CARA SUKSES MENANAM CABE MERAH Oleh : Idawanni Cabai (Capsicum Annum varlongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia.
Cabe
merupakan
tanaman
perdu
dari
famili
terong‐terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai merah merupakan salah satu tanaman sayuran
penting
di
Indonesia,
karena
mampu
memenuhi
kebutuhan khas masyarakat Indonesia akan rasa pedas dari suatu masakan. Cabai merah juga memberikan warna dan rasa yang dapat membangkitkan selera makan, karena banyak mengandung vitamin dan dapat juga digunakan sebagai obat-obatan, bahan campuran makanan dan peternakan (Setiadi, 2005). Cabai (Capsicum sp.) merupakan salah satu komoditas yang banyak dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan volume kebutuhannya terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi (Herlinda et al, 2007). Pada tahun 2011 luas panen cabai sebesar 239.770 ha dengan produksi 1.483.079 ton dan produktivitas sebesar 6,19 ton.ha -1, angka tersebut menunjukkan peningkatan produksi dibandingkan tahun 2010 sebesar 1.332.356 ton dengan produktivitas 5,61 ton.ha -1
(BPS, 2012). Peningkatan produksi cabai merah dapat terus diupayakan karena berdasarkan pernyataan Duriat et al., (1996) potensi hasil cabai merah dapat mencapai 12-20 ton ha-1. Buah cabai mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk
kesehatan
manusia.
Cabai
mengandung
dihidrokapsaisin, vitamin (A,C), damar, zat
kapsaisin,
warna kapsantin,
karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, dan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Buah cabai mengandung 15 g protein, 11 g lemak, 35 g karbohidrat, 150 mg kalsium, 9 mg besi (Prajnanta, 2003). Zat aktif kapsaisin berkhasiat sebagai stimulant dan sebagai zat anti kanker, kapsisidin berkhasiat untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi sistem pencernaan, kapsikol untuk mengurangi pegal-pegal, sakit gigi, sesak nafas, dan gatalgatal. Cabai hijau mengandung senyawa antioksidan yang berfungsi menjaga tubuh dari serangan radikal bebas (Daud, 2008). Kebutuhan akan cabai merah terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri makanan
yang
membutuhkan
bahan
baku
cabai.
Hal
ini
menyebabkan komoditi ini menjadi komoditi yang paling sering menjadi perbincangan di seluruh lapisan masyarakat karena harganya dapat melambung sangat tinggi pada saat-saat tertentu (Andoko, 2004). Mengingat prospek cabai merah yang sangat cerah maka perlu dibudidayakan secara intensif. Salah satu usaha
untuk
meningkatkan
hasil
cabai
merah
adalah
dengan
menggunakan benih bermutu dari suatu varietas. Cabai juga digunakan untuk keperluan industri seperti industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat‐obatan. Banyaknya khasiat cabai membuat tanaman ini memiliki peluang ekspor,
dan
dapat
meningkatkan
pendapatan
petani
serta
membuka kesempatan kerja. Ada
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan
sebelum
melakukan budidaya cabe merah agar hasil yang diperoleh juga maksimal. Tanaman cabe merah bisa hidup dengan baik di daerah yang disinari matahari selama 10 hingga 12 jam per harinya, dan memiliki suhu sekitar 24 sampai 28 derajat celcius. Selain itu tanaman cabe merah juga tumbuh subur di tempat dengan kelembapan 80 persen dan PH antara 6 sampai 7. Strategi dalam menanam cabe merah adalah, jangan menanam cabe di saat musim harga cabe sedang anjlok atau saat pasokan cabe melimpah. Pilih jenis cabe yang harga jualnya tinggi dan harga bibitnya tidak terlalu mahal, rawat cabe dengan metode yang tepat. 1. Pengolahan Lahan Sebelum menanam benih cabe, terlebih dahulu media atau tanah yang akan digunakan untuk menanam harus diolah karena tanah sebagai media tumbuh sangat dipengaruhi oleh struktur tanah. Struktur tanah yang baik akan mempengaruhi sirkulasi
udara dalam tanah, laju infiltrasi air, penetrasi akar dan efisiensi dalam pemanfaatan pupuk ( Osman, 1996). Tanah yang telah siap diolah kemudian dicampur dengan pupuk kandang. Apabila tanah tersebut terlalu asam bisa ditambahkan dolomit sebanyak 2-4 ton/ha. Buat bedengan dengan lebar satu meter tinggi 30-40 cm dan jarak antar bedengan 60 cm. Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan, untuk memudahkan pemeliharaan panjang bedengan maksimal 15 meter. Buat saluran drainase yang baik karena tanaman cabe merah tidak tahan terhadap genangan air. Budidaya cabe merah menghendaki tanah yang memiliki tingkat keasaman tanah pH 6-7. Apabila nilainya terlalu rendah (asam), daun tanaman cabe merah akan terlihat pucat dan mudah terserang virus. Pemberian pembajakan
kapur
dan
atau
pembuatan
dolomit
dilakukan
bedengan.
pada
Campurkan
saat pupuk
organik, bisa berupa kompos atau pupuk kandang pada setiap bedengan secara merata. Kebutuhan pupuk organik untuk budidaya cabe merah adalah 20 ton per hektar. Selain pupuk organik tambahkan juga urea 350 kg/ha dan KCl 200 kg/ha. Untuk budidaya cabe intensif sebaiknya, bedengan ditutup dengan mulsa plastik perak hitam. Penggunaan mulsa plastik mempunyai konsekuensi biaya namun mendatangkan sejumlah manfaat. Mulsa bermanfaat untuk mempertahankan kelembaban, menekan erosi, mengendalikan gulma dan menjaga kebersihan kebun. Setelah lahan atau media siap, yang harus dipersiapkan selanjutnya adalah
benih. Pilih benih yang sesuai dengan kondisi lahan. Atau jika menginginkan biaya yang lebih murah, bisa menggunakan biji cabe hasil panen yang telah diseleksi. 2. Penyemaian Metode
penyemaian
untuk
budidaya
cabe
sebaiknya
menggunakan polybag (baik dari plastik atau daun-daunan). Siapkan campuran tanah, arang sekam dan kompos atau pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 atau, kalau tidak ada arang sekam gunakan tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Sebelum dicampur, media tersebut diayak agar halus. Satu benih untuk satu polybag. Sebaiknya buat naungan untuk tempat penyemaian untuk menghindari terik matahari dan air hujan. Apabila ada biaya, ada baiknya melindungi tempat penyemaian dengan jaring pelindung hama atau serangga. Susun polybag yang telah diisi media semai dalam naungan tersebut. Lakukan penyiraman pada pagi dan sore hari. 3. Penanaman Buat lubang tanam sebanyak dua baris dalam setiap bedengan dengan jarak 60-70 cm. Sebaiknya lubang tanam dibuat zig zag, tidak sejajar. Hal ini berguna untuk mengatur sirkulasi angin dan penetrasi sinar matahari. Diameter dan kedalaman lubang tanam kurang lebih 10 cm, atau disesuaikan dengan ukuran polybag semai. Penanaman benih cabe merah setelah
disemai sebaiknya dilakukan di waktu pagi atau sore hari. Jangan lakukan penanaman saat matahari sedang terik. Dan usahakan agar sekali penanaman langsung selesai dalam sehari. Untuk menanan bibit cabe, lepas terlebih dahulu plastik polybag yang membungkusnya. Beri jarak antar satu tanaman dengan tanaman lain. Hindarkan cabe merah dari berbagai jenis hama yang mengancam seperti ulat dan bekicot. 4. Perawatan Perawatan tanaman cabe merah terbilang simpel. Tidak membutuhkan banyak biaya dan tenaga. Tanaman ini tidak memerlukan banyak air, jadi untuk penyiraman bisa dilakukan apabila tanah sudah terlihat kering. Periksa tanaman pada satu sampai dua minggu pertama untuk melakukan penyulaman tanaman. Apabila ada tanaman yang mati atau pertumbuhannya abnormal segera cabut dan ganti dengan bibit yang baru. Budidaya
cabe
memerlukan
pemasangan
ajir
(tongkat
bambu) untuk menopang tanaman berdiri tegak, dengan jarak mnimal 4 cm dari pangkal batang. Pemasangan ajir sebaiknya dilakukan pada hari ke-7 sejak bibit dipindahkan. Apabila tanaman terlalu besar dikhawatirkan saat ajir ditancapkan akan melukai perakaran,
sehingga
tanaman
mudah
terserang
penyakit.
Pengikatan tanaman pada ajir dilakukan setelah tanaman berumur diatas satu bulan.
Perempelan atau pemotongan tunas dilakuan setelah 3 minggu, potong tunas yang tumbuh pada ketiak daun sampai terbentuk cabang utama, ditandai dengan kemunculan bunga pertama atau kedua. Pemupukan susulan dilakukan setiap dua minggu sekali atau minimal 8 kali hingga panen terakhir. Pemupukan susulan dilakukan dengan pengocoran pupuk pada setiap lubang tanam. Pemupukan yang paling praktis adalah dengan menggunakan pupuk organik cair. Siramkan 100 ml larutan pupuk yang telah diencerkan pada setiap tanaman. Bisa juga ditambahkan NPK pada campuran tersebut. Selain itu pemberian pupuk bisa dilakukan seminggu sekali. 5.
Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dalam budidaya cabe cukup
vital. Banyak kasus budidaya yang gagal karena serangan hama dan penyakit. Kendala yang sering dihadapi dalam peningkatan produksi tanaman cabai ialah gangguan hama dan penyakit. Salah satu kelompok serangga yang merupakan hama penting bagi tanaman cabai adalah lalat buah. Serangan hama ini menyebabkan kerugian yang cukup besar, baik secara kuantitas maupun kualitas. Luas serangan lalat buah di Indonesia mencapai 4.790 ha dengan kerugian mencapai 21,99 miliar rupiah (Nismah dan Susilo, 2008). Di Indonesia terdapat 66 spesies lalat buah. Diantara species itu,
yang dikenal sangat merusak yaitu Bactrocera spp. (Herlinda et al, 2007). Hama Jenis‐jenis hama yang banyak menyerang tanaman cabai antara lain : kutu daun dan trips. Kutu daun menyerang tunas muda cabai secara bergerombol. Daun yang terserang akan mengerut dan melingkar. Cairan manis yang dikeluarkan kutu, membuat semut dan embun jelaga berdatangan. Embun jelaga yang hitam ini sering menjadi tanda tak langsung serangan kutu daun. Pengendalian kutu daun (Myzus persicae Sulz) dengan memberikan pestisida sistemik pada tanah sebanyak 60‐90 kg/ha atau sekitar 2 sendok makan/10 m2 area. Apabila tanaman sudah tumbuh semprotkan insektisida. Serangan hama trips amat berbahaya bagi tanaman cabai, karena hama ini juga vector pembawa virus keriting daun. Gejala serangannya berupa bercak‐bercak putih di daun karena hama ini mengisap cairan daun tersebut. Bercak tersebut berubah menjadi kecokelatan dan mematikan daun. Serangan berat ditandai dengan keritingnya daun dan tunas. Daun menggulung dan sering timbul benjolan seperti tumor. Hama trips (Thrips tabaci) dapat dicegah dengan banyak cara yaitu: pemakaian mulsa jerami, pergiliran tanaman, penyiangan gulma atau rumputan pengganggu, dan menggenangi
lahan
dengan
air
selama
beberapa
waktu.
Pemberian pestisida sistemik pada waktu tanam seperti pada pencegahan kutu daun mampu mencegah serangan hama trip
juga. Akan tetapi, untuk tanaman yang sudah cukup besar, dapat disemprot dengan insektisida. Penyakit Penyakit antraks atau patek yang disebabkan oleh cendawan Colletotricum capsici dan Colletotricum piperatum, dengan gejala serangan ialah timbulnya bercak‐bercak pada buah dan menjadi
kehitaman
dan
membusuk,
kemudian
buah rontok.
pengendaliannya menggunakan fungisida seperti Antracol. Dosis dan aplikasi dapat dilihat pada labelnya. Penyakit lainnya yang banyak menyerang cabai antara lain dan yang cukup berbahaya ialah keriting daun yang disebabkan oleh virus. Gejala serangan penyakit keriting daun sesuai namanya ditandai oleh keriting dan mengerutnya daun, tetapi keadaan tanaman tetap sehat dan segar. Pengendalian penyakit ini cegah dengan penyemprotan fungisida Dithane M 45, Antracol, Cupravit, Difolatan. Konsentrasi yang digunakan cukup 0,2‐0,3%. Apabila masih terserang juga maka sebaiknya tanaman dicabut dan dibakar. Prabaningrum dan Suhardjono (2007) menyatakan bahwa pemilihan pestisida oleh petani cenderung tidak berdasarkan OPT yang menyerang. Padahal ketepatan identifikasi OPT sangat diperlukan sebagai landasan tindakan pengendalian. 6. Pemanenan
Panen tanaman cabe merah dapat dilakukan setelah 60 sampai 75 hari setelah ditanam. Frekwensi panen cabe merah ini bisa mencapai 30 sampai 40 kali, tergantung jenis cabe yang ditanam. Biasanya pada panen pertama jumlahnya hanya sekitar 50 kg. Panen kedua naik hingga 100 kg. Selanjutnya 150, 200, 250, hingga 600 kg per hektar. Setelah itu hasilnya menurun terus, sedikit demi sedikit hingga tanaman tidak produktif lagi. Tanaman cabai dapat dipanen terus‐menerus hingga berumur 6‐7 bulan. Cara panennya cukup mudah, tinggal dipetik cabe yang tidak terlalu tua. Pemetikan disarankan pada saat pagi hari setelah embun mengering agar cabe tidak layu. Daftar Pustaka Andoko, A. 2004. Budidaya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 hlm. Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai 2011. http://www.bps.go.id [12 Agustus 2012]. Daud, D. 2008. Pengkajian Pengendalian Terpadu Lalat Buah Pada Tanaman Cabai Rawit. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEIPFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008. Hal 250-259. Duriat, A.S. 1996. Cabai merah : Komoditas Prospektif dan Andalan. Dalam: Atie Sri Duriat, A.W.W. Hadisoeganda, Thomas Agoes Soetiarso, dan L. Prabaningrum (Eds.). Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lembang. pp 1-3. Herlinda, S., Mayasari. R., Adam, T dan Y.Pujiastuti. 2007. Populasi Dan Serangan Lalat Buah Bactrocera dorsalis (HENDEL) (Diptera: Tephritidae) serta Potensi Parasitoidnya Pada Pertanaman Cabai (Capsicum annuum L.). Seminar Nasional dan Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Barat, Palembang, 3-5 Juni 2007. Nismah dan Susiloa. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah (Diptera : Tephritidae) Pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan Di Bukit Rigis, Sumberjaya, Lampung Barat. J. HPT Tropika 8: 82-89. Osman, F. 1996. Memupuk Tanaman Padi dan Palawija. Penebar Swadaya, Jakarta. 87 hlm. Prajnanta. 2003. Mengatasi Permasalahan Bertanam Cabai. Penebar Sawadaya. Jakarta. Prabaningrum, L. dan Y.R. Suhardjono. 2007. Identifikasi Spesies Trips (Thysanoptera) pada Tanaman Paprika (Capsicum annuum var. grossum) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. J. Hort 17(3):270-276. Setiadi. 2005. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 183 hlm.