Identifikasi dan Uji In Vitro Efektivitas Cendawan Dekomposer terhadap Limbah Tanaman Jagung Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih
185
IDENTIFIKASI DAN UJI IN VITRO EFEKTIVITAS CENDAWAN DEKOMPOSER TERHADAP LIMBAH TANAMAN JAGUNG Identification and in Vitro Test for the Effectiveness of Decomposer Fungi on Corn Plant Waste
Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274, Maros 90514 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Soil is a good place for microorganisms, including fungi, to live. Beneficial fungi such as mychorrhizal fungi are those who can provide nutrients and water to plants. This study was aimed to identify and test the effectiveness of fungal isolates derived from agricultural waste for organic fertilizer in vitro. This research was conducted in the Plant Phytophatology Laboratory, Indonesian Cereal Research Institute, from September to December 2013. Soil samples were obtained from previous corn planting area, pile of corncob and corn stalk, pile of rice husks and straws. Soil taken from a depth of 10-20 cm. Soil samples were then isolated by making suspension and inoculating them on PDA + 10 µl chloramphenicol medium with a concentration of 500 ppm and then incubating them for 3-7 days in an incubator. The grown fungi was purified on PDA then identified macroscopically and microscopically. Effectiveness test of the decomposer fungi was done by mixing it evenly with waste of corn plants and then observed its weight every two weeks. Isolated decomposer fungi resulted were 23 isolates of the fungi that grew well. Result of isolate identification showed that there were five genus of fungus found, namely Trichoderma, Penicillium, Gliocladium, Fusarium, and Aspergillus. Almost all the isolates positively have a good ability to decompose corn plant waste. After being tested on corncobs and leaves, of all 23 isolates, there were only 12 isolates proven to be more effective as decomposers. Keywords: identification, in vitro, fungal decomposer, corn waste
ABSTRAK Tanah merupakan tempat hidup yang baik untuk mikroorganisme, termasuk cendawan. Cendawan tanah yang menguntungkan adalah cendawan yang dapat menyediakan unsur hara maupun air bagi tanaman seperti cendawan mikoriza dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji secara in vitro efektivitas isolat cendawan yang berasal dari tanah limbah pertanian untuk pupuk organik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Serealia, September hingga Desember 2013. Sampel tanah diperoleh dari areal bekas pertanaman jagung, tumpukan batang dan janggel jagung, serta tumpukan sekam dan jerami padi. Tanah diambil pada kedalaman 10-20 cm. Sampel tanah kemudian diisolasi dengan cara membuat suspensi yang diinokulasikan pada media PDA yang telah ditambahkan dengan chloramphenicol sebanyak 10 µl dengan konsentrasi 500 ppm kemudian diinkubasi selama 3-7 hari di inkubator. Cendawan yang tumbuh lalu dimurnikan pada media PDA kemudian diidentifikasi secara makroskopik dan mikroskopik. Uji efektivitas dilakukan dengan mencampurkan secara merata cendawan dekomposer dengan serasah/limbah tanaman jagung kemudian diamati bobotnya setiap dua minggu. Hasil isolasi cendawan dekomposer mendapatkan 23 isolat cendawan yang tumbuh dengan baik. Kemudian pada hasil identifikasi isolat ditemukan lima genus cendawan, yakni Trichoderma, Penicillium, Gliocladium, Fusarium, dan Aspergillus. Hampir semua isolat positif mempunyai kemampuan yang baik untuk menguraikan serasah jagung. Dari 23 isolat setelah diuji pada serasah janggel dan daun jagung, hanya 12 isolat yang didapatkan lebih efektif sebagai cendawan dekomposer. Kata kunci: identifikasi, in vitro, cendawan dekomposer, serasah jagung
186
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
PENDAHULUAN
Sebagian besar mikroorganisme tanah memiliki peranan yang menguntungkan, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, siklus hara tanaman, fiksasi nitrogen, pelarut fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Dengan demikian, mikroba baik dapat dimanfaatkan ataupun dapat memberi keuntungan dalam suatu usaha, termasuk dalam bidang pertanian. Banyak sekali mikroorganisme yang dapat membantu para petani dalam pengelolaan tanah yang berperan aktif untuk menyuburkan tanah sebagai lahan pertanian seperti bakteri maupun cendawan (Anonim, 2013). Cendawan sebagai dekomposer diharapkan juga mampu mendegradasi material selulosa kompleks seperti serasah (Imaningsih, 2010). Menurut Kurzatkowski et al. (2004) dalam Imaningsih (2010), cendawan berperan dalam dekomposisi materi organik pada serasah. Serasah adalah bagian tanaman yang jatuh ke tanah. Daun merupakan bagian terbesar komponen serasah. Serasah merupakan habitat untuk berbagai organisme tanah. Peran serasah adalah menjaga aliran energi dan nutrisi di antara tanah dan tanaman dan juga menjaga tanah dari erosi (Sangha et al., 2006 dalam Imaningsih, 2010) Adanya beberapa cendawan pada tanah limbah pertanian mengindikasikan bahwa bahan limbah pertanian dapat dijadikan pupuk organik. Ini ditandai dengan terjadinya penguraian pada limbah pertanian tersebut sehingga perlu adanya identifikasi mengenai jenis-jenis cendawan yang tumbuh pada limbah pertanian tersebut dan menguji efektivitasnya terhadap laju dekomposisi limbah tanaman jagung sebagai pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, mengidentifikasi, dan menguji kemampuan beberapa isolat cendawan dari lokasi tumpukan limbah pertanian, limbah kayu, dan ternak dalam mendekomposisi limbah pertanian khususnya limbah tanaman jagung.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan September hingga Desember 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit, Balitsereal Maros.
Metode Pelaksanaan Eksplorasi dan isolasi mikroorganisme antagonis yang bersifat cendawan dengan cara: pengambilan sampel tanah dilakukan di lokasi tanah peternakan, tumpukan limbah pertanian maupun dari zona perakaran (rizosfer) beberapa tumbuhan yang ada di lokasi tersebut dengan kedalaman 1020 cm, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Sampel kemudian dibawa ke laboratorium, dikeringanginkan dan selanjutnya dilakukan ekstraksi sampel tanah, yakni dengan cara satu gram -5 -6 -7 sampel tanah yang telah diambil diencerkan secara seri 10 , 10 dan 10 dengan larutan fisiologis steril 0,1 ml, suspensi tanah yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam petridish yang telah berisi 10 ml PDA yang telah ditambahkan dengan chloramphenicol sebanyak 10 µl dengan konsentrasi 500 ppm. Mikroorganisme yang tumbuh dimurnikan beberapa kali di media PDA, setelah itu diidentifikasi. Identifikasi cendawan dilakukan dengan mengamati ciri-ciri koloni dan morfologi cendawan berdasarkan Barnett and Hunter (1998). Pengamatan ciri-ciri koloni cendawan dengan cara menumbuhkan isolat cendawan pada medium PDA, sedangkan untuk pengamatan morfologi cendawan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat struktur hifa dan konidia cendawan.
Identifikasi dan Uji In Vitro Efektivitas Cendawan Dekomposer terhadap Limbah Tanaman Jagung Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih
187
Uji in vitro dilakukan untuk melihat kemampuan cendawan dekomposer dalam mengurai limbah tanaman jagung. Zumrotiningrum et al. (2004) telah memperoleh beberapa isolat cendawan yang berpotensi mendegradasi senyawa selulosa dan lignoselulosa limbah daun kayu putih di antaranya Trichoderma harzianum dan Aspergillus niger. Isolat Trichoderma sp. B.2 dan Penicillium sp. 1.2 juga menunjukkan aktivitas selulolitik sehingga mampu menurunkan berat kering serasah meranti dalam proses dekomposisi (Imaningsih, 2010). Roza et al. (2013) melaporkan 66 isolat cendawan yang bersifat selulolitik, dengan rasio tertinggi dihasilkan oleh isolat cendawan kode L1J1. Menurut Gusmailina (2013) terdapat 7 isolat cendawan yang potensial efektif mendekomposisi limbah kulit Acacia mangium. Adapun cara kerja untuk uji in vitro ini adalah isolat cendawan dekomposer diperbanyak pada media sekam masing-masing 100 gram lalu diinkubasi selama 3-7 hari. Setelah itu, cendawan yang telah tumbuh pada media sekam dicampur dengan serasah jagung (daun, batang, dan janggel jagung yang telah dipotong-potong 5-10 cm) secara merata. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan, terdiri atas 23 perlakuan jenis isolat, serta kontrol digunakan 2 jenis formulasi Trichoderma dan 1 bioaktivator komersial EM4. Masing-masing perlakuan ditambahkan 50 ml molase, kemudian diamati bobotnya setiap dua minggu. Data yang diperoleh dianalisis ragam (Anova) dan jika terdapat perbedaan yang nyata antarperlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil isolasi ditemukan dari 13 lokasi pengambilan sampel tanah. Setelah dibawa ke -5 -6 -7 laboratorium dan diencerkan secara seri 10 , 10 dan 10 , maka isolat yang tumbuh pada media PDA ada 23 isolat cendawan (Tabel 1) Tabel 1. Isolat cendawan dekomposer yang diperoleh dari beberapa lokasi di Sulawesi Selatan Kode sampel A5, A6, A7 B5 C5, C6 E5, E6, E7 F6, F6(b), F6(c) G5 H5, H6 I5 K5, K6 M7 O5 P7 R6, R7
Lokasi pengambilan Tanah ternak ayam, Bontosunggu Tanah ternak sapi, Pattunuang Tanah, Simbang Tanah hutan lindung, Camba Tanah hutan pinus, Camba Tanah bambu, Camba Tanah bambu, Camba Tanah jerami, Camba Tanah pisang, Camba Tanah Jagung, Mallawa Tanah penggilingan gabah, Mallawa Tanah pakis, Camba Tanah jerami baru, Bontosunggu
Identifikasi Cendawan Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis telah ditemukan lima genus cendawan yang berasal dari isolasi tanah limbah pertanian (Tabel 2 dan Gambar 1-5).
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
188
Tabel 2. Identifikasi morfologi cendawan berumur 14 hari setelah masa inkubasi pada media PDA Kode isolat A6, H6, P7
Warna koloni putih-hijau tua
Hifa d/a konidiofor konidiofor hyalin (bening), tegak lurus, bersepta.
Konidia bulat-oval
Asumsi genus Trichoderma
A5, H5, M7, R6
hijau kebirubiruan
konidiofor tegak, hifa bersepta
bulat
Penicillium
A7, F6(b), K5, O5
cokelat tua
hifa bersepta & hyalin. konidiofor hyalin, bercabang-cabang
ovoid (bentuk telur dengan satu ujungnya menyempit)
Gliocladium
E7
putih-oranye
konidiofor kecil dan bercabang
konidia hyalin, makrokonidia berbentuk bulan sabit, mikrokonidia berbentuk bulat telur
Fusarium
B5, C5, C6, E5, E6, F6, F6(c), G5, I5, K6, R7
hijau
hifa asepta, konidiofor tegak, panjang, tidak bercabang dan ujungnya membengkak membentuk vesikel
bulat
Aspergillus
Trichoderma Arif et al. (2008) mengemukakan bahwa pengamatan makroskopis spesimen memperlihatkan adanya miselium yang sangat halus, berwarna putih pada awal pertumbuhannya kemudian berangsur-angsur berwarna hijau gelap setelah miselium bertambah banyak dan jika telah tua. Ciri mikroskopis menunjukkan adanya konidiofor yang memiliki banyak cabang, tetapi tidak melingkar. Segmen pucuk membentuk kelompok-kelompok konidia yang berbentuk oval dan berwarna hijau gelap jika berjumlah banyak. Pertumbuhannya cepat sekali.
A6
H6
P7
Gambar 1a. Pertumbuhan koloni tiga jenis cendawan Trichoderma o setelah 14 hari masa inkubasi di inkubator (30 C)
Identifikasi dan Uji In Vitro Efektivitas Cendawan Dekomposer terhadap Limbah Tanaman Jagung Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih
189
a b
Gambar 1b. Genus Trichoderma a. konidia b. konidiofor (perbesaran 100x)
Penicillium Secara mikroskopik konidia cendawan ini berbentuk lingkaran yang tidak sempurna dan fialidnya berbentuk bulat silindris. Arif et al. (2008) menguraikan bahwa koloni cendawan ini berwarna hijau kebiru-biruan dan pengamatan mikroskopik untuk cendawan Penicillium sp yakni konidiofor tegak dan bercabang melingkar secara tunggal. Fialid berbentuk bulat dengan ujung yang tumpul dan konidia berbentuk bulat.
A5
H5
M
R6 7
Gambar 2a. Pertumbuhan koloni empat jenis cendawan Penicillium setelah 14 hari masa inkubasi di o inkubator (30 C)
a b
Gambar 2b. Genus Penicillium a. konidia b. konidiofor (perbesaran 100x)
Gliocladium Cendawan ini memiliki hifa bersepta dan hialin, konidiofor hialin, bercabang-cabang. Konidia berbentuk ovoid (berbentuk telur dengan satu ujungnya menyempit), tersusun atas satu sel, berwarna kehijauan. Bagian atas cabang-cabang konidiofor membentuk seperti sikat yang tersusun padat (Amin et al., 2012).
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
190
A7
F6(b)
K5
O5
a b
Gambar 3a. Pertumbuhan koloni empat jenis cendawan Gliocladium setelah 14 hari masa inkubasi di o inkubator (30 C)
Gambar 3b. Genus Gliocladium a. konidia b. konidiofor (perbesaran 100x)
Fusarium Menurut Amin et al. (2012) Fusarium sp. memiliki ciri makroskopis yakni warna koloni putih pada bagian tengahnya dan pada tepinya berwarna oranye, miselium teratur, pertumbuhan koloni rata, sedangkan ciri mikroskopisnya mikrokonidia hyalin, 1-2 sel, berbentuk ovoid (berbentuk telur dengan satu ujungnya menyempit) atau oblong dengan ujung bengkok. Makrokonidia hyalin, 2 hingga beberapa sel, berbentuk seperti sabit atau kano dengan ujung agak membengkok. Konidia Fusarium tidak berwarna, pada umumnya terdiri atas dua macam yaitu makrokonidia dan mikrokonidia. Makrokonidia agak melengkung, berbentuk seperti bulan sabit dan kedua ujungnya agak meruncing, terdiri atas beberapa sel atau septa. Mikrokonidia berbentuk bulat telur atau lonjong, hyalin dan tidak memiliki sel atau septa (Trizelia et al., 2010).
E7
a b
Gambar 4a. Pertumbuhan koloni cendawan Fusarium setelah 14 hari masa o inkubasi di inkubator (30 C)
Gambar 4b. Genus Fusarium a. makrokonidia b. mikrokonidia (perbesaran 100x)
Aspergillus Ciri mikroskopisnya konidia berbentuk bulat dan hyalin, konidiofornya panjang dan ujungnya membesar membentuk vesikel. Oktaviani (2007) menguraikan bahwa cendawan Aspergillus sp. memiliki ciri morfologi pada media yaitu warna koloni hijau, tekstur seperti bulu, sedangkan secara mikroskopik konidianya hijau, fialid hampir memenuhi seluruh permukaan vesikel. Vesikel bulat seperti bola, konidiofor kasar dan berdinding tebal.
Identifikasi dan Uji In Vitro Efektivitas Cendawan Dekomposer terhadap Limbah Tanaman Jagung
191
Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih
C6
F6
E6
I5
K6
E5
C5
R7
G5
F6(c)
B5
Gambar 5a. Pertumbuhan koloni sebelas jenis cendawan Aspergillus setelah 14 hari masa inkubasi di o inkubator (30 C)
a
b
Gambar 5b. Genus Aspergillus a. konidia b. konidiofor (perbesaran 100x)
Tabel 3. Penurunan bobot limbah tanaman jagung selama sepuluh minggu pengomposan dengan bobot awal 85 g Perlakuan C6 P7 M7 E5 H6 G5 O5 F6(b) A5 F6 A7 R7 K (EM4)
Bobot akhir kompos (g) a
24,67 ab 25,33 abc 31,67 abc 33,33 abc 35,67 abc 35,67 abc 36,00 abc 36,67 abc 36,67 abc 37,00 abc 37,67 abc 37,67 abc 38,33
Perlakuan K5 B5 K6 C5 F6(c) R6 TM E6 A6 H5 TT E7 I5
Bobot akhir kompos (g) abc
39,33 abc 42,33 abc 43,33 abc 43,67 abc 45,33 abc 45,67 abc 46,00 bc 47,33 c 48,67 c 49,33 c 50,67 c 52,00 c 53,67
Keterangan: Nilai yang diiukuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%
192
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Gambar 6. Diagram batang bobot akhir kompos (g) selama 10 minggu waktu pengomposan
Tabel 3 dan gambar 6 di atas memperlihatkan bahwa perlakuan yang memberikan hasil lebih baik dari kontrol (K) EM 4 ada 12 isolat yakni isolat C6, P7, M7, E5, H6, G5, O5, F6(b), A5, F6, A7, dan R7. Hal ini diduga karena cendawan-cendawan tersebut memiliki hifa yang dapat digunakan untuk menembus bagian dalam organisme mati dan menghasilkan enzim yang dapat menguraikan serasah jagung. Menurut Yazid (2013), cendawan mendapat peran utama sebagai dekomposer. Cendawan mengurai bahan-bahan organik dengan menggunakan enzim yang akan memecah bahanbahan organik, kemudian baru mereka menyerap nutrisinya. Hifa berfungsi untuk memecah bahan organik, menyerap nutrisi dan juga untuk reproduksi. Sementara isolat lainnya tidak memberikan penurunan bobot yang lebih baik dari perlakuan kontrol (EM4). Hal ini disebabkan cendawan yang digunakan tidak memiliki viabilitas yang baik sebagai dekomposer sehingga cepat mati sebelum serasah jagung mengalami perombakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gusmailina (2013) bahwa adakalanya degradasi atau perombakan diawali oleh mikroba golongan cendawan, setelah terjadi proses degradasi dalam kurun waktu tertentu, cendawan akan mati tetapi tersimpan dalam bentuk spora. Faktor yang memengaruhi 13 isolat lain yang memberikan hasil yang tidak lebih baik dibanding perlakuan kontrol (EM4) diduga disebabkan kurangnya jumlah spora pada saat pengambilan contoh tanah yang diekstraksi dan digunakan sebagai isolat. Menurut hasil penelitian Kartika et al. (2012), berkurangnya jumlah spora pada suatu jenis tanah disebabkan oleh perbedaan lingkungan, musim waktu pengambilan contoh tanah, dan jenis tanaman inang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Diperoleh lima genus cendawan yang tumbuh pada limbah pertanian dan ternak, yaitu Trichoderma, Penicillium, Gliocladium, Fusarium, dan Aspergillus. Di antara isolat cendawan yang diperoleh, terpilih 13 isolat cendawan dekomposer yang diperkirakan paling berpotensi mendekomposisi limbah tanaman jagung. Penggunaan isolat cendawan tersebut untuk kebutuhan di lapang yang membutuhkan berbagai sarana dan prasarana pendukung. Namun, semua ini dapat menjadi sumber bisnis bagi pihak-pihak yang mau memanfaatkannya.
Identifikasi dan Uji In Vitro Efektivitas Cendawan Dekomposer terhadap Limbah Tanaman Jagung Nurasiah Djaenuddin, Faesal, dan Soenartiningsih
193
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Isolasi Cendawan Tanah sebagai Organisme Dekomposer di Kawasan Hutan Bukit Siam, Bangka. http//www.ubb.ac.id. (1 Oktober 2013). Amin, N., Asman, dan T. Abdullah. 2012. Isolasi dan identifikasi cendawan endofit dari klon tanaman kakao tahan VSD M.05 dan klon rentan VSD M.01. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Agroorestri III. Yogyakarta. Arif, A., M. Muin, T. Kuswinanti, dan Fatmawati. 2008. Isolasi dan identifikasi jamur kayu dari hutan pendidikan Universitas Hasanuddin di Bengo-bengo, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros. Jurnal Perennial 5(1):15-22. Barnett, H.L. dan B.B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. Gusmailina. 2013. Isolasi dan seleksi mikroba potensial sebagai aktivator pengomposan untuk mendekomposisi limbah kulit Acacia mangium. http://forda-mof.org/files. (5 Juli 2013). Imaningsih, W. 2010. Potensi Cendawan Asal Serasah Tanaman Hutan sebagai Penghasil IAA (Indole-3-Acetic Acid) dan Sebagai Dekomposer. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kartika, E., Lizawati, dan Hamzah. 2012. Isolasi, identifikasi dan pemurnian cendawan mikoriza arbuskular (CMA) dari tanah bekas tambang batu bara. Bioplantae 1(4):1-11. Oktaviani, Z. 2007. Isolasi, Identifikasi, Patogenisitas dan Proses Kolonisasi Cendawan Entomopatogen pada Larva Nyamuk Aedes aegypti. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Roza, R.M., A. Martina, B. L. Fibriarti, D. Zul, dan N. Ramadhan. 2013. Isolasi dan seleksi jamur selulolitik dari tanah gambut di perkebunan karet Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar Riau. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. hlm. 263-266. Trizelia, Reflinaldon, dan Shinta H.C, Samer. 2010. Keanekaragaman cendawan entomopatogen pada rizosfir pertanaman cabai dataran tinggi dan dataran rendah di Sumatera Barat. BioETI: 166-173. ISBN 978-60214989-0-3. Yazid, H. 2013. Organisme dekomposer dan detritivor. Jurnal Agrikultur.worpress.com. Zumrotiningrum, B.D., A. Susilowati, dan Wiryanto. 2004. Seleksi dan identifikasi isolat cendawan selulolitik dan lignoselulolitik dari limbah penyulingan daun kayu putih (Melaleuca leucadendron L.) dari KPH Gundih, Kabupaten Grobogan. Jurnal Biofarmasi 2(1):24-28. ISSN: 1693-2242.