Burhanuddin: Uji Efektivitas Fungisida Saromil 35SD ….
UJI EFEKTIVITAS FUNGISIDA SAROMIL 35SD (b.a. Metalaksil) TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronsclerospora philippinensis) PADA TANAMAN JAGUNG Burhanuddin Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Penyakit bulai yang disebabkan oleh cendawan P. philippinensis adalah salah satu penyakit utama jagung yang sering menjadi kendala biotis dalam produksi jagung di Indonesia. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai menyebabkan kehilangan hasil antara 60 – 90 %, bahkan sering terjadi puso. Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang banyak dilakukan selama ini adalah penggunaan fungisida berbahan aktif metalaksil seperti Saromil 35SD melalui perlakuan benih (seed treatment). Penggunaan fungisida metalaksil secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan semakin intensifnya penanaman jagung tanpa disertai tertib tanam yang tepat, akan memicu terjadinya resistensi cendawan penyebab penyakit bulai, seperti kasus resistensi P. maydis terhadap fungisida metalaksil di Bengkayang Kalimantan Barat dan Kediri Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas fungisida Saromil 35SD (b.a.metalaksil) terhadap penyakit bulai (P. philippinensis) pada tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2013 di rumah kawat (screen house) Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Sulawesi Selatan. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) empat ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 1) varietas Anoman, seed treatment dengan fungisida Saromil 5g/kg benih jagung, 2) varietas Anoman tanpa seed treatment, 3) varietas Pulut Uri, seed treatment dengan fungisida Saromil 5g/kg benih jagung, dan 4) varietas Pulut Uri tanpa seed treatment. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan benih (seed treatment) dengan fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil) dengan dosis 5g/kg benih jagung efektif menekan serangan penyakit bulai (P. philippinensis) pada tanaman jagung, di Maros Sulawesi Selatan. Kata kunci: Penyakit bulai, P. philippinensis, saromil 35SD, metalaksil dan efektivitas.
PENDAHULUAN Salah satu kendala biotis dalam produksi jagung adalah penyakit bulai, merupakan salah satu penyakit utama jagung, tersebar luas di semua propinsi di Indonesia. Penyakit bulai disebabkan oleh 10 spesies cendawan dari tiga genera yaitu genus Peronosclerospora, genus Scleropthora, dan genus Scelorospora (Wakman dan Djatmiko 2002). Namun hingga saat ini, hanya tiga spesies yang dilaporkan menyerang tanaman jagung di Indonesia yaitu P. maydis di pulau Jawa dan Kalimantan, P. sorghi di Brastagi Sumatera dan Malang Jawa Timur, sedangkan P. philippinensis dominan di pulau Sulawesi (Wakman et al. 2006). Beberapa laporan menyebutkan bahwa penyakit bulai mewabah di beberapa daerah sentra produksi jagung di Indonesia seperti di Kalimantan Barat (Wakman et al.
68
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
2007 dan 2008), Sumatera Utara, dan Kediri Jawa Timur (Laporan Ka Balitsereal, 2008; Soenartiningsih dan Talanca, 2010; Burhanuddin, 2010a). Pada tahun 2010 dan 2011 serangan penyakit bulai terjadi di Lampung masing-masing seluas 599 ha dan 1.138 ha (BPTPH Lampung 2012). Selanjutnya, tahun 2013 di Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah dilaporkan lebih dari 220 ha tanaman jagung terserang penyakit bulai meyebabkan kerugian petani sekitar Rp. 500 juta lebih (Wijaya 2013). Kerusakan akibat penyakit bulai pada jagung cukup besar. Burhanuddin dan Pakki (1999), serta Pakki dan Djabbar (1999) melaporkan kehilangan hasil antara 60-90% dan potensi kehilangan hasil tertinggi apabila tanaman terinfeksi pada umur muda. Bahkan tanaman dapat menjadi puso terutama pada varietas jagung yang peka (Sudjono 1988; Semangun 2004). Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan berbagai cara, Salah satu diantaranya yang banyak dilakukan karena dianggap efektif menekan bulai selama ini adalah penggunaan fungisida berbahan aktif metalaksil (Wakman et al. 2007). Metalaksil telah digunakan lebih dari 20 tahun yakni sejak tahun 1980-an (Jasis dan Hamid 1981) dan hingga saat ini benih jagung yang beredar di pasaran umumnya telah diberi perlakuan seed treatment dengan metalaksil utamanya varietas jagung hibrida. Fungisida metalaksil dipasarkan dalam berbagai merek dagang dan formulasi seperti Apron 35WS, Ridomil 35SD dan Saromil 35SD yang digunakan khusus untuk perlakuan benih/seed treatment (Reddy et al. 1990), tetapi yang banyak digunakan baik oleh petani maupun perusahaan benih jagung di Indonesia adalah Saromil 35SD. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metalaksil terbukti efektif menekan penyakit bulai (Wakman dan Kontong 1986; dan Rahamma et al. 1998 Dalam Tandiabang, 2010), dilain pihak dilaporkan tidak efektif lagi menekan penyakit bulai P. maydis (Burhanuddin 2011), seperti kasus resistensi yang terjadi pada tahun 2008 di Bengkayang Kalimantan Barat dan di Kediri Jawa Timur tahun 2011, dimana metalaksil tidak efektif menekan penyakit bulai P. Maydis pada jagung walaupun diberikan dosis tiga kali lipat lebih tinggi dari dosis anjuran (Wakman et al. 2008; Burhanuddin 2011; Talanca et al. 2011). Penggunaan metalaksil secara terus menerus dalam jangka waktu lama telah memicu terjadi resistensi pada P. maydis. Apakah kasus seperti tersebut juga telah terjadi pada P. phillippinensis yang dominan menyerang tanaman jagung di pulau Sulawesi, belum tersedia data tentang hal tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil) terhadap penyakit bulai (P. philippinensis) pada tanaman jagung.
69
Burhanuddin: Uji Efektivitas Fungisida Saromil 35SD ….
METODOLOGI Penelitian ini dilakukan di rumah kawat (screen house) Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Sulawesi Selatan pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) empat ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 1) varietas Anoman dengan seed treatment fungisida Saromil 5g/kg benih jagung, 2) varietas Anoman tanpa seed treatment, 3) varietas Pulut Uri dengan seed treatment fungisida Saromil 5g/kg benih jagung, dan 4) varietas Pulut Uri tanpa seed treatment. Tanaman sumber inokulum (varietas Anoman) ditanam disekeliling petak pengujian lebih awal tiga minggu sebelum tanaman uji ditanam. Pada umur 10 hari setelah tanam diinokulasi dengan suspensi konidia P. philippinensis. Selanjutnya, benih jagung varietas Anoman dan Pulut Uri baik yang telah diberi perlakuan seed treatment maupun tanpa perlakuan seed treatment ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 10 cm pada baris sepanjang 2,0 m, 2 biji per lubang tanaman (40 tanaman/baris). Takaran pupuk yang digunakan 300 kg urea dan 400 kg Ponskha/ha. Pemupukan pertama dan kedua dilakukan pada umur 10 dan 30 hari setelah tanam (HST) dengan takaran masing-masing 150 kg urea dan 200 kg Ponskha/ha. Pengamatan serangan penyakit bulai pada tanaman sumber inokulum dilakukan pada 3 dan 4 minggu setelah inokulasi (MSI), sedangkan pada tanaman perlakuan yang diuji diamati pada umur 3, 5 dan 7 minggu setelah tanam (MST) dengan cara menghitung jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap perlakuan. Persentase serangan bulai dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
I =
Jumlah tanaman terinfeksi bulai ---------------------------------------------- x 100 % Jumlah tanaman yang diamati
Keterangan I = Intensitas serangan bulai
HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman sumber inokulum yang telah diinokulasi dengan suspensi konidia penyakit bulai P. philippinensis pada umur 10 hari setelah tanam mulai memperlihatkan gejala serangan penyakit bulai pada 2 minggu setelah inokulasi (HSI) dan menyebar pada populasi tanaman. Gejala penyakit bulai secara umum dapat dilihat pada tanaman jagung yang terinfeksi bulai yaitu daunnya berwarna kuning keputih-putihan dan bergaris-garis khlorofil sejajar dengan tulang daun dan pada bagian bawah daun terdapat konidia berwarna putih seperti tepung (massa spora). Proses infeksi
70
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
cendawan Peronosclrospora spp. dimulai dari konidia yang jatuh dan tumbuh di permukaan daun jagung kemudian berkembang membentuk appressoria lalu masuk ke dalam sel jaringan tanaman muda melalui mulut daun (stomata), selanjutnya terjadi gejala lokal dan berkembang sampai ke titik tumbuh yang menimbulkan gejala sistemik (Gambar 1 ). Hasil identifikasi bentuk konidia cendawan bulai di Maros adalah bentuk lonjong yang menunjukkan spesies P. philippinensis (Gambar 2). Bentuk konidia P. maydis bulat sedangkan konidia P. philippinensis bentuknya lonjong (Wakman et al. 2006; Pakki et al. 2006; Muis et al. 2012 (belum dipublikasikan); Pakki dan Burhanuddin, 2013 (belum dipublikasikan)
Gambar 1. Gejala penyakit bulai (P. philippinensis)
Gambar 2. Konidia P.phillippinensis (Burhanuddin, 2010b)
Hasil pengamatan (Tabel 1) menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit bulai pada tanaman sumber inokulum pada 3 MSI mencapai 42,0%, dan meningkat menjadi 100,0% pada 4MSI dan menyebar pada populasi tanaman. Hal ini memberi indikasi bahwa ketersediaan sumber inokulum bulai pada penelitian ini sangat baik karena intensitas serangan bulainya sangat tinggi sehingga cekaman bulai terhadap perlakuan yang diuji terjadi secara optimal. Untuk mempersiapkan tanaman sumber inokulum penyakit bulai yang maksimal terutama untuk kegiatan penelitian tentang penyakit bulai digunakan varietas jagung yang peka dan diinokulasi dengan suspensi konidia bulai pada umur 10 hst (Burhanuddin 2013) (belum dipublikasikan).
71
Burhanuddin: Uji Efektivitas Fungisida Saromil 35SD ….
Tabel 1. Intensitas serangan penyakit bulai (P. phillippinensis) pada tanaman sumber inokulum, varietas Anoman. Maros, 2013 Intensitas Serangan Bulai (%) 3MSI 4MSI
Perlakuan Varietas Anoman + inokulasi bulai pada 10 hst
42,0
100
Keterangan : MSI = Minggu setelah inokulasi
Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit bulai pada perlakuan yang diuji (Tabel 2) menunjukkan bahwa varietas Anoman dan Pulut Uri yang diberi perlakuan seed treatment dengan fungisida Saromil 5 g/kg benih jagung tidak memperlihatkan adanya gejala serangan penyakit bulai P. phillumurippinensis (0,0%) baik pada umur 3 MST maupun pada 5 dan 7 MST, sedangkan intensitas serangan penyakit bulai pada varietas Anoman tanpa perlakuan seed treatment mencapai 46,0% pada umur 3 MST dan 74,0% pada umur 5 MST. Demikian pula pada varietas Pulut Uri tanpa perlakuan seed treatment intensitas serangannya 43,5% pada umur 3 MST dan 68,0% pada umur 5 MST. Selanjutnya pengamatan pada umur 7 MST intensitas serangan bulai pada kedua perlakuan tersebut mencapai 100,0%. Hal ini menunjukkan bahwa fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil) efektif menekan serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh P. philippinensis, di Maros Sulawesi Selatan dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda terjadi resistensi P. phillippinensis terhadap fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil). Dengan demikian
benih jagung yang beredar di pasar, baik
jagung hibrida maupun bersari bebas (komposit) yang umumnya telah diberi perlakuan seed treatment dengan fungisida Saromil 35SD tetap aman ditanam oleh petani di daerah ini atau di daerah lain yang dominan diserang P. philippinensis.
Tabel 2. Rata-rata intensitas serangan penyakit bulai (P. philippinensis) pada perlakuan seed treatment pada 3, 5 dan 7 MST, Maros 2013 Perlakuan Anoman + Seed treatment Anoman tanpa seed treatment Pulut Uri + Seed treatment Pulut Uri tanpa seed treatment
Intensitas Serangan Bulai (%) 3 MST 5 MST 7 MST 0,0 0,0 0,0 46,0 74,0 100,0 0,0 0,0 0,0 43,5 68,0 100,0
Keterangan : Seed treatment = fungisida Saromil 35SD 5g/kg benih jagung sebelum tanam
MST = Minggu setelah tanam
72
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
Berbeda halnya dengan kasus resistensi P. maydis terhadap fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil) di Bengkayang Kalimantan Barat dan Kabupaten Kediri Jawa Timur (Wakman et al. 2007 dan 2008; Burhanuddin 2011) fungisida ini tidak efektif mengatasi penyakit bulai P. maydisi. Terjadinya resistensi P maydis terhadap fungisida berbahan aktif metalaksil di Kalimantan Barat dan Jawa Timur terutama dipicu oleh pengaturan waktu tanam yang tidak tertib, dimana setiap saat selalu terdapat pertanaman jagung sepanjang tahun dengan umur tanaman yang bervariasi. Kondisi yang demikian menyebabkan sumber inokulum bulai selalu tersedia di lapangan. Untuk daerah-daerah yang menanam jagung intensif dan termasuk daerah endemis penyakit bulai perlu alternatif pengendalian selain bahan kimia (fungisida) seperti tertib tanam, ada waktu bebas tanaman jagung di lapangan (tidak ada pertanaman dalam jangka waktu tertentu) dan monitoring secara berkesinambungan sebagai dasar melakukan eradikasi serta menanam varietas tahan seperti Bima-2, Bima-3, Bima-4 dan Lagaligo (Balitsereal 2012). Faktor-faktor penyebab terjadinya wabah penyakit bulai di suatu daerah, antara lain adalah menanam varietas jagung peka bulai, menanam jagung secara berkesinambungan, efektivitas fungisida rendah akibat dosis dikurangi atau dipalsukan, tidak melakukan tindakan eradikasi terhadap populasi tanaman yang terinfeksi dini di pertanaman, terjadinya peningkatan virulensi bulai terhadap tanaman inang jagung, dan terjadinya resistensi bulai terhadap fungisida berbahan aktif metalaksil.
KESIMPULAN Perlakuan benih (seed treatment) dengan fungisida Saromil 35SD berbahan aktif metalaksil dengan dosis 5 g/kg benih jagung efektif menekan serangan penyakit bulai yang disebabkan oleh cendawan P. philippinensis pada jagung di Maros Sulawesi Selatan.
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Bapak Patabai, Nuru dan Ir. Syamsuddin Mas atas segala bantuan yang diberikan sejak awal hingga selesainya pelaksanaan kegiatan penelitian ini.
73
Burhanuddin: Uji Efektivitas Fungisida Saromil 35SD ….
DAFTAR PUSTAKA Balitsereal. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Edisi ke Tunjuh. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Kementan. 134 halaman. BPTPH Lampung. 2012. Laporan UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Lampung. Burhanuddin dan S. Pakki. 1999. Penampilan tanaman jagung akibat penyakit bulai pada tingkat umur yang berbeda. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XI PEI, PFI, dan HPTI Komda Sulawesi Selatan. -------------------. 2010a. Pengamatan penyakit bulai di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XX, 27 Mei 2010, PEI, PFI, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sulawesi Selatan. Hlm.183-187. -------------------. 2010b. Proses sporulasi Peronosclerospora phillippinensis pada tanaman jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XX, 27 Mei 2010, PEI, PFI, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sulawesi Selatan. Hlm. 365-369. -------------------, 2011. Fungisida metalaksil tidak efektif menekan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan alternatif pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Maros, 29 Juli 2009. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Kementan. 2011. Hlm. 395-399. -------------------, 2013. Pengaruh penyimpanan suspensi konidia Peronosclerospora philippinensis terhadap infeksi penyakit bulai pada jagung. 7 halaman (Belum dipublikasikan) Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Beberapa hasil pengujian pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung. Badan Litbang Pertanian. Kepala Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2008. Memorandum. Laporan Serangan Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung di Kediri, Jawa Timur pada 19 Juni 2008. Muis A., Marcia B. Pabendon, Nurnina Nonci dan Wahyu Purbowasito Setyo Waskito, 2012. Keragaman genetik patogen penyebab bulai berbasis marka SSR. Seminar Nasional Insentif Riset Sinas. Membangun Sinergi Riset Nasional Untuk Kemandirian Teknologi. Asisten Deputi Relevansi Program Riset Iptek. Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek. Kementerian Riset dan Teknologi. Bandung 29-30 November 2012. (Belum dipublikasikan). Pakki, S. dan A. Djabbar. 1999. Penampilan penyakit bulai dan bercak daun pada tanaman jagung dari beberapa waktu tanam. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XI PEI, PFI, dan HPTI Komda. Sulawesi Selatan. ------------, A. H. Talanca dan Gusnawaty. 2006. Sebaran penyakit bulai (Peronosclospora sp.) pada beberapa sentra pertanaman jagung di Sulawesi Selatan. Prosiding dan Lokakarya Nasional. Puslitbangtan, Badan Litbang Pertanian.
74
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013
------------, dan Burhanuddin. 2013. Penampilan plasma nutfah jagung terhadap cekaman penyakit bulai (Peronosclerospora philippinensis). Seminar Dua Mingguan Balitsreal, 4 Pebruari 2013. 15 hlm (Belum dipublikasikan). Reddy Bhasra, M.V., H.S. Shetty, and M.S. Reddy. 1990. Mobility, Distribution and Persistence of Metalaxyl in Pearl Millet. Bull. Environ. Contam. Toxical:45:250257. Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soenartiningsih dan A. H. Talanca. 2010. Penyebaran penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) pada tanaman jagung di Kabupaten Kediri. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX, 27 Mei 2010 Komda. Sulsel. Hlm. 42-46. Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam Subandi, M.Syam, dan A. Widjono. Jagung. Puslitbangtan Bogor. Talanca A. H., Burhanuddin, dan A. Tenrirawe. 2011. Uji resistensi cendawan (Peronosclerospora maydis) terhadap fungisida Saromil 35SD (b.a. metalaksil). Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan XXI PEI, PFI, Balitsereal dan Disbun Propinsi Sulsel, 7 Juni 2011. Hlm. 119-122. Tandiabang J. 2010. Kajian penggunaan metalaksil dalam pengndalian penyakit bulai pada jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Hlm. 153-157. Wakman, W. dan H. A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Universitas Negeri Jenderal Sudirman Purwokerto. 7 September 2002. ------------------. 2004. Bentuk morfologi konidia Peronosclerospora sorghi penyebab penyakit bulai di Kecamatan Junrejo Kota Madya Batu, Malang. 6 hal. (Belum dipublikasikan). ------------------., S. Asikin, A. Bustan, dan M. Thamrin 2006. Identifikasi spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Seminar Mingguan, Balitsereal. Jumat, 30 Juni 2006. ------------------., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 8 Oktober 2007. ------------------., A. H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2008. Pengendalian penyakit bulai pada jagung di Bengkayang Kalbar. Seminar Mingguan Balitsereal, Jumat, 14 Juli 2008. Wijaya
R. 2013. 220 hektare lahan jagung diserang penyakit bulai. Suaramerdeka.com. (http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/07/02/58576/220Hektare-Lahan-Jagung-Diserang-Penyakit-Bulai#.TqMC8BXyd3E.blogger (Diakses, 25 September 2013).
75