1
UJI KESESUAIAN INSTRUMEN SKALA WAGNER DAN BATESJENSEN WOUND ASSESSMENT TOOL DALAM EVALUASI DERAJAT KESEMBUHAN LUKA ULKUS DIABETIKUM Febrianti Asbaningsih1 dan Dewi Gayatri2 1. 2.
Mahasiswa Program Ekstensi Tahun 2012, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Departemen Keperawatan Dasar dan Dasar Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang memerlukan instrumen evaluasi luka yang sesuai untuk menentukan penanganan tepat agar tidak menimbulkan keadaan yang semakin parah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara instrumen penilaian luka skala Wagner dan Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT) pada pasien ulkus diabetikum. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang menggunakan sampel pasien ulkus diabetikum sebanyak 43 responden pengukuran. Instrumen yang digunakan adalah skala Wagner yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan luka pasien ulkus diabetikum dan BWAT yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan luka pasien ulkus dekubitus. Berdasarkan uji statistik didapatkan adanya korelasi yang kuat antara intrumen skala Wagner dengan BWAT dalam menilai luka ulkus diabetikum (r = 0,789; p = 0,0005). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa BWAT dapat digunakan untuk mengevaluasi luka ulkus diabetikum dan merekomendasikan penggunaan instrumen BWAT untuk mengevaluasi skala kesembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum. Kata kunci: Bates-Jensen Wound Assessment Tool, skala Wagner, ulkus diabetikum
Abstract Suitability Test Of Wagner Scale And Bates-Jensen In Evaluating The Healing Grade Of Diabetic Ulcer Patients. Diabetic ulcers are one of the complications of diabetes mellitus which require wound evaluation instruments appropriate to determine the proper treatment in order to avoid the situation more severe. The study objective was to identify the relationship between the Wagner scale wound assessment instruments and BatesJensen Wound Assessment Tool (BWAT) in patients with diabetic ulcers. The study design was descriptive cross sectional correlation using diabetic ulcers patient samples by 43 measurement respondents. The instrument used was the Wagner scale to measure the severity of the diabetic ulcers patient's wound and the BWAT used to measure the severity of the patient's decubitus ulcer wounds. Based on statistical tests found a strong correlation between the Wagner scale instrument and the BWAT in assessing diabetic ulcer wounds (r = 0.789, p = 0.0005). The results of the study explain that the BWAT can be used to evaluate diabetic ulcer wounds and recommend the use of the instrument to evaluate the scale BWAT wound healing in patients with diabetic ulcers. Keywords: Bates-Jensen Wound Assessment Tool, diabetic ulcer, Wagner scale
Pendahuluan Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar
glukosa darah melebihi dari normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
2
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang salah satunya ulkus diabetikum. Perawatan luka merupakan salah satu bagian tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan adalah bagian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam merawat pasien termasuk pasien dengan ulkus diabetikum. alat evaluasi umum yang sering digunakan pada pasien ulkus diabetikum yaitu skala Wagner. (Hadisaputro, dkk., 2007; Perkumpulan Endokrinologi Indonesia [PERKENI], 2006). Barbara Bates Jensen pun telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya yang diberi nama Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT). BWAT merupakan instrumen yang lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus menurut Jensen (dikutip dalam Anna dan Harry, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah BWAT layak digunakan untuk alat evaluasi luka ulkus diabetikum dan mengetahui pada kisaran berapa di BWAT untuk setiap derajat di skala Wagner sehingga perlu dilakukan uji kesesuaian.
individual diskoringkan dengan modifikasi skala Likert (1, paling baik untuk parameter tersebut; 5, paling buruk). Total skor dari setiap parameter akan dijumlahkan dan dimasukkan dalam status luka.
Hasil Gambaran umum karakteristik responden disajikan pada tabel 1 dan 2 berikut. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden No
Karakteristik
1
Jenis Kelamin Pria Wanita Total Pendidikan SD SMP SMA PT Tidak Sekolah Total Penghasilan Rp 0-1 juta > Rp 1 juta-3 juta > Rp 3 juta-5 juta > Rp 5 juta- 10 juta Total Ruang Perawatan Rawat jalan Rawat Inap Total Jenis Balutan Konvensional Modern Kombinasi Total Indeks Masa Tubuh Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Obesitas Total Skala Wagner Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5
2
3
Metode Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian berjumlah 43 responden dengan kriteria inklusi pasien ulkus diabetikum yang berada di ruang rawat jalan maupun ruang rawat inap dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed concent. Instrumen yang digunakan yaitu skala Wagner dan Bates-Jensen Wound Assessment Tool (BWAT). Skala Wagner di desain secara spesifik untuk pasien dengan ulkus diabetikum. Penilaian pengukuran dilakukan setelah dua orang praktisi kesehatan melakukan diskusi dan menetapkan tingkatan luka. BWAT merupakan alat evaluasi luka ulkus dekubitus yang terdiri dari 15 parameter makroskopik luka. Definisi parameter secara spesifik dijelaskan pada setiap parameter. Item
4
5
6
7
Frekuensi
Persentase (%)
20 23 43
46 54 100
8 6 19 5 5 43
18 14 44 12 12 100
5 15 17 6 43
11 35 40 14 100
31 12 43
72 28 100
11 31 1 43
26 72 2 100
6 23 12 2 43
14 53 28 5 100
12 15 9 5 2
28 35 21 11 5
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
3
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Gula Darah dan Skala Penyembuhan Luka BWAT No 1 2 3
Karakteristik Usia Gula darah BWAT
Mean 59,21 199,6 32,3
SD 12,9 79,1 8,8
SE 1,9 12 1,3
Minimal-Maksimal 26-93 60-403 13-56
95% CI 55,2-63,1 175,2-224 29,59-35,02
Tabel 3. Analisis Korelasi dan Regresi Instrumen Skala Wagner dan Instrumen BWAT No Variabel r R² p value 1 Instrumen skala Wagner 0,789 0,623 0,0005* *bermakna pada α = 0,05
Tabel 4. Distribusi Rata-Rata Instrumen Skala Wagner Menurut Instrumen BWAT No Variabel Mean SD SE Minimal95% CI p value Maksimal 1 Skala Wagner Tingkat 1 24,92 6,23 1,798 13 - 32 20,96 – 28,87 0,0005* Tingkat 2 31,13 3,907 1,009 25 – 39 28,97 – 33,3 Tingkat 3 33,34 5,341 1,78 25 - 39 29,34 – 37,55 Tingkat 4 42,6 7,021 3,14 35 – 50 33,88 – 51,32 Tingkat 5 54,5 2,121 1,5 53 – 56 35,44 – 73,56 *bermakna pada α = 0,05
Tabel 5. Hubungan Ruang Rawat dengan Skala Penyembuhan Luka Menggunakan Instrumen BWAT No Variabel Mean SD SE Mean Diff t p value N (95% CI) 1 Rawat jalan 32,26 8,465 1,520 0,159 0,052 0,959 31 (6,2; -5,9) 2 Rawat inap 32,42 10,104 2,917 12 Tabel 6. Hubungan Tingkat Stres dengan Skala Penyembuhan Luka Menggunakan Instrumen BWAT No Variabel Mean SD SE Mean Diff t p value N (95% CI) 1
2
Tingkat stres Tidak stres Stres
29,66 40
7,083 9,176
1,252 2,767
10,344 (15,7; 14,9)
3,87
0,000*
32 11
Tingkat depresi Tidak depresi Depresi
29,14 38,86
7,230 8,402
1,342 2,246
9,719 (14,7; 4,7)
3,919
0,000*
29 14
31,50 33
7,612 9,881
1,702 2,060
1,5 (6,9; -3,9)
0,551
0,585
20 23
3
Tingkat ansietas Tidak ansietas Ansietas *bermakna pada α = 0,05
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
4
Tabel 3 menjelaskan bahwa ada hubungan yang kuat antara instrumen skala Wagner dan instrumen BWAT dalam menentukan skala penyembuhan luka ulkus diabetikum. Tabel 5 menunjukkan tidak ada hubungan antara ruang rawat dengan skala penyembuhan luka BWAT. Tabel 6 menjelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat stres dan depresi dengan skala penyembuhan luka BWAT.
Pembahasan Hubungan instrumen skala Wagner dengan instrumen BWAT. Tabel 3 membuktikan bahwa ada antara kedua instrumen tersebut terdapat hubungan yang kuat dan berpola positif, artinya semakin tinggi tingkat luka bila dinilai oleh instrumen skala Wagner maka semakin tinggi pula skor luka bila dinilai oleh instrumen BWAT. Sebaliknya, semakin rendah tingkat luka bila dinilai oleh instrumen skala Wagner maka semakin rendah pula skor luka bila dinilai oleh instrumen BWAT. Penelitian sejenis namun berbeda variabelnya pernah dilakukan oleh Gardner et al. (2005) yang meneliti tentang studi propektif instrumen PUSH, BWAT dan Ulcers Tracings. Penelitian ini salah satunya bertujuan untuk meneliti korelasi instrumen penilaian luka PUSH dengan instrumen lainnya yaitu BWAT dan Ulcer tracings. Hasil penelitian didapatkan bahwa instrumen PUSH dengan instrumen BWAT memiliki hubungan yang kuat (r = 0,72). Hasil ini mengindikasikan bahwa instrumen BWAT dapat digunakan sebagai alat penilaian luka ulkus dekubitus. Walaupun penelitian tersebut tidak sama persis dengan penelitian ini, namun berkaitan karena PUSH termasuk salah satu instrumen penilaian luka untuk ulkus dekubitus. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang bermakna instrumen BWAT pada setiap tingkatan instrumen skala Wagner (p = 0,0005) dan diyakini tingkat 1
kesembuhan luka pada skala Wagner berada pada skor 20,96 sampai 28,87 pada instrumen BWAT. Kemudian, tingkat 2 kesembuhan luka pada skala Wagner berada pada skor 28,97 sampai 33,3 pada instrumen BWAT. Tingkat 3 kesembuhan luka pada skala Wagner berada pada skor 29,34 sampai 37,55 pada instrumen BWAT. Tingkat 4 kesembuhan luka pada skala Wagner berada pada skor 33,88 sampai 51,32 pada instrumen BWAT. Tingkat 5 kesembuhan luka pada skala Wagner berada pada skor 35,44 sampai 73,56 pada instrumen BWAT. Karakteristik ulserasi merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan rencana perawatan luka, memonitor keefektifan perawatan, memprediksi outcomes klinis dan meningkatkan komunikasi diantara pemberi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, selain kedalaman, tanda klinis luka seperti infeksi (abses, inflamasi, ulserasi dengan eksudat) dan gangguan oklusif arteri perifer (jaringan nekrotik, eskar hitam, ganggren) seharusnya dapat dinilai melalui skoring yang tepat di setiap tingkatan klasifikasi suatu instrumen. Pada penelitian ini, interval skor penyembuhan luka pada instrumen BWAT untuk setiap tingkatan skala Wagner tampak masih tumpang tindih. Skoring ini belum menggambarkan secara tepat kesesuaian skor BWAT pada setiap tingkatan skala Wagner. Secara keseluruhan instrumen skala Wagner hanya berfokus pada kedalaman luka. Tanda klinis infeksi hanya digambarkan pada satu dari enam tingkat kesembuhan luka dan tanda klinis gangguan vaskular hanya digambarkan pada dua tingkat terakhir. Selain itu, instrumen Wagner tidak menjelaskan secara rinci luka superfisial yang telah terinfeksi atau memiliki gangguan vaskular. Kemudian, instrumen skala Wagner hanya menjelaskan tanda yang paling parah dari gangguan vaskular yaitu ganggren pada sebagian kaki dan ganggren pada sebagian besar kaki sedangkan tanda klinis lainnya dari gangguan vaskular perifer tidak dijelaskan pada instrumen ini. Hal-hal inilah yang menyebabkan skoring instrumen
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
5
BWAT untuk setiap tingkat skala Wagner masih tumpang tindih. Instrumen skala Wagner digunakan untuk menilai skala penyembuhan luka ulkus diabetikum dengan cara diskusi antara dua atau lebih dokter. Metode penilaian seperti ini dapat menimbulkan hasil penilaian yang bias karena dinilai secara subjektif serta dapat menimbulkan interpretasi yang banyak dan berbeda-beda untuk setiap penilai. Sebuah instrumen penilaian luka seharusnya dapat digunakan oleh semua petugas kesehatan tidak hanya dokter saja. Selain itu sebuah instrumen evaluasi luka juga harus dapat menggambarkan secara akurat keadaan luka dan tidak menimbulkan hasil yang berbedabeda walaupun dinilai oleh lebih dari satu orang agar penanganan luka dapat dilakukan dengan tepat. Berdasarkan hal ini, penelitian ini merekomendasikan instrumen BWAT menjadi instrumen yang lebih baik dibandingkan instrumen skala Wagner untuk mengevaluasi skala penyembuhan luka ulkus diabetikum karena memiliki karakteristik penilaian yang lebih rinci. Hubungan ruang rawat dengan skala penyembuhan luka BWAT. Pada tabel 5 dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara ruang rawat dengan tingkat keparahan luka pada pasien ulkus diabetikum, artinya ruangan yang dipakai untuk melakukan perawatan luka pasien ulkus diabetikum baik di ruang rawat jalan maupun ruang rawat inap tidak akan mempengaruhi terhadap tingkat keparahan luka. Hasil analisis hubungan antara ruang rawat dengan tingkat depresi diperoleh bahwa tidak ada perbedaan proporsi kejadian depresi (p = 0,72) dan stres (p = 0,467) antara pasien yang di rawat di ruang rawat inap dengan pasien yang di rawat di ruang rawat jalan. Sedangkan untuk kejadian ansietas dinyatakan ada perbedaan proporsi antara pasien yang di rawat di ruang rawat inap dengan pasien yang di rawat di ruang rawat jalan (p = 0,005).
Smeltzer dan Bare (1996/ 2007) menjelaskan bahwa ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus. Pasien dengan ulkus dibetikum memerlukan perawatan yang cukup lama dan terus-menerus dalam menyembuhkan lukanya. Perawatan luka ini tidak harus dilakukan di ruang rawat inap, tetapi bisa dilakukan di rawat jalan. Pernyataan tersebut dilengkapi dengan pernyataan Badawi (2009) dan Bryant dan Nix (2007) bahwa pasien yang dirawat diruang rawat inap memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan di rawat inap. Stres dapat mengganggu keseimbangan kerja insulin dalam tubuh sehingga meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh. Selain itu, stres secara positif berhubungan dengan penundaan proses penyembuhan luka. Pernyataan tersebut mendukung hasil penelitian ini. Jumlah responden yang di rawat di ruang rawat jalan lebih banyak daripada rawat inap sehingga hasil rata-rata skala penyembuhan responden di rawat jalan (32.26; ±8.4) dan di rawat inap (32.42; ±10.1) hampir sama. Hal ini menjelaskan bahwa responden baik yang berada di rawat jalan dan rawat inap sudah memiliki ulkus diabetikum dalam waktu yang cukup lama sehingga responden sudah memiliki koping yang baik dan merasa nyaman dengan keadaan lukanya. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan responden tidak memiliki stres dan depresi sehingga proses penyembuhan luka tidak terhambat. Hubungan antara tingkat stres dengan skala penyembuhan luka BWAT. Tingkat stres yang berhubungan yaitu tingkat depresi dan stres dengan skala penyembuhan luka BWAT. Hasil pada tabel 6 ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Dominic dan Kazia (2010) mengenai hubungan nyeri dan stres dengan penyembuhan luka yang tertunda di UK. Penelitian ini menjelaskan bahwa nyeri dan stres sangat berhubungan dengan keterlambatan penyembuhan luka. Nyeri yang dirasakan oleh pasien dapat berasal dari proses fisiologis luka itu sendiri dan berasal dari proses perawatan luka. Nyeri dapat menjadi
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
6
faktor yang berkontribusi terhadap stres dan gangguan emosi lainnya seperti kecemasan dan depresi. Stres dapat menyebabkan kenaikan kadar kortisol dalam tubuh yang dapat memicu peningkatan tekanan darah dan nadi serta dapat menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi imunitas dan peradangan di dalam tubuh. Hal ini dapat menghambat proses penyembuhan luka. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Winkley et al. (2011) mengenai efek persisten dari depresi dan kematian pada pasien ulkus diabetikum di London. Penelitian ini menggunakan desain prospektif kohort dengan mengamati dalam jangka waktu lima tahun. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 262 responden sebesar 32,2% memiliki gangguan depresi dan sebesar 36,4% meninggal dunia selama dan setelah dilakukan penelitian. Selain itu penelitian ini menjelaskan bahwa gangguan depresi memiliki hubungan yang signifikan dua kali lipat dengan risiko peningkatan mortalitas di setiap episode depresi baik yang minor (HR 1.93, 95% CI 1.00; 3,74) maupun yang mayor (HR 2.18, 95% CI 1.31; 3.65) dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi. Bryant dan Nix (2007) pun mendukung bahwa stres dapat mengganggu keseimbangan kerja insulin dalam tubuh sehingga meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh. Oleh karena itu, stres secara positif berhubungan dengan penundaan proses penyembuhan luka.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan: 1. Karakteristik responden mayoritas wanita, berpendidikan SMA, berpenghasilan tiga sampai lima juta rupiah per bulan, melakukan perawatan di ruang rawat jalan, menggunakan jenis balutan modern, memiliki IMT dalam tingkatan gizi baik, memiliki luka yang berada pada tingkat 2 skala Wagner dan tidak stres serta tidak depresi. Rata-rata responden berusia 59,21
tahun, rata-rata gula darah sewaktu 199,6 gr/ dl, rata-rata memiliki skala penyembuhan luka BWAT pada skor 32,3. 2. Ada hubungan yang kuat antara instrumen skala Wagner dan instrumen BWAT dalam menentukan skala penyembuhan luka ulkus diabetikum (r = 0,789; p = 0,0005). 3. Tidak ada hubungan antara ruang rawat dengan skala penyembuhan luka BWAT (p = 0,959). 4. Terdapat sub variabel tingkat stres yang berhubungan dan tidak berhubungan dengan skala penyembuhan luka BWAT. Sub variabel yang berhubungan yaitu tingkat stres (p = 0,0005) dan tingkat depresi (p = 0,0005). Sedangkan yang tidak berhubungan adalah tingkat ansietas (p = 585). Saran terhadap perbaikan pelayanan perawatan luka ulkus diabetikum diantaranya: 1. Penilaian luka ulkus diabetikum yang membutuhkan tindakan secara langsung masih dapat menggunakan sistem klasifikasi luka secara deskriptif seperti instrumen skala Wagner karena instrumen ini lebih mudah dan cepat penggunaannya. 2. Penilaian luka ulkus diabetikum pada unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau klinik khusus perawatan luka pada luka yang tidak membutuhkan tindakan langsung harus menggunakan instrumen BWAT. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan komunikasi, menurunkan tingkat keparahan luka, lebih tepat dalam memprediksi penanganan yang tepat dan meningkatkan hasil perawatan. 3. Setiap perawat yang akan melakukan perawatan luka ulkus diabetikum harus mengetahui penggunaaan instrumen yang tepat pada saat menilai skala penyembuhan luka agar penanganan luka ulkus dapat dilakukan dengan tepat. 4. Penelitian-penelitian selanjutnya yang meneliti tentang tingkat keparahan luka dan instrumen evaluasi luka ulkus diabetikum direkomendasikan untuk menggunakan instrumen BWAT.
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014
7
5. Perlu diteliti lebih lanjut lagi uji kesesuaian antara instrumen skala Wagner dengan instrumen BWAT dalam evaluasi grade kesembuhan luka pasien ulkus diabetikum dengan menggunakan sampel yang seimbang untuk setiap tingkatan luka skala Wagner sehingga hasil penelitian dapat menggambarkan hasil yang baik.
Referensi Anna & Borun, Harry. (2007). The Bates-Jensen Wound Assessment Tool page. Center for Gerontological Research. Diambil dari borun.medsch.ucla.edu/modules/Pressure_ulcer _prevention/puBWAT.pdf Bryant dan Nix. (2007). The Chronic Wounds. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Dominic, Upton and Soloweij, K. (2010). Pain and stress as contributors to delayed wound healing. Wound Practice and Research. Gardner, Sue E., Frantz, Rita A., Bergquist, Sandra., and Shin, Chingwei D. (2005). A prospective study of the Pressure Ulcer Scale for Healing (PUSH). Journal of gerontology; MEDICAL SCIENCES vol. 60A, No. 1, 9397. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2007. Jensen, Barbara B M. (2001). Tools For Wound Healing. St. Louis: Bates-Jensen Inc. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2006.
Smeltzer, Suzanne. C dan Brenda G Bare. (1996). Dikutip dari Definisi diabetes mellitus (Waluyo, Agung., Trans.). Dalam Smeltzer, Suzanne. C dan Brenda G Bare (Eds.), Brunner & Suddarth’s Textbook Of Medical-Surgical Nursing 8th ed. Philadelphia: Lippincott. (Dicetak oleh Kuncara, H. Y., Ester, Monica., Hartono, Andry., Asih, Yasmin, Ed., 2002, Jakarta: EGC). Williams, L.H., Rutter, C.M., Katon, W.J., Reiber, G.E., Ciechanowski, P., Heekbert, S.R.,…Korf, M.V. (2010). Depression and incident diabetic foot ulcers : a prospective cohort stydy. The American journal of Medicine, 748-754e. doi : 10.1016/j.anymed.2010.01.123. Winkley, K., Sallis, H., Kariyawasam, D., Leelarathna, L.H., Chalder T., Edmonds M.E.,…. Ismail K. (2011). Five-year follow-up of a cohort people with their first diabetic foot ulcer: The persistent effect of depression on mortality. Diabetologia, 55: 303-310. doi: 10.1007/s00125-011-2
Uji kesesuaian antara perbandingan..., Febrianti Asbaningsih, FIK UI, 2014