Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
EFEKTIVITAS ZEOLIT KOMERSIAL SEBAGAI BAHAN PENGIKAT AFLATOKSIN (UJI IN VITRO) Binder Capacity of Commercial Zeolites to Aflatoxin (In Vitro Study) SRI RAHMAWATI Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT In this experiment, in-vitro study was done to find out the binder capacity of some commercial zeolites absorb aflatoxin and ammonia. Into 10 ml Ringer solution, was added AFB1 concentration of 0.5 µg/10ml, and after that were also added into each vials 25 mg and 50 mg zeolites (type I, II, III, IV and V). The mixture was shaked, centrifuged, and supernatant were separated. The residue of AFB1 was tested by ELISA method. Analysis was done duplicates. For the study of the binder capacity of zeolites to ammonia, similar treatment was done. Into each 10 ml Ringer solution was added ammonia 50 mg/liter, and after that 25 mg and 50 mg zeolites of type I, II, III, IV, and V was added, shaked, centrifuged and the supernatant was tested for ammonia content using Nesler reagent and read with spectrophotometer at 400 nm. The result indicate that zeolite from ANT, gave the highest capacity of binding aflatoxin which were 99.2 and > 99.4% for the dose of 25 mg and 50 mg zeolites in 10 ml Ringer equal to 0.5 and 1.0% zeolite used in feed. Zeolite source from Pr Jaya and KL feed gave the high binder capacity to aflatoxin only in high dose of zeolite used (50 mg/10 ml Ringer), whereas zeolites in form of corn block used in 2 dose gave the low binder capacity of aflatoxin.(52.6 and 66.2%). All zeolites used (5 sources) in this experimental have no binder capacity to ammonia. Key Words: Zeolites, Binder Capacity, Aflatoxin, In Vitro ABSTRAK Pada kegiatan ini dilakukan pengujian efektivitas dari beberapa jenis zeolit komersial terhadap aflatoksin dan amonia. Pengujian in vitro dilakukan dengan menggunakan 10 ml cairan Ringer’s kemudian ditambahkan AFB1 konsentrasi 0,5 µg/10ml, selanjutnya ditambahkan pula 25 dan 50 mg zeolit (jenis I, II, III, IV dan V). Campuran dikocok, kemudian disentrifuse dan cairan/supernatant dipisahkan untuk dianalisis AFB1 yang tersisa dengan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Analisis dilakukan dengan 2 ulangan. Untuk uji pengikatan zeolit terhadap ammonia, kedalam setiap 10 ml cairan Ringer’s ditambahkan amonia konsentrasi 50 ppm (50 mg/l), selanjutnya ditambahkan pula 25 dan 50 mg zeolit (jenis I, II, III, IV dan V). Campuran Ringer’s yang mengandung amonia (10 ml) setelah penambahan zeolit dikocok, kemudian disentrifuse dan cairan/supernatant dipisahkan untuk dianalisis amnonia dengan metoda spektrofotometer dengan pereaksi Nesler dan dibaca pada panjang gelombang 400 nm. Dari hasil uji coba ditemukan bahwa zeolit sumber dari perusahaan ANT, memberikan efektivitas pengikatan terhadap aflatoksin tertinggi yaitu 99,2 dan > 99,4%, baik pada penggunaan dosis 25mg zeolit/10 ml Ringer maupun 50 mg/10 ml Ringer atau setara dengan penggunaan 0,5 dan 1,0% dalam pakan. Jenis zeolit sumber dari Pr Jaya, tepung dan serbuk serta KL feed memberikan efektivitas pengikatan aflatoksin tinggi hanya pada penggunaan 50 mg/10 ml larutan uji coba, sedangkan zeolit dalam bentuk corn block, efektivitas pengikatan aflatoksin yang diberikan terendah untuk penggunaan 2 dosis uji coba, yaitu efektivitas pengikatan masing-masing 52,6 dan 66,2%. Ternyata dari lima jenis zeolit yang diuji coba tidak efektiif dalam mengikat ammonia. Kata Kunci: Zeolit, Efektivitas Pengikatan, Aflatoksin, In Vitro
PENDAHULUAN Zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral bangsa Swedia, Baron Axel Fredrik Crondstedt pada tahun 1756, nama
zeolit berasal dari kata Zein dan Lithos bahasa Yunani yang berarti batu membuih (boiling stone), sesuai dengan sifat mineral tersebut yang akan membuih bila dipanskan pada suhu 100 – 300oC (HARJANTO, 1983). Zeolit
837
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
berstruktur pouros (berpori-pori mikro) dan berdimensi tiga, dimana struktur pouros ini menyebabkan zeolit dapat menyerap bahan lain yang ukuran molekulnya lebih kecil dari poripori mikro, sedangkan bahan yang ukuran molekulnya lebih besar tidak dapat lolos melalui pori-pori mikro tersebut. Zeolit mempunyai kemampuan menyerap dan melepas air secara bolak balik dan menyerap kation tanpa mengubah strukturnya serta mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. Kapasitas zeolit sebagai penukar ion ini ditentukan oleh perbandingan silikon (Si) dan aluminium (Al) dalam struktur rangka zeolit, semakin besar perbandingannya semakin besar kapasitas tukar kationnya (USRI, 1990). Zeolit telah terbukti dapat digunakan di bidang industri, pertanian, peternakan maupun perikanan. Di bidang industri, zeolit dapat digunakan untuk pengeringan dan pemurnian. Gas alam yang tercemar uap air dapat dikeringkan dengan zeolit alam (klinoptilolit), juga dilaporkan zeolit digunakan untuk memurnikan gas karbon dioksida, amoniak, dan bio gas dimurnikan sehingga kadar metannya tinggi. Di bidang pertanian berperan dalam memperbaiki kualitas tanah, dapat meningkatkan produksi. Zeolit dapat mempercepat pertumbuhan tanaman tomat, daun lebih lebar dan lebih hijau, pertumbuhan buah optimum, meningkatkan jumlah tangkai buah, sehingga mampu meningkatkan hasil sebesar 35%, juga memberikan hasil yang baik terhadap tanaman kedelai, jagung, padi dan bawang putih, selain itu juga zeolit dapat berfungsi sebagai atabilisator dalam meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk (N’n, 1990). Di bidang peternakan, zeolit telah terbukti dapat meningkatkan produksi dan memperbaiki lingkungan kandang, mengurangi produksi amonia pada kotoran ternak sampai 50 – 75% (MURDIATI et al, 1996; WARD et al., 1991). Penggunaan zeolit pada unggas, yang ditambahkan pada pakan ayam broiler dan petelur, juga dilaporkan meningkatkan bobot badan, berat jenis telur, bobot telur dan produksi telur (ELLIOT dan EDWARD, 1991). Aflatoksin merupakan senyawa toksin yang secara alami tersebar luas dan dapat mengkontaminasi produk-produk pertanian dan pakan ternak. Senyawa aflatoksin ini diketahui dapat menurunkan produktivitas unggas, bahkan dapat menekan daya kekebalan tubuh
838
ayam (efek immunosupressif). AZAM dan GABAL (1998) telah membuktikan bahwa pemberian 200 ppb aflatoksin B1 pada ayam petelur dapat menurunkan produksi telur, berat telur, serta menurunkan titer antibodi terhadap ND, IB dan IBD. Selain itu aflatoksin diketahui sebagai penyebab kegagalan vaksinasi dan dapat menimbulkan efek penyakit gumboro (IBD) lebih ganas (CHANG dan HAMILTON, 1981). Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengurangi pengaruh aflatoksin pada ternak seperti perbaikan penanganan pasca panen, perlakuan fisik dengan memisahkan bahan2 yang tercemar aflatoksin, pemberian bahan pengikat yang dapat mengikat toksin, sehingga tidak diserap oleh usus atau dengan penambahan bahan kimia yang dapat mengubah struktur kimia toksin tersebut, seperti enzyme yang dapat mempercepat perubahan struktur kimia senyawa toksin menjadi struktur lain yang tidak berbahaya bagi ternak yang mengkonsumsinya. Berbagai jenis bahan pengikat toksin dijumpai dipasaran seperti tanah liat (clay), diatomaceous earth, berbagai jenis hydrated calcium alumino silicate (HSCAS) atau zeolit, serta berbagai jenis bahan pengikat toksin komersial. Penelitian yang dilakukan disini adalah menguji efektivitas dari beberapa jenis zeolit komersial terhadap aflatoksin dan amonia. MATERI DAN METODE Uji daya ikat/efektivitas pengikatan zeolit terhadap aflatoksin B1 Ke dalam 10 ml cairan Ringer’s ditambahkan AFB1 konsentrasi 0,5 µg/10ml, selanjutnya ditambahkan pula 25 dan 50 mg zeolit (jenis I,II, III, IV dan V). Campuran dikocok, kemudian disentrifuse dan cairan/supernatant dipisahkan untuk dianalisis AFB1 yang tersisa dengan metoda ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Analisis dilakukan dilakukan dengan 2 ulangan. Konsentrasi AFB1 yang ditambahkan dalam cairan Ringer’s (dalam percobaan invitro) dihitung dari konsentrasi rata-rata yang ditemukan dalam pakan yaitu 100 ppb (100 ng/gr). Berdasarkan konsentrasi ini dari jumlah pakan yang dikonsumsi ayam/ekor/hari 100 gr,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
dapat diketahui jumlah AFB1 yang masuk dalam tubuh ternak yaitu 10 µg. Jumlah tersebut dikonsumsi oleh 1 ekor ayam dengan volume air yang terkandung di dalam GIT kirakira 200 ml, maka percobaan dalam 10 ml Ringer’s dapat diketahui, yaitu 0,5 µg AFB1. Zeolit yang digunakan juga dihitung seperti simulasi tersebut diatas dengan dasar penggunaan dalam pakan 0,5 dan 1%. Zeolit sebelumnya dihaluskan dan disaring sehingga ukuran partikel 50 mesh.
treatment diencerkan dahulu sebanyak 5 kali, ditambahkan 0,25 ml pereaksi Nesler (KI dalam HgCl2) Standar kalibrasi dibuat dari cairan kontrol Ringer’s mengandung amonia yang diencerkan sehingga konsentrasi berkisar antara 1,7 – 25 ppm.
Uji daya ikat/efektivitas pengikatan zeolit terhadap amonia
Pada Tabel 1 terlihat hasil analisis sisa AFB1 dalam cairan Ringer’s setelah perlakuan, dan effisiensi pengikatan (daya ikat) zeolit dihitung dari AFB1 yang ditambahkan ke dalam Ringer’s dikurangi yang tersisa (terdeteksi) setelah perlakuan, adalah AFB1 yang terikat. Jika AFB1 terikat ini dibagi AFB1 yang ditambahkan kali 100% maka akan diperoleh effektifitas pengikatan AFB1 oleh zeolit dalam persen seperti pada Tabel 2. Ternyata bahwa penggunaan zeolit 50 mg/10 ml Ringer’s uji in-vitro (1% simulasi dalam pakan) memberikan daya ikat yang lebih dibandingkan dengan penggunaan 25 mg/10 ml (0,5 % dalam pakan) untuk semua jenis. Zeolit dari PT ANT (jenis/sumber zeolit I) dan KL feed (V) mencapai daya ikat > 99,4%, tidak terdeteksi adanya sisa AFB1 pada cairan Ringer’s setelah perlakuan dengan zeolit
Ke dalam setiap 10 ml cairan Ringer’s ditambahkan amonia konsentrasi 50 ppm (50 mg/l), selanjutnya ditambahkan pula 25 dan 50 mg zeolit (jenis I, II, III, IV dan V). Amonia yang ditambahkan berasal dari amonia pekat konsentrasi 25%, jadi untuk 250 ml Ringer’s perlu ditambahkan 50 µl. Campuran Ringer’s yang mengandung amonia (10 ml) setelah penambahan zeolit dikocok, kemudian disentrifuse dan cairan/supernatant dipisahkan untuk dianalisis amnonianya dengan metoda spektrofotometer dengan pereaksi Nesler dan dibaca pada panjang gelombang 400 nm. Sebelum dianalisis cairan supernatan setelah
HASIL DAN PEMBAHASAN Daya ikat/efektivitas pengikatan zeolit terhadap aflatoksin B1
Tabel 1. Sisa AFB1 yang terdeteksi pada cairan Ringer’s setelah penambahan zeolit Jenis/sumber zeolit Kontrol Ringer’s
AFB1 ditambahkan 0,5 µg/10 ml
I. ANT
0,5 µg/10 ml
II. Pr Jaya (tepung)
0,5 µg/10 ml
III. Corn block
0,5 µg/10 ml
IV. Pr Jaya (biji)
0,5 µg/10ml
V. KL feed
0,5 µg/10 ml
AFB1 dalam Ringer’s setelah ditambah seolit (ng/ml) 0 mg
25 mg
50 mg
53,0
-
-
56,5
-
-
0,6
< 0,3
< 0,3
< 0,3
11,8
2,8
12,7
3,8
25,0
21,9
26,9
15,1
11,9
1,3
11,0
6,4
12,8
< 0,3
13,2
< 0,3
839
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 2. Efektivitas pengikatan zeolit terhadap aflatoksin Jenis/sumber zeolit I. ANT
AFB1 ditambahkan
Efektivitas pengikatan AFB1 oleh zeolit (%) 25 mg
0,5 µg/10ml
98,9
50 mg 99,2
> 99,4
99,4 II. Pr Jaya (tepung)
0,5 µg/10ml
78,4
77,6
94,9
76,8 III. Corn block
0,5 µg/10ml
54,3
0,5 µg/10ml
52,6
60,0
78,2
0,5 µg/10ml
97,6
79,1 76,3
> 99,4
75,9
Efektifitas (persen peningkatan)
Daya ikat/efektivitas pengikatan zeolit terhadap amonia Ternyata tidak ada pengikatan semua jenis zeolit (I, II, III, IV dan V) yang diuji terhadap ammonia. Setelah perlakuan dengan zeolit 25mg dan 50 mg/10 ml cairan Ringer’s yang mengandung ammonia kira-kira 56 mg/l- ppm, dan dianalisis kembali kadar amonianya, ternyata kadar ammonia yang terdeteksi tetap berkisar pada nilai 54 dan > 56 ppm. Keadaan ini menunjukkan tidak adanya kemampuan zeolit dalam mengikat ammonia (perhatikan data pada Tabel 3).
80 60 40 20 I
II
III
IV
V
Jenis/sumber zeolit 25 mg /0,5% Zeolit 50 mg/1,0% Zeolit
Gambar 1. Efektivitas (persen pengikatan) zeolit terhadap aflatoksin I: zeolit dari perusajhaan ANT; II dan IV: zeolite dari perusahaan Pr Jaya, masing-masing berupa tepung dan serbuk; III: zeolit berupa corn block; V: zeolit tipe KL feed
840
> 99,4
> 99,4
100
0
93,0
88,3
76,6
berasal dari kedua sumber tersebut, sedangkan zeolit dari PT Pr Jaya (II dan IV) baik berupa tepung dan biji yang pada saat uji in vitro, biji dipersiapkan sebagai tepung, memberikan daya ikat mencapai 93 – 94% pada penggunaan dosis 1%, agak rendah pada penggunaan zeolit dosis 0,5%, daya ikat hanya mencapai 77,6 – 79,1%. Corn block (jenis zeolit III) tidak memberikan efektivitas pengikatan yang tinggi untuk penggunaan kedua dosis, hanya mencapai 52,6 – 66,2%. Daya ikat berbagai zeolit terhadap aflatoksin lebih jelas disajikan pada Gambar 1.
66,2
72,4
79,9 V. KL feed
94,0
93,1
50,8 IV. Pr Jaya (biji)
> 99,4
> 99,4
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 3. Kadar amonia dalam cairan Ringer’s sebelum dan setelah ditambahkan zeolit Jenis/sumber zeolit
Amonia ditambahkan
Amonia dlm Ringer’s setelah ditambah zeolit (mg/lt-ppm)
Kontrol Ringer’s
0,5mg/10 ml
57,3
(50 ppm)
54,9
I. ANT
0,5 mg/10 ml
0 mg
25 mg
50 mg
56,1 65,6
62,4
59,1 II. Pr Jaya (tepung)
0,5 mg /10 ml
54,9
0,5 mg /10 ml
58,8
54,9
0,5 mg /10 ml
V. KL feed
0,5 mg /10 ml
61,5
54,6
52,6
Dari hasil uji coba in-vitro daya ikat zeolit, ternyata bahwa zeolit yang diuji pada penelitian ini hanya dapat mengikat aflatoksin, tidak terhadap amonia. Berbeda dari jenis zeolit yang digunakan pada penelitian sebelumnya, yaitu jenis zeolit alam, (klinoptilolit) yang umumnya dapat mengikat ammonia, sehingga mengurangi bau dari kotoran ternak, juga meningkatkan daya cerna nitrogen (MURDIATI et al, 1995; WARD et al., 1991), zeolit dari berbagai perusahaan yang diuji disini nampaknya sudah melalui proses sehingga mempunyai sifat spesifik yang hanya dapat mengikat aflatoksin. Hal lain kemungkinan kondisi pH yang agak basa tidak sesuai untuk pengikatan zeolit demgan ammonia. Dilaporkan pula sebelumnya bahwa berbagai toxin binder yang beredar di pasaran yang memberikan efektivitas pengikatan yang baik terhadap berbagai jenis toksin (mikotoksin), sedangkan beberapa hanya efektif terhadap aflatoksin, dan pengikatan spesifik untuk mikotoksin, tidak mengikat mineral (RACHMAWATI, 2008). KESIMPULAN Dari hasil uji coba efektivitas pengikatan berbagai jenis zeolit yang tersedia di pasaran, terhadap aflatoksin, ternyata zeolit sumber dari perusahaan ANT, memberikan efektivitas
57,3
60,2
60,7
61,2 62,0
66,3
53,7
55,1
62,6 54,7
57,7 56,9
50,1 IV. Pr Jaya (biji)
66,2
66,1
54,9 III. Corn block
66,2
71,6
76,9 56,0
56,9
pengikatan tertinggi yaitu 99,2 dan > 99,4%, baik pada penggunaan 25mg maupun 50 mg zeolit/10 ml Ringer atau setara dengan penggunaan 0,5 dan 1,0% dalam pakan. Jenis zeolit sumber dari Pr Jaya, tepumg dan serbuk serta KL feed memberikan efektivitas pengikatan aflatoksin tinggi hanya pada penggunaan 50 mg/10 ml larutan uji coba, sedangkan zeolit dalam bentuk corn block, efektivitas pengikatan aflatoksin yang diberikan terendah untuk penggunaan 2 dosis uji coba, dosis 25 dan 50 mg zeolit/10 mg Ringer, efektivitas pengikatan, 52,6 dan 66,2%. Ternyata dari lima jenis zeolit yang diuji coba tidak satupun memberikan efektivitas pengikatan terhadap ammonia, zeolit yang diuji tidak efektif dalam mengikat ammonia. DAFTAR PUSTAKA AZAM and GABAL. 1998. Aflatoxin and immunity in layer hens. Avian Pathol. 27: 570 – 577. CHANG and HAMILTON. 1981. Increased severity and new symptoms of infectious bursal disease during aflatoxicosis in broiler chickens. Poult. Sci. 61: 1061 – 1068. ELLIOT, M.A. and H.M. EDWARD. 1991. Comparison of the effect of synthetic and nature; zeolite on laying hen and broiler chicken performance. Poult. Sci. 70: 2115 – 2130.
841
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
HARJANTO, S. 1983. Bahan Galian Zeolit: Penggunaan dan Penyebarannya di Indonesia. Ditjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung MURDIATI, T.B., S. RACHMAWATI dan E. JUARINI. 1996. Zeolit untuk mengurangi bau dari manur ayam. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua, Bogor, 7 – 8 November 1995. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 991 – 997. N’N. 1990. Seminar zeo-agroindustri. Atam dan Telur 5: 9 – 10.
842
RACHMAWATI, S. 2007. Peningkatan keamanan produk ternak dari kontaminan aflatoksin menggunakan “toxin binder”. Pros. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII. Bogor, 21 November 2007. Badan Litbang, Departemen Pertanian. USRI, T. 1990. Industri zeolit banyak gunanya. Ayam dan Telur. No. 55: 31-33 WARD, T.L., K.L. WATKINS., L.L. SOUTHERN, P.G. HOYT dan D.D. FRECH. 1991. Interactive effect of sodium zeolite and copper in growing swine: Growth, bone and tissue minera; concentrations. J Anim. Sci. 69: 726 – 731.