UJI FAKTOR TINGKAT PEMAHAMAN DAN PENGGUNAAN RHODAMINE B PEDAGANG CABE MERAH GILING MENGGUNAKAN FISHER EXACT PROBABILITY TEST Heruna Tanty1 ABSTRACT Rhodamine B is a sintetic colour that use for textile. It is prohibited to be used in foods as it is hazardous to health. Recently, it is being used to make ground red chili and oher foods more colorful and brighter. A study was carried out at tradisional market in Tambun, Cibitung and Bekasi. The laboratory examination result confirmed that 70% of samples contained Rhodamine B. There were 60% of respondents who knew about the health hazard of Rhodamine B and 50% of them use it to make the ground chili a brighter red. The study also showed that there is not different between the vendor’s knowledge and the use of Rhodamine B. The study suggests that regular inspection and education should be conducted to improve the knowledge of ground red chili vendors, as to increase awareness of the health hazards of Rhodamine B in foods. Keywords: red chili, Rhodamine B, fisher exact probability test
ABSTRAK Rhodamin B merupakan zat warna merah yang digunakan dalam industri tekstil, zat warna ini sangat beracun dan dapat menyebabkan kerusakan hati. Departemen Kesehatan melarang keras penggunaan Rhodamin B untuk pewarna makanan. Pedagang cabe giling sering menambahkan Rhodamin B agar cabe giling terlihat merah segar dan tidak cepat masam. Hasil penelitian terhadap sepuluh pedagang cabe giling di pasar tradisional Tambun, Cibitung dan Bekasi menunjukan bahwa 70% sampel terdeteksi mengandung Rhodamin B, 60% pedagang mengetahui bahwa Rhodamin B sebenarnya dilarang untuk digunakan, tetapi 50% dari mereka tetap menggunakannya. Uji faktor dengan Fisher Exact Probability test (p=0,534) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan penggunaan Rhodamin B dalam cabe giling antara responden yang tahu bahaya dan tidak tahu bahayanya Rhodamin B. Kata kunci: cabe giling, Rhodamin B, fisher exact probability test
1
Jurusan Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Bina Nusantara, Jln. Kebon Jeruk Raya No.27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530,
[email protected]
126
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 2 Juli 2009: 126-134
PENDAHULUAN Di beberapa daerah di Indonesia, penelitian tentang kandungan zat warna Rhodamin B pada makanan telah banyak dilakukan. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penggunaan Rhodamin B sangat menghawatirkan. Segi istimewanya zat pewarna tersebut adalah harga yang murah, mudah larut dan menyebar serta memberi warna cerah yang merata, hingga membuat warna makin lebih menarik, dan seperti warna asli pada produk yang warnanya sudah luntur atau hilang atau berubah selama proses pengolahan. Di Kota Madya Surakarta ditemukan 9,76% jajanan anak SD yang berupa minuman mengandung Rhodamin B (Wirasto, 2008). Selain itu, beberapa jenis makanan ditemukan mengandung rhodamin B di antaranya adalah kerupuk (58%), terasi (51%), dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap, dan cendol. Penelitian yang dilakukan oleh Djarismawati dkk terhadap pedagang cabe giling di daerah Kramat Jati, Tanah Abang, dan Pasar Minggu menunjukkan bahwa 67% sampel mengandung Rhodamin B (Djarismawati dkk, 2004). Pada umumnya, masyarakat Indonesia menyukai masakan yang terasa pedas. Hampir di setiap daerah di Indonesia, masakan tradisionalnya (terutama Sumatera) menggunakan cabe giling untuk memberikan rasa pedas. Cabe giling yang digunakan dalam masakan, ada yang dibuat dengan menghaluskan sendiri cabe segar. Namun, dengan alasan lebih praktis, banyak konsumen yang membeli cabe giling yang telah jadi di pasar. Warna merah dari cabe giling murni mudah berubah menjadi kusam bila dibiarkan di udara terbuka dan hanya bertahan satu hari cabe giling murni akan berbau masam. Dari pengamatan peneliti, cabe giling yang dijual di pasar tradisional di daerah Bekasi, terlihat merah segar yang dapat bertahan dua hari tanpa menimbulkan bau masam. Hal ini diduga mengandung zat warna sintetis, yaitu Rhodamin B. Ironisnya, pada saat membeli cabe giling di pasar, konsumen akan memilih cabe giling yang terlihat merah segar dibanding yang warnanya kusam. Pada observasi pendahuluan, mereka menganggap cabe giling kusam berasal dari cabe yang kurang baik (busuk). Sedangkan yang berwarna merah dianggap dari cabe segar. Konsumen umumnya tidak mengetahui adanya zat warna yang mungkin ditambahkan ke dalam cabe giling yang berwarna merah segar. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, berapa persen dari sampel cabe giling yang dijual di pasar tradisional Bekasi positip mengandung rhodamin B?. Kedua, apakah ada perbedaan penggunaan Rhodamin B bagi pedagang yang mengetahui dan yang tidak mengetahui bahayanya?. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa persen pedagang cabe giling di daerah Bekasi yang menggunakan Rhodamin B pada cabe giling yang dijualnya, dan berapa persen dari pedagang cabe giling yang mengetahui Rhodamin B berbahaya tetapi tetap menggunakannya. Hasil penelitian ini diharapkan untuk memberi informasi pada masyarakat yang biasa membeli cabe giling di pasar agar lebih hati-hati dalam memilihnya; memberi wacana bagi peneliti yang lain untuk melakukan penelitian laniutan (penelitian kuantitatif); dan memberi informasi pada pihak berwenang (dinas kesehatan) untuk melakukan pengawasan lebih intensif terhadap makanan yang menggunakan zat warna berbahaya.
Tinjauan Pustaka Rhodamin B Rhodamine B dengan rumus molekul C28H31N2O3Cl (no. indeks 45170 C.I. Food red 10) merupakan pewarna merah sintetis, dibuat dari “dietilaminophenol” dan “phatalic anchidria” yang sangat beracun dan berfluorensi bila terkena cahaya matahari, berbentuk serbuk kristal berwarna
Uji Faktor Tingkat Pemahaman …... (Heruna Tanty)
127
kehijauan, berwarna merah keunguan jika terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B dapat larut dalam air (kelarutan: 50 gr/L), dalam asam asetat (kelarutan “ 400 gr/L), methanol atau etanol. Massa molekul relatif 479, 02 dan titik leleh Rhodamin B 210 – 211oC. Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetik yang berbahaya. Rumus kimia Rhodamin B seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini dan absorpsi serta Flourescene Imission Spektra seperti tertera dalam Gambar 2.
Gambar 1 C28H31N2O3Cl, Rumus kimia Rhodamin B
Gambar 2 Flourescene Imission Spektra
Grafik di atas merupakan molar extinction coefficient Rhodamin B yang dilarutkan dalam etanol. Molar extinction coefficient Rhodamin B adalah 106,000 M-1cm-1 pada panjang gelombang 542, 75 nm. (http://mbrio-food.com/article5.htm). Toksisitasnya termasuk bahan kimia berbahaya (harmful). Berbahaya bila tertelan, terhisap pernapasan atau terserap melalui kulit. Toksisitasnya adalah ORL - RAT LDLO 500 mg Kg-1. Rhodamine B biasanya digunakan untuk pewarna kertas, wol dan sutra. Badan POM telah melarang keras penggunaan Rhodamin B dalam makanan (Kep.Ditjen POM 0036/C/SK/II/1990). Pengkonsumsian dalam jumlah yang besar maupun berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif, yaitu iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan, dan gangguan hafi/liver (Depkes, 2002) dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis 150 – 600 ppm Rhodamin B pada makanan tikus putih menunjukkan gejala kerusakan hati. (Pipih, S, dan Juli, S.S, 2000). Dari penelitian terdahulu, telah ditemukan penggunaan Rhodamin B dalam beberapa jenis makanan seperti pada Tabel 1 (http://www.pom.go.id/surv/events/foodwatch%201st%20edition.pdf).
128
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 2 Juli 2009: 126-134
Tabel 1Kandungan rhodamin B Berdasarkan Jenis Pangan Jenis pangan Kerupuk Terasi Makanan ringan Lainnya
Jumlah sampel yang dianalisis 71 80 36 128
MS
TMS
30 (42%) 39 (48%) 21 (58%) 70 (55%)
41 (58%) 41 (51%) 15 (42%) 58 (45%)
315
160 (51%)
155 (49%)
Total
Uji Rhodamin B Pengujian Rhodamin B pada cabe giling, secara kualitatif dapat menggunakan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis (KLT). Prinsip dari metode kromatografi ini didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda dengan zat pewarna makanan sintetis, di antaranya karena daya kelarutannya dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B (merah), Methanil Yellow kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak mudah larut dalam air. Pada Tabel 2, dapat dilihat daftar beberapa pewarna sintetik mudah larut dan tidak mudah larut dalam air. Tabel 2 Pembagian Pewarna Sintetis Berdasarkan Kemudahannya Larut dalam Air No
Pewarna Sintetis
Warna
Mudah larut di air
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rhodamin B Methanil Yellow Malachite Green Sunset Yelow Tatrazine Brilliant Blue Carmoisine Erythrosine Fast Red E Amaranth Indigo Carmine Ponceau 4R
Merah Kuning Hijau Kuning Kuning Biru Merah Merah Merah Merah Biru Merah
Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Prinsip kerja kromaatografi kertas adalah kromatograph kertas dengan pelarut air (PAM, destilata, atau air sumur). Setelah zat pewarna diteteskan di ujung kertas rembesan (elusi), air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna yang larut dalam air (zat pewarna makanan) lebih jauh dibandingkan dengan zat pewarna tekstil. Cara kerja analisis ini adalah melarutkan suatu zat pewarna yang dicurigai ke dalam air destilata, sehingga didapat konsentrasi 1,0 mg/ml atau 1 g/l, kemudian larutan tersebut diteteskan (spot) pada +2 cm dari ujung kertas saring yang berukuran 20x20 cm. Selanjutnya kertas saring tersebut dimasukkan ke dalam gelas yang telah diisi air secukupnya (diletakkan 1-1,5 cm dari basar gelas). Air akan terhisap secara kapiler atau merembes ke atas, dan air dibiarkan merembes sampai 3/4 tinggi gelas. Kertas saring diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, kertas dilipat dua dan dilipat lagi menjadi tiga sehingga terdapat 8 bagian antara spot asli dan batas pelarut. Seluruh analisis ini dapat selesai kurang dari 1, 5 jam. Hasilnya zat pewarna tekstil praktis tidak bergerak pada tempatnya.
Uji Faktor Tingkat Pemahaman …... (Heruna Tanty)
129
Pada pengujian dengan kromatografi lapis tipis (KLT), dibutuhkan ekstrak rhodamin B yang terdapat dalam cabe giling dengan cara (1) masukkan 30 gr sampel cabe merah giling ke dalam erlemeyer, kemudian tambahkan asam arsetat 6%; (2) masukkan segumpal benang wool sebesar ibu jari, lalu panaskan selama 30 menit. Angkat benang wool yang telah dipanaskan dalam larutan sampel dan cuci dengan air keran yang mengalir; (3) benang wool yang telah dicuci air, masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan NH4OH 10% secukupnya, goyang-goyang sampai semua warna larut kembali; (4) pisahkan filtrat dari benang wool dengan disaring, lalu panaskan dalam oven sampai kering; (5) larutkan kembali ekstrak dalam NH4OH 10% sebanyak 95 ml, kemudian lakukan uji filtrate dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan pengembang n-butanol, amoniak, etil asetat (55:25:20) yang menghasilkan noda berwarna merah muda jika dilihat secara visual dan memberikan fluoresensi kuning jika dilihat di bawah sinar UV 254 nm. Bercak yang timbul dihitung nilai Rfnya. Agar bercak lebih jelas terlihat, semprot menggunakan HCl pekat dan H2SO4 pekat dan bandingkan Rf sampel dan Rf larutan standar Rhodamine B (Djarismawati dkk, 2004). Fisher Exact Probability Test Merupakan salah satu teknik uji statistik dengan menggunakan tabel kontingensi 2 x 2 yang biasa diterapkan pada jumlah sampel kecil. Dengan hypothesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan dari dua kelompok sampel yang diteliti. Menurut R.A Fisher, probabiltas (p) dari kedua kelompok data yang telah disusun dalam tabel kontingensi dapat dihitung dengan rumus: p=
(a+b)! (c+d)! (A+c)! (b+d)! _______________________ N ! a! b! c! d!
N a b c d
= = = = =
jumlah responden jumlah responden yang tahu bahayanya Rhodamin B dan menggunakannya jumlah responden yang tahu bahayanya Rhodamin B, tetapi tidak menggunakannya jumlah reponden yang tidak mengetahui bahayanya Rhodamin B dan menggunakannya jumlah responden yang tidak mengetahui bahayanya Rhodamin B dan tidak menggunakannya
Jika nilai p hitung > dari α , maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan dari dua kelompok yang diteliti (http://en.wikipedia.org/wiki/Fisher's_exact_test).
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2008. Sampel dipilih 10 pedagang cabe giling di pasar tradisional di daerah Bekasi. Masing-masing 4 pedagang di pasar Cibitung, 3 pedagang di pasar Tambun, dan 3 pedagang di pasar Baru Bekasi. Penentuan jumlah pedagang yang dijadikan sampel berdasarkan ratio jumlah pedagang di masing-masing pasar tradisional tersebut, dan pengambilan sampel cabe giling sebanyak 100 gr di masing-masing pedagang dilakukan pada pagi hari (pk. 07.00), dengan alasan cabe giling masih segar. Pengujian adanya Rhodamin B dalam cabe giling dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) di laboratorium. Sedangkan untuk mengetahui pemahaman pedagang tentang zat warna Rhodamin B dan bahayanya, dilakukan dengan wawancara langsung terhadap para pedagang cabe giling di ketiga lokasi penelitian. Untuk mengetahui hubungan pemahaman responden tentang Rhodamin B dan tingkat penggunaannya, dihitung menggunakan statistik Fisher Exact Probability test dengan rumus sebagai berikut.
130
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 2 Juli 2009: 126-134
(a+b)! (c+d)! (A+c)! (b+d)! p = ------------------------------------N ! a! b! c! d! N a b c d
= = = = =
jumlah responden jumlah responden yang tahu bahayanya Rhodamin B dan menggunakannya jumlah responden yang tahu bahayanya Rhodamin B, tetapi tidak menggunakannya jumlah reponden yang tidak mengetahui bahayanya Rhodamin B dan menggunakannya jumlah responden yang tidak mengetahui bahayanya Rhodamin B dan tidak menggunakannya (Sugiyono, 2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Tabel 3 Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Tiga Pasar Bekasi No 1 2 3 JUMLAH
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA
Jumlah 4 3 3 10
% 40 30 30 100
Tabel 4 Persentase Responden Menurut Lamanya Berdagang Cabe Giling No 1 2 3
Lama berdagang < 2 tahun 2 – 3 tahun > 3 tahun
Jumlah 2 3 5
% 20 30 50
Tabel 5 Jumlah Responden yang Tahu tentang Bahaya Rhodamin B No 1 2 3 JUMLAH
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA
Tahu 1 2 3 6
% 10 20 30 60
Tdk Tahu 3 1 0 4
% 30 10 0 40
Tabel 6 Jumlah Sampel Terdeteksi Menggunakan Rhodamin B pada Cabe Giling No 1 2 3 JUMLAH
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA
Uji Faktor Tingkat Pemahaman …... (Heruna Tanty)
Menggunakan 3 2 2
% 30 20 20 70
131
Tabel 7 Prosentase Responden yang Mengetahui Bahaya Rhodamin B dan Menggunakannya No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 JUMLAH
SD SMP SMA
Mengetahui & Menggunakan 1 2 2
% 10 20 20 50
Tabel 8 Prosentase Responden yang Mengetahui Bahayanya Rhodamin B dan Tidak Menggunakannya No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 JUMLAH
SD SMP SMA
Mengetahui & Tidak Menggunakan 0 0 1
% 0 0 10 10
Tabel 9 Prosentase Responden yang Tidak Tahu Bahayanya Rhodamin B dan Menggunakannya No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 JUMLAH
SD SMP SMA
Tidak Mengetahui & Menggunakan 2 1 0
% 20 10 0 30
Tabel 10 Prosentase Responden yang Tidak Tahu Bahaya Rhodamin B dan Tidak Menggunakannya No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 JUMLAH
SD SMP SMA
Tidak Mengetahui & Tidak Menggunakan 1 0 0 1
% 10 0 0 10
Pembahasan Dari data yang diperoleh, menunjukkan bahwa 7 sampel cabe giling dari 10 sampel yang diteliti (70%) terdeteksi menggunakan zat warna Rhodamin B, dan 6 pedagang dari 10 pedagang cabe giling (60%) mengetahui tentang bahaya Rhodamin B jika digunakan dalam makanan, tetapi 5 pedagang dari 10 pedagang cabe giling (50%) mengetahui Rhodamin B berbahaya digunakan, namun tetap menambahkannya pada cabe giling yang mereka jual. Hanya 10% yang tahu bahaya Rhodamin B dan tidak menggunakannya. Sesuai dengan tingkat pendidikannya, responden yang mengetahui bahaya Rhodamin B, tetapi tetap menggunakan adalah responden yang berpendidikan SMP dan SMA masing-masing 66,6%, sedangkan dari responden dengan tingkat pendidikan SD hanya 25%. Untuk memudahkan analisis
132
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 2 Juli 2009: 126-134
tentang hubungan antara pengetahuan pedagang tentang bahaya Rhodamin B dengan tingkat penggunaannya pada cabe giling, digunakan data pada Tabel 11. Tabel 11 Responden yang Tahu/Tidak Tahu Bahaya Rhodamin–B dan Menggunakan/Tidak Menggunakan Rhodamin B Responden Tahu Bahaya Rh-B Tidak Tahu Bahaya Rh-B Jumlah
Menggunakan Rh-B 5
Tdk Menggunakan Rh-B 1
Jumlah
3 8
1 2
4 10
6
Dari tabel tersebut dapat dihitung nilai p sebagai berikut. 6! 4! 8! 2! P = ------------------------ = 0,534 10! 5! 1! 3! 1! Karena nilai p hitung (0,534) > α = 0, 05, maka berarti Ho diterima. Artinya, responden yang tahu atau tidak tahu bahaya penggunaan Rhodamin B memiliki kecenderungan sama dalam penggunaan Rhodamin B pada cabe giling yang dijualnya.
PENUTUP Dari hasil penelitian tentang tingkat pemahaman dan penggunaan zat warna Rhodamin B pada pedagang cabe giling di pasar tradisional daerah Bekasi, dapat disimpulkan: bahwa dari 10 sampel cabe giling yang dijual di pasar tradisional Cibitung, Tambun dan Pasar Baru Bekasi, terdapat 70% sampel menggunakan Rhodamin B. Sekitar 60 % pedagang sebenarnya tahu bahaya Rhodamin B, tetapi 50% dari mereka yang mengetahui bahayanya rhodamin B tetap menggunakannya. Pedagang yang menggunakan justru dari tingkat pendidikan SMP dan SMA. Hasil uji faktor hubungan pengetahuan pedagang tentang bahaya Rhodamin B dan tingkat penggunaannya menunjukkan tidak terdapat perbedaan. Dengan kata lain, pedagang yang mengetahui dan tidak mengetahui bahaya Rhodamin B memiliki kecenderungan sama dalam menggunakan Rhodamin B. Untuk lebih melindungi konsumen dari bahaya yang ditimbulkan oleh makanan yang mengunakan zat warna atau zat additive lainnya, maka Dinas Kesehatan Kabupaten diharapkan lebih intensif dalam melakukan pengawasan terhadap produk makanan/minuman yang beredar di pasar tradisional. Selain itu, masyarakat diberikan informasi melalui selebaran atau penyuluhan tentang bahaya zat warna Rhodamin B dan zat additive lainnya sehingga mereka memiliki pengetahuan yang mungkin dapat membatasi konsumsi makanan yang diduga mengandung zat tersebut.
Uji Faktor Tingkat Pemahaman …... (Heruna Tanty)
133
DAFTAR PUSTAKA Djrismawati dkk. Pengetahuan dan prilaku pedagang cabe merah giling dalam menggunakan Rhodamin B di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan, 3(1), 7-12, April 2004. Kep.
Ditjen POM 0036/C/SK/II/1990 tentang perubahan lampiran permenkes No.239/Menkes/Per/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya.
Pipih, S., dan Juli, S.S. (2000). Uji toksisitas zat warna makanan Rhodamin B terhadap jaringan hati Mencit (Mus Musculus) Galur Australia, Jurnal Toksikologi Indonesia, 1(3), 18-27, Desember 2000. Sugiyono. (2005). Metode penelitian bisnis, cetakan kedelapan, Bandung: Alfabeta. http://en.wikipedia.org/wiki/Fisher's_exact_test http://www.pom.go.id/surv/events/foodwatch%201st%20edition.pdf http://mbrio-food.com/article5.htm
134
Jurnal Mat Stat, Vol. 9 No. 2 Juli 2009: 126-134