PENGARUH PEMUPUKAN PETROBIO GR TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN JAGUNG DI DAERAH ENDEMIS PENYAKIT BULAI Moh. Cholil Mahfud, Sarwono,Gunawan, dan I.R. Dewi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Adanya kelemahan-kelemahan implementasi komponen PHT, mendorong petani selalu menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit bulai. Saat ini penggunaan fungisida tidak terjangkau oleh petani karena harganya meningkat sampai tiga kali, memacu perlunya dicari komponen PHT lain yang efektif, mudah diterapkan oleh petani, potensial meningkatkan produktivitas, dan berkelanjutan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pupuk hayati Petrobio GR dalam mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung. Kajian dilaksanakan di kabupaten Kediri dan Pasuruan, di lahan petani pada MK-1 2010 (Februari-Agustus 2011), menggunakan jagung hibrida varietas Pioner 21. Kajian dilaksanakan melalui percobaan, menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang lima kali. Perlakuan yang dikaji di Kabupaten Kediri adalah: (A) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam (kontrol); (B) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Petrobio GR; (C) 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Petrobio GR; (D) 150 kg urea + 50 kg SP36 + 50 kg KCl/ha + Petrobio GR; dan (E) 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Petrobio GR. Sebaliknya perlakuan yang dikaji d Kabupaten Pasuruan adalah: (A) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam (kontrol); (B) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR; (C) 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR; (D) 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR; dan (E) 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR. Data yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman, tingkat kerusakan tanaman oleh penyakit bulai, dan hasil panen. Data dianalisis menggunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap data yang dikumpulkan, dan analisis beda perlakuan menggunakan uji BNT pada taraf kepercayaan 95%. Hasil kajian menunjukkan: (1) di lokasi Kediri penyakit bulai menurunkan produksi 12-80%, sedangkan di lokasi Pasuruan penyakit bulai menurunkan produksi 20-38%; (2) meskipun tidak berbeda nyata antara petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) dengan petak B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR), namun lebih cepatnya pertumbuhan tanaman jagung, lebih rendahnya intensitas penyakit bulai dan lebih tingginya hasil panen yang ditampilkan pada petak B mengindikasikan adanya potensi Petrobio GR dalam memperbaiki pertumbuhan jagung, menurunkan intensitas penyakit bulai dan meningkatkan hasil panen jagung; dan (3) pertumbuhan tanaman jagung, intensitas penyakit bulai dan hasil panen jagung secara nyata dipengaruhi oleh dosis NPK dan perlakuan benih menggunakan Mefenoksam. Kata kunci: jagung, penyakit bulai, pengendalian, pemupukan, Petrobio GR PENDAHULUAN Peningkatan produktivitas jagung di Jawa Timur terhambat oleh adanya penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis. Infeksi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun masuk jaringan tanaman melalui stomata 47
daun muda dan lesion lokal berkembang ke titik tumbuh menyebabkan infeksi sistemik. Pembentukan konidia jamur menghendaki air bebas, gelap dan suhu di bawah 24oC (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Gejala penyakit bulai adalah bercak berwarna klorotik memanjang searah tulang daun dengan batas yang jelas. Pada bercak tumbuh konidia jamur menyerupai tepung berwarna putih (terlihat lebih jelas saat pagi hari). Daun sakit menjadi sempit dan kaku, tanaman tumbuh terhambat dan kadang-kadang tidak dapat membentuk tongkol. Bila penyakit terjadi pada tanaman muda (umur kurang satu bulan), tanaman akan mati. Tanaman sakit kadang-kadang membentuk anakan banyak, daunnya menggulung dan terpuntir. Dua tahun terakhir ini, gangguan penyakit bulai meningkat di semua sentra produksi jagung di Jawa Timur. Kabupaten Kediri dan Pasuruan merupakan sentra produksi jagung dan endemis penyakit bulai (BPTPH Prop. Jatim, 2004). Komponen pengelolaan hama secara terpadu (PHT) yang direkomendasikan untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung antara lain: (a) sanitasi sisa tanaman jagung dan serealia lain; (b) pergiliran tanaman; (c) tumpangsari; (d) tanam tepat waktu; (e) pengolahan tanah, penggenangan air dan cara mekanis lainnya; (f) penggunaan varietas tahan; dan (g) penggunaan pestisida secara bijaksana. Implementasi PHT oleh petani belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, karena kelemahan masing-masing komponen. Komponen pergiliran tanaman dan tumpangsari sulit diterapkan, sedangkan penggunaan varietas tahan tidak mampu menghadapi penyakit bulai apabila sudah membentuk strain baru. Adanya kelemahan-kelemahan ini, mendorong petani selalu menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit bulai (Baco dkk., 2007). Dengan meningkatnya harga fungisida sampai tiga kali lipat, menyebabkan cara ini tidak terjangkau oleh petani. Memperhatikan kelemahan-kelemahan komponen PHT tersebut, perlu dicari komponen teknologi alternative pengendalian penyakit bulai yang efektif, mudah diterapkan oleh petani, potensial meningkatkan produktivitas, dan berkelanjutan. Saat ini telah diproduksi pupuk hayati Petrobio GR oleh PT. Petrokimia Kayaku Gresik. Pupuk ini dilaporkan mengandung mikroorganisme Pantoea sp dan Azospirillum sp, Aspergillus niger, Penicillium sp dan Streptomyces sp. Dengan kandungan mikroorganisme tersebut, petrobio GR dilaporkan dapat merubah unsur hara yang diperlukan tanaman secara teratur, merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, mempercepat masa panen dan meningkatkan hasil panen, serta tidak meracuni tanaman dan tidak mencemari lingkungan (Anonim, 2007). Dari kandungannya ini, pupuk hayati Petrobio GR berpeluang dapat mengendalikan penyakit bulai pada jagung. Untuk memastikan peluang ini, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui efektifitas pupuk hayati Petrobio GR dalam mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung.
48
BAHAN DAN METODE Kajian dilaksanakan di dua lokasi sentra produksi jagung yang endemis penyakit bulai, yaitu kabupaten Kediri dan Pasuruan, di lahan petani pada MK-1 2010 (Februari-Agustus 2011). Kajian menggunakan jagung hibrida varietas Pioner 21 dengan pertimbangan varietas ini tergolong rentan terhadap penyakit bulai. Kajian dilaksanakan melalui percobaan, menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang lima kali (Tabel 1 dan 2). Baik di kabupaten Kediri maupun di kabupaten Pasuruan, perlakuan A adalah rekomendasi BPTP Jawa Timur, dan digunakan sebagai pembanding. Tabel 1. Perlakuan di lokasi Kabupaten Pasuruan No. A B C D E
Perlakuan* 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam (kontrol) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Petrobio GR 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Petrobio GR 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Petrobio GR 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Petrobio GR * Perlakuan benih, 2,5 g/kg benih; dosis Petrobio GR = 35 kg/ha
Tabel 2. Perlakuan di lokasi kabupaten Pasuruan No. A B C D E
Perlakuan* 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam (kontrol) 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam * + Petrobio GR * Perlakuan benih, 2,5 g/kg benih; dosis Petrobio GR = 35 kg/ha
Tanaman jagung ditanam mengikuti teknik budidaya Roesmarkam dan Arifin (1998) meliputi penyiapan lahan, tanam, pemupukan, pengendalian gulma, penggunaan mulsa jerami, pengairan, pengendalian hama-penyakit selain penyakit bulai, dan panen. Data yang dikumpulkan meliputi tinggi tanaman, tingkat kerusakan tanaman oleh penyakit bulai, dan hasil panen. Kerusakan tanaman oleh penyakit bulai dihitung berdasarkan pengamatan menggunakan skor seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Skor penyakit bulai Skala kerusakan 0 1 2 3 4 5
Luas gejala Tidak ada gejala Luas gejala pada daun 1-5% Luas gejala pada daun 6-25% Luas gejala pada daun 26-50% Luas gejala pada daun 51-75% Luas gejala pada daun 76-100%
49
Kerusakan tanaman oleh penyakit bulai dihitung menggunakan persamaan yang dirumuskan oleh Kranz (1988) sbb: ∑ (n x b) P = ------------- x 100% (N-1)T dengan pengertian: P = kerusakan tanaman oleh penyakit karat daun; n = jumlah daun sakit; b = nilai skor (0-5); N = jumlah skor yang digunakan (konstan = 6); dan T = total jumlah daun yang diamati. Data dianalisis menggunakan sidik ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap data yang dikumpulkan, dan analisis beda perlakuan menggunakan uji BNT pada taraf kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi tanaman Di lokasi Kediri, mulai awal pertumbuhan sampai berbunga, tanaman jagung di petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) tumbuh paling tinggi, dan pada umur 70 hari mencapai 173,4 cm, secara nyata lebih tinggi dari pada di petak lainnya (Tabel 4). Di lokasi Pasuruan, sejak tanaman umur 15 hari setelah tanam, perlakuan yang diuji menampilkan kecepatan tumbuh yang berbeda. Mulai umur 46 hari, perlakuan A (300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam) menghasilkan pertumbuhan paling cepat (Tabel 5). Tabel 4. Tinggi tanaman jagung di lokasi Kediri Tinggi tanaman (cm) pada umur… (hari setelah tanam)* 21 56 70 A 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam 46,1a 89,5a 173,4a B 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Petrobio GR 44,5a 86,2ab 133,0b C 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Petrobio GR 44,7a 82,7ab 121,9b D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Petrobio GR 42,6ab 78,1ab 112,9b E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Petrobio GR 40,3b 75,0b 107,3b * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95%
Kode
Perlakuan
Tabel 5. Tinggi tanaman jagung di lokasi Pasuruan Tinggi tanaman (cm) pada umur… (hari setelah tanam)* 21 56 70 A 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam 48,02a 88,14a 177,92a B 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam + Petrobio GR 49,56a 90,06ab 180.08a C 225 kg urea+75 kg SP-3 +75 kg KCl/ha+Mefenoksam+Petrobio GR 46,32a 79,66ab 124.32b D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 44,56ab 75,54b 113.26b E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 41,88b 71,72b 106.54b * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95%
Kode
50
Perlakuan
2. Intensitas Penyakit Bulai Baik di lokasi Kediri maupun Pasuruan, penyakit bulai sudah tampak sejak tanaman jagung umur 15 hari setelah tanam, dan dijumpai di semua petak perlakuan. Di lokasi Kediri, perkembangan penyakit bulai paling rendah terjadi pada petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam), berbeda nyata dengan di petak lainnya (Tabel 6). Demikian juga di lokasi Pasuruan, intensitas penyakit bulai terendah ditunjukkan pada petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) meskipun tidak berbeda nyata dengan petak B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR). Sebaliknya intensitas tertinggi ditunjukkan pada petak E (75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) tetapi tidak berbeda nyata dengan di petak D (150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) dan C (225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) (Tabel 7). Tabel 6. Intensitas penyakit bulai di lokasi Kediri Intensitas penyakit bulai (%) pada tanaman umur (hari) 21 56 70 A 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam 4,1a 8,5a 8,7a B 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Petrobio GR 16,3ab 30,1ab 40,0b C 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Petrobio GR 22,5b 35,6bc 44,3b D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Petrobio GR 28,4bc 41,7bc 49,8b E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Petrobio GR 43,8c 56,4c 58,2b * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95% Kode
Perlakuan
Tabel 7. Intensitas penyakit bulai di lokasi Pasuruan Intensitas penyakit bulai (%) pada tanaman umur… (hari setelah tanam)* 21 56 70 A 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam 18,12a 27,18a 30,20a B 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam + Petrobio GR 16,34ab 26,51ab 28,90ab C 225 kg urea+75 kg SP-3 +75 kg KCl/ha+Mefenoksam+Petrobio GR 28,49bc 42,73bc 47,48bc D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 31,88c 47,83c 53,14c E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 33,77c 50,65c 56,28c * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95% Kode
Perlakuan
3. Hasil panen Antar perlakuan memperlihatkan hasil panen berbeda. Di lokasi Kediri hasil panen tertinggi (6,82 ton pipilan kering/ha) ditampilkan pada petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam), berbeda nyata dengan petak (perlakuan) lainnya (Tabel 8). Demikian juga di lokasi Pasuruan, hasil panen tertinggi ditampilkan oleh petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Ridomil) meskipun tidak berbeda nyata dengan petak B (300 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha + Ridomil + Petrobio GR). Sebaliknya hasil panen terendah ditampilkan oleh petak E (75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Ridomil +
51
Petrobio GR) dan tidak berbeda nyata dengan petak D (150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Ridomil + Petrobio GR), dan C (225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Ridomil + Petrobio GR) (Tabel 9). Tabel 8. Hasil panen jagung di lokasi Kediri Rata-rata hasil panen (t pipilan kering/ha) A 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam 6,82a B 300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Petrobio GR 2,77b C 225 kg urea + 75 kg SP-36 + 75 kg KCl/ha + Petrobio GR 2,18b D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Petrobio GR 1,23b E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Petrobio GR 0,88b * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95% Kode
Perlakuan
Tabel 9. Hasil panen jagung di lokasi Pasuruan Rata-rata hasil panen (t pipilan kering/ha)* A 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam 6,60a B 300 kg urea+100 kg SP-36+100 kg KCl/ha+Mefenoksam + Petrobio GR 6,91ab C 225 kg urea+75 kg SP-3 +75 kg KCl/ha+Mefenoksam+Petrobio GR 4,98bc D 150 kg urea + 50 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 4,44c E 75 kg urea + 25 kg SP-36 + 25 kg KCl/ha + Mefenoksam+Petrobio GR 4,12c * Angka sekolom yang diikuti oleh huruf sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada tingkat kepercayaan 95%
Kode
Perlakuan
Penyakit bulai merupakan penyakit jagung yang paling berbahaya, dan menurunkan kehilangan hasil sampai 90% (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Dari analisis hubungan antara intensitas serangan penyakit dan hasil panen, diperoleh persamaan regresi Y = 6,872 – 1,377x untuk lokasi Kediri, dan Y = 7,314 – 0, 678x untuk lokasi Pasuruan. Ini berarti makin tinggi intensitas penyakit bulai, hasil panen jagung makin rendah. Dari analisis regresi tersebut diketahui bahwa di lokasi Kediri penyakit bulai menurunkan produksi 12-80% sedangkan di lokasi Pasuruan menurunkan produksi 20-38%, tergantunga perlakuan. Dari penelitian ini tampak bahwa pemupukan NPK dosis seperti pada perlakuan A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha) dan perlakuan benih dengan Mefenoksam meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung, menurunkan intensitas serangan bulai, sehingga meningkatkan hasil panen. Sebaliknya penggunaan Petrobio GR dosis 35 kg/ha belum tampak nyata pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman jagung, intensitas penyakit bulai dan hasil panen jagung. Pemupukan NPK dengan dosis sesuai kebutuhan dimaksudkan agar tanaman jagung tumbuh optimal. Ini dibuktikan pada petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) di dua lokasi Kediri dan Pasuruan, memperlihatkan tanaman jagung tumbuh lebih tinggi, intensitas penyakit bulai lebih rendah dan hasil panennya lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Tanaman yang tumbuh optimal dapat menampilkan potensi genetiknya, dan dapat
52
mempertahankan diri dari infeksi penyakit (Palti dan Rotem, 1983). Tidak berbedanya pertumbuhan, intensitas penyakit bulai dan hasil panen antara perlakuan A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) dengan B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) di lokasi Pasuruan membuktikan pernyataan ini. Pengurangan dosis NPK terbukti menurunkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman), menambah kepekaan tanaman jagung terhadap infeksi penyakit bulai, sehingga menurunkan hasil panen, meskipun tanaman jagung mendapat tambahan 35 kg Petrobio GR/ha. Bahkan di lokasi Pasuruan, perlakuan benih menggunakan Mefenoksam tidak mampu menekan penyakit bulai apabila dosis pupuk NPK dikurangi (perlakuan C, D dan E). Seperti yang dikemukakan pada Tabel 1, di lokasi Kediri hanya perlakuan A yang menggunakan Mefenoksam untuk perlakuan benih, sedangkan di lokasi Pasuruan (Tabel 2) semua perlakuan menggunakan Mefenoksam untuk perlakuan benih. Perlakuan benih menggunakan Mefenoksam direkomendasikan oleh BPTP Jawa Timur pada budidaya jagung, karena tanaman jagung umur muda peka terhadap penyakit bulai. Dengan perlakuan benih menggunakan Mefenoksam, tanaman jagung mudah terlindungi dari infeksi penyakit bulai, sehingga pertumbuhan berikutnya menjadi baik (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Lebih cepatnya pertumbuhan, lebih rendahnya intensitas penyakit bulai dan dan lebih ingginya hasil panen jagung di lokasi Kediri pada petak A (300 kg urea + 100 kg SP36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) daripada petak lainnya (B, C, D dan E) membuktikan pentingnya penggunaan Mefenoksam untuk perlakuan benih dalam budidaya jagung. Hasil serupa ditunjukkan oleh intensitas penyakit bulai dan hasil panen di lokasi Pasuruan yang tidak berbeda antara petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) dengan B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) membuktikan pentingnya penggunaan Mefenoksam untuk perlakuan benih dalam budidaya jagung. Hasil kajian di lokasi Pasuruan memperlihatkan bahwa di petak B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR) tanaman jagung tumbuh lebih cepat (lebih tinggi), intensitas penyakit bulai lebih rendah dan hasil panen lebih tinggi dari semua perlakuan meskipun tidak berbeda nyata dengan petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam). Fakta ini mengindikasikan adanya potensi Petrobio GR dosis 35 kg/ha dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman jagung, menurunkan intensitas penyakit bulai dan meningkatkan hasil panen jagung. Tidak nyatanya pengaruh pemberian 35 kg Petrobio GR/ha terhadap pertumbuhan tanaman, intensitas penyakit bulai dan hasil panen diduga karena dosis Petrobio GR yang diberikan (35 kg/ha) kurang mencukupi kebutuhan tanaman jagung, adanya spesifikasi lokasi (lahan yang digunakan percobaan kurang sesuai bagi perlakuan Petrobio GR), atau karena kondisi cuaca saat penelitian sangat cocok bagi perkembangan penyakit bulai didukung oleh lokasi penelitian adalah endemis penyakit bulai dan varietas yang digunakan dalam penelitian (Pioner 21) tergolong peka terhadap penyakit bulai.
53
KESIMPULAN 1. 2.
3.
Di lokasi Kediri penyakit bulai menurunkan produksi 12-80%, sedangkan di lokasi Pasuruan penyakit bulai menurunkan produksi 20-38%. Meskipun tidak berbeda nyata antara petak A (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam) dengan petak B (300 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl/ha + Mefenoksam + Petrobio GR), namun lebih cepatnya pertumbuhan tanaman jagung, lebih rendahnya intensitas penyakit bulai dan lebih tingginya hasil panen yang ditampilkan pada petak B mengindikasikan adanya potensi Petrobio GR dalam memperbaiki pertumbuhan jagung, menurunkan intensitas penyakit bulai dan meningkatkan hasil panen jagung. Pertumbuhan tanaman jagung, intensitas penyakit bulai dan hasil panen jagung secara nyata dipengaruhi oleh dosis NPK dan perlakuan benih menggunakan Mefenoksam. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Pupuk hayati Petrobio. PT Petrokimia Kayaku. Gresik. 2p. Baco, D., M.M. Dahlan, Subandi, T.M. Lando, dan IGP Sarasutha. 2007. Teknologi produksi dan penyimpanan jagung. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto dan Husni Kasim (penyunting): Teknisk Produksi dan Pengembangan Jagung, 225-251. Puslitbang tanaman pangan, Bogor. BPTPH Prop. Jatim. 2004. Laporan tahunan 2003. BPTPH Prop. Jatim, Surabaya. 61p. Diperta Prop. Jatim. 2009. Rancangan program pembangunan sub sektor tanaman pangan Jawa Timur 2009-2011. Pertemuan Tim Teknis dan Komisi Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur. 22-23 Juli 2009. Balai pengkajian teknologi Pertanian Jawa Timur. 18p. Kranz, J. 1988. Measuring plant disease. In Experimental Techniques in Plant Disease Epidemiology, eds. J. Kranz and J. Roterms, pp 35-50. Berlin: Springler. Palti, J. and J. Rotem. 1983. Cultural practices for the control of crop diseases. Plant Pathologis’s Pocketbook. Second Edition. Commonwealth Mycological Isntitute. England.183-195. Roesmarkam, S. dan Z. Arifin. 1998. Rakitan teknologi budidaya jagung. Monograf Rakitan Teknologi. Balai Pengkajian teknologi Pertanian Jawa Timur. Malang. 21-29. Wakman, W dan Burhanuddin. 2007. Pengelolaan penyakit prapanen jagung. Dalam Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto dan Husni Kasim (penyunting): Teknisk Produksi dan Pengembangan Jagung, 305-335. Puslitbang tanaman pangan, Bogor.
54