PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
(Skripsi)
Oleh EMMY IRAWANI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh Emmy Irawani
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan fungisida melalui perlakuan benih terhadap kemunculan penyakit, daya berkecambah, dan fenotipik tanaman yang meliputi tinggi tanaman, kehijauan daun, diameter batang, bobot brangkasan basah akar, bobot brangkasan basah batang, bobot brangkasan kering akar, dan bobot brangkasan kering batang. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Petani Natar, Lampung Selatan pada bulan Desember 2015-Juni 2016. Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 jenis fungisida (F1, F2, F3, F4, Metalaksil, Dimetomorf, Fenamidone, Hydroxy Amino Benzimidazole, Mancozeb+Xymoxanil) pada 2 galur benih jagung (galur NK 22 dan galur NK 6326. Pada penelitian ini terdapat 2 penyakit yang muncul yaitu penyakit bulai yang disebabkan Peronoscleospora sp. dan penyakit hawar daun yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. Hasil penelitian setelah diuji secara statistik menunjukan bahwa fungisida tidak mempengaruhi daya berkecambah benih. Fungisida yang efektif dalam penelitian ini untuk galur NK 22 adalah F1, F2, F3, dan F4 untuk menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk menekan keparahan penyakit hawar dan meningkatkan tinggi tanaman, F4 untuk meningkatkan kehijauan daun, Mancozeb+Cymoxanil untuk memperbesar diameter batang, meningkatkan berat basah batang dan berat kering batang. Pada galur NK 6326 fungisida yang efektif adalah F3 untuk menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk meningkatkan tinggi tanaman, berat basah batang, dan memperbesar diameter batang. F4 untuk meningkatkan kehijauan daun, berat basah akar, dan menekan keparahan penyakit hawar. Metalaksil untuk meningkatkan berat basah akar, serta Mancozeb+Cymoxanil untuk meningkatkan berat kering batang. Kata kunci : fungisida, Peronoscleospora sp., Helminthosporium sp.
PENGARUH APLIKASI FUNGISIDA (Seed Treatment) TERHADAP KEMUNCULAN PENYAKIT DAN FENOTIPIK TANAMAN JAGUNG (Zea mays)
Oleh EMMY IRAWANI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Emmy Irawani, dilahirkan di Sukaraja, Lampung Barat, pada tanggal 4 Mei 1993. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara, putri dari pasangan Bapak K. Situmorang dan Ibu E. Simanullang.
Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Sukaraja, Way Tenong, Lampung Barat pada tahun 2006, Sekolah Menegah Pertama Negeri (SMPN) 1 Way Tenong selesai pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Utama 2 Bandar Lampung selesai pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahsiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur (UML) Ujian Masuk Lokal/ Ujian Mandiri.
Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Umum di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Pangan, Pandak, Bantul, Yogyakarta dan pada tahun 2016 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Gedung Harta, Kecamatan Selagai Lingga, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk Mata Kuliah Pengendalian Penyakit Tanaman pada tahun 2016. Penulis juga terdaftar sebagai anggota dari UKM Katholik Universitas Lampung.
MOTTO
Some people come in your life as blessings. Some people come in your life as lesson. (Mother Teresa)
Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan (Amsal 1:5)
What can you do to promote world peace? Go home and love your family (Mother Theresa)
Be blessing to others (Emmy Irawani)
PERSEMBAHAN Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yesus Kristus atas Berkat dan Karunianya Skripsi ini dapat terselasaikan
Penulis mempersembahkan karya sederhana dengan perjuangan dan kerja keras Kepada ayahanda tercinta K. Situmorang dan ibuku tercinta E. Simanullang yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa, dukungan moriil dan materil yang tak terhingga. Kepada abangkku Beadu Situmorang, Supandi Situmorang, Maizar Situmorang, Sarwedi Situmorang, Goel Bagariang. Kepada kakakku Empe Sanny Situmorang. Edaku Juwita Sihite, Lusia Manihuruk, Royani Manullang, dan Bernadeth Turnip yang selalu memberikan semangat, keceriaan dan kasih sayang disetiap hariku.
Serta Almamater Tercinta UNIVERSITAS LAMPUNG, Semoga karya ini bermanfaat.
SANWACANA Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan seluruh proses penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah (Skripsi) dengan judul “Pengaruh Aplikasi Fungisida (Seed treatment) terhadap Kemunculan Penyakit dan Fenotipik Tanaman Jagung (Zea mays)” Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam melakukan penulisan skripsi maupun dalam melaksanakan penelitian, yaitu kepada : 1. Bapak Radix Suharjo, S.P., M. Agr., Ph.D., selaku Pembimbing I, yang selalu sabar membimbing, memberikan motivasi, masukan serta petunjuk dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Muhammad Nurdin, M.Si., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan saran, masukan,dan nasehat kepada penulis hingga skripsi ini terselesaikan. 3. Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku penguji atas kritik, saran,dan nasehat yang diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 5. Ibu Prof. Dr. Ir Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 7. Prof. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang memberikan bimbingan dan nasihat. 8. Keluargaku (Ayah,Ibu, dan Abang dan Kakak) atas doa, kasih sayang, kesabaran, dan selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis. 9. Teman-teman Anindita, Dea Raissa, Dina Aulia, Dwi Pratiwi, Diyan Adinda, Diny Fitryana, Gusty Wilianti, Mega Fitria, Niken Aditya R, Nia Afrianti, Adam Fajar, Apriandi P, Bihikmi, Ignasius Darwin, Jamalludin Al-Afghani, atas dukungan, keceriaan, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 10. Keluarga CIE (Devi Rahmayani, Dewi Novriani, Jumayanti, Novia Adriani, Oktiana, Trya Safitri, dan Tuti Amalia) atas doa dan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman Pomperta Prasetya Adi, Ina Febria, Jesika Pakpahan, Mora, Benardo, dan Ribka atas dukungan dan bantuan selama penelitian.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca Bandar Lampung, Maret 2017
Emmy Irawani
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
v
I. PENDAHULUAN................................................................................... 1.1 Latar Belakang........................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.3 Kerangka Pemikiran.................................................................... 1.4 Hipotesis...................................................................................... II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2.1 Tanaman Jagung.......................................................................... 2.2 Penyakit Utama Tanaman Jagung............................................ 2.2.1 Penyakit Bulai ........................................................... 2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai.............................. 2.2.1.2 Gejala Penyakit Daur Penyakit ................. 2.2.1.3 Daur Penyakit .....……………………….. 2.2.1.4 Pengendalian ............................................... 2.2.2 Penyakit Hawar Daun ................................................. 2.2.2.1 Penyebab Penyakit ................................... 2.2.2.2 Gejala ....................................................... 2.2.2.3 Daur Penyakit ........................................... 2.2.2.4 Pengendalian ............................................ 2.2.3 Penyakit Karat Daun..................................................... 2.2.3.1 Penyebab Penyakit .................................... 2.2.3.2 Gejala ………………………………....…… 2.2.3.3 Daur Penyakit ............................................ 2.2.3.4 Pengendalian ................................................. 2.4 Fungisida Sebagai Pemacu Pertumbuhan ................................. 2.5 Jenis Fungisida ...................................................................... III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 3.2 Alat dan Bahan....................................................................... 3.3 Metode Penelitian................................................................... 3.3.1 Rancangan Percobaan.............................................. 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian.............................................
1 1 6 6 8 9 9 10 10 10 11 11 12 12 12 13 13 14 14 14 14 15 16 16 16 19 19 19 19 19 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 4.1 Hasil....................................................................................... 4.1.1 Jenis Penyakit yang Muncul...................................... 4.1.1.1 Gejala Bulai yang ditemukan....................... 4.1.1.2 Pengaruh Fungisida terhadap Insiden Bulai ……………………………………… 4.1.1.3 Penyakit Hawar Daun ………..………….. 4.1.1.4 Pengaruh Perlakuan Fungisida terhadap Keparahan Penyakit Hawar ………….…… 4.1.2 Daya Berkecambah …………………………..……… 4.1.3 Fenotipik Tanaman…………………..……...….……. 4.1.3.1 Tinggi Tanaman…………………….....…… 4.1.3.2 Kehijauan Daun………………………....…. 4.1.3.3 Diameter Batang 63 HST…………….…..... 4.1.3.4 Berat Basah dan Kering Akar serta Berat Basah dan Kering Batang………........……. 4.2 Pembahasan……………...…………………………………….. V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………...… 5.1 Kesimpulan …………………………………………………..... 5.2 Saran ………………………………………………………...… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. LAMPIRAN………………………………………………........................
27 27 27 27 28 28 29 30 31 31 33 34 35 37 43 43 44 45 49
DAFTAR TABEL Tabel 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Halaman
Perlakuan yang Dilaksanakan.................................................................. Pengaruh Fungisida Terhadap Insiden Penyakit Bulai .......................... Pengaruh Fungisida Terhadap Keparahan Penyakit Hawar .................... Daya Berkecambah.................................................................................. Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Tinggi Tanaman ................ Kehijauan Daun................................................................................ Diameter Batang............................................................................... Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Berat Basah dan Kering Akar serta Berat Basah dan kering Batang Galur NK 22................................ 9. Pengaruh Perlakuan Fungisida Terhadap Berat Basah dan Kering Akar serta Berat Basah dan kering Batang Galur NK 6326 ...........................
21 28 30 31 32 33 35 36 37
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tata letak benih jagung dengan 2 galur di setiap 1 kelompok perlakuan fungisida……..……………….……………………….. 2. Tata letak tanaman perlakuan di satu rumah plastik 3. Tata Letak Polibag Tanaman Jaging dalam 1 Rumah Plastik......... 4. Skema penentuan sampel tanaman jagung dalam satu jenis fungisida dan masing-masing galur ……………………………… 5. Penyakit Bulai yang Ditemukan di Lapang.................................... 6. Penyait Hawar Daun yang Ditemukan di Lapang ..........................
Halaman 21 22 22 23 27 29
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Kebutuhan akan konsumsi jagung dari tahun ke tahun terus meningkat, hingga kini usaha peningkatan produksi terus digalakkan, namun dibalik itu berbagai faktor penghambat masih sulit diatasi sehingga produksi yang diperoleh persatuan luas masih rendah (Sumartini, 2002). Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi secara nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan pengunaan varietas, pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung. Varietas jagung merupakan salah satu faktor penentu peningkatan produksi. Tersedianya varietas unggul yang hasilnya tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit utama sangat diperlukan bagi petani (Talanca 2009 dalam Talanca & Tenrirawe 2015). Tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan manusia, jagung juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Di bidang bioenergi, tanaman jagung dimanfaatkan biomassanya sebagai sumber energi terbarukan (Surtikanti, 2012). Pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya usaha peternakan dan industri yang menggunakan bahan baku jagung, menyebabkan kebutuhan terhadap jagung
2
semakin meningkat. Di Provinsi Lampung, rata-rata produksi jagung tahun 2004 mencapai 3,3 ton per hektare (Badan pusat Statistik, 2012). Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), produksi jagung nasional mencapai 17,6 juta ton pipilan kering dengan luas panen 4,8 juta hektare (ha). Dari angka tersebut, produksi jagung Indonesia masih jauh dari Amerika Serikat dan China, yang mampu menempati urutan pertama dan kedua. Dua negara tersebut menyediakan 79,3 juta hektar dan 74,3 juta ha lahan untuk tanaman jagung (Zulkarnain, 2012).
Penyebab rendahnya produktivitas jagung di Indonesia salah satunya yang disebabkan oleh adanya gangguan penyakit. Beberapa jenis penyakit yang dilaporkan terdapat di pertanaman jagung di Indonesia antara lain penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), hawar daun (Helmithosporium turcicum) busuk pelepah (Rhizoctonia solani), Busuk tongkol (Fusarium sp.), busuk batang, bercak daun (Bipolaris maydis Syn.) dan karat daun (Puccinia polysora) (Semangun, 2004). Diantara penyakit yang ada, penyakit bulai dan hawar daun merupakan penyakit yang cukup penting.
Penyakit bulai jagung yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora sp. merupakan salah satu patogen penting yang menyerang tanaman jagung. Dikatakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung karena serangan patogen ini dapat menurunkan hasil panen hingga 90% bahkan dapat menyebabkan puso pada areal pertanaman jagung (Semangun, 2004).
3
Untuk pengendalian penyakit bulai, sampai saat ini petani masih mengandalkan seed treatment dengan menggunakan fungisida berbahan aktif Metalaksil. Namun dalam jangka waktu yang lama, penggunaan fungisida ini dapat menimbulkan resistensi patogen terhadap fungisida yang digunakan (Burhanuddin, 2009). Resistensi patogen inilah yang dapat menyebabkan serangan patogen semakin lama semakin meningkat bahkan dapat menyebabkan puso. Penyakit Hawar daun jagung yang sudah teradapat di beberapa daerah Indonesia, salah satunya adalah Kalimantan Barat (Kusumadewi et al. 2014). Begitu juga yang dialami petani di daerah Sumatera Utara yaitu adanya wabah penyakit hawar daun yang merugikan petani pada tahun 2000 (Harahap 2001 dalam Krisnasari 2013). Penyakit Hawar daun disebabkan oleh jamur Helminthosporium sp. tanaman jagung yang menderita hawar daun menunjukkan gejala berupa kelayuan, kekeringan dan menyerupai gejala defisiensi unsur hara (Wakman dan Syamsudin 2007 dalam Kusumadewi et al., 2014). Tanaman jagung yang terserang berat oleh Helminthosporium sp. dapat terjadi pada musim hujan dan pada tanah yang banyak nitrogen dan kekurangan kalium (Semangun, 2006). Meluasnya serangan patogen ini disebabkan oleh penyebaran patogen bantuan angin. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengendalian maupun mengurangi serangan patogen Helminthosporium sp. adalah dengan menggunakan benih yang tahan. Benih jagung hibrida mengalami kerentanan terhadap patogen Helminthosporium sp. yang sebelumnya patogen tersebut merupakan patogen yang tidak penting bagi tanaman jagung. Akibatnya, penyakit hawar daun Helminthosporium sp. di Amerika Serikat dapat menghancurkan
4
tanaman jagung dengan kerugian lebih dari 1 juta dolar hanya dalam waktu satu tahun (Agrios, 2004).
Busuk tongkol jagung disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. Gejala penyakit ini ditandai permukaan biji tongkol jagung berwarna merah jambu sampai coklat, kadang-kadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas berwarna merah jambu. Jamur patogen berkembang baik pada sisa tanaman maupun di dalam tanah, cendawan ini dapat terbawa benih, penyebarannya dapat melalui angin atau tanah (Semangun, 2004).
Busuk pelepah disebabkan oleh jamur patogen (Rhizoctonia solani). Jamur patogen ini cocok pada kondisi panas dan lembap. Cendawan ini juga menyebabkan busuk benih (seed rot) dan busuk bibit (seedling blight) pada tanaman jagung. Menurut Sweets dan Wrather (2000), busuk benih terjadi sebelum benih tumbuh. Pada fase ini benih menjadi lunak dan berwarna coklat. Busuk bibit dapat menyerang baik pada fase pratumbuh maupun pada saat benih tumbuh, tetapi bibit mati sebelum muncul ke atas permukaan tanah. Serangan dapat juga terjadi pada pascatumbuh, yaitu pada saat benih tumbuh sebelum gejala serangan berkembang. Serangan pada fase pratumbuh menyebabkan koleoptil dan sistem perakaran berwarna coklat dan tampak basah dan busuk, sedangkan serangan pascatumbuh mengakibatkan tanaman berwarna kuning, layu, dan mati.
Dalam pengendalian penyakit ini, Iriani dan Sumartini (1995) dalam Muis (2007) melaporkan bahwa perlakuan benih dengan kaptafol efektif mengendalikan BLSB pada jagung. Beberapa jenis fungisida telah ditemukan efektif menekan busuk
5
pelepah (R. solani) pada padi. Penyemprotan fungisida melalui daun seperti validamycin A telah banyak dipraktekkan di Vietnam, Thailand, Korea, Malaysia, dan Jepang serta fungisida pencycuron di Malaysia (CABI, 2004).
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan, penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp., Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Penyakit bercak daun disebakan oleh jamur pathogen Bipolaris sp. Beberapa spesies patogen ini diketahui dapat menyerang pertanaman jagung yaitu B. maydis, B. turcicum, dan B. carbonum (Dicson, 1956 dalam Pakki, 2005). Penyakit ini pernah menyerang pertanaman jagung yang menyebabkan kerugian pada petani jagung di Provinsi Lampung di tahun 1973. Selanjutnya menurut Poy, (1970) dalam Pakki, (2005) kehilangan hasil akibat serangan penyakit bercak daun pada tanaman jagung dapat mencapai 59% (Talanca &Tenrirawe, 2015).
Penyakit karat daun disebabkan oleh jamur patogen Pucinia polysora. Penyakit karat daun sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban. Penyakit karat akan berkembang dengan baik pada suhu optimal 28°C, dengan kelembaban udara yang tinggi pada varietas jagung yang rentan (Talanca &Tenrirawe, 2015).
6
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fungisida yang diaplikasikan melalui perlakuan benih terhadap jenis penyakit yang muncul dan fenotipik tanaman. 1.3 Kerangka Pemikiran Dalam budidaya tanaman jagung terdapat beberapa kendala yang dapat membuat tanaman jagung tidak berkembang dengan baik yaitu adanya penyakit jamur. Beberapa penyakit yang menyerang tanaman jagung antara lain penyakit bulai (Peronosclerospora maydis), hawar daun (Helmithosporium turcicum, busuk pelepah (Rhizoctonia solani), Busuk tongkol (Fusarium sp.), busuk batang, bercak daun (Bipolaris maydis Syn.) dan karat daun (Puccinia polysora) (Semangun, 2004).
Penyakit ini dapat dapat dikendalikan dengan mudah, aman dan ramah lingkungan dengan menanam varietas tahan (Wakman dan Burhanuddin, 2007). Menurut Sudjono (1988) jenis Kalingga, Arjuna, dan Hibrida C1 adalah tahan terhadap Helminthosporium sp. Ada beberapa laporan yang meyatakan bahwa benih jagung hibrida mengalami kerentanan terhadap patogen Helminthosporium sp. yang sebelumnya patogen tersebut merupakan patogen yang tidak penting bagi tanaman jagung. Akibatnya, penyakit hawar daun Helminthosporium sp. di Amerika Serikat dapatmenghancurkan tanaman jagung dengan kerugian lebih dari 1 juta dolar hanya dalam waktu satu tahun (Agrios, 2004).
7
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan benih yang tahan terhadap penyakit tanaman. Selain dengan benih yang tahan, pengendalian juga dapat dilakukan dengan menggunakan fungisda pada perlakuan benih. Fungisida yang telah terbukti antara lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan dithane (Hollyday, 1980 dalam semangun, 2004). Sudjono (1988) melaporkan bahwa pengendalian dapat juga menggunakan triadimefon atau fungisida yang berasal dari golongan dithiokarbamat. Menurut Muis dkk (2000), fungisida yang biasa digunakan yang berbahan aktif carbendazim 6,2% + mancozeb 73,8%,mancozeb 80%, trishloromethylthio-4cyclohexene-1,2-dicarboximide. Penggunaan fungisida umumnya digunakan sebagai penekan perkembangan penyakit pada tanaman, tetapi Hamidin el al. (2009) melaporkan bahwa aplikasi fungisida berbahan aktif mancozeb dengan konsentrasi 3 g L-1 dan 4,5 g L-1 menghasilkan persentase bibit tanaman kentang yang bertunas yang lebih besar dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan mancozeb. Anonim (2016) melaporkan bahwa fungisida Synergy 30EC, selain berperan sebagai fungisida juga mampu memacu pertumbuhan dan hasil tanam padi. Tetapi Rahayu (1997) melaporkan bahwa penggunaan fungisida tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah dan tinggi tanaman.
8
1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Perlakuan 9 jenis fungisida (F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone, Dimetomorf, Hydrox-Amino-Benzimidazole dan Mancozeb+Cymoxanyl) tidak memengaruhi daya berkecambah benih jagung. 2. Perlakuan benih jagung menggunakan 9 jenis fungisida tersebut di hipotesis 1 dapat meningkatkan pertumbuhan dan menekan kemunculan penyakit tanaman jagung. 3. Dari 9 jenis fungisida yang digunakan dalam perlakuan benih, terdapat satu jenis fungisida yang memberikan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan kemunculan penyakit pada tanaman jagung.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung Menurut USDA (1998) tanaman jagung memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Sub Kingdom
: Tracheobionta
Super Division
: Sermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula (Khair et al. 2013).
10
2.2 Penyakit Utama Tanaman Jagung 2.2.1 Penyakit Bulai Penyakit bulai yang disebabkan oleh P. maydis merupakan penyakit utama pada tanaman jagung dan paling berbahaya diIndonesia karena dapat menyebabkan kerusakan hingga 90% atau puso terutama pada varietas jagung yang rentan terhadap penyakit bulai. Faktor yang memicu serangan penyakit ini adalah suhu yang tinggi sampai 30°C dan turunnya hujan sesekali, sebab penyakit ini ditularkan melalui spora yang terbawa angin. Penyakit bulai atau yang disebut downy mildew sangat ditakuti oleh petani sebab tanaman jagung yang terserang cenderung mengalami kematian dan sebelum tanaman mati pertumbuhannya sangat merana (AAK, 1993).
2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai Penyakit bulai disebabkan oleh jamur P. maydis. Jamur ini tergolong ke dalam kelas Phycomycetes yaitu hifanya tidak bersekat. Miselium P. maydis berkembang di ruang antar sel. Pada waktu permukaan daun berembun, miselium membentuk konidiofor yang tampak seperti batang, kemudian konidiofor membentuk sterigma (tangkai konidium). Konidium yang masih muda berbentuk bulat dan setelah masak berbentuk jorong dengan ukuran 19,2 x 17,0μm (Semangun, 2004). Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, kondisi gelap, dan suhu yang berkisar antara 20°C – 26°C. Faktor yang mendorong percepatan perkembangan penyakit bulai yaitu, suhu udara yang relatif tinggi yang disertai kelembaban tinggi dan tanaman inang. Beberapa jenis serealia yang dilaporkan
11
sebagai inang lain dari patogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa (oat), Digitaria spp. (jampang merah), Euchlaena spp. (jagung liar), Heteropogon contartus, Panicum spp. (Foxtail millet, jewawut), Setaria spp. (pokem/seperti gandum), Saccharum spp. (tebu), Sorghum spp., Pennisetum spp. (rumput gajah), dan Zea mays (jagung) (Wakman dan Burhanuddin, 2007). 2.2.1.2 Gejala Penyakit Gejala penyakit bulai secara umum dapat dilihat pada tanaman jagung yang terserang bulai yaitu daun-daunnya berwarna kuning keputih-putihan dan bergaris-garis klorosis sejajar dengan urat daun dan pada bagian bawah daun terdapat konidia berwarna putih seperti tepung (Wakman et al., 2007). Jika tanaman yang diserang berumur beberapa minggu, daun yang baru muncul menjadi kaku, runcing dan menguning. Tanaman bisa mati atau kerdil dan tidak bisa berbuah. Bila infeksi terjadi pada tanaman yang sudah berumur satu bulan, tanaman masih bisa tetap tumbuh dan berbuah namun tongkolnya tidak bisa besar. Selain itu kelobot tidak bisa membungkus secara penuh pada tongkol dan bijinya tidak penuh (Pracaya, 2008).
2.2.1.3 Daur Penyakit Miselium jamur P. maydis berkembang dalam jaringan di antara sel daun dan merusak klorofil. Miselium bercabang keluar melewati mulut daun membentuk konidiofor dan jika diperhatikan permukaan daun tampak membentuk lapisan tipis berwarna putih. Jika kelembaban dan temperatur tinggi, konidiofor akan menghasilkan konidium. Konidium terbentuk di waktu malam ketika daun berembun dan konidium segera dipencarkan oleh angin, namun konidium tidak
12
dapat terangkut jauh oleh angin karena embun hanya terjadi bila udara tenang, kemudian konidium akan melekat pada mulut daun dan berkecambah pada daun muda dari tanaman muda (Semangun, 2004). Jika keadaan cocok, konidium akan berkembang dan masa inkubasi kurang lebih 10 hari. Penyakit ini terdapat di dataran rendah pada waktu udara lembab dan panas sedangkan pada waktu udara dingin dan kering, serangan akan terhenti (Pracaya, 2008). Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. P. maydis tidak dapat bertahan hidup secara saprofitik. Selain itu jamur tidak dapat membentuk oospora. Tidak terdapat tanda-tanda bahwa jamur dapat bertahan di dalam tanah. Pertanaman di bekas pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali. Oleh karena itu, jamur ini harus bertahan dari musim ke musim pada tanaman hidup (Semangun, 2004). 2.2.1.4 Pengendalian Dalam beberapa penelitian dan yang sering digunakan masyarakat pengendalian penyakit bulai pada jagung yang sering dilakukan dengan fungisida Metalaksil pada benih jagung selain itu juga dilakukan menanam varietas jagung tahan penyakit bulai, eradikasi tanaman jagung terserang penyakit bulai, penanaman jagung secara serempak dan periode bebas tanaman jagung (Wakman dan Burhanudin, 2007). 2.2.2 Penyakit Hawar Daun 2.2.2.1 Penyebab Penyakit Penyakit hawar daun (leaf blight) turcicum disebabkan oleh jamur Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et Suggs merupakan salah satu
13
penyakit utama pada jagung setelah bulai. Patogen ini menular melalui udara sehingga mudah menyebar. Kehilangan hasil akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila penyakit menginfeksi tanaman sebelumbunga betina keluar (Poy, 1970). 2.2.2.2 Gejala Tanaman jagung yang tertular Helminthosporium turcicum, gejala awalnya Muncul bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu kebasahan. Selanjutnya, bercak-bercak tadi berubah warna menjadi coklat kehijauan. Bercak kemudian membesar dan mempunyai bentuk yang khas, berupa kumparan atau perahu. Lebar bercak 1-2 cm dan panjang 5-10 cm, tetapi lebar dapat mencapai 5 cm dan panjang 15 cm. Konidia banyak terbentuk pada kedua sisi bercak pada kondisi banyak embun atau setelah turun hujan, yang menyebabkan bercak berwarna hijau tua beledu, yang makin ke tepi warnanya makin muda. Beberapa bercak dapat bersatu membentuk bercakyang lebih besar sehingga dapat mematikan jaringan daun jagung yang tertular berat tampak kering seperti habis terbakar (Semangun, 2004). 2.2.2.3 Daur Penyakit Jamur Helminthosporium turcicum dapat bertahan hidup pada tanaman jagung yang masih hidup, beberapa jenis rumput-rumputan termasuk sorgum, pada sisasisa tanaman jagung sakit, dan pada biji jagung. Konidium jamur ini disebarkan melalui angin. Di udara, konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui
14
mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Semangun, 2004). 2.2.2.4 Pengendalian Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menanam varietas tahan. Selain itu dapat juga dengan menggunakan fungisida yang telah terbukti antara lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan dithane (Hollyday, 1980 dalam Semangun, 2004). Pendapat lain terdapat dari Sudjono (1988) menganjurkan menggunakan triadimefon atau golongan dithiokarbamat. 2.2.3 Penyakit Karat daun 2.2.3.1 Penyebab Penyakit Penyakit karat daun jagung pertama kali diidentifikasi disebabkan oleh Puccinia sorghi Schweinits. Adanya jamur karat yang kedua pada jagung, Puccinia polysora Undrew, beru dikenal oleh Sudjono pada tahun 1985. Jamur ini pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1891. Puccinia sorghi dan Puccinia polysora terdapat di seluruh Indonesia, termasuk Irian Jaya. P. polysora lebih banyak terdapat di dataran rendah tropik dan P. sorghi lebih banyak terdapat di pegunungan tropik dan di daerah beriklim sedang (Semangun, 2004). 2.2.3.2 Gejala Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat di permukaan daun jagung bagian atas maupun bawah, uredinia menghasilkan uredospora berbentuk bulat atau oval serta berperan penting sebagai sumber inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung lainnya, sebarannya melalui angin. Penyakit karat
15
dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi, infeksinya berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau (Semangun, 2004). 2.2.3.3 Daur Penyakit P. polysora mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman jagung hidup yang selalu terdapat dan dipencarkan urediospora. Spora ini dapat diterbangkan jauh oleh angin dengan tetap hidup, karena kering dan mempunyai dinding yang cukup tebal. Jamur dapat menginfeksi dua marga yang mempunyai hubungan dekat dengan jagung yaitu Euchlaena dan Tripsacum. Antara lain E. mexiana (teosinte) dan T. laxum (rumput Guatemal). Kedua macam tanaman ini relative jarang ditemui sehingga kurang memegang peranan penting dalam pemencaran P. polysora. Rumput Guatemala sering ditanami di kebun-kebun teh sebagai sumber bahan organik. Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak dapat mempertahnkan diri dalam biji yang dihasilkan oleh tanaman sakit (Hollyday, 1980 dalam Semangun, 2004). 2.2.3.4 Pengendalian Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menanam varietas tahan. Selain itu dapat juga dengan menggunakan fungisida yang telah terbukti antara lain zineb, oksiklorida tembaga, fermat, dan dithane (Hollyday, 1980 dalam semangun, 2004). Pendapat lain terdapat dari Sudjono (1988) menganjurkan menggunakan triadimefon atau golongan dithiokarbamat.
16
2.4 Fungisida sebagai pemacu pertumbuhan Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan fungi atau jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia (Djodjosumarto, 2000). Fungisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian yang dilakukan dalam budidaya. Fungisida biasanya digunakan untuk menekan pertumbuhan jamur baik yang disemprotkan maupun dengan perlakuan benih. Selain itu, beberapa jenis fungisida dilaporkan dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Aplikasi3 g L-1 dan 4,5 g L-1 mancozeb dilaporkan mampu menghasilkan persentase ubi bertunas pada 3 BSP yang lebih tinggi dan persentase busuk kering ubi yang lebih rendah dibandingkan dengan tanpa fungisida (Hamidin et al., 2009). Anonim (2016) menyatakan bahwa fungisida Synergi 30EC merupakan fungisida sistemik untuk mengendalikan penyakit busuk upih pada padi, penyakit bercak daun pada jagung dan penyakit bercak ungu pada bawang merah, fungisida ini juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanam padi. 2.5 Jenis Fungisida Fungisida digunakan untuk mengendalikan jamur patogen pada tanaman. Terdapat 9 jenis fungisida yang digunakan yaitu F1, F2, F3, F3, Metelaksil, Fenamidone, Dimetomorf, Hydroxy Amino Benzimidazole, Mancozeb+Cymoxanil, dan Tiaminoksam sebagai insektisida.
a. Tiaminoksam Tiaminoksam 70% dengan formulasi WS (Weatable solution) dapat disuspensikan dengan air. Tiaminoksam dapat mengendalikan hama pada tanaman jagung
17
diantaranya kutu daun, ereng, dan lalat bibit. Tanaman inang lainnya adalah kedelai dan padi (Anonim, 2017).
b. Metalaksil Fungisida yang berbahan aktif Metalaksil merupakan fungisida sistemik dengan formulasi ES (Emulsifiable solution). Fungisida ini dari golongan benzenoid yang dapat digunakan sebagai fungisida tular tanah (soil treatment) dan tular benih (seed treatment) untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah. Fungisida ini dapat menekan pertumbuhan paoygen golongan Oomycetes, serta penyakit hawar daun, rebah kecambah, dan busuk daun (Magallona et al., (1991) dalam Sembiring (2008))
c. Dimetomorf Bahan aktif Dimetomorf merupakan fungisida yang sistemik dengan formulasi SC (Suspension concentrate). Bahan aktif ini dapat mengganggu sintesis membran lipid pada pathogen. Penyakit sasaranm bercak daun pada tanaman jagung, lanas, busk daun, dan embun bulu (Moekesan. 2012).
d. Fenamidone Fenamidone merupakan senyawa kimia dari kelompok Imidazolines dari Rhône Poulenc dikembangkan dan diperkenalkan pada tahun 2001. Formulasi Fenamidone adalah SC (Suspencion Concentrate). Fungisida ini dapat mengendalikan penyakit becak daun pada kentang dan penyakit hawar daun pada tomat (Anonim, 2015).
18
e. Hydroxy Amino Benzimidazole HAB merupakan fungisida yang masuk dalam kelompok benzimidazole. Benzimidazole berpengaruh pada pembelahan inti dengan mengikat mikrotubulus sehingga benang gelendong tidak terorganisir. Antibiotikapolioksin dan kitazin menghambat sintesis khitin patogen (Agrios, 2004).
f. Mancozeb+Cymoxanil Mancozeb merupakan bahan aktif campuran maneb dan zink. Mancozeb termasuk dalam golongan dithiokarbamat. Mancozeb memiliki keunggulan yaitu dalam membasmi bebagai payogen tanaman (Magallona et al., (1991) dalam Sembiring (2008)) Fungisida ini termasuk dalam fungisida kontak. Fungisida ini memiliki cara kerja dengan menghambat kegiatan enzim yang ada pada jamur dengan menghasilkan lapisan enzim dengan unsur logamyang berperan dalam pembentukan ATP. ( Thompson (1992) dalam Sembiring (2008). Cremlyn (1978) melaporkan Fungisida ditiokarbamat, misalnya mankozeb, bekerja sebagai agen pengkhelat unsur yang dibutuhkan oleh jamur sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan. Untuk F1, F2, F3, F4 belum diketahui bahan aktif dari masing-masing fungisida.
19
II. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Natar, Lampung Selatan dari bulan Desember 2015-Juni 2016. 3.2 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag, cangkul, arit, selang air, spingkle, meteran, klorofil meter, oven, timbangan, koran, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung galur NK 22 dan NK 6326, 9 jenis fungisida yang berbahan aktif (F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone, Dimetomorf, HAB Dan Mancozeb+Cymoxanil dan insektisida Triaminoksam. 3.3Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan percobaan Percobaan ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 10 perlakuan. Sebanyak 2 Galur jagung (galur NK 22 dan galur NK 6326) digunakan dalam penelitian ini. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
20
3.3.2 Pelaksanaan Penelitian Penyiapan Media Tanam Media tanam yang digunakan merupakan campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1. Tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang kemudian dimasukkan ke dalam polibag berukuran 5 kg. Selanjutnya, polibag disusun di dalam rumah plastik. Penyiapan Rumah Plastik Sebanyak 3 buah rumah plastik digunakan dalam penelitian ini. Rumah plastik digunakan sebagai tempat ditanamnya tanaman perlakuan dan benih yang sudah diaplikasikan dengan fungisida tidak tercuci oleh air hujan. Rumah plastik dibuat dengan menggunakan rangka bambu dengan ukuran 9 x 18 m. Atap rumah plastik menggunakan plastik UV 6%. Dinding rumah plastik ditutup menggunakan plastik bening. Setiap rumah plastik merupakan blok atau ulangan pada penelitian ini. Sehingga total blok yang digunakan adalah 3 blok. Tanaman Perlakuan Benih jagung (galur NK 22 dan galur NK 6326) yang diperlakukan dengan 5 gram fungisida per 1 kilogram. yang diperlakukan dengan 9 jenis fungisida (Tabel 1). Sembilan jenis fungisida yang sudah diperlakuan dengan dalam penelitian ini adalah F1, F2, F3, F3, Metalaksil, Fenamidone, Dimetomorf, HAB dan Mancozeb+Cymoxanil. Benih yang sudah diperlakukan ditanam di dalam polibag berukuran 5 Kg, masing masing polibag berisi 4 benih. Satu galur terdiri dari 28 tanaman yang ditanam di 7 polibag. Didalam setiap blok (rumah plastik) setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali.
21
Tabel 1. Perlakuan yang dilaksanakan. Galur NK 22 Perlakuan Keterangan 1 Kontrol 2 F1 3 F2 4 F3 5 F4 6 Metalaksil 7 Fenamidone 8 Dimetomorf 9 HAB 10 Mancozeb+Cymoxanil
Galur NK6326 Perlakuan Keterangan 1 Kontrol 2 F1 3 F2 4 F3 5 F4 6 Metalaksil 7 Fenamidone 8 Dimetomorf 9 HAB 10 Mancozeb+Cymoxanil
Tata letak tanaman perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3.
Gambar 1. Tata letak benih jagung dengan 2 galur di setiap 1 kelompok perlakuan fungisida. Garis warna merah merupakan letak perlakuan galur NK22, sedangkan warna biru, merupakan letak perlakuan galur NK6326.
22
Gambar 2. Tata letak tanaman perlakuan di satu rumah plastik. F1 = kontrol (tanpa perlakuan fungisida tapi ditambah insektisida cruiser); F2 = F1, F3 = F2; F4 = F3; F5= F3: F6 = METALAKSIL; F7 = Fenamidone; F8 = Dimetomorf; F9 = Hab; F10 = Mancozeb+CymoxaniL.
Gambar 3. Tata letak polibagtanaman jagung dalam 1 rumah plastik.
23
Penentuan Sampel Tanaman jagung yang diamati dari 28 tanaman jagung yang ditanam untuk masing-masing galur diambil 5 tanaman sebagai sampel yang nantinya akan dilakukan pengamatan terhadap Fenotipik tanaman dan Insiden penyakit karat. Penentuan sampel
Gambar 4. Skema penentuan sampel tanaman jagung dalam satu jenis fungisida dan masing-masing galur. Fenotipik tanaman Fenotipik tanaman dilihat dengan melakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, kehijauan daun, kenampakan akar, berat basah dan kering akar dan batang dan diameter batang. Daya berkecambah Pengamatan dilaksanakan pada 5 hari setelah tanam terhadap jumlah benih jagung yang tidak berkecambah. Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus: Jumlah benih yang berkecambah DP =
X 100% Jumlah total benih yang ditanam
24
Kemunculan Penyakit. Pengamatan kemunculan penyakit dilakukan dilaksanakan pada umur 35 HST. Pengukuran dilakukan dengan mengamati tanaman sampel yang tersrang penyakit. Tingkat keparahan penyakit. Pengamatan dilaksanakan pada umur 35 HST. Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus (Ginting, 2013) sebagai berikut: PP =
x 100%
Keterangan: PP = Intensitas tanaman terserang N = Jumlah tanaman terserang v = Nilai numerik tanaman yang diamati n = Jumlah tanaman yang diamati Z = Nilai numerik kategori tertinggi Nilai kategori serangan (skor) untuk penyakit antraknosa didasarkan pada skala kerusakan tanaman yang terserang penyakit (Herwidyarti, 2011 dimodifikasi). Nilai kategori serangan (skor) sebagai berikut: 0 = Tidak ada kerusakan 1 = Bercak seluas 1 – 20% 2 = Bercak seluas 21 – 40% 3 = Bercak seluas 41 – 60% 4 = Bercak seluas > 60%
25
Insiden Penyakit. Pengamatan dilaksanakan pada umur 35 HST. Insiden penyakit bulau dihitung dengan rumus (Mayee dan Datar (1986) dalam Latifahani et al., 2014).
Keterangan: KP
: Insiden penyakit
n
: Jumlah tanaman jagung yang menunjukkan gejala
N
: Jumlah seluruh tanaman jagung untuk masing-masing fungisida yang diaplikasikan.
Data perkecambahan, tinggi tanaman dan tingkat keparahan penyakit yang diperoleh dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Tinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilaksanakan pada umur 14 HST, 28 HST, dan 42 HST. Pengukuran dilakukan menggunakan meteran yang dimulai dari pangkal tanaman sampai ujung daun bendera. Kehijauan daun. Kehijauan daun diamati pada 14 HST, 28 HST, dan 42 HST. Pengukuran dilakukan menggunakan alat Chlorophyll meter pada daun ke 2, 3 dan 4 dari titik tumbuh tanaman. Diameter batang. Diameter batang diamati pada akhir pengamatan (63 HST). Pengukuran diameter dilakukan dengan cara memotong secara horizontal batang tanaman jagung, kemudian diukur diameternya secara vertikal dan horizontal. Diameter akhir tanaman jagung merupakan rerata pengukuran secara vertikal dan horizontal.
26
Berat basah batang. Berat basah batang dilakukan pada akhir pengamatan (63 HST). Pengukuran berat basah batang dilakukan dengan cara menimbang hanya batang jagung. Berat kering batang. Berat kering batang dilakukan pada kahir pengamatan (63 HST). Pengukuran berat kering batang dilakukan dengan menimbang batang basah yang sudah dikeringkan dioven selama 24 jam pada suhu 105oC, setelah batang jagung dioven, ditimbang kembali batang jagung yang sudah kering. Berat basah akar. Berat basah akar dilakukan pada akhir pengamatan (63 HST). Pengukuran berat basah akar dilakukan dengan cara menimbang hanya akar tanaman jagung yang sudah dibersihkan dari tanah yang melekat segera setelah dicabut. Berat kering akar. Berat kering akar dilakukan pada kahir pengamatan (63 HST). Akar tanaman yang telah dibersihkan lalu dioven selama 24 jam pada suhu 105o. setelah dioven, akar tanaman jagung ditimbang.
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian didapatkan hasil sebagai berikut. 1. Penyakit yang muncul dalam penelitian ini ada 2 yaitu penyakit bulai yang disebabkan oleh patogen Peronoscleospora maydis dan penyakit hawar daun yang disesbabkan oleh patogen Helminthosporium sp. 2. Perlakuan aplikasi fungisida tidak mempengaruhi daya berkecambah benih. 3. Fungisida yang efektif dalam penelitian ini untuk galur NK 22 adalah F1, F2, F3, dan F4 untuk menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk menekan keparahan penyakit hawar dan meningkatkan tinggi tanaman, F4 untuk meningkatkan kehijauan daun, Mancozeb+Cymoxanil untuk memperbesar diameter batang, meningkatkan berat basah batang dan berat kering batang. Pada galur NK 6326 fungisida yang efektif adalah F3 untuk menekan insiden penyakit bulai, Fenamidone untuk meningkatkan tinggi tanaman, berat basah batang, dan memperbesar diameter batang. F4 untuk meningkatkan kehijauan daun, berat basah akar, dan menekan keparahan penyakit hawar. Metalaksil untuk meningkatkan berat basah akar, serta Mancozeb+Cymoxanil untuk meningkatkan berat kering batang.
44
4. Fungisida yang efektif untuk menekan serangan bulai adalah F3 dan fungisida yang efektif untuk menekan serangan hawar daun adalah Fenamidone.
5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap keefektivitas fungisida dalam menghambat perkembangan penyakit selain bulai dan hawar. 2.
Fungisida yang dapat digunakan untuk menekan insiden penyakit bulai jagung adalah F3 dan fungisida yang dapat digunakan untuk menekan keparah penyakit hawar adalah fungisida Fenamidone dan F4
45
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius, Yogyakarta. Hlm 90. Agrios,G.N. 2004. Plant Pathology 3th. Acad. Press, New York, London. 629 p. Anonim. 2015. Daftar Bahan aktif Fungisida dan Sasarannya. http://mitalom.com/daftar-bahan-aktif-fungisida-penyakit-sasaran/. Diakses pada 22 Januari 2017. Anonim. 2016. Synergy 30 EC.http://www.nufarm.com/ID/Sinergy300. Diakses pada 6 Maret 2016. Anonim, 2017. Nama Formulasi, Bahan Aktif, Jenis Pestisida dan Penggunaan yang Diizinkan. http://pestisida.go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN %20DIIZINKAN%20-%202012.pdf. Diakses pada 12 febreuari 2017. Badan Pusat Statistik. 2012. Data Strategis Badan Pusat Statistik. Katalog BPS: 1103003. Badan Pusat Statistik. Jakarta.hlm 16. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. ISBN: 978-979-1415-25-5. Burhanuddin. 2009.Fungisida Metalaksil Tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai (Peronoscleospora maydis) Di Kalimantan Barat dan Alternatif Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. ISBN : 978-9798940-27-9. Hal. 395-399. CABI. 2004. Crop Protection Compendium. CABI. Cremlyn, R. 1978. Pesticides John Willey dan Sons. Brisbane Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 46. Ekowati, D., &M. Nasir. 2011. Pertumbuhan Tanaman Jagung (zea mays l.) Galur bisi-2 pada Pasir Reject dan Pasir Asli di Pantai Trisik Kulonprogo. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, Vol. 18 (3): 220 – 231.
46
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 203 hlm. Hamidin, E., Sumaidi.,& A. Nuraeni. 2009. Pengaruh Konsentrasi Fungisida Mancozeb terhadap Pertumbuhan Tunas, Busuk Kering, Ubi dan Susut Bobot Ubi Bibit Kentang (Solanum tuberosum L). c.v Granola di Ruang Penyimpanan. Jurnal Agrikultura, 20(3): 159-163. Herwidyarti, K.H. 2011. Pengamatan Keparahan Penyakit Bercak Daun Ungu (Alternaria pori (Ell.)Cif) Tanaman Bawang Daun Di Balai Peneitian Tanaman Sayuran Lembang Bandung. Laporan Praktik Umum. Fakultas Pertanian Universitas Lampung : Bandar Lampung. 44 hlm Hikmahwati., Kuswinanti. T., Melina. & B. Pabendon. M. 2011. Karakterisasi Morfologi Peronoscleospora spp. Penyebab Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung, dari Beberapa Daerah di Indonesia. Jurnal Fitomedika. 7 (3): 159 – 161. Khair,H., M.S. Pasaribu, & S. Ebdi.2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays l.) terhadap Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Organik Cair Plus. UMSU Medan. Jurnal Agrium: 18 (1):13-22. Krisnasari, R.H. 2013. Uji Ketahanan dan Pengendalian Kimiawi Penyakit Hawar Daun Helminthosporium pada Jagung. Skripsi. Universitas Gajah Mada. Hlm 2. Kusumadewi, T., S. Khotimah, & Yanti. 2014.Ekstrak Metanol Buah Sonneratia alba J.E.Sm sebagai Penghambat Pertumbuhan Helminthosporium sp. yang diisolasi dari Daun Jagung. Universitas Tanjungpura, Pontianak. Jurnal Protobiont 3 (2) : 149 – 154. Latifahani N., Cholil A., Djauhari S. 2014. Ketahanan BEberapa Galur Jagung (Zea mays) terhadap Serangan Penyakit Hawar Daun. Jurnal Hama Penyakit Tanaman. 2 (1) : 52-60 Moekesan, K.T. 2012. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Cara Kerjanya. Yayasan Bina Tani Sejahtera. Bandung. Muis, A. 2007. Pengelolaan Penyakit Busuk Pelepah (Rhizoctonia solani kuhn.) Pada Tanaman Jagung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian, 26(3) : 100-103. Muis, A., S. Pakki., & Sutjiati. 2001. Peran Galur dan Fungisida dalam Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium maydis) pada Tanaman Jagung. Tanaman Pangan 20(2): 6−11.
47
Pakki, S. 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Bercak Daun (Helminthosporium sp.) Pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jurnal Litbang Pertanian, 24(3) : 101-108. Poy, C. 1970. Corn seed production of Helminthosporium maydis and Future Seed Prospects. Plant Dis. Rep. 54 (12): 1118−1121. Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahayu, S. 1997. Pengaruh Penggunaan Fungisida Terhadap Perkecambahan Benih dan Spora CMA Serta Keberadaan Mikoriza Arbuskula pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tesis. Universitas Indonesia. Hlm 9. Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Semangun, H. 2006. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Penyakit-Penyakit. Gajah Mada University. Yogyakarta. Sembiring, K.W. 2008. Efektivitas Mancozeb dan Metelaxyl dalam Menghambat Pertumbuhan Cylindrocladium scoparium. Hawey Boedijn et Reitsma Penyebab Penyakit Busuk Daun Teh (Camelia sinensis. L) di Laboratorium. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. 23 hlm. Sitompul, S. M. & B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 24. Sudjono, M.S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya dalam Jagung. Subandi, Mahyuddin SYam, & Adi Wijono (Ed). Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hlm 204-241. Sumartini, 2002. Penyakit-Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. dalam Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan Malang. Hlm 497-508. Sumardiyono, C. 2008. Ketahanan Jamur Terhadap Fungisida Di Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 14 (1): 1-5. Suprapto, H. S. & A. R. Marzuki, 2005. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 14. Surtikantini. 2012. Penyakit Bulai pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Superman: Suara Perlindungan Tanaman. 2(1). Sweets, L.E. & A. Wrather. 2000. Integrated Pest Management. Corn Diseases. MU Extension, University of Missouri, Columbia. 23 pp.
48
Talanca, A.H. & Tenrirawe. A. 2015. Respon beberapa galur terhadap penyakit utama jagung di kabupaten kediri jawa timur. Jurnal Agrotan 1(1). Hlm 67-78. United states department of agriculture. Classification for Kingdom Plantae Down to Species Zea mays. http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet? source=profile&symbol=ZEMA&DISPLAY=31. Diakses tanggal 12 Maret 2016. Utomo, S. D., Islamika. N., Ratih. S. & Ginting. C. 2010. Pengaruh Fungisida Metalaksil-M terhadap Insiden Penyakit Bulai dan Produksi Populasi Jagung Lagaligo X Tom Thumb. Jurnal Agrotropika 15(2): 56 – 59. Wakman, W. & Burhanuddin. 2007. Pengendalian penyaki tprapanen jagung. Jagung:Teknik Produksi danPengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm. 305 - 335. Wakman W., A.H. Talanca, Surtikanti, & Azri. 2007. Pengamatan penyakit bulai pada tanaman jagung di lokasi Prima Tani di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar pada 26-27 Juni. Seminar Mingguan Balitsereal. 8 hlm. Jumat, 8 Oktober 2016. Zulkarnain. 2012. Upaya Peningkatan Produksi dan Pemasaran Luar Negeri. Ditjen PEN/MJL/003/5/2012. Hlm 3.
49
LAMPIRAN
50
Tabel 8. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Insiden Penyakit Bulai a. NK 22 Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 545,70115 181,90038 0,84 0,4857 Perlakuan 9 19975,70566 2219,52285 10,21* 0,0001 Galat 27 KK 36,11279 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 733,32001 244,44000 1,21 0,3242 Perlakuan 9 11951,08231 1327,89803 6,59* 0,0001 Galat 27 KK 60,00110 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 9. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Keparahan Penyakit Hawar Daun a. NK 22 Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 125,6474900 41,8824967 1,60 0,2127 Perlakuan 9 518,4899100 57,6099900 2,20* 0,0549 Galat 27 KK 11,92044 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 52,9250500 17,6416833 1,34 0,2826 Perlakuan 9 125,1859400 13,9095489 1,06tn 0,4250 Galat 27 KK Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
51
Tabel 10. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Daya Berkecambah a. NK 22 Source DB JK KT F Hit Pr > F Blok 3 29,84430750 9,94810250 1,16tn 0,3436 tn Perlakuan 9 32,60570250 3,62285583 0,42 0,9117 Galat 27 KK 3.044970 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 Source DB JK KT F Hit Pr > F tn Blok 3 53533,3734 17844,4578 0,97 0,4194 tn Perlakuan 9 167261,8263 18584,6474 1,01 0,4532 Galat 27 KK 115,3347 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 11. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Tinggi Tanaman a. NK 22 1. 14 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 12,05194750 4,01731583 1,64tn 0,2030 * Perlakuan 9 92,24927250 10,24991917 4,19 0,0018 Galat 27 KK 3,159322 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 2. 28 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 291,463748 97,154583 1,09 0,3699 * Perlakuan 9 2216,470323 246,274480 2,76 0,0197 Galat 27 KK 8,506666 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
52
3. 42 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 251,05890 83,68630 0,26tn 0,8526 * Perlakuan 9 48456,18741 5384,02082 16,82 0,0001 Galat 27 KK 12,44474 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
b. NK 6326 1. 14 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 4,21602000 1,40534000 0,45 0,7213 Perlakuan 9 87,75684000 9,75076000 3,10* 0,0108 Galat 27 KK 3,721944 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 2. 28 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 113,419227 37,806409 0,60 0,6186 Perlakuan 9 2440,701822 271,189091 4,33* 0,0014 Galat 27 KK 7,215732 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 3. 42 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 1195,13411 398,37804 1,76 0,1788 Perlakuan 9 12540,58252 1393,39806 6,15* 0,0001 Galat 27 KK 9,886394 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
53
Tabel 12. Tabel Anova Kehijauan Daun a. NK 22 1. 14 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 7,25270000 2,41756667 1,25tn 0,3114 tn Perlakuan 9 20,26324000 2,25147111 1,16 0,3561 Galat 27 KK 12,7445 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 2. 28 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 19,0161675 6,3387225 3,84 0,0208 * Perlakuan 9 258,8711525 28,7634614 17,41 0,0001 Galat 27 KK 9,908871 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 3. 42 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 33,1912275 11,0637425 4,50 0,0110 Perlakuan 9 417,0603525 46,3400392 18,83* 0,0001 Galat 27 KK 14,17635 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 1. 14 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 10,54650750 3,51550250 2,20 0,1115 Perlakuan 9 23,59657250 2,62184139 1,64tn 0,1543 Galat 27 KK 12,01452 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 2. 28 HST Source DB JK Blok 3 3,19272750 Perlakuan 9 99,20325250 Galat 27 KK 12,90317
KT 1,06424250 11,02258361
F Hit 0,33tn 3,44*
F 0.05 0,8024 0,0061
54
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 3. 42 HST Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 9,8117275 3,2705758 1,65 0,2021 Perlakuan 9 120,1748725 13,3527636 6,72* 0,0001 Galat 27 KK 10,59209 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 13. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Diameter Batang a. NK 22 Source DB JK KT F Hit F 0.05 * Blok 3 0,66352750 0,22117583 3,20 0,0392 * Perlakuan 9 2,30397250 0,25599694 3,70 0,0039 Galat 27 KK 13,13112 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 0,06436750 0,02145583 0,30 0,8222 Perlakuan 9 0,64787250 0,07198583 1,02tn 0,4494 Galat 27 KK 12,50386 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% Tabel 14. Analisis ragam pengaruh fungisida perlakuan benih terhadap Bobot Berangkasan a. NK 22 1. Bobot basah akar Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 828,810860 276,270287 1,78 0,1755 * Perlakuan 9 3744,939190 416,104354 2,68 0,0231 Galat 27 KK 18,27343 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
55
2. Bobot basah batang Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 40686,7752 13562,2584 0,59 tn 0,6299 tn Perlakuan 9 317380,4246 35264,4916 1,52 0,1907 Galat 27 KK 51,65004 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 3. Berat kering akar Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 24,92784750 8,30928250 1,27 tn 0,3061 tn Perlakuan 9 57,90250250 6,43361139 0,98 0,4783 Galat 27 KK 47,55101 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 4. Berat kering batang Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 126,720087 42,240029 0,08 0,9702 tn Perlakuan 9 7973,851872 885,983541 1,68 0,1419 Galat 27 KK 37,69712 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% b. NK 6326 1. Bobot basah akar Source DB JK KT F Hit F 0.05 tn Blok 3 856,102050 285,367350 1,16 0,3441 Perlakuan 9 1707,505960 189,722884 0,77 tn 0,6449 Galat 27 KK 29,15752 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 2. Bobot basah batang Source DB JK KT F Hit F 0.05 * Blok 3 14888,81617 4962,93872 3,05 0,0456 Perlakuan 9 28591,09814 3176,78868 1,95 tn 0,0865 Galat 27 KK 14,45959 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
56
3. Bobot kering akar Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 8,79053000 2,93017667 0,75 tn 0,5321 tn Perlakuan 9 57,58601000 6,39844556 1,64 0,1546 Galat 27 KK 28,03769 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5% 4. Bobot kering batang Source DB JK KT F Hit F 0.05 Blok 3 416,124930 138,708310 0,77 tn 0,5182 tn Perlakuan 9 2142,083050 238,009228 1,33 0,2681 Galat 27 KK 23,47890 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5%; * = berbeda nyata pada taraf 5%
57
A B Gambar 6. A. Pengoalahan tanah dan pupuk kandang., B. Dimasukan tanah kedalam Polibag 5 kg
A
B
Gambar 7. A. Benih yang sudah diperlakukan dengan Fungisida., B. Penanaman tanaman jagung dengan perlakuan
58
A
B
Gambar 8. Kemunculan Penyakit Bulai. A) Gejala di lapang., B) Gambar Mikroskopis patogen (perbesaran 400x)
A
B
Gambar 9. Kemunculan Penyakit Hawar Daun. A). Gejala di lapang., B) Gambar mikroskopis (perbesaran 400x)
59
A
B B Gambar 10. Performa tanaman. A). Tinggi Tanaman., B). Kehijauan Daun
A Gambar 11. Berat brangkasan., A). Akar., B). Batang
B
60
Gambar 11. Diameter Batang