TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN ABDURAHMAN AN NAHLAWI (STUDI ANALISIS BUKU PENDIDIKAN ISLAM DI RUMAH, SEKOLAH DAN MASYARAKAT)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Strata 1 (S.I) dalam Pendidikan Islam
NAMA
: LUTHFIATUL KIHAMI
NIM
: 131310000302
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 7 (Tujuh) Eksemplar Hal
: Naskah Skripsi. a.n sdri : Luthfiatul Kihami
Kepada: Yth. Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara.
Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Luthfiatul Kihami
Nim
: 131310000302
Program
: Pendidikan Agama Islam
Judul skripsi
: TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PEMIKIRAN ABDURAHMAN AN NAHLAWI (STUDI ANALISIS BUKU PENDIDIKAN ISLAM DI RUMAH, SEKOLAH DAN MASYARAKAT)
Selanjutnya saya mohon kepada Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan agar skripsi saudari tersebut dapat dimunaqosahkan. Dan atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.
Pembimbing
Drs. Abdul Rozaq Alkam, M.Ag.
ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
(٨٤ :﴿اﻻء ﺳراء Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya, masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. Al Isra’ ayat 84)1
Persembahan: Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1.
Kedua orang tuaku tercinta
2.
Saudara-saudaraku tersayang
3.
Rekan-rekan Mahasiswa UNISNU Jepara
4.
Segenap
insan
yang
haus
akan
ilmu
pengetahuan yang setia
1
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1989) hlm.437
iv
ABSTRAK Luthfiatul Kihami (131310000302). Tujuan Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Abdurahman An Nahlawi (Studi Analisis Buku Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat), UNISNU Jepara 2015. Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk Mengetahui Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi 2. Untuk mendiskripsikan pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia. Data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dengan hasil sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi adalah tidak bisa terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. 2. Pemikiran Abdurahman An Nahlawi dan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam di Indonesia, adalah memprioritaskan pada Seorang pendidik harus memiliki syarat-syarat tertentu yang mengisyaratkan sebuah kompetensi guru yang sesuai dengan PP no. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 1-3, yang sekarang disempurnakan oleh PMARI no. 16 tahun 2010 pasal 16 ayat 1 dan 2, yaitu: Pedagogis, Profesional, Sosial, Kepribadian, dan ditambah dengan Kepemimpinan. Pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat dalam perspektif Islam harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban anggota yang bersangkutan yang berpedoman pada prinsip keadilan, persamaan, kebebasan, musyawarah dan kesatuan dalam proses interaksi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemikiran Abdul rahman An-Nahlawi fokus terhadap pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat menggunakan dasar nash al-Qur’an, hadits dengan pendekatan psikologis dan sosial. An Nahlawi menggunakan teori-teori pendidikan Islam yang dipadukan dengan pendekatan psikologis. Kata kunci: Pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurrahman an-Nahlawi
v
DEKLARASI
Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Jepara, September 2015 Peneliti
LUTHFIATUL KIHAMI
vi
KATA PENGANTAR
ِﺑِﺴْﻢِ ﷲِ اﻟّ َﺮ ﺣْ َﻤ ِﻦ اﻟّ َﺮﺣِ ﯿﻢ Segala puji hanya bagi Allah pemelihara seluruh Alam, limpahan sholawat dan salam-mu dengan tiada henti keharibaan Nabi Muhammad SAW. Rasul mulia yang diharapkan Syafa’at-Nya di akhir zaman. Hanya karena pertolongan dan hidayah-mu Yaa Allah penulis skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalamdalamnya kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhtarom HM, Rektor UNISNU Jepara 2. Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian. 3. Bapak
Drs. Abdul Rozaq Alkam, M.Ag sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktu serta ketabahan dan kesabarannya dalam membimbing dan memberi petunjuk sehingga penulis skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang dengan ikhlas penuh kesabaran dalam mendidik serta memberikan pengajaran kepada penulis sampai selesainya tugas studi. 5. Kedua orang tuaku dan calon suamiku tercinta yang telah mendukung penulisan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik. 6. Semua sahabat dan rekan mahasiswa serta semua pihak yang telah rela membantu peneliti dalam menyusun skripsi.
vii
Untuk semuanya penulis tidak dapat membalas segala bantuanya, hanya dapat memohon kepada Allah SWT semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah dengan balasan yang sebaik-baiknya. Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kepada para pembaca kritik dan saran sangat diharapkan, Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi semua pihak.
Jepara, September 2015
Peneliti
LUTHFIATUL KIHAMI
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN Berdasarkan SKB menteri Agama dan mentri Pendidikan dan kebudayaan RI Nomor 0543 b / U / 1987 Tertanggal 22 Mei 1988 A. Konsonan Tunggal HURUF ARAB
NAMA
HURUF LATIN
KETERANGAN
ا
Alif
-
Tidak dilambangkan
ب
Ba’
B
-
ت
Ta’
T
-
ث
Sa
S
S dengan titik di atas
ج
Jim
J
-
ح
Ha’
H
H dengan titik dibawah
خ
Kha’
Kh
-
د
Dal
D
-
ذ
Zal
Z
z dengan titik di atas
ر
Ra’
R
-
ز
Za’
Z
-
س
Sin
S
-
ش
syin
Sy
-
ص
Sad
S
S dengan titik di bawah
ض
Ada
d D dengan titik dibawah
ix
HURUF ARAB
NAMA
HURUF
KETERANGAN
LATIN
ط
t
T
t dengan titik dibawah
ظ
Za’
Z
z dengan titik dibawah
ع
‘ain
-
-
غ
gain
G
-
ف
Fa’
F
-
ق
qaf
Q
-
ك
kaf
K
-
ل
lam
L
-
م
mim
M
-
ن
nun
N
-
و
waw
W
-
ه
Ha’
H
-
ء
hamzah
-
ي
Ya’
Y
Ta’
h
ة ...ة
Koma lurus miring (tidak untuk awal kata) dibaca ah ketika mauquf
marbutah Ta’ marbutah
t/h
dibaca ah/at ketika mauquf
x
B. Vokal Pendek ARAB
LATIN
KETERANGAN
CONTOH
-
A
Bunyi fatkha pendek
اﻗﻞ
-
I
Bunyi kasrah pendek
ﺳﻠﯿﻢ
-
U
Bunyi dammah pendek
اﺣﺪ
C. Vokal Panjang ARAB
LATIN
KETERANGAN
CONTOH
غـــــــﺎ
A
Bunyi fatkha panjang
ﻛﺎن
ﻓــــــﻰ
I
Bunyi kasrah panjang
ﯾﺒﻨﻰ
ﻗـــــﻮ
U
Bunyi dammah panjang
ﻛﻮ ﻧﻮ
D. Vokal Diftong ARAB
LATIN
KETERANGAN
CONTOH
ﻗـــــ َﻮ
Aw
Bunyi fatkha diikuti waw
ﻣﻮز
ﻓـ َﻲ
Ai
Bunyi fatkha diikuti ya
ﻛﯿﺪ
E. Pembauran Kata Sandang Tertentu ARAB
LATIN
ﻖ َ اﻟ اﻟﺶﱠ
I
واﻟﻢ ُواﻟﺖﱠ
U
KETERANGAN
CONTOH
Bunyi al Qamariyah Bunyi al syamsiyyah dengan / (el) diganti huruf berikutnya Bunyi al Q amariyah / al syamsiyyah diawali huruf hidup, maka tidak terbaca mandiriﭑ
اﻟﻘﻤﺮ
ب ِ ﺼ َﻮا وﷲُ اَ ْﻋﻠَ ُﻢ ِﺑﺎ ﻟ ﱠ xi
اﻟﺸﻤﺴﯿﺔ واﻟﻤﻌﺎﻣﻠﺔ واﻟﺘﺮ ﺑﯿﺔ
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i NOTA PEMBIMBING ......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................ iv ABSTRAK ..............................................................................................................v HALAMAN DEKLARASI.................................................................................. vi HALAMAN KATA PENGANTAR................................................................... vii HALAMAN TRANSLITERASI ......................................................................... ix HALAMAN DAFTAR ISI.................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1 B. Penegasan Istilah.................................................................................7 C. Rumusan Masalah ..............................................................................8 D. Tujuan Penelitian ...............................................................................8 E. Kegunaan Penelitian............................................................................9 F. Kajian Pustaka ..................................................................................10 G. Metode Penelitian .............................................................................14 H. Sistematika Penulisan Skripsi...........................................................17 BAB II : LANDASAN TEORI A. Hakekat Pendidikan Islam ................................................................20 1. Pengertian Pendidikan Islam ......................................................20 2. Dasar dan Fungsi Pendidikan Islam..............................................26 3. Ruang Lingkup dan Komponen Pendidikan Islam .......................28 B. Perkembangan Pendidikan Islam......................................................35 C. Pendidikan Islam di Masjid .............................................................40
xii
BAB III : BIOGRAFI SOSIAL ABDURRAHMAN AN NAHLAWI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG PENDIDIKAN ISLAM A. Biografi Abdurrahman An-Nahlawi ...............................................50 B. Pemikiran Pendidikan Abdurrahman An-Nahlawi ...........................52 BAB IV. ANALISIS PENELITIAN A. Tujuan Pendidikan Islam Menurut Abdurrahman An-nahlawi ........59 B. Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan Pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia........76 C. Analisis Pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi .............................................................................................79 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .....................................................................................82 B. Saran ................................................................................................83 C. Kata Penutup.....................................................................................84
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan ke dunia ini tanpa pengetahuan apapun, tetapi dalam kelahirannya manusia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan. Dengan memfungsikan fitrah itu maka diharapkan manusia dapat belajar dari lingkungan dan masyarakatnya. Allah SWT telah menciptakan manusia di dunia kecuali bertugas pokok menyembah khalikNya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat di bumi agar mereka sejahtera dan makmur lahir batin.1 Oleh karena itu pendidikan sangat diperlukan lebih-lebih dalam kehidupan manusia saat ini, pada akhir abad 21 yang lebih dikenal dengan era globalisasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang serba cepat dan kompleks, baik yang menyangkut perubahan nilai maupun struktur yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Dalam Islam pendidikan memiliki makna sentral dan berarti proses pencerdasan secara utuh, dalam rangka mencapai sa’adatuddarain, kebahagiaan dunia akhirat, atau keseimbangan materi dan religious-spiritual.2 Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang sentral dalam pendidikan. Sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan menjadi tanpa arah, bahkan salah langkah dan tidak sesuai dengan harapan. Demikian juga dengan pendidikan Islam yang berusaha untuk membentuk pribadi manusia 1 2
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), hlm. 141 Eka Prihatin, Konsep Pendidikan, (Bandung: PT Karsa Mandiri Persada, 2008), hlm.8
1
2
melalui proses yang panjang dengan suatu tujuan pendidikan yang jelas dan direncanakan.
Abdurrahman
an-Nahlawi,
"menyatakan
pendidikan
Islam
mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.3 Pendidikan Islam bertugas pokok mengilmiahkan wawasan atau pandangan tentang kependidikan yang terdapat didalam sumber-sumber pokok dengan bantuan dari pendapat para sahabat dan ulama atau ilmuan muslim .4 Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih perasaan muridmurid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan. Abdurrahman AnNahlawi menyatakan bahwa Islam merupakan syariat Allah bagi manusia yang dengan bekal syariat itu manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul dan merealisasikan amanat besar itu, syariat iru membutuhkan pengamalan, pengembangan dan pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam.5 Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang 3
Abdurrahman Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005), hlm. 25 4 Roihan Achwan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001), hlm.50 5 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2005), hlm. 172-160.
3
manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Setiap terjadi dekadensi moral masyarakat, terlebih jika kerusakan tersebut dilakukan oleh para generasi muda yang notabenenya masih menyandang predikat peserta didik atau masih terikat dalam lembaga pendidikan formal, maka hampir semua pihak akan segera menoleh pada lembaga pendidikan dan menuduhnya tidak berkompeten dalam mendidik anak bangsa. Tuduhan berikutnya terfokus pada guru yang dianggap alpa dan tidak professional dalam menjaga moralitas bangsa melalui pendidikan moral kepada peserta didik tersebut. Para guru tibatiba menjadi sorotan saat musibah kebobrokan moral, ketertinggalan atas perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan peradaban. Pribadi guru kemudian dikupas tuntas dan dipertanyakan secara kritis, mulai dari penguasaannya terhadap ilmu, metodologi, komunikasi, hingga moralitasnya. Pandangan dan sikap skeptis yang langsung diarahkan pada guru dan mengadilinya sedemikian rupa pada saat terjadi kebobrokan moral dan ketertinggalan teknologi anak bangsa sebenarnya merupakan sikap yang kurang dewasa. Mendidik pada dasarnya adalah tugas orang tua dengan melibatkan sekolah dan masyarakat. Tugas mendidik anak manusia pada dasarnya ada pada orang tuanya, namun karena beberapa keterbatasan yang dimiliki orang tua, maka tugas ini kemudian diamanatkan kepada pendidik di sekolah (madrasah), masjid, musholla, dan lembaga pendidikan lainnya. Sekolah dan masyarakat memiliki kewajiban untuk mendukung pendidikan setiap generasi karena setiap generasi baru yang lahir akan menjadi bagian dari masyarakat yang diharapkan mampu
4
mengemban tanggung jawab dalam menjawab berbagai persoalan kehidupan umat manusia, merekayasa masa depan masyarakat agar lebih baik dan melestarikan nilai-nilai dan warisan- warisan sosial-kultural. Di dalam dunia pendidikan, pihak yang melakukan tugas-tugas mendidik dikenal dengan dua predikat yakni pendidik dan guru. Pendidik (murabbi) adalah orang yang berperan mendidik subyek didik atau melakukan tugas pendidikan (tarbiyah). Sedangkan guru adalah orang yang melakukan tugas mengajar (ta’lim). Sama dengan teori pendidikan barat, tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotorik, kognitif, maupun potensi afektif. Potensi itu harus dikembangakan secara seimbang sampai ketingkat paling tinggi menurut ajaran Islam.6 Agar seorang pendidik dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana telah dibebankan Allah SWT kepada Rasul dan pengikutnya, maka dia harus memiliki persyaratan, yakni (a) setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani (b) Seorang pendidik hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniahnya dengan keihlasan, (c) seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar, (d) ketika menyampaikan ilmunya kepada peserta didik, seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang diajarkan dalam kehidupan pribadinya (e) seorang pendidik harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan kajiannya (f) seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan 6
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Presfektif Islam, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 74
5
situasi dan materi pembelajaran, (g) seorang pendidik harus mampu bersikap tegas dan meletakan sesuatu sesuai proporsinya, (h) seorang pendidik dituntut untuk memahami psikologis anak, (i) seorang pendidik dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan, dan (j) Pendidik dituntut memiliki sikap adil terhadap seluruh peserta didinya; Q.S. asy-Syura: 15 dan al-Maidah: 8. 7
(٨: )اﻟﻤﺎﺋﺪاة Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Q.S. Al-Maidah: 8). 8 Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pendidik memiliki dua fungsi, yaitu sebagai berikut: Fungsi pengajaran; artinya seorang pendidik berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan kepada manusia. Fungsi penyucian; artinya seorang pendidik berfungsi sebagai pembersih diri, pemelihara diri, dan pengembang diri. Apabila kedua fungsi seorang pendidik tersebut dijabarkan kembali, maka hemat penulis tugas seorang pendidik terbagi menjadi dua, yaitu tugas umum dan tugas khusus. Secara umum, tugas pendidik adalah mengemban misi rahmatan li al-‘ālamīn, yakni suatu misi yang mengajak
7
Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 170-176 8 Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1989) hlm.159
6
manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah swt guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh, dan bermoral tinggi. Secara khusus, tugas pendidik ada tiga macam. Pertama, sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan dan melaksanakan program pengajaran, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan. Kedua, sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah swt menciptakan manusia. Ketiga, sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Tugas ketiga ini menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan.9 Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya, baik sebagai khalifah fi al-ardh maupun abd Allah sesuai dengan syariat Islam. Supaya generasi dibelakang tidak menjadi generasi yang lemah, sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 9
﴾٩
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.(Q.S An-Nisa’:9).10 9
https://nugrahawisnuputra.wordpress.com, di unduh tgl 19 Juni 2015 Departemen Agama RI, Op.cit, hlm.116
10
7
Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Karena mengajar merupakan membimbing murid belajar atau membimbing pengalaman murid. Jadi seorang guru harus mengatur lingkungan sebaik-baiknya, sehingga terciptalah syarat-syarat yang baik dan menjauhkan pengaruh yang buruk.11 B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap judul yang sedang dikaji, maka disini penulis tegaskan beberapa istilah, sebagai berikut: 1. Pendidikan Islam a.
Pendidikan Islam ialah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hokumhukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam .12
b.
Pendidikan Islam adalah pengembangan pikiran, penataan perilaku, pengaturan emosional, hubungan peranan manusia dengan dunia ini, serta bagaimana manusia mampu memanfaatkan dunia sehingga mampu meraih tujuan kehidupan sekaligus mengupayakan perwujudannya.13
2. Abdurahman
An
Nahlawi
mempunyai
nama
lengkap
Abdurrahman
Abdulkarim Utsman Muhammad al Arqaswasi an-Nahlawi. Beliau dilahirkan
11
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hlm. 130 12 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm.110 13 Abdurrahman an nahlawi, Op.cit, hlm. 34
8
di sebuah daerah bernama Nahlawa kota Madinah, Saudi Arabia, pada tanggal 7 Safar 1396 H / 1876 M.14 Jadi yang dimaksud dengan judul Tujuan Pendidikan Islam Menurut Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang Pendidikan
Islamadalah
bimbingan jasmani-rohani, berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam menurut pemikiran Abdurrahman Abdulkarim Utsman Muhammad al Arqaswasi anNahlawi. Yang dilahirkan di sebuah daerah bernama Nahlawa kota Madinah, Saudi Arabia, pada tanggal 7 Safar 1396 H / 1876 M. C. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi landasan pijakan peneliti dalam penyusunan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi? 2. Bagaimana pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan Pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia ? D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk Mengetahui Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi. 2. Untuk mendiskripsikan pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan Pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia. 14
Nur Muhammad Abdullah, Studi Komparasi Konsep Pendidikan Islam Dalam Keluarga Menurut Abdurrahman An-Nahlawi dan Abdullah Nashih ‘ulwan, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003), hlm. 24
9
E. Kegunaan Penelitian Setiap hasil penelitian tentu mempunyai arti, maka dan manfaat. Adapun dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat yang signifikan bagi : 1. Signifikan Akademik Ilmiah Maksudnya adalah bahwa hasil penelitian ini diharapkan memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama pendidikan agama Islam. 2. Signifikan Sosial Praktis Maksudnya adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : a. Bagi Guru Dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi guru bidang studi Pendidikan Agama Islam yang ingin menggunakan alat keterampilan poses dalam pembelajaran materi agama Islam. b. Bagi Penulis Sebagai upaya untuk pembelajaran diri dalam menerapkan konsep teoritis ke dalam studi praktis selama belajar di jurusan Pendidikan Agama Islam. c. Bagi Praktisi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan wacana dan informasi tambahan untuk mengetahui pengaruh salah satu pendekatan terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu pendekatan keterampilan proses dan untuk menentukan kebijakan baru dalam dunia pendidikan.
10
F. Kajian Pustaka Pada era sekarang ini, yang disebut era global, setidaknya perlu adanya diterapkan pemikiran Abdurrahman An-Nahlawi tentang pendidikan, untuk perbaikan moralitas bangsa, menjadi masyarakat yang berkarakter. Pemikiran-pemikiran beliau mempunyai relevansi dengan konsep pendidikan saat ini. Dalam menyampaikan materi sangat diakui bahwa metode mempunyai peranan yang sangat penting, setidaknya pada zaman sekarang, pengajaran yang monoton tidak relevan lagi, seiring merebaknya metode-metode pendidikan, karena adanya kurikulum KTSP, an-Nahlawi memberikan sumbangan tentang metode pendidikan yang bervariatif yang bersumber dari al-Qur’an sebagi tawaran yang solutif, hal ini memperkaya khazanah metode pengajaran selain mengambil dari barat setidaknya Islam mempunyai metode sendiri dari al-Qur’an. AnNahlawi menyaratkan bahwa pendidikan menuntut terjadinya progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika. Hal ini sesuai dengan UU sisdiknas 2003 bab VI tentang jalur, jenjang dan Jenis pendidikan. Pasal 14. Kurikulum menurut pandangan anNahlawi, sesuai dengan standar nasional pendidikan pada negara, dan rancangannya ada relevansinya dengan UU sisdiknas bab X pasal 36 ayat 1-3. Dengan demikian mereka di satukan oleh prinsip ketertundukan kepada pencipta alam semesta.15 Abdurrahman an-Nahlawi menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan, hal ini dibuktikan pada karyanya yang banyak diterbitkan
15
Abdurrahman an-Nahlawi, Op.cit. hlm.152-160
11
adalah berisi tentang pendidikan. Dari pemikiran-pemikiran beliau adalah tujuan pendidikan itu merupakan tujuan diciptakannya manusia itu sendiri yaitu beribadah kepada Allah. Ada tiga asas pokok yaitu asas ideal, asas ‘ubudiyyah, dan asas tasyri’i, serta yang harus menjadi sumbernya adalah al-Qur’an dan asSunnah, pengaplikasian syariatnya, serta perwujudan kemuliaan dan keagungan umat Islam.16 Mengenahi tujuan pendidikan yang digagas oleh an-Nahlawi yaitu ubudiyyah kepada tuhan, memberikan isyarat bahwa manusia merupakan mahluk yang harus rendah hati, hal ini berimplikasi bagi pertumbuhan moral yang baik kepada anak sebagaimana anak sekarang merupakan penerus bangsa pada masa depan. Pandangan an-Nahlawi terhadap manusia sendiri yang manusia merupakan mahluk yang dapat dididik dan merupakan khalifah fi al-Ard, membangkitkan optimisme kita bahwa kita mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Kemudian kajian pustaka dari skripsi yang relevan dengan judul yang penulis kaji adalah sebagai berikut: 1. Skripsi saudara Musmuallim: Pendidikan Islam Di Keluarga Dalam Perspektif Demokrasi (Studi Pemikiran Hasan Langgulung dan Abdurrahman an Nahlawi), Tesis, Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, menurut Pemikiran Hasan Langgulung keluarga sebagai unit sosial yang menjadi tempat pendidikan pertama dalam penanaman nilai-nilai dan pewarisan budaya kepada
16
Ibid, hlm.162
12
generasi masyarakat. Menurut Pemikiran an Nahlawi keluarga merupakan sarana untuk menegakkan syariat Islam yang didalamnya ditumbuhkan rasa cinta kasih untuk memperoleh ketenangan dan ketenteraman sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT. Kedua, pendidikan Islam di keluarga dalam pemikiran kedua tokoh tersebut perspektif demokrasi harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban anggota keluarga yang berpedomanpada prinsip keadilan, persamaan, kebebasan, musyawarah dan kesatuan dalam proses interaksi dalam keluarga. Ketiga, pemikiran kedua tokoh tersebut memiliki kesamaan dalam fokus terhadap pendidikan Islam di keluarga, menggunakan dasar nash alQur’an, hadits dan pendekatan psikologis dan sosial. Perbandingan yang paling menonjol
adalah
Langgulung
menggunakan
pendekatan
filsafat
dan
memadukan dengan ilmu kesehatan, sementara an Nahlawi menggunakan teori-teori pendidikan Islam yang dipadukan dengan pendekatan psikologis. 2. Skripsi saudara Lisna Khusnida. Berjudul :Konsep Tripusat Pendidikan Islam Menurut Abdurrahman An Nahlawi dan Relevansinya Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak. Dari Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Trabiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013. Hasil penelitian ini adalah konsep tripusat pendidikan Islam menurut Abdurrahman An Nahlawi terdiri dari: Pertama, lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak melalui aktivitas-aktivitas pembentukan keluarga yang berdasar pada syariat Islam. Kedua, pendidikan sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan syari‟at demi terciptanya sikap penghambaan kepada Allah dengan
13
mengembangkan segala bakat dan potensi manusia sesuai fitrahnya. Ketiga, lingkungan masyarakat sebagai wahana interaksi sosial anak dapat memberikan pelajaran yang sangat kompleks bagi terbentuknya nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan. Relevansinya terhadap pembentukan kepribadian anak adalah: Pertama, Orang tua di lingkungan keluarga sebagai pendidik anak yang utama haruslah mampu mengarahkan anak-anaknya supaya tidak menyimpang dari ajaran dan nilai-nilai agama Islam dengan memenuhi kebutuhan kasih sayang dan ketenangan jiwa pada anak, memberikan pendidikan moral, sosial, serta keagamaan. Kedua, Lingkungan sekolah bertanggung jawab dalam pembentukan
kepribadian
anak
melalui
pemeliharaan
fitrah
anak,
pengembangan potensi, pemberian pengalaman, wawasan nilai dan moral, serta sebagai penyempurna pendidikan keluarga. Ketiga, lingkungan masyarakat memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anak melalui Amar Ma’rūf dan Nahī Munkar, menganggap anak sendiri, mendidik dengan cinta kasih, memberikan hukuman, menjauhkan dari teman yang tidak baik, saling tolong menolong dan melakukan kerjasama yang utuh di dalam masyarakat. 3. Siti Lestari (NIM: 63111037). Berjdul : Pemikiran Hamka tentang Pendidik dalam Pendidikan Islam. Dari
Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Walisongo, 2010. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan antara pendidik dalam keluarga (orang tua), sekolah (guru) dan masyarakat (komunitas sosial) adalah sangat terkait dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak didik menuju perkembangan yang optimal. Untuk mendukung komunikasi
14
antara orang tua, guru dan masyarakat; Hamka menjadikan Masjid Al-Azhar sebagai tempat bersilaturrahmi antara guru dan orang tua untuk membicarakan perkembangan peserta didik. Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat ditegaskan bahwa penelitian terdahulu berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis pemikiran-pemikiran Prof. Dr. Abdurrahman an Nahlawi jika diterapkan dalam tujuan pendidikan Agama Islam. Jadi bidang kajian yang penulis tawarkan berbeda dengan tulisan dan penelitian yang pernah penulis temui. Penelitian ini lebih spesifik sehingga hasil yang didapat akan lebih mendalam. G. Metode penelitian Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.17 Karena itu dalam versi lain dirumuskan, metode penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan18, sedangkan instrumen adalah alat bantu yang dipilih oleh peneliti yang digunakan dalam kegiatan mengumpulkan agar mejadi sistematis dan mudah.19 maka metode penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian
17
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2012), hlm.2 18 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991), hlm. 24. 19 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm.101
15
Dalam menyusun skripsi ini menggunakan jenis penelitian library research (penelitian kepustakaan). Kepustakaan yang dimaksud yaitu sejumlah referensi utama dan pelengkap yang relevan dengan tema skripsi ini. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis data kualitatif dari sumber primer dan sumber sekunder. a. Data Primer adalah sumber data yang secara langsung memberikan data kepada pengumpul data.20 Sumber primer ini berupa catatan hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan. Selain itu, penulis juga melakukan observasi lapangan dan mengumpulkan data dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian di perpustakaan.yaitu karya-karya An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Tarj. Jakarta: GIP, 1995. Dan An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan Islam Dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro, 1989. b. Data Sekunder merupakan sumber data yang tidak memberikan informasi secara langsung kepada pengumpul data. Sumber data sekunder ini dapat berupa hasil pengolahan lebih lanjut dari data primer yang disajikan dalam bentuk lain atau dari orang lain.21 Data ini digunakan untuk mendukung infomasi dari data primer yang diperoleh baik dari wawancara, maupun dari observasi langsung ke lapangan. Penulis juga menggunakan data sekunder 20 21
Sugiyono, Op.cit, hlm. 225 Ibid
16
hasil dari studi pustaka. Dalam studi pustaka, penulis membaca literaturliteratur yang dapat menunjang penelitian, yaitu literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini, seperti: Tim dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama, 1996. 3. Teknik Pengumpulan Data Setelah data-data terkumpul, tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Sugiyono menegaskan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan.22 Dalam tahap ini peneliti menggunakan teknik yang dianggap representatif untuk menyelesaikan pembahasan penelitian ini, yaitu: analisis isi. Analisis isi adalah proses mencari dan menyusun secara sitematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, atau catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahami oleh sendiri maupun orang lain.23
22 23
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Cet 4, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 89. Ibid. hlm. 244
17
Berdasarkan definisi di atas, kegunaan analisis isi adalah untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif dan sistematis tentang isi dan manifestasi pemikiran Prof. Dr. Abdurrahman an Nahlawi. 4. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif, dengan mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.24 Analisis data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti mulai mengumpulkan data, dengan cara memilah mana data yang sesungguhnya penting atau tidak. Ukuran penting dan tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab fokus penelitian. Di dalam penelitian lapangan (field research) bisa saja terjadi karena memperoleh data yang sangat menarik, peneliti mengubah fokus penelitian. Karena itu penelitian menggunakan metode deskriptif analisis yaitu metode yang berupaya menggambarkan dan menganalisis sumbangsih pemikiran-pemikiran Prof. Dr. Abdurrahman An-Nahlawi. Dengan demikian cara kerja metode ini dengan menguraikan pemikiran Prof. Dr. Abdurrahman An Nahlawi. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masingmasing saling terkait dan melengkapi sehingga menggambarkan alur dan corak berpikir dari penulis tersebut.
24
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), hlm.248
18
Bab I : Pendahuluan berisi : Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Pembatasan dan Perumusan Masalah,Tujuan dan Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka, Metodologi Penelitan berisi :Pendekatan Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisis Data Bab II : Landasan Teori A. Pemikiran Pendidikan Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, berisi: 1. Pengertian Pendidikan 2. Dasar-Dasar (Asas-Asas) Pendidikan Islam a. Dasar-dasar Ideal b. Dasar-Dasar Peribadahan (Ta’abbudiyyah) c. Dasar-Dasar Syari’at d. Sumber- sumber pendidikan Islam 3. Tujuan Pendidikan Islam 4. Tugas dan Syarat Pendidik 5. Kurikulum Pendidikan. 6. Metode Pendidikan Islam 7. Lingkungan Pendidikan Islam B. Relevansi Pendidikan Abdurrahman an-Nahlawi di Indonesia Bab III : Biografi dan hasil karya Abdurahman an Nahlawi Bab IV : Analisis Hasil Penelitian. A. Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang Pendidikan Islam B. Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang Pendidikan Islamdan relevansinya dengan tujuan pendidikan Islam di Indonesia
19
Bab IV : Kesimpulan, Saran Dan Penutup. Daftar pustaka, Lampiran-lampiran
BAB II LANDASAN TEORI A. Hakekat Pendidikan Islam Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali, mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang. 1. Pengertian Pendidikan Islam Definisi pendidikan dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan, yaitu kata tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Dari ketiga istilah dalam bahasa Arab itu, orientasinya mengacu pada kata pendidikan. Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, tarbiyah berasal dari tiga kata. Pertama, kata rabba – yarbu yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, rabiya–yarba, yang berarti menjadi besar atau tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba– yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara. Sehingga pendidikan adalah pengembangan seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.1 Ahmad Tafsir memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.2
1
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), hlm. 28. 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Persepektif Islam, (Bandung: PT. Remaja. Rosdakarya, 1992), hlm. 32
20
21
Sejalan dengan penjelasan mengenai kata tarbiyah, di dalam Firman Allah yang mendukung pengunaan istilah ini antara lain terdapat dalam ayatayat sebagai berikut:
( ٢٤
)
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya. Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. al-Isra’: 24).3 Dari istilah tarbiyah itu Abdurrahman al-Bani yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, menyimpulkan bahwa pengertian pendidikan terdiri atas empat unsur: a. Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh b. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-macam. c. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi itu maju menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya. d. Proses ini dilaksanakan secara bertahap.4 Istilah lain yang digunakan untuk menunjukkan konsep pendidikan dalam Islam adalah kata ta’lim. Menurut Abudin Nata, sebagaimana dikutip oleh M. Irsyad Djuwaeli, bahwasannya kata ta’lim yang berakar dari kata ‘alama
digunakan secara khusus untuk menunjukkan sesuatu yang dapat
diulang dan diperbanyak sehingga meninggalkan bekas dan pengaruh pada diri seseorang. Bahkan ada yang mengatakan, bahwa kata tersebut digunakan untuk mengingatkan jiwa seseorang agar memperoleh gambaran mengenai arti tentang sesuatu. Kata ini terkadang digunakan Allah untuk menjelaskan 3
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1989) hlm.428 4 Ahmad Tafsir, Op.cit. hlm. 29.
22
pengetahuan-Nya yang diberikan kepada umat manusia sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 31.
( ٣١: ) اﻟﺒﻘﺮاة Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”. (QS: Al-Baqarah/2: 31).5 Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Akan tetapi suatu proses yang digunakan dalam usaha kependidikan adalah proses yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia individual, sosial, dan hamba Allah yang mengabdikan diri kepadan-Nya.
6
Usaha kependidikan bagi
manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia. Dari sini menunjukkan, bahwa kata ta’lim
lebih luas serta lebih
mendalam daripada kata tarbiyah dalam memberikan pengertian mengenai konsep pendidikan. Adapun mengenai kata ta’dib mashdar dari kata kerja addaba
5
ini merupakan bentuk
yang berarti pendidikan. Dan istilah ini
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1989) hlm.3 6 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 2009), hlm. 135
23
digunakan oleh Naquib Alatas untuk menggambarkan pengertian pendidikan. Karena dari kata addaba itu mempunyai arti untuk mengatur pikiran dan jiwa, menambah pada baiknya kualitas dan lambing pikiran dan jiwa, melakukan pembenahan untuk memperbaiki kesalahan dalam bertindak, membenahi yang salah serta memelihara dan perlindungan dari tingkah laku yang tidak baik. Berdasarkan etimologi bahasa dari ketiga kata tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa kata tarbiyah memuat kandungan upaya sadar akan pemeliharaan, pengembangan seluruh potensi diri manusia sesuai dengan fitrahnya dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak kemanusiaannya. Sementara kata ta’lim mengesankan proses pemberian ilmu pengetahuan dan penyadaran akan fitrahnya dan tugas-tugas kemanusiaannya yang harus diwujudkan oleh individu dalam kehidupan nyata. Sedangkan kata ta’dib mengesankan proses pembinaan kepribadian dan sikap moral (afektif) dan etika dalam kehidupan. Dengan demikian, ketiga kata tersebut pada intinya mengacu kepada pemeliharaan, perlindungan dan pengembangan keseluruhan potensi diri manusia. Sedangkan pendidikan Islam sendiri sudah banyak sekali definisi yang diungkapkan oleh para pakar pendidikan, dalam hal ini terdapat pula perbedaan antara tokoh satu dengan yang lain dalam mendefinisikan pendidikan Islam itu. Namun secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan
24
batasan-batasan ini pendidikan sekurang-kurangnya mengandung lima unsur penting, yaitu: a. Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar. b. Pendidik atau pembimbing atau penolong. c. Ada yang di didik atau terdidik. d. Bimbingan yang memiliki dasar dan tujuan, kelima, dalam usaha itu terdapat alat-alat yang dipergunakan.7 Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas pendidikan adalah recognition and acknowledgement, progressively instilled into man, of the proper places of things in the order of creation, such that it leads to the recognition and acknowledgement of the proper place of God in the order of being and existence.8 Pendidikan adalah pengenalan dan pengakuan yang secara progresif ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga dalam hal ini dapat membimbing dan menggiring ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan eksistensi. Menurut pendapat kami (Muhammad At-tiyah Al-Abrassy) pendidikan adalah menyiapkan seseorang supaya hidup sempurna, hidup bahagia, cinta tanah airnya, kuat (sehat) badannya, sempurna akhlaknya sistematis (teratur) pikirannya, lembut perasannaya, trampil cerdik dalam usaha, tolong menolong
7
Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hlm. 1 8 Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept Of Education In Islam, (Malaysia: 1991), hlm. 22.
25
dengan sesamanya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun tulisan dan memperbaiki perbuatan dengan tangannya.9 Menurut Herman H. Horne ia berpendapat pendidikan harus dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia dan dengan tabiat tertinggi dari kosmos. Sementara itu William Mc. Gucken, SJ seorang tokoh Katolik berpendapat bahwa pendidikan diartikan dengan sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia baik moral, intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan dengan atau untuk kepentingankepentingan individual atau pun sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.10 Menurut Moh. Fadil al-Djamaly, pendidikan Islam adalah proses mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).11 Selain tokoh di atas Ahmad Darimba dalam bukunya filsafat Pendidikan Islam yang sering dikutip dalam pembahasan pendidikan Islam menyatakan bahwa, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Zuhairini mengemukakan bahwa “Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan
9
Muhammad Attiyah al-Abrosy, Ruhut Tarbiyah Wat-Ta’lim, (Darul Ihya Kutubul Arrobiyah, 1950), hlm. 7 10 M Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),hlm. 12-13. 11 Ibid, hlm. 17
26
kepribadian anak sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, merumuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggungjawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.12 Sedangkan menurut Ahmad Tafsir Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.13 Dari beberapa definisi pendidikan Islam yang dikemukakan nampak sekali persoalan usaha membimbing ke arah pembentukan kepribadian, dalam arti akhlak menjadi perhatian utama, di samping ke arah perkembangan diri serta perkembangan kehidupan manusia dalam rangka menunaikan tugas hidupnya dan sekaligus menjadikannya mampu membuktikan dirinya sebagai insan yang berkualitas dari hasil proses pendidikan yang dijalaninya, berdasarkan kepada nilai-nilai Islam menuju terbentuknya insan kamil. Konsep insan kamil dalam pandangan Islam, dapat diformulasikan secara garis besar sebagai manusia beriman dan bertakwa serta memiliki kemampuan yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif. 2. Dasar dan Fungsi Pendidikan Islam Dengan melihat berbagai uraian mengenai definisi pendidikan Islam maka sudah menjadi jelas bahwa sebagai dasar dan landasan dari pendidikan Islam adalah ajaran dan nilai-nilai Islam sendiri. Sedangkan sumber dari semua itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah (hadist) Nabi. Dalam hal ini dapat dikatakan 12 13
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam , (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm 152 Ahmad Tafsir, Op.cit, hlm. 32
27
bahwa pendidikan Islam merupakan suatu kajian mengenai berbagai masalah yang berkaitan dengan pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber primer dan pendapat para ahli, dan tokoh serta pemikir muslim dijadikan sebagai sumber sekunder. Karenanya diakui atau tidak, hakekat pendidikan Islam tidak boleh dilepaskan begitu saja dari ajaran Islam yang tertuang dalam Al- Qur’an dan Al-Sunnah, karena kedua sumber tersebut merupakan pedoman otentik penggalian khasanah keilmuan apapun dalam Islam. Dengan berpijak dari kedua sumber itu diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang hakekat pendidikan Islam. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
Aku meninggalkan dua hal bagimu, selama engkau memegang teguh mereka, engkau tidak akan tersesat, mereka adalah Kitab Allah (alQur’an) dan Sunnah Nabinya. (HR. Imam Malik). 14 Dari hadits diatas sudah jelaslah bahwasanya pendidikan Islam harus berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Dan secara umum fungsi pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan, peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan yang optimal.15 Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari segi pandangan individu dan segi pandangan masyarakat serta memandang pendidikan sebagai suatu transaksi, yaitu proses memberi dan mengambil 14
Imam Malik Bin Anas, AL Muwatta’ Imam Malik Ibn Anas, terj. Dwi Surya Atmaja Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 32-33. 15
28
antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, fungsi pendidikan dapat dilihat pada tiga pendekatan, sebagai berikut: a. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi. b. Pendidikan dipandang sebagai pewarisan budaya. c. Pendidikan dipandang sebagai interaksi antara potensi dan budaya.16 Semua pendekatan dalam fungsi pendidikan ini tidak berjalan sendirisendiri tetapi saling memberikan penekanan yang dapat digunakan melihat fungsi pendidikan Islam. 3. Ruang Lingkup dan Komponen Pendidikan Islam Dengan melihat definisi, dasar dan fungsi pendidikan Islam di atas sudah menjadi jelas kiranya bahwa ruang lingkup yang menjadi pembahasan dalam pendidikan Islam adalah semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ini. Baik itu kehidupan di dunia saat ini maupun kehidupan kelak di akhirat. Seluas apapun permasalahan yang ada saat ini, juga merupakan lahan garapan yang harus di selesaikan dalam pendidikan Islam. Karena pendidikan Islam bersifat komprehensif karena dengan sumber utamanya Al-Qur’an dan Hadist yang bersifat sempurna dan selalu kontekstual dalam segala ruang dan waktu. Dalam banyak hal tentunya pendidikan Islam memiliki konsep mengenai ruang lingkup dari pokok pembahasan yang menjadi satu garapan dalam pendidikan Islam. Salah satu yang menjadi karakteristik isi atau pun cakupan dari pendidikan Islam pertama tampak pada kriteria pemilihannya
16
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta : Pustaka alHusna, 1988), hlm. 57
29
yaitu iman, ilmu, amal, akhlak dan sosial. Dengan kriteria tersebut pendidikan merupakan pendidikan tentang keimanan, ilmiah, amaliah,moral dan sosial. 17 Dengan melihat hal di atas tentunya dapat ditarik satu benang merah, bahwa sesungguhnya ruang lingkup pendidikan Islam sangatlah luas sekali. Karena mulai dari segi keimanan, keilmuaan, amal, akhlak dan tentang sosial masuk di dalamnya. Dan itu berarti semua aspek kehidupan masuk dalam kajian pendidikan Islam. Sedangkan komponen dalam pendidikan Islam meliputi tujuan pendidikan,
metode,
pendidik,
anak
didik,
materi
(kurikulum)
dan
lingkungan.18 1) Tujuan Pendidikan Menurut Ali Asraf, tujuan pendidikan Islam adalah: a) Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam dan mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konsteks kehidupan modern. b) Membekali anak didik dengan berbagai kemampuan pengetahuan dan kebajikan, baik pengetahuan praktis, kesejahteraan lingkungan sosial, dan pembangunan nasional. c) Mengembangkan kemampuan pada diri anak didik, untuk menghargai dan membenarkan superioritas komparatif kebudayaan dan peradaban Islami diatas semua peradaban dan kebudayaan lain.
17
Hery Noer Aly, Munzeir S, Watak Pendidikan Islam,(Jakarta: Friska Agung Insani, 2003), hlm. 68 18 Juwariyah, Pengertian dan Komponen-Komponen Pendidikan Islam Perspektif Mahmud Yunus dan Muhammad ‘Athiyah Al Abrasi, journal (Yogyakarta: UII, 2009), hlm. 77
30
d) Memperbaiki dorongan emosi melalui pengalaman imajinatif, sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui normanorma Islam yang benar dan yang salah. e) Membantu anak yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara logis dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep pengetahuan yang dituntut. f) Mengembangkan,
mengharuskan,
dan
mendalami
kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa latin (asing).19 Dengan melihat tujuan pendidikan yang telah dikemukakan di atas, maka jelaslah bahwa tujuan yang ingin dicapai bukan hanya agar umat Islam mampu melaksanakan ajaran agamanya saja, namun lebih dari itu supaya mereka dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya dalam rangka membentuk pribadi yang bisa bertanggung jawab pada dirinya sendiri, orang lain maupun kepada sang Khalik. 2) Metode Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh pendidikan Islam. Diantaranya menurut pendapat Muhammad Qutub yang mengatakan bahwa beberapa metode yang dapat dilakukan dalam pendidikan Islam ialah seperti: keteladanan, nasehat, cerita, memuji keberhasilan peserta didik, memberi reward bagi yang berprestasi dan sangsi/hukumsn terhadap yang melanggar.20
19
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), hlm.
20
Juwariyah, Op.cit, hlm.78
130-
31
3) Pendidik Pendidik
adalah
orang
yang
bertanggung
jawab
terhadap
perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah.21 Earl V. Pullias and James D. Young mengungkapkan bahwa “The teacher is “learned”. He should know more than is students. However, he recognizes that he does not know everithing, and he is mainly a learner. The teacher is an example to his student. Yet, he also makes mistakes, he is human. The teacher should be objective, but the teacher-student relationship is so close that it often may be difficult to be objective.”22 “Pendidik adalah pengajar, dia harus tahu lebih banyak daripada muridnya. Akan tetapi, dia mengakui/sadar bahwa dia tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia adalah seorang pengajar yang utama. Guru adalah contoh bagi muridnya. Namun, dia juga membuat kesalahan, dia adalah manusia. Guru harus objektif, tetapi hubungan antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang lebih dekat sehingga mungkin sulit objektif.” Sedangkan menurut undang-undang sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 39 disebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidik yang paling utama dan yang terpenting adalah orang tua karena tumbuh
21
Hamruni, Konsep Edutaiment dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), hlm.76 22 Earl V. Pullias and James D. Young, A Teacher is Many Things, (USA: Fawcelt, 2000), hlm. 14
32
berkembanya anak tergantung pendidikan yang dilakuakan oleh orang tuanya. Nabi Muhammad Saw bersabda:
(
)
ﻋﻦ رﺳﻮل ﷲ ﺻﲆ
Dari Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi.23 Dalam al-quran juga di firmankan Allah surat At-tahrim, ayat 6:
(٦: ) اﻟﺘﺤﺮﯾﻢ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”(QS: At-Tahrim : 6).24 Dalam hadits dan ayat di atas sudah sangat jelaslah peran orang tua sebagai pendidik sangatlah penting terutama dalam perkembangan pendidikan anaknya, walaupun di zaman sekarang ini sudah banyak lembaga-lembaga pendidikan akan tetapi perang orang tua masih sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak (peserta didik). 4) Peserta Didik. Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamidz, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “pencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Menurut Syaiful Bahri Djamarah peserta didik ialah orang 23
Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Al-mughiroh AlBukhori, Shohih Bukhori, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1992), hlm. 421 24 Ibid
33
yang menerima pengaruh seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.25 Sedangkan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.26 Dalam undang-undang sisdiknas tahun 2003 pasal 12 juga disebutkan tentang hak dan kewajiban peserta didik. Oemar Hamalik mendefinisikan peserta didik sebagai suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.27 Jadi dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan orang yeng belum dewasa dan dalam perkembangannya
memerlukan
bimbingan
dari
pendidik
untuk
mengembangkan potensi anak didik tersebut melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. 5) Kurikulum Kurikulum secara bahasa berasal dari bahasa latin yaitu “currere” yang berarti lapangan perlombaan lari. Namun dalam dunia pendidikan pengertian tersebut dijabarkan bahwa bahan belajar sudah ditentukan secara 25
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 51 26 Dadang Suhardan dkk, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 205 27 Ara Hidayat, Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa, 2010), hlm. 161
34
pasti, dari mulai diajarkan dan kapan diakhiri dan bagaimana cara untuk menguasai bahan agar dapat mencapai kelulusan. Grayson mengungkapkan kurikulum merupakan suatu perencanaan untuk mendapatka keluaran (OutComes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.28 Sedangkan secara istilah kurikulum ialah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah.29 Dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 mengatakan kurikulum adalah seperangkat rencana pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Namun kadang-kadang orang menyebut kurikulum adalah sebagi rencana pendidikan dan pengajaran atau program pendidikan. Akan tetapi dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu perencanaan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu sesuai dengan rencana pembelajarannya. 6) Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menetukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya
28
Syaiful Sagala, Kemampuan Professional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 141 29 B. Syuryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), hlm. 32
35
terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya dalam memberikan corak kepribadian anak didik. Baik
buruk
pribadi
anak
didik
juga
tergantung
pada
kualitas
lingkungannnya. Secara garis besar lingkungan pendidikan Islam itu dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.30 B. Perkembangan Pendidikan Islam Pendidikan Islam selalu berkembang dari masa kemasa. Perkembangan pendidikan Islam bermula dari masa Rasulullah yaitu ketika wahyu al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa surat al-Alaq 1-5 yang isinya memerintahkan untuk membaca. Setelah wahyu ini turun, Rasulullah mengajarkan pendidikan Islam berupa kumpulan-kumpulan ayat al-Qur’an dan membentuk ideologi peradapan Islam dengan ajaran-ajaran Islam yang mulia. Pada zaman Rasulullah ini, pendidikan Islam berkembang melalui lembaga pendidikan masjid, karena masjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman ini.31 Selanjutnya perkembangan pendidikan Islam mengalami perkembangan pesat, tepatnya pada zaman Abassiyah. Pada masa ini pendidikan Islam telah mengalami masa kejayaannya yang mana dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan, sekolah-sekolah dan 30 31
hlm. 111
Zuhairini, Op.cit, hlm 165 Hasan Langgulung, Asas Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1988),
36
universitas-universitas tersebut tampak sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya kaum muslimin.32 Akan tetapi Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat nonformal. Diantara pendidikan Islam yang bersifat nonformal tersebut adalah: 1.
Shuffah
2.
Kutab.33
3.
Halaqah
4.
Majlis
5.
Masjid
6.
Khan.34
7.
Ribath
8.
Rumah-rumah para ulama (ahli ilmu pengetahuan)
9.
Toko-toko buku dan peppustakaan
10. Rumah sakit 11. Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badwi).35 Faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah diluar masjid adalah:
32
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 2004), hlm. 88 Merupakan lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca dan menulis kemudian meninglat pada pengajaran alqur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar. 34 Merupakan asrama murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam di suatu masjid. 35 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakata: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 32-42 33
37
1. Perubahan zaman dan kemajuan pendapat manusia, ada di antara mata pelajaran-mata pelajaran itu yang untuk mempelajarinya diperlukan soal tanya jawab, perdebatan dan pertukaran fikiran. Cara mengajar yang semacam ini tidak serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus dijaga para pengunjung-pengunjung masjid.36 2. Dengan berkembang luasnya ilmu pengetahuan baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak diperlukannya khalakah (langkaran-lingkaran pengajaran) yang tidak mungkin keseluruhan tertompang dalam ruang masjid.37 Dengan berdirinya madrasah-madrasah tersebut, lengkaplah lembaga pendidikan Islam, mulai dari tingkat dasar yaitu kuttab sampai tingkat menengah dan tingkat tinggi, akan tetapi lembaga pendidikan ini belum mempunyai kurikulum yang seragam dikarenakan masih tergantungnya kepada keahlian guru- gurunya sehingga menyebabkan bervariasinya kurikulum antara madrasah yang satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam ini, membuat kemajuan bangsa Islam sampai pada puncak kejayaannya dengan berkembangnya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh para pemikir-pemikir muslim. Setelah mengalami
masa
jayanya
pendidikan
Islam
juga
mengalami
masa
kemundurannya karena disebabkan oleh hal-hal berikut ini: a. Telah berkelebihan filsafat Islam (yang bercorak sufistis) yang dimasukan oleh Al-Ghazali dalam alam Islami di timur, dan berkelebihan pula Ibnu 36 37
Ahmad Sjalabi, Sedjarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 106 Zuhairini, dkk, Op.cit, hlm. 100
38
Rusyd dalam memasukan filsafat Islamnya (yang bercorak rasionalistis) kedalam dunia Islam di barat. Al-Ghazali dengan filsafat Islamnya menuju kearah bidang rohania hingga meghilang ia kedalam mega alam tasawuf, sedangkan Ibnu Rusyd dengan filsafatnya yang menuju arah bertentangan dengan Al- Ghazali. Maka Ibnu Rusyd dengan filsafatnya menuju kejurang materialisme. Al-Ghazali mendapat sukses di timur, hingga pendapatpendapatnya merupakan suatu aliran yang terpenting, Ibnu Rusyd mendapatkan sukses di barat hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang penting bagi alam pikiran barat. b. Umat Islam terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang c. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari
luar,
mengkibatkan
sehingga
menimbulkan
berhentinya
kehancuran-kehancuran
kegiatan-kegiatan
pengembangan
yang ilmu
pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.38 Dengan semakin ditinggalkanya pendidikan intelektual maka semakin statis perkembangan budaya Islam, karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan telah menyebabkan Al Ghozali ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al Ghozali ketidak mampuan untuk mengatasi permasalahanpermasalahan baru yang dihadapi sebagai akibat dari perubahan dan 38
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm.177-178
39
perkembengan zaman. Ke tidak mampuan intelektual tersebut merealisasi dalam kenyataan bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan terjadilah kebekuan intelektual secara total. Setelah mengalami masa kemunduran ini, pendidikan Islam mulai mencoba membangkitkan pendidikannya lagi dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran umat Islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya, dan dengan memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan ang dialami oleh bangsa-bangsa Eropa, maka pada garis besarnya terdapat tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam. Ketiga pola tersebut adalah: a. Pola pembaharuan pendidikan Islam yang beroreintasi kepada pro pendidikan modern di Eropa. b. Yang berorientasi dan bertujuan untuk pemurnian kembali ajaran Islam. c. Yang berorientasi pada kekayaan dan sumber budaya bangsa masingmasing dan yang bersifat nasionalisme.39 Selanjutnya seperti juga di bagian dunia Islam lainnya yang berjalan serentak dengan gerakan pembaharuan Islam yang mengakibatkan terjadi perubahan dalam proses pendidikan Islam yang dalam garis besarnya dapat digambarkan sebagai kebangkitan, pembaharuan dan bahkan pencerahan.40 Gerakan pembaharuan ini juga berimbas pula pada pendidikan Islam yang terjadi di Indonesia, dan dengan gerakan ini, pendidikan Islam menjadi berkembang pesat di Indonesia dengan berdirinya beberapa madrasah atau
39
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: , 1985), hlm. 114 40 Hasan Langgulung, Op.cit, hlm. 65
40
sekolah Islam model Barat yang dikembangkan oleh Muhammadiyah dan NU.41 C. Pendidikan Islam di Masjid Pendidikan Islam pada perkembangannya tidak akan terlepas dari pada masjid, karena dalam sejarahnya pendidikan Islam berawal dari proses tanya jawab para sahabat yang bermusawarah tentang Islam yang sering menggunakan masjid sebagai lokasi utamanya oleh sebab itu lambat laun masjid juga dapat menjadi tempat pendidikan Islam. 1. Hakekat Masjid Pada hakekatnya masjid merupakan tempat seorang hamba untuk menghadap Tuhannya. Akan tetapi sebelum membahas lebih lanjut tentang masjid. Sebaiknya kita tengok masjid dilihat dari bebrapa aspek berikut: a. Pengertian Masjid Secara bahasa Sidi Gazalba, mendifinisikan Masjid secara bahasa berasal dari fi’il madzi sajada yang artinya ialah sudah sujud, lalu mendapat tambahan ma diawalan (menjadi isim makan), maka sajada berubah menjadi masjidu (masjid) yang artinya tempat bersujud.42 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Jin ayat 18:
( ١٨ : )اﻟﺠﻦ Dan sesungguhnya masjid-Masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorangpun di dalamnya disamping menyembah Allah”. (al-Jin ayat:18).43
41
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia, (Malang: UMM Press, 2006),
hlm. 74 42
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah Dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka alHusna, 1994), hlm. 118. 43 Ibid.
41
Dari uraian di atas maka arti Masjid secara bahasa adalah tempat untukbersujud (shalat) kepada Allah SWT. Baik berupa shalat maktubah ataupun shalat jum’at. Secara Istilah ada beberapa pengertian Masjid menurut para ahli yaitu: a) Menurut
Quraish
Shihab,
untukmelaksanakan
segala
bahwa aktivitas
Masjid
merupakan
manusia
tempat
muslim
yang
mencerminkankepatuhan kepada Allah SWT. Dengan demikian, maka Masjidmenjadi pusat segala bentuk kegiatan orang-orang muslim.44 b) Menurut
Abubakar,
Masjid
adalah
tempat
memotifasi
dan
membangkitkan kekuatan ruhaniyah dan keimanan seorang muslim. c) Moh.E. Ayub, mendefinisikan Masjid merupakan tempat orang-orang muslim
berkumpul
dan
melakukan
shalat
berjama’ah
dengan
meningkatkan solidaritas dan silaturrahim dikalangan muslimin.45 Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa Masjid merupakan tempat untuk melaksanakan segala bentuk aktifitas umat Islam yang mencerminkan penghambaan diri kepada allah SWT, baik berupa ibadah shalat, i’tikaf, pendidikan dan aktifitas-aktifitas yang lain. Masyarakat muslim di Indonesia menganggap bahwa; fungsi Masjid dikhususkan sebagai pusat peribadatan, pusat pengabdian diri pada Allah dengan menjadikan shalat dan i’tikaf kepadanya, tetapi pada masyarakat umumnya Masjid ini telah mempunyai pengertian sebagai tempat khusus yang dalam bentuk bangunan yang digunakan untuk jama’ah Jum’ah. 44
M. Quraish Shihab, Masjid, dalam http://media.isnet.org/Islam/quraish/wawasan /masjid .html di akses tanggal 4 agustus 2015 45 Moh. E. Ayub, Op.cit, hlm. 1-2.
42
Adapun Masjid (tempat sujud) yang tidak dipergunakan sebagai tempat untuk pelaksanaan shalat jum’ah bukanlah Masjid tetapi akan dianggap oleh masyarakat pada umunya dengan sebutan lain yaitu surau, langgar (mushala) atau sebutan yang lain disesuaikan dengan daerah masingmasing.46 b. Fungsi Masjid Pada masa sekarang Masjid semakin perlu untuk difungsikan, diperluas jangkauan aktivitas dan pelayanannya serta ditangani dengan organisasi
danmanajemen
yang
baik.
Tegasnya,
perlu
tindakan
mengaktualkan fungsi dan peran Masjid. Meskipun fungsi utamanya sebagai tempat menegakkan shalat, namun Masjid bukanlah hanya tempat untuk melaksanakan shalat saja. Di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selain dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan beri'tikaf, Masjid bisa dipergunakan untuk kepentingan sosial. Misalnya, sebagai tempat belajar dan mengajarkan kebajikan (menuntut ilmu), merawat orang sakit, menyelesaikan hokum li'an dan lain sebagainya. berikut beberapa di antaranya adalah: 1) Sebagai Tempat Beribadah Fungsi dan peran Masjid yang pertama dan utama adalah sebagai tempat dzikir dan shalat.47 Shalat
memiliki
makna,
”menghubungkan”,
yaitu
menghubungkan diri dengan tuhan (Allah) dan oleh karenanya shalat tidak hanya berarti menyembah saja. Ghazalba berpendapat bahwa shalat 46 47
Moh. E. Ayub, Op.cit. hlm. 42 Ahmad Yani, Panduan Memakmurkan Masjid, (Depok: Al- Qalam, 2009), hlm. 37
43
adalah hubungan yang teratur antara muslim dengan tuhannya (Allah). Ibadah shalat ini boleh dilakukan dimana saja, karena seluruh bumi ini adalah Masjid (tempat sujud), dengan ketentuan tempat tersebut haruslah suci dan bersih. Akan tetapi Masjid sebagai bangunan khusus rumah ibadah tetap sangat diperlukan. Karena, Masjid tidak hanya sebagai tempat kegiatan ritual-sosial saja, tetapi juga merupakan salah satu simbol terjelas dari eksistensi Islam.48 2) Sebagai Tempat Menuntut Ilmu. Sebagaimana yang telah banyak dicatat oleh kaum sejarawan bahwa Rasulullah SAW, telah melakukan keberhasilan dakwahnya ke seluruh penjuru dunia. Salah satu faktor keberhasilan dakwah tersebut tidak lain karena mengoptimalkan masjid, salah satunya adalah bidang pendidikan. Masjid ini pun digunakan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehingga dalam waktu yang relatif singkat selama rentang waktu 23 tahun beliau mampu melakukan perubahan sosial yang sangat berarti. Seluruh kegiatan umat termasuk pendidikan difokuskan di masjid. Adapun majelis pendidikan yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya
di
Masjid
dengan
sistem
halaqah.
Tetapi
dalam
perkembangan selanjutnya tumbuh semangat di kalangan umat Islam untuk menuntut ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan anak-
48
Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekontruksi dan Demokratisasi, (Jakarta: Buku Kompas, 2002), hlm. 234.
44
anaknya untuk memperoleh pendidikan di Masjid sebagai pendidikan menengah setelah kuttab.49 Sebagaimana yang telah dikemukakan Hasan langgulung bahwa” sarana pendidikan Islam dari kaum muslimin yang telah melembaga pada masa permulaan Islam adalah kuttab (surau), sekolah (madrasah) dan masjid.50 Di zaman Nabi Muhammad ilmu agama yang diajarkan AlQur’an dan Hadits dan proses pentransferan ilmu ini langsung berhubungan dengan masjid sebagai sarana pendidikan Islam. Pangkal tolak dari pelajaran Islam ialah menghafalkan dan mengartikan Qur’an. Di zaman Nabi pelajaran dilakukan di masjid, dimana nabi sebagai pendidik dan mukmin-mukmin sebagai peserta didik datang bertemu. 3) Sebagai Tempat Sosial Kemasyarakatan Seiring dengan kemajuan zaman dan perubahan-perubahan yang sangat cepatnya. Maka hal ini mempengaruhi suasana dan kondisi masyarakat muslim. Termasuk perubahan dalam mengembangkan fungsi dan peranan masjid-Masjid yang ada di lingkungan kita. Salah satu fungsi dan peran Masjid yang masih penting untuk tetap dipertahankan hingga kini adalah dalam bidang sosial kemasyarakatan. Selain itu Masjid juga difungsikan sebagai tempat mengumumkan hal-hal yang penting berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sosial kemasyarakatan
49
Samsul Nizar, Sejarah Dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Potret Timur Tengah Era Awal Dan Indonesia, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 13. 50 Hasan Langgulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1985), hlm. 32
45
sekitar, karena pada dasarnya masjid-Masjid yang didirikan secara bersama dan untuk kepunyaan serta kepentingan bersama. Sekalipun Masjid tersebut didirikan secara individu, tetapi Masjid tersebut tetaplah difungsikan untuk tujuan bersama.51 Hal ini dapat diamati dari pengaruh shalat berjamaah. Orangorang duduk, berdiri, dan sujud dalam shaf (barisan) yang rapi bersamasama dipimpin oleh seorang imam. 4) Ekonomi Berawal dari keyakinan bahwa Masjid adalah merupakan pembentuk peradaban masyarakat Islam yang didasarkan atas prinsip keutamaan dan tauhid, Masjid menjadi sarana yang dapat melaksanakan dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di sekitarnya, minimal untuk Masjid itu sendiri agar menjadi otonom dan tidak selalu mengharapkan sumbangan dari para jama’ahnya. Hubungan Masjid dengan kegiatan ekonomi tidak hanya hubungan tempat mengkaji gagasan-gagasan tentang ekonomi saja, tetapi sebagai lingkungan tempat transaksi tindakan ekonomi pada khusnya di sekitar masjid, seperti di halaman dan pinggiran masjid. Ide-ide dasar prinsip Islam mengenai ekonomi berlaku dan dipraktikkan oleh umat Islam dari dulu hingga sekarang kini. Dulu Masjid bisa melahirkan kompleks pertokoan. Karena toko-toko tersebut dapat membantu melengkapi segala kebutuhan Masjid dan sarananya. Aktifitas ekonomi tersebut merupakan kehendak sadar
51
Sidi Gazalba, Op.cit, hlm. 130-131
46
manusia atau sekelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak mungkin diperoleh secara mandiri. Hal inilah yang mendorong kegiatan ekonomi dalam masyarakat kita. Oleh karenanya dalam kehidupan modern ini peranan masjid dalam bidang ekonomi ini sangat diperlukan selain sebagai dasar akan masjid dapat berdiri sendiri tanpa harus mengharap sumbangan dari jama’ahnya juga dapat berperan sebagai pengawas, penuntun dan pengingat untuk menjalankan roda ekonomi sebagaimana syari’at Islam. Dan selama masjid memainkan peranannya dalam bidang ekonomi, selama itu pula masjid itu akan memulangkan asas-asas dan prinsip- prinsip ekonomi itu pada Islam.52 Pendidikan pada Masjid Pendidikan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi umat Islam. Dengan pendidikan, kaum muslimin tidak hanya memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas serta menguasai ajaran Islam dengan baik, sehingga mampu membedakan antara yang haq dengan yang batil. Disamping itu, pendidikan Islam dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan kaum muslimin dalam mengekspresikan nilai-nilai Islam dalam berbagai aspek kehidupannya. Akan tetapi semuanya itu tidak dapat berjalan dengan baik apabila sarara dan prasarananya tidak mendukung. Dan salah satu sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan Islam adalah di masjid. Masjid merupakan salah satu sarana pendidikan Islam bagi kaum muslim, manakala masjid dijadikan sebagai sarana pendidikan kaum
52
Sidi Gazalba, Op.cit. hlm. 174
47
muslimin, niscaya umat Islam akan merasakan betul keberadaan masjid selain sebagai sarana pendidikan juga sebagai sarana menyambung tali silaturrahmi antar sesama muslim. Dikatan juga oleh Abdur Rachman, bahwa; Muhammad used to sit at the mosque in medina surrounded by his followers and used to instruct them by repeating what he said three times until they memorized it.53 Muhammad terbiasa duduk (i’tikaf) di Masjid Madinah dan memberikan
pengajaran
kepada
para
pengikutnya
dengan
cara
pengulangan tiga kali sampai mereka menghafalkan materi tersebut.” Rasulullah dan para sahabatnya paham betul akan persoalan ini, maka ketika Rasulullah tiba di Madinah, hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan membangun masjid yang kemudian dikenal dengan nama Masjid Nabawi. Ini merupakan suatu isyarat penting dari rasulullah saw, bahwasanya masjid merupakan sesuatu yang sangat penting bagi umat Islam.54 Dikarenakan di dalam masjid ini, seluruh umat Islam dapat membahas dan memecahkan persoalan hidup, bermusyawarah untuk mewujudkan berbagai tujuan. Selain itu masjid juga digunakan sebagai pusat pendidikan yang mengajak manusia pada keutamaan, kecintaan pada ilmu pengetahuan, kesadaran sosial, serta pengetahuan mengenai hak dan kewajiban mereka terhadap negara Islam yang pada dasarnya 53
Abdur Rachman, The Pesantren Architects And Their Socio-Religious Teacing, a Dissertation Submitted In Partial Satis Faction Of The Require Ments For The Gegree Of Doctor Of Phylosophy In Islam Studies (1850-1950), (California Los Angeles: University Of California Los Angeles, 1997 ), hlm. 38. 54 Ahmad Yani, Op.cit. hlm. 21
48
didirikan untuk mewujudkan ketaatan pada syari’at keadilan dan rahmat Allah. Masjid juga dapat dijadikan sebagai pusat gerakan penyebaran akhlak Islam dan memberantas kebodohan.55 Di dalam masjid ini, metode pengajaran pendidikan Islam yang dilakukan oleh Rasulullah dalam menyebarkan pendidikan Islam adalah dengan bentuk halaqah, di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari. Dan halaqah (lingkaran) ini didalamnya mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang didalamnya juga terjadi diskusi dan perdebatan.56 Dan
pada
perkembangannya,
pendidikan
di
masjid
juga
berkembang tidak hanya dengan melalui sistem halaqoh seperti pada zaman Rasulullah, akan tetapi sudah melebar dengan banyak didirikannya lembaga pendidikan formal seperti didirikannya sokolah dan madarasah di lingkungan masjid. Lewat lembaga sekolah atau madrasah ini, pendidikan keIslaman dapat dioptimalkan dengan lebih baik dan terstruktur. Secara non formal atau informal pendidikan Islam yang ada di masjid sudah berkembang melalui bentuk pendidikan pesantren kilat ramadhan, pelarihan remaja Islam dan kursus bahasa.57 Jadi tidaklah mengherankan jika masjid merupakan asas utama yang terpenting bagi pembentukan masyarakat Islam karena masyarakat
55
Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin, (Jakarta: Gema Inasani Press, 1995), hlm. 137 56 Zuhairini, dkk, Op.cit, hlm. 100 57 Moh. E. Ayub, Op.cit, hlm. 74
49
muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, akidah, dan tatanan Islam. Hal ini tidak akan dapat ditumbuhkan kecuali melalui semangat masjid yang muncul dengan sistem pendidikannya.
BAB III BIOGRAFI SOSIAL ABDURRAHMAN AN NAHLAWI DAN PEMIKIRANNYA TENTANG PENDIDIKAN
A. Biografi Abdurrahman an Nahlawi Telaah tentang seputar kehidupan Abdurrahman an Nahlawi masih sangat langka dijumpai, tidak banyak ditemukan karya tulis, buku, maupun artikel dalam berbagai media yang mengulas secara detail tentang pemikiran an Nahlawi dan biografinya. Karena itu, studi tentang seputar kehidupannya sangat miskin. Akan tetapi disini penulis akan berusaha menguraikan sedikit tentang biografi an Nahlawi. Abdurrahman an-Nahlawi mempunyai nama lengkap Abdurrahman Abdulkarim Utsman Muhammad al Arqaswasi an-Nahlawi. Beliau dilahirkan di sebuah daerah bernama Nahlawa kota Madinah, Saudi Arabia, pada tanggal 7 Safar 1396 H / 1876 M.1 Abdul Karim Utsman adalah nama ayahnya yang mendidik dan membesarkannya. Ayahnya adalah seorang yang taat ibadah dan taat beragama Islam sehingga selalu memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Dengan latar belakang kondisi keluarga yang Islami, tidak heran jika an Nahlawi sejak kecil telah mendapat didikan dan bimbingan dari keluarganya dengan Islami dan berpengalaman serta menghargai ilmu pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum. Beliau pernah menjadi pengajar di Universitas Islam Imam Muhammad 1
Nur Muhammad Abdullah M, Studi Komparasi Konsep Pendidikan Islam Dalam Keluarga Menurut Abdurrahman An-Nahlawi dan Abdullah Nashih ‘ulwan, (Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2003), hlm. 24
50
51
Ibnu Su’ud di Riyadh, Saudi Arabia, tentang pendidikan Islam. Pemikiranpemikirannya tentang pendidikan Islam terlihat dari karya karyanya yang banyak memancarkan fanatismenya terhadap Islam sehingga dituangkannya dalam teoriteori pendidikannya yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang dikenal dengan metode Qur’ani dan Nabawi.2 Mengenai aktifitasnya, an-Nahlawi dalam bidang keilmuan, beliau banyak menulis tentang ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan, khususnya dalam pendidikan islam. Beliau selalu menjunjung tinggi dan mengutamakan pendidikan islam dan berusaha menjauhkan dari budaya dan falsafah barat (teori pendidikan barat). Kenyataan itu terungkap dalam sebuah mukaddimah yang beliau berpendapat “ Tampaknya gejala memberikan kebebasan yang berlebihan dan memanjakan merupakan akibat utama yang menyingkap tabir keberlebihan pendidikan modern dalam memberikan perhatian kepada anak anak, gejala ini lahir dengan jelas di Amerika di nagara yang mengagung agungkan demokrasi liberal keluarga dan pemerintahan”.3 Beliau juga melanjutkan dan menekuni ilmu-ilmu umum seperti filsafat dan
psikologi.
Hal
ini
terlihat
dalam
karya-karyanya
yang
tampak
membandingkan antara peradaban barat dan timur terutama masalah pendidikan yang didasarkan pada filsafat dan dalam mengidekan teori-teori beliau menggunakan pendekatan psikologis. Beberapa karya-karya an Nahlawi yang dapat dijumpai, yakni antara lain :
2
Http//www. IAIN Sunan Ampel.com/ Mustaqim: Studi Pemikiran Abdurrahman an Nahlawi/ dalam Google, 03 Nopember 2012. 3 Abdurrahman an Nahlawi, Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan Islam Dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Herry Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 22
52
1. Ushuul Al Tarbiyah Al Islamiyyah Wa Salibuha, Darul Fikr, Damsyik. Karya an-Nahlawi ini telah diterbitkan dalam edisi Indonesia dengan judul PrinsipPrinsip Dan Metode Pendidikan Islam Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat oleh penerbit Diponegoro pada tahun 1989. Dan Pendidikan Islam dalam keluarga, sekolah dan masyarakat oleh penerbit GIP, Jakarta pada tahun 1995 2. Karya an-Nahlawi yang lain yang ditulis bersama-sama dengan Abdul Karim Utsman, dan Muhammad Khair Arqaswasi adalah; Tarbiyah Wa Thuruqut Tadris, al Kulliyat Wal Ma’ahid al Ilmiyyah, Riyadh, 1392 H 3. Karya-karya Abdurrahman an-Nahlawi yang lain yang belum diterbitkan dalam edisi Indonesia antara lain : Ilmu Nafs (Psikologi), Fakultas Syari’ah, Riyadh; A’lama Tarbiyah Fi Tarikhil Islam, al Imam ad Dahabi Dirasatun Maudu’iyatun Tahliliyatun Tarbiyatun, Dar al Fikr.4 B. Pemikiran Pendidikan Menurut Abdurrahman an-Nahlawi Islam adalah syari’at Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan syari’at ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga dia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan khilafah. Syari’at Islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Umat manusia dewasa ini tengah dilanda penyakit ”kehilangan anak”. Penyakit ini diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: terlalu berlebihan
4
Http//www. Sunan Ampel. Com
53
dalam memberikan kebebasan dan memanjakan, tidak adanya kendali dalam memperlakukan anak-anak, terlalu berlebihan dalam menuruti kehendak instinkif dan tidak adanya kendali yang mendasar sehingga menyebabkan hilangnya jutaan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah serta kebebasan wanita yang berlebihan dalam bercampur baur dengan kaum lelaki di segala bidang. Sebagian ahli dan filosofi pendidikan kontemporer menganggap bahwa tujuan inti pendidikan adalah perkembangan, baik perkembangan intelektual, fisik, batin, maupun sosial. Namun konsepsi mereka hanya terbatas pada perkembangan yang semata-mata menyangkut perkembangan wujud, perubahan berat, penambahan pengetahuan, atau peningkatan kualitas pola kehidupan anak sejak ia lahir hingga dewasa yang menyangkut perilaku dan segala aktifitasnya. Para ahli pendidikan kontemporer pun sepakat mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidaklah hanya menyangkut penambahan dari segi kuantitatif. Ketika harus mengetengahkan pengembangan perilaku manusia, para ahli pendidikan tersebut terbagi menjadi dua kubu. 1. Kubu yang cenderung mengembalikan konsep pengembangan perilaku pada aspek mekanistik dan reaksi feflektif sehingga mereka memperlakukan manusia sebagai pabrik besar. Jika tombol utama ditekan, mesin akan jalan dan menggerakkan mesin lainnya hingga sampailah pada produksi akhir. Hasil produksi itu sampai pada konsumen berupa refrigerator, mobil, atau adaptor. Menurut mereka, begitulah aktifitas yang dilakukan manusia. Selain itu, ketika manusia dipengaruhi oleh aspek eksternal atau sesuatu yang berasal dari luar
54
dirinya, secara reflek dia akan mengarahkan aktifitasnya pada sesuatu yang dia inginkan. Ketika membahas masalah ini, para ahli pendidikan yang setuju dengan konsep di atas tidak memerlukan argumentasi-argumentasi yang berhubungan dengan kehendak manusiawi. Padahal, respon manusia terhadap suatu hal tidak sama, bergantung pada daya intelektual, situasi dan kondisinya, serta keinginan-keinginannya. Dengan demikian, ketika memberikan respon terhadap sesuatu pun, setiap manusia akan melaluinya dengan proses berfikir karena dia bukanlah mesin yang tidak memiliki tujuan atau sasaran hidup. 2. Kubu yang berpandangan bahwa perilaku manusia itu berkembang sesuai dengan pengalaman yang terbentuk dalam dirinya. Seorang anak yang mengotori baju dengan makanan lantas mendapat kecaman, celaan, dan beberapa tindakan emosional lainnya akan membekaskan keterkaitan antara kepedihan psikologi dan kekotoran bajunya dalam perjalanan hidup anak itu hingga ia dewasa. John Dewey mendefinisikan keterkaitan itu dengan istilah pengalaman. Jika bersumber dari masyarakat, pengalaman itu dapat didefinisikan sebagai pengalaman kemasyarakatan yang tidak hanya terbatas pada interaksi kelompok. Contoh lainnya adalah pengalaman sosial anak seputar tingkah lakunya yang dicela di depan tamu atau tingkah lakunya yang dianggap manis. Padahal pengalaman sosial anak itu berkembang sesuai dengan berkembangnya perasaan-perasaan kemasyarakatan melalui keakraban dan kebencian pada orang lain. Perkembangan semacam ini bisa diaplikasikan melalui berbagai pelajaran yang dinikmati anak-anak, seperti pelajaran
55
berhitung, bahasa, cerita, pertukangan, atau kerajinan. Rangkaian pengalaman mampu mengembangkan kemampuan anak dan membentuk perilaku anak dekat pada kehidupan masyarakat, baik itu melalui peradaban maupun berbagai situasi dan tuntutan hidup. Namun yang perlu dikaji ulang lagi, tidak semua pengalaman hidup manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia yang baik. Dengan demikian, tidak semua perkembangan itu digunakan untuk kebaikan. Contoh konkretnya, kita menemukan banyak penjahat di Amerika yang
menggunakan
pengalaman,
perkembangan
intelektual,
dan
ketrampilannya untuk merugikan orang lain, misalnya dengan merampok, mencuri, dan kejahatan lainnya. Lebih jauh lagi, mereka memiliki tujuan mendidik generasi mudanya atau bawahan-bawahannya, jika mereka pengusaha, untuk memanfaatkan pengalamannya sebagai sarana kejahatan. Kecenderungan itu timbul karena mereka lebih banyak menggunakan pengalaman dan ketrampilannya sebagai sarana menggapai tujuan lahiriah, yaitu memperoleh kekayaan atau pemuas nafsu belaka. Dari ilustrasi di atas dan
dari
kenyataan
hidup
sekarang,
kita
dapat
memahami
bahwa
perkembangan merupakan sarana mewujudkan tujuan yang lebih jauh daripada sekedar perkembangan. Dari kecil hingga dewasa, perkembangan merupakan modal dasar dalam kehidupan manusia. Keteledoran dalam mengarahkan perkembangan akan menjerumuskan seorang anak dalam pemahaman yang keliru. Bisa jadi, jika seorang anak harus beraplikasi dalam kehidupan bermasyarakat, dia akan mendapatkan hasil perkembangannya untuk tujuan-tujuan yang tidak jelas atau
56
membahayakan pihak lain. Pendidikan Islam yang meletakkan segala perkara dalam posisi alamiah memandang seluruh aspek perkembangan sebagai sarana mewujudkan aspek ideal, yaitu penghambaan dan ketaatan kepada Allah serta aplikasi keadilan dan syariat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pendidikan Islam ini mencakup pemeliharaan seluruh aspek perkembangan, baik aspek material, spiritual, intelektual, perilaku sosial, apresiasi
atau
pengalaman.
Dan
yang
penting,
Islam
mengarahkan
perkembangan tersebut ke arah perwujudan tujuan pendidikan yang tinggi. Dalam kerangka pendidikan, perkembangan sosial meliputi aspek-aspek berikut ini: 1. Perkembangan
perasaan
kemasyarakatan,
seperti
perasaan
terikat,
kecenderungan untuk berkelompok, dan kegandrungan untuk saling mengikuti 2. Perkembangan pengalaman kemasyarakatan dan hal-hal yang dihasilkannya, seperti pola-pola interaksi kelompok, pengetahuan aturan-aturan, pola-pola perilaku bermasyarakat, serta norma-norma kehidupan berkelompok 3. Perkembangan imajinasi kemasyarakatan serta tujuan bersama yang tercermin dalam diri setiap individu sebagai hasil pendidikan masyarakat yang mereka terima. Pendidikan masyarakat ini bisa tercipta melalui partisipasi dalam pestapesta, upacara keagamaan, pengenalan berbagai fenomena kelompok, atau melalui bidang ekonomi dan militer. Pada dasarnya, pendidikan yang bertujuan mewujudkan ketundukan, ketaatan, dan ibadah kepada Allah akan berakhir
57
pada pengembangan perasaan kemasyarakatan yang lebih mulia dan terbuka pada kebaikan. Hal yang pertama kali ditetapkan oleh para sosiolog adalah konsepsi tentang masyarakat. Para sosiolong sepakat mengatakan bahwa masyarakat terbentuk akibat berkumpulnya sekelompok individu yang memiliki gambaran, tujuan, atau kepentingan yang sama, dan semuanya bekerja sama untuk kepentingan tersebut. Kesamaan tersebut mempersatukan mereka dalam berbagai ikatan yang mengikat seluruh individu. Sebagian membantu sebagian yang lain. Mereka membiasakan diri untuk menyukai kehidupan bersama, tolong menolong, dan tanggung jawab. Dalam pendidikan Islam, tujuan kemasyarakatan didefinisikan sebagai upaya mempersatukan individu yang tercerai berai serta mengikat hati dan perasaan mereka dalam ikatan yang kuat, kokoh, dan tidak berubah-ubah. Realisasi tujuan tersebut memerlukan konsistensi individu dalam berfikir, beribadah, dan mempraktikkan syariat pada konsepsi Islam tentang alam semesta. Konsistensi terhadap syariat Islam serta realisasi syariat itu dalam kehidupan sehari-hari harus menjadi rangkaian konsepsi masyarakat muslim yang menjanjikan kedalaman, kesadaran, kejelasan, keteguhan, kemurnian, dan kelogisan. Itulah yang membedakan masyarakat muslim dari masyarakat lainnya. Pada masyarakat yang tidak Islami, kita akan menemukan individu yang menerima konvensi kemasyarakatan secara membabi buta melalui peniruan-peniruan. Jika kita melihat pendidikan Islam, kita akan menemukan individu-individu yang merasa puas jika telah diberi kebebasan berfikir,
58
kejelasan atas tujuan bersama, dan perasaan bangga atas tujuan tersebut. Selain itu, masyarakat muslim pun akan merasakan kebersamaan yang direalisasikan melalui Idul Adha, atau melalui shalat berjamaah. Demikian kita menemukan gambaran kolektif islami ini membentuk kebudayaan dan pemikiran seorang muslim, menjadi kontrol utama dalam perilaku bermasyarakat, dan menjadi tendensi psikologis yang mendalam tanpa kepura-puraan. Melalui pendidikan islami, masyarakat akan memiliki otoritas dalam pelaksanaan syariat dan akidah Islam dengan tetap berpedoman pada konsepsi saling berpesan dalam kebenaran, saling menasehati, dan saling melarang dalam kemunkaran. Dengan tujuan yang bersifat kolektif, pendidikan Islam telah memurnikan penghambaan murni hanya kepada Allah serta menyatukan ide dan fikiran dalam tujuan yang sama.
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang Pendidikan Islam Pemikiran Pendidikan Menurut Abdurrahman an-Nahlawi Islam adalah syari’at Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan syari’at ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga dia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan khilafah. Syari’at Islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Umat manusia dewasa ini tengah dilanda penyakit ”kehilangan anak”. Penyakit ini diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Terlalu berlebihan dalam memberikan kebebasan dan memanjakan, tidak adanya kendali dalam memperlakukan anak-anak, 2. Terlalu berlebihan dalam menuruti kehendak instinkif dan tidak adanya kendali yang mendasar sehingga menyebabkan hilangnya jutaan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah serta kebebasan wanita yang berlebihan dalam bercampur baur dengan kaum lelaki di segala bidang. Selanjutnya akan dijelaskan beberapa pandangan-pandangan kritis anNahlawi tentang pendidikan umum, yang meliputi antara lain :
59
60
1. Pengertian Pendidikan Pendidikan merupakan suatu aktifitas untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berjalan seumur hidup.1 Abdurrahman an-Nahlawi, mendefinisikan pendidikan dari lafadz atTarbiyah. Secara etimologis lafadz at-Tarbiyah berasal dari kata: Pertama : raba yarbu yang berarti : bertambah dan tumbuh.2 Makna ini dapat dilihat dalam firman Allah :
(٣٩
)
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S. Azdariyat: 39).3 Kedua : rabiya yarba dengan wazan (bentuk) khafiya yakhfa, berarti : menjadi besar, dan ketiga : rabba yarubbu dengan wazn (bentuk) madda yamuddu, berarti : memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.4
1
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 145 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat, Tarj, (Bandung, Diponegoro, 1989), hlm. 31 2
3 4
hlm. 409
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Kudus: Menara kudus, 2002),
61
Dari ketiga asal kata ini, Abdurrahman an-Nahlawi, mengutip dari Abdurrahman al-Bani, yang menyimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri atas empat unsur, yaitu: a. Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. b. Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam macam. c. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya. d. Proses ini dilaksanakan secara bertahap, sebagaimana di isyaratkan oleh al Baidlawi dan ar Raghib dengan “ sedikit demi sedikit”.5 Dari sini kemudian diambil beberapa kesimpulan asasi untuk memahami makna pendidikan, yaitu: a. Pendidikan kegiatan yang betul-betul mempunyai tujuan, sasaran dan objek target. b. Pendidikan yang sejati dan mutlak adalah Allah SWT. Dialah pencipta fitrah pemberi berbagai potensi/bakat, pembuat berbagai sunnah perkembangan, peningkatan, dan interaksi fitrah sebagai mana Dia mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan, kemashlahatan, dan kebahagiaan fitrah tersebut. c. Pendidik menuntut terjadinya progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang membawa anak dari suatu perkembangan ke perkembangan lainya.
5
Ibid,. hlm. 32
62
d. Peran pendidik harus sesuai dengan tujuan Allah SWT menciptakannya, artinya pendidik harus mampu mengikuti syariat agama Islam.6 2. Dasar-Dasar (Asas-Asas) Pendidikan Islam a. Dasar-dasar Ideal Manusia menurut pandangan Islam Dalam menjelaskan tentang manusia
an-nahlawi
mengambarkan
tentang
penciptaan
manusia,
menurutnya hakikat manusia bersumber pada dua asal, Pertama: Ashlul Ba’id, yaitu penciptaan pertama dari tanah, yang kemudian Allah menyempurnakannya dengan meniupkan ruh. Kedua: Ashlul Qorib, yaitu penciptaan manusia dari nutfah.7 Kemudian an-Nahlawi menjelaskan posisi manusia yang diantaranya adalah: 1) Manusia merupakan makhluq yang dimulyakan jadi manusia dilarang untung menghinakan dirinya 2) Manusia mahluk yang istimewa dan terpilih, manusia di anugerahi oleh Allah kemampuan untuk membedakan kabaikan dan kejahatan atau kedurhakaan dari ketaqwaan, Allah menanamkan kesiapan dan kehendak kedalam naluri manusia untuk memilih melakukan sesuatu. 3) Manusia merupakan mahluk yang dapat dididik, karena Allah membekali manusia dengan kemampuan untuk belajar dan pengetahuan
6
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Tarj. (Jakarta: GIP, 1995), hlm. 21 7
Ibid, hlm. 38
63
4) Manusia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan syariat dan perwujudan penghambaan.8 Dan Alam semesta menurut pandangan Islam adalah alam semesta tercipta difungsikan untuk menggerakkan emosi dan perasaan manusia terhadap keagungan al-Khaliq, kekerdilan manusia dihadapan-Nya, dan pentingnya ketundukan kepada-Nya. Artinya, alam semesta dipandang sebagai dalil Qat’i yang menunjukkan keesaan dan ketuhanan Allah.9 Perenungan terhadap alam semesta hendaknya dilakukan secara logis dan ilmiyah.10 Kehidupan menurut pandangan Islam merupakan suatu ajang cobaan dan ujian dari Allah untuk manusia. Sifat dunia tidak kekal dan hanya gambaran kesenangan yang sementara, yaitu sebagai sarana lintasan manusia untuk menuju akhirat. Namun dunia juga memiliki kaidah-kaidah sosial dan kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk masyarakat dan bangsa. Pemahaman mendalam terhadap kehidupan dunia akan membawa sekaligus mendidik kaum muslimin pada berbagai pemahaman yaitu: 1) Seorang muslim harus menghindari tipuan dunia yang dapat melalaikan dari penciptaan manusia 2) Walau harus mengutamakan kehidupan akhirat, seorang muslim tidak boleh menutup diri dari kebaikan dunia.
8
Ibid, hlm. 40-44 Ibid,. hlm. 46 10 Ibid,. hlm. 48 9
64
3) Dengan pemahaman bahwa dunia merupakan ajang cobaan dan ujian, seorang muslim hendaknya bersabar dalam menghadapi berbagai masalah dunia. 4) Setiap individu atau kelompok manusia harus bersiap diri memerangi musuh yang menghambat berkibarnya panji kebenaran dan keutamaan.11 Untuk menentukan dan mengembangkan materi pendidikan Islam hendaknya betolak dari pandangan dasar Islam tentang manusia, alam, dan kehidupan.12 b. Dasar-Dasar Peribadahan (Ta’abbudiyyah) Ibadah dalam Islam lebih merupakan amal saleh dan latihan spiritual yang berakar dan diikat oleh makna yang hakiki dan bersumber dari fitrah manusia. Pelaksanaan ibadah merupakan pengaturan hidup seorang muslim baik itu dalam pelaksanaan shalat, pengaturan pola makan melalui puasa, pengaturan kehidupan sosial ekonomi muslim yang bertanggung jawab melalui zakat, pengaturan atau penghidupan integritas seluruh umat Islam dalam ikatan perasaan sosial melalui haji, yang jelas ibadah menyatukan satu tujuan umat Islam yaitu penghambaan kepada Allah semata serta penerimaan berbagai ajarannya baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi, hikmah dari kependidikan ibadah diantaranya adalah: 1) Ibadah memdidik diri untuk selalu berkesadaran berfikir.
11
Ibid, hlm. 61-62 Tim dosen IAIN Sunan Ampel, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1996), hlm. 100 12
65
2) Ibadah
menanamkan
hubungan
dengan
jama’ah
muslim
(rasa
kebersamaan) 3) Menanamkan kemuliaan dalam diri muslim 4) Mendidik keutuhan ummat manusia, karena ibadah yang dilakukan dalam kelompok melhirkan rasa kebersamaan sehingga terdorong untuk saling mengenal, menasehati, dan bermusyawarah. 5) Seorang muslim terdidik untuk memiliki kemampuan dalam melakukan berbagai keutamaan secara konstan dan mutlak, artinya tidak berbatas pada batasan geografis, kepentingan nasional, atau partai yang berkuasa. 6) Membekali manusia dengan kekuatan rohaniah, yaitu optimisme yang bersumber dari kekuatan Allah, serta kesadaran dan cahaya yang bersumber dari Allah. 7) Memperbaharui jiwa karena melalui ibadah manusia memiliki sarana untuk mengekspesikan taubatnya, dengan taubat kesalahan dan dosa yang dilakukan anggota tubuh akan hilang.13 c. Dasar-Dasar Syari’at Syariat Islam merupakan salah satu asas pendidkan Islam yang agung, menurut makna qur’ani syariat merupakan penjelasan tentang akidah dan ibadah yang diarahkan untuk menata kehidupan dan mengatur hubungan kemanusian, berikut ini terdapat penjelasan yang menunjukkan kedudukan syari’at:
13
Ibid, hlm. 64-66
66
1) Syari’at adalah asa berfikir yang mencakup segala konsep berfikir tentang alam, kehidupan, dan manusia, syari’at mencakup pandangan dan sikap Islam terhadap manusia, alam, dan kehidupan serta keterkaitan manusia dengan semua itu. 2) Syari’at menetapkan kaidah dan tatanan tingkah laku muslim yang menjadikan kehidupan sebagai teladan kerapian, keteraturan, amanat, akhlak yang luhur, kesistematisan, kesadaran yang sehat, dan berfikir sebelum melakukan segala yang dikehendakinya, yakni membuat keputusan sebelum melakukan. 3) Syari’at mendidik kaum muslim untuk berfikir logis dengan jalan mengistimbath hukum-hukum. 4) Syari’at melahirkan umat muslim yang berperadaban, karena untuk memahaminya dibutuhkan kemampuan untuk membaca dan menulis alQur’an, memikirkan hukum serta maknanya.14 Selain syari’at melatih berfikir, syariat juga mengontrol perilaku manusia, aplikasi syari’at terlihat jelas dalam bentuk perintah dan larangan, pengharaman dan penghalalan, hudud, hukuman, dan bimbingan hingga cara-cara atau metode tertentu dalam jual-beli, perkawinan dan perjanjian serta berbagai masalah hidup yang lain.15 Jumhur ulama’ bersepakat bahwa hukum-hukum syari’at Islam berkisar pada pemeliharan lima permasalahan yang menjadi pangkal setiap
14
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat,. hlm. 101-103 15 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, hlm. 74
67
cabang hukum, yang terdiri atas pemeliharaan agama, pemeliharan jiwa, kekayaan, kehormatan, dan akal. c. Sumber-sumber pendidikan Islam Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat yang dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus maknai secara rinci. Karena itu keberadaan referensi atau sumber pendidikan harus merupakan sumber Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.16 3. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok.17 Adapun tujuan pendidikan menurut an-Nahlawi, Allah menjadikan manusia sebagai makhlukNya mempunyai kesiapan untuk berbuat kebaikan maupun kejahatan, dan mengutus Rasul-Nya kepada manusia agar membimbing mereka beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya.18 Disamping itu, Allah mengadakan manusia di muka bumi untuk menjadi khalifah yang akan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan mengambil petunjuk-Nya, dan menundukkan apa yang ada di langit dan bumi untuk mengabdi kepada kepentingan hidup manusia dan merealisasikan hidup itu.19
16
Ibid, hlm. 28 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm. 58 18 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat,. hlm. 160 19 Ibid 17
68
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan asasi dari adanya manusia di alam ini adalah beribadah dan tunduk kepada Allah, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkannya dengan melaksanakan syari’at dan menaati Allah. Allah SWT telah menjelaskan tujuan ini di dalam firman-Nya :
(٥٦
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Adzariyat:56).20 Jika tujuan hidup manusia adalah tersebut diatas, maka pendidikanpun harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu : mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaannya berdasarkan Islam. Dengan demikian, tujuan akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan ‘ubudiyah kepada Allah di dalam kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat, yakni dalam seluruh lapangan kehidupan.21 Pencapaian tujuan itu bagaimanapun tidak mungkin dilakukan sekaligus secara serentak. Oleh karena itu, pencapaian tujuan harus dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Namun demikian, setiap tahap dan jenjang memiliki hubungan dan keterkaitan selamanya, karena adanya landasan dasar yang sama serta tujuan yang tunggal. Pencapaian itu senantiasa didasarkan pada prinsip dasar pandangan terhadap manusia, alam semesta, ilmu pengetahuan, masyarakat dan akhlak seperti yang termuat dalam dasar pendidikan Islam itu sendiri, yakni al-Qur’an dan Sunah Rasul (Hadits). 4. Tugas dan Syarat Pendidik
20 21
Ibid, hlm. 162
69
Dari penjelasan tentang tugas rasul dalam surat Ali-Imran, dapat disimpulkan bahwasanya guru memiliki beberapa fungsi diantanya: a. Fungsi penyucian, artinya seorang guru bertugas sebagai pembersih diri, pemelihara diri, pengembang, serta pemelihara fitrah manusia. b. Fungsi pengajaran, artinya seorang guru bertugas sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.22 Agar seorang pendidik dapat melaksanakan tugas dan fungsi sebagai mana yang telah dibebankan Allah kepada Rasul dan pengikutnya, maka dia harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat rabbani yakni bersandar kepada rabb dengan menaati-Nya, mengabdi kepada-Nya, mengikuti sifat-Nya dan mengenal sifat-sifat-Nya. Dengan sifat rabbani itu maka dalam segala kegiatan mendidiknya akan bertujuan menjadikan para peserta didiknya orang-orang rabbani juga. b. Hendaknya pendidik seorang yang ikhlas yakni dengan profesinya sebagai pendidik
dan
dengan
keluasaan
ilmunya
guru
hanya
bermaksud
mendapatkan keridlaan Allah, mencapai dan menegakkan kebenaran. c. Hendaknya pendidik bersabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada anak-anak. Hal itu dikarenakan manusia tidak sama dalam kemampuan belajarnya, guru tidak boleh menuruti hawa nafsunya, ingin
22
170
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, hlm.
70
segera melihat hasil kerjanya sebelum pengajarannya itu terserap dalam jiwa anak. d. Hendaknya guru jujur dan menyampaikan apa yang diserukannya. Tanda kejujuran itu ialah menerapkan anjurannya itu pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu dengan amalnya telah sejalan, maka para pelajar akan meniru dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya. e. Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya. Hal itu disebabkan mengajarkan ilmu dan menterjemahkan ilmu bagi anak-anak yang belum baligh hanya akan dapat dilakukan jika guru sendiri telah mencerna dan memahami ilmu itu secara mendalam. f. Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metoda-metoda mengajar secara bervariasi menguasainya dengan baik serta mampu menentukan dan memilih metoda mengajar yang selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar mengajarnya. g. Hendaknya guru mampu mengelolah siswa, tegas dalam bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara proposional, tidak bersifat keras dalam kondisi yang semestinya bersikap lunak dan sebaliknya. h. Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar mereka, sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai dengan kemampuan akal dan persiapan psikis mereka.
71
i. Hendaknya guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir angkatan muda. Disamping itu, hendaknya memahami pula berbagai problem kehidupan modern serta cara bagaimana Islam mengahadapi dan mengatasinya. j. Hendaknya guru bersikap adil diantara para pelajarnya tidak cenderung kepada salah satu golongan diantara mereka dan tidak melebihkan seorang atas yang lain, dan segala kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang benar dan dengan memperhatikan setiap pelajaran sesuai dengan perbuatan serta kemampuannya.23 5. Kurikulum Pendidikan. Kurikulum ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula mulanya digunakan dalam bidang olah raga yaitu kata curre yang berarti jarak tempuh lari, sedangkan dalam kosa kata Arab, kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai kehidupan.24 Menurut an-Nahlawi kurikulum merupakan suatu program bagi suatu jenjang sekolah dalam suatu lingkungan sekolah tertentu. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai program bagi unit periodesasi sekolah yang bertujuan untuk mengantarkan anak didik pada tingkatan pendidikan, perilaku, intelektual yang diharapkan membawa mereka pada sosok anggota masyarakat yang berguna bagi bangsa dan masyarakatnya, serta mau berkarya bagi
23
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat,. hlm. 239-246 24 Khaerudin dan Mahfud Junaedi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan Implementasinya di Madrasah, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007), hlm. 23
72
pembangunan bangsa dan perwujudan idealismenya. Di dalamnya tercakup masalah metode, tujuan, tingkatan pengajaran, materi pelajaran setiap tahun ajaran, topik-topik pelajaran serta aktivitas yang dilakukan setiap siswa pada setiap materi palajaran yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kesiapan siswa. Selain itu, suatu kurikulum harus dibangun diatas landasan konsep Islam tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia. Maka kurikulum Islami harus mmenuhi beberapa ketentuan: a. Kurikulum Islami harus memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah manusia, memeliharanya dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia. b. Kurikulum hendaknya diuraikan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah, disamping pelbagai aspek tujuan seperti aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual. c. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun urisitas (kekhas-an) nya. d. Aplikasi kegiatan, contoh atau teks kurikulum Islam harus memperhatikan tujuan-tujuan masyarakat yang realistis, menyangkut kehidupan, dan bertitik tolak dari keIslaman yang ideal. e. Sistem kurikulum Islami harus terbebas dari kontrasdiksi, mengalir pada kesatuan Islam, dan selaras dengan integritas psikologis yang telah Allah ciptakan untuk manusia serta selaras dengan kesatuan pengalaman yang hendak diberikan kepada anak didik, baik yang berhubungan dengan sunnah, kaidah, sistem, maupun realitas alam semesta.
73
f. Kurikulum Islami hendaknya realistik, yakni dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat dari negara yang akan melaksanakannya. g. Hendaknya metoda pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi setempat, dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat, serta kemmapuan siswa untuk menangkap, menerima, dan mengolah bahan pelajaran yang bersangkutan. h. Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat-perangkat (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. i. Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan. j. Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami seperti pendidikan untuk berjihad dan menyebarkan da’wah Islamiyah serta membangun masyarakat muslim di lingkungan sekolah. 25 5. Metode Pendidikan Islam Metode merupakan suatu cara kerja
yang bersistem
untuk
memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.26 Menurut an Nahlawi terdapat beberapa metode yang paling penting dan menonjol yang dicantumkan al-Qur’an ialah : a. Metode Hiwar (Percakapan) Qur’ani dan Nabawi 25
Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm.163 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 652-653 26
74
b. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi c. Metode Amtsal (perumpamaan). d. Metode Teladan e. Metode Latihan dan Pengamalan f. Metode Ibrah dan Mau’idhah g. Metode Targhib dan Tarhib.27 7. Lingkungan Pendidikan Islam Alat pendidikan menurut an Nahlawi dapat dipahami sebagai lingkungan pendidikan Islam yakni suatu institusi atau lembaga dimana pendidikan itu berlangsung. Menurut an-Nahlawi lingkungan pendidikan meliputi: a. Masjid Fungsi masjid pada era ini mengalami penyempitan, tidak sebagaimana pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembagalembaga sosial keagamaan semakin memadat sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah sholat saja dan lebih tragisnya hanya sebagai tempat pengais rizki. Padahal mulanya masjid merupakan sumber kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, pusat pemikiran (community center), serta sebagai tempat ibadah dan i’tikaf. Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah: 1) Mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
27
hlm. 204
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
75
2) Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas
sosial
serta
menyadarkan
hak-hak
dan
kewajiban-
kewajibannya sebagai insan pribadi, sosial, dan warga negara. 3) Memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan kemakmuran potensipotensi rohani manusia melalui pendidikan kesabaran, perenungan, optimisme, dan mengadakan penelitian. b. Keluarga Muslim (Rumah) Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah sepasang suami istri yang kedua tokoh intinya (ibu dan ayah) yang mendasarkan pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syarat Islam. Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, dapat dikatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah hal-hal berikut : 1) Mendirikan syari’at Allah dalam segala permasalahan rumah tangga. 2) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis. 3) Mewujudkan sunah Rasulullah SAW melalui pendidikan. 4) Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak 5) Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpanganpenyimpangan.28 Dengan demikian orang tua berkewajiban melakukan langkah langkah berikut: Pertama, membiasakan anak-anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah.
28
Ibid, hlm. 139-144
76
Kedua, membiasakan anak-anak untuk mewaspadai penyimpanganpenyimpangan yang kerap membiaskan dampak negatif terhadap diri anak.29 c. Sekolah Menurut an-Nahlawi, dalam konsepsi Islam, sekolah mempunyai tugas-tugas sebagai lembaga pendidikan Islam: 1) Penyederhanaan dan penyimpulan, 2) Fungsi penyucian dan pembersihan, 3) Memperluas wawasan dan pengalaman anak didik melalui transfer tradisi, 4) Mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas, dan keharmonisan antarsiswa, 5) Penataan
dan
validasi
sarana
pendidikan,
dan
yang
terakrir
menyempurnakan tugas keluarga dalam pendidikan.30 d. Masyarakat Menurut an-Nahlawi masyarakat mempunyai andil besar dalam pendidikan lewat amar ma’ruf nahi mungkar, menganggap setiap anak sebagai anak sendiri, memberikan kritik sosial, saling bekerja sama, dan menggunakan landasan afeksi lewat rasa saling mencintai dan menyayangi. B. Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan Pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia. Pada era sekarang ini, yang disebut era global, setidaknya perlu adanya diterapkan pemikiran Abdurrahman An-Nahlawi tentang pendidikan, untuk perbaikan moralitas bangsa, menjadi masyarakat yang berkarakter. Pemikiran29 30
Ibid, hlm. 145 Ibid, hlm. 153-161
77
pemikiran beliau mempunyai relevansi dengan konsep pendidikan di Indonesia saat ini. Dalam menyampaikan materi sangat diakui bahwa metode mempunyai peranan yang sangat penting, setidaknya pada zaman sekarang, pengajaran yang monoton tidak relevan lagi, seiring merebaknya metode-metode pendidikan, karena adanya kurikulum KTSP, an-Nahlawi memberikan sumbangan tentang metode pendidikan yang bervariatif yang bersumber dari al-Qur’an sebagi tawaran yang solutif, hal ini memperkaya khazanah metode pengajaran selain mengambil dari barat setidaknya Islam mempunyai metode sendiri yang benar-benar asli dari al-Qur’an. An-Nahlawi menyaratkan bahwa pendidikan menuntut terjadinya progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang membawa anak dari suatu perkembangan ke perkembangan lainya. Hal ini sesuai dengan UU sisdiknas 2003 bab VI tentang jalur, jenjang dan Jenis pendidikan. Pasal 14. Kurikulum yang menurut pandangan an-Nahlawi, sesuai dengan standar nasional pendidikan pada negara ini, dan rancangannya mempunyai relevansi dengan UU sisdiknas bab X pasal 36 ayat 1-3. Seorang pendidik harus memiliki syarat-syarat tertentu yang berjumlah sepuluh tersebut mengisyaratkan sebuah kompetensi guru yang sesuai dengan PP no. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 1-3, yang sekarang disempurnakan oleh PMARI no. 16 tahun 2010 pasal 16 ayat 1 dan 2, yaitu:
78
1. Pedagogis, kompetensi ini dapat dilihat pada syarat f. Yaitu seorang guru harus bisa menggunakan berbagai metode secara variatif, sesuai dengan kondisi, dan poin g. Yaitu hendaknya seorang guru bisa mengelola siswanya. 2. Profesional, poin ini bisa dilihat pada syarat yang ke 5 dan 8 (e dan h), yaitu tentang guru yang harus membekali diri dengan ilmu dan terus mengkaji ilmu, serta seorang guru harus memiliki ilmu psikologi yang digunakan untuk mempelajari kondisi anak didik. 3. Sosial, yaitu seperti syarat yang dikemukakan poin j yaitu tentang seorang guru harus bersikap adil, dan poin i yaitu bersikap tanggap dengan kondisi dan perkembangan dunia. 4. Kepribadian, yaitu pada poin a tentang ketakwaan terhadap tuhan, dan poin b tentang keihlasan, serta poin c tentang kesabaran pendidik. 5. Kepemimpinan, hal ini bisa dilihat dari poin d tentang keteladanan pendidik yang dapat ditiru oleh peserta didik, serta sikap adil, ihlas dan sabarnya. Berdasarkan pendapat an-Nahlawi memberikan tanggung jawab kepada kita semua, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab kita semua, bukan hanya dibebankan dalam suatu lembaga atau institusi pendidikan saja, melainkan masyarakat, dan keluarga mempunyai andil yang sangat besar dan penting bagi pembentukan moral. Keluarga mempunyai andil besar dalam peletakan pendidikan karakter pertama kali, jadi sebuah keluarga harus memberikan pendidikan yang baik tentang keimanan sejak dini. Sebuah keluarga harus mempunyai keteladanan dan
79
membekali diri dengan sifat baik, supaya dapat mendidik anaknya kelak dengan baik juga. Keluarga harus mampu mengontrol dan menjaga serta memberikan pengarahan kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai dengan aturan agama dan negara. Mengenahi tujuan pendidikan yang digagas oleh an-Nahlawi yaitu ubudiyyah kepada tuhan, memberikan isyarat bahwa manusia merupakan mahluk yang harus rendah hati, hal ini berimplikasi bagi pertumbuhan moral yang baik kepada anak sebagaimana anak sekarang merupakan penerus bangsa pada masa depan. Pandangan an-Nahlawi terhadap manusia sendiri yang manusia merupakan mahluk yang dapat dididik dan merupakan khalifah fi al-Ard, membangkitkan optimisme kita bahwa kita mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, dan bahwa manusia dapat maju dan berkembang jika manusia mau belajar. Melihat fungsi masjid dahulu, dan melihat keadaan masjid yang seperti sekarang, yang hanya sebagai tempat shalat dan pengais riski saja, maka perlu adanya revitalisasi fungsi masjid, sehingga fungsi masjid bisa seperti dulu, yang merupakan pusak kebudayaan Islam. Setidaknya dengan mengadakan kajiankajian ilmiah dalam masjid tiap Minggunya, mengadakan diniyah dan TPA, serta pengajian untuk Lansia dalam masjid, dan mengadakan pengajian rutin tiap bulan. C. Analisis Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang Pendidikan Islam 1. Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi
80
a. Menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. b. Terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. c. Semua kegiatan pendidikan bermuara pada ibadah, karena
ibadah
merupakan kewajiban orang Islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Ibadah ialah jalan hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah. 3. Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia. Seorang pendidik harus memiliki syarat-syarat tertentu yang berjumlah sepuluh tersebut mengisyaratkan sebuah kompetensi guru yang sesuai dengan PP no. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 1-3, yang sekarang disempurnakan oleh PMARI no. 16 tahun 2010 pasal 16 ayat 1 dan 2, yaitu: 1. Pedagogis, 2. Profesional, 3. Sosial, 4. Kepribadian, dan ditambah dengan 5. Kepemimpinan. Pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat dalam perspektif Islam harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban anggota yang bersangkutan yang berpedoman pada prinsip keadilan, persamaan, kebebasan, musyawarah dan kesatuan dalam proses interaksi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemikiran Abdul rahman An-Nahlawi fokus terhadap pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat menggunakan dasar nash al-Qur’an, hadits
81
dengan pendekatan psikologis dan sosial. An Nahlawi menggunakan teori-teori pendidikan Islam yang dipadukan dengan pendekatan psikologis.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan teori dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1. Tujuan pendidikan Islam menurut pemikiran Abdurahman an Nahlawi adalah tidak bisa
terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk
menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. 2. Pemikiran Abdurahman an Nahlawi tentang tujuan Pendidikan Islam dan relevansinya dengan pendidikan Islam di Indonesia, adalah memprioritaskan pada
Seorang
pendidik
harus
memiliki
syarat-syarat
tertentu
yang
mengisyaratkan sebuah kompetensi guru yang sesuai dengan PP no. 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 1-3, yang sekarang disempurnakan oleh PMARI no. 16 tahun 2010 pasal 16 ayat 1 dan 2, yaitu: 1. Pedagogis, 2. Profesional, 3. Sosial, 4. Kepribadian, dan ditambah dengan 5. Kepemimpinan. 82
83
Pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat dalam perspektif Islam harus menjunjung tinggi hak dan kewajiban anggota yang bersangkutan yang berpedoman pada prinsip keadilan, persamaan, kebebasan, musyawarah dan kesatuan dalam proses interaksi dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Pemikiran Abdul rahman An-Nahlawi fokus terhadap pendidikan Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat menggunakan dasar nash al-Qur’an, hadits dengan pendekatan psikologis dan sosial. An Nahlawi menggunakan teori-teori pendidikan Islam yang dipadukan dengan pendekatan psikologis. B. Saran Sebagai langkah akhir dari penulisan skripsi ini, penulis akan menyampaikan saran-saran sebagi berikut : 1. Bagi Guru Sebagai guru pada umumnya terutama Guru Agama Islam, hendaknya senantiasa mendorong dan membimbing siswanya untuk mengembangkan pengetahuan yang sesuai dengan tempat dan waktu, hal inilah yang akan digunakan umat Islam dalam menghadapi tantangan dan proses indoktrinasi yang masuk melalui ilmu pengetahuan kontemporer, teknologi yang semakin ekspansif, dan dahsyatnya ledakan media informasi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan generasi penerus Islam. Oleh karena itu, pendidikan keterampilan
dan
pendidikan
keagamaan
diimplementasikan
melalui
keteladanan, rasionalisasi ilmu-ilmu ukhrowi dan penciptaan pengalaman. 2. Bagi orang tua
84
Hendaknya selalu mengawasi, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya untuk membagi waktu dengan sebaik-baiknya untuk belajar dan supaya senantiasa menjalankan perintah agama islam dengan semaksimal mungkin supaya dapat cerdas secara intellegensi, emosional maupun spiritual. 3. Siswa Siswa hendaknya selalu aktif dan rajin dalam belajar dan membiasakan sholat tepat waktu, taat kepada nasihat Bapak dan Ibu guru disekolah, berperilaku yang baik, sehingga bisa menjadi insan paripurna yang memiliki akhlaqul karimah, dengan ciri-ciri cerdas secara akal, sosial dan spiritual. Insan seperti inilah yang dapat menjalankan fungsi ganda yang diembannya, sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sehingga pendidikan Islam dituntut mampu menjalankan tiga fungsi utamanya yaitu fungsi akademik, psikologis, dan fungsi sosial sekaligus secara imbang dan terpadu. C. Kata Penutup Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak sekali kekurangannya meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya dan dengan hati yang terbuka kepada semua pihak penulis berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nur Muhammad, Studi Komparasi Konsep Pendidikan Islam Dalam Keluarga Menurut Abdurrahman An-Nahlawi dan Abdullah Nashih ‘ulwan, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2003) Achwan, Roihan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001) Achwan, Roihan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2001) Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008) Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005) Aly, Hery Nur dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2003) An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995) Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010) Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005) Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Surya Cipta Aksara. 1989) https://nugrahawisnuputra.wordpress.com, di unduh tgl 19 Juni 2015 John W. Best, Metodologi Penelitian dan Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982) Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. I; Bandung: alMa’arif, 1980) Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010) Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991) Nurdin ,Muhammad, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jakarta: Ar-Ruzz, Media Group, 2008) Prastowo, Andi, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011) Prihatin, Eka, Konsep Pendidikan, (Bandung: PT Karsa Mandiri Persada, 2008)
Roqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat, (Yogyakarta: LkiS, 2009) Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan RD, (Bandung: Alfabeta, 2012) Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Presfektif Islam, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005)