BioETI
ISBN 978-602-14989-0-3
Uji efektivitas ekstrak daun Hyptis suaveolens (L.) Poit. terhadap pertumbuhan bakteri Ralstonia solanacearum secara in Vitro MORALITA CHATRI, LINDA ADVINDA DAN DIAN RATNA DARMAYANTI Program Studi Biologi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Salah satu upaya untuk pengendaliannya penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum adalah dengan memanfaatkan agens hayati. Agens hayati diantaranya bahan yang berasal dari tumbuhan. Hyptis suaveolens (L.) Poit merupakan salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai agens hayati karena mengandung senyawa kimia yang bersifat antimikroba. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan pengaruh konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens (L.) Poit. terhadap pertumbuhan bakteri R. solanacearum secara in vitro. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2013 di laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi dan laboratorium Kimia FMIPA UNP. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah ekstrak daun H. suaveolens dengan konsentrasi 20 µg/mL, 40 µg/mL, 60 µg/mL, dan 80 µg/mL dan kontrol. Penelitian ini dilakukan menggunakan kertas cakram dengan mengamati zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram tersebut. Data dianalisis dengan menggunakan metode ANAVA kemudian dilanjutkan degan uji lanjut DNMRT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun H. suaveolens (L.) Poit. efektif dalam menekan pertumbuhan bakteri R. solanacearum. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan, semakin besar daya hambatnya terhadap pertumbuhan bakteri R. solanacearum. Key words: Ralstonia solanacearum, Hyptis suaveolens, uji efektifitas
Pendahuluan Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum merupakan salah satu penyakit penting pada beberapa tanaman pertanian di wilayah tropis, subtropis dan wilayah yang hangat di dunia (Hayward, 1991 dalam Nawangsih, 2006), dan banyak menyerang tanaman pertanian di antaranya tomat, kacang tanah, pisang, kentang, tembakau dan suku Solanaceae lainnya (Persley et al., 1985 dalam Nasrun et al., 2007). Bakteri R. solanacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inang : ras 1 menyerang tembakau, tomat, dan Solanaceae lainnya; ras 2 menyerang pisang (tripoloid) dan Heloconia; ras 3 menyerang kentang; ras 4 menyerang jahe, dan ras 5 menyerang murbei (Schaad et al., 2001 dalam Nasrun et al., 2007). Di samping kisaran inangnya yang luas, R. solanacearum juga memiliki kemampuan bertahan hidup dalam waktu lama di dalam tanah yang menyebabkan patogen tersebut sulit
untuk dikendalikan. Gejala awal tanaman yang terserang R. solanacearum terlihat daun layu pada salah satu daun pucuk dan diikuti dengan daun bagian bawah. Setelah terlihat gejala lanjut dengan intensitas penyakit diatas 50% , tanaman akan mengalami kematian dalam waktu 7-25 hari. Pada gejala serangan lanjut terjadi pembusukan akar dan pangkal batang dengan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning keputihan seperti susu yang merupakan ciri khas dari serangan bakteri (Nasrun et al., 2007). Penyakit layu bakteri ini dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar di daerah tropika, bahkan dapat menggagalkan panen. Pada komoditas kentang dan tomat, intensitas penyakit layu bakteri dapat mencapai 30% di dataran tinggi dan 15% di dataran rendah (Arwiyanto, 2009). Pengendalian penyakit layu bakteri yang sering dilakukan, seperti: penggunaan varietas resisten, mengadakan tumpang sari, rotasi tanaman dengan bukan inang, dan penggunaan
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
bakterisida ternyata belum berhasil baik (Paath, 2005). Penggunaan agens hayati diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengendalian penyakit tersebut. Beberapa cara pengendalian dengan menggunakan agens hayati diantaranya dengan menggunakan jamur dan bakteri antagonis maupun bahan yang berasal dari tumbuhan. Tumbuhan yang tergolong pestisida nabati, karena mengandung senyawa yang bersifat sebagai antimikroba, baik sebagai antijamur maupun antibakteri. Hyptis suaveolens (L.) Poit. merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa antimikrobial. Tumbuhan ini dikenal sebagai tumbuhan obatobatan diantaranya antiseptik luka, kanker dan penyakit kulit. Selain itu juga digunakan sebagai bumbu masak dan memperlancar air susu (Heyne, 1987). Tumbuhan ini mengandung polifenol (0.050%), alkaloid (14.32%), flavonoid (12.54%), tannin (0.520%), ethanol, asam salisilat, dan minyak atsiri (Edeoga et. al., 2006 dan Nantitanon et. al, 2007). Komponen utama dalam minyak atsiri H. suaveolens adalah sabinene (21.69%), αterpinolene (12,99%), 1,8-cineole (12,56%) dan β-caryophyl-lene (11,70%) (Tachakittirungrod, 2007 dan Nantitanon et. al, 2007). Kemampuan penghambatan mikroba oleh minyak atsiri H. suaveolens telah dibuktikan oleh Sharma et. al. (2003) dan Moreira et. al. (2010), bahwa kandungan minyak atsiri dalam H. suaveolens mampu menghambat jamur dari spesies Aspergilus. Tripathi et. al. (2009) juga telah membuktikan bahwa kandungan minyak atsiri dalam H. suaveolens berpengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum penyebab busuk pada umbi gladiol. Kemampuan ekstrak daun H. suaveolens dalam menghambat bakteri juga telah dibuktikan oleh Renisheya et. al. (2012), bahwa ekstrak daun H. suaveolens mampu menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen pada ikan nila yaitu Aeromonas formicans, Aeromonas hydrophila, Bacillus substilis, Escherichia coli, Klebsiella
39
pneumonia, dan Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak daun H. suaveolens dapat menghambat bakteri-bakteri tersebut pada konsentrasi 25 µg/mL - 75µg/mL. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dan pengaruh konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens terhadap pertumbuhan bakteri R. solanacearum secara in vitro. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi dan Laboratorium Penelitian Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens yang digunakan adalah 20 µg/mL, 40 µg/mL, 60 µg/mL dan 80 µg/mL. Untuk kontrol, tanpa menggunakan ekstrak daun H. suaveolens. Bahan yang digunakan adalah biakan murni bakteri R. solanacearum koleksi Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA UNP , daun H. suaveolens, aquades steril, kertas saring, alkohol 70 %, etanol 96%, medium NB, dan medium NA. Bahan yang digunakan dalam pembuatan medium Triphenyl Tetrazolium Salt (TTC) adalah Pepton, Casein Hydrolysate, glukosa, agar oxoid dan TTC. Sterilisasi Alat Semua alat dari kaca dicuci bersih dan dikeringkan. Setelah itu dibungkus dengan kertas koran. Untuk Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur dan gelas piala dibungkus dengan plastik. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Untuk jarum ose dan pinset disterilkan dengan pemijaran Pembuatan Medium NA Ditimbang Nutrient Agar (NA) instan sebanyak 28 gram, dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades sampai volume 1000 mL. Dipanaskan larutan NA sampai homogen dan dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer. Tutup labu Erlenmeyer tersebut dengan rapat
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
menggunakan kapas. Sterilisasi menggunakan autoklaf pada temperatur 121°C dengan tekanan 15 psi selama 15 menit. Pembuatan Medium NB Ditimbang Nutrient Broth (NB) instan sebanyak 8 gram lalu masukkan bahan ke dalam beaker glass dan ditambahkan akuades sampai volume 1000 mL. Dipanaskan sampai mendidih lalu dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dan tutup rapat dengan kapas dan alumunium foil. Sterilisasi dalam autoklaf pada temperatur 121°C dan tekanan 15 psi selama 15 menit. Pembuatan Medium TTC Peptone sebanyak 2,5 g, Casein Hydrolysate 1 g, Glukosa 1,25 g, agar oxoid sebanyak 3 g, lalu bahan tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan aquades steril sampai volume 250 mL. Campuran dipanaskan sampai mendidih lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditutup rapat dengan kapas dan Alumunium foil. Sterilisasi di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Kemudian medium didinginkan sampai suhu 50°C, kemudian tambahkan TTC sebanyak 1 tetes dan diaduk dengan menggunakan spatula steril untuk menghomogenkan medium TTC. Selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri berukuran ±15 cm sebanyak 12 mL. Peremajaan biakan R. solanacearum Biakan bakteri R. solanacearum diremajakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Negeri Padang. Isolat R. solanacearum diambil 1 ose dan digoreskan pada cawan petri yang telah berisi medium TTC lalu diinkubasi selama 48 jam pada suhu kamar. Pembuatan inokulum bakteri R. solanacearum Diambil satu ose biakan bakteri R. solanacearum umur 48 jam dalam medium TTC dan diinokulasikan dalam 25 mL medium NB, kemudian diinkubasi selama 24 jam di atas shaker dengan tekanan 100 rpm pada suhu kamar. Bakteri tumbuh dengan baik ditandai
40
dengan mengeruhnya media setelah inkubasi. Inokulum ini digunakan sebagai inokulum awal. Penyediaan suspensi R. solanacearum Diambil 1 mL biakan bakteri R. solanacearum dari biakan Nutrient Broth yang sebelumnya telah di shaker 24 jam kemudian di vorteks dan dicampurkan dengan 9 mL akuades steril lalu disamakan dengan skala 1 Mc Farland’s (dengan kerapatan populasi 108 cfu/mL). Pembuatan ekstrak daun H. suaveolens (L.) Poit. Pembuatan ekstrak ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia FMIPA UNP. Daun segar tanaman H. suaveolens dicincang halus lalu dikering anginkan, kemudian dimasukkan 500 gram daun yang telah dikering anginkan ke dalam botol yang tidak tembus cahaya dan dituangi dengan etanol 96% sampai seluruh sampel terendam. Wadah ditutup rapat dan diletakkan pada tempat yang terlindung cahaya dibiarkan selama 5x24 jam, kemudian disaring dengan kertas saring. Larutan ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan proses evaporasi menggunakan vacum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental (Renisheya et. al., 2012). Selanjutnya ekstrak murni yang didapatkan diencerkan sesuai dengan. Pengujian Antibakteri Dituangkan NA cair sebanyak 10 mL ke dalam cawan petri dan biarkan membeku dengan sempurna. Diambil 0,1 mL suspensi R. solanacearum kemudian ditanamkan pada cawan petri yang telah berisi medium NA dengan metode tebar, diratakan dengan menggunakan Drill glass. Kertas cakram ditetesi dengan 0,1 mL eksrak daun H. suaveolens lalu ditiriskan selama 3 menit di atas cawan petri, kemudian kertas cakram dikulturkan di bagian tengah medium NA menggunakan pinset steril. Media diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan. Pengamatan Pengamatan hambatan pertumbuhan bakteri R. solanacearum dilakukan dengan cara
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
mengukur diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong dengan skala 0.02. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak daun H. suaveolens mampu menghambat pertumbuhan bakteri R. solanacearum. Hal ini dapat dilihat dari adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar kertas cakram, seperti terlihat pada Gambar 1, sedangkan pada kontrol (tanpa diberikan perlakuan ekstrak), tidak menunjukkan terbentuknya zona hambat (Gambar 2).
Zona Hambat
Kertas Cakram Gambar 1. Zona Hambat Terbentuk di Sekitar Kertas Cakram dengan Perlakuan Ekstrak Daun H.suaveolens.
Gambar 2. Zona Hambat Tidak Terbentuk di Sekitar Kertas Cakram pada Kontrol.
Hasil analisis sidik ragam terhadap diameter zona hambat menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan A (20µg/mL) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (40µg/mL) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan C (60µg/mL) dan perlakuan D (80µg/mL).
41
Tabel 1. Rerata diameter zona hambat dari ekstrak daun H. suaveolens (L) Poit. terhadap R. solanacearum. Perlakuan D (80µg/mL) C (60µg/mL)
Rerata Diameter (mm) 13,3 a 12,1 b
B (40µg/mL)
11,0
c
A (20µg/mL) Kontrol
10,3 0
c d
Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C dan D. Seterusnya perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan D. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens maka diameter zona hambat yang dibentuk semakin besar. Penghambatan bakteri ini berhubungan langsung dengan konsentrasi antimikroba. Semakin tinggi konsentrasi antimikroba yang diberikan maka semakin cepat mikroba terbunuh (Pelczar dan Chan, 2005). Seperti yang dinyatakan Ajizah (2004) bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak, semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Ini berarti semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak, maka senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya akan semakin banyak sehingga memberikan pengaruh terhadap diameter zona bening yang terbentuk. Kemampuan ekstrak daun H. suaveolens menghambat pertumbuhan bakteri R. solanacearum dipengaruhi oleh kandungan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut. Menurut Edeoga et al., (2006) dan Nantitanon et al., (2007), senyawasenyawa yang dikandungnya adalah polifenol (0,050 %), alkaloid (14,32 %), flavonoid (12,54 %), tanin (0,520 %), ethanol, asam salisilat, dan minyak atsiri. Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri sesuai dengan cara kerja senyawa antimikroba yaitu seperti merusak atau mengubah struktur dinding sel, menghambat sintesis komponen-komponen seluler yang vital, atau mengubah keadaan fisik bahan selular (Pelczar dan Chan, 2005).
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
Senyawa fenol dapat bersifat koagulator enzim (Dwidjoseputro, 1998), sehingga terjadinya hambatan pembentukan dinding sel bakteri. Pelczar dan Chan (2005) menambahkan bahwa senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel. Volk dan Wheeler (1988) juga menyatakan bahwa fenol dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting, dan di samping itu, menginaktifkan sejumlah sistem enzim bakteri. Adanya senyawa alkaloid dapat mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga dapat mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis (Harborne, 1987). Menurut Trease and Evans (1978) dalam Maliana dkk (2013), golongan senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri berhenti. Sabir (2005) dalam Siregar (2012) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa mekanisme yang berbeda, antara lain flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. Hasil analisis sidik ragam terhadap diameter zona hambat menunjukkan bahwa kontrol berbeda nyata dengan semua perlakuan. Perlakuan A (20µg/mL) tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (40µg/mL) tetapi berbeda nyata dengan perlakuan C (60µg/mL) dan perlakuan D (80µg/mL). Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C dan D. Seterusnya perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan D. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens maka diameter zona hambat yang dibentuk semakin besar. Penghambatan bakteri ini berhubungan langsung dengan konsentrasi antimikroba. Semakin tinggi konsentrasi antimikroba yang diberikan maka semakin cepat mikroba terbunuh (Pelczar dan Chan,
42
2005). Seperti yang dinyatakan Ajizah (2004) bahwa dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak, semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Ini berarti semakin pekat konsentrasi suatu ekstrak, maka senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya akan semakin banyak sehingga memberikan pengaruh terhadap diameter zona bening yang terbentuk. Kemampuan ekstrak daun H. suaveolens menghambat pertumbuhan bakteri R. solanacearum dipengaruhi oleh kandungan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh tumbuhan tersebut. Menurut Edeoga et al., (2006) dan Nantitanon et al., (2007), senyawasenyawa yang dikandungnya adalah polifenol (0,050 %), alkaloid (14,32 %), flavonoid (12,54 %), tanin (0,520 %), ethanol, asam salisilat, dan minyak atsiri. Senyawa-senyawa tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri sesuai dengan cara kerja senyawa antimikroba yaitu seperti merusak atau mengubah struktur dinding sel, menghambat sintesis komponen-komponen seluler yang vital, atau mengubah keadaan fisik bahan selular (Pelczar dan Chan, 2005). Senyawa fenol dapat bersifat koagulator enzim (Dwidjoseputro, 1998), sehingga terjadinya hambatan pembentukan dinding sel bakteri. Pelczar dan Chan (2005) menambahkan bahwa senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel. Volk dan Wheeler (1988) juga menyatakan bahwa fenol dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting, dan di samping itu, menginaktifkan sejumlah sistem enzim bakteri. Adanya senyawa alkaloid dapat mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga dapat mengakibatkan sel bakteri menjadi lisis
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
(Harborne, 1987). Menurut Trease and Evans (1978) dalam Maliana dkk (2013), golongan senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan aktivitas metabolisme sel bakteri berhenti. Sabir (2005) dalam Siregar (2012) menjelaskan bahwa senyawa flavonoid memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa mekanisme yang berbeda, antara lain flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun H. suaveolens efektif dalam menekan pertumbuhan bakteri R. solanacearum. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun H. suaveolens, maka semakin besar daya hambatnya terhadap pertumbuhan bakteri R. solanacearum. DAFTAR PUSTAKA Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella thypimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium guajava L. J. Bioscientiae. 1 (1): 31-38. Arwiyanto, T. 2009. Bakteri Penyebab Penyakit Tumbuhan Sebagai Lawan Dan Sebagai Kawan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Dwidjoseputro, D.1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Edeoga, H.O., G. Omosun and L.C. Uche. 2006. Chemical Composition Of Hyptis suaveolens and Ocimum gratissimum Hybrids From Nigeria. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (10), pp. 892-895. Efri dan T.N. Aeny. 2004. Keefektifan Ekstrak Mengkudu Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Bakteri Ralstonia sp. Secara In Vitro. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. Vol. 4 No. 2 : 83-88. Harbone, B.J. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerjemah : Kosasih
43
Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : ITB. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Di Indonesia Jilid 3. Penerjemah Badan Litbang Kehutanan. Jakarta : Yayasan Sarana Wana Jaya. Istiqamah, M. 2012. Uji Antagonis Trichoderma harzianum Terhadap Ralstonia solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Pada Tanaman Tomat (Licopersicon esculentum) Secara In Vitro. Skripsi. Padang : Universitas Negeri Padang. Moriera A.C.P., Lima E. O., Wanderley P.A., Carmo E.S., & de Souza A. L., 2010. Chemical Composition And Antifungal Activity of Hyptis suaveolens (L.) Poit Leaves Essential Oil Against Aspergillus Species. Braz. J. Microbiol. vol.41 no.1 São Paulo. Maliana, Y., S. Khotimah, dan F. Diba. 2013. Aktivitas Antibakteri Kulit Garcinia mangostana Linn. Terhadap Pertumbuhan Flavobacterium dan Enterobacter Dari Coptotermes curvignathus Holmgren. Jurnal Protobiont. Vol. 2 (1): 7 – 11. Nantitanon, W., S. Chowwanapoonpohn, dan S. Okonogi. 2007. Antioxydan and Antimicrobial Activities of Hyptis suaveolens Essential Oil. Scientia Pharmaceutica (Sci. Pharm.) 75, 35-46. Nasrun, Christanti, T. Arwiyanto, dan I. Mariska. 2007. Karakteristik Fisiologis Ralstonia Solanacearum Penyebab Penyakit Layu Bakteri Nilam. Jurnal Littri. Vol 13. No 2. 43 – 48. Nawangsih, A. A. 2006. Seleksi Dan Karakterisasi Bakteri Biokontrol untuk Mengendalikan Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Pada Tomat. Disertasi. Bogor : Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Nurjanani. 2011. Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4. Paath, J.M. 2005. Pengendalian Penyakit Layu Bakteri Pada Tanaman Tomat Dengan Pestisida Nabati. Eugenia 11 (1) 47-55. Pelczar, M.J., dan E.S. Chan. 2005. Dasardasar Microbiologi. Edisi ke-2. Terjemahan Ratna Sri Hadioetomo, dkk. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Renisheya, J.J.M., S.L. Sushna, M. Johnson, N. Janakiraman, and T.R.J.J. Ethal, 2012.
Moralita Chatri, Linda Advinda dan Dian Ratna Darmayanti
Bio-efficacy of the leaves extracts of Hyptis suaveolens (L.) Poit against the fish pathogens, International Journal of Life Science & Pharma Research, 2(1), L128-L133. Sharma, N., U.K.Verma And A. Tripathi. 2004. Bioactivity Of Essential Oil From Hyptis Suaveolens Against Storage Mycoflora. FTIC Ltd. Publishing, Israel. pp. 99-116. Siregar, A.F., A. Sabdono, dan D. Pringgenies. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. Journal Of Marine Research. Volume 1, Nomor 2, Halaman 152-160. Tachakittirungrod, S. and S. Chowwanapoonpohn. 2007. Comparison of Antioxidant and Antimicrobial
44
Activities of Essential Oils from Hyptis suaveolens and Alpinia galanga Growing in Northern Thailand. CMU. J. Nat. Sci. Vol. 6(1) 31-42. Tripathi, A., N, Sharma and V. Sharma. 2009. In Vitro Efficacy Of Hyptis Suaveolens L. (Poit.) Essential Oil On Growth And Morphogenesis Of Fusarium Oxysporum F.Sp. Gladioli (Massey) Snyder & Hansen. World J Microbiol Biotechnol. 25:503– 512. Tuju, M.J. 2004. Uji Antagonisme Trichoderma spp. terhadap Penyebab Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum) pada Tanaman Kentang. Eugenia 10 (2) : 143-155. Volk, W.A, dan M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.