun membedakan infeksi falciparum murni dari infeksi campuran yang termasuk P. falciparum.28 Pemeriksaan lainnya yang berdasarkan Histidine Rich Protein II adalah: Parasight-F, Paracheck. Selain itu sudah dikembangkan pula uji plasmodium Lactate Dehydrogenase (pLDH). Tes ini berdasarkan deteksi enzim glycolitic soluble yang dikeluarkan oleh parasit dengan kadar yang tinggi dalam darah.
BAB III METODE PENELITIAN
20
3.1.
Desain Penelitian
Metoda yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif, akurasi, prevalensi dan likelihood ratio.
3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas dan Rumah Sakit di Penyabungan, Kabupaten Mandailing Natal propinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian Oktober-November 2006. Izin melaksanakan penelitian diperoleh dari Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3.
Populasi Penelitian dan Sampel
Sampel diambil dari pasien yang berkunjung ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Umur sampel yang diambil adalah semua golongan umur.
3.4.
Besar Sampel
Besar sampel ditentukan :30
(Zα √PoQo + Zβ√PaQa)2 n =
(Pa – Po)2
Po dan Pa = masing – masing proporsi Q = 1-P α = tingkat kemaknaan P = 0,5
zα = 1,96
Zβ = 0,842
Pa = 0.90
Po = 0,80
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel minimal 104 orang.
3.5.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1. Kriteria inklusi: Setiap pasien yang datang dengan satu keluhan atau lebih seperti: -
Demam ≥ 37,5 °C
-
Pucat
-
Mencret
-
Sakit kepala
3.5.2. Kriteria Eksklusi: -
Riwayat makan obat anti malaria satu minggu sebelumnya.
-
Penderita yang tidak bersedia diperiksa atau tidak mau mengikuti penelitian ini.
3.6.
Cara Kerja
Pasien yang datang ke Puskesmas dan Rumah sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat, mencret dan sakit kepala dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, frekuensi jantung, frekuensi nafas, pemeriksaan hepar dan lien. Setiap pasien diambil darah untuk pemeriksaan malaria dengan 2 metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.
3.6.1. Pulasan Giemsa Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet. Sampel darah diperiksa dengan dua sediaan yaitu sediaan darah tebal dan tipis. a.
Cara membuat sediaan darah tebal -
Sampel darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih, ditebarkan perlahan-lahan dengan kaca objek yang lain.
b.
-
Biarkan kering, kemudian bilas dengan air.
-
Diwarnai dengan larutan Giemsa, dan biarkan 30 menit.
-
Cuci dengan air mengalir, kemudian dikeringkan.
-
Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya.
Cara membuat sediaan darah tipis -
Sampel darah diletakkan di atas kaca objek yang bersih.
-
Hapus dengan kaca objek lain dengan menggunakan ujung kaca objek penghapus.
-
Ujung kaca objek penghapus diletakkan di depan darah kemudian
ditarik
ke
arah
darah
tersebut
hingga
menyebar pada sudut kedua kaca objek. -
Dengan membentuk sudut 30 derajat, kaca objek penghapus segera didorong ke depan dengan perlahanlahan tanpa berhenti.
-
Biarkan kering.
-
Fiksasi dengan metanol 1-2 menit, kemudian warnai dengan larutan Giemsa selama 30 menit.
-
Cuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan.
-
Hasil pulasan dilihat di bawah mikroskop cahaya.
Sediaan dikatakan positif bila ditemukan spesies parasit yaitu inti parasit berwarna merah dan sitoplasma berwarna biru keungu-unguan dengan pigmen terlihat berwarna coklat kehitaman
3.6.2. Parascreen Parascreen Pan / Pf berbentuk dipstik, buatan Zephyr Biomedicals, India.
-
Ujung jari ditusuk dengan menggunakan blood lancet.
-
Darah ditaruh pada port ”A”.
-
Teteskan clearing buffer 4 tetes pada port ”B”.
-
Hasil dibaca dalam 15 menit.
-
Bila terlihat satu garis (garis kontrol) berwarna merah muda berarti negatif.
-
Bila terlihat dua garis berwarna merah muda berarti positif P. nonfalciparum.
-
Bila terlihat tiga garis berati positif P. falciparum atau infeksi campuran.
3.6.
Analisa data
Hasil penelitian dijabarkan dalam tabel tabulasi silang dengan perangkat lunak SPSS for WINDOWS 13 (SPSS Inc, Chicago) antara hasil pemeriksaan Giemsa dengan metoda Parascreen. Penghitungan data dilakukan dengan cara manual. Data yang dinilai adalah: sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif, akurasi, prevalensi, likelihood ratio
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1.
Hasil Penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini 104 orang. Anak perempuan lebih banyak dibandingkan anak laki-laki. Umur 6-12 tahun yang terbanyak yaitu 94 orang (90,4%). Gejala terbanyak adalah pucat yaitu 88 orang (84,61%) dan splenomegali yaitu 7 orang (6,73%). (Tabel 1)
Tabel 1. Karakteristik sampel Karakteristik
Jumlah (n)
Persentase (%)
Laki - laki
47
45,2
Perempuan
57
54,8
6 - 12
94
90,4
> 12 - 15
8
7,7
> 15 - 18
2
1,9
Demam
14
13,46
Pucat
88
84,61
Mencret
7
6,73
Sakit Kepala
50
8,07
Ikterik
4
3,84
Hepatomegali
5
4,80
Splenomegali
7
6,73
Jenis Kelamin
Umur (tahun)
Gejala
Tanda
Tabel 2. Perbandingan metoda parascreen dan giemsa Giemsa
Jumlah
Positif
Negatif
Positif
65
0
65
Negatif
20
19
39
85
19
104
Parascreen Jumlah
Pada penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif
48,71%, akurasi 80,76%,
prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (–) 0,23. (Tabel 2)
Tabel 3. Sensitivitas Parascreen berdasarkan jumlah parasitemia Parasitemia
Giemsa
Parascreen
Sensitivitas
1 - 100
11
0
0
101 - 200
32
26
81,25%
201 - 400
24
21
87,50%
401 - 600
18
18
100%
(/mm3 darah)
Parascreen tidak sensitif pada jumlah parasitemia 1-100/mm3, tetapi sensitivitas Parascreen semakin meningkat sebanding dengan peningkatan
jumlah parasitemia. Sensitivitas mencapai 100% pada jumlah parasitemia 401-600/mm3. (Tabel 3)
4.2.
Pembahasan
Pada penelitian ini terlihat jumlah penderita malaria lebih banyak pada anak perempuan yaitu 54,8% dibandingkan dengan anak laki-laki sebesar 45,2%. Dari sebaran umur relatif tidak merata, terbanyak adalah kelompok umur 6-12 tahun yaitu 90,4%. Dari penelitian Marletta di Nias (Sumatera Utara) kasus malaria tertinggi terjadi pada usia 5-14 tahun.31 Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau berbagai golongan umur disebabkan beberapa faktor
seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan,
migrasi penduduk dan kekebalan.8 Diagnosis malaria ditetapkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan hasil laboratorium. Baku emas pemeriksaan laboratorium malaria adalah temuan parasit pada pemeriksaan mikroskopis (hapusan darah tebal dan tipis). Pemeriksaan ini mempunyai banyak kelemahan, yaitu memerlukan ketersediaan mikroskop cahaya memadai dan tenaga pemeriksa yang trampil.20 Berdasarkan hasil evaluasi Program Pemantapan Mutu Eksternal Laboratorium Kesehatan, dari 19 laboratorium di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dinilai (evaluasi) menggunakan sediaan positif malaria, hanya 79% teknisi laboratorium yang dapat membaca preparat dengan benar.(dikutip dari 32)
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan dengan Giemsa dan Parascreen terhadap 104 sampel, diperoleh hasil negatif pada pemeriksaan mikroskopis dan uji Parascreen. Menurunnya sensitivitas RDT dipengaruhi jenis parasit dan level parasitemia. Pada penelitian ini juga didapatkan hasil uji Parascreen negatif sedangkan dari pemeriksaan Giemsa didapat hasil positif dan hal ini banyak didapati terutama pada parasitemia yang rendah yaitu < 100/mm3. Sensitivitas RDT menurun pada kadar parasitemia yang rendah dan orangorang dengan kekebalan yang rendah.24,33
Penelitian Aslan dkk (2001)
menunjukkan intensitas warna yang terlihat pada dipstik RDT dapat dipengaruhi oleh kadar parasitemia.3 Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil uji Parascreen mempunyai sensitivitas 76,47%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (–) 0,23. Penelitian Singh dkk (2000) di India yang membandingkan antara ICT Malaria Pf/Pv dan Giemsa mendapatkan sensitivitas sebesar 97,5% dan spesifisitas 88%.34 Palmer dkk (1998), yang membandingkan OptiMAL Test dengan Giemsa dengan jumlah sampel 96 orang mendapatkan sensitivitas sebesar 94% dan spesifisitas 100%.22
Penelitian Tjitra dkk (1998) di Sumba Indonesia dengan
menggunakan ICT Malaria Pf/Pv mendapatkan sensitivitas sebesar 95,5%, spesifisitas sebesar 89,8%21 Penelitian Desrinawati dkk (2001) di Kabupaten
Mandailing Natal dengan jumlah sampel 96 orang menggunakan ICT Pf/Pv didapat nilai sensitivitas 76,5%, spesifisitas sebesar 68,9%.35 Jelinek dkk (1999) membandingkan OptiMAL dengan ICT malaria Pf dengan rujukan PCR, di Rumah Sakit Virchow Campus, Berlin. Diperoleh hasil sensitivitas ICT malaria Pf 92,5% dan nilai spesifisitas 98,3%, sedangkan OptiMAL nilai sensitivitas adalah 88,7%, nilai spesifisitas 99,4%.17 Arum I dkk (2005) pada penelitiannya yang membandingkan ICT Pf/Pv dengan pemeriksaan mikroskopis di Nusa Tenggara Barat memperoleh hasil sensitivitas, spesifisitas sebesar 100% dan 96,99%.32 Sensitivitas dan spesifisitas tinggi yang diperoleh dalam penelitian ini tidak mengejutkan mengingat prinsip kerja alat yang menggunakan antibodi monoklonal dalam mendeteksi PfHRP II dan hasil ini juga sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang membandingkan RDT dengan pemeriksaan mikroskopis. Pada
penelitian
ini
peningkatan
sensitivitas
sebanding
dengan
peningkatan level parasitemia, bahkan mencapai 100% pada parasitemia 401-600/mm3. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat oleh Coleman RE dkk (2002) di Thailand dengan menggunakan ICT Pf/Pv mendapatkan sensitivitas sebesar 100% untuk parasitemia ≥ 500/μl, tetapi hanya 23,3% untuk parasitemia < 500/μl.33 Tjitra dkk (1999) mendapatkan sensitivitas sebesar 96% pada parasitemia > 500/μl, tetapi hanya 29% pada parasitemia < 500/μl.21
Sensitivitas dan spesifisitas disebut sebagai bagian uji diagnostik yang stabil, karena nilai-nilainya tidak berubah pada proporsi subyek sehat dan sakit yang berbeda atau pada prevalensi rendah dan tinggi. Nilai uji diagnostik tidak hanya bergantung pada sensitivitas dan spesifisitasnya, tetapi juga prevalensi penyakit dalam populasi yang diteliti. Statistik lain yang diperoleh dari uji diagnostik adalah likelihood ratio. Nilai likelihood ratio bervariasi antara 0 sampai tidak terhingga. Hasil uji diagnostik yang positif kuat memberikan nilai likelihood ratio yang jauh lebih besar dari 1, hasil uji yang negatif kuat akan memberikan nilai likelihood ratio mendekati 0. Dalam penelitian ini didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, yaitu 76,47% dan 100%. Nilai prediksi positif, 100%, Nilai prediksi negatif 48,71%, Akurasi 80,76%, Prevalensi 81,73%, Likelihood ratio Likelihood ratio
(+) tak terhingga,
(-) 0,23.30 Dari hasil uji diagnostik yang diperoleh dalam
penelitian ini maka dapat disimpulkan Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Pada penelitian ini disimpulkan bahwa Parascreen memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif malaria falciparum.
5.2.
Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel parasitemia ≥ 100/µL, untuk mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Daily JP. Malaria. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, penyunting. Krugman’s infectious diseases of children. Edisi ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 337-48. 2. Gorbach SL, Falagas M. Malaria. Dalam: Gorbach SL, Falagas M, penyunting. The 5-minute infectious diseases consult. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h. 258-9. 3. Aslan G, Ulukanligil M, Seyrek A, Erel O. Diagnostic performance characteristics of rapid dipstick test for plasmodium vivax malaria. Mem Inst Oswaldo Cruz 2001;96(5):683-6. 4. Harianto PN. Manifestasi klinik, komplikasi dan diagnosis malaria. Medika 1993;9:31-8. 5. Krause PJ. Malaria (plasmodium). Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007. h. 1477-84. 6. Diallo AB, Serres GD, Beavogui AH, Lapointe C, Viens P. Home care of malaria-infected children of less than 5 years of age in a rural area of the republic of guinea. Bull. WHO 2001;79:28-32. 7. Rampengan T. Malaria. Dalam: Poorwo Soedarmo SS, Gama H, Hadinegoro SR, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi & penyakit tropis. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h. 442-71. 8. Siregar M. Epidemiologi malaria. Disampaikan pada Symposium Recent Advances on malaria, Medan, 6 Desember 1994. h. 1-11.
9. Data stratifikasi malaria menurut dampak pemberantasan vektor per-Dati II Propinsi Sumatera Utara Tahun 1998. 10. Krogstad DJ. Plasmodium species (malaria). Dalam: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R, penyunting. Principles and practice of infectious diseases. Edisi ke-5. Philadelphia. Churchill Livingstone 2000; h. 2817-31. 11. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. Dalam: Strickland GT, penyunting. Hunter’s tropical medicine and emerging infectious diseases. Edisi ke-8. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. h. 614-43. 12. Mya MM, Saxena RK. Evaluation of developed plasmodium falciparum malaria diagnostic technique. IE(I) Journal-ID 2004;85:58-62. 13. Shah I, Deshmukh CT. A bedside dipstick method to detect plasmodium falciparum. Indian Pediatrics 2004;41:1148-51. 14. Richardson DC, Ciach M, Zhong KJY, Crandall I, Kain KC. Evaluation of
the macromed dipstick assay versus PCR for diagnosis of
plasmodium falciparum malaria in returned travelers. J. Clin. Microbiol 2002;40:4528-30. 15. Shujatullah F, Malik A, Khan HM, Malik A. Comparison of different diagnostic techniques in plasmodium falciparum cerebral malaria. J Vect Borne 2006;43:186-90. 16. Khan SA, Anwar M, Hussain S, Qureshi AH, Ahmad M, Afzal AS. Comparison of optimal malarial test with light microscopy for the diagnosis of malaria. JPMA 2004;54:404.
17. Jelinek T, Grobusch MP, Schwenke S, Steidl S, Sonneburg FV, Nothdurft HD, dkk. Sensitivity and specificity of dipstick test for rapid diagnosis of malaria in nonimmune travelers. J. Clin. Microbiol 1999;37:721-3. 18. Bell D, dkk. Diagnosis of malaria in a remote area of the Philippines: comparison of techniques and their acceptance by health workers and the community. Bull. WHO 2001;79(10):933-41. 19. Arai M, Ishii A, Matsuoka H. Laboratory evaluation of the ICT malaria p.f./p.v. immunochromatographic test for detecting the panmalarial antigen using rodent malaria model. Am. J. Trop. Med. Hyg. 2004;70(2):139-43. 20. Moody A. Rapid diagnostic tests for malaria parasites. Clin Microbiol Rev 2002;15:66-78. 21. Tjitra E, Suprianto S, Dyer M, Currie BJ, Anstey NM. Field evaluation of the ICT malaria P.f/Pv immunochromatographic test for detection of plasmodium falciparum and plasmodium vivax in patients with a presumptive clinical diagnosis of malaria in eastern Indonesia. J. Clin. Microbiol 1999;37:2412-7. 22. Palmer CJ, Lindo JF, Klaskala WI, Quesada JA, Kaminsky R, Baum MK, dkk. Evaluation of the optimal test for rapid diagnosis of plasmodium vivax and 1998;36:203-6.
plasmodium
falciparum malaria. J. Clin Microbiol
23. Richter J, Harms G, Muller-Stover I, Gobels K, Haussinger D. Performance of an immunochromatographic test for the rapid diagnosis of malaria. Parasitol Res. 2004;92(6):518-9. 24. Kakkilaya
BS.
Rapid
2003;8(34):602-8.
diagnosis
of
Diunduh
malaria.
Lab
dari
Medicine URL
Aug :
www.malariasite.com/malaria/rdts.htm. 25. The Malaria lifecycle (Image Library CDC, Center for Disease Control and
Prevention,
Atlanta).
Diunduh
dari
URL
:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx 26. Tjitra E, Suprianto S, Dyer ME, Currie BJ, Anstey NM. Detection of histidine rich protein 2 and panmalarial ICT malaria Pf/Pv test antigens after chloroquine treatment of uncomplicated falciparum malaria does not reliably predict treatment outcome in eastern indonesia. Am. J. Trop. Med. Hyg 2001;65(5):593-8. 27. Mabey D, Peeling RW, Ustianowski A, Perkins MD. Diagnostics for the developing world. Nature Rev Microbiol 2004;2:231-40. 28. Howard RJ, Uni S, Aikawa M, Aley SB, Leech JH, Lew AM, dkk. Secretion of a malarial histidine-rich protein (PfHRP II) from plasmodium falciparum-infected erythrocytes. J Cell Biol 1986;103:1296-77. 29. Park SK, Lee KW, Hong SH, Kim DS, Lee JH, Jeon BH, dkk. Development and evaluation of an immunochromatographic kit for the
detection of antibody to plasmodium vivax infection in south korea. Yonsei Med J 2003;44:747-50. 30. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. h. 166-85. 31. Marleta R, Harijani AM, Sustriayu N, Sekartuti, Tjitra E. Penelitian malaria di Kecamatan Teluk Dalam, Nias, Sumatera Utara. Cermin Dunia Kedokteran 1996;106:5-9. 32. Arum I, Purwanto AP, Arfi S, Tetrawindu H, Octora M, Mulyanto, dkk. Uji diagnostik plasmodium malaria menggunakan metode imunokromatografi diperbandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis. J. Clin. Pathol. 2006;3:118-22. 33. Coleman RE, Maneechai N, Rachapaew N, Kumpitak C, Soyseng V, Miller
RS,
dkk.
Field
evaluation
of
the
ICT
malaria
PF/PV
immunochromatographic test for the detection of asymptomatic malaria in a plasmodium falciparum/vivax endemic area in thailand. Am. J. Trop. Med. Hyg 2002;66(4):379-83. 34. Singh N, Saxena A, Valecha N. Field evaluation of the ICT malaria P.f/P.v immunochromatographic test for diagnosis of plasmodium falciparum and P.vivax infection in forest villages of Chhindwara, central India. Trop. Med. Int. Health 2000;5:765-70.
35. Desrinawati.
Perbandingan
hasil
pemeriksaan
metoda
immunochromatographic test (ICT) dengan pewarnaan giemsa pada infeksi malaria falciparum. Sari Pediatri 2002;4(3):1-13. 36. Pusponegoro HD, Wirya IGN, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji Diagnostik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. h. 166-85.
Lampiran 1
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini saya / orang tua dari : Nama : ........................................................ Jenis kelamin : LK / PR Umur : ..................Tahun ..................Bulan Alamat : ........................................................ Desa ..............................Kecamatan .................................... Setelah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian dengan judul ”Uji Parascreen Sebagai Diagnostik Alternatif Malaria Falciparum”. Setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya resiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengijinkan dengan sukarela saya / anak saya menjadi subjek penelitian tersebut dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila merasa tidak mampu untuk mengikuti penelitian ini. Demikian pernyataan ini diperbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun juga. Panyabungan,................2006 Yang membuat pernyataan
(..........................................) Saksi : Kepala Puskesmas
(..........................................) Lampiran 2
DATA SAMPEL PENELITIAN
Peneliti
(Dr. Jenny Ginting)
UJI PARASCREEN SEBAGAI DIAGNOSTIK ALTERNATIF MALARIA FALCIPARUM
Nomor Sampel
: .....................................................................
Desa
:.......................................................................
Kecamatan
:.......................................................................
Tanggal/hari
:.......................................................................
Pewawancara
:.......................................................................
Nama lengkap
: .....................................................................
Jenis Kelamin
: L/P
Tanggal Lahir/Umur
: ................................../......................................
Berat Badan
: ........................................... kg
Tinggi Badan
: ........................................... cm
Pekerjaan orang tua
: ( ) Petani ( ) Wiraswasta ( ) Pegawai Negeri ( ) Lain-lain...............................
Penghasilan orang tua : Rp................./ bulan Tingkat Pendidikan orang tua : - Ayah
:( )
- Ibu : ( ) Tidak sekolah
( )
( ) Sekolah Dasar
( )
( ) SLTP
( )
( ) SLTA
( )
( ) Perguruan Tinggi
Apakah ada makan obat antimalaria dalam 1 (satu) minggu terakhir ini? ( ) Ya ( ) Tidak
Keluhan penderita malaria Keluhan
Ya
Tidak
- Demam - Mencret - Pucat - Sakit kepala
Pemeriksaan fisik penderita malaria Variabel
Hasil
- Frekuensi jantung - Frekuensi pernafasan - Demam - Hepatomegali - Splenomegali
Pemeriksaan laboratorium penderita malaria Variabel
Hasil
- Giemsa - Parascreen
Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN KOMITE ETIK
Lampiran 4
MASTER TABEL PENELITIAN
No
UMUR (bln) 120 114
1 2
NAMA PAUSIAH M. AWAL
L/P P L
BB (kg) 19 23
Demam -
GEJALA KLINIS Pucat Mencret + + -
Sakit Kepala + -
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
No 53 54 55
RISKAH SITI MARYAM RAHMADANI NOVITA SARI RUDI PAISAL AKHIRRUDDIN MASLAMAH NADIROH NST M. SOLEH ZAINAB MINDA SARI ARIFIN NST MUHAMMAD HUSIN AHMAD FAISAL ELFI SARI KHAIRUNNISA M. YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR ANTAN SAIFUL BAHRI SITI SALIMAR SITI KHODIJAH HORTINA M. AFRIZAL NURSAKINAH M. SALMAN RASILAH NURATIKAH NURAINUN ARDIAH NURHAYATI MUNAIRAH FAUZAN M.YUSUF NASUTION KHAIRUL ASHAR UMAR M. RAJAB FALID NST SYAFRINA RINA SARI HASMAR HUSEIN HERMAN UMI KALSUM AFNIDAH MUHAMMAD SAHROL NUR ALINAH NUR HIDAYAH NUR ALIMAH NUR HASLINA RISNA SARI LUBIS
NAMA SITI AISAH WILDA SARI ARIFIN NASUTION
117 96 96 120 96 114 216 168 108 132 192 156 168 144 132 132 120 132 132 132 132 120 120 120 120 108 120 108 108 108 108 108 108 96 108 96 108 108 69 78 72 72 100 72 118 112 118 121 122 117
P P P P L L L L 1 P P L L L P P L L P L P P P L P L P P P P P P L L L L L L P P L L P P L P P P P P
UMUR (bln) 114 120 119
25 16 17 21 23 28 29 24 22 30 32 25 34 25 22 20 24 25 22 15 20 30 24 23 28 22 23 27 20 20 21 17 19 25 18 20 21 20 17 15 14 19 16 21 20 24 22 20 22 19
L/P P P L
+ + + + + + + + + -
BB (kg) 23 20 25
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Demam -
+ + + + + + -
GEJALA KLINIS Pucat Mencret + + + -
+ + + + + + + + + -
Sakit Kepala + -
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104
MUHAMMAD HUSIN AHMAD SAIFUL NASUTION ELVI SARI LUBIS KHAIRUN NISA MUHAMMAD YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR INTAN NASUTION SYAIFUL BAHRI SITI SAHLIMAR NASUTION ABDUL AZIS HASIBUAN AHMAD SUBUHAN FADLAN HABIBI LUBIS SERNIH LUBIS KHAIRUL MUSTHOPA LBS LESNIDA LUBIS MISKAH NASUTION NUR HIDAYAH RISKI MAULIDA SUPINAH NASUTION ZULHADI LUBIS ARIFIN LUBIS HASAN BASRI AHMAD MUIS M.ASRI.NST FAIRUL NURLIANA ALI HAMDI RANI MORA SEHAT ABDUL KOHIR ARDIAN SYAH SEMBIRING M.ALFIN HUSIN FEBRY SHOPIANA LUBIS M.IDRIS SITI KHODIJAH MILANA PUTRI YUNI ARNIZA SITI RAHMI NURUL ATIKAH NUR LAILAN GABENA NUR ASIAH SALAMAH ZUL FIKAR YUNITA HASBY LESTARIDA SOFYAN EFENDI SITI KHODIJAH NUR PATIMAH NURUL MAWADDAH
No 1
118 137 134 141 118 129 127 129 156 157 147 146 145 134 141 141 87 87 97 84 86 76 88 88 91 93 81 95 96 85 86 86 78 78 78 89 91 92 91 101 120 101 134 96 98 100 112 106 130
L L P P L L P L P L L L P L P P P L P L L L L L L P L P P L L L P L P P P P P P P P L P P L P P P
NAMA PAUSIAH
Demam -
Pucat +
34 25 22 20 24 25 22 15 20 33 22 30 25 32 30 25 25 30 24 26 29 44 45 40 54 21 21 48 23 22 15 20 15 20 17 17 17 15 18 16 18 15 17 15 20 23 20 15 20
+ + + + + -
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
PEMERIKSAAN FISIK Ikterik Splenomegai -
+ -
Hepatomegali -
+ + + + + + + + + -
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
No
M. AWAL RISKAH SITI MARYAM RAHMADANI NOVITA SARI RUDI PAISAL AKHIRRUDDIN MASLAMAH NADIROH NST M. SOLEH ZAINAB MINDA SARI ARIFIN NST MUHAMMAD HUSIN AHMAD FAISAL ELFI SARI KHAIRUNNISA M. YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR ANTAN SAIFUL BAHRI SITI SALIMAR SITI KHODIJAH HORTINA M. AFRIZAL NURSAKINAH M. SALMAN RASILAH NURATIKAH NURAINUN ARDIAH NURHAYATI MUNAIRAH FAUZAN M.YUSUF NASUTION KHAIRUL ASHAR UMAR M. RAJAB FALID NST SYAFRINA RINA SARI HASMAR HUSEIN HERMAN UMI KALSUM AFNIDAH MUHAMMAD SAHROL NUR ALINAH NUR HIDAYAH NUR ALIMAH NUR HASLINA RISNA SARI LUBIS
NAMA
+ + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
-
-
PEMERIKSAAN FISIK
+ + +
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104
SITI AISAH WILDA SARI ARIFIN NASUTION MUHAMMAD HUSIN AHMAD SAIFUL NASUTION ELVI SARI LUBIS KHAIRUN NISA MUHAMMAD YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR INTAN NASUTION SYAIFUL BAHRI SITI SAHLIMAR NASUTION ABDUL AZIS HASIBUAN AHMAD SUBUHAN FADLAN HABIBI LUBIS SERNIH LUBIS KHAIRUL MUSTHOPA LBS LESNIDA LUBIS MISKAH NASUTION NUR HIDAYAH RISKI MAULIDA SUPINAH NASUTION ZULHADI LUBIS ARIFIN LUBIS HASAN BASRI AHMAD MUIS M.ASRI.NST FAIRUL NURLIANA ALI HAMDI RANI MORA SEHAT ABDUL KOHIR ARDIAN SYAH SEMBIRING M.ALFIN HUSIN FEBRY SHOPIANA LUBIS M.IDRIS SITI KHODIJAH MILANA PUTRI YUNI ARNIZA SITI RAHMI NURUL ATIKAH NUR LAILAN GABENA NUR ASIAH SALAMAH ZUL FIKAR YUNITA HASBY LESTARIDA SOFYAN EFENDI SITI KHODIJAH NUR PATIMAH NURUL MAWADDAH
Demam + + + + + -
Pucat + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Ikterik -
Splenomegali -
Hepatomegali -
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
NAMA PAUSIAH M. AWAL RISKAH SITI MARYAM RAHMADANI NOVITA SARI RUDI PAISAL AKHIRRUDDIN MASLAMAH NADIROH NST M. SOLEH ZAINAB MINDA SARI ARIFIN NST MUHAMMAD HUSIN AHMAD FAISAL ELFI SARI KHAIRUNNISA M. YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR ANTAN SAIFUL BAHRI SITI SALIMAR SITI KHODIJAH HORTINA M. AFRIZAL NURSAKINAH M. SALMAN RASILAH NURATIKAH NURAINUN ARDIAH NURHAYATI MUNAIRAH FAUZAN M.YUSUF NASUTION KHAIRUL ASHAR UMAR M. RAJAB FALID NST SYAFRINA RINA SARI HASMAR HUSEIN HERMAN UMI KALSUM AFNIDAH MUHAMMAD SAHROL NUR ALINAH NUR HIDAYAH NUR ALIMAH NUR HASLINA RISNA SARI LUBIS
GIEMSA
PARASCREEN
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
PARASITEMIA 3 (/mm ) DARAH 60 400 400 80 200 400 600 200 400 40 200 200 80 600 400 40 200 200 400 200 200 600 400 200 200 200 200 400 600 200 40 600 200 200 400 200 600 400 200 400 80 400 40 600 200
No 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104
NAMA SITI AISAH WILDA SARI ARIFIN NASUTION MUHAMMAD HUSIN AHMAD SAIFUL NASUTION ELVI SARI LUBIS KHAIRUN NISA MUHAMMAD YUSUF M.RAJAB NASUTION NUR INTAN NASUTION SYAIFUL BAHRI SITI SAHLIMAR NASUTION ABDUL AZIS HASIBUAN AHMAD SUBUHAN FADLAN HABIBI LUBIS SERNIH LUBIS KHAIRUL MUSTHOPA LBS LESNIDA LUBIS MISKAH NASUTION NUR HIDAYAH RISKI MAULIDA SUPINAH NASUTION ZULHADI LUBIS ARIFIN LUBIS HASAN BASRI AHMAD MUIS M.ASRI.NST FAIRUL NURLIANA ALI HAMDI RANI MORA SEHAT ABDUL KOHIR ARDIAN SYAH SEMBIRING M.ALFIN HUSIN FEBRY SHOPIANA LUBIS M.IDRIS SITI KHODIJAH MILANA PUTRI YUNI ARNIZA SITI RAHMI NURUL ATIKAH NUR LAILAN GABENA NUR ASIAH SALAMAH ZUL FIKAR YUNITA HASBY LESTARIDA SOFYAN EFENDI SITI KHODIJAH NUR PATIMAH NURUL MAWADDAH
GIEMSA
PARASCREEN
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
PARASITEMIA 3 (/mm ) DARAH 400 200 400 200 200 600 400 200 200 400 600 200 60 200 400 400 600 200 400 200 400 600 200 200 40 400 600 200 200 40 200 600 400 400 400 40 600 600 600 600 80 600 40
RINGKASAN
Malaria masih merupakan penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Diagnosis dan terapi cepat
merupakan hal mendasar untuk mengontrol penyakit. Pewarnaan Giemsa merupakan baku emas diagnosis malaria, tetapi masih memiliki beberapa keterbatasan seperti membutuhkan tenaga laboratorium yang trampil dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama. Dalam beberapa tahun terakhir Immunochromatographic test (ICT) sudah digunakan dalam menegakkan diagnosis antigen yang spesifik dari plasmodium. Parascreen merupakan salah satu ICT yang dapat mendeteksi Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein II (PfHRP II). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui
sensitifitas
dan
spesifisitas uji Parascreen terhadap infeksi P. falciparum. Desain penelitian ini adalah uji diagnostik dengan cara tersamar yang dilakukan di Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal bulan Oktober sampai November 2006. Sebanyak 104 orang anak diikutkan dalam penelitian ini. Sampel diambil dari setiap pasien yang berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit dengan satu keluhan atau lebih seperti demam, pucat, sakit kepala dan mencret, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah dengan dua metoda yaitu Giemsa dan Parascreen.
Dari 104 orang yang diperiksa diperoleh nilai sensitivitas 75,67%, spesifisitas 100%, nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 48,71%, akurasi 80,76%, prevalensi 81,73%, likelihood ratio (+) tak terhingga dan likelihood ratio (-) 0,23. Dari
penelitian
ini
kami
menyimpulkan
Parascreen
memiliki
sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan diagnostik alternatif malaria falciparum.
SUMMARY
Malaria is a main parasitic disease with high morbidity and mortality in the world. Rapid diagnosis and prompt treatment are the basic technical elements for the management and control of the disease. Until now the diagnosis is carried out by means of the conventional method using Giemsa stained of blood smear thin or thick and then examined by ordinary light microscope. During the recent years rapid Immunochromatographic Test (ICT) have been applied in diagnosis of specific antigens of human plasmodia. Recently, another Rapid Diagnostic Test (RDT), Parascreen was developed to diagnosed P. falciparum malaria by detection of Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein II (PfHRP II). Design of the study was double blind method in Mandailing Natal District, Penyabungan between October and November 2006. A total of 104 children were enrolled. Sample were patient that came to primary health center and hospital with one or more complain like fever, paleness, headache and diarrhea. Then we performed physical examination and blood examination with Giemsa and Parascreen. A total of 104 cases were studied. Sensitivity and specificity of parascreen were found 76,47% and 100% respectively, with a positive predictive value and a negative predictive value 100%, and
48,71%
respectively. Accuracy and prevalence 80,76% and 81,73%. Likelihood ratio (+) was uncountable and likelihood ratio (-) was 0,23%. We concluded that this Parascreen can be used as an alternative diagnostic tool for P. falciparum malaria based on its sensitivity and specificity values.
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
:
Jenny Ginting
Tanggal lahir
:
31 Desember 1976
Tempat lahir
:
Berastagi
NIP
:
400 051 872
Alamat
:
Jl. Berdikari no 105B Padang Bulan Medan
Nama suami
:
Drs. Nelson SB Purba, MM
Nama anak
:
1. Rizky Juan Ananta 2. Jovan Sya Audrey
Pendidikan 1. Sekolah Dasar di SD Letjen Jamin Ginting Berastagi , tamat tahun 1989 2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Berastagi, tamat tahun 1992 3. Sekolah Menegah Atas di SMA Negeri 1 Medan, tamat tahun 1995 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, tamat tahun 2001
Riwayat Pekerjaan 1. Dokter calon pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2005 2. Dokter pegawai negeri sipil di Puskesmas Pembantu Simalingkar, Kecamatan Medan Simalingkar, Propinsi Sumatera Utara, tahun 2006
Pendidikan Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-USU / RS. H. Adam malik Medan 1. Adaptasi
: 01-12-2003 s/d 31-12-2003
2. Pendidikan Tahap I
: 01-01-2004 s/d 31-12-2004
3. Pendidikan Tahap II
: 01-01-2005 s/d 31-12-2005
4. Pendidikan Tahap III
: 01-01-2006 s/d 31-12-2007
5. Penelitian
: Oktober 2006
6. Tesis
: Mei 2008