perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH ISLAM (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
TESIS
Oleh K u s w o no S861102015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kuswono. 2012. S861102015. Pendidikan Karakter di Sekolah Islam (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta). Tesis. Pembimbing I Prof. Dr. Husain Haikal, MA., Pembimbing II: Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman guru mengenai pendidikan karakter, sumber-sumber pendidikan karakter, penerapan dan pengamalan (aktualisasi) nilai-nilai pembentuk karakter di sekolah Islam. Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah I Yogyakarta dan MA Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Bentuk penelitian adalah kualitatif deskriptif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan yakni purposive sampling atau criterion-based selection. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan pencatatan dokumen. Untuk mengetahui kesahihan (validitas) data dilakukan dengan triangulasi yaitu triangulasi data, triangulasi metode, dan triangulasi teori. Analisis penelitian menggunakan model analisis interaktif yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman guru mengenai pendidikan karakter bersandar kepada ajaran-ajaran Islam untuk menciptakan manusia berakhlaqul karimah. Sumber-sumber pendidikan karakter adalah al-Quran dan sunah/hadis serta ijtihad. Penanaman nilai karakter dilakukan melalui pembelajaran di kelas, keteladanan para tokoh, guru, dan teman sebaya, pembiasaan berperilaku baik dengan adanya peraturan tata tertib, rapor kepribadian, dan ekstrakurikuler bidang keilmuan, keterampilan, olahraga, seni, dan keorganisasian. Bentuk pengamalan nilai-nilai pembentuk karakter lebih kepada kegiatan Islami seperti shalat berjamaah, membaca dan menghafal alQuran, bakti sosial, aktif dalam kegiatan keorganisasian IPM, Hizbul Wathan, Tapak Suci. Kegiatan mubaligh intilan, mubaligh jumat, mubaligh hijarah, puasa, khutbah jumat, mengisi pengajian, dan upacara bendera. Kegiatan ini mencerminkan nilai religius, kerjasama, kepemimpinan, cinta tanah air, peduli sosial, peduli lingkungan, dan kreatif. Kata kunci: Pendidikan karakter, Islam, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin Yogyakarta.
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kuswono. 2012. S861102015. Character Education in Islamic Schools (A Case Study on SMA Muhammadiyah I and MA Muallimin Yogyakarta). Thesis. Consultant I: Prof. Dr. Husain Haikal, MA., II: Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd. History Education Departement, Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT This research aims to find out the teacher’s perception on character education, sources of character education, character-building values application and actualization at Islamic schools. This research was conducted in SMA Muhammadiyah I and MA Muallimin Yogyakarta. This study was a descriptive qualitative research with a single embedded case study. The data was collected using direct observation, in-depth interview and documentation. The data validation was done using triangulation method is data triangulation, methodological triangulation and theoretical triangulation. The analysis was done using an interactive model of analysis encompassing data collecting, data reduction, data display and conclusion drawing. The result of research showed that teacher’s perception on character education relied on Islamic precepts to create akhaqul karimah-human beings. The sources of character education included al-Quran and Sunah/Hadis as well as ijtihad. The character value implantation was carried out through learning in the classroom, precedents from figures, teachers and peers, well-behaving familiarization in the presence of rule and order, personality report, and extracurricular activities in knowledge, skill, sport, art, and organization fields. The form of characterbuilding values actualization emphasized more on the Islamic activities such as collectively shalat, reading and reciting Quran, social service, participating actively in IPM, Hizbul Wathan, and Tapak Suci organizational activities. In addition, there were Mubaligh Intilan, Mubaligh Jumat, Mubaligh Hijarah, fasting, Friday sermon, becoming the orator in pengajian, and flag ceremony. Such these activities reflected on religious, cooperative, leadership, loving-tohomeland, social care, environmental care, and creative values. Keywords: Character Education, Islam, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, MA Muallimin Yogyakarta.
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH ISLAM (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta)
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sejarah
TESIS
Oleh K u s wo n o S861102015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN TESIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH ISLAM (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta) Disusun oleh Kuswono NIM. S861102015 Komisi Pembimbing Pembimbing I
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Prof. Dr. Husain Haikal, MA
..................
............
..................
............
NIP. 194409091970101001 Pembimbing II
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd NIP. 195603031986031001
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal
Juli 2012
Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program PascaSarjana UNS
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd NIP. 195603031986031001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH ISLAM (Studi Kasus SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta) TESIS Oleh Kuswono NIM. S861102015 Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Prof. Dr. Sri Yutmini, M.Pd NIP.-
Ketua
..................
.........................
Sekretaris
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd NIP. 194403151978041001
..................
..........................
Anggota Penguji
Prof. Dr. Husain Haikal, MA NIP. 194409091970101001
...................
..........................
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd NIP. 195603031986031001
...................
.........................
Telah dipertahankan di depan penguji dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal Juli 2012 Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP. 196107171986011011
Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd NIP. 195603031986031001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul: “Pendidikan Karakter di Sekolah Keagamman (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta)” ini adalah karya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunaan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan (Permendiknas, No. 17 Tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Pendidikan Sejarah PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Pendidikan Sejarah PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 16 Juli 2012 Mahasiswa,
Kuswono NIM. S861102015
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
“Orang Mukmin yang Paling Sempurna Imannya adalah yang Paling Baik Akhlaknya“ (HR. Tirmizi)
“Iman seseorang tidak akan diterima tanpa disertai amal perbuatan, begitu juga
amal perbuatan tidak akan diterima tanpa adanya iman“ (HR. At-Tabrani)
“Jalan hidup yang terjal menuntun kepada kematangan jiwa, getaran hati nurani sebagai petunjuk Ilahi” (Peneliti)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini dipersembahkan kepada Ibunda dan Ayah, bangsa dan negara Indonesia tercinta.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga dapat diselesaikannya tesis ini. Banyak pihak secara langsung ataupun tidak langsung memberikan bantuan dalam terselesaikannya tesis ini. Dalam kesempatan baik ini, ucapan terima kasih diberikan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Yunus, MS., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam penyusan tesis ini. 3. Bapak Dr. Hermanu Joebagio, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai pembimbing kedua yang bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran-saran dalam penyusunan tesis ini. 4. Bapak Prof. Dr. Husain Haikal, MA., selaku pembimbing pertama yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan, nasehat dan saran-saran dalam penulisan tesis ini. 5. Bapak Tri Ismu Husnan Purwono, S.H., selaku kepala SMA Muhammadiyah I Yogyakarta yang telah memberi izin penelitian guna menyelesaikan penyusunan tesis ini. 6. Bapak M. Ikhwan Ahada, MA., selaku direktur Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberi izin penelitian guna menyelesaikan penyusunan tesis ini.
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Ibu dan Bapak Guru SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Muhammadiyah
Yogyakarta
yang
telah
bersedia
membantu
dalam
pengumpulan data guna penyusunan tesis ini. 8. Siswa SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta yang telah bersedia membantu proses pengumpulan data dalam penyusunan tesis ini. 9. Para Guru dan Dosen yang telah mendidik peneliti dengan penuh kesabaran, dari semenjak SD, SMP, SMA sampai sekarang di perguruan tinggi, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan. 10. Teman-teman kelas Pendidikan Sejarah PPs UNS angkatan 2011, terima kasih atas semangat dan kerjasamanya. 11. Ibunda dan ayahanda di rumah terima kasih atas jerih payah, dorongan, dan doa yang selalu dicurahkan kepada peneliti. Mengingat keterbatasan tenaga dan ilmu yang dimiliki masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu diharapkan untuk memperbaiki tesis ini. Surakarta, Juli 2012 Peneliti Kuswono (NIM. S861102015)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .............................................................................................................
i
PERSETUJUAN ...............................................................................................
ii
PENGESAHAN ................................................................................................
iii
PERNYATAAN ...............................................................................................
iv
MOTTO .............................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................
vii
DAFTAR ISI .....................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xiii
DAFTAR ISTILAH ...........................................................................................
xiv
ABSTRAK ........................................................................................................
xvi
ABSTRACT ........................................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................................
9
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................
10
D. Manfaat Penelitian .............................................................................
11
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................
13
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. commit to user
13
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Kajian Teori .................................................................................
13
a. Pengertian Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika ......................
13
b. Pengertian Pendidikan Karakter .............................................
29
c. Karakteristik Siswa SMA/MA (Usia Remaja) .........................
45
d. Pendidikan Islam Pola Pembaruan .........................................
51
2. Penelitian yang Relevan ..............................................................
61
B. Kerangka Pikir Penelitian...................................................................
63
BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................
66
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
66
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .........................................................
66
C. Data dan Sumber Data ......................................................................
66
D. Teknik Sampling ..............................................................................
67
E. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
68
F. Kesahihan (Validitas) Data ..............................................................
70
G. Teknik Analisis Data ........................................................................
71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................
73
A. Hasil Penelitian .................................................................................
73
1. Lokasi SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta
74
a. SMA Muhammadiyah I Yogyakarta .......................................
74
b. MA Muallimin Yogyakarta ....................................................
80
2. Sajian Data ..................................................................................
84
a.
Pendidikan Karakter Menurut Guru SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta ............................................ commit to user x
84
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Al-Quran dan Al-Hadis: Sumber Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta ....
c.
d.
Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di Siswa SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta ..............
93
1) Proses Pembelajaran di Kelas ......................................
102
2) Pembiasaan Berperilaku Baik ......................................
107
3) Keteladanan ..................................................................
112
4) Budaya Sekolah ............................................................
119
5) Kegiatan Ekstrakurikuler (Pengembangan Diri) ...........
123
Pengamalan (Aktualisasi) Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta .....
e.
89
Kekhasan penanaman
Pendidikan
karakter
di
128
SMA
Muhammadiyah 1 dan MA Yogyakarta ................................
132
B. Pokok-Pokok Temuan Penelitian .....................................................
137
C. Pembahasan Hasil Penelitian ...........................................................
134
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................................
210
A. Simpulan ............................................................................................
210
B. Implikasi ............................................................................................
212
C. Saran ..................................................................................................
218
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
220
LAMPIRAN .....................................................................................................
228
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL 1. Daftar Asrama Siswa Madrasah Muallimin Yogyakarta ............................
82
2. Kegiatan Pembelajaran dan Nilai Pembentuk Karakter .............................
140
3. Proses
Penerapan
Nilai-Nilai
Pembentuk
Karakter
di
SMA
Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta ....................................
156
4. Proes Pendidikan dalam Wahana Sekolah, Keluarga dan Masyarakat .......
158
5. Kegiatan dalam Proses Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan Muallimin .........................................................................
161
6. Kegiatan Ekstrakurikurer dan Kandungan Nilai Pembentuk Karakter .......
186
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pelaksanaan Penelitian dan Penyusunan Laporan Penelitian ......................
228
2. Pedoman Observasi dan Wawancara ..........................................................
229
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara dan Observasi ..................................
230
4. Silabus dan RPP SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin Yogyakarta
246
5. Lembar Penilaian Kepribadian Siswa .........................................................
270
6. Struktur
Kurikulum SMA Muhammadiyah I dan MA Muallimin
Yogyakarta ..................................................................................................
280
7. Peta Tempat Penelitian ...............................................................................
289
8. Foto Dokumentasi Penelitian ......................................................................
292
9. Surat Izin Penelitian ...................................................................................
303
10. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ..........................................
307
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISTILAH Akhlaq al-Karimah Amanah Amar Maruf Balaghah
Emgain (m3in) Fathanah Fatwa Hizbul Wathan Ijtihad IPM
Mubaligh Hijrah Mubaligh Jumat Mubaligh/Kader Intilan Muhi Mukmin Muttaqin Musyrif
Nahi munkar Osis PERC Pesantren Santri Sidiq Sunah/Hadis
Sifat dan sikap yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Dapat dipercaya Melakukan yang baik Teknik penyampaian, digunakan untuk menunjukan suatu ilmu yang berhubungan dengan seluk beluk menyusun suatu kalimat yang singkat, padat dan menarik Sebutan untuk Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Cerdas, pandai. Nasihat keagamaan yang diberikan seorang alim. Organisasi kepanduan bagian dari organisasi Muhammadiyah Berfikir secara mendalam dengan menggunakan metode dan syarat-syarat tertentu. (Ikatan Pelajar Muhammdiyah) suatu organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah sebagai wadah para siswa Muhammadiyah berlatih mengelola organisasi Berdakwah/Menyebarkan ajaran Islam ke tempat/daerah lain. Berdakwah yang dilakukan setiap hari Jumat (waktu libur sekolah untuk Muallimin). Santri yang ikut berdakwah dengan tujuan untuk mempelajari cara-cara berdakwah. Sebutan untuk SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta Orang Islam yang beriman. Sebutan untuk orang yang bertakwa ( berasal dari kata taqwa) Guru/ustadz/pendidik yang telah ditugaskan di lingkungan asrama untuk membantu pimpinan (pamong/bapak) asrama dalam membina para siswa. Menjauhi atau mencegah hal yang buruk. Organisasi Siswa Intra Sekolah (Political and Economic Risk Consultancy) Suatu lembaga pendidikan Islam dengan menitikberatkan kepada pelajaran Islam secara mendalam. Sebutan bagi orang Islam yang taat menjalankan syariat Islam. Jujur, benar (sifat yang dimiliki para Rasul Allah). 1. Sesuatu hukum yang berasal dari Nabi Saw yang tidak termasuk fardlu (wajib). 2. Sesuatu yang didapatkan commit to user dari Nabi Saw yang terdiri dari xiv
perpustakaan.uns.ac.id
Tabligh Tahfidz Taklid Ta’dib
Ta’lim
Tarbiyah
Taushiyah TPA
digilib.uns.ac.id
ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, baik pada masa sebelum kenabian maupun sesudahnya. Berdakwah menyampaikan ajaran Islam. Menghafal al-Quran. Menerima pendapat seseorang alim dalam masalah agama tanpa menujukkan dalil dari al-Quran dan Hadis. Usaha menciptakan keadaan (situasi) untuk mendorong jiwa dan hati manusia berprilaku beradab sesuai dengan harapan yang diinginkan Pengajaran, atau suatu proses pembelajaran terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi indera sampai akhir usia Proses pendidikan yang mempunyai tujuan, sasaran dan target dengan memasukan ajaran Tuhan (Allah) sebagai sumber pendidikan melalui langkah-langkah yang sistematis dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran. Pengajian (siraman rohani) dari para kiai mengenai ajaran agama (Islam). (Taman Pendidikan al-Quran) pendidikan dasar keagamaan bersifat non-formal yang biasanya dilakukan oleh ustadz di mesjid.
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia saat ini sedang mengalami masa peralihan, mencari bentuk baru untuk mencapai pendidikan yang lebih demokratis. Peralihan dalam sistem pendidikan merupakan suatu keharusan dengan adanya kenyataan pendidikan banyak dipengaruhi oleh nuansa politik yang bersifat memusat. Pendidikan yang semula dikelola secara memusat bergerak menuju sistem pengelolaan yang bersifat mandiri (Zamroni, 2006: 114). Hal itu merupakan jalan untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan sesuai dengan undang-undang nomor
20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional yakni sebagai
berikut. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Upaya tersebut merupakan sebuah penerapan dari amanat pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “. . . mencerdaskan kehidupan bangsa . . . .” dan demi tercapainya cita-cita nasional yang ideal. Fungsi dan tujuan pendidikan akan tercapai apabila pendidikan benar-benar dikelola dan diterapkan dengan sungguh kepada siswa. Langkah awal yang harus dilakukan pihak pemerintah adalah mencari strategi yang cocok untuk mencapai cita-cita dan tujuan pendidikan commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
nasional dengan berlandaskan Pancasila. Ironisnya Pancasila sebagai salah satu acuan bidang pendidikan, bidang ekonomi, sosial-politik, budaya dan acuan pembentuk karakter bangsa tidak mampu diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila hanya dijadikan sebagai perbincangan tanpa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, akibatnya nilai-nilai itu terasing dan mudah sekali terlupakan. Mati surinya nilai-nilai Pancasila sepertinya menjadi salah satu penyebab bobroknya mental bangsa. Kenyataan ini semakin menambah citra buruk terhadap dunia pendidikan Indonesia karena nilai-nilai Pancasila erat kaitannya dengan pendidikan. Di balik pembenahan pendidikan yang dilakukan terus menerus, namun tampaknya hasil yang diinginkan belum juga terwujud. Peralihan pengelolaan dari pusat ke pengelolaan pendidikan secara mandiri masih sedikit pengaruhnya untuk kemajuan dalam bidang pendidikan. Harus diakui memang sulit membenahi bangsa yang telah terperosok terlalu dalam, ditambah lagi korupsi yang merajalela secara tidak langsung terus menghantam sistem pendidikan Indonesia. Survei PERC (Political and Economic Risk Consultancy) mengenai skor korupsi di Asia Tenggara pada tahun 2006 menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup dengan skor 8.16 dalam rentan skor 1 sampai dengan 10 (Masnur Muslich, 2011: 2). Hasil survei PERC dari tahun 2008 menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 (kompasiana.com., 10 Nopember 2011). Pada tahun 2011 Busyro Muqodas menyatakan bahwa Indonesia masih menduduki peringkat keempat negara terkorup di kawasan Asia. Kerugian negara atas kasus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
korupsi dalam bidang pendidikan lebih dari Rp 204,2 miliar, bidang kesehatan lebih dari Rp113,4 miliar, dan infrastruktur lebih dari Rp 597,5 miliar. Selain itu, kehutanan lebih dari Rp 2,3 triliun, minyak dan gas lebih dari Rp 40,1 triliun, keuangan daerah lebih dari Rp 1,3 triliun, dan perbankan lebih Rp 1,8 triliun. Ditambahlagi saat ini sekitar Rp 50 triliun potensi kerugian negara dari kasus korupsi pembayaran pajak (republika.co.id, 20 Juni 2012). Berita lain yakni dari Organisasi Fund for Peace, mereka merilis indeks terbaru mengenai Failed State Index (indek negara gagal) tahun 2012 Indonesia berada di posisi 63 tahun 2011 berada pada posisi 64. Sementara negara nomor 1 yang dianggap gagal adalah Somalia. Fund for Peace menggunakan indikator dan subindikator, salah satunya indek persepsi korupsi sebagai alat pengukur untuk membuat indeks Failed State Index. Keterangan dalam vivanews.com hari Kamis 21 Juni 2012 menyatakan bahwa dari 182 negara, Indonesia berada di urutan 100 untuk urusan indeks korupsi. Indonesia hanya berbeda 82 dari negara paling korup berdasarkan indeks lembaga ini, yakni Somalia. Negara yang dianggap paling baik adalah New Zealand. Hasil survei PERC dalam hal pendidikan menyatakan bahwa dari 12 negara Asia yang disurvei PERC, sistem pendidikan Indonesia menempati posisi terburuk. Peringkat terbaik diduduki oleh Korea Selatan, kemudian Singapura, Jepang, Taiwan, India, Cina, dan Malaysia. Indonesia menempati peringkat ke-12 setingkat di bawah Vietnam (Masnur Muslich, 2011: 2). Berdasarkan data dalam Education for All (EFA) Global Monitroring Report yang dikeluarkan UNESCO dan diluncurkan di New York pada Senin, 1/3/2011, indeks pembangunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei. Tahun sebelumnya (2010) dengan ukuran yang sama, peringkat Indonesia berada pada urutan 65 ( www.murdijarahardjo.com, diakses pada 20 Juni 2012). Jelas dari data hasil survei tersebut menunjukan betapa hancurnya karakter, moralitas, dan semakin terpuruknya pendidikan bangsa ini. Kondisi seperti ini lambat laun akan menghancurkan seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia. Tanpa memandang remeh bagian lain, sektor pendidikan yang seharusnya mampu memcahkan masalah ini, namun kendalanya prestasi pendidikan Indonesia ternyata tidak terlalu membanggakan. Pembenahan pendidikan selama ini belum menunjukan hasil yang memuaskan. Tampaknya sistem pendidikan di Indonesia selama ini masih belum mempunyai rumusan yang tepat untuk mengangkat dari lembah keterpurukan. Padahal berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk memajukan pendidikan. Perombakan sistem pendidikan nasional tentu dimaksudkan untuk peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Berbagai hal yang bersangkutan dengan pendidikan dibenahi, kurikulum diganti, guru-guru dan pengelola pendidikan diberi penataran, sistem pembelajaran diperbarui, sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan. Hanya saja hasil yang dicapai belum menggembirakan. Bahkan Arif Rachman mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia telah gagal membangun akhlak dan moral bangsanya. Masyarakat dan pemerintah Indonesia telah kehilangan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (Sugiyono, 2009: 31). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Rusaknya akhlak semakin hari cenderung meningkat, sepertinya bangsa Indonesia mengalami penurunan moral yang begitu parah. Tekanan budaya luar begitu kuat, sehingga mempengaruhi bahkan membentuk perilaku yang jauh dari jati diri dan kepribadian bangsa. Hilangnya jati diri bangsa salah satunya karena pendidikan terlalu menekankan pada sisi pengetahuan saja. Kemampuan seseorang hanya diukur dengan tingginya kecerdasan intelektual (Intellectual Quotient), nilai rapor, dan ujian. Akibatnya banyak orang pandai tetapi emosinya tidak terkendali bahkan justru menjadi pengacau karena nilai-nilai yang ditanamkan melalui pendidikan lebih banyak pada tataran pengetahuan saja. Nilai pengetahuan (kognitif) dalam proses pembelajaran terlalu ditonjolkan dalam
pendidikan,
sementara
nilai
sikap
(afektif)
dan
nilai
perilaku
(psikomotorik) kurang diperhatikan. Orientasi yang berlebihan terhadap ranah pengetahuan membuat siswa berusaha mati-matian untuk mendapatkan nilai ujian yang tinggi sedangkan mutu dan nilai moralnya serta kepribadiannya tidak diperhatikan (Paul Suparno, 2001: 28). Sehingga pendidikan tidak menghasilkan manusia-manusia yang andal, bahkan tidak jarang siswa tetap mempunyai karakter yang memprihatinkan. Keprihatinan itu mencoba dijawab dengan adanya sebuah gagasan yakni pendidikan karakter untuk membangun peradaban bangsa. Gagasan ini sebagai langkah untuk menanamkan dan memperbaiki nilai moral dan karakter bangsa melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut diangkat sebagai solusi untuk memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia jangka pendek, menengah dan jangka panjang dengan harapan Indonesia mampu menjadi negara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
yang maju dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi dan bidang yang lainnya dengan tetap menjunjung tinggi moralitas dalam kehidupannya. Muhammad Nuh mengatakan bahwa dunia pendidikan menjadi salah satu harapan sebagai sarana pembangunan karakter bangsa sehingga masyarakat mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Pendidikan karakter untuk membangun karakter bangsa menjadi penting dan mutlak untuk menjadikan bangsa yang demokratis, cerdas, mempunyai budi pekerti dan sopan santun (Muhammad Nuh, 2 Mei 2011) sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat pada umumnya. Rancangan pendidikan karakter juga telah mendapat perhatian dari Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden RI periode 2009-2014 ini menyebutkan lima pilar dalam pendidikan karakter yang harus dibangun yakni pertama, manusia Indonesia harus bermoral, berakhlak, dan berperilaku baik. Kedua, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dan rasional, berpengetahuan dan memiliki daya nalar tinggi. Ketiga, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mampu menciptakan pembaruan dan mengejar kemajuan serta bekerja keras mengubah keadaan. Keempat, memperkuat semangat harus bisa, seberat apapun masalah yang dihadapi jawabannya selalu ada. Kelima, manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa dan negara serta tanah airnya. Menurut Hatta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Rajasa dalam Masnur Muslich (2011: viii) terdapat tiga hal pokok dalam pembinaan karakter bangsa yakni sebagai berikut. 1. Pendidikan sebagai arena menghidupkan kembali karakter luhur bangsa Indonesia yang memiliki karakter cinta tanah air, kepahlawanan, dan berani menghadapi tantangan. 2. Pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan karakter bangsa yang dapat mempercepat pembangunan untuk meningkatkan daya saing. 3. Pendidikan sebagai sarana untuk menghidupkan kembali karakter luhur dan menumbuhkan karakter yang baru untuk bersaing dalam sendi-sendi kehidupan berbangsa menghadapi tantangan. Tidak dapat dipungkiri pendidikan merupakan salah satu bagian yang bertanggung jawab untuk melahirkan warga negara Indonesia yang berkarakter kuat sebagai modal dalam pembangunan peradaban tinggi dan unggul. Karakter yang kuat merupakan produk pendidikan yang bermutu, ketika sebagian besar karakter masyarakat kuat dan baik, maka peradaban dapat dibangun dengan baik pula. Sebaliknya jika sebagian besar karakter masyarakat buruk dan lemah akan mengakibatkan peradaban yang dibangun menjadi keropos, karena karakter bangsa sebagai landasan untuk membangun peradaban tidak dalam keadaan baik. Penanaman nilai karakter dapat dilakukan dalam berbagai segi kehidupan. Di dalam dunia pendidikan nilai-nilai pembentuk karakter dapat diterapkan melalui setiap mata pelajaran. Proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi pelajaran sebagai pengetahuan, melainkan mendidik siswa sampai kepada sikap dan perilaku. Tanggung jawab tersebut mutlak harus disampaikan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
setiap mata pelajaran. Setiap materi pembelajaran yang disampaikan harus menyampaikan nilai karakter yang terkandung dalam materi tersebut atau setidaknya yang mempunyai hubungan dengan materi yang disampaikan. Pendidikan karakter yang dimasukan dalam setiap pelajaran diharapkan mampu menciptakan manusia-manusia yang mempunyai moralitas baik dan berwawasan kebangsaan serta mempunyai patriotisme yang tinggi terhadap negara. Tentunya pendidikan karakter akan tercapai dalam setiap pembelajaran apabila seluruh unsur dalam pembelajaran terpenuhi. Unsur pokok pembelajaran seperti guru, siswa, sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran dan budaya lingkungan harus saling mendukung. Selain di sekolah negeri milik pemerintah, pendidikan karakter diterapkan juga di sekolah berbasis keagamaan (Islam). Sekolah seperti ini tentunya memiliki kekhasan dalam kurikulum pembelajarannya, pendidikan keagamaan (Islam) mempunyai bagian lebih banyak dibandingkan dengan sekolah umum lainnya. Pelajaran seperti pelajaran akidah, akhlak, tafsir, al-Quran, Hadis, dan sebagainya diajarkan di sekolah Islam di samping ilmu-ilmu umum lainnya. Tentu hal tersebut akan mempengaruhi dan memberi warna yang berbeda terhadap pola pembentukan karakter kepada siswa. Penelitian ini akan mencoba melihat penerapan pendidikan karakter di sekolah Islam yang difokuskan dalam proses pembelajaran, budaya sekolah dan pengembangan diri siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Latar belakang berdirinya pendidikan Muhammadiyah dan Muallimin mempunyai sisi yang sama yakni lahir dari organisasi Islam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
pembaharuan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Susunan kurikulum, visi dan misi pendidikan, lingkungan, budaya sekolah dan pengembangan diri di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta tentu akan menghasilkan karakter yang unik. Apalagi keduanya merupakan sekolah Islam yang memadukan antara unsur keislaman dengan unsur kemutakhiran di bawah payung Muhammadiyah sebagai organisasi Islam berpandangan pembaruan yang ikut menggerakan perkembangan pendidikan di Indonesia. Penelitian ini akan menarik karena sekolah-sekolah Islam di atas mencoba memadukan ajaran-ajaran Islam pola pembaruan dengan ilmu-ilmu umum yang dikemas dalam sebuah pengelolaan mutakhir dengan tujuan membumikan kembali kemurnian nilai-nilai agama (Islam) tanpa mengenyampingkan kemajuan ilmu pengetahuan lainnya. B. Rumusan Masalah Berdasar pada kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 dengan
bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter
warga negara sehingga mampu mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah mengenai penerapan pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran merupakan tugas baru bagi para pendidik. Tentunya kebijakan baru itu perlu dilihat pelaksanaannya di sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter maka akan dilakukan penelitian di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta sebagai sekolah yang mempunyai kesamaan latar belakang keagamaan sekaligus mempunyai organisasi induk yang sama yakni Muhammadiyah. Sebagai organisasi Islam yang begitu berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Indonesia Muhammadiyah mempunyai komitmen untuk menciptakan manusia yang mempunyai akhlak terpuji (karakter baik). Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut di bawah ini. 1. Bagaimana pemahaman guru mengenai pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta? 2. Apa sumber pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta? 3. Bagaimana proses penanaman nilai karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta? 4. Bagaimana pengamalan (aktualisasi) nilai-nilai pembentuk karakter pada siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta? 5. Bagaimana kekhasan dalam penanaman pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini mempunyai target yang hendak dicapai. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni ingin mengetahui kekhasan mengenai penerapan pendidikan karakter di SMA commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Selain dari itu, Tujuan lain dari penelitian ini adalah sebagai berikut di bawah ini. 1. Memperoleh gambaran pemahaman guru di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta mengenai pendidikan karakter. 2. Mendapatkan
gambaran
mengenai
sumber-sumber
dalam
penerapan
pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. 3. Mendeskripsikan dan menganalisis (persamaan, perbedaan, dan kekhasan) penerapan nilai-nilai karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. 4. Memperoleh pemahaman mengenai pengamalan (aktualisasi) pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. 5. Menggambarkan persamaan, perbedaan, dan khasan penanaman pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta yang merupakan sekolah yang mempunyai latar belakang keagamaan tentunya mempunyai menfaat dan kegunaan. Manfaat itu diantaranya sebagai berikut di bawah ini. 1. Dapat dijadikan model atau bahan koreksi dan evaluasi
mengenai
implementasi pendidikan karakter di sekolah. 2. Untuk memahami sumber-sumber pembentuk karakter pada siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
3. Sebagai tolak ukur mengenai kualitas pembelajaran, kekhasan dalam penanaman pendidikan karakter di sekolah Islam, dan pengamalan nilai karakter dalam kehidupan. 4. Untuk memahami dengan jelas mengenai pengamalan (aktualisasi) nilai-nilai pembentuk karakter pada siswa SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. 5. Memahami kekhasan penanaman pendidikan karakter di sekolah Islam?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kajian Teori Menarik untuk dikaji mengenai istilah pendidikan karakter yang belakangan ini menjadi topik perbincangan. Adakah persamaan, ataukah berbeda dengan akhlak sebagai ciri khas dalam sekolah Islam? Sebagian orang merasa bingung mengenai arti dan pemaknaan dari pendidikan karakter, dan akhlak. Terkadang kata-kata tersebut diartikan sama oleh salah satu pihak dan diartikan berbeda oleh pihak lain. Pendidikan karakter dan akhlak akan dijadikan sebagai suatu kajian untuk mencari arti istilah dari keduanya, ditambah dua istilah lain yakni moral dan etika. Karakter sebagai kesatuan dari berbagai perilaku yang telah terbiasa, dilakukan secara alamiah (tanpa tekanan) serta menjadi ciri khas dalam diri manusia. Sementara istilah akhlak juga merujuk kepada perilaku dalam diri manusia. Untuk lebih jelasnya di bawah ini akan dikemukakan mengenai pengertian karakter, akhlak, moral, dan etika dari berbagai pendapat. Kemudian akan dilanjutkan mengenai konsep pendidikan karakter, dan akan dibahas juga mengenai karakteristik siswa SMA/MA yang rata-rata berada dalam usia remaja serta pendidikan Islam yang cenderung terkait dengan istilah akhlak. a. Pengertian Karakter, Akhlak, Moral, dan Etika Sebelum membahas mengenai pendidikan karakter tentunya akan lebih baik commitdari to user jika mengetahui mengenai pengertian karakter. Karakter dalam kajian ini
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
mempunyai arti sebagai karakter pada diri manusia. Karakter manusia tentunya tidak akan terlepas dari etika maupun moral sebagai nilai dan norma yang ada dalam kehidupan masyarakat. Moral merupakan salah satu bagian dari pembentuk karakter manusia. Thomas Lickona selalu mengkaitkan tiga komponen karakter dengan moral yakni pengetahuan moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling) dan perilaku moral (moral action). Karakter berasal dari kata Character (Inggris), Charassein yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan, sehingga karakter merupakan perpaduan tabiat manusia yang bersifat tetap dan menjadi ciri khusus pada diri seseorang (Haedar Nasir, 2011: 13). Menurut Victor Battistich (2005:3) karakter adalah perwujudan dari perkembangan perilaku baik seseorang sebagai pribadi intelektual, sosial, emosional, dan etis. Istilah karakter itu sendiri sedikitnya memuat dua hal yakni nilai-nilai (values) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai melekat dalam sebuah perilaku manusia. Karakter yang baik pada gilirannya adalah suatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, sebagai sesuatu yang asli bukan sekadar kepurapuraan. Dari hal ini, maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhan dengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat umum, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan lain sebagainya. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadi upaya yang gamblang mengajarkan nilai-nilai, untuk membantu siswa mengembangkan kemampuannya dalam bertindak dengan cara-cara yang baik. Said Ahmad Hasan (2010: 3) mengatakan dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karaker Bangsa mengatakan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Karakter merupakan modal membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur, mandiri, bekerja sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang teratur dan baik. Peran pendidikan dalam hal ini yakni membentuk tatanan kehidupan yang penuh peradaban yang saling menghargai satu dengan yang lainnya menuju pada keharmonisan dalam kehidupan (Sabar Budi Raharjo, 2010: 230). Menurut Simon Philips sebagaimana yang dikutip oleh Education Center UNY, mengatakan bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pada suatu pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan. Karakter berarti jati diri seseorang yang meliputi keseluruhan sikap atau tingkah laku seseorang yang dapat dikenali dalam berbagai situasi. Karakter adalah sifat seseorang yang sangat menonjol sehingga merupakan ciri khas (trade mark) orang tersebut (Educational Center BEM REMA UNY, 2011: 7-8). Amitai Etzioni sebagaimana yang dipaparkan Daniel Goleman bahwa karakter adalah bakat psikologis yang dibutuhkan oleh perilaku moral. Goleman mengatakan bahwa karakter adalah kumpulan keterampilan yang terdapat dalam kecerdasan emosional (Daniel Goleman, a.b., T., Hermaya, 2003: 406). Perkembangan karakter menurut Goleman merupakan landasan masyarakat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
demokratis, pekembangan karakter dilandasi oleh kecerdasan emosional dengan beberapa tahap. Tahap pertama adalah disiplin diri, kehidupan yang penuh keutamaan, dan pengendalian diri. Tahap kedua yang berkaitan dengan karakter yakni kemampuan mendorong dan membimbing diri sendiri, mempunyai rasa empati, toleransi dan kemampuan menerima perbedaan. Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang beraneka ragam sehingga memungkinkan hidup rukun (Daniel Goleman, a.b., T., Hermaya, 2003: 407). Doni Koesoema (2010:104) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian. Kepribadian sebagai ciri dan karakteristik atau gaya, sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan (Educational Center BEM REMA UNY, 2011: 7-8). Gordon Allport mengartikan kepribadian sebagai suatu organisasi dimanis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan (Inge Hutagalung, 2007: 2). Woodworth mengartikan kepribadian sebagai kualitas tingkah laku total individu, begitu juga Derlega, Winstead dan Jones mengungkapkan bahwa kepribadian sebagai sistem yang relatif stabil mengenai karakterisrik individu yang bersifat internal, yang berpengaruh terhadap pikiran, perasaan dan tingkah laku yang relatif tetap (Syamsu Yusuf LN dan Achmad Juntika Nurihsan, 2008: 3). Struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yakni id, ego dan superego. Ketiganya menjadi penyusun terbentuknya kepribadian seseorang. Id (naluri) sebagai sistem penyusun kepribadian bawaan dan asli dimiliki oleh setiap orang sejak lahir. Keberadaan id dalam diri manusia membentuk pikiran tidak logis, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
kesenangan, kepuasaan kebutuhan naluriah. Ego sebagai bagian dari kepribadian yang memiliki hubungan dengan dengan dunai nyata. Ego yang mengendalikan, memerintah dan mengatur bagi id dan superego. Ego bersifat realistis, menjadi penghubung antara naluri dengan lingkungan sekitar. Sedangkan Superego sebagai cabang moral atau hukum dalam kepribadian yang menilai suatu perbauatn baik atau buruk, baoleh atau tidak boleh. Superego berfungsi menghambat id. Superego berkaitan dengan imbalan, hukuman, perasaan bangga, perasaan berdosa dan rendah diri (Gerald Corey, 1999: 14-15). Dalam Islam, kepribadian dikenal dengan istilah Syakhshiyah sebagai kesatuan sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku (Syamsu Yusuf LN & A. Juntika Nurihsan, 2008: 212). Isjoni mengungkapkan kepribadian sebagai keseluruhan dari seseorang yang terdiri dari unsur fisik dan kejiwaan secara sadar (Abdul Majid & Dian Andayani, 2011: 99). Kesamaan konsep antara kepribadian dengan karakter terletak pada pengaruh yang diberikan olah keduanya yakni pengaruh terhadap pikiran, perasaan dn perilaku serta sifat dari keduanya yang sama-sama terpatri dalam diri seseorang. Inilah yang menjadi alasan kepribadian disamakan dengan konsep karakter. Doni Koesoema sebagai orang yang setuju dengan kesamaan konsep antara kepribadian dan karakter menyatakan karakter merupakan sebuah kondisi dinamis stuktur antropologis individu, yang tidak mau sekedar berhenti atas determinisme kodratinya, melainkan juga sebuah usaha hidup untuk menjadi semakin integral mangatasi determinisme alam dalam dirinya demi proses penyempurnaan dirinya terus-menerus. Karakter sekaligus berupa hasil dan proses dalam diri manusia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
yang sifatnya stabil dan dinamis untuk senantiasa berkembang maju mengatasi kekuarangan dan kelamahan dirinya (Doni Koesoema A, 2010: 104). Dengan demikian ada keterkaitan antara akhlak dengan karakter pada diri manusia. Menurut Al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Mustakim mengatakan akhlak adalah (sifat atau keadaan) dari pelaku yang tetap dan meresap dalam jiwa, daripadanya tumbuh perbuatan-perbuatan dengan mudah dan wajar tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan. Sedangkan akhlak merupakan bentuk jamak dari khulq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Khulq memiliki akar kata yang sama dengan Khaliq (Pencipta) dan makhluq (yang diciptakan) berasal dari kata khalaqa yang artinya menciptakan (Abdul Karim, 2007: 34). Abuddin Nata menyatakan Akhlak (akhlaq) kerasal dari kata khilaqun atau khuluqun yang berhubungan serta dengan khaliq dan mahluq. Dalam bahasa Yunani akhlak sering disebut dengan ethick yang berasal dari kata ethikos. Ethick sejajar juga dengan moral, dalam bahasa Latin berasal dari kata mores yang mengandung arti tabiat, adat istiadat, atau budi pekerti (Abuddin Nata, 2000: 35). Ibnu Misakawaih mengartikan akhlak sebagai keadaan jiwa yang mendorong melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbanganpertimbangan (Abuddin Nata, 2000: 36). Hakikat akhlak menurut Ghazali ada dua syarat yakni suatu perbuatan dilakukan dengan terbiasa bahkan berulang-ulang dilakukan. Syarat kedua adalah perbuatan yang dilakukan harus tumbuh dengan mudah tanpa adanya pertimbangan, pemikiran, tekanan, paksaan atau bujukan dari pihak lain. Apabila commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
perbuatan itu baik menurut akal pikiran, norma dan hukum maka dinamakan akhlak baik dan bila menimbulkan perbuatan yang jelek maka disebut akhlak yang buruk (Mustaqim dalam Ruswan Thoyib dan Darmu’in (penyunting), 1999: 87). Pendapat Ghazali tentang pengertian akhlak hampir serupa dengan pengertian karakter menurut Ibrahim Anis. Menurut Ibrahim Anis akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir bemacam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Senada dengan Ibrahim Anis, Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan pertimbangannya seseorang dapat menilai perbutannya baik atau buruk untuk kemudian melakukan dan meninggalkannya. Sementara itu, Anis Matta mendefinisikan akhlak (karakter) sebagai nilai-nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa lalu terlihat dalam tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, alami, dan reflek (Dwi Budiyanto, 2011: 82-83). Ahmad Amin akhlak adalah kehendak yang dibiasakan. Pendapat Ahmad Amin diperjelas oleh Abuddin Nata yang mengartikan akhlak sebagai perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan, mendarah daging dan dilakukan secara terus menerus tanpa memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu (Abuddin Nata, 2000: 36). Stephen Covey mengemukakan bahwa kebiasaan sebagai titik pertemuan dari pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Pengetahuan sebagai pandangan mengenai apa yang harus dilakukan. Keterampilan sebagai cara melakukan
dan
keinginan
sebagai motivasi commit to user
untuk
melakukan
sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
(Aunurrahman, 2009: 123). Proses pembelajaran, adanya tata tertib, dan budaya di sekolah merupakan bagian dari kegiatan yang memberikan pembiasaan untuk berperilaku baik kepada siswa. Sedangkan menurut Farid Ma’ruf akhlak adalah kehendak jiwa dilakukan dengan ringan, mudah, spontan, berkelanjutan. Perbuatan tersebut bisa berbetuk perilaku buruk dan yang baik. Sebagai ukuran baik buruknya akhlak adalah akal dan sariat agama (Islam) (Abuddin Nata, 2000: 36). Pengertian-pengertian akhlak di atas pada intinya mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian karakter. Lebih lanjut Mami Hajaroh (2009: 88) akhlak adalah suatu sifat yang melekat dalam jiwa dan menjadi kepribadian yang memunculkan suatu perilaku yang spontan, mudah, tanpa rekayasa dan tanpa memerlukan pemikiran. Menurut Yunahar Ilyas yang dikutip oleh Mami Hajaroh (2009: 89-91) menerangkan bahwa Akhlak memiliki lima ciri yakni pertama, akhlak rabbani yakni ajaran akhlak yang bersumber pada al-Quran yang bertujuan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua, akhlak manusiawi yakni ajaran akhlak dalam Islam yang sejalan dengan tuntunan fitrah manusia. Ketiga, akhlak universal yakni akhlak yang mencakup segala aspek kehidupan manusia baik dimensi vertikal maupun horisontal. Nilai akhlak ini bersifat umum dan berlaku di manapun (Mami Hajaroh, 2009: 89-91). Keempat, akhlak keseimbangan, yakni perilaku manusia yang mempunyai dua kecenderungan yakni berlaku baik dan buruk. Kekuatan atau sifat baik dikendalikan oleh hati nutani, dan akal. Kekuatan buruk dikendalikan oleh hawa nafsu. Kelima, akhlak realistik yakni akhlak yang secara nyata terhalangi oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
keterbatasan manusia. Kenyataan bahwa manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga Islam memberikan kesempatan kepada manusia yang melakukan kekeliruan untuk memperbaiki diri dengan bertobat dan kembali kepada jalan yang benar (Mami Hajaroh, 2009: 89-91). Akhlak yang baik menurut Ghazali terbagi menjadi empat yang semuanya dilandasi oleh akal dan agama secara seimbang. Induk akhlak yang pertama hikmah dan kebijaksanaan, nilai yang terkandung hati yang bersih, pikiran yang cerdas, prasangka yang tepat, dan cerdik. Kedua, keberanian, nilai yang terkandung pemurah, penolong, tabah menahan cobaan, teguh, lemah lembut, dan menekan kekerasan. Ketiga, lapang dada didalamnya mengandung nilai ramah, pemalu, pemaaf, suka menolong, tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Keempat keadilan mengajarkan rasa tolong menolong dalam hal yang baik (Abuddin Nata, 2000: 38-40). Sedangkan Thomas Lickona dalam bukunya Educating for Character (How our schools can teach respect and responsibility) mengemukakkan tiga nilai karakter sebagai berikut di bawah ini. Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior. Good character consists of knowing the good, desiring the good, and doing the good. Habits of the mind, habits of the heart, and habits of action. All three are necessary for leading a moral life; all three make up moral maturity. When we think about the kind of character we want for our children, it’s clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right. Even in the face of pressure from without and temptation from within (Thomas Lickona, 1991: 51). Thomas Lickona (1991: 51) lebih menekankan tiga nilai karakter yang menurutnya saling terkait yakni mengetahui moral, perasaan moral, dan perilaku commit to user moral. Karakter yang baik menurut Lickona terbentuk melalui proses untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
mengetahui yang baik (knowing the good), menumbuhkan keinginan untuk mengetahui yang baik (desiring the good), dan melakukan tindakan-tindakan yang baik (doing the good). Kebiasaan berpikir, keinginan bertindak, dan kebiasaan dalam tindakan, ketiganya diperlukan untuk memimpin kehidupan moral membentuk kematangan moral. Ketika berpikir tentang jenis karakter, diharapkan mereka dapat menilai apa yang benar, sangat peduli tentang apa yang benar, dan kemudian melakukan apa yang mereka yakini benar. Bahkan dalam menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
MORAL KNOWING Moral awareness Knowing moral values Perspective-taking Moral reasoning Decision-making Self-knowledge
1. 2. 3. 4. 5. 6.
MORAL FEELING Conscience Self-esteem Empathy Loving the good Self-control Humility
MORAL ACTION 1. Competence 2. Will 3. Habit Gambar 1. Competence of Good Character (kompetensi dari karakter baik) menurut Thomas Lickona (1991: 53) Thomas Lickona (1991: 53) membagi kompetensi karakter baik menjadi tiga bagian yakni moral knowing (pengetahuan moral) yang terdiri dari kesadaran moral, memahami nilai moral, mengambil cara pandang, alasan moral, membuat keputusan, dan pengetahuan diri. Moral feeling (perasaan Moral) terdiri dari hati nurani, harga diri, empati, mencintai, kontrol diri dan kerendahan hati. Moral commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
action (tindakan moral) yang terbagi menjadi tiga yakni kemampuan (kompetensi), kemauan dan kebiasaan. Menurut Yoyon Bachtiar Irianto (2010: 5) moral knowing berkenaan dengan kesadaran (awareness), nilai-nilai (values), sudut pandang (perspective taking), logika (reasoning), menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral loving berkenaan dengan kepercayaan diri (self esteem), kepekaan terhadap orang lain (emphaty), mencintai kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). Moral doing berkenaan dengan perwujudan dari moral knowing dan moral loving yang berbentuk sikap reflektif dalam perilaku keseharian. Mengenai karakter Lickona beranggapan bahwa pembentukan karakter tidak akan terlepas dari pengetahuan, perasaan dan perilaku moral pada diri manusia. Disisi lain Lawrance Kholberg melihat moralitas dari berbagai teori yakni teori common sense (akal sehat), menurut teori ini setiap orang mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Setiap manusia mempunyai naluri bawaan untuk membedakan yang baik dengan tidak baik. Berikutnya yakni teori emosional relativistis, teori ini memandang bahwa moral manusia dapat dilihat dari emosi dan kebutuhan. Moralitas digunakan sebagai aturan kelakuan dan norma relativistis dari budaya anak dan anak harus menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Teori kognitif-developmental (progresif) melihat moralitas sebagai seperangkat pertimbangan dan keputusan rasional yang berlaku untuk setiap kebudayaan, yaitu prinsip kesetaraan manusia dan prinsip keadilan (Lawrance Kholberg, a.b. John de Santo dan Agus Cremers, 1995: 65-66). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Lawrance Kohlberg melihat bahwa para remaja menerapkan struktur pengetahuan moral, menafsirkan tindakan dan perilaku sesuai dengan struktur mental mereka sendiri. Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional dan mendorong menuju tahap perkembangan yang lebih tinggi. Kholberg menyatakan bahwa remaja berusia 16 tahun merupakan sebuah tahapan tertinggi dalam proses tercapainya pertimbangan moral (Aunurrahman, 2006: 61). Di Indonesia usia 16 tahun berada pada tahap sekolah menengah, jika mengikuti teori Kholberg di atas tahap ini sebagai proses pencarian jati diri yang menentukan karakter individu ke depan. Kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah ukuran untuk mementukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia. Immanuel Kant mengartikan moralitas sebagai kesesuaian tindakan dengan norma batiniah, yakni kesadaran hati kepada kewajiban sebagai manusia. Bertindak moral berarti mengharuskan bertindak demi kewajiban semata (imperatif kategoris), bukan untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat emosional (SP. Lili Tjahadi, 1991: 64). Sedangkan moral menurut K. Bertens yakni nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. moralitas berarti sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (K. Bertens, 1999: 7). Perilaku baik dan buruk akan terpengaruh oleh pengetahuan seseorang mengenai ajaran moral. Ajaran-ajaran moral menurut Frans Magnis Suseno (2001: 14) yakni ajaran-ajaran wejangancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
wejangan, patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tulisan mengenai bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber ajaran tersebut adalah ajaran agama, tradisi, adat istiadat, atau ideologi tertentu yang disampaikan oleh orang tua, guru, para pemuka agama ataupun pemuka adat, dan para pembuat kebijakan (pemerintah). Etika merupakan sebuah ilmu bukan ajaran. Jadi etika dan ajaran ajaran moral tidak berada pada tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan etika melainkan ajaran moral. Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggungjawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral ... etika tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak. wewenang itu di klaim oleh pelbagai fihak yang memberikan ajaran moral. ... etika berusaha mengerti mengapa, atau atas dasar apa kita harus hidup menurut norma-norma tertentu. Ajaran moral dapat diibaratkan dengan buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor kita dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor sendiri (Frans Magnis Suseno, 2001:14). Frans Magnis Suseno (2001: 14) membedakan antara etika dengan ajaran moral, etika adalah filsafat atau pemikiran kritis mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, etika tidak mempunyai wewenang untuk secara langsung membuat manusia menjadi lebih baik (Frans Magnis Suseno, 2001: 15). Sementara Immanuel Kant memahami etika sebagai suatu filosofis untuk menyelidiki hukum tindakan atau prinsip-prinsip moral dalam tingkah laku manusia (SP. Lili Tjahadi, 1991: 64). Menutut K. Bertens (1999: 6) pengertian etika dapat dibedakan menjadi tiga pengertian yakni sebagai berikut di bawah ini. 1) Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, atau disebut juga kode etik. 3) Etika adalah ilmu tentang yang baik atau buruk atau ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral (K. Bertens, 1999: 15), dalam hal ini etika diartikan sebagai filsafat moral. Moral memiliki makna mengenai bagaimana berperilaku sesuai dengan tuntutan norma-norma atau nilai-nilai yang telah berlaku dan diakui oleh kelompok atau masyarakat sedangkan etika selain dituntut untuk berperilaku sesuai dengan norma juga dituntut untuk memahami alasan-alasan atau dasardasar moral yang rasional untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik (Amril M, 2002: 19). Menurut Amril M dalam bukunya berjudul Etika
Islam
mengungkapkan tataran etika dalam Islam telah menyatukan berbagai konsep teologis, filsafat dan sufi dengan menyeimbangkan antara ketuhanan dan keduniawian sebagai religiuos theories dengan ciri Islami. Islam memandang keputusan etika didasarkan kepada wahyu Allah Swt dan sunah nabi Muhammad Saw dengan proses alih nilai dari sifat-sifat Allah dan Rasulullah ke dalam perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari (Amril M, 2002: 5). Hubungan antara moralitas dengan agama, menutut Kant agama sebagai pengakuan semua kewajiban manusia sebagai perintah Illahi. Kant menempatkan moralitas lebih dulu ada dibandingkan dengan agama. Moralitas juga mengarah kepada agama, namun moralitas tidak mengatasnamakan agama, justeru menurut Kant agama yang menggadaikan moralitas. Manusia bisa melakukan perbuatan baik dalam arti moral tanpa harus paham mengenai Tuhan. Motivasi perbuatannya disandarkan pada kewajibannya sebagai manusia (moralitas otonom). Kant commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
berpendapat bahwa moralitas mengarah kepada agama melalui pemahaman mengenai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi berada pada Tuhan dengan demikian maka perlu adanya penyelarasan diri dengan perintah Tuhan yang sempurna secara moral (SP. Lili Tjahadi, 1991: 57). Moral dalam agama begitu penting sebagai ajaran dari wahyu Tuhan. Ajaran moral diterima karena alasan keimanan, namun tidak serta merta norma moral diterima karena alasan keagamaan. Terdapat alasan-alasan yang lebih umum untuk menerima aturan-aturan moral dengan alasan rasional. Agama berbicara mengenai moralitas dengan memberikan motivasi dan inspirasi supaya umatnya mematuhi nilai dan norma berdasarkan iman. Jika norma moral tidak dipatuhi maka kesalahan itu disebut sebagai dosa. Sedangkan apabila ditinjau dari filsafat moral,
maka
moral
berbicara
tentang
topik-topik
etis
dan
berusaha
memperlihatkan baik atau buruk dengan dengan menunjukan alasan-alasan yang masuk akal. Dari sudut filsafat moral kesalahan moral adalah pelanggaran prinsip etis yang harus dipatuhi (K. Bertens, 1999: 36-37). Moralitas tidak hanya monopoli manusia yang beragama saja melainkan harus dimiliki oleh semua manusia. Filsuf terkemuka dari Perancis, Jean Paul Sarte sebagai seorang ateis mengatakan bahwa moralitas merupakan suatu urusan antar mausia saja (humanistis), manusia bertanggungjawab kepada dirinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Kenyataan bahwa dewasa ini tidak sedikit orang yang menganut paham humanisitis dan sekuler tanpa menghubungkan apapun dengan agama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Pendapat Kant, Sarte dan Abuddin Nata mempunyai perbedaan dalam mengartikan moral. Abuddin Nata meletakkan moral lebih kepada perbuatan lahiriah dengan berpedoman kepada motif materil semata. Moral menurut Abuddin Nata bersifat sekuler dan duniawi, sikap baik dalam moral biasanya ada selama ikatan-ikatan material atau sikap itu tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan yang segi ketuhanan. Lebih lanjut Abuddin Nata membedakan moral dengan pengertian akhlak dalam Islam. Nata mengartikan akhlak Islam terbentuk dari jiwa tauhid atau akidah yang diajarkan Allah SWT (Abuddin Nata, 2000: 37). Namun perbedaan pendapat tersebut tidak begitu mempengaruhi isi dari nilai-nilai moral karena keduanya mengakui bahwa moral mengandung nilainilai yang umum (universal). Pengertian etika dan akhlak juga tidak terlalu jauh beda bahkan tidak jarang kedua istilah ini disamakan arti oleh beberapa pihak. Terlepas dari itu Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 15) membedakan antara etika dengan akhlak. Etika sebagai filsafat moral yang bertolak dari akal pikir, bukan dari agama. Sedangkan akhlak mengajarkan baik dan buruk berdasarkan ajaran Islam yang bersumber dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Dengan demikian dari pengertian-pengertian di atas terdapat kesamaan arti antara karakter dan akhlak yakni suatu perilaku yang dilakukan tanpa tekanan, terbiasa dilakukan, dan menjadi ciri khas seseorang. Karakter dan akhlak mempunyai kesamaan yang terbentuk tersusun oleh norma-norma moral sebagaimana yang disebutkan oleh Thomas Lickona yakni moral knowing, moral felling dan moral action. Pendapat lainnya mengenai kesamaan karakter dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
akhlak yakni dari pernyataan Ahmad Tafsir yang mengungkapkan “ karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam Islam adalah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap, dan perilaku” (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2011: iv). Perbedanya terdapat pada penekanannya, akhlak lebih kepada perilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (Islam) sementara karakter perpaduan dari berbagai pikiran, kecintaan, dan perilaku (cipta, rasa, dan karsa). Ketika moralitas telah terbentuk dalam diri seseorang maka akan tercipta kedamaian dalam diri mulai terbentuk karakter yang baik sesuai dengan yang diinginkan. Namun ketika moral sebagai komponen karakter tidak terbentuk maka tujuan pendidikan karakter tidak akan tercapai. Perbedaan karakter dengan moral menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2011: 14) dapat dilihat dari pemaknaannya. Karakter lebih tinggi tingkatannya karena karakter bukan sekedar mengajarkan yang benar dan yang salah, tetapi menanamkan kebiasaan baik sehingga manusia mampu memahami, merasakan, dan melakukan yang baik. Moral menurut Ratna Megawangi adalah pengetahuan seseorang mengenai baik dan buruk, namun jika dilihat dari inti keduannya (karakter dan moral) tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2011: 15). b. Pengertian Pendidikan Karakter Sebelum mengetahui mengenai pengertian pendidikan karakter, akan lebih baik apabila dibahas mengenai pengertian pendidikan dari berbagai sudut pandang. Menurut Ibnu Khaldun pendidikan merupakan usaha untuk melahiran commitusaha to useruntuk melestarikan masyarakat masyarakat yang berbudaya serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
selanjutnya, maka pendidikan akan mengerahkan pada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Sementara peran pendidikan menurut Ibnu Khaldun yakni untuk melahirkan budaya masyarakat bekerja untuk melestarikan dan meningkatkan kualitas hidup, dengan demikian pendidikan adalah pembentukan nilai-nilai dari pengalaman untuk berusaha mempertahankan kelangsungan hidup manusia dalam berbagai bentuk kebudayaan serta perkembangan zaman (Marsudin Siregar, 1999: 16). Suroso Prawiroharjo mengartikan pendidikan sebagai bantuan pendidik yang membuat siswa dewasa, artinya kegiatan pendidik berhenti, tidak diperlukan lagi, apabila kedewasaan yang diinginkan telah tercapai. George F. Kneller mengartikan pendidikan dalam arti luas sebagai suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa, karakter, atau kemampuan fisik individu. Secara teknis, Kneller mengartikan pendidikan sebagai proses dimana masyarakat melalui lembaga (sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga lain) dengan sengaja mentransformasikan warisan budayanya berupa nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan-keterampilan dari generasi ke generasi (Dwi Siswoyo, 2008: 16-18). Ki Hadjar Dewantara memaknai pendidikan sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. John Dewey memaknai pendidikan sebagai rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. Menurut Driyarkara pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda, sedangkan John S. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Brubacher mengartikan pendidikan sebagai proses penyempurnaan kemampuan, potensi, kapasitas manusia melalui kebiasaan yang baik sebagaimana tujuan yang diinginkan ( Siswoyo, 2008: 16-18). Tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yakni pertama, memberikan kesempatan untuk berpikir aktif dan bekerja sehingga pemikirannya semakin matang. Kedua, memperoleh ilmu pengetahuan sebagai alat untuk hidup baik dalam masyarakat yang maju dan berbudaya. Ketiga, memperoleh lapangan kerja atau sebagai jalan kehidupan (Marsuddin Siregar, 1999: 16). Dilihat dari tujuan pendidikannya, konsep pendidikan yang dikemukakan Ibnu Khaldun bersifat ideologis, praktis (pragmatisme) yang mengutamakan pada perkembangan zaman. Kegiatan pendidikan (mendidik) merupakan sebuah upaya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai baik untuk membekali seseorang dalam menjalani kehidupan (Hatta Rajasa, 2009: 6). Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, maka pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pendidikan menjadi landasan utama dalam pembinaan dan penumbuhkembangkan karakter bangsa. Untuk itu maka pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan pendidikan harus diarahkan pada tiga hal pokok, yakni sebagai berikut ini. Pertama, pendidikan sebagai sarana untuk membina dan meningkatkan jati diri bangsa untuk mengembangkan seseorang sehingga sanggup mengembangkan potensi yang berasal dari fitrah insani, dari Allah Swt. Pembinaan jati diri akan mendorong seseorang memiliki karakter yang tangguh yang tercermin pada sikap dan perilakunya. Tanpa adanya jati diri, suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
bangsa akan mudah terombang-ambing dan kehilangan arah dari terpaan tantangan globalisasi yang bergerak cepat dewasa ini (Hatta Rajasa, 2009: 6). Kedua, pendidikan sebagai media utama untuk menumbuhkembangkan kembali karakter bangsa Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang ramah tamah, bergotong-royong, tangguh, dan santun. Sehingga apabila karakter ini dapat dibangun kembali, diperkuat, maka Insya Allah, akan mampu menghadapi setiap krisis dan tantangan masa depan. Ketiga, pendidikan sebagai tempat pembentukan wawasan kebangsaan, yaitu perubahan pola pikir warga bangsa yang semula berorientasi pada kesukuan menjadi pola pikir kebangsaan yang utuh. Melalui wawasan kebangsaan dapat dibangun masyarakat yang saling mencintai, saling menghormati, saling mempercayai, dan bahkan saling melengkapi satu sama lain, dalam menyelesaikan berbagai masalah pembangunan (Hatta Rajasa, 2009: 6). Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah membentuk karakter yang baik dalam diri manusia, sehingga akan tercapai masyarakat yang cerdas, dan berkarakter baik. Dengan demikian secara tersirat dalam pengertian pendidikan, telah memuat hal-hal mengenai pendidikan karakter. Adanya istilah pendidikan karakter mengisyaratkan bahwa pengertian pendidikan mengalami pendangkalan arti, karena makna sebanarnya pendidikan telah memuat unsur pengetahuan (kognitif), nilai sikap (afektif), dan perilaku (psikomotorik). Pendidikan karakter sebagai bagian dari pendidikan di sekolah menurut Charlie Abourjilie (2006: 2) adalah gerakan menciptakan lembaga pendidikan yang mendorong untuk beretika, bertanggung jawab, dan kepedulian dengan pola commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
dan mengajarkan karakter melalui penekanan pada nilai-nilai umum. Hal ini merupakan cara pemecahan jangka panjang yang membahas moral, masalah etika, dan masalah pendidikan. Pendidikan karakter dapat mengatasi masalah kritis seperti absensi siswa, masalah disiplin, penyalahgunaan obat, kekerasan geng, kehamilan remaja di luar nikah dan wajah akademis yang buruk. Pendidikan karakter mengintegrasikan nilai-nilai positif ke setiap bidang termasuk sekolah. Nilai-nilai baik yang didapatkan dari pendidikan karakter akan membentuk karakter bangsa secara perlahan. Berangkat dari pembentukan karakter pribadi menuju karakter bangsa sebagai ciri khas keindonesiaan. Menurut Hatta Rajasa pendidikan karakter bangsa bertujuan untuk menjadikan modal nasional menjadi kekuatan yang akan menjadikan Indonesia menjadi negara maju, kita harus mengedepankan pembangunan karakter dan watak bangsa yang positif. Pembangunan karakter yang akan menjadikan rakyat Indonesia menjadi kumpulan masyarakat pekerja keras, penuh semangat juang yang tinggi, mampu saling bekerjasama secara produktif dengan sesama warga bangsa, untuk menjadikan bangsanya bangsa yang maju dan berhasil dalam pembangunan. Pembinaan moral dan karakter bangsa sangat terkait erat dengan peningkatan kualitas pembangunan pendidikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Hatta Rajasa, 2009: 6). Yoyon Bakhtiar Irianto (2010: 3) mengungkapkan bahwa pendidikan karakter sesungguhnya bukan sekedar mendidik benar dan salah, tetapi mencakup proses pembiasaan (habituation) tentang perilaku yang baik sehingga siswa dapat memahami, merasakan, dan mau berperilaku baik. Sehingga tebentuklah sifat yang baik. Dalam ajaran Islam, pendidikan karakter identik dengan pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
akhlak. Walaupun pendidikan akhlak sering disebut tidak ilmiah karena terkesan bukan sekuler, namun sesungguhnya antara karakter dengan spiritualitas memiliki keterkaitan yang erat. Dalam prakteknya, pendidikan akhlak berkenaan dengan kriteria ideal dan sumber karakter yang baik dan buruk, sedangkan pendidikan karakter berkaitan dengan metode, strategi, dan teknik pengajaran yang sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Charlie Abourjilie, Character Education Partnership (CEP, 2003: 151) mendefinisikan Pendidikan karakter adalah sebuah gerakan menciptakan sekolah yang mendorong orang-orang muda mempunyai perilaku etis, bertanggung jawab dan peduli melalui pemodelan dan mengajarkan karakter yang baik dengan penekanan pada nilai-nilai universal yang dimiliki. Ini merupakan usaha, proaktif yang dilakukan oleh sekolah, masyarakat dan negara untuk menanamkan inti dari nilai-nilai etis yang penting bagi siswa seperti kejujuran, tanggung jawab keadilan, dan menghormati diri sendiri dan orang lain. CEP menegaskan bahwa pendidikan karakter bukanlah sebuah perbaikan dengan waktu yang singkat. Perlu waktu yang panjang dan berkelanjutan untuk menerapkan moral, etika dan akademik. Thomas Lickona, mendefinisikan pendidikan karakter sebagai ”. . . intentional and focused effort to help students understand, care about and act upon core ethical values.” (upaya disengaja dan tercurah untuk menolong murid supaya mengerti, peduli, dan melakukan nilai-nilai etis). Senada dengan Lickona, Kevin Ryan dan Karen E. Bohlen, penulis Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life, mendefinisikan pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
karakter sebagai ”. . . teaching students to know the good, love the good, and do the good.” (mengajari murid untuk mengetahui hal yang baik, mencintai kebaikan, dan lakukan hal yang baik). (Leslie Luton Matula, 2004: 3). Menurut kedua tokoh diatas pendidikan karakter sebagai upaya yang disengaja dan terfokus untuk membantu siswa memahami, peduli dan bertindak berdasarkan nilai-nilai inti etis dan sebagai pengajaran siswa untuk mengetahui yang baik, cinta yang baik, dan melakukan yang baik. Lebih lajut Thomas Lickona dalam CEP menyatakan bahwa pendidikan moral sebagai pembentukan karakter bukan ide baru, pada kenyataannya setua pendidikan itu sendiri. Turun melalui sejarah, di negara-negara di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan besar yakni untuk membantu orang muda menjadi cerdas dan untuk membantu mereka menjadi baik. Karakter yang baik adalah tidak terbentuk secara otomatis, melainkan dikembangkan dari waktu ke waktu melalui proses berkelanjutan dari mengajar, misalnya, belajar, dan praktek. Hal ini dikembangkan melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter sangat penting dalam masyarakat saat ini, karena generasi muda banyak menghadapi bahaya yang tidak diketahui generasi sebelumnya. Mereka dibombardir dengan pengaruh negatif melalui media dan sumber di luar itu yang lazim dalam budaya saat ini (The Character Education Patnership, 2003: 151). Sebagai cara untuk mengembangkan siswa secara sosial, etis dan akademis yakni dengan menanamkan mengembangkan karakter ke dalam setiap bagian di sekolah seperti budaya, pembelajaran, dan kurikulum. Tujuannya adalah untuk membantu mengembangkan karakter yang baik pada diri siswa, yang mencakup commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
mengetahuan, peduli dan selalu bertindak atas nilai-nilai etika seperti rasa hormat, tanggung jawab, kewajaran kejujuran, dan kasih sayang. Secara gamblang CEP menyatakan sebagai berikut. . . . to develop students socially, ethically and academically by infusing character development into every aspect of the school culture and curriculum. To help students develop good character, which includes knowing, caring about and acting upon core ethical values such as respect, responsibility, honesty, fairness and compassion (The Character Education Partnership, 2003: 151). Dalam kerangka besar mengenai pendidikan karakter yang tercantum dalam kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 (2010: 34) pendidikan karakter terbentuk dari nilai-nilai luhur yang dilandasi oleh teori dalam pendidikan, teori nilai, psikologi sosial budaya, pengalaman dan praktik nyata. Di sisi lain Pancasila, UUD’45 (Undang-Undang Dasar 1945), sistem pendidikan nasional ikut mewarnai dan melandasi pendidikan karakter. Di lapangan pendidikan karakter akan dilakukan di sekolah, keluarga dan masyarakat sebagai pendukung maka perlu tercipta pembiasaan (habituation) dalam melakukan nilai-nilai karakter. Tujuan pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi yakni sebagai berikut di bawah ini. Pertama, cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya. Kedua, tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian. Ketiga, kejujuran, keempat, hormat dan santun. Kelima, kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama. Keenam. percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah. Ketujuh, keadilan dan kepemimpinan, kedelapan, baik dan rendah hati. Kesembilan, toleransi, cinta kedamaian dan persatuan. Inilah nilai-nilai yang harus dikembangkan untuk mengarahkan pada proses insan berkarakter (Tim Redaksi Suara Muhammadiyah, September 2010: 30). Pendidikan karakter dalam lingkup yang besar berpusat pada satuan pendidikan (sekolah) secara utuh.commit Sekolah bagian utama yang secara to merupakan user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
optimal memanfaatkan dan memberdayakan semua semua lingkungan belajar yang ada untuk memprakarsai, memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara berkesinambungan proses pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan yang menjadi garda depan dalam upaya pembentukan karakter man manusia Indonesia. Pengembangan gan karakter di sekolah dalam kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 2010 (2010: 2010: 34) dibagi menjadi empat pilar pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar mengajar di kelas, kegiatan
keseharian dalam bentuk
pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler kurikuler
dan ekstra
kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat. Penanaman nilai karakter akan berhasil apabila keempat pilar tersebut saling mendukung.
Gambar 2. Kerangka besar Pendidikan Karakter (Pemerintah Republik Indonesia, nesia, 2010: 34) Etzioni melihat lembaga pendidikan (sekolah) mempunyai peran sentral dalam membina karakter dengan menanamkan disiplin diri dan empati, nilai nilai-nilai peradaban dan moral. Guru tidak commit cukup menceramahi siswa dengan pengetahuan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
mengenai nilai-nilai, siswa harus mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengamalkan nilai karakter Goleman mengkaitkannya dengan keterampilan sosial dan emosional (Daniel Goleman, a.b., T., Hermaya, 2003: 406). Artinya kecerdasan emosional akan saling mempengaruhi dengan terbetuknya karakter dalam diri siswa. FW Foester pada abad ke-19 telah menggagas mengenai pendidikan karakter dan memberikan 4 ciri dalam proses pendidikan tersebut yakni, a) keteraturan interior dengan menempatkan nilai sebagai acuan normatif dalam bertindak, b) memberikan keberanian membuat seseorang peguh dalam memegang prinsip, percaya diri dan mempercayai orang lain, c) memupuk kepribadian dengan menerapkan nilai dan aturan dari lingkungan sebagai bagian pembentuk karakter, d) keteguhan dan kesetiaan sebagai daya tahan dan penghormatan terhadap kesetiaan (Nur Kholis, 2010:53). Mengenai keberhasilan dalam proses pendidikan sedangkan Thomas Lickona (1988: 420-421) menyatakan pentingnya untuk membentuk karakter yang baik pada siswa maka pendidikan moral
harus memiliki kesempatan untuk
membuat dampak yang nyata pada perkembangan karakter siswa. Di dalam kelas harus mampu membangun harga diri dan rasa bermasyarakat, belajar untuk bekerja sama dan membantu orang lain, refleksi moral, dan ikut serta membuat keputusan dalam suatu hal dengan cara musyawarah Lickona menyatakan sebagai berikut. To do an adequate job of moral education one that has a chance of making a real impact on a child's developing character-four processes should be going on in the classroom: 1) building self esteem and a sense of commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
community, 2) learning to cooperate and help others, 3) moral reflection, and 4) participatory decision making (Thomas Lickona, 1988: 420-421). Walaupun Lickona menerapkan ini kepada siswa sekolah dasar naumun nilai-nilai tersebut masih bisa diterapkan kepada remaja. Harga diri, kerjasama dan musyawarah merupakan bagian umum dari nilai karakter yang biasa diterapkan kepada siapa saja. Mengertian karakter yang lain mengacu kepada pendapat James C. Sarros and Brian K. Cooper (2006: 3) yang menjelaskan karakter sebagai ekspresi lahiriah dari nilai-nilai pribadi dan rasa integritas yang dimaksudkan untuk mencapai hasil yang sesuai moral. Karakter sebagai integritas pribadi keyakinannya yang mendasar dan sikap, menyajikan nilai-nilai kepada semua orang dan membuat keputusan. Agar efektif, pendidikan karakter harus mencakup seluruh komunitas sekolah dan sistem kurikulum di sekolah. Pendidikan karakter mempromosikan nilai-nilai inti dalam semua fase kehidupan sekolah dan termasuk strategi proaktif dan praktik yang membantu anak-anak tidak hanya memahami inti nilai-nilai etika, tetapi juga untuk peduli dan bertindak. Berdasarkan penelitian para ahli terkemuka yang terangkum menjadi sebelas prinsip CEP (2003: 152) dalam melaksanakan Pendidikan Karakter yang efektif yakni sebagai berikut. 1) Mempromosikan inti nilai-nilai etis sebagai dasar karakter yang baik. 2) Mengajar siswa untuk memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan inti nilai-nilai etis. 3) Mencakup semua aspek dari budaya sekolah. 4) Menumbuhkan kepedulian di dalam komunitas (lingkungan) sekolah. to usermelakukan tindakan moral. 5) Memberikan peluang kepadacommit siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
6) Mendukung prestasi akademik, biasanya dilakukan dengan mengembangkan kepribadian siswa dan membantu siswa untuk berhasil. 7) Mengembangkan motivasi intrinsik, maksudnya memberikan motivasi kepada siswa supaya mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. 8) Keterlibatan seluruh staf atau karyawan di sekolah sebagai warga sekolah yang ikut memandu dan sebagai teladan siswa ketika melakukan pendidikan. 9) Membutuhkan kepemimpinan positif dari staf atau karyawan dalam hal ini yakni kepemimpinan moral sebagai penerapan dari pendidikan karakter. 10) Melibatkan orang tua dan anggota masyarakat sebagai bagian dari pembangunan karakter baik pada diri siswa. 11) Melakukan
penilaian
terhadap
hasil
pendidikan
dan
berusaha
meningkatkannya. Menurut Samsuri (2011: 13) dari sebelas indikator pendidikan karakter yang efektif tersebut terdapat peran orang tua dan masyarakat. Di lingkungan sekolah pun pendidikan karakter perlu didukung oleh budaya sekolah yang melibatkan seluruh elemen sekolah seperti pimpinan sekolah, guru, karyawan, dan iklim berkarakter mulia diantara sesama siswa. lebih lanjut Samsuri menyimpulkan bahwa pendidikan kareter akan efektif apabila dilakukan secara aktif, diarahkan untuk setiap individu, diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang baik. Keberhasilanan program pendidikan karakter juga dipengaruhi oleh cara dan pola pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Menurut Wiliams sebagaimana yang dijelaskan oleh Samsuri (2011: 13) sedikitnya terdapat enam model pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
yakni model pembangunan konsensus (consensus building) yang dikembangkan oleh Lickona dan Berkowitz, a) model pembelajaran kooperatif, b) model pembelajaran sastra, c) model resolusi konflik, d) model diskusi dan pelibatan siswa dalam penalaran moral, dan e) model service learning. Selain model tersebut di atas terdapat juga model lainnya yakni model pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah, visi dan misi sekolah, teladan guru, penegakan peraturan, dan disiplin. Tentunya model ini akan tercapai apabila keadaan elemen sekolah telah benar-benar mendukung. Kaitannya pendidikan karakter, identitas, jati
diri, dan aspek-aspek
kepribadian manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Soemarno Sudarsono sebagaimana dikutip oleh Salmah Fa’atin menyatakan bahwa identitas lebih mencerminkan penampilan fisik sedangkan jati diri merupakan sifat yang hakiki yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia sebagai sifat dasar, sementara karakter adalah watak yaitu pengembangan jati diri sebagai aspek kepribadian manusia, selain intelektual, tempramen, dan keterampilan (Salmah Fa’atin, dalam Ali Muhdi Amnur, 2007: 73). Karakter dan keterampilan dapat diubah atau dibentuk melalui pendidikan atau pengaruh lingkungan sekitar. Doni Koesoema memberikan perbedaan antara pendidikan karakter dan pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama dan kewarganegaraan ditinjau dari keterkaitan dan hubungannya. 1) Pendidikan karkater dan pendidikan moral. Ruang lingkup dan lingkungan yang membantu individu dalam mengambil keputusan. Pendidikan moral ruang lingkupnya adalah kondisi sedangkan pendidikan karakter pengambilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
keputusan terdapat dalam diri individu namun keputusan dalam lembaga pendidikan melibatkan struktur dan relasi kekuasaan. 2) Pendidikan karakter dan pendidikan nilai. Nilai merupakan nilai individu sedangkan karakter sistem nilai individu dan kelompok yang biasanya tercermin dalam relasi kekuasaan yang sifatnya politis. 3) Pendidikan karakter dengan pendidikan agama. Karakter menjadi bangunan dari landasan kekuatan iman dan relasi nilai spiritual dari teks menuju konteks. 4) Pendidikan
karakter
dan
pendidikan
kewarganegaraan.
Pendidikan
kewarganegaran merupakan sumber formal struktural pendidikan karakter dan pendidikan karakter memuat nilai-nilai demokrasi. Soedijarto mengkaitkan pendidikan karakter bangsa sebagai cerminan dari Pancasila sebagai dasar negara. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menurut Soedijarto yakni sikap yang mengutamakan pada kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, nilai-nilai tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, nilai tentang pentingnya musyawarah dan mufakat sebagai bentuk pengambilan keputusan untuk kepentingan yang menyangkut orang banyak, pentingnya ketekwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, disiplin nasional, sikap patriotik, kerjasama untuk kemajuan bangsa, menghargai harkat orang lain berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Soedijarto dalam Restu Gunawan, 1998:11-12). Sutarno mengkaitkan pendidikan karakter dengan akhlak mulia, beliau mengatakan bahwa untuk menciptakan generasi muda yang berakhlak mulia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
dimulai dari lingkungan akademis sebagai lingkungan percontohan yang memungkinkan terbentuknya karakter menuju pribadi-pribadi yang berakhak mulia, perilaku jujur, cerdas, tangguh dan peduli, kompeten kreatif, serta memiliki komitmen yang tinggi sebagai warga negara yang demokratis. Hal ini akan terwujud jika lingkungan masyarakat, keluarga, pemerintah terus mendukung secara berkelanjutan (Sutarno, 2011: 6-7). Dengan demikian semua pemangku kepentingan harus bersama-sama saling mendukung untuk mewujudkan generasi yang berakhlak mulia. CEP (2003: 155) sebagai lembaga yang menangani tentang pendidikan karakter yang berkedudukan di Washington menekankan bahwa pendidikan karakter masih berkaitan dengan ajaran agama sebagai keyakinan dari setiap manusia. Program pendidikan karakter menegaskan nilai religius dan filosofis komitmen. Iman adalah pembentukan dari lingkungan keluarga dan komunitas agama. Tetapi sekolah-sekolah umum dapat mengajarkan tentang agama (yang dibedakan dari indoktrinasi agama) sebagai bagian dari pendidikan karakter. Misalnya, kurikulum dapat mencakup pengajaran tentang peran agama dalam sejarah dan masyarakat kontemporer, mengingatkan siswa mengenai kenyataan bahwa keyakinan moral sering didasarkan pada ajaran-ajaran keagamaan. Di Amerika ataupun di Eropa yang merupakan penganut sekulerisme tentu pelajaran agama adalah bagian yang tidak ada dalam kurikulum di sekolah umum. Namun sangat disadari bahwa agama sebagai bagian dari hak dari seseorang yang tetap akan mempengaruhi dalam perilaku seseorang dalam mengambil keputusan untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
bertindak. Sehingga wajar jika agama merupakan bagian dari pembentukan karakter. . . . public schools may teach about religion (as distinguished from religious indoctrination) as part of complete education. For example, the curriculum may include teaching about the role of religion in history and contemporary society, alerting students to the fact that moral convictions are often grounded in religious traditions (CEP, 2003: 155). Mengenai keterkaitan antara pendidikan karakter dengan ajaran agama Thomas Lickona (1999: 23-27) mengatakan terdapat tujuh cara memasukan nilai karakter melalui kontribusi nilai-nilai agama yakni sebagai berikut. a) Memasukan moralitas kedalam diri siswa dengan konsep ajaran agama. b) Persamaan derajat manusia dihadapan Tuhan dan menciptakan keharmonisan dan keadilan. c) Membantu siswa memahami peran motivasi agama dalam kehidupan individu, baik dalam sejarah dan dalam waktu saat ini. Siswa dapat diperkenalkan dengan tokoh teladan dalam agama sebagai motivasi untuk kehidupannya. d) Menciptakan kurikulum khusus yang mencakup pelajaran keagamaan. e) Sekolah dapat mendorong siswa untuk memanfaatkan semua sumber daya intelektual dan budaya, termasuk tradisi iman mereka, ketika mereka mempertimbangkan masalah sosial (misalnya, kewajiban kita untuk orang miskin) dan membuat keputusan moral pribadi (misalnya, apakah melakukan hubungan seks sebelum menikah). f) Sekolah juga dapat memanfaatkan agama sebagai cara untuk melibatkan para commit to user siswa dalam mempertimbangkan pertanyaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
g) Membimbing siswa untuk memahami tujuan hidup. Jadi yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah kegiatan yang dilakukan untuk membentuk suatu moralitas, akhlak mulia, secara perlahan melalui berbagai cara sehingga siswa akan mengalami perubahan sifat dan tingkah laku kearah yang lebih baik secara terbiasa. Sifat dan kebiasaan seperti inilah sebagai pembentuk karakter baik. Terdapat Perbedaan aspek teoritik pada pendidikan karakter. Perbedaan model tersebut menurut Samsuri dapat dibagi menjadi tiga yakni, pertama, pendidikan karakter yang menekankan pada model pengajaran langsung (direct instruction) yang mengedepankan pada penanaman nilai-nilai kepada generasi muda dengan keutamaan-keutamaan yang ada di masyarakat. Fokusnya ialah latihan pembiasaan atau perilaku keutamaan (kebajikan). Kedua, pendidikan karakter yang menekankan kepada model pengajaran tidak langsung (indirect instruction) yang menekankan kepada pemahaman anak dan perkembangan sosio-moral yang membentuk interaksi personal teman sebaya di bawah panduan perhatian orang-orang dewasa. Ketiga, pendidikan karakter yang menekankan pada pembangunan komunitas. Paradigma model ini menekankan kepada lingkungan dan hubungan kepedulian serta pembentukan komunitas-komunitas moral (Samsuri, 2011:11). c. Karakteristik Siswa SMA/MA (Usia Remaja) Usia siswa SMA/MA di Indonesia rata-rata berkisar antara 15-19 tahun, tahapan ini disebut dengan masa remaja (adolescence). Tidak ada patokan pasti mengenai batas usia masa anak-anak dengan masa remaja, Harlock (2004: 206) to user mengungkapkan bahwa awal dari commit masa remaja kira-kira dari umur tiga belas tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
sampai enam belas atau tujuh belas tahun sedangkan akhir masa remaja antara 16, 17 sampai 18 tahun. Masa remaja terjadi pada saat anak matang secara seksual dan berakhir setelah ia matang secara hukum. Perilaku, sikap dan nilai-nilai mengalami perubahan secara mencolok. Walaupun demikian masa remaja tetap dipengaruhi oleh masa sebelumnya sebagai suatu runtutan tahapan perkembangan pada manusia. Perkembangan pada manusia mempunyai beberapa tahap, Rousseau membagi empat tahapan perkembangan berdasar umur, 0-5 tahun masa anak-anak (infancy) perasaan senang dan tidak senang, 5-12 tahun masa bandel (savege stage). 12-15 tahun bangkitnya akal (ratio) nalar (reason) dan kesadaran diri (self consciousness), dan keempat adalah 15-20 sebagai masa kesempurnaan remaja (adolescence proper) dan masa puncak perkembangan emosi (Sarlito Wirawan S., 2008: 23). Berbeda dengan teori Rousseau, Erik-Erikson mengungkapkan mengenai perkembangan manusia terdapat delapan tahap yang semuanya mempunyai dua kubu yang berlawanan. Tahap-tahap itu yakni tahap percaya yang berlawanan dengan tidak percaya (trust versus mistrust), tahap otonomi yang berlawanan dengan rasa malu dan ragu-ragu (autonomy versus shame and doubt) tahap ini berkisar antara 1-3 tahun, tahap inisiatif yang berlawanan dengan rasa bersalah (initiative versus guilt) dapat disebut juga sebagai tahap pra sekolah. Tahap industri yang berlawanan dengan perasaan rendah diri (industry versus inferiority) terjadi pada usia sekolah dasar. Tahap identitas yang berlawanan dengan kekacauan identitas (identitiy versus identity confusion) sebagai tahap remaja, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
intimasi (keakraban/pergaulan) yang berlawanan dengan rasa terasing (isolasi) (intimacy versus isolation), generativitas yang berlawanan dengan stagnasi (generativity versus stagnation), dan integritas yang berlawanan dengan rasa putus asa (integrity versus despair). Menurut Erikson tahap remaja berada pada masa identitas versus kekecauan identitas. Tahap kelima ini dialami oleh individu selama masa remaja yang dihadapkan kepada pertanyaan siapa mereka, mereka sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju hidupnya. Remaja dihadapkan dengan peran baru dan status dewasa yang menyangkut dengan pekerjaan dan asmara. Peran orang tua seharusnya memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan bakatnya. Bila anak menemukan peran-perannya dengan sehat maka akan terbentuk identitas yang baik. Tetapi jika dipaksakan maka akan muncul kekacauan identitas pada diri remaja (John W. Santrock, a.b. Shinto B. Adelar & Serly Saragih, 2003: 4647). Masa remaja memiliki ciri perubahan yang bersifat umum dan dialami oleh setiap remaja. Perubahan itu adalah pertama, meningginya emosi. Kedua perubahan tubuh, minat dan perubahan peran dalam kelompok sosial. Ketiga, pergeseran nilai-nilai, hal yang dianggap penting ketika masa anak-anak sekarang sudah tidak penting lagi. Keempat, mempunyai perasaan yang bertentangan dalam setiap perubahan, menginginkan kebebasan tetapi tidak mau bertanggung jawab atas kebebasan tersebut (Hurlock, 2004: 207). Menurut Hall masa remaja adalah masa “topan badai” yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai dalam diri seorang remaja (Sarlito Wirawan S., commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
2008:24). Zulkifli (2006: 63) mengungkapkan bahwa masa remaja menjadi bagian yang menentukan dengan kondisi seseorang yang banyak mengalami perubahan kejiwaan (psikis) maupun fisiknya. Remaja banyak mengalami gejolak dalam dirinya sehingga mudah melakukan penyimpangan dari aturan dan norma sosial yang berlaku dalam lingkungannya. Peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa biasanya seorang anak tidak mau lagi disebut sebagai anak-anak, karena secara fisik usia ini dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat hampir menyamai dengan fisik orang dewasa, tetapi secara kejiwaan mereka masih belum matang seperti layaknya orang dewasa. Kematangan jiwa remaja di pengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan, pengetahuan dan faktor manusia itu sendiri. Teori belajar sosial yang diketengahkan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa perkembangan perilaku dipengaruhi oleh faktor manusia, pengetahuan, tingkahlaku, dan lingkungan. Komponen itu saling berhubungan, tingkah laku akan
mempengaruhi
pengetahuan
dan
sebaliknya,
pengetahuan
akan
mempengaruhi lingkungan, pengaruh lingkungan akan mengubah pola pikir individu. Dalam hal ini lingkungan yang mempunyai pengaruh paling penting diantara yang lainya (John W. Santrock, a.b. Shinto B. Adelar & Serly Saragih, 2003: 53). Faktor lingkungan masyarakat dan kehidupan keluarga menjadi salah satu unsur penting dalam mempengaruhi perkembangan masa remaja. Menurut Zulkifli di lingkungan perkotaan masa remaja akan lebih lama terjadi sedangkan di daerah pedesaan akan cenderung cepat berakhir (Zulkifli, 2006: 63). Ciri perkembangan masa remaja yakni sebagai berikut di bawah ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
1) Pertumbuhan fisik, pertumbuhan mengalami perubahan dengan cepat. Selera makan dan tidur akan bertambah dengan pertumbuhan tinggi badan dan otot yang cepat. 2) Perkembangan seksual, perkembangan seksual pada anak remaja lebih pada tanda-tanda biologis pada seorang anak biasanya di tandai dengan produksi seperma sedangkan pada perempuan mengalami menstruasi. Selain itu biasanya tumbuh jerawat. 3) Cara berpikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat mereka cenderung mempertanyakan sebab dan akibat dari suatu norma. remaja sudah mulai berpikir kritis dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam pikiranya. 4) Emosi yang meluap luap remaja suatu saat bisa sedih sekali senang sekali atau pun marah sekali karna kondisi emosi yang sedang labil. Remaja cenderung tertarik pada lawan jenis dan lingkungan serta terikat dengan kelompok (Zulkifli, 2006: 65-67). Untuk membekali perkembangan masa remaja hal-hal yang bersifat keagamaan sudah mulai diajarkan sejak kecil di lingkuangan keluarga. Pendidikan ketuhanan akan mempertajam pandangan untuk melihat gejala-gejala pertama dari perkembangan keagamaan yang sebenarnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ketuhanan harus diterangkan misalnya saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Tahap ini merupakan dasar yang baik untuk pembentukan pandangan kritis remaja yang sedang berkembang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Masa perkembangan dalam diri anak akan membuka pikirannya dalam hal keagamaan dengan berbagai gejolak yang ada dalam pikirannya. Tradisi keagamaan terkadang dianggap sebagai hal yang menjenuhkan karena banyaknya dogma-dogma yang harus meraka taati. Dogma agama menjadikan kebebasan mereka menjadi terhalang, bahkan mereka tidak segan-segan untuk menentang tradisi yang telah lama ada karena dianggap tidak sesuai dengan akal rasionalnnya. Jika hal ini terus dibiarkan pada diri anak maka mereka akan semakin jauh terhadap ajaran agama. Perlu tindakan pencegahan agar tidak menagarah ke hal yang negatif dengan melakukan bimbingan yang sehat secara berkelanjutan. Perkembangan etika juga terjadi pada masa remaja. Etika mengajarkan hal yang dianggap baik dan hal yang dianggap buruk dalam suatu lingkungan masyarakat. Ukuran baik dan buruk dalam diri seseorang adalah kata hati. Kata hati dipengaruhi oleh faktor pembawaan, lingkungan, agama dan usia. Anak yang lebih mendalam ajaran agamanya kata hati merupakan alat kontrol tingkah laku mereka. Etika menurut Zulkifli (2006: 74-75) lebih pada norma-norma yang merupakan keharusan bagi individu sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan dalam hidup. misalnya tidak boleh berbohong, tidak boleh nakal, tidak boleh mencuri dan sebagainya. Tidak salah ketika pendidikan karakter benar-benar ditanamkan pada masa remaja sebagai masa peralihan dan masa pencarian jati dirinya. Nilai-nilai karakter baik yang terbentuk dalam diri remaja akan melekat dan mewarnai perilakunya sebagaimana telah dijelaskan di atas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
d. Pendidikan Islam Pola Pembaruan Peran Islam sebagai agama dalam kehidupan sebagai suatu sistem nilai yang diakui dan dan diyakini kebenarannya dan merupakan jalan kearah keselamatan hidup. Menurut Mawardi Lubis (2009: 29) Agama adalah suatu pandangan yang mencakup berbagai kepercayaan yang lahir melalui ide, pikiran atau gagasan manusia baik dalam bentuk budaya, maupun agama. Majid dalam Mawardi Lubis (2009: 29) mengungkapkan agama adalah sesuatu yang berkisar pada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan seluruh yang ada termasuk manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab kepada Tuhan. Jadi agama adalah keyakinan adanya kekuatan di luar kekuatan yang dimiliki manusia yang dimiliki oleh Tuhan serta memiliki cara tertentu (ritual) dengan norma tertentu sebagai pengatur hubungan manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Dalam penerapan ajaran agama tentu biasa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yakni dengan pendidikan keagamaan di sekolah, madrasah, pesantren atau dalam keluarga. Lembaga keagamaan di Indonesia juga berperan dalam bidang pendidikan dengan agama sebagai dasar dari lembaga pendidikan tersebut. Lembaga pendidikan Islam yang dikelola oleh pemerintah ataupun swasta dengan mengikuti aturan pemerintah disebut dengan madrasah. Sedangkan yang dikelola oleh masyarakat atas swadayanya sendiri disebut dengan pesantren (Muslih Usa, 1991: 1). Madrasah ditetapkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudyaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama tahun 1975 dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
mempersamakan kedudukan madrasah dengan sekolah-sekolah umum setingkat yang ada di bawah koordinasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun demikian madrasah tetap masih merupakan sekolah berbasis agama Islam dengan kadar pelajaran agama tiga puluh persen dan pelajaran umum lainnya tujuh puluh persen. Sedangkan pesantren lebih dari sembilan puluh persen pelajarannya merupakan pelajaran agama Islam (Muslih Usa, 1991: 2). Pesantren pada dasarnya merupakan asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang di kenal dengan sebutan kiai, atau ajengan. Pesatren mempunyai unsur-unsur yakni masjid, pondok, atau kobong, santri, pelajaran kitab Islam klasik, dan kiai. Asrama atau pondok para santri letaknya tidak berjauhan dengan mesjid atau rumah kiai. Di daerah Jawa Tengah komplek pesantren dikelilingi oleh tembok dengan pengawasan yang ketat sesuai dengan peratutan yang berlaku. Dhofier membagi pesantren ke dalam tiga kategori yakni pesantren kecil, sedang dan besar. Kategori pesantren kecil jika jumlah santri kurang dari seribu orang. Pesantren berukuran sedang jika santrinya berkisar antara seribu sampai dua ribu orang, sedangkan karegori pesantren besar jika jumlah santri lebih dari dua ribu orang (Mohammad Iskandar, 2001:91-93). Perkembangan pesantren saat ini tidak luput dari sentuhan pembaruan sebagai jawaban atas perubahan zaman dan tuntutan yang lebih rumit dalam kehidupan masyarakat. Pesantren menurut modelnya dapat dibadakan menjadi dua macam yakni pesantren salafiah dan pesantren khalafiah. Pesantren salafiah yakni lembaga pesantren yang mempertahankan kitab-kitab Islam klasik tanpa mengajarkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
pembelajaran pengetahuan umum yang lainnya. Kitab klasik (kitab kuning) menjadi bahasan wajib bagi setiap santri sebagai tradisi dari pesantren salafiah. Sedangkan pesantren khalafiah yakni pesantren yang melakukan perubahan dalam sistem pendidikan dengan memasukan pelajaran umum dalam kurikulum pembelajaran. Pesantren khalafiah sebagai pesantren pola pembaruan yang banyak menyerap terhadap unsur-unsur pembaruan mengikuti perkembangan, bahkan memadukan tradisi pesantren dengan sistem lain sebagai langkah untuk mengikuti perkembangan zaman (asimilasi). Menurut M. Abdul Karim (2007: 151) proses pembaruan dalam lingkungan pesantren ataupun madrasah tidak terlepas dari pengaruh budaya barat dimulai dengan penggunaan peralatan yang datang dari Eropa. Disamping itu dalam bentuk
organisasi
diperlukan
adanya
aturan
mengenai
keorganisasian,
administrasi, komunikasi, manajemen, finansial, dan yang lainnya. Semuanya itu merupakan hasil pengadaptasian dari budaya barat yang sudah diambil oleh kaum muslim Mesir dan India. Pola pembaruan dengan menyatukan unsur-unsur pendidikan barat dengan bimbingan yang terdapat dalam al-Quran dan hadis memicu perkembangan pada pola pikir baru sehingga memicu munculnya gerakan-garakan Islam yang lebih solid. Proses percampuran budaya barat dengan Islam lebih cepat terjadi pada bagian pendidikan Islam seperti halnya persantren dan madrasah yang berorientasai pada sistem mutakhir. Istilah pesantren pembaruan (modern) dengan perpaduan antara gaya pendidikan Islam dengan barat menjadi bagian dalam sistem pendidikan sekarang ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Di Indonesia, pemikiran barat memberikan pengaruh pada moral bangsa dengan menghilangnya pandangan berupa kebiasaan turun temurun. Moral yang bertentangan dengan kebudayaan Islam tentu akan dibendung dan sulit berkembang di Indonesia, sedangkan moral barat yang sejajar dengan moral Islam dibiarkan menjadi bagian moral bangsa Indonesia. Begitu juga dengan sistem sekolah atau madrasah yang banyak menyerap sistem pendidikan barat (M. Abdul Karim, 2007: 151). Penyerapan pola pendidikan barat juga pernah dianjurkan oleh Sukarno dalam surat yang ditulisnya menjalani pembuangan di Endeh. Surat itu bertanggal 22 April 1936 ditujukan kepada TA Hassan seorang guru Persatuan Islam. Diantara pernyataan Sukarno yakni sebagai berikut. . . . hendaklah ditambah banyaknya “pengetahuan barat” yang hendak dikasihkan kepada murid-murid pesantren itu. Umumnya adalah sangat saya sesalkan bahwa kita punya Islam Scholars (orang berilmu Islam) masih sangat kurang pengetahuan modern science (pengetahuan modern) . . . Demi Allah Islam science bukan hanya pengetahuan Quran dan Hadits sahaja; Islam science adalah pengetahuan Quran dan Hadits plus pengetahuan umum! Orang tak dapat memahami betul Quran dan Hadits kalau tak berpengetahuan umum (Sukarno, 2005: 335-336). Keinginan Sukarno mengenai perpaduan antara pendidikan pola barat dengan Islam pada masa pergerakan ternayata menuai kritik saat sekarang. Syafii Maarif mengatakan bahwa diterimanya sistem kemenduaan antara ilmu agama dan ilmu umum merupakan tanda rapuhnya dasar filosofi pendidikan Islam. Formula tersebut akan menciptakan generasi yang mempunyai pandangan berbeda tentang agama, manusia dan kehidupan. Konflik-konflik dalam masyarakat akan semakin sulit untuk diselesaikan jika dilatarbelakangi oleh perbedaan kepentingan baik dalam politik, ekonomi, dan pelayanan kemanusiaan. Syafii Maarif meyakini commit to user secara teknis penyatuan metode pendidikan barat dalam konsep pendidikan Islam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
cukup berhasil tetapi beliau meragukan pengenai penyatuan konseptual diantara keduanya. Akibatnya banyak bermunculan pribadi yang pecah dalam masyarakat Islam, bahkan kegiatan dunia dianggap terlepas dari orientasi akhirat (Ahmad Syafii Maarif dalam Muslih Usa, 1991: 20). Hal ini tentu semakin melanceng dari tujuan agama Islam sebagai pedoman hidup. Pendidikan Islam dalam sekolah keagamaan artinya sebuah lembaga pendidikan yang menjadikan agama sebagai landasan menjalankan pendidikan, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan Islam. Menurut Arifin, pada dasarnya fungsi utama lembaga pendidikan Islam yakni melaksanakan pengalihan nilai budaya Islam serta kebudayaan pada umumnya dari generasi kegenerasi, dimana di dalamnya terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban yang selektif sangat dibutuhkan untuk kesinambungan hidup Islam dan umat Islam di dunia ini. Proses peralihan budaya hanya dapat berlangsung secara mantap apabila diarahkan
melalui
proses
kependidikan
dalam
lembaga-lembaga
yang
terorganisasikan secara terstruktur dan melembaga (Arifin, 1993: 35-36). Menurut Moh. Shofan ada tiga istilah yang dianggap memiliki makna yang dekat dengan konsep pendidikan Islam yakni tarbiyah, ta’lim dan ta’dib (Moh. Shofan, 2004: 38). Tarbiyah berasal dari kata rabba-yarbu yang berarti tumbuh dan berkembang. Menurut Abdurrahman al-Nahlawi sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Shofan mengartikan tarbiyah sebagai proses pendidikan yang mempunyai tujuan, sasaran dan target dengan memasukan ajaran Tuhan (Allah) sebagai sumber pendidikan melalui langkah-langkah yang sistematis dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran (Moh. Shofan, 2004: 41). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Adapun ta’lim berarti pengajaran, atau suatu proses pembelajaran terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi indera sampai akhir usia. Ta’lim tidak hanya menjangkau ranah pengetahuan (kognitif) saja melainkan terus menjangkau bagian afektif dan psikomotorik. Berarti ta’lim dalam kerangka pendidikan telah mencakup pengajaran untuk pengetahuan, moral dan keterampilan hidup melalui proses belajar yang dijalani. Adapun ta’dib merupakan serapan dari kata adab yang sering diartikan sebagai sopan santun. Ta’dib adalah usaha menciptakan keadaan (situasi) untuk mendorong jiwa dan hati manusia berprilaku beradab sesuai dengan harapan yang diinginkan (Moh. Shofan, 2004: 49). Ta’dib berati sebuah proses pembudayaan (enkulturasi) sikap sopan santun dalam diri manusia, dengan kata lain sebagai proses memanusiakan manusia. Dari definisi diatas ta’dib memiliki makna yang lebih luas dibandingkan dengan tarbiyah (pendidikan) atau ta’lim (pengajaran). Ta’dib mencakup tarbiyah dan ta’lim didalamnya. Pendidikan dalam Islam sebagaimana dikemukakan oleh Mujamil Qomar (2007: 237) yakni sebagai proses menanamkan akhlak yang utama pada jiwa pemuda, mengisinya dengan petunjuk dan nasehat, sehaingga menjadi kebiasaan yang menetap dalam jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan dan cinta amal agar dapat memberikan manfaat bagi negara. Inti dari pendidikan Islam menurut Qomar terdapat pada ketinggian spiritual, moral, sosial dan intelektual. Menurut Muhaimin (2009: 14), pendidikan Islam dapat diartikan menjadi dua yakni pendidikan Islam sebagai aktifitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Arti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
yang kedua yakni sebagai suatu sistem pendidikan yang dikembangkan dari semangat dan disemangati oleh nilai-nilai Islam. Muhammad S.A. Ibrahimy dalam Arifin (1993: 37), mengartikan pendidikan Islam sebagai suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam sehingga dengan mudah dapat membentuk kehidupan dirinya sesuai dengan ajaran Islam. Pendidikan Islam merupakan alat pembudayaan Islam dalam masyarakat dengan demikian harus mempunyai sifat lentur terhadap perkembangan aspirasi kehidupan masyarakat sepanjang zaman. Pendidikan Islam juga harus mampu menyeimbangkan tuntutan hidup manusia sejalan dengan tuntutan zaman termasuk tuntutan teknologi dan ilmu pengetahuan (Arifin, 1993: 37). Muhammad Athiyah Al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Moh. Shofan (2004: 59) merumuskan tujuan pendidikan Islam yakni pertama untuk membentuk akhlak mulia, kedua persiapan untuk kehidupan dunia akhirat, ketiga untuk persiapan mempertahankan kehidupan (mencari rizki) dan memelihara kehidupan yang baik, keempat untuk mempersiapkan keahlian dan keterampilan tertentu untuk menjalani hidup. Zakiah Daradjat (1992: 29-30) mengkaitkan tujuan pendidikan Islam dengan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. ... pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepantingan hidup di dunia kini dan diakhirat nanti (Zakiah Daradjat, dkk., 1992: 29-30). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Tujuan pendidikan Islam tentu harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuan pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran (Zakiah Daradjat, dkk. 1992: 30). Proses mencapai tujuan itulah yang merupakan kegiatan yang penuh tantangan karena tidak hanya kecerdasan yang diharapkan melainkan juga menciptakan manusia yang mempunyai akhlak mulia atau karakter yang baik dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Secara ideal pendidikan Islam meurut Arifin dalam Muslih Usa (1991: 8) berusaha mengantarkan manusia mencapai keseimbangan pribadi secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indera. Pendidikan Islam berupaya mengembangkan semua aspek dalam kehidupan manusia yang meliputi spiritual. intelektual, imajinasi, keilmiahan dan lain sebagainya secara individu maupun berkelompok serta senantiasa memberikan dorongan bagi kedinamisan aspek-aspek diatas menuju kebaikan pencapaian kesempurnaan hidup baik dalam hubungan dengan Tuhan, dengan manusia maupun dengan alam. Ajaran-ajaran
Islam
tidak
hanya
menanamkan
nilai
pengetahuan
(Intellectual Quotient) tetapi juga memasukan nilai-nilai kecerdasan emosi (Emosional Quotient) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient). Seseorang yang mempunyai kecerdasan spiritual cenderung memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat yang berpijak kepada kebenaran umum seperti cinta, kasih sayang, keadilan, kejujuran, toleransi, dan wujud moral kebangsaan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
kehidupan bernegara. Islam juga menuntut manusia memiliki kemampuan untuk menghadapi penderitaan dan memiliki kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Mampu memaknai semua pekerjaan dan aktivitas dalam kerangka dan bingkai yang lebih luas dan bermakna. Memiliki kesadaran diri (self-awareness) yang tinggi (Abdul Wahid Hasan, 2006: 69-74). Perkembangan
Pendidikan
Islam
di
Indonesia
memperlihatkan
perkembangannya sejak zaman kolonial. Setelah kemerdekaan pendidikan Islam tradisional mulai menyesuaikan dengan perkembangan modern. Pemodernan ini dapat dilihat dari kompisisi mata pelajaran yang diajarkan antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu umum. Metode yang digunakan telah bervariasi tidak hanya metode hafalan, sorogan, dan wetonan. Pengelolaan telah menggunakan prinsip-prinsip
pengelolaan
pendidikan
(Haidar
Putra
Daulay,
2007:3).
Pendidikan semacam ini merupakan bagian dari usaha untuk menyesuaikan perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam modern kebanyakan merupakan hasil serapan dari sistem pendidikan barat yang disesuaikan dengan pendidikan Islam. Sebagai contoh dari perpaduan ini adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah. Sejak berdirinya Muhammadiyah telah melakukan sistem pendidikan Islam dengan meniru sistem pendidikan barat. Pendidikan
Islam
sebagai
jiwa
pendidikan
yang
diselanggarakan
Muhammadiyah dengan pengajaran berpola sekolah negeri yang ditambah dengan pelajaran agama sebagai ciri sekolah keagamaan tidak dimaksudkan membentuk suatu sistem pendidikan sendiri, melainkan untuk mengorganisasi sistem commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
pendidikan swasta dengan sistem nasional (Masnun dalam Abudin Nata, 2001: 263). Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modernis yang lahir pada masa pergerakan telah memberikan perhatiannya untuk mendidik bangsa dengan memadukan sistem pendidikan barat (Eropa) dan ajaran agama Islam yang kuat. Pendidikan di sekolah Muhammadiyah memberikan corak baru yang berbeda dengan pendidikan kolonial. Konsep pendidikan yang dibangun oleh Muhammadiyah tidak lagi memisahkan antara pelajaran keagamaan dengan pelajaran yang dianggap ilmu umum. Dengan usaha perpaduan tersebut tidak ada lagi pembedaan mana yang ilmu agama dan ilmu umum (Mustafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, 2000: 90). Selain mengajarkan mengenai ilmu pengetahuan ilmiah seperti matematika, fisika, biologi, kimia, sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan duniawi, juga diajarkan mengani pendidikan agama yang mengajarkan mengenai keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang di pandu oleh al-Quran dan Sunah/Hadis. Perpaduan tersebut untuk membentuk dan memperkokoh nilai-nilai keagamaan, sehingga akan tercipta manusia yang kompetitif dalam kehidupan dunia dan berakhlak mulia. Sudah seharusnya pendidikan di Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan Islam menerapkan pendidikan karakter sesuai dengan tujuan Muhammadiyah itu sendiri yaitu menciptakan ikhsan akhlaqul karimah (manusia berakhlak mulia). Al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh umat merupakan wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Muhammad Saw sebagai pedoman hidup umat akhir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
zaman yang diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 23 tahun. Ayat-ayatnya memberikan berbagai pelajaran penting untuk kesuksesan kehidupan di dunia dan akhirat termasuk ajaran moral untuk kesempuranaan kepribadian Islam (Abuddin Nata, 2000: 186) bagi umat yang mau mengamalkannya. Sedangkan Sunah merupakan sesuatu yang didapatkan dari Nabi Saw yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, baik pada masa sebelum kenabian maupun sesudahnya. Pengertian ini menyamakan antara sunah dengan hadis. Menurut ahli fikh, Sunah/Hadis merupakan sesuatu hukum yang berasal dari Nabi Saw yang tidak termasuk fardlu (wajib) (Abuddin Nata, 2000: 188). Dengan demikian pedidikan Muhammadiah didasarkan pada penghormatan terhadap prinsip dan nilai humanitas kemanusiaan universal, sehingga pendidikan Muhammadiyah dapat menghasilkan individu-individu yang handal secara moralitas dan akhlaqul karimah, cerdas, kreatif dan inovatif (Desvian Bandarsyah, 2010: 50). 2. Penelitian yang Relevan Penanaman nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah dalam menumbuhkan wawasan
kebangsaan
siswa
(studi
kasus
pada
mata
pelajaran
Kemuhammadiyahan di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta), sebuah tesis dari Universitas Sebelas Maret yang ditulis oleh Susilowati mempunyai temuan bahwa penanaman nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah dapat menumbuhkan wawasan kebangsaan siswa. Hal ini dapat ditunjukan dengan ditanamkannya nilai keteladanan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, nilai agama, nilai sosial commit to user kemasyarakatan dan nilai kerjasama melalui berorganisasi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Penelitian yang dilakukan oleh Lailan Arqam (2010) dengan judul pengembangan multimedia pembelajaran mata pelajaran kemuhammadiyahan bagi siswa kelas I Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Tesis ini mencoba mengembangkan multimedia untuk pembelajaran Kemuhammadiyahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa multimedia yang dikembangkan dinyatakan layak. Hasil dari ahli multimedia menyatakan secara umum produk multimedia pembelajaran Kemuhammadiyahan yang dikembangkan dalarn kategori baik dan layak digunakan. Penelitian Laely Armiyati (2011), mengenai Pemanfaatan Film sebagai Media Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Yogyakarta. Penelitiannya melibatkan beberapa sekolah negeri dan swasta, salah satunya SMA Muhammadiyah 1. Hasil penelitian Laely Armiyati menunjukan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan film masih difungsikan sebagai alat suplementer, belum menjadi alat fundamental. Sedangkan kreativitas dengan media film masih sebatas pada area pemikiran, tampak pada munculnya ide-ide baru dari peserta didik selama kegiatan pembelajaran. Bagi guru film sejarah digunakan untuk mempermudah dalam pendalaman materi dan dapat diarahkan untuk mencapai ranah afektif pada siswa. bagi siswa film mampu memunculkan suasana yang menyenangkan selama kegiatan pembelajaran. Penelitian yang relevan lainnya yakni tesis karya Taufik Abdullah (2011) yang berjudul Implementasi Pendidikan Karakter di SMP Muhammadiyah 1 Kota Ternate. Membahas mengenai penerapan pendidikan karakter di SMP Muhammadiyah. Sedangkan peneliti akan melakukan penelitian yang berbeda commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
dengan penelitian sebelumnya. Peneliti akan menggali mengenai penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, budaya sekolah maupun pengembangan diri (ekstrakurikuler) dan proses pembiasaan berperilaku baik di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta, kemudian menguraikan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam proses pembelajaran, budaya sekolah maupun dari program pengembangan diri siswa sekaligus pengamalan (aktualisasi) nilai karakter tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. B. Kerangka Pikir Penelitian Berpatokan dari kerangka besar pendidikan karakter dalam kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 yang menyatakan bahwa unsur pokok yang menjadi garda depan pendidikan karakter adalah sekolah, maka di bawah ini akan coba dijelaskan mengenai kerangka pikir yang mencoba menggambarkan mengenai pendidikan karakter di sekolah Islam. Berawal dari Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dalam berbagai hal termasuk didalamnya mengenai pendidikan nasional. Pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk menciptakan manusia yang mempunyai karakter baik, dengan tujuan itu maka pemerintah melalui Kemendikbud melakukan terobosan baru dengan memasukan pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran di sekolah atau melalui pengembangan diri (ekstrakurikuler). Begitu juga di sekolah berbasis keagamaan disetiap mata pelajaran harus menyampaikan nilai-nilai karakter, yang akan diteliti adalah cara guru menyampaikan nilai karakter baik karakter keagamaan, pribadi maupun karakter commit to user kebangsaan kepada anak didiknya. Selain itu hal yang mendukung terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
terbentuknya karakter seperti halnya budaya sekolah dan pengembangan diri siswa di lingkungan sekolah. Pancasila sebagai dasar negara menjadi landasan untuk menetukan tujuan pendidikan nasional. Salah satu tujuan pendidikan nasional yakni menciptakan manusia yang berakhlak mulia yang diimbangi dengan kecerdasan yang baik. Nilai-nilai pembentuk karakter akan tertanam melalui pembelajaran, keteladanan, budaya sekolah, pengembangan diri dan pembiasaan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang didapatkan dalam lingkungan satuan pendidikan. Satuan pendidikan atau sekolah yang menjadi pokok kajian adalah sekolah dengan latar belakang agama Islam. Sekolah dengan latar belakang keagamaan biasanya mempunyai ciri khas cukup berbeda dengan sekolah umum lainnya terutama dalam pembentukan karakter siswa yang dinginkan. Pola pendidikan Islam akan mewarnai dalam pelaksanaan kehidupan di sekolah, setidaknya upaya untuk membentuk siswa sesuai dengan ajaran-ajaran Islam tentunya akan dimasukan kedalam proses pembentukan karakter siswa. Pembentukan karakter atau dalam Islam biasa disebut dengan akhlaqul karimah diterapkan melalui pembiasaan berperilaku, dalam budaya sekolah, dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, keteladanan dan dalam proses pembelajaran. Kemudian hasilnya akan terlihat dari perilaku yang berkembang dalam lingkungan sekolah dan akan terlihat dalam lingkungan sosial siswa sebagai pengamalan (aktualisasi) dari nilai-nilai yang diterapkan yang pada akhirnya dengan tercapainya pendidikan karakter akan tercapai juga tujuan pendidikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
nasional. Berikut ini adalah kerangka pikir yang akan dikembangkan dalam penelitian.
PANCASILA
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
SEKOLAH ISLAM
Proses Pembelajaran di kelas
Keteladanan
Karakter Individu (siswa)
Pembiasaan pengamalan nilainilai Karakter
Pengembangan Diri (Ekstrakurikuler)
Budaya Sekolah
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Pembuatan usulan tesis dimulai bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011. Kedua sekolah tersebut adalah sekolah di bawah organisasi masyarakat dengan landasan keagamaan. Organisasi itu yakni Muhammadiyah. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Adapun rencana penelitian lebih rinci dapat dilihat dalam lampiran. B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, maka jenis penelitian yang cocok adalah penelitian kualitatif deskriptif sebab lebih mengutamakan masalah proses, persepsi, dan makna. Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai macam informasi dengan deskripsi-analisis yang penuh makna. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal dengan alasan bentuk, waktu, dan peristiwanya sama. Di samping itu, karena pusat penelitian sudah dirancang dalam proposal penelitian maka jenis kasus yang digunakan yakni studi kasus terpancang (embedded case study research) (H.B Sutopo, 2002:137-139). C. Data dan Sumber Data Penelitian kualitatif digunakan karena sumber data dalam penelitian yang bersifat khas, unik, idiocyncratic, dan multiinterpretable. Data yang paling commit to user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut. 1. Tempat dan kegiatan yang menunjang dalam proses pembelajaran yaitu ruang kelas, perpustakaan, dan sarana prasarana sekolah, lingkungan sekolah. 2. Nara sumber atau informan yang terdiri dari aneka pihak baik perorangan maupun instansi (lembaga) yang terkait dalam penelitian ini seperti warga SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta (Kepala sekolah, para Guru, dan para Siswa). 3. Arsip dan Dokumen yang mendukung seperti halnya rencana pembelajaran, dan silabus dan yang lainnya. D. Teknik Sampling Teknik penelitian mengunakan purvosive sampling dengan memilih beberapa informan yang dianggap paling mengetahui mengenai masalah penelitian (Sugiyono, 2010: 299). Keputusan yang dibuat tentang siapa dan berapa jumlah orang yang diteliti dalam penelitian kualitatif, akan tergantung dari pengunaan strategi kutipan dan seleksi yang dilakukan. Penelitian kualitatif cenderung
mengunakan
pertimbangan
konsep
teknik teoritis
cuplikan yang
yang bersifat
digunakan,
selektif
keingintahuan
dengan peneliti,
karakteristik empiriknya dan lain sebagainya. Teknik cuplikan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah puposive sampling (Sutopo, 2002: 64) atau lebih tepatnya disebut sebagai cuplikan dengan criterion-based selection (Lexy commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Moeleong, 2005:165-166). Dalam hal ini peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan yang dikaji. Penelitian diawali dengan memilih informan yang dianggap paling mengetahui
fokus penelitian. Patton, menyebutnya teknik Internal Sampling,
maksudnya sampel tidak difungsikan untuk mewakili populasi tetapi lebih kepada mewakili informasinya sehingga bila diinginkan usaha untuk generalisasi, cenderung mengarah pada generalisasi teoritik (Sutopo, 2002: 63). Internal sampling dapat memberi peluang bahwa keputusan dapat diambil begitu peneliti memiliki gagasan umum yang timbul terhadap apa yang dipelajari, dengan informan mana, kapan pengamatan yang tepat, serta dokumen dan arsip yang perlu dikaji. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari pengamatan (observasi), wawancara mendalam, dan analisis dokumen.untuk lebih jelasnya dapat akan dijelaskan sebagai berikut di bawah ini. 1. Pengamatan (Observasi) Pengumpulan
data
dengan
pengamatan
langsung
atau
dengan
pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan mengunakan alat indra yang dalam hal ini lebih difokuskan pada mata. Pengamatan langsung dapat dilakukan dalam bentuk pengamatan (observasi) partisipasi pasif terhadap berbagai kegiatan dan proses yang terkait dengan penelitian (Sutopo, 2002: 77), (Sugiyanto, 2010: 310). Pengamatan langsung ini akan dilakukan commit to untuk user mengamati berbagai penerapan baik secara resmi maupun tidak resmi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
nilai karakter dalam pembelajaran di kelas, perilaku siswa, budaya sekolah, elstrakurikuler maupun kegiatan di luar kelas atau bahkan kegiatan di luar sekolah. Pengamatan akan dimanfaatkan untuk memberikan informasi tambahan tentang topik penelitian. Pengamatan penelitian akan difokuskan pada kegiatan pembelajaran, kegiatan di luar pembelajaran yakni budaya sekolah, dan pengembangan diri (ekstrakurikuler) di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Pengamatan menjadi lebih kuat karena peneliti akan mengambil bukti-bukti seperti foto-foto pada situs studi kasus untuk menambah keabsahan penelitian. 2. Wawancara Mendalam (In-depth Interviewing) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong, 2005: 186). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bersifat lentur dan terbuka, tetapi dengan pertanyaan yang semakin terfokus dan mengarah pada kedalaman informasi serta sifat pertanyaannya beralih-alih dari satu pokok kepada pokok lainnya (Koentjaraningrat, 1977: 175). Dalam hal ini, peneliti akan bertanya kepada informan tentang fakta suatu peristiwa disamping opini mereka tentang peristiwa yang ada. Peneliti akan meminta informan untuk mengetengahkan pendapatnya dan mengunakannya sebagai dasar penelitian selanjutnya (Robert Yin, 1996: 109). Dengan demikian peneliti akan berusaha menerapkan wawancara secara mendalam dan commit to user memberikan keleluasaan kepada informan agar dapat memberikan penjelasan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
tanpa merasa ditekan sehingga suasana kekeluargaan dan keakraban perlu dibangun secara baik. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan secara terbuka guna menggali pandangan
informan
mengenai
pendidikan
karakter
dalam
proses
pembelajaran maupun dalam kegiatan lainnya. Selain itu wawancara dilakukan untuk menggali informasi menganai penerapan dan aktualisasi nilai karakter serta kendala-kendala yang dihadapi. Wawancara ini dilakukan dengan cara terstruktur yaitu dengan menggunakan interview guide agar wawancara yang dilakukan tidak keluar dari tujuan penelitian (Sugiyono, 2010: 319). Interview guide digunakan untuk mengarahkan pokok-pokok yang akan ditanyakan (Koentjaraningrat, 1977: 181). Penambahan pertanyaan baru atau pengubahan beberapa pertanyaan awal selama wawancara berlangsung bukanlah hal yang tabu dalam penelitian ini, bahkan mungkin menjadi suatu keharusan untuk menggali informasi lebih mendalam dari informan. 3. Arsip, Dokumen yang Dibutuhkan dalam Penelitian Dokumen yang mendukung dalam penelitian ini seperti perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, perencanaan pembelajaran, identitas guru, sumber belajar, dokumen program sekolah dan sumber data lainnya. F. Kesahihan (Validitas) Data Guna menjamin kesahihan data maka dilakukan teknik triangulasi. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut di bawah ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
1. Triangulasi sumber, yakni mengumpulkan data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. Dalam hal ini, untuk memperoleh data tentang pendidikan karakter dalam proses pembelajaran, budaya sekolah dan kegiatan lainnya dikumpulkan dari hasil wawancara dengan guru, siswa, kepala sekolah dan hasil observasi di sekolah; 2. Triangulasi metode, yakni mengumpulkan data sejenis dengan mengunakan teknik pengumpulan data yang berbeda yang dalam hal ini untuk mendapatkan data digunakan beberapa sumber dari hasil observasi, wawancara dan analisis dokumen terkait. 3. Triangulasi teori untuk mengintepretasikan data yang sejenis, dalam hal ini akan mencari berbagai teori mengenai penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran, budaya sekolah (sekolah keagamaan) dan kegiatan lainnya melalui berbagai teori yang ada (Sutopo, 2002: 92-99). Tipe-tipe triangulasi ini merupakan strategi untuk mengurangi bias sistematik dalam data. Masingmasing strategi melibatkan pengecekan temuan-temuan terhadap sumber lain. G. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif
(Miles dan Huberman, 1992: 20). Dalam analisis ini, setelah data
terkumpul maka digunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data, dan kesimpulan, aktivitas ini dilakukan berulang-ulang hingga membentuk sebuah siklus. Model analisis interaktif dapat dijelaskan bahwa dalam pengumpulan data yang bersumber dari informan ataupun dari dokumen data langsung diuraikan. Hal ini berarti proses analisis telah berlangsung ketika memperoleh data tanpa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
harus menunggu data terkumpul terlalu banyak. Langkah
berikutnya yakni
peneliti harus membuat reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang muncul di lapangan sehingga akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi akan terus berlangsung selama pelaksanaan penelitian. Data yang tidak dibutuhkan kemudian dipisahkan sehingga yang tersisa hanyalah data yang benar-benar dibutuhkan. Dengan demikian reduksi data adalah bagian analisis dan sintesis sehingga akan tercipta sebuah kesimpulan akhir dalam penelitian.
Setelah reduksi data kemudian dilakukan proses penyajian data
sampai penyusunan kesimpulan. Artinya data yang diperoleh dilapangan, dipahami kemudian data baru disusun secara sistematis. Jika permasalahan yang diteliti belum terjawab, maka peneliti harus melengkapi kekurangannya. Skema proses analisis interaktif dapat digambarkan sebagai berikut di bawah ini.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan
Gambar 4. Model Analisis Data Matthew B. Milles dan Hubberman (Milles dan commit to1992: user 20) Hubberman,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bab keempat ini merupakan pemaparan hasil penelitian di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta yang isinya membahas mengenai pemahaman guru SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin
Muhammadiyah
Yogyakarta
mengenai
pendidikan
karakter.
Pemahaman para guru tentu akan mempengaruhi pola penerapan/penanaman pendidikan karakter di kedua sekolah Islam ini. Selanjutnya akan dibahas mengenai sumber-sumber acuan yang digunakan dalam pembentukan karakter di sekolah Islam khususnya SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin Yogyakarta. Bagian ini akan membahas mengenai penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan Hadis yang dijadikan patokan oleh kedua sekolah ini dalam penanaman karakter disamping peraturan pemerintah. Sajian seterusnya akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai penanaman
nilai-nilai
pembentuk
karakter
yang
dilakukan
di
SMA
Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Penanaman nilai-nilai pembentuk karakter di kedua sekolah ini dilakukan melalui proses pembelajaran di kelas, melalui keteladanan (para tokoh, para guru, dan para siswa), pembiasaan berperilaku baik, melalui budaya sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler serta program-program lainnya yang mendukung pembentukan karakter baik dalam diri siswa. Untuk menambah uraian-uraian di atas akan dibahas juga mengenai pengamalan (aktualisasi) yang dilakukan oleh siswa, pengamalan itu berupa commit to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
kegiatan sekolah yang dilakukan di lingkungan sekolah ataupun kegiatan sekolah yang dilakukan di luar sekolah. Di bagian akhir sajian dan pembahasan ini akan disajikan mengenai kekhasan penanaman pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta. Sebelum hal di atas diketengahkan akan lebih baik jika dipaparkan terlebih dulu mengenai gambaran SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin Yogyakarta sebagai berikut di bawah ini. 1. Lokasi SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta a. SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta1 yang akrab dengan panggilan Muhi merupakan sekolah berbasis Islam di bawah Persyarikatan Muhammadiyah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. SMA Muhammadiyah 1 yang terletak di Jalan Gotongroyong II, Petinggen, Karangwaru, Tegalrejo, Yogyakarta. Letaknya tidak begitu strategis jika dibandingkan dengan SMAN 11 Yogyakarta yang berada di Jalan AM Sangaji. Namun demikian SMA Muhammadiyah 1 tetap mudah ditemukan dengan adanya petunjuk arah yang besar di Jalan AM Sangaji. Untuk menuju ke SMA Muhammadiyah 1 dari Bandara Adisucipto, Stasiun Tugu maupun dari arah Terminal Giwangan disarankan untuk naik bus Trans Jogja, dengan cukup membayar tiga ribu rupiah (Biaya transportasi Trans Jogja pada tahun 2012 tiga ribu rupiah kemungkinan akan berubah untuk tahun-tahun berikutnya), tetapi harus rela singgah terlebih dahulu di halte-halte khusus bus
commit to untuk user selanjutnya akan disebut SMA (SMA Muhammadiyah I Yogyakarta Muhammadiyah 1). 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Trans Jogja agar dapat sampai ke SMA Muhammadiyah 1. Halte Trans Jogja yang terdekat dengan SMA Muhammadiyah 1 terlatak di Jalan AM Sangaji sehingga untuk sampai ke SMA Muhammadiyah 1 harus ditempuh dengan jalan kaki sekitar 500 meter menyusuri jalan kecil di sebelah barat hotel Tentrem. Alternatif lain adalah naik becak dari halte Trans Jogja menuju SMA Muhammadiyah 1. Gedung SMA Muhammadiyah 1 yang tidak berhadapan langsung dengan jalan raya membuat suasana tidak begitu terganggu oleh ramainya lalu lintas di jalan. Secara resmi SMA Muhammadiyah 1 berdiri pada 5 September 1949 dengan tetap berkomitmen memantapkan eksistensinya sebagai sekolah unggul, baik dalam iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), maupun imtaq (iman dan taqwa) sesuai dengan perkembangan pendidikan di zaman sekarang (Dokumen Profil SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Awalnya SMA Muhammadiyah 1 menempati gedung Sekolah Rakyat VI Muhammadiyah Yogyakarta (sekarang SD Muhammadiyah Ngupasan) di Jalan Bhayangkara 5 Yogyakarta. Kemudian pindah ke gedung PKO (Pusat Kesehatan Oemat) Jalan Notoprajan yang dianggap lebih memadai untuk dijadikan tempat belajar mengajar. Kemudian berturut-turut menempati gedung di Jalan Gendingan sampai tahun 1963, dan selanjutnya menetap di Jl. Kapten Tendean 1B. Semakin mendesaknya kebutuhan gedung maka Tahun 1981, di bangun gedung baru di Petinggen. Awalnya hanya ditempati untuk kegiatan pembelajaran Kelas III, sedangkan kelas I dan II masih di Jl. Kapten Piere Tendean 1B sampai tahun 1988. Mulai Tahun Ajaran 1988/1989 semua kegiatan pembelajaran telah berada di Petinggen, Karang Waru sampai sekarang (Dokumen Profil SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Visi SMA Muhammadiyah 1 yakni menghasilkan tamatan berwawasan masa depan yang ber-akhlaq al-karimah, unggul dalam keimanan, ketakwaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka di SMA Muhammadiyah 1 mempunyai misi yakni, memberdayakan seluruh sumber daya sekolah untuk membentuk kepribadian muslim yang sesuai dengan kaidah Muhammadiyah. Membekali siswa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berorientasi pada kecakapan hidup, mengembangkan kemampuan logika, matematika dan bahasa (logika dan verbal) sebagai dasar pengembangan intelegensi siswa. Membentuk siswa mampu mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, mempunyai kemampuan mengembangkan SDM profesional dan kompetitif yang berbasis teknologi informasi dan berwawasan lingkungan. Membangun jaringan kerja yang harmonis dengan orang tua, masyarakat dan pemerintah. Keinginan untuk membentuk sekolah unggul dituangkan dalam kurikulum dengan menyatukan nilai-nilai keagamaan berdasar syariat Islam ke dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan keislamaan yang disebut sebagai Ismuba, terdiri dari aqidah/tauhid, ibadah/muamalah, akhlak, al-Quran/Hadis, tarikh (sejarah Islam), kemuhammadiyahan, dan bahasa arab, masing-masing memiliki alokasi 1 jam pelajaran dalam setiap minggu (Dokumen Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta Tahun 2010: 3). Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 didukung dengan fasilitas Laboratorium lengkap dengan media peraganya, masjid yang cukup luas, sehingga dapat menampung sekitar 1000 orang sehingga seluruh, siswa, pendidik, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
dan tenaga kependidikan untuk beribadah shalat jamaah. Di masjid inilah setiap hari siswa digembleng agar menjadi manusia berakhlak mulia dan mampu mengemban tugas amar ma'ruf nahi munkar. Untuk mengawali pembelajaran, setiap pagi membaca (tadarus) al-Quran selama 10 menit. Hal ini untuk membentuk budaya Islami agar dalam hati siswa terpatri kecintaan kepada Allah Swt dan al-Quran sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Penguatan nilai ajaran Islam lainnya antara lain bimbingan baca tulis al-Quran, pengajian kelas bulanan, ekstrakurikuler Mubaligh Hijrah (MH). Mubaligh Hijrah adalah kegiatan rutin tahunan para siswa SMA Muhammadiyah 1 yang tergabung dalam ekstrakurikuler Corp Mubaligh Muhi (CMM) untuk terjun langsung di masyarakat, seperti mengajar TPA (Taman Pendidikan Al-Quaran), mengisi pengajian singkat (kultum), dan pengajian di daerah binaan selama sepuluh hari di bulan Ramadhan. Program yang lainnya yakni seni baca al-Quran, manasik haji, dan kajian-kajian Islam (Dokumen Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta tahun 2010: 3). Pendukung pembelajaran yang lainnya adalah Asrama Putra Assakinah. Asrama berlokasi di lingkungan kampus SMA Muhammadiyah 1, dikelola musyrif dan pamong yang merangkap sebagai pendamping. Siswa di asrama melakukan kegiatan ibadah dan belajar, secara terprogram dan sistemik. SMA Muhammadiyah 1 mengharapkan kepada siswa yang tinggal di asrama agar memiliki keleluasaan beribadah secara optimal sehingga terbentuk pelajar muslim yang berkarakter dan berkepribadian Islam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Gedung sekolah 3 lantai dengan ruangan sebanyak 35 ruang masing masing mempunyai lebar kurang lebih 9 meter dan panjang 12 meter, ruang laboratoirum IPA (Kimia, Fisika, Biologi) yang luasnya sekitar 15x20 meter. Ruang laboratorium bahasa (Inggris dan Arab). Ditambah ruang laboratorium komputer 2 unit berisi masing-masing 40 PC berlayar LCD yang terhubungan jaringan komputer dan koneksi internet, ruang laboratorium agama Islam, ruang laboratorium IPS, dan mini bioskop. Ruang perpustakaan yang luas dengan koleksi lebih dari 9.000 judul buku dengan beragam jenis kategori buku. Fasilitas semakin lengkap dengan adanya ruang pelayanan kesehatan (UKS), ruang kegiatan IPM/OSIS, ruang konseling, dan bimbingan karir. Ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru putra dan putri, ruang pusat pelatihan bagi guru, kantin terpadu yang menyediakan aneka menu makanan dan minuman, ruang koperasi siswa dan koperasi guru-karyawan, area parkir sepeda motor untuk siswa yang mampu menampung 500 motor siswa. Asrama Putra dengan daya tampung 250 anak, lapangan basket, dan area parkir tamu yang luas, radio komunitas sebagai sarana kegiatan ekstrakurikuler yang mengudara pada jam-jam tertentu, studio musik dan alat band yang lengkap, green house sebagai sarana praktik mata pelajaran Biologi. SMA Muhammadiyah 1 mempunyai 32 kelas, sepuluh untuk kelas X (sepuluh), sebelas kelas untuk kelas XI (sebelas) terdiri dari 7 kelas untuk IPA dan empat kelas untuk IPS. Kelas XII (dua belas) mempunyai sebelas kelas yakni 7 untuk IPA dan 4 Untuk IPS. Data pada tanggal 2 Januari 2012 jumlah siswa sebanyak 1006 orang siswa masing-masing kelas X 350 siswa, kelas XI IPA 220, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
kelas XI IPS 127, kelas XII IPA 197 siswa, kelas XII IPS 309 siswa. Sementara guru yang mengajar di SMA Muhammadiyah 1 terdapat 81 guru, dengan tingkat pendidikan S2 kependidikan 7 orang, dan non kependidikan 3 orang. Tingkat pendidikan S1 67 orang, D3 dan yang lebih rendah sebanyak 4 orang. Jumlah tenaga kependidikan sebanyak 38 dengan masing-masing tingkatan pendidikan. S1 8 orang, D3 4 orang selebihnya berpendidikan D2, D1, SMA dan sekolah dasar (Dokumen Profil SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Terdapat pengelompokan siswa di SMA Muhammadiyah 1 yakni terdapat kelas reguler, kelas ICT-MSN (Information Communication Technology - Model School Network), kelas rintisan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional), dan kelas percepatan
(akselerasi).
Kelas
reguler
merupakan
kelas
standar
SMA
Muhammadiyah 1 tanpa ada keistimewaan tertentu. Kelas ICT dengan hal yang diunggulkan yakni pembelajaran dengan basis teknologi. Kelas rintisan SBI dengan keunggulan dalam hal kurikulum dan fasilitas yang tentunya berbeda dengan yang lainnya. Terdapat juga kelas akselerasi sebagai program percepatan yang diperuntukan bagi siswa yang mempunyai kemampuan lebih. Kelas akselerasi hanya terdapat satu kelas setiap tahunnya dengan berbagai pertimbangan dan peraturan yang ketat untuk menjaga mutu lulusan. Adanya tingkatan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 merupakan jawaban dari keinginan yang bermacam-macam dari masyarakat sekolah yang sebagian besar mempunyai kelas sosial menengah ke atas dengan ekonomi yang kuat. Hal itu juga merupakan sebuah upaya untuk membuat daya tarik tersendiri bagi siswa
berminat menuntut ilmu di SMA Muhammadiyah 1. Tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
ketinggalan untuk meningkatkan daya saing dalam kancah Asia tenggara maupun internasional SMA Muammadiyah 1 telah menjalin kerjasama dengan sekolahsekolah di luar negeri (sister school) seperti Internasional Islamic School Malaysia, SMKA Sultan Azlan Shah Perak, Malaysia dan Santichon Islamic School Bangkok, Thailand. b. MA Muallimin Yogyakarta Madrasah Aliyah Muallimin2 terletak di Jalan S. Parman 68 Yogyakarta Informasi mengenai MA Muallimin Yogyakarta dapat diakses melalui Websitenya
yakni www.muallimin.sch.id
atau melalui
email muallimin_muhyk
@yahoo.com. Madrasah Muallimin merupakan sebuah lembaga pendidikan dengan naungan persyarikatan Muhammadiyah pusat yang terdiri dari Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 1). Untuk menuju Muallimin dari jika dari Bandara Adisucipto, Stasiun Tugu maupun dari arah Terminal Giwangan disarankan untuk naik bus Trans Jogja. Pilihan lain jika melalui terminal Giwangan dapat naik bus jalur 11 dan berhenti tepat di depan gedung Muallimin di Jalan S. Parman nomor 68 dengan cukup membayar dua ribu lima ratus rupiah saja. Madrasah ini dirintis oleh Ahmad Dahlan tahun 1920 dengan nama Qismul Arqa. Sempat beberapa kali berganti nama dari Kweekschool Islam tahun 1923, kemudian diubah lagi menjadi Kweekschool Muhammadiyah dan tahun 1930 berganti nama menjadi Madrasah Muallimin Muallimat (Dokumen Buku panduan Siswa, 2011:3). MA Muallimin mencoba memadukan tiga kurikulum yakni to user Yogyakarta selanjutnya disebut MA Madrasah Aliyah Muallimin commit Muhammadiyah Muallimin atau Muallimin. 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
kurikulum Kemendikbud (nasional), kurikulum Departemen Agama, dan kurikulum Muallimin. Pemaduan ketiga kurikulum ini merupakan sebuah upaya untuk mampu menciptakan lulusan yang mumpuni dalam ilmu pengetahuan, ilmu agama, sebagai kader Muhammadiyah pada khususnya dan kader bangsa pada umumnya. Sekolah kader Muhammadiyah ini tetap menggunakan panduan dari pemerintah di bawah Departemen Agama karena Muallimin merupakan sekolah Islam yang mendapatkan pengakuan dan mendapatkan ijazah dari pemerintah. Selain menggunkan kurikulum pemerintah, Muallinin ternyata menggunakan kurikulum
MA
Muallimin
dan
kurikulum
Muhammadiyah
merupakan
perwujudan dari tujuan persyarikatan yakni membentuk kader Muhammadiyah yang andal dan berkarakter kuat. (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 1). MA Muallimin mempunyai tujuan pendidikan yakni terselenggaranya pendidikan pesantren yang unggul dalam membentuk kader ulama, pemimpin, dan pendidik yang mendukung pencapaian tujuan Muhammadiyah, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk mencapai pendidikan pesantren yang unggul, Muallimin menerapkan sistem asrama (Boarding School) supaya siswa atau santri dapat terbina dan terpantau segala kegiatannya. Selain itu sistem asrama bagi murid-murid di MA Muallimin akan memudahkan pembinaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh lembaga ini. Madrasah yang dulunya bernama Kweekschool Muhammadiyah ini adalah sekolah kader Muhammadiyah dengan pendidikan selama 6 tahun (MTs dan MA). Pembagian jurusan diadakan pada kelas 5 yang terbagi menjadi tiga yakni jurusan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
IPA, IPS, dan jurusan Agama. Sebagai sekolah kader Muallimin mempunyai berbagai program unggulan. Program-program tersebut yakni Mubaligh Hijrah, khotbah Jumat, dan program mengajar agama, Tapak Suci, Hizbul Wathan, serta kepemimpinan. Tujuan Mubaligh Hijrah adalah menumbuhkan semangat dakwah para siswa, kegiatan ini bersifat wajib ditujukan kepada siswa kelas lima. Bagi siswa kelas lain yang memiliki minat dan bakat bisa ikut dalam program ini. Program lain yakni Mubaligh Intilan yang merupakan program berkala bagi siswa yang mengikuti kegiatan dakwah ke daerah-daerah tertentu. Program khotbah Jumat diwajibkan kepada siswa kelas enam sebagai tuntutan calon kader ketika akan terjun di masyarakat sebagai penyebar ajaran agama Isalm. Program praktik mengajar diwajibkan bagi siswa kelas enam sebagai bekal dalam keguruan. Lulusan MA Muallimin dituntut untuk mampu mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat, oleh sebab itu siswa harus dibekali dengan kemampuan mengajar yang memadai (Dokumen Badan Pembina Madrasah Muallimin, 2009: 23). Pembinaan siswa di Madrasah Muallimin menggunakan sistem pondok (Boarding School). Asrama mendukung dan melengkapi pengajaran di madrasah. Terdapat sepuluh komplek asrama siswa mullimin yakni sebagai berikut. Tabel 1. Daftar Asrama Siswa Madrasah Muallimin Yogyakarta No. Nama Asrama
Alamat
1.
Abu Bakar Ashidiqi
Jl. S. Parman 68
2.
Abu Dzar Al Ghirafi
Jl. S. Parman 64
3.
Umar bin Khathab
Jl. Pandu 18 Ketanggungan Wirobrajan
4.
Usman bin Affan
Jl. Pandu 11 Ketanggungan Wirobrajan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
5.
Ali bin Abi Thalib
Jl. Kresna 2 Ketanggungan Wirobrajan
6.
Khalid bin Walid
Jl. Kresna 15 Ketanggungan Wirobrajan
7.
Al Mawardi
Jl. Werkudoro 12 Wirobrajan
8.
Thariq bin Ziyad
Jl. Patangpuluhan No. 6 Ketanggungan
9.
Muadz bin Jabal
Jl. Sadewa No. 6 Ketanggungan
10.
Abdurrahman bin Auf Jl. Pareanom No. 6 Patangpuluhan
Selain sebagai tempat tinggal para siswa, asrama digunakan sebagai tempat untuk pendidikan, pendalaman baik ilmu umum maupun ilmu agama. Asrama menjadi tempat berlatih dan mengamalkan ajaran Islam, memberikan pengalaman hidup bersama, meraih kematangan hidup secara bersama, dan latihan bertanggung jawab untuk para siswa. Sebagai bagian dari proses pendidikan, asrama memiliki peran yang sangat penting di antaranya adalah untuk: a. Tempat penumbuhan dan pembiasaan semangat ibadah (Taqarrub ilallah). b. Tempat penumbuhan dan pembiasaan akhlaq karimah. c. Tempat penumbuhan dan pembiasaan sikap hidup sederhana, mandiri, dan bertanggung jawab. d. Tempat
penumbuhan
dan
pembiasaan
memperkuat
ukhuwwah
dan
silaturahmi. e. Tempat pembiasaan dan penumbuhan jiwa kepeloporan dan hidup bermasyarakat. f. Tempat penumbuhan dan pembiasaan semangat belajar dan bersikap kritisanalitis (Dokumen Badan Pembina Madrasah Muallimin, 2009: 21). Demi mencapai visi dan misinya, Muallimin telah mempunyai 89 pengajar dengan 16 diantaranya telah menempuh S2, 8 orang dengan studi S2, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
selebihnya adalah S1. Sedangkan karyawan sebanyak 61 orang sebagai pengasuh siswa/santri di pondok diserahkan kepada musyrif. Muallimin memiliki sepuluh maskan atau asrama untuk tempat tinggal siswa. Terdapat 32 ruang kelas, satu masjid di sebalah barat daya gedung madrasah, satu ruangan pusat komputer, perpustakaan yang terlatak di lantai dasar madrasah (Dokumen Madrasah Muallimin). Dua ruangan laboratorium komputer, satu ruang laboratorium bahasa, laboratorium agama, laboratorium IPS, ruang multimedia, ruang guru dan direktur, ruang tata usaha, dua ruang bimbingan konseling, dua ruang aula pertemuan, empat buah ruang kegiatan santri, ruang rapat yang bersebelahan dengan ruang guru, dapur sebagai tempat mengolah makanan untuk santri/siswa, ruang makan yang berdekatan dengan maskan, minimarket, pos kesehatan pesantren/UKS, tiga buah lapangan olahraga (sebesar lapangan basket), musik nasyid studio, satu ruang tamu berdekatan dengan ruang TU (Tata Usaha), dan sebelas rumah dinas. Dengan sarana-prasarana, dan mutu guru yang memadai tentu akan mendukung proses pendidikan di Muallimin, diimbangi dengan adanya sistem asrama akan memberikan kekhasan warna pendidikan di dalamnya. 2. Sajian Data a. Pendidikan Karakter Menurut Guru SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Penerapan pendidikan karakter diantaranya dilaksanakan melalui proses pembelajaran. Setiap materi pelajaran dapat memuat pendidikan karakter atau kegiatan yang dirancang khususcommit untuktomenyampaikan nilai-nilai pembentuk user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
karakter. Dalam proses pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan dalam ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor) siswa. Menurut Syamsu Widayat guru Pkn MA Muallimin pendidikan karaker yang melekat dalam pelajaran harus dinilai dari sikap dan tigkah laku siswa dalam lingkungan sebagaimana dijelaskan dibawah ini. Nilai harian siswa tidak hanya dilihat dari segi kognitif melainkan juga dari sikap, tingkah laku mereka di kelas maupun di lingkungan Muallimin. Begitu juga dengan karakter anak kita dapat menilai karakter anak. Kita tidak biasa menilai karakter tanpa melihat perkembangan perilaku siswa di lingkungan madrasah, di asrama, bahkan di lingkungan masyarakat. Kita juga sering menanyakan ke musyrif juga bagaimana tingkah laku anak di lingkungan asrama. Kami melakukan penilaian di madrasah dan di asrama rapor di kami ada 2 yakni rapor madrasah dan rapor asrama (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta). Mengenai rapor sebagaimana dijelaskan di atas Muallimin mempunyai tiga rapor yakni rapor madrasah, rapor asrama (untuk pelajaran pesantren), dan rapor kepribadian sebagai alat untuk mengontrol dan mengetahui perkembangan pribadi siswa. Penanaman karakter dapat dilakukan dengan berbagai hal diantaranya melalui ajaran agama Islam sebagaimana yang dilakukan di MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Untuk membentuk pribadi yang baik perlu ditanamkan nilai-nilai akhlak yang terpuji pada diri siswa. Perlu perpaduan yang baik supaya pembelajaran tidak melenceng dari rambu-rambu pendidikan nasional. Hal ini didapat dari penerapan pendidikan Islam sebagaimana di pemaparan oleh Samsu Widayat sebagai berikut. . . . yang kita kedepankan harusnya Pancasila tetapi beda antara orientasi antara dengan mereka yang menyandarkan kehidupannya pada agama, jadi kalau kita Pancasila mereka rukun Islam, ada sedikit perbedaan. Memang rukun Islam berada di atas Pancasila, karena mereka sudah terbentuk commitkearah to usersana dengan agama berada di kesana dan memang kami menuju
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
atas pemerintahan. Kita akan menyampaikan mengenai Pancasila dengan kondisi pemerintahan seperti ini, dan tetap mengedepankan orientasi keagamaan (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta). Keterangan di atas menandakan bahwa orientasi pendidikan Islam menjadi fokus utama bagi MA Muallimin. Pola pendidikan Islam menjadi ruh yang kuat dalam proses pembentukan karakter siswa. Mengenai pelaksanaan pendidikan karakter hampir semua guru baik di Muallimin maupun SMA Muhammadiyah 1 mengaku telah melakukannya sebelum ada program dari pemerintah. Tugas guru yang tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik menjadi suatu alasan bahwa dalam setiap pembelajaran sebenarnya telah tertanam nilai karakter. Jika dimaknai lebih mendalam kata pendidikan merupakan suatu usaha membentuk manusia yang cerdas dan mempunyai karakter baik, kegiatan mendidik tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan secara kognitif melainkan juga menerapkan berbagai nilai termasuk membentuk siswa supaya menjadi manusia yang berakhlak mulia. Lebih jelasnya mengenai pelaksanaan pendidikan karakter diungkapkan oleh Niken Yuliasih seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Muhammadiyah 1 sebagai berikut. Sebenarnya pendidikan karakter dalam hal pembelajaran kewarganegaraan telah sejak lama ada. Namun karena baru kemarin-kemarin saja pemerintah mengadakan sehingga perlu dituliskan dalam perangkat. Sebagai contoh dalam pembelajaran PKn terdapat pelajaran yang bertemakan keadilan, dalam hal sini kami dapat memasukan nilai pembentuk karakter melalui materi itu (Catatan lapangan nomor 12, Selasa 6 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Senada dengan itu Meiani Ujianti guru sejarah SMA Muhammadiyah 1 mempunyai pendapat yang sama. Menurutnya dalam setiap pembelajaran di SMA commitmengenai to user karakter sebagai umat Islam Muhammadiyah 1 telah ditanamkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
melalui pemahaman mengenai organisasi Muhammadiyah. Muhammadiyah ingin membentuk masyarakat Islam yang sebanar-benarnya, sesuai dengan al-Quran dan Hadis sehingga siswa yang sekolah di Muhammadiyah itu telah tertanam kepribadian Muhammadiyah supaya mereka berislam sesuai dengan al-Quran dan Hadis (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Sebuah pemikiran yang baik ketika pendidikan karakter di sekolah dapat dipadukan dengan mata pelajaran. Namun demikian guru harus tetap mempunyai pandangan yang bijaksana dalam menanggapi suatu materi dan harus mampu menyampaikan nilai positif dari materi tersebut. Sarijan guru sejarah sekaligus bagian pengajaran (kurikulum) MA Muallimin mengatakan bahwa guru harus mampu untuk memasukan berbagai nilai dalam setiap materi pelajaran. Guru harus pintar-pintar menyelipkan berbagai kandungan dalam setiap materi. Sebagai contoh dalam pembelajaran Hindu-Buddha yang jika dikaji dengan kacamata Muhammadiyah itu akan banyak sekali menimbulkan bid’ah, bahkan syirik, tapi saya mencoba untuk memahamkan siswa bahwa adanya perbedaan dengan akidah kita harus diketahui. Dengan pembelajaran itu diharapkan karakter anak akan terpupuk secara berkelajutan (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Lebih lanjut Sarijan menerangkan bahwa apabila sampai pada materi pelajaran mengenai sejarah Islam disampaikan juga mengenai akidah, kepercayaan, toleransi, nasionalisme sesuai dengan materi yang berkaitan. Menurutnya disetiap jurusan (IPA, IPS dan Agama) mempunyai perbedaan dalam materi pelajaran yang tentu akan berbeda pula karakter yang mereka tanamkan. (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Meiani Ujianti guru sejarah SMA Muhammadiyah 1 mengatakan bahwa ketika materi yang diajarkan mengenai zaman praaksara dan kebudayaan lampau, maka guru menjelaskan tentang perbedaan pola pikir masyarakat zaman praaksara dengan pola pikir masyarakat saat ini yang banyak mengalami perubahan. Guru harus memiliki pemikiran yang baik yakni secara Islam sebagai agama yang menyempurnakan dalam segala aspek kehidupan kita (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Sementara itu Abunda Farouk guru Kemuhammadiyahan MA Muallimin menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan di Muallimin dilakukan dengan pedoman hidup Islami, menurutnya Muhammadiyah telah melakukan hal itu dari awal berdirinya “. . . mengenai pedoman hidup Islami Muhammadiyah ingin membentuk karakter bangsa melalui itu (pendidikan Islam). Konsep itu sudah lama sekali sebelum Indonesia merdeka Muhammadiyah sudah punya konsep pendidikan karakter” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Adanya perpaduan konsep pendidikan nasional dengan pendidikan Islam di kedua sekolah berbasis Islam ini (SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin) mendorong guru untuk mengkaitkan ajaran-ajaran Islam dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran sejarah, akhlak dan PKn serta yang lainnya. Miftahul Haq pengajar mata pelajaran akhlak di Muallimin berpendapat bahwa pendidikan karakter dapat diterapkan dimana saja termasuk dalam pembelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
akhlak. Pembelajaran akhlak mengajarkan mengenai hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Pembelajaran akhlak itu kami tegaskan lebih pada penguatan pengetahuan. Saya kalau di kelas selalu mengkaitkan tata tertib Muallimin dengan pelajaran nilai-nilai. Sebagai contoh seorang anak (siswa) Muallimin tidak boleh menonton konser atau film porno, ini untuk memelihara diri dalam pembentukan karakter dan menjaga diri sebagai seorang muslim yang mampu memelihara diri dari tindakan yang tidak baik (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Di sekolah yang menjadikan agama Islam sebagai cara pandang pendidikan seperti SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin pendidikan karakter dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dengan memberikan pemahaman, bimbingan kepada siswa. Proses pembelajarnnya mengkaitkan dengan kejadian yang kontektual sehingga siswa dapat dengan mudah memahaminya. Dengan memberikan pengarahan siswa akan mampu berperilaku baik dan memelihara dirinya dari perbuatan yang tidak terpuji. Pemahaman guru di kedua sekolah mengenai pendidikan karakter pada intinya mempunyai kesamaan. Pendidikan karakter merupakan penanaman akhlak yang baik sesuai agama Islam sebagai agama yang dianutnya. b. Al-Quran dan Al-Hadis: Sumber Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Al-Quran diturunkan dalam kehidupan umat Islam tidak hanya untuk dibaca atau di hafalkan saja melainkan dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat-kalimat yang begitu indah yang disajikan dalam al-Quran akan terasa bermanfaat apabila mampu dipahami dan di amalkan secara utuh dan berkelanjutan. Kehebatan al-Quran, commit to userkesempurnaan, keterbaikan, akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
menjamin untuk mengantarkan manusia ke dalam kehidupan yang bahagia dengan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara Hadis memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang belum dijelaskan secara terperinci dalam alQuran. Sehingga keduanya mempunyai arti penting bagi umat Islam yang patuh. Mengenai kebenaran al-Quran Allah berfirman dalam surat as-Sajadah sebagai berikut “. . . al-Quran itu kebenaran (yang datang) dari Tuhan-mu agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau, agar mereka mendapat petunjuk” (QS. Assajadah: 3). Abunda Farouk tokoh sekaligus guru kemuhammadiyahan di Muallimin dalam hal ini mengatakan bahwa “. . . kita harus menjadikan al-Quran sebagai acuan hidup. Segala kendala kehidupan semua ada jawabanya dalam al-Quran ” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Jelas al-Quran dan Hadis merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan umat Islam. Meiani juga memberikan keterangan bahwa Muhammadiyah mendidik siswa dengan landasan al-Quran dan Hadis sehingga dalam diri siswa akan tumbuh kepribadian Islam. Meiani Ujianti mengatakan bahwa “Muhammadiyah itu ingin membentuk masyarakat Islam yang sebanarbenarnya, arti sebenar-benarnya itu sesuai dengan al-Quran dan Hadis sehingga anak-anak yang sekolah di Muhammadiyah itu ditanamkanlah kepribadian Muhammadiyah supaya nanti berislam sesuai dengan al-Quran dan Hadis” (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Keterangan yang senada dikemukakan oleh Miftahul Haq yang menekankan hubungan antara pendidikan akhlak dengan pembentukan karakter siswa. Menurutnya pembelajaran akhlak disampaikan di dalam kelas sebagai bekal siswa dalam bertingkah laku. Pembelajaran akhlak di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 merupakan ajaran mengenai hal yang harus dan tidak dilakukan oleh manusia yang diambil dari al-Quran dan Hadis sebagaimana diungkapkan oleh Miftahul Haq sebagai berikut. Sekali lagi memang kalau di kelas itu kami sampaikan untuk menjadi pengetahuan dan bekal bagi anak dalam bertingkah laku, itu yang dibangun, tidak dalam arti bahwa pelajaran akhlak menjadi penanggungjawab dalam pendidikan karakter, karena prinsip asrama bagi kita adalah tempat untuk belajar mengamalkan nilai-nilai terutama yang diterima tidak hanya dari pelajaran akhlak tetapi juga dari al-Quran, Hadis, dan yang dipelajari di kelas-kelas dan di asrama, bagaimana terinternalisasi dalam kehidupan (Catatan lapangan nomor 3, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Penerapan nilai-nilai Qurani dapat dilakukan dalam proses pendidikan sehingga perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai Islam. Norma agama selalu menjadi pegangan utama sebagai bagian dari pendidikan. Hal ini coba diterapkan oleh Sugihartuti guru BK SMA Muhammadiyah 1 dengan selalu mengingatkan kepada siswa untuk selalu merasa diawasi oleh Allah Swt, sebagaimana pemaparan beliau ketika diwawancara di ruang BK 2 SMA Muhammadiyah 1. Suatu contoh jika anak menyontek kami mengembalikan kepada norma agama, “apakah anda tidak takut kepada Allah?” kita kembalikan kepada nuansa keagamaan. Terkadang Anak berbuat rusuh ramai atau berkata yang kurang sopan, jika saya tanya tidak ada yang mengaku, mereka saling lempar kesalahan. Tapi saya tegaskan bahwa ada yang lebih mendengar yakni Allah Swt mereka biasanya terdiam. Akhirnya pagi-pagi datang mengaku perbuatannya, mungkin hatinya tidak tenang (Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Tidak hanya menanamkan mengenai kepatuhan kepada Tuhannya, hal lain dalam pembentukan karakter adalah menumbuhkan tanggung jawab kebangsaan dan nasionalisme juga terkait erat dengan pembentukan karakter sesuai nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa. Dalam proses pelajaran PKn di Muallimin nasionalisme diajarkan sebagai bagian dari iman dalam slogannya. Nilai-nilai Islam dalam pelajaran PKn dipadukan dengan cinta tanah air dan keindonesiaan sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa. Hal itu ditegaskan oleh Syamsu Widayat sebagai berikut. Kami selipkan mengenai kewarganegaraan karena disini sekolah keagamaan maka kita sesuaikan dengan situasi di sini (Muallimin). Jika mengajarkan mengenai nasionalisme maka kami menggali dari sejarah Muahammadiyah, bahwa Muhammadiyah juga merupakan suatu organisasi yang mempunyai peran penting dalam masa pergerakan nasional. Saya menerangkan Budi Utomo baru kemudian organisasi Muhammadiyah (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta). Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Sarijan guru sejarah Muallimin yang menjelaskan bahwa materi dalam pembelajaran sejarah dikaitkan dengan nasionalisme seperti pergerakan nasional, sehingga siswa akan mengetahui hal-hal yang menjadi muatan karakter itu. Dalam proses pembelajaran sejarah menurutnya selalu mengkaitkan dengan aspek kehidupan Muhammadiyah ataupun Muallimin sendiri yang berkaitan dengan kurikulum khas Muallimin (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Islamisasi yang berdasar pada al-Quran dan Hadis dalam proses pembelajaran merupakan langkah pemasukan nilai-nilai Islam kepada setiap siswa. Al-Quran menjadi sumber yang paling dominan bagi sekolah berbasis to user Islam yang wajib ditanamkan dancommit diterapkan kepada siswa dengan tujuan siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
berakhlak Islami. Siswa SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin mempunyai tugas untuk membaca maupun menghafal surat-surat dalam al-Quran. Hal itu juga di ungkapkan oleh Slamet Purwo sebagai berikut. Kita mempunyai keinginan selama siswa sekolah di Muhi mereka akan hatam al-Quran secara bersamaan, sehingga diatur untuk kelas 10 juz satu sampai dengan 10 dan itu ada kartu kendalinya yang dibawa oleh pengelola kelas. Untuk kelas XI juz 11-20 dan kelas XII juz 21-30. Kemudian mereka juga harus hafal surat-surat pendek minimal sampai dengan ad-Duha plus al-Gosyia dan al-A’la (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Begitu juga di Muallimin selain wajib membaca al-Quran siswa juga wajib hafal sebanyak 6 juz. Muallimin telah mempunyai agenda yang telah benar-benar dijalankan. Dalam buku panduan siswa telah tercantum target hafalan untuk siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 (MTS kelas 1-3 dan MA kelas 4-6). Juz yang harus dihafal yakni juz 30, 29, 28 dan juz 1,2 dan 3 (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 24). c. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di Siswa SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Penanaman nilai pembentuk karakter dapat didukung oleh beberapa faktor yakni lingkungan siswa baik lingkungan formal (sekolah) maupun lingkungan nonformal dengan melakukan penugasan, pembiasaan, pelatihan, pengajaran, pengarahan, serta keteladanan. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan karakter siswa. Jika lebih dikembangkan lagi terdapat setidaknya 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan oleh pusat kurikulum dan perbukuan. Nilaicommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
nilai itu yakni (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan,
(11)
Cinta
Tanah
Air,
(12)
Menghargai
Prestasi,
(13)
Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab. Pembentukan karakter pada siswa di MA Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 pada prinsipnya tidak jauh berbeda, yakni dilakukan melalui poses pembinaan. Perbedaanya adalah sistem di Muallimin yang menggunakan sistem pondok (boarding school) sehingga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengembangkan nilai-nilai pembentuk karakter. Sementara SMA Muhammadiyah 1 hanya mempunyai waktu sekitar 8 jam saja untuk menggembleng siswa dalam menerapkan nilai-nilai pembentuk karakter hampir sama seperti sekolah umum lainnya. Adapun aspek-aspek pembinaan itu yakni sebagai berikut. 1) Ketakwaan, setiap siswa dibimbing menjadi pribadi muslim yang berjiwa mukmin (orang yang beriman), mukhsin (orang yang berbuat baik), muttaqin (orang yang bertakwa), yang gemar beribadah dan beramal soleh sesuai paham keyakinan persyarikatan Muhammadiyah. Untuk mencapai tujuan ini maka siswa dibimbing untuk memiliki prinsip hidup dan kesadaran berupa tauhid, keikhlasan, dan ketundukan. Setiap siswa dibimbing untuk memiliki sikap dan perilaku akhlaqul karimah. Membudayakan kehidupan yang mendorong terlaksananya ibadah mahdah secara berjamaah dan ibadah lainnya sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
siswa memiliki jiwa dan hati yang bersih (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 12). Proses memupuk ketakwaan tersebut dilakukan dengan memberikan berbagai kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah, tadarus al-Quran, hafalan al-Quran, pengajian sebagai upaya menguatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Allah SWT. Pelaksanaan hafalan al-Quran dilakukan setelah shalat Magrib dan setelah shalat Isya atau pada waktu senggang lainnya. Di Muallimin proses hafalan dilakukan di depan musyrif yang disaksikan oleh teman-temannya yang menganti menunggu giliran. Sedangkan pengajian kitab Riyadus Sholihin dilaksanakan setelah shalat Magrib selama 10 menit sampai dengan 15 menit (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 tadarus al-Quran dilaksanakan pagi hari selama 10 menit sebelum mata pelajaran dimulai (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta) walaupun terkadang waktu tersita untuk persiapan. 2) Intelektualitas, pembinaan pengetahuan berupa bimbingan para siswa agar memiliki kemampuan akademik intelektual dan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan siswa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan mampu bersaing dalam berbagai bidang. Untuk meningkatkan intelektualitas siswa maka perlu dilakukan pembimbingan untuk menguasai mata pelajaran sesuai dengan ketentuan pendidikan nasional. Suasana lingkungan yang tertib merupakan sebuah keharusan untuk membantu siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
dalam proses pembelajaran. Selain itu sarana yang memadai, guru yang mempunyai kemampuan (kompeten), adalah bagian lainnya yang harus terpenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain dalam proses pembelajaran siswa juga digembleng dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian untuk mengembangkan minat dan bakatnya (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 13). Kegiatan ekstrakurikuler itu diantaranya Tapak Suci, Hizbul Wathan, karya ilmiah, IPM, dll (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). 3) Kemandirian, dalam hal ini sekolah membimbing siswa supaya mereka dapat mengetahui potensi, minat, dan bakat pribadinya serta kecenderungan untuk bersikap dan perilaku yang dimilikinya. Upaya ini bertujuan agar siswa mempunyai rasa empati, kepekaan sosial, dan sikap positif lainnya. Selain kepekaan sosial siswa juga dilatih mengenai kemandirian dan kedewasaan cara berpikir serta kedisiplinannya, sebagai bagian dari cara menentukan sikap dan tindakan yang logis dan kritis terhadap segala hal yang akan dilakukan oleh siswa. Dengan demikian siswa akan memiliki kepribadian yang baik. Siswa dibimbing untuk memiliki rasa percaya diri optimis, berperilaku hidup sehat, kebersihan diri, kebersihan lingkungan dan ramah terhadap alam sekitar (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 14). Madrasah Muallimin mengadakan kegiatan pelatihan konselor sebaya. Kegiatan diselenggarakan pada hari Kamis dan Jumat, 12 dan 13 Januari 2012 bertempat di Gedung Wisma Dharmais Kulon Progo DIY. Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah untuk memenuhi standar kompetensi kemandirian di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
Muallimin yaitu kompetensi dasar kepribadian, kecakapan, dan sosial kemanusiaan untuk membangun pribadi dan masyarakat Islam yang sebenarbenarnya. Kegiatan ini mengajarkan kepada siswa untuk menjadi konselor bagi rekan-rekannya sesama teman sebaya (Dokumen Humas Muallimin). Sementara SMA Muhammadiyah 1 sebagaimana yang dikemukakan oleh Anditta Tavani Winati selalu melaksanakan program-program IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) seperti bakti sosial sebagai latihan kepemimpinan dan cara berorganiasi yang baik (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang Kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kemandirian akan tampak dalam perilaku siswa sehari-hari yang berhubungan langsung dengan budaya lingkungan. Melatih kemandirian berarti melatih siswa untuk mampu mengambil keputusan, terlatih memilih dan memilah berbagai pengaruh yang datang dari luar. Kemandirian yang sudah mapan akan mampu menangkal pengaruh negatif yang datang, bahkan justeru siswa akan mampu mengembangkan softskill dalam kehidupannya (Hadi Suyono, 2010: 51). Mandiri bukan berarti egois, ataupun tidak mau bekerjasama. Kemandirian selalu berkaitan dengan orang lain dalam semangat bertumpu kepada kemampuan sendiri. Kemandirian akan melahirkan sosok manusia dan bangsa yang kuat, bermartabat, dan berdaulat, jika kemandirian itu dibangun di atas sifat-sifat baik dan bukan karena dibuat-buat untuk kepentingan sesaat (Tim Redaksi Suara Muhammadiyah, Mei 2011: 3). 4) Kepeloporan, siswa diarahkan untuk menjadi seorang pemimpin dan memiliki inisiatif dalam mengembangkan model-model kegiatan yang progresif dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
inovatif yang didasarkan kedalaman berpikir, kekuatan metodologis, kritis dan transformatif. Untuk menciptakan orang yang menjadi pelopor di masyarakat maka siswa di Muallimin dibimbing untuk sanggup menjadi pionir kebaikan dalam setiap gerak hidupnya dengan didukung sikap ikhlas dan bertanggung jawab dan yang tidak kalah penting harus membawa rahmat dan manfaat bagi kemanusiaan (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 15). Salah satu kegiatan itu dituangkan dalam berbagai program seperti Mubaligh Hijrah, khotbah Jumat, mengurus TPA di masjid sekitar, melakukan pengajian di masyakarat sekitar. Mengenai hal ini cukup menarik apa ditegaskan oleh Ahmad Salim, dia menyatakan sebagai berikut dibawah ini. Kami ada kegiatan Mubaligh Hijrah, mengajar di mesjid sekitar, kemudian khotbah Jumat bagi kelas 6 mereka diwajibkan sebagai syarat kelulusan pondok. Mereka mulai belajar dari kelas 5 kemudian di bimbing oleh musyrif mengenai cara bagaimana berkhotbah, mengenai materinya. Ceramah dilakuan di mesjid sekitar berhubungan langsung dengan masyarakat. Ada juga masyarakat yang protes karena yang ceramah selalu siswa terus, makanya kami selingi dengan guru pendamping mereka biasanya mendampingi. Kegiatan yang lain biasanya mengisi kultum setelah Isya dan setelah subuh (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang musyrif Madrasah Muallimin). Tanggung jawab kemasyarakatan dapat dilakukan dengan kegiatan pembentukan hubungan sosial melalui upaya penerapan nilai-nilai karakter dalam pergaulan sosial. Langkah-langkah pelaksanaannya mencakup pertama melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela seperti menipu, membunuh, menjadi reintenir, menghalalkan harta orang lain, makan harta anak yatim, menyakiti sesama anggota masyarakat dan lain sebagainya. Kedua mempererat hubungan kerja sama dengan cara menghindarkan diri dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
perbuatan yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan sosial seperti membela kejahatan, berkhianat, melakukan kesaksian yang palsu, mengisolasi diri dari masyarakat, dan lain sebagainya. Ketiga menggalakkan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan kesalahan, menepati janji, memperbaiki hubungan antar manusia, dan lain-lain. Keempat membina hubungan sesuai dengan tata tertib, seperti berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah, dan masih banyak contoh lain. Seperti yang dikemukakan oleh Sarijan di bawah ini. Banyak ada IPM, stadium general (kuliah umum), terus dari tokoh Muhammadiyah sendiri, pelajaran Kemuhammadiyahan. Makanya di sini banyak kegiatan seperti rapat, berdebat, latihan kepemimpinan, organisasi, mereka sudah ahli dalam hal itu, ada jadwal tersendiri. Bahkan mereka dikirim ke daerah lain untuk dilatih dalam hal dakwah (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). 5) Semangat amar maruf nahi munkar, merupakan sebuah ajakan kepada setiap siswa untuk memiliki sikap rela berkorban dan berjuang untuk menegakan agama Allah dan menjalankan fungsinya dengan baik. Siswa diberikan pembinaan kearah semangat dakwah, rela berkorban dan memiliki jiwa kejuangan dan kepemimpinan melalui
berbagai media yang mendukung.
Siswa juga diarahkan untuk mempunyai rasa sosial yang tinggi dan kepakaan akan keadilan dalam lingkungan masyarakat dengan mampu membaca kondisi masyarakat dengan benar. Selain itu siswa diharapkan memiliki cara berpikir yang dewasa dalam menghadap berbagai masalah yang ada dalam lingkungan hidupnya (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 15-16). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Di SMA Muhammadiyah 1 nilai religius diterapkan melalui kegiatan kerohanian yang banyak mengandung ajaran-ajaran Islam. Selain itu kedisiplinan diterapkan dalam berbagai hal sebagai contoh mengenai kedatangan ke sekolah yang harus tepat waktu, berpakaian yang rapi dan yang lainnya. Tidak berlebihan jika Meiani Ujianti memaparkan sebagai berikut. Penanamannya melalui: pagi tadarus al-Quran dari mulai SD sampai SMA ini, terus setiap waktu shalat semua kegiatan dihentikan untuk melaksanakan shalat berjamaah, itu dalam hal ibadah mahdah. Kegiatan ibadah sehari-harinya setiap guru digilir untuk piket pagi untuk menyapa siswa dengan 3 S (senyum, sapa, salam) dalam hal berpakaian kita sangat disiplin dalam hal ini supaya mereka tahu ini bukan perintah atau peratutan sekolah tetapi ini adalah perintah dari Allah untuk berpakaian rapi. Apalagi yang putri harus Islami (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Pernyataan itu didukung dengan adanya jadwal piket bagi guru untuk menyambut siswa. Jadwal dibagi menjadi dua sekitar jam 06.55-07.30 terdapat empat orang guru berada di halaman depan SMA Muhammadiyah 1 untuk menyambut siswa. Setelah istirahat terjadi pergantian petugas pembinaan (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Di sekolah guru mempunyai tanggung jawab membimbing siswa namun setelah jam sekolah selesai sebagian siswa laki-laki kembali keasrama Assakinah sebagai asrama kebanggan SMA Muhammadiyah 1. Kegiatan di dalam asrama dilakukan dari mulai shalat magrib kemudian dilanjutkan dengan mengadakan kelompok belajar sebagaimana yang dipaparkan oleh Muhammad Rosyid Hidayat sebagai musyrif sekaligus guru pelajaran akhlak sebagai berikut ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Kegiatannya pasti itu setelah Magrib ada talaqi semacam pembentukan kelompok belajar sekitar 10-15 anak yang masing-masing ada pembinannya. Pembinan asrama ada 4 orang yang telah ditentukan oleh sekolah dan bertanggung jawab untuk mengurusi siswa di asrama. Kemudian tadarus sampai dengan waktu Isya setelah shalat Isya ada kegiatan bimbel (bimbingan belajar). Kegiatan itu intinya mengajarkan anak supaya mau berjamaah (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Sistem dalam asrama Assakinah belum sehebat asrama-asrama di Muallimin. Madrasah Muallimin mewajibkan seluruh siswa untuk mondok di asrama sedangkan SMA Muhammadiyah 1 dengan asrama Assakinah-nya mencoba untuk memfasilitasi siswa yang jauh dari tempat tinggalnya. Bila dikatakan sebagai pesantren Assakinah belum mememenuhi persyaratan, walaupun pada kenyataannya asrama itu telah dilabeli sebagai pesantren Assakinah. Rosyid Hidayat mengatakan bahwa sudah terdapat sekitar 87 siswa yang menempati asrama dan itu adalah anak-anak dari luar kota. Sistem asrama dikedua sekolah berbasis Islam ini sangat membantu untuk menerapkan penanaman nilai kepada siswa. Setidaknya siswa akan terdampingi, mendapatkan bimbingan oleh musyrif setelah jam sekolah selesai secara berkelanjutan (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Sementara itu Muallimin melaksanakan pendidikan dengan prinsip pembinaan yang berorientasi pada visi dan misi. Prinsip itu menjadi sikap dan perilaku dari pengelola madrasah. Adapun prinsip pembinaan yakni keteladanan, pembiasaan, nasehat, kepercayaan, pengawasan, penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi, dan do’a (Dokumen Badan Pembina to userdi Madrasah Muallimin yakni Madrasah, 2009: 12). Prinsip commit pembinaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
membentuk keperibadian siswa sebagai kader Muhammadiyah dengan tiga kompetensi yaitu sebagai berikut. Pertama, kompetensi keagamaan meliputi kemurnian dalam aqidah, tekun beribadah, ikhlas, sidiq, amanah, berjiwa gerakan. Kedua, kompetensi akademis dan intelektual meliputi fathanah (cerdas), tajdid, istiqomah, etos belajar tinggi, dan moderat. Ketiga, kompetensi sosial kemanusiaan meliputi kesalehan, kepedulian sosial, suka beramal, keteladanan, dan tabligh (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: iv). Jika diperhatikan secara mendalam penanaman nilai-nilai pembentuk karakter dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yakni sebagai berikut. 1) Proses Pembelajaran di Kelas Setiap materi dalam pembelajaran di kelas harus mengandung nilai-nilai pembentuk karakter. Seorang guru harus mampu memberikan pesan yang baik dalam setiap materi pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi penuh makna. Guru dituntut untuk mempunyai daya cipta tersendiri dalam menyampaikan materi pelajaran dengan jenis karakter yang akan diterapkan. Hal tersebut senada dengan yang ungkapkan oleh Samsu Widayat di bawah ini. Kami memilih karakter yang sesuai dengan tema, seperti disiplin. Saya sebenarnya mengarahkan siswa kepada nasionalis, namun disini lebih mengarah kepada Islam saya agak kurang sepaham. Kita juga pernah menyebarkan angket mengenai upacara bendera hari Sabtu, tetapi terdapat guru yang berpendapat bahwa hal itu menyita waktu belajar, padahal kita tidak harus melulu memikirkan mengenai pelajaran kognitif saja tapi kita harus melihat bagaimana kedisiplinannya (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta). Materi yang dikemas sedemikian rupa dan telah direncanakan sebelumnya dalam rencana pembelajaran yang dibumbui nilai-nilai karakter, kemudian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
diterapkan dalam setiap proses pembelajaran. Dalam silabus dan rencana pembelajaran sejarah yang didapat dari SMA Muhammadiyah 1 yang dibuat tahun 2009 telah memuat nilai-nilai karakter yang disisipkan dalam indikator. Kolom untuk nilai-nilai karakter belum ada. Namun demikian hal ini merupakan kreativitas seorang guru yang mempunyai inisiatif untuk memasukan nilai karakter dalam perangkat pembelajaran. Sebagai buktinya, dalam mata pelajaran sejarah kelas sepuluh pada kompetensi dasar 2.1 mengenalisis kehidupan awal masyarakat di Indonesia telah dicantumkan mengenai nilai karakter seperti semangat kebangsaan, peduli sosial, senang membaca, rasa ingin tahu, dan bersahabat. Hal yang sama juga ditemukan dalam rencana pembelajaran yang didapatkan dari guru PKn SMA Muhammadiyah 1 tahun 2009 guru belum memunculkan nilai-nilai karakter secara tersurat dalam RPP dan silabus. Hal itu masih wajar karena pendidikan karakter baru disosialisaikan pada tahun 2010. Setelah itu para guru harus merevisi kembali RPP-nya dengan memasukan menuliskan, menerapkan nilai-nilai karakter dalam rencana pembelajaran yang dikenal dengan RPP berkarakter, silabus berkarakter dan yang lainnya yang dikaitkan dengan pendidikan karakter. Mengenai penerapan dari nilai karakter dalam rencana pembelajaran Meiani Ujianti mengakui hal itu dilakukan dengan memasukan nilai-nilai yang sesuai dengan materi pelajaran. Ketika ditanya mengenai perbedaan RPP dulu dengan RPP berkarakter sekarang ini beliau menjawab sebagai berikut. Kalau dulu cara penerapannya tidak ditulis (dalam silabus maupun RPP) commitpembelajaran. to user sekarang ditulis dalam perangkat Kalau Sejarah itu jelas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
penanaman nilai karakter. Tujuan pendidikan sejarah itu membentuk karakter bangsa pada siswa memliliki rasa cinta tanah air, siswa harus bisa mengatasi masalah dirinya sendiri dan dirinya dalam masyarakat (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Sementara Silabus dan RPP yang didapatkan dari bagian pengajaran Muallimin, para guru telah mencantumkan karakter dalam kolom tersendiri walaupun nilai-nilai karakter yang dicantumkan relatif sama antara kompetensi dasar yang satu dengan yang lainnya. Dalam silabus pembelajaran akhlak kelas XI MA jurusan Keagamaan, standar kompetensi pertama yakni mengenal dan memahami pengetahuan tentang akhlaq karimah. Nilai karakter yang tercantum yakni internalisasi pemahaman akhlaq karimah dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pokok materinya mengenai pengertian akhlak, memahami akhlak Islam sebagai landasan anak untuk berperilaku. Hal itu diungkapkan juga oleh Miftahul Haq, menurutnya dalam pembelajaran akhlak sebenarnya lebih pada pengetahuan nilai, kemudian bagaimana cara anak untuk memahami nilai-nilai, setelah itu bagaimana pelaksanaan dan pembiasaannya tidak hanya di dalam kelas tetapi di lingkungan asrama (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan
MA
Muallimin).
Tidak
jauh
berbeda
dengan
perangkat
pembelajaran Akhlak, Sejarah, Hadis, juga telah menerapkan perangkat pembelajaran berkarakter yang disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan walaupun nilai yang ditanamkan dalam setiap kompetensi dasar bersifat sama. Penanaman nilai pembentuk karakter dalam proses pembelajaran ternyata banyak mengalami berbagai kendala. Pembelajaran sering terfokus kepada tahap pengertahuan (kognitif) dengan mengutamakan pada melatih kecerdasan siswa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
tanpa memperhatikan segi sikap (afektif) dan perilaku (psikomotorik) siswa. Sehingga terdapat beberapa pelajaran yang dianggap tidak diutamakankan. Pelajaran ini adalah pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian nasional. Akibatnya banyak siswa yang merasa tidak perlu dengan pelajaran tersebut dan terlalu mementingkan dengan ujian nasional. Hal serupa dikeluhkan juga oleh guru PKn MA Muallimin dengan mengungkapkan sebagai berikut. Ternyata di sini PKn tidak menjadi pendidikan yang diprioritaskan, bahkan pada tahun 2003-2007 PKn tidak diajarkan, mereka (pihak kurikulum) justru mengajarkan pendidikan akhlak sebagai pengganti PKn, pendidikan akhlak dianggap hampir sama dengan materi PKn, sementara akhlak lebih berorientasi kepada agama bukan kepada nilai-nilai nasionalis (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta). Pernyataan di atas cukup memberikan gambaran mengenai keadaan sekolah yang mempunyai cukup banyak mata pelajaran yang harus disampaikan, akibatnya terdapat mata pelajaran lain yang tersingkirkan. Tidak diajarkannya PKn di Muallimin tentu akan memberikan pandangan kurang baik terhadap citra sekolah, bisa saja Muallimin dianggap sebagai sekolah anti nasionalis dan melanggar
peraturan
dari
pemerintah
mengenai
jam
pelajaran
karena
menghilangkan mata pelajaran yang seharusnya diajarkan. Terlepas dari itu sekarang PKn telah diajarkan kembali. Penanaman nilai pembentuk karakter tidak akan terlepas dari cara-cara guru dalam menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas. Di SMA Muhammadiyah 1 guru PKn menggunakan metode diskusi sebagai cara penyampaian materi. Sepertinya siswa telah membentuk kelompok dari Minggu sebelumnya karena commit to user makalahnya masing-masing. hari itu siswa telah siap mempersentasikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Kelompok hanya terdiri dari 2 orang dengan tema masing-masing berbeda. Metode diskusi dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, berani berpendapat, berani tampil didepan kelas, belajar berbicara di depan forum formal dengan bahasa yang baku, walaupun harus dipacu dengan pemberian nilai tambah bagi siswa yang mau bertanya. Tujuan yang diinginkan dari pemberian nilai tersebut tentu supaya siswa terdorongan untuk bertanya, namun dampak negatifnya siswa hanya bertanya asal-asalan yang penting namanya tercantum sebagai penanya dan mendapatkan nilai (Catatan lapangan nomor 21, Sabtu 14 April 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Tidak
sedikit
kendala-kendala
yang
merintangi
terlaksanannya
pembelajaran. dalam pembelajaran akhlak seumpamanya siswa dihadapkan dengan kenyataan bahwa antara pelajaran akhlak yang dipelajari dengan kenyataan di masyarakat ternayata sangat berbeda. Penerapan nilai pembentuk karakter harus diimbangi dengan lingkungan yang mendukung. Dengan tegas hal itu diilustrasikan oleh Miftahul Haq seorang guru akhlak yang merangkap menjadi pengurus perpustakaan Muallimin. Ketika diwawancarai beliau mengatakan sebagai berikut. Dalam pembelajaran akhlak problem yang sering adalah dalam mengajarkan akhlak sebagai sesuatu yang ideal dan realitas di lapangan. Kesulitannya adalah bagaimana mempersempit jarak kesenjangan itu yang sulit. Sehingga anak benar-benar menyadari bahwa nilai ini bukan nilai yang ada di alam sana tapi memang nilai yang harus ada di dalam dirinya, saya kira dan itu merupakan problem umum (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Pernyataan diatas merupakan gambaran betapa sulitnya menanamkan nilainilai karakter pada siswa jika situasi lingkungan yang tidak mendukung. Untuk itu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Muallimin berupaya melakukan hal itu dengan membatasi beberapa hal yakni siswa dilarang membawa Handphone, VCD Player, tipe, mendatangi tempat hiburan yang tidak mendidik, pacaran atau bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, merokok atau memimum minuman keras dan lain sebagainya (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 3). Peraturan tersebut tidak berarti mengkerdilkan siswa mengenai teknologi, ataupun wawasan lainnya tetapi bertujuan untuk semata-mata memfokuskan pendidikan mereka di Muallimin. Pihak asrama juga mengatur waktu siswa bisa menerima telpon. Alat komunikasi difasislitasi oleh musyrif atau pamong asrama. Waktu bisa menerima telpon yakni pagi pukul 05.45-06.30, sore 17.10-17.30. dan malam pukul 21.00-22.00 (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 6). Suasana sepertu itu berbeda dengan di SMA Muhammadiyah 1 dan sekolah umum lainnya yang membolehkan membawa alat komunikasi, menonton televisi di rumah tanpa pembatasan yang ketat. Tidak dipungkiri bahwa alat komunikasi memang dibutuhkan, namun yang sering terjadi justru alat ini disalahgunakan untuk hal-hal yang bukan semestinya. 2) Pembiasaan Berperilaku Baik Pembiasaan berperilaku sopan, rapi, bersih, bertanggung jawab, telah diterapkan di Muallimin melalui berbagai kegiatan di asrama sampai kepada pengambilan kartu ujian. Siswa dapat mengambil kartu ujian dengan ketentuan bahwa siswa yang bersangkutan telah rapi, sopan sesuai dengan peraturan di Muallimin. Ketika seorang siswa terlihat tidak rapi semisal rambutnya panjang commit to user di tempat. Siswa tidak dapat maka ustadz/guru akan memotong rambutnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
menolak karena sebenarnya siswa pun merasa bersalah dengan tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Begitu pula pembentukan karakter di SMA Muhammadiyah 1 diupayakan melalui berbagai cara, salah satunya yakni membudayakan sopan santun dalam setiap pribadi siswa. Di SMA Muhammadiyah 1 sering terlihat siwa menghampiri guru menyapa guru kemudian mencium tangganya sebagai ungkapan rasa hormat kepada guru. Suasana demikian juga dapat dilihat di Muallimin dengan keharmonisan antara guru dan siswa sehingga tidak terlihat ketegangan ataupun kesenjangan diantara siswa dengan guru/ustadz. Sopan santun menjadi tanggung jawab yang benar-benar harus diemban oleh setiap siswa, supaya nantinya akan terbiasa dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai bentuk keseriusan dalam membentuk akhlak siswa, di Madrasah Muallimin terdapat laporan penilaian kepribadian siswa yang berfungsi untuk mengontrol perilaku siswa. Penilaian kedisiplinan dilakukan oleh guru BK yang bekerjasama dengan wali kelas, guru, pamong, dan musyrif Sebagaimana dikemukakan oleh Farhan Hasani guru BK di Muallimin. Kalau di Muallimin kami BK mengeluarkan rapor namanya rapor kepribadian, mungkin satu-satunya di Indonesia guru BK yang mengeluarkan rapor, itu full (sepenuhnya) BK yang mengeluarkan rapor murni BK bukan lagi tugas wali kelas. Kami menilai lima komponen yakni ibadah, kemudian ada kedisiplinan, manajemen diri, ada tentang organisasi dan yang terakhir kepemimpinan itu semua kami nilai. Ibadah kami nilai dari shalatnya, puasanya terus tentang kedisiplinannya, kerajinan kami nilai di madrasah dan asrama berapa kali alpa, kepemimpinan dinilai dari organisasi, keulamaan ya berdakwah, keterlibatan dalam masyarakat entah mengurus TPA di mesjid sekitar, pengajian, kalau manajemen diri itu kami melihat di kamarnya bersih atau tidak, kerapian baju, lemarinya... (Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Sistem penilaian dalam rapor kepribadian siswa menuntut guru BK bekerja keras. Dalam pelaksanaannya guru BK dibantu oleh musyrif dan guru kelas, dengan kerjasama seperti itu lebih memperingan tugas guru BK dalam proses penilaian. Sebagai sekolah berbasis keagamaan Muallimin tidak sekedar aspek perkembangan akademik saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan. Aspek kepribadian tentunya perlu dipertimbangkan dan mendapatkan perhatian yang seimbang sebagai bagian dari aspek afektif dan psikomotorik siswa. Berdasar pada keputusan pimpinan Madrasah Muallimin bahwa untuk mengukur aspek kepribadian siswa, pendidikan di Muallimin membuat sebuah laporan hasil penilaian kepribadian siswa selama berada di asrama dan di Madrasah pada proses pembelajaran. Bentuk lain sebagai bagian dari pembentukan kedisiplinan siswa yakni adanya sistem hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah. SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin sebagaimana sekolah lainnya menerapkan peraturan tata tertib harus ditaati oleh setiap siswa. Pelanggaran terhadap tata tertib tersebut akan diberian hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Proses pemberian hukuman di Madrasah Muallimin merupakan bagian dari proses pembinaan kepada siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib madrasah maupun maskan. Setidaknya terdapat enam tingkatan hukuman atau pola pembinaan dengan jenis hukuman yang berbeda untuk semua tingkatnnya. Semakin berat pelanggran yang dilakukan semakin berat juga resiko hukuman yang akan diterima. Untuk hukuman kepada siswa yang melanggar peraturan terdapat bermacam-macam. Farhan Hasani menerangkan sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Paling kami menghukum dengan kegitaan sosial seperti bersih bersih, lari di lapagan basket dan hal-hal yang berhubungan dengan pembentukan dan penguatan psikologi mereka. Terdapat juga mereka surat peringatan yang biasa disebut SP 1, SP 2, SP 3 sampai SP T yang ke 3 itupun kita beri kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki. Pendekatan agama menjadi paling aman, jadi anak juga tahu hukumnya jika guru melakukan suatu hukuman dengan ladasan pendekatan Islam (Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Pernyataan tersebut didukung oleh data yang terdapat dalam buku panduan siswa bahwa hukuman yang diterapkan di madrasah Muallimin ada 6 jenis yakni sebagai berikut. Jenis administratif dengan tingkatan pemberian nasihat atau tausiyah, pembuatan surat pernyataan (1-III), surat pernyataan akhir apabila siswa tetap melakukan pelanggaran, skorsing tidak diperbolehkan masuk sekolah, tidak naik kelas dan yang terakhir yakni dikembalikan kepada orang tua, artinya siswa yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 37). Jenis hukuman edukatif yakni jenis hukuman yang berkaitan dengan pembelajaran terutama mengenai keagamaan seperti mengumandangkan adzan, menjadi imam, menghafal do’a sehari-hari, menghafal ayat al-Quran, membuat makalah, menyusun teks pidato dan dipraktikan di depan umum dan lain sebagainya. Jenis hukuman kerja sosial, yakni hukuman yang diarahkan pada aktifitas sehari-hari seperti membersihkan lingkungan madrasah, kamar mandi, membersihkan lingkungan maskan dan yang lainnya yang bersifat kerja bakti. Jenis hukuman yang lain yakni cukur gundul klimis, hukuman fisik seperti berlari mengelilingi lapangan, berjalan jongkok mengelilingi lapangan. Hukuman materi sebagai hukuman kepada siswa yang melanggar dengan disertai hal yang commit to user merugikan kepada orang lain atau kepada sekolah. Hukuman yang diberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
yakni membayar denda, penyitaan barang semisal handphone, bahkan mengganti barang yang rusak karena perbuatannya atau menggantinya dengan uang seharga barang tersebut (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 37). Hal diatas senada dengan pernyataan Ahmad Salim, dia mengatakan sebagai berikut. Pelanggaran yang sering dilakukan oleh anak memang bermacam-macam. Biasanya kebanyakan hal yang sepele mengenai kedisiplinan. Prosedur pemberian hukuman biasanya kita panggil orangnya diajukan ke BK kemudian diberikan surat teguran dan poin pelanggaran. Kemudian bila masih melakukan lagi di beri surat peringatan ke-2 dan seterusnya 3 kemudian bila memang tidak digubris anak yang kita serahkan kepada orang tua (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Musyrif Madrasah Muallimin). Pelanggaran di Muallimin di kelompokan menjadi 6 tingkatan. Tingkat pertama, jika siswa telah melakukan pelanggaran dengan nilai antara 16-30 poin. Pelanggar akan mendapatkan hukuman 1 jenis hukuman edukatif dan kerja sosial 1 jenis. Tingkat dua, jika siswa telah memperoleh poin pelanggaran antara 31-50. Siswa yang telah mencapai poin ini akan diberi hukuman 1 jenis hukuman edukatif, cukur gundul (pendek), dan satu jenis kerja sosial. Tingkat tiga, jika jumlah poin pelanggaran antara 51-60, maka siswa yang bersangkutan akan diberi 1 jenis hukuman edukatif, cukur gundul, dan 2 jenis kerja sosial. Tingkat keempat, jika poin pelanggaran mencapai 61-80. Siswa yang poin pelanggarannya mencapai tingkat ini akan mengdapatkan hukuman 2 jenis kerja sosial, cukur gundul, dan hukuman satu jenis fisik (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 40). Tingkat kelima jika poin pelanggaran mencapai 81-89 akan mendapatkan hukuman dua jenis kerja sosial, gundul, satu jenis hukuman fisik dan skorsing to user keenam sebagai tingkatan yang tidak masuk sekolah selama 7 commit hari. Tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
terakhir jika poin pelanggaran antara 89-99 poin. Jenis hukuman yang diberikan yakni dua jenis kerja sosial, cukur gundul, satu jenis hukuman fisik dan skorsing 14 hari tidak boleh masuk sekolah. Hukuman tersebut jika betul-betul diterapkan dalam kehidupan sekolah tentu akan memberikan efek jera sekaligus sebagai pemberian pemahaman mengenai pentingnya mentaati peraturan. Jika siswa taat dengan berbagai aturan tersebut diharapkan akan membentuk suatu perilaku yang baik dimanapun mereka berada. Penanaman nilai ini yang menjadi sumber kekuatan karakter baik pada jiwa siswa (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 40). Mengenai tata tertib baik di Muallimin Dan di SMA Muhammadiyah 1 tidak jauh berbeda yakni disandarkan pada norma hukum, agama dan masyarakat dengan sistem skorsing dalam setiap pelanggaran. 3) Keteladanan a) Keteladanan para Tokoh Islam Tokoh Islam yang menjadi teladan di kedua sekolah ini tentu adalah Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran Islam yang diperuntukan bagi umat manusia akhir zaman. Muhammad sebagai seorang yang segala sifat dan kelakukaannya menjadi tuntunan umat Islam nyaris tanpa cela dalam pandangan umatnya. Segala ucapan, Tingkah lakunya selalu dijadikan acuan hidup bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Hal itu diperkuat dengan firman Allah Swt “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat commitmengingat to user Allah” (QS. al-Ahzab: 21). Allah, dan hari akhir dan dia banyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Keteladanan yang terdapat pada Muhammad Saw adalah shidiq (jujur), amanah (dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fathanah (cerdas). Dengan empat sifat tersebut umat Islam dapat meneladani dengan sungguh dan berusaha menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jujur merupakan sifat yang menyatakan sesuatu hal sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Sifat ini merupakan cerminan Muhammad Saw dalam menyampaikan wahyu (alQuran) kepada umat Manusia. Sifat Muhammad Saw yang dijadikan teladan oleh umat Islam yakni Amanah (dipercaya) baik perkataan dan perbuatan. Pendidikan perlu menanamkan sifat kenabian untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tabligh dapat diartikan menyampaikan, dalam hal ini menyampaikan kebenaran menuju pada keselamatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan tugas guru di sekolah untuk menyampaikan pengetahuan sekaligus mendidik siswa dengan tujuan siswa menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia. Tabligh dikalangan Muallimin sudah tidak asing lagi, siswa dan guru telah dibiasakan untuk menyapaikan pengajian. Tabligh diterapkan dalam kegiatan setelah shalat magrib biasanya salah seorang siswa menyampaikan riwayat nabi yang dapat diteladani dalam kitab Riyadus sholihin. Dilanjutkan Setelah shalat Isya siswa memberikan kultum menyampaikan pemikirannya mengani ajaran Islam kepada seluruh penghuni asrama. Sifat yang terakhir adalah cerdas (fathanah) setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir. Kecerdasan menjadi salah satu bagian untuk menjalani persaingan hidup. Kecerdasan diasah melalui pendidikan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
sungguh-sungguh. Kecerdasan yang dimbangi dengan ketiga sifat di atas (sidiq, amanah, tabligh) akan melahirkan manusia yang mempunyai kemampuan dan akhlak yang mulia. Penerapan kejujuran di Muallimin dilakukan dalam asrama dan dalam sekolah. Sebagai contoh siswa akan melakukan izin keluar sekolah maka siswa diajarkan untuk jujur dengan mengatakan kepentingannya. Sama halnya dengan di SMA Muhammadiyah 1 setiap meminta izin untuk keluar sekolah pada jam sekolah harus menghadap guru BK dulu untuk meminta izin. Namun masih saja terdapat siswa yang melanggar, keluar sekolah sekedar untuk bermain sebagaimana yang diungkapkan oleh Warsito yang hampir dua tahun menjadi Satpam di SMA Muhammadiyah 1 mengungkapkan “. . . banyak juga yang keluar dengan alasan fotocopy, mereka beralasan fotocopy di sekolah rusak tapi kembali ke sekolah lama sekali. Biasa malah main diluar sekolah, ngegame atau malah nongkrong. Biasanya ada warga yang melaporkan ke sini” (Catatan lapangan nomor 15, Jumat 2 Maret 2012 di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Pernyataan Warsito diperkuat dengan pernyataan dari Sugihartuti guru BK SMA Muhammadiyah 1 yang sering menangani dan membina anak yang bermasalah. Menurutnya yang menjadi penyebab anak untuk bolos adalah permainan playstation yang membuat anak berani bolos untuk memenuhi keinginan untuk main game (permainan elektronik). Sugihartuti mengatakan sebagai berikut “biasanya anak ngegim (nge-game) wah betul-betul meracuni anak itu. Orang tua tahunya anak berangkat, nanti kami telpon ternyata orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
tua kaget karena dari rumah udah berangkat. Ternyata adanya di tempat gim (Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Selain faktor dari dalam terdapat faktor dari luar yang berpengaruh dalam pembentukan karakter siswa. Lingkungan masyarakat, peran media massa atau bahkan kejadian-kejadian yang melibatkan pemerintah yang dapat diketahui melalui televisi. Pengaruh-pengaruh ini dirasakan oleh Miftahul Haq ketika dia mengajarkan mengenai akhlak. Tidak jarang siswa mempertanyakan antara akhlak yang diajarkan dengan kondisi nyata di Indonesia yang banyak mengalami
ketidakjujuran.
Miftahul
Haq
mengatakan
“ketika
saya
mengajarkan mengenai kejujuran disampaikan kepada anak tetapi mereka melihat dilapangan, baca koran, dan sebagainya bahwa ‘kalau jujur malah hancur pak’ nah ini yang menjadi masalah bagaimana untuk memahamkan mereka” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Kenyataan di dalam masyarakat yang jauh berbeda dengan teori yang diajarkan tentu akan memberikan kesenjangan karena perbedaan antara kenyataan dengan teori yang diajarkan. Hal ini akan memberikan dampak terhadap pemikiran siswa, menjadi bumerang dalam perkembangan pendidikan karakter selanjutnya karena tanpa disadari masyarakat, para pemimpin bangsa dalam pemerintahan telah memberikan contoh yang tidak baik kepada generasi dibawahnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Selain Muhammad Saw yang menjadi teladan bagi umat Islam, tokoh lokal yang menjadi teladan adalah Ahmad Dahlan. Tidak berlebihan jika KH. Ahmad Dahlan begitu dicintai oleh kalangan Muhammadiayah. Selain belai sorang tokoh agama, Kiai Dahlan juga mendapat pengakuan dari pemerintah RI sebagai pahlawan nasional. Mengenai pengaruh Kiai Dahlan dalm kehidupan Muhammadiyah, Abunda Farouk menyatakan sebagai berikut. Jadi dalam ideologi Muhammadiyah itu ada beberapa hal yang perlu dikaji, pertama pokok pikiran-pokok pikiran kiai Dahlan itu yang sering disebut dengan mukoddimah itu harus dijelaskan dan diaplikasikan. Yang kedua kepribadian Muhammadiyah, anda nanti akan bisa membendakan antara orang Muhammadiyah dan non Muhammadiyah, bagaimana nanti bisa membentuk profil mengikuti agama ... (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Bagi masyarakat reformis dan sekolah dibawah yayasan Muhammadiyah Ahmad Dahlan adalah sosok yang dihormati. Tokoh ini menjadi teladan bagi setiap santri, guru dan orang yang menjadi bagian di Muhammadiyah, begitu juga di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Sebagai penghormatannya terhadap tokoh yang mempunyai nama lain Muhammad Darwis ini disetiap kelas terpampang lukisan wajah KH. Ahmad Dahlan yang didampingi oleh lukisan Siti Walidah istrinya. Tidak hanya KH Dahlan yang menjadi sosok teladan Muhammadiyah terdapat juga, Jendral Sudirman (aktivis kepanduan Hizbul Wathan), Djuanda, Ki Bagus Hadikusumo, Sukarno, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dan tokoh masih banyak tokoh Muhammadiyah lainya termasuk Syafii Maarif, Amin Rais, Din Syamsudin sebagai tokoh Muhammadiyah generasi sekarang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
b) Keteladanan dari Guru dan Musyrif Guru dalam proses pembelajaran merupakan bagian dari teladan bagi siswa. Guru harus bertindak baik dengan segala percontohan bagi siswanya. Segala tindakan, tingkah laku yang di lakukan oleh guru harus benar-benar terkontrol dan perlu kehati-hatian. Sebagaimana pendapat yang diungkapkan oleh Abunda Farouk yakni seorang guru harus mampu menjadi contoh yang baik untuk siswa-siswanya dalam hal berperilaku dan bersikap. Kita sebagai guru disini harus bisa diteladani sikap dan perilaku oleh siswa, sehingga akhlaqul karimah itu bisa dilihat dari kerangka berpikirnya, perspektif, gambaran sikapnya. Kita (guru) harus menjadikan al-Quran sebagai acuan hidup. Segala kendala kehidupan semua ada jawabanya dalam al-Quran (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Keteladanan yang diberikan oleh guru kepada siswa meliputi berbagai hal. Dari mulai kerapian dan kesopanan berpakaian, sopan dalam bertingkahlaku dan berucap dengan harapan akan ditiru oleh siswa. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan dihadapan anak didiknya. Karena sedikit banyak anak didik akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru) sebagaimana pepatah mengatakan bahwa guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak didik merupakan tuntutan realistis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah/Hadis. Senada dengan itu Meiani Ujianti berpendapat sebagai berikut. Seluruh guru disini adalah sebagai guru agama setiap guru memperhatikan bagaimana kondisi siswa, bukan karena dia mengajar di kelas itu tetapi sebagai tanggung jawab kami sebagai guru Muhi. Semua guru mempunyai kepedulian kepada siswa. Siswa yang bicara keras commit to useryang makan sambil jalan akan teriak-teriak akan kami ingatkan, siswa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
kami ingatkan itu di sekolah Muhi. Tujuannya supaya semua yang sekolah di Muhi menjadi kader Muhammadiyah. Setelah lulus mereka diharapkan menjadi insan yang akhlaqul karimah berbudi baik yang Islami (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Mengenai keteladanan guru dapat didemonstrasikan melalui sifat dan perilaku di sekolah. Baik di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 semua guru berusaha terus untuk memberikan contoh kepada siswanya. Ketika shalat Dhuhur guru, musyrif sebagian besar telah melakukannya dengan berjamaah bersama siswa. Di SMA Muhammadiyah 1 guru memberikan ceramah kepada siswa yang isinya mengenai penguatan keimanan, dorongan, atau bahkan mengenai akhlak Islam (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Dari cara berbicara guru dikedua sekolah ini telah menerapkan dengan kata-kata sopan. Bahkan sebagai penanaman kepercayaan kepada Allah, guru selalu memberikan peringatan kepada siswa bahwa Tuhan selalu mengawasi umatnya, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Sugihartuti dalam upaya membimbing kepada jalan kebaikan dia selalu mengingatkan bahwa Tuhan yang segala tahu mengenai tingkah laku perbuatan umat manusia (Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). c) Keteladanan dari Siswa Tidak hanya guru yang memberikan keteladanan, siswa juga dapat melakukan itu. Peranannya memberi contoh yang baik kepada adik kelasnya merupakan salah satu keteladanan. Di kedua sekolah agama ini dilakukan to user 1 siswa yang berprestasi selalu dengan berbagai cara. Di SMAcommit Muhammadiyah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
diberikan penghargaan dari sekolah begitu juga di Muallimin. Bahkan Muallimin telah melibatkan siswa kelas 5 (kelas 11) untuk membimbing adikadiknya di MTs. Sebagaimana pemaparan Ahmad Salim seorang musyrif di Muallimin “Kita sering merasa kewalahan dalam melakukan bimbingan karena musyrif tidak terlalu banyak, sehingga solusinya kita mengambil siswa yang pinter untuk membantu, makanya ada program siswa kelas lima yang membimbing anak MTs salah satunya untuk itu” (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Musyrif Madrasah Muallimin). Selain untuk membantu mengajari adik kelasnya, program inipun merupakan salah satu bagian dari pelatihan mengajar bagi siswa MA Muallimin. Dalam kurikulum Muallimin siswa Aliyah dibekali ilmu keguruan supaya setelah terjun di masyarakat meraka dapat mengajarkan ajaran agama dan ilmu lainnya dengan baik. Selain ilmu keguruan siswa juga dibelaki caracara berpidato (Dokumen Madrasah Muallimin). Praktik inilah yang membantu meraka supaya terbiasa untuk berkomunikasi dengan adik kelasnya, disadari atau tidak adik kelasnya akan mengikuti pola-pola yang dilakukan oleh kakak kelas yang mengajarnya. 4) Budaya Sekolah Budaya sekolah merupakan suasana kehidupan sekolah dimana anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi antara siswa berinteraksi dengan sesamanya, kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa, konselor dengan siswa dan sesamanya, pegawai commit usersesamanya. Budaya sekolah akan administrasi dengan dengan siswa, gurutodan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
mempengaruhi pada karakter siswa. Keteraturan, kenyamanan keserasian akan memberikan dampak yang positif bagi perkembangan karakter siswa. SMA Muhammadiyah 1 mencoba menerapkan itu dengan menyalakan alunan musik instrumental yang santai dan menenangkan jiwa ketika proses peralihan pembelajaran. Tujuannya tentu untuk memberikan kenyamanan, menyegarkan pikiran dan menambah konsentrasi dalam melakukan pembelajaran kepada siswa dan guru. Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa budaya sekolah akan terbangun baik apabila masyarakat sekolah mampu berinteraksi dengan baik. Guru dan pimpinan memberikan bimbingan, teladan dan bersifat bijaksana kepada siswa. Sikap itu sekaligus contoh bagi siswa dalam berperilaku sebagaimana yang dikemukakan oleh Slamet Purwo di bawah ini. . . . guru (kepala sekolah, guru BK dan wali kelas) yang lain biasanya diberi jadwal untuk salam-salaman dengan siswa. rutinitas ini dilakukan untuk menyambut siswa di pintu gerbang barat dan timur, termasuk menertibkan pakaian mereka. Pintu gerbang di tutup setelah bel masuk sekitar jam 7 kemudian anak membaca al-Quran di kelas sekitar 10 menit sampai 15 menit (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 salah satunya dilakukan dengan mengharuskan setiap siswa menjalankan shalat Dhuhur berjamaah bersama guru dan karyawan. Hal yang menarik adalah untuk istirahat menjalang shalat Dhuhur siswa tidak diperkenankan keluar lingkungan sekolah. Semua pintu gerbang ditutup dengan alasan untuk menertibkan siswa supaya melakukan shalat Dhuhur berjamaah. Siswa yang waktu itu berada di luar lingkungan sekolah tidak bisa masuk sebelum acara shalat berjamaah selesai. Sebagai penerapan nailai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
ajaran Islam di dalam masjid antara jamaah perempuan dengan jamaah laki-laki mempunyai pemisah. Setelah shalat selesai diadakan ceramah yang biasanya berisi nasehat dan penerapan ajaran keagamaan sekitar 15 menit. Penceramah adalah guru SMA Muhammadiah I Yogyakarta (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012, pengamatan di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kegiatan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Slamet Purwo selaku guru kemuhammadiyahan SMA Muhammadiyah 1 yakni sebagai berikut. Waktu shalat Dhuhur semua anak wajib ke mesjid bagi yang putra untuk shalat berjamaah. Kegiatan diluar jam sekolah lainnya kami menyuruh kepada setiap kelas untuk mengadakan pengajian kesetiap rumah siswa secara bergiliran, nara sumber diambil dari guru Muhi sedangkan siswa harus bertanggung jawab untuk tempat dan sarananya. Waktunya kita atur habis ashar sampai dengan sebelum magrib dan untuk kelas 10 waktunya dari tanggal 1 samapai tanggal 10 kelas 11 tanggal 11-20 dan kelas 12 dari tanggal 20-30. ini kita harapkan bisa menjadi bagian dari pembentukan karakter mereka untuk bisa bergaul, silaturahmi dengan yang lainnya (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kesadaran siswa dalam melakukan ibadah tentu perlu dikuatkan dari sejak dini. Suasana Islami yang tertib ketika akan melaksanakan shalat Dhuhur memberikan keindahan dan kesejukan. Namun suasana seperti itu menjadi terusik ketika segelintir anak yang tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri melemparkan perkataan kasar dan berteriak dengan lantang saling ejek dengan temannya. Satpam yang berada didekatnya tidak dihiraukan lagi (Cataratn lapangan nomor 20). Dalam hal ini perlu penanganan khusus apalagi kondisi psikologis siswa yang sedang berkembang membutuhkan perhatian yang serius. Upaya mendisiplinkan siswa dalam beribadah di SMA Muhammadiyah 1 berlangsung baik walaupun masih ada segelintir siswa yang tidak mematuhi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
peraturan sebagaimana yang di ungkapkan oleh satpam SMA Muhammadiyah 1 “Kalau waktu Dhuhur gerbang kami tutup anak-anak melaksanakan shalat Dhuhur. Ada juga yang sembunyi sampai kaya kucing-kucingan lari-lari, yang sulit mengingatkan shalat bagi yang perempuan biasanya dia bisa beralasan sedang datang bulan (Catatan lapangan nomor 15, Jumat 2 Maret 2012 di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Nuansa Islami dirasakan juga di Muallimin sebagai sekolah calon kader Muhammadiyah. siswa berbondong-bondong untuk antri berwudhu dan melaksanakan shalat berjamaah. Begitu banyaknya siswa yang mengantri sehingga ketika shalat Dhuhur madrasah memberikan kebijakan. Siswa MTs shalat terlebih dahulu sedangankan MA makan siang dulu baru kemudian shalat Dhuhur.
Siswa Muallimin telah terbiasa dengan melakukan puasa sunah.
Pertengahan bulan selama tiga hari yakni tanggal 13, 14, 15 bulan hijriyah banyak siswa yang berpuasa sebagai perwujudan kepatuhan terhadap ajaran Islam sebagai agamanya. Istirahat yang biasanya digunakan untuk makan di asrama ketika jam istirahat kemudian ditiadakan sebagai penghormatan kepada para santri yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Puasa sunah ini memang tidak diharuskan oleh madrasah namun banyak siswa yang melaksanankanya dengan kesadaran dirinya sendiri. Berbuka puasa bersama akan mewarnai sore hari menjelang shalat magrib dilaksanakan (Catatan lapangan nomor 18, Rabu 7 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Waktu istirahat tidak semata digunakan bermain oleh siswa Muallimin, waktu itu digunakan juga untuk menghafal ayat-ayat al-Quran sebagai tuntutan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
harus menghafal enam juz selama sekolah di Muallimin. Enam Juz tersebut yakni juz satu dua dan tiga, yang lainnya yakni juz dua puluh delapan, dua puluh sembilan dan tiga puluh. Selain menghafal al-Quran siswa atau santri juga menyempatkan waktunya untuk belajar untuk menghafal naskah khutbah Jumat. Kegiatan itu dilakukan oleh siswa kelas enam, tetapi latihannya telah dimulai ketika mereka kelas lima. Kelas enam yang sejajar dengan kelas XII di sekolah umum lainya memang memiliki tugas wajib untuk bisa mengisi khutbah Jumat sebagai syarat kelulusannya. Melalui kegiatan ini (khutbah) siswa dilatih untuk menjadi seorang penyiar agama dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam masyarakat. Suasana keakraban tampak terlihat dengan teman-temannya, dari sinilah sepertinya tumbuh rasa kesetiakawanan dengan saudara seasramanya. Namun negatifnya menurut Farhan Hasani siswa berusaha saling menutupi kesalahan temannya sendiri ketika terdapat kekeliruan. (Catatan lapangan nomor 1). Disinilah tugas ustadz sebagai pembimbing untuk selalu mengingatkan siswa pada amar maruf nahi munkar. 5) Kegiatan Ekstrakurikuler (Pengembangan Diri) Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum dan dilaksanakan diluar waktu pelajaran. Baik di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 ekstrakurikuler dibagi menjadi 2 yakni ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler minat. Ekstrakuruikurer wajib yang harus ditempuh di Muallimin yakni Tapak Suci dan Hizbul Wathan (kepanduan). Ekstrakurikuler di Muallimin dan SMAtoMuhammadiyah 1 merupakan wujud commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
pengembangan dari organisasi-organisasi milik Muhammadiyah yang di kelola oleh masing-masing organisasi otonom di bawah Muhammadiyah. Hal itu diungkapkan juga oleh Muhammad Ramli seorang pelatih Tapak Suci di Muallimin. Dia mengatakan bahwa “Organisasi otonom bagi organisasi santri di Muhammadiyah yang diberi kewenangan untuk mengelola organisasinya sendiri (organtri) ada tiga yakni Hizbul Wathan (HW) kepanduan, sama dengan keperamukaan, Tapaksuci itu bela diri, dan IPM kalau di sekolah lain sebutannya Osis” (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin). Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 ekstrakurikuler wajib tergantung kelas yang terdiri dari berbagai kegiatan diantaranya Tapak Suci, IPM, Hizbul Wathan, dan rohis. Namun demikian setiap kelas mempunyai perbedaan dalam mengambil ekstra wajib tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Anditta Tavani Winati dan Hasbul Wafi Hawari siswa kelas 10 H SMA Muhammadiyah 1 sebagai berikut. Banyak ada sekitar 32 kegiatan. Yang wajib ada sekitar 5 kegiatan tetapi tiap kelasnya beda-beda seperti kelas ICT ekstranya bahasa asing dan rohis (kerohanian Islam), mungkin kelas yang lain Hizbul Wathan, jadi tidak semuanya wajib di ikuti. Tapak Suci ada tetapi tidak semuanya mengikuti. Hari Jumat dan Rabu dijadikan waktu ekstra. Kalau Jumat ekstra wajib kalau Rabu yang minat (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Tapak Suci sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib bertujuan untuk membekali kemampuan seni bela diri dan pembentukan jiwa yang kuat dan mental pemberani. Di Muallimin Tapak Suci dilakukan pada hari Jumat dimulai dari jam 16.00-17.30 wib. Sekitar 50 siswa yang terseleksi dengan 4 pembina Tapak Suci melakukan latihan secara rutin. Dimulai dengan berdoa kemudian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
kegiatan pemanasan dan dilanjutkan dengan latihan gerakan-gerakan bela diri. Warna baju seragam yang merah dengan pita kuning diujung lengan baju dan ujung kaki menambah keluwesan gerakan-gerakan mereka (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Tapak Suci sebagai organisasi
otonom
Muhammadiyah
mempunyai
semboyan
sebagaimana
diungkapkan oleh Muhammad Ramli. Semboyan yang kami miliki yakni “dengan iman dan akhlak kami menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak kami menjadi lemah”. Saya sebagai alumni dari Muallimin juga merasakan dari kegiatan Tapak Suci ini memupuk kita seperti kemandirian, mental pemberani. Lambang dari Muallimin itu juga kan dapat diartikan seperti rendah hati, keeratan dalam persaudaraan. Kalau melati ini ada sebelas melambangkan rukun iman dan rukun Islam, yang hijau ini dua kalimat syahadat. Sabuk yang dipakai kalau sabuk kuning siswa, biru untuk kader, hitam itu pendekar (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin). Sebelum mengakhiri latihan siswa berbaris dengan rapi kemudian melakukan doa yang dipimpin oleh pembina. Kemudian siswa melakukan hormat ala Tapak Suci dengan beberapa gerakan. Setelah itu pembina melakukan pengarahan beberapa menit membahas mengenai kegiatan yang telah dilakukan dalam latihan tadi. Beberapa saat kemudian pengarahan selesai dilanjutkan dengan salaman antara siswa dengan pembina, siswa dengan siswa. Setelah itu siswa membentuk lingkaran dengan barisan rapat untuk mengucapkan yel-yel Tapak Suci untuk menciptakan kepercayaan diri dan semangat dalam berlatih (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Rasa percaya diri, keberanian, sikap kritis, tegar dan lain sebagainya tentu tidak mungkin didapatkan hanya dari pelajaran di dalam kelas saja. Sikap tersebut justru berkembang dari kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan yang tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
sekedar teori melainkan juga langsung mempraktikannya. Farhan Hasani memaparkan sebagai berikut. Ada Tapak Suci, HW (Hizbul Wathan) seperti pramuka, karya tulis dan banyak yng lainnya. Kalau Tapak Suci memang membentuk anak yang tegar, berani. HW juga membetuk kedisiplinan. Ada juga IPM sebuah organisasi dengan berbagai cabang. Tapi yang paling populer adalah sinar bentukan pak Syafii Maarif seperti karya tulis dengan mengeluarkan majalah setiap satu tahun dua kali terbit (Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Pernyataan Farhan Hasani dibenarkan oleh Muhammad Ramli yang menyatakan bawa ekstrakurikuler khususnya Tapak Suci melatih siswa untuk berorganisasi, belajar kepemimpinan, tanggung jawab, kemandirian inilah yang menjadi tuntutan sebagai bagian dari pengkaderan. Menurutnya hal itu diterapkan ketika siswa akan melakukan ujian kenaikan tingkat yakni sebagai berikut. ... Pelaksanaan kenaikan tingkat biasanya dilakukan malam hari dengan berbagai acara diantaranya anak berjalan dari Prambanan sampai ke Madrasah Muallimin itu sudah biasa berangkat jam 9 malam nanti jam 3 pagi sudah di tempat. Jalan kaki sudah biasa sekali, kemana-manpun mereka jalan kaki agar bisa mandiri saja sebagai kader (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin). Hizbul Wathan dalam bahasa Indonesia berarti pembela tanah air. Sebagai bagian kepanduan di Muhammadiyah Hizbul Wathan memiliki ciri khas yakni pengamalan aqidah Islamiyah, pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam, penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan. Kemudian sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri, dan tidak terkait dan berorientasi pada partai politik atau golongan tertentu. Pengelompokan keanggotaan menggunakan batasan umur. Anggota Biasa adalah siswa putera dan puteri yang dikelompokkan Sebagai berikut yakni Athfal, commit berumur to user 11 sampai 16 tahun, Penghela berumur 6 sampai 10 tahun, Pengenal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
berumur 17 sampai 20 tahun, Penuntun berumur 21 sampai 25 tahun (Dokumen Humas Muallimin). Jadi siswa MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 ratarata telah masuk dalam kelompok Penghela. Kegiatan yang hampir sama dengan kepramukaan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa sebagaimana janji anggota Hizbul Wathan yakni Setia mengerjakan kewajiban terhadap Allah, dan undang-undang dan tanah air (Indonesia). Menolong siapa saja semampu saya serta setia menepati Undang-Undang Pandu Hizbul Wathan. Undang-undang Hizbul Wathan penuh dengan nilai katakter diantaranya selamanya dapat dipercaya, setia dan teguh hati, siap menolong dan wajib berjasa, cinta perdamaian dan persaudaraan, sopan santun dan perwira, menyayangi semua makhluk, siap melaksanakan perintah dengan ikhlas, sabar dan bermuka manis, hemat dan cermat, dan suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan (Dokumen Madrasah Maullimin 2011: 2). Kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang lainnya antara di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 tidak jauh berbeda. Kegiatan bidang keilmuan dan bahasa seperti karya ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club. Bidang keterampilan seperti jurnalsitik, student medical team (PMR), baris berbaris, elektronika, kursus sablon. Bidang olahraga dan seni (sepakbola, bulutangkis, tenis meja, volly, basket, nasyid, kaligrafi, seni qiroatul Quran, piano, teater). Bidang keorganisasian santri seperti IPM, lembaga pers Muallimin, Muallimin scientific club (KIR), Tapak Suci, Hizbul Wathan, PMR (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2011: 7). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d. Pengamalan
digilib.uns.ac.id 128
(Aktualisasi)
Nilai
Pembentuk
Karakter
di
SMA
Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta Setelah mendapatkan berbagai pengetahuan dan bimbingan dari berbagai sumber di Madrasah dan di asrama tentu harapannya adalah siswa akan menerapkannya dalam perilakunya sehari-hari. Dengan begitu ilmu pengetahuan baik ilmu umum maupun ilmu agama akan menjadi kebiasaan dalam bersikap dan bertindak. Pada akhirnya kebiasan itu akan menjadi watak yang membentuk karakter baik pada siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miftahul Hak ketika diwawancarai di ruang perpustakaan mengenai pembelajaran akhlak ”Kalau saya membaca bukunya Doni Koesoema dalam kontek pengetahunannya saya sampaikan di pembelajaran tetapi untuk prioritas dan pembiasaan dalam kepribadian itu menjadi wilayah domain tanggung jawab asrama dan madrasah secara keseluruhan” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Muallimin memiliki berbagai kegiatan sekolah salah satunya yakni siswa MA Muallimin dituntut untuk melakukan kegiatan dakwah kepada masyarakat sebagai syarat dapat lulus sebagai santri Muallimin sebagaimana dikemukakan oleh Farhan Hasani. Kami melibatkan dalam berbagai kegiatan keagamaan mulai dari mengajar atau membantu TPA di mesjid sekitar, anak juga kami beri tentang manajemen TPA, Takmir, untuk kelas enam memang wajib untuk dakwah atau khutbah Jumat. Mereka dibimbing untuk membuat materinya kemudian diperaktekan disini jika sudah baik baru ditampilkan di mesjid luar sini ( Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Program dakwah seperti dikemukakan di atas tidak hanya bertujuan untuk commit to user kelulusan siswa, jauh dari itu Muallimin menginginkan masa depan siswa lulusan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Muallimin dapat menjadi orang yang berguna bagi keluarga, agama dan bangsanya. Melalui berdakwah siswa dilatih untuk memahami, merasakan dan melakukan perbuatan terpuji di dalam masyarakat sekaligus mengarahkan kejiwaan siswa kearah yang lebih matang. Adanya sistem sekolah yang terpadu dengan pondok pesantren dilakukan Muallimin sebagai upaya menyeimbangkan pendidikan formal dengan pendidikan keagamaan yang dijalankan dengan sistem modern. Sistem ini dirancang supaya terjadi keseimbangan pengetahuan keagamaan dengan pengetahuan umum lainnya. Sebagai sekolah berbasis
Islam tidak sekedar aspek perkembangan
akademik saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan di SMA Muhammadiyah
1
dan
Muallimin.
Aspek
kepribadian
tentunya
perlu
dipertimbangkan dan mendapatkan perhatian yang seimbang sebagai bagian dari aspek afektif dan psikomotorik siswa. Berdasar pada keputusan pimpinan madrasah Muallimin bahwa untuk mengukur aspek kepribadian siswa, pendidikan di madrasah Muallimin membuat sebuah laporan hasil penilaian kepribadian siswa selama berada di asrama maupun di sekolah pada proses pembelajaran. Penilaian aspek kepribadian di MA Muallimin berorientasi kepada visi, misi dan kompetensi lulusan dan tujuan pendidikan. Penilaian kepribadian itu diantaranya
keteladanan,
pembiasaan
(al-Aadah),
nasihat
(an-Nasihat),
kepercayaan (al-Imaan), pengawasan (an-Nadhar), penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi dan doa. Pengamatan dan penilaian kepribadian meliputi ibadah, akhlak, kepemimpinan, keulamaan dan kemandirian. Aspek diatas sebagai pendidikan yang menyatu dengan aspek kepribadian siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
Akhlak meliputi aspek kejujuran, kedisiplinan, kebersihan, sopan santun, sedangkan kemandirian dinilai dengan rasa tanggung jawab dan manajemen diri. Aspek kepemimpinan mempunyai indikator keteladanan dan keaktifan dalam berorganisasi. Aspek keulamaan dilihat dari keaktifan siswa dalam berdakwah dan mendidikan di sekitar lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukaan oleh Abunda Farouk, beliau mengungkapkan sebagai berikut dibawah ini. Anak-anak berlatih untuk menjadi seorang pemimpin dengan menjadi imam. Dua atau tiga orang siswa kita kirim untuk menjadi mubaligh atau imam. Menjadi pemimpin harus betul-betul siap apalagi langsung diterjunkan dalam masyarakat. Di masyarakat sedikit salah bacaan saja kan sudah dicemooh, bahkan ditinggalkan oleh makmum. Oleh karena itu pendidikan Muhammadiyah itu sebagai pembentuk kader bangsa, jika lingkup Muhammadiyah saja kecil itu (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Siswa Muallimin harus menyadari bahwa keberadaan mereka sebagai seorang kader sangat dibutuhkan oleh bangsa dan persyarikatan. Proses penanaman kesadaran dilakukan selama enam tahun pendidikan di Muallimin sejak kelas I hingga kelas IV untuk itu siswa kelas VI (kelas 12) diuji pemahaman mengenai kemuhammadiyahnnya. Adapun materi yang diujikan tentang pedoman dasar Muhammadiyah dari aspek sejarah, ideologi Muhammadiyah dan organisasi dalam Muhammadiyah. Tidak tanggung-tanggung siswa diuji oleh guru dan pejabat PP Muhammadiyah setempat secara lisan yang dilaksanakan pada 22 Maret 2012 di
PP Muhammadiyah. Ujian kader ini merupakan prasyarat
kelulusan untuk kelas 6 di Muallimin (Dokumen Humas Muallimin, 2012). Selain kepemimpinan yang diterapkan lingkungan masyarakat, terdapat juga kegiatan lain seperti pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian dilaksanakan to userMuallimin terhadap masyarakat. sebagai bentuk nyata pelatihancommit kepedulian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
Program itu dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun dengan kegiatan diantaranya bakti sosial, pelatihan Qurban Idul Adha, Mubaligh Hijrah, Mubaligh Kamis-Jumat, Kader Intilan, dan berbagai acara pengajian. Kegiatan yang hampir sama dilakukan juga oleh SMA Muhammadiyah 1. Menurut Slamet Purwo setiap tahun SMA Muhammadiyah 1 selalu mengadakan kegiatan sosial kepada masyarakat. Diantara kegiatan itu adalah melakukan dakwah ke dearah yang terpencil atau daerah binaan yakni di daerah kecamatan Tepus Gunung Kidul. Kami juga mengirimkan siswa yang memiliki kepandaian dalam berdakwah itu nanti dikirimkan ke daerah-daerah bianaan pada bulan Ramadhan. kita mempunyai darah binaan di kecamatan Tepus Gunung Kidul, kita kirim anak-anak sekitar 50 orang anak yang sudah diseleksi untuk berbaur dengan masyarakat dengan bimbingan cabang Muhammadiyah di situ. kegiatannya seperti mengajar di TPA, bakti sosial, pengajian selama sepuluh hari (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Pernyataan itu ditegaskan juga oleh Hasbul Wafi Hawari dan Anditta Tavani Winati yang mengatakan bahwa sekolah dengan melibatkan siswa perwakilan dari IPM mengadakan bakti sosial ke masyarakat. Dana diperoleh dari dana sekolah, sumbangan siswa, dan donatur yang kebanyakan merupakan alumni SMA Muhammadiyah 1. Kegiatan lainnya yakni menanam pohon di lereng Gunung Merapi pasca meletus sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Tidak ketinggalan sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air dan menghormati jasa pahlawan bangsa baik di SMA Muhammadiyah 1 dan di to user Muallimin rutin melaksanakan commit upacara bendera. SMA Muhammadiyah 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
melaksanakan upacara hari Senin seperti sekolah umum lainnya. Namun tidak semua siswa menjadi peserta upacara, karena SMA Muhammadiyah 1 menerapkan sistem bergilir berdasarkan kelas. Siswa yang tidak upacara mendapatkan pendalaman materi pelajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasbul Wafi Hawari dan Anditta Tavani Winati sebagai berikut “upacara setiap hari Senin tetapi bergilir upacaranya. Senin pada Minggu pertama kelas 10 Senin Minggu kedua kelas 11 begitu seterusnya. Siswa yang sedang tidak upacara biasanya pendalaman materi atau pengulangan materi yang telah diajarkan” (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Sedangkan di Muallimin Upacara dilaksanakan hari Sabtu sebagai hari pertama masuk sekolah karena Jumat menjadi hari libur sekolah. Sedangkan hari minggu tetap masuk seperti biasa. Rupanya Muallimin telah menerapkan sistem kalender Islam, terbukti Jumat dan hari-hari besar Islam lainnya proses pembelajaran diliburkan tetapi ketika libur nasional yang tidak memperingati hari besar Islam dan hari kemerdekaan RI siswa Muallimin tetap masuk sekolah seperti biasa (Catatan lapangan nomor 18, Rabu 7 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). e. Kekhasan Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Disajikannya Sub judul ini tidak bermaksud untuk mengunggulkan salah satu sekolah atau membandingkan antara yang satu dengan yang lainnya secara berlebihan. Pada dasarnya SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
memiliki banyak persamaan dan terdapat juga perbedaan. Kedua sekolah Islam ini memiliki program-program yang mirip. Selain sama dalam hal program juga dari segi mata pelajaran tidak begitu jauh berbeda. Perbedaan yakni masing-masing sekolah mempunyai keragaman yang tidak dimiliki satu dengan yang lainnya. MA Muallimin terdapat jurusan Agama selain jurusan IPA, dan IPS. SMA Muhammadiyah 1 tidak memiliki jurusan Agama (hanya IPA dan IPS) tetapi terdapat kelas percepatan (akselerasi), kelas berbasis teknologi (ICT), (kelas rintisan sekolah bertaraf Internasional) RSBI, dan kelas biasa (reguler) dengan krikulum standar. Kekhasan kedua sekolah Islam ini selain sama-sama di bawah naungan Muhammadiyah keduanya juga mempunyai program-program yang sama seperti Mubaligh Hijrah, Tapak Suci, Hizbul Wathan, dan kegiatan-kegiatan kegamaan lainnya. Selain itu baik SMA Muhammadiyah 1 maupun MA Muallimin memiliki asrama. Dengan sistem asrama tersebut siswa yang berada di asrama akan dibimbingan oleh musyrif. Di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah I fungsi musyrif sama yakni memberikan dorongan, nasihat, bimbingan mengnai ajaran agama maupun pengetahuan umum lainnya. Firmansyah Al Habsy seorang siswa Muallimin mengungkapkan “musyrif sebagai pengganti orang tua, mereka menjadi wali di asrama”, sedangkan menurut Fahmi musyrif yang mengurusi siswa, segala keperluan, membimbing, mengajari siswa di asrama bahkan teman diskusi (curhat) ketika siswa mempunyai masalah (Catatan lapangan nomor 7, Rabu 8 Februari 2012 di Madrasah Muallimin Yogyakarta). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
Selain persamaan terdapat juga perbedaan-perbedaan antara SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin. Perbedaan itu diantaranya pola pendidikan yang cukup mencolok yakni di Muallimin telah menggunakan sistem boarding school dengan memadukan pelajaran pesantren dengan Madrasah. Semantara SMA Muhammadiyah belum menerapkan sistem ini sepenuhnya. Siswa SMA Muhammadiyah 1 belum diwajibkan untuk menetap di asrama, hanya siswasiswa tertentu saja, karena temapt tinggalnya jauh. Perbedaan itu diakui oleh Muhammad Rosyid Hidayat selaku guru pelajaran akhlak dan musyrif di SMA Muhammadiyah 1 yang mengungkapkan sebagi berikut. Sekitar 87 siswa tinggal di asrama (as-Sakinah) rata-rata dari luar daerah Jogja. Rata-rata yang di asrama siswa dari luar Jawa. Biasanya kami berikan tugas untuk menghapal surat-surat pendek kemudian diuji ketartilannya jika sudah bagus kami beri semacam penghargaan bagi mereka. Kegiatan di asrama dikontrol dari bangun pagi kemudian shalat subuh ada bersih-bersih, kemudian anak berangkat sekolah, setelah sekolah mungkin anak ada yang ikut eskul (ekstrakulrikuler) atau kegiatan lainnya. Setelah Magrib baru ada kegiatan lagi talaqi dengan berkumpul di bimbing oleh pembinannya. Biasanya diawali dengan tadarus kemudian pembina memberikan kajian Islam atau motivasi kepada siswa. Kadang anak ada yang mengutarakan masalahnya dan biasanya hanya berani pada pembinanya, sehingga pembina sebagai wakil orang tua. Kalau Muallimin murni pesantren sehingga pengaturannya sudah enak. Kalau di sini masih belum layak dikatakan pesantren ini masih sekedar asrama saja. Sehingga kami juga tidak terlalu ketat seperti di pesantren walaupun kami mengatasnamakan asrama ini dengan sebutan pesantren Assakinah (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Pernyataan
di
atas
senada
dengan
Abunda
Farouk
guru
Kemuhammadiyahan MA Muallimin. Beliau memberikan penjelasan mengenai cara
penerapan,
pengamalan
mengenai
pembentukan
kepribadian
Muhammadiyah kepada siswa di Muallimin. Menurutnya terdapat perbedaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
antara penerapan di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin seperti yang diungkapkannya di bawah ini. Di Muallimin lebih terfokus dalam praktiknya. Sekarang banyak sekolahsekolah yang mulai melihat Muallimin. Di Muallimin banyak sekali kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan yang menyangkut kognitif, afektif, psikomotorik. Afektifnya seperti moralnya yang diaplikasikan. Misalnya ada ayat yang menyangkut menganai tugas manusia, kemudian bagaimana menyampaikan Islam kepada masyarakat. Kalau sudah lulus dari sini (Muallimin) itu suruh menggarap di daerah yang kosong (belum ada pengaruh Muhammadiyah). Masyarakat sudah Islam tetapi Islamnya tidak sesuai dengan ajaran Muhammadiyah. Kita menghadapi masyarakat Islam di masyarakat yang masih Islam yang bercampur dengan ritual. Ini yang menjadi kekhasan lulusan Muallimin dibanding dengan yang lain (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Memang Muallimin mempunyai program yang berbeda yakni adanya latihan pengkaderan seperti mengajar, memberikan khotbah Jumat, hafalan alQuran dan belajaran dilmu keagamaan di asrama. Adanya perbedaan itu diakui juga oleh Slamet Purwo selaku wakil kepala sekolahn sekaligus merangkap guru kemuhammadiyahan SMA Muhammadiyah 1. Menurutnya perbedaan itu bukan mengenai hal-hal yang prinsipil, namun karena Madrasah Muallimin adalah sekolah kader Muhammadiyah sehingga pelajaran keagamaannya akan lebih mendalam. Secara materi sama karena terdapat bentuk seperti sejarah Muhammadiyah, ideologi, amal usaha, kalau dengan Muallimin mungkin ada perbedaan, mereka lebih mendalam dalam pembelajarannya kerena memang dipersiapan untuk menjadi kader Muhammadiyah dengan istilah pendidikan kader. Apalagi dengan adanya sistem asrama, tapi kalau materi sama (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kekhasan MA Mualimin yang tidak dimiliki oleh SMA Muhammadiyah 1 terlihat juga dari program jurusan yang dikembangkan. Di Muallimin terdapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
jurusan Agama selain jurusan IPA dan IPS. Jurusan Agama memusatkan siswa dalam mempelajari mengenai keislaman secara lebih mendalam dan rinci dengan tujuan menciptakan kader ulama Muhammadiyah yang bermutu andal. Jurusan ini sangat seseuai jika dikaitkan dengan visi Muallimin sebagai sekolah kader Muhammadiyah yang diharapkan lulusannya akan menjadi anak panah Muhammadiyah. Proses pembelajarannya pun menagarahkan siswa kepada pelajaran keislaman secara terperinci sebagaimana diungkapkan oleh Sarijan seorang guru sejarah dan bagian pengajaran MA Muallimin sebagai berikut. Setiap jurusan mempunyai perbedaan dalam materi pelajaran yang tentu akan berbeda pula karakter yang mereka dapatkan, jika dalam jurusan agama sejarah yang diajarkan adalah sejarah Islam, jika di jurusan IPA sejarah berhubungan dengan perkembangan teknologi dan berbeda pula dengan sejarah di jurusan IPS yang lebih mendalam mengenai kesejarahannya (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Dari sisi pengamalan yang dilakukan sebagai seorang Muhammadiyah telah mencoba dibuktikan
oleh Abunda Farouk.
Sebagai alumni
Muallimin,
pemikiranya telah mengarah kepada kesejahteraan masyarakat. Toleransi, kerjasama, dan bakti sosial dilakukan antar umat beragama, antar umat seagama, dan dengan pemerintah (Muhsin Hariyanto, 2010: 43). Inilah salah satu yang oleh Syafii Maarif inginkan bahwa Muallimin tetap menjadi sekolah keagamaan dengan memegang pluralisme dan menjauhkan dari paham fundamentalis yang selama ini selalu melekat dalam Islam. Mengenai toleransi, kerjasama dan bakti sosial Muallimin diungkapkan oleh Abunda Farouk sebagai berikut di bawah ini. Saya menjadi pengurus di Palang Merah Cabang Yogyakarta, saya bercampur dengan (orang) (ber)agama lain, bertemu dengan ketua Yayasan Panti Rapih, Bethesda. Kebanyakan pasien di kedua yayasan non-Islam ini to user masalah adalah ketika harus justeru adalah orang Islam, commit yang menjadi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
memandikan jenazah orang muslim kan berbeda dengan mereka. Saya diminta untuk mengirimkan orang untuk memandikan jenazah orang Islam di sana. Saya tidak berbicara mengenai agama meraka apa, tetapi mereka membutuhkan dan saya mampu untuk memberi. Saya menerapkan kepribadian Islami Muhammadiyah. Bakti sosial yang kita lakukan kita berikan kepada siapa saja. Ketika adanya perlu rawat inap kita kirim ke PKU Muhammadiyah sebagai revitalisasi ideologi Muhammadiyah. Kita mengadakan bakti sosial tidak hanya kepada orang Islam saja. Kita data yang miskin, berapa yang sakit, berapa baru kita mengirim bantuan. Halhal seperti ini sejak dulu di Muallimin telah diajarkan melalui materi pokok dari Kemuhammadiyahan (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Mengenai bakti sosial SMA Muhammadiyah mencoba menjembatani siswa dengan melakukan berbagai kegiatan seperti adanya desa binaan di kecamatan Tepus Gunung Kidul, acara pengajian keliling sebagai wujud silaturahmi dan meningkatkan persaudaraan (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kegiatan bakti lingkungan dengan menanam pohon di daerah yang terkena erupsi Gunung Merapi (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta), itu semua melibatkan peran serta siswa sebagai objek pendidikan karakter. B. Pokok-Pokok Temuan Penelitian 1. Pendidikan Karakter Menurut Guru SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Berdasarkan sajian data yang telah dipaparkan di atas maka kedua sekolah ini menerapkan karakter sesuai dengan kepribadian Muhammadiyah. Persepsi pendidikan karakter sebagaimana pendapat dari guru di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin merupakan proses penanaman nilai kognitif untuk pemahaman commit to user nilai, nilai afektif untuk sifat dan psikomotorik sebagai wujud perilaku siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
Pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan di Muallimin lebih menyandarkan pada nilai-nilai Islam (religius). Model pembentukan karakter lebih menekankan pada ajaran-ajaran agama Islam. Terdapat keseimbangan antara penanaman kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Perbedaan antara Muallimin dengan SMA Muhammadiyah 1 terdapat pada menerapkan sistem pondok bagi siswanya. Penerapan nilai pembentuk karakter di Muallimin melalui pendidikan di madrasah dan asrama serta melalui kegiatan ekstrakurikuler dan program-program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pondok dan madrasah. Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 pembentukan karakter didapatkan dari proses pembelajaran di kelas (sekolah), ekstrakurikuler dan lingkungan keluarga serta masyarakat luas. Sebagian besar guru baik di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 telah memahami mengenai pendidikan karakter namun terkadang guru kesulitan dalam penerapan apalagi untuk mengubah gaya pembelajaran yang telah
terbiasa
dilakukan oleh guru sebagai rutinitas dalam setiap proses pembelajaran. Keterbatasan waktu selalu menjadi alasan klasik, akibatnya tidak sedikit guru yang hanya merombak perangkat pembelajaran dengan menambahkan kolom karakter tanpa mengubah cara penerapan pendidikan karakter dalam proses pembelajaran. 2. Al-Qur’an dan Hadis sebagai Sumber Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Bagi Madrasah Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 al-Quran dan user Hadis/Sunah merupakan petunjukcommit dalamtomelakukan suatu perbuatan. Selain itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
masih terdapat ijtihad sebagai cara untuk menentukan suatu hal yang belum ada atau belum jelas dalam al-Quran dan Sunah. Ijtihad memerlukan tingkat pemikiran yang tinggi sehingga dibutuhkan orang yang cerdas, beriman, dan mengetahui hukum-hukum Islam. Dalam hal ini guru-guru di kedua sekolah tersebut berusaha untuk menanamkan nilai-nilai qurani dengan panduan dari kurikulum yang telah terpadu dengan ajaran Islam. Madrasah
Muallimin
menerapkan
peraturan
kepada
siswa
untuk
menghafalkan al-Quran sebanyak 6 juz yakni juz kesatu sampai dengan juz ketiga dan juz ke-28 sampai dengan ke-30. Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 setiap pagi sebelum pelajaran siswa membaca ayat al-Quran. Perbedaan ini karena sistem
yang
diterapkan
kedua
sekolah
tersebut
berbeda.
Muallimin
menggabungkan sistem sekolah dengan pondok pesantren modern dan siswa diwajibkan untuk mondok di asrama yang telah disediakan. Sedangkan SMA Muhammadiyah 1 lebih condong kepada sekolah pola pemerintah yakni seperti sekolah negeri, tanpa menuntut siswa untuk mondok di asrama Assakinah milik SMA Muhammadiyah 1, namun demikian SMA Muhammadiyah 1 mempunyai pelajaran keagamaan yang lebih banyak dan terperinci dibanding dengan sekolah negeri pada umumya. 3. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Nilai-nilai pembentuk karakter ditanamkan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 sangat beragam. commitseputar to userceramah, diskusi, tanya jawab dan Metode-metode yang diterapkan masih
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
penugasan, artinya tidak begitu berbeda dengan sekolah umum lainnya. Dengan metode ini siswa akan mempunyai rasa tanggung jawab, disiplin, gemar membaca, saling menghargai pendapat, berani berbicara di depan umum dan kritis. Sistem
kurikulum
yang
dikembangkan
di
Muallimin
dan
SMA
Muhammadiyah 1 mempunyai banyak kemiripan. Pelajaran agama yang dipecahpecah menjadi beberapa mata pelajaran menjadi kekhasan setiap sekolah berbasis Islam. Diantara mata pelajaran itu adalah pelajaran akhlak, al-Quran dan Hadis, fikih, tarikh (sejarah Islam), dan yang lainnya termasuk kemuhammadiyahan yang menjadi pembeda dengan sekolah umum lainnya. Siswa diberikan materi mengenai perilaku yang baik menurut Islam untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran akhlak memberikan pelajaran mengenai perilaku yang baik agar siswa tidak melakukan hal yang melanggar ajaran agama Islam. Tabel 2. Kegiatan Pembelajaran dan Nilai Pembentuk Karakter No.
Kegiatan Pembelajaran
1.
Pembukaan dengan salam
2.
Materi
dengan
Metode
diskusi,
Refleksi
Sopan santun
menggunakan Gemar tanya
ceramah 3.
Nilai Pembentuk Karakter
jawab, menghargai,
membaca, tanggung
saling jawab,
disiplin, rasa ingin tahu, demokratis berupan
dorongan dan kerja sama, komunikatif
(motivasi) Pembentukan karakter yang dilakukan di Madarasah Muallimin lebih banyak pada kegiatan mereka di maskan atau asrama. Bahkan kegiatan-kegiatan yang wajib ditempuh oleh siswa seperti latihan menjadi imam, berkhotbah, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
mengisi kultum dan kegiatan yang lainnya mereka dapatkan di asrama. Asrama menjadi bagian penting bagi Muallimin untuk mengembangkan akhlak siswa. musyrif sebagai pembimbing siswa dalam kehidupan di asrama. Musyrif mempunyai pengaruh besar terhadap penanaman nilai-nilai terutama nilai Islami yang menjadi acuan mereka. Musyrif memberikan dorongan kepada siswa yang biasanya diambil dari kisah perjuangan menegakan Islam oleh para sahabat Nabi Saw, atau perjuangan kiai Ahmad Dahlan sebagai pencetus Muhammadiyah. Madrasah Mullimin memiliki perhatian khusus dalam hal pengembangan kepribadian siswa yakni dengan adanya laporan hasil penilaian kepribadian. Aspek yang dinilai dari kepribadian siswa dikelompokan menjadi lima aspek yakni ibadah, akhlak, aspek kepemimpinan, keulamaan, kemandirian, Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 penilaian kepribadian menyatu dalam laporan hasil belajar siswa. Laporan hasil belajar ini memuat hasil nilai mata pelajaran dan kolom penilaian kepribadian serta kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh siswa. Aspek-aspek yang dinilai lebih sederhana jika dibandingkan dengan di Muallimin. Kegiatan yang lainnya yakni ekstrakurikuler meliputi 3 bidang, yakni bidang keterampilan, bidang keilmuan dan bahasa, bidang olahraga dan seni. Selain itu terdapat Tapak Suci dan Hizbul Wathan mencerminkan kedisiplinan, ketangkasan, ketegaran, serta keberanian dalam bertindak. Program lain Mubaligh Hijrah, Mubaligh Intilan, Mubaligh Jumat dan lain-lainnya membentuk siswa menjadi pemimpin sebagai penyebar kebaikan, memupuk kepedulian sosial, komunikatif dengan masyarakat, cinta damai dalam melakukan dakwah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
4. Pengamalan (Aktualisasi) Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta. Pengamalan nilai pembentuk karakter yang dilakukan oleh siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan Mullimin dimulai dari hal-hal kecil dengan menyapa guru kemudian menjabat tangan guru serta bertegur sapa dengan teman-temannya. Sopan santun telah mulai melekat dalam perilaku siswa di kedua sekolah ini. Tanggung jawab, kepemimpinan, kerjasama sudah mulai diemban oleh siswa dengan adanya kegiatan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) tingkat sekolah. Kegiatan-kegiatan bakti sosial kepada masyarakat dilakukan rutin setiap tahun. Kegiatan lainnya pelatihan Qurban Idul Adha, Mubaligh Hijrah, Mubaligh Kamis Jumat, Kader Intilan, dan pengajian. SMA Muhammadiyah 1 mempunyai kegiatan lain untuk memantapkan silaturahmi antara siswa yakni setiap bulan mengadakan pengajian keliling. Bagi siswa yang menjadi tuan rumah merupakan suatu tanggung jawab yang berat agar acara terlaksana dengan baik. Jika acara ini dilakukan sewajarnya tentu banyak hikmah yang didapatkan oleh siswa, namun terkadang acara ini diadakan dengan cara yang berlebihan sehingga esensi dari pengajian tersebut justru hilang. Sementara rutinitas siswa di Muallimin telah terjadwal dari bangun tidur shalat Subuh, siraman rohani (pengajian pagi), membersihkan kamar masingmasing, mengantri untuk mandi. Sebagai cerminan kepribadian, siswa telah mengatur diri sendiri dari mulai mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, mengatur keuangan yang diberikan orang tua, bahkan ad juga siswa yang mencuci pakaiannya sendiri diantara siswa lainnya yang menggunkan jasa pencucian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
(laundry). Kegiatan sehari-hari lainnya adalah shalat berjamaah, tadarus al-Quran di SMA Muhammadiyah 1, hafalan al-Quran bagi siswa Muallimin yang dilakukan setelah shalat Magrib dan setelah shalat Isya atau pada waktu senggang lainnya, pengajian dan puasa Sunah sebagai upaya menguatkan iman dan takwa siswa kepada Allah Swt. 5. Kekahasan pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah dan MA Mullimin Yogykarta Keunikan tersendiri bagai sekolah SMA Muhammadiyah khususnya SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dengan cenderung mempunyai pola sekolah umum tetapi memiliki kurikulum yang sama dengan MA (Madrasah Aliyah) yakni dengan memecah pelajaran keagamaan kedalam beberapa mata pelajaran tersendiri. SMA Muhammadiyah 1 mempunyai program-program seperti pengajian keliling, pengajian malam taqaruf (untuk kelas tiga), bakti sosial lingkungan alam. MA Muallimin mempunyai daya tarik sebagai sekolah yang terpadu dengan sistem pondok (boarding school) dengan program yang unik yakni program pengkaderan Muhammadiyah seperti hapalan al-Quran, program khotbah Jumat, berpidato, mengajar (dibekali dengan ilmu keguruan), C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Pendidikan Karakter Menurut Guru SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Sekolah berbasis Islam mempunyai kekuatan dalam menanamkan karakter melalui ajaran-ajaran Islam. Ajaran-ajaran ini diyakini sebagai jalan untuk commitmenuntun to user siswa kepada jalan yang benar menyampaikan wahyu Tuhan sekaligus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
menurut hukum agama. Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia saat ini mempunyai andil besar dalam membentuk karakter bangsa. Karakter bangsa ditentukan oleh baik buruknya karakter individu sebagai penduduk negara tersebut. Sumber pembentuk karakter dalam Islam tentu mengambil dari kitab alQuran sebagai wahyu Tuhan, dan Sunah/Hadis sebagai keteladanan dari nabi Muhammad Swt sebagai panutannya. Begitu juga halnya di Madrasah Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 sebagai sekolah berbasis Islam. Tidak mengherankan ketika seorang guru sejarah di SMA Muhammadiyah 1 mengatakan bahwa semua guru adalah guru agama bagi siswa. Hal ini karena tugas dan kewajiban guru untuk membentuk generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Akhlak dalam Islam adalah hasil, dampak, atau buah dari perbuatan yang dilandasi keyakinan hati tunduk dan patuh tanpa tekanan pada kehendak Allah Swt. Akhlak dibagi menjadi dua akhlak kepada Allah yang meliputi selalu menjaga tubuh dan pikiran dalam keadaan bersih, menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar, berempati pada penderitaan orang lain, dan menyadari bahwa semua manusia sederajat. Sedangkan akhlak kepada manusia yakni menjaga kenormalan pikiran, saling menghormati, tenggang rasa, saling menolong dalam hal kebaikan. Pendidikan Islam sebagai usaha untuk membimbing pembentukan akhlak dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat digunakan dalam kehidupannya sebagai bagian pengabdian kepada Allah Swt. Kehidupan yang tergambar dalam ajaran Islam adalah kehidupan yang Islami yang mungkin terbina apabila pola tingkah laku setiap warganya dilandasi oleh ketakwaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
terhadap Allah Swt. Nilai-nilai ajaran Islam kemudian dapat diwujudkan dalam sikap dan perilaku lahir-batin baik untuk diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.
Begitu
pula
Pendekatan
Islam
yang
diterapkan
dalam
pembentukan karakter di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 tidak bermaksud mengabaikan ideologi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Justru dalam pembelajarannya terus diterapkan mengenai kecintaan terhadap tanah air dan bangsa melalui berbagai slogan-slogan tertentu. Jika dilihat dari sejarahnya, Muhammadiyah merupakan organisasi moderat yang kooperatif dengan pemerintah. Tujuan intinya bukan untuk mendirikan negara Islam melainkan pemurnian ajaran Islam. Pembentukan karakter melalui ajaran Islam sesuai dengan Pancasila sila pertama sebagai pengakuan adanya Tuhan dan kebebasan memeluk agama bagi warga negara Indonesia. Pancasila sebagai roh karakter bangsa tidak terlepas dari pengaruh ajaranajaran Islam. Tidak diragukan lagi mengenai pengaruh Islam dalam ideologi Pancasila, apalagi Sukarno sebagai orang yang berpengaruh besar dalam perumusan Pancasila adalah orang Islam yang mengakui dirinya sebagai warga Muhammadiyah tentu pemikirannya banyak terpengaruh ajaran-ajaran Islam. Keserasian makna antara Pancasila dengan ajaran Islam dapat dilihat dengan mengkaji setiap sila dalam Pancasila. Kajian itu dilakukan dari sudut pandang pandangan Islam dan analisis kesejarahan terbentuknya Pancasila. Pemikiran sila pertama ini sebenarnya tidak jauh dari rancangan sebelumnya dalam piagam Jakarta. Dalam kalimat sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dapat diartikan bangsa Indonesia mengakui bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
Tuhan itu satu. Dapat dipahami betapa besar pengaruh Islam dalam jiwa pendiri bangsa dalam hal ini adalah Sukarno sebagai salah seorang yang dominan dalam pembuatan Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa, dapat disebutkan bahwa sila ini merupakan dasar kerohanian dan moral bagi bangsa Indonesia dalam melakasanakan
hidup
bermasyarakat
dan
bernegara.
Berarti
dalam
menyelenggarakan kehidupan bernegara wajib memperhatikan dan menghormati petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Esa, tidak dibenarkan menyimpang dari ketentuan-ketentuanNya ( Immawan Wahyudi, 2011:43). Keterkaitan Pancasila dengan ajaran Islam juga terdapat pada sila-sila lainnya. Pada sila kedua Pancasila tidak terlepas dari pengaruh Islam yang mengajarkan bahwa semua gologan manusia berasal dari nenek moyang yang sama. Persamaan derajat semua golongan menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan tidak ada keutamaan satu golongan dengan golongan lainnya. Segi kemanusiaan dalam Islam menyangkut hak asasi manusia tanpa membedabedakan bangsa yang satu dengan yang lainnya. Hal lain tercantum dalam alQuran surat al-Isra ayat 70 yang menyatakan mengenai kemuliaan seluruh manusia sebagai anak Adam dengan diberikan rejeki dari darat dan laut serta memiliki akal dan pikiran sebagai kelebihan dan kesempurnaan dengan makhluk lain. Sila ketiga mengenai persatuan telah dijelaskan juga dalam al-Quran surat al-Imron ayat 103 bahwa Allah Swt melarang manusia untuk bercerai-berai dan menganjurkan untuk bersaudara sebagai bagian dari persatuan umat. Sila keempat mengenai demokrasi yang dituangkan dengan bermusyawarah. Musyawarah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
dalam Islam menjadi bagian penting dalam memecahkan suatu masalah. Dalam surat al-Imron ayat 159 menyatakan bahwa Allah Swt memerintahkan kepada Muhammad Saw untuk melakukan musyawarah sebagai jalan untuk memutuskan sesuatu. Indonesia sebagai negara demokrasi melakukan ini dengan cara membentuk dewan perwakilan rakyat sebagai penyambung aspirasai rakyat. Musyawarah dapat diterapkan juga dalam pembelajaran dengan metode diskusi ataupun melalui kegiatan keorganisasian sebagai latihan dalam berdemokrasi bagi siswa. Sila kelima yang terakhir mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kaitannya sila ini dengan ajaran Islam tercermin dalam berbagai ayat yang memerintahkan orang yang mampu dalam hal materi untuk berzakat dan bersedekah kepada orang yang membutuhkan. Selain itu prinsip kesejahteraan sosial juga tercermin dalam cara memeperlakukan pekerja. Islam menganjurkan untuk membayar gaji/upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya. Dengan demikian dari kelima sila tersebut jelas terkandung semua dalam ajaran Islam meskipun dalam bentuk yang berbeda. Kepribadian bangsa Indonesia tentu harus mengacu pada Pancasila sebagai ideologi bangsa karena tidak ada pertentangan antara kandungan Pancasila dengan ajaran agama. Muhammadiyah sebagai induk dari lembaga pendidikan Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 menjadi naungan bagi pengembangan ajaran Islam yang sebenar-benarnya sesuai dengan al-Quran dan Hadis. Setidaknya kepribadian siswa akan terbentuk sesuai dengan kepribadian Muhammadiyah. Muhammadiyah memiliki cara tersendiri untuk membentuk manusia yang berkarakter Islami. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
Setidaknya terdapat sepuluh sifat yang wajib dimiliki dan dipelihara keberadaannya
oleh
manusia
yakni
religius,
beramal,
persaudaraan,
bermasyarakat, bersabar, taat hukum, kerja sama, adil, bijaksana, berakhlak mulia. Pendidikan karakter merupakan upaya membentuk sifat, sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan melalui berbagai kegiatan. Dalam lembaga pendidikan, nilai-nilai pembentuk karakter ditanamkan melalui proses pembelajaran, budaya dalam lingkungan sekolah, keteladanan guru dan kegiatan lainnya yang terdapat di sekolah. Hasil penanaman nilai tersebut dapat dilihat dari tingkah laku siswa, namun dengan jangka waktu yang panjang karena perlu pembiasaan dan penguatan sebagai faktor pendukungnya. Pendidikan karakter sebagai program pemerintah yang dilakukan salah satunya melalui pendidikan di sekolah merupakan tugas berat yang harus dilaksanakan oleh setiap sekolah. Guru sebagai pendidik dituntut bekerja lebih dengan peran sebagai pendidik menyalurkan ilmu pengatahuan dan menanamkan nilai-nilai untuk terbentuknya karakter yang baik pada siswa. Hasilnya memang tidak dapat dilihat atau dirasakan secara instan, namun demikian sekolah bisa melihat dari perilaku yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari siswa di sekolah. Tentu guru yang tahu lebih banyak mengenai perkembangan tersebut. 2. Sumber Penanaman Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Al-Quran dan Hadis sebagai sumber panduan hidup manusia yang commit to user digunakan oleh umat Islam mempunyai berbagai kandungan didalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 149
Kandungan dalam ayat-ayat al-Quran diantaranya pertama, prinsip aqidah, syariah, dan akhlak sebagai petunjuk kepada manusia untuk bertingkah laku. Kedua, janji dan ancaman-ancaman Allah terhadap segala sesuatu yang telah dilakukannya. Ketiga, kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu sebagai teladan dan percontohan bagi manusia jaman sekarang. Keempat, mengenai hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kelima, prinsip ilmu pengetahuan. Sedangkan Hadis merupakan bagian dari penjelasan ayat al-Quran yang masih umum atau penjelasan mengenai peraturan yang tidak disampaikan dalam alQuran. Al-Quran sebagai dasar dan penjaga kehidupan serta sumber budaya Islami berpengaruh kitab ini bukan hanya pada kehidupan budaya umat Islam, tetapi juga mempengaruhi jalannya sejarah budaya umat manusia. Bagi umat Islam al-Quran adalah petujuk yang didalamnya adalah pesan untuk seluruh umat manusia baik dalam masalah eksternal maupun masalah internal. Pokok kandungannya merupakan keyakinan, sikap dan dorongan, kepribadian, dan watak, kehidupan pribadi dan masyarakat, dan peranan manusia dalam sejarah. Inilah petunjuk bagi kehidupan manusia menuju ke jalan lurus dengan gaya tuntunan dalam setiap ayatnya. Dasar pendidikan Islam yang ditumpukan pada al-Quran dan Hadis menjadi landasan pengembangan pendidikan Islam yang dibantu dengan metode dan pendekatan seperti qiyas, ijma, ijtihad dan tafsir. Qiyas adalah memberikan suatu hukum yang telah diatur oleh agama untuk suatu perkara lain yang belum ada hukumnya karena keduanya memiliki persamaan. Adapun ijma adalah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
menentukan suatu ketektuan dengan persetujuan orang banyak. Ijtihad merupakan pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu dari berbagai perbuatan. Sedangkan tafsir adalah memberikan pandangan mengenai suatu hal untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya. Dengan jalan ini tentunya akan mempermudah penerapan al-Quran dan Hadis dalam berbagai aspek kehidupan. Al-Quran sebagai pedoman hidup umat Islam akan tetap hidup jika kandungannya diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Penerapan isi alQuran dapat dilakukan salah satunya melalui pendidikan dengan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan yang eksak maupun pengetahuan yang bersifat sosial humaniora, politik, ekonomi, filsafat dan berbagai perilaku kehidupan manusia pada umumnya. Walaupun dalam kenyataanya penerapan nilai qurani akan ditentukan oleh tingkat keimanan setiap individu yang bersangkutan. Tiga aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan dalam proses penerapan nilai Qurani dalam pendidikan yakni sebagai berikut. a. Aspek spiritual yaitu iman, takwa dan akhlak mulia. Aspek spiritual tergambar dalam berbagai ibadah dan dan perbuatan yang dilakukan. Perilaku ini tersimpul dalam satu kata yaitu akhlak. Akhlak merupakan bagian dari penentu perilaku yang akan di lakukan yang datang dari dalam jiwa untuk diterapkan oleh individu dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak menjadi pembeda antara manusia yang mempunyai akal dan pikiran dengan kumpulan binatang yang tidak memiliki tata nilai dalam kehidupannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
b. Kepribadian yang mantap dan mandiri, bertanggung jawab kepada diri sendiri, kemasyarakatan
dan
kebangsaan.
Secara
umum
kepribadian
disini
menitikberatkan pada pembentukan karakter muslim sebagai insan yang diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar sebagai bawaan dan faktor lingkungan sebagai faktor luar dengan berpedoman kepada nilai-nilai keislaman. Keperibadian individu dipengaruhi oleh faktor dasar atau faktor bawaan yang dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya melalui bimbingan dan pembiasaan berpikir, bersikap dan bertingkah laku menurut norma-norma Islam. Faktor yang lainnya sebagai pembentuk kepribadian yakni faktor luar yang dikembangkan dengan cara mempengaruhi individu melalui proses dan usaha membentuk keadaan yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan norma-norma Islam seperti teladan, nasehat, anjuran, ganjaran, pembiasaan, hukuman, dan pembentukan lingkungan serasi. c. Kecerdasan yang membawa kepada kemajuan, yaitu cerdas, terampil, disiplin, etos kerja, profesional, inovatif dan produktif. Dimensi kecerdasan dalam pandangan psikologi merupakan sebuah proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis, kreativitas, dan praktis. Kecerdasan apapun bentuknya, baik IQSQ dan lain-lain-saat ini diukur dengan tes-tes prestasi di sekolah, dan bukan merupakan prestasi di dalam kehidupan. Awalnya kecerdasan itu diukur dengan membandingkan usia mental dengan usia kronologis, tetapi saat ini test IQ membandingkan penampilan individu dengan rata-rata bagi kelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
dengan usia yang sama. Tegasnya dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi pemahaman nilai-nilai al-Quran dalam pendidikan. Perubahan zaman saat ini membuat pengamalan nilai-nilai al-Quran telah banyak mengalami penurunan. Nilai-nilai Qurani seharusnya terus diamalkan oleh umat Islam agar ajarannya tetap tertanam dalam kehidupan manusia baik dalam perilaku antar manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. AlQuran sebagai pedoman hidup umat Islam akan tetap hidup jika kandungannya diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Penerapan isi al-Quran dapat dilakukan salah satunya melalui pendidikan dengan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan yang eksak maupun pengetahuan yang bersifat sosial humaniora, politik, ekonomi, filsafat dan berbagai perilaku kehidupan manusia pada umumnya. Walaupun dalam kenyataanya penerapan nilai Qurani akan ditentukan oleh tingkat keimanan setiap individu yang bersangkutan. Al-Quran mengandung materi tentang berbagai hal menyangkut kehidupan manusia dan hal-hal lain untuk diamalkan oleh umat Islam. Secara garis besar membagi isi al-Quran menjadi 6 kriteria yakni prinsip aqidah, syariah, dan akhlak, janji dan ancaman-ancaman Allah, kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu sebagai pembelajaran. Kitab ini juga berkisah mengenai hal-hal yang akan terjadi dimasa yang akan datang, prinsip ilmu pengetahuan, sunatullah atau hukum Allah yang mengikat pada keseluruhan ciptaan-Nya. Fungsi al-Quran bagi umat manusia yakni sebagai petunjuk bagi umat manusia, rahmat dari Allah untuk umat manusia, penjelasan mengenai suatu kebenaran, sebagai pelajaran bagi umat manusia dan banyak yang lainnya. Fungsi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
tersebut akan bermakna apabila al-Quran benar-benar dipahami dengan baik. Tidak sedikit ilmuawan orientalis yang terpukau ketika membahas mengenai alQuran. Edward Gibbon salah satunya telah terpesona dengan penelitiannnya mengani al-Quran sebagai sumber ajaran Islam. Dia tidak membantah bahwa alQuran adalah sebuah kitab agama kemajuan, kenegaraan, perdagangan, kemahkamahan, dan sumber undang-undang dalam agama Islam. Kelengkapan isi dalam al-Quran yang memuat mengenai ibadah, ketauhidan, mengenai kerohanian, kekuatan jasmani, akhlak, hukum dan lainnya. Tidak sekedar itu alQuran tidak hanya menerangkan mengenai keagamaan, tetapi juga mengupas mengenai asas-asas keduniaan seperti politik kenegaraan. Al-Quran dan Hadis bagi umat Islam merupakan petunjuk dalam kehidupan, tidak mengherankan jika di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin selalu mengajarkan pemahaman mengenai al-Quran dan Hadis melalui pembelajaran, kemudian diamalkan dengan membacanya setiap hari. Bagi siswa Muallimin lebih lagi, mereka dituntut untuk menghafal al-Quran sebagai perwujudan kecintaannya terhadap Islam dan tuntutan program madrasah. Inilah wujud usaha sekolah dalam menanamkan pokok-pokok ajaran Islam dan memberikan perhatian khusus terhadap agama sebagai fondasi karakter individu. 3. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Pendidikan karakter yang berlangsung pada lembaga pendidikan SMA/MA diterapkan melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, to userSasaran pada pendidikan formal penciptaan budaya sekolah, dan commit pembiasaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 154
adalah siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Penerapan nilai-niai pembentuk karakter pada jenjang SMA maupun MA seperti halnya SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin memberikan meliputi tiga hal yakni pemahaman (pengetahuan), penanaman (internalisasi) dan pengamalan (aktualisasi). Jika dikaitkan dengan kompetensi karakter menurut Thomas Lickona yakni moral knowing (pengetahuan moral) yang terdiri dari kesadaran moral, memahami nilai moral, mengambil cara pandang, alasan moral, membuat keputusan, dan pengetahuan diri. Moral feeling (perasaan moral) terdiri dari berhati nurani, harga diri, empati, mencintai, mampu mengontrol diri dan kerendahan hati. Dalam tahapan ini dapat diwujudkan dalam ajaran Islam yakni
mengkaitkan puasa
sebagai usaha pengendalian diri, zakat untuk melatih ketangguhan sosial, empati, kepercayaan dan melatih untuk peka terhadap nati nurani (suara hati). Moral action (tindakan moral) yang terbagi menjadi tiga yakni memiliki kompetensi, mempunyai kemauan dan terbiasa melakukan kebaikan. Moral knowing yang diketengahkan oleh Lickona hampir sama dengan konsep fathanah yang ada dalam sifat kenabian. Karakteristik yang terkandung dalam sifat fatonah yakni mereka tidak hanya terampil tetapi juga berdedikasi dan bijaksana, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan memahami makna yang terkendung didalamnya. Motivasi yang kuat untuk terus belajar dan mampu mengambil
pelajaran
dari
pengalaman.
Dalam
kehidupan
di
SMA
Muhammadiyah 1 dan Muallimin ini merupakan tahapan pemberian pemahaman mengenai nilai-nilai pembentuk karakter. Proses pemahaman dilakukan melalui commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
pembelajaran, keteladanan, dari seluruh warga sekolah sehingga siswa menjadi tahu nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Moral feeling, tahapan ini sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Guru harus mencoba mengarahkan, mengelola emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran dan yang paling penting siswa merasa tertarik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang baik. Antara moral feeling dengan sifat sidiq dan amanah hampir mempunyai kesamaan. Sidiq dan amanah merupakan wujud kejujuran sesuai dengan hati nurani manusia yang didalamnya terdapat beberapa nilai yakni rasa tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan menginginkan hasil yang optimal, merasakan hidup yang bermakna dan bernilai, dapat saling dipercaya dan saling menghormati, berbaik sangka. Proses ini diterapkan di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin sebagai proses penanaman dalam diri siswa mengenai pentingnya nilai-nilai karakter bagi manusia. Tujuannya supaya nilai-nilai yang membentuk karakter itu dapat terpatri dalam jiwa siswa sehingga akan mampu mejadi warna dalam setiap perilakunya. Moral action merupakan ketertarikan untuk melakukan perilaku moral kemudian dipraktikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perilaku moral menuntut adanya kemampuan, kemauan dan kebiasaan dalam melakukan tindakan. Jika dilihat dari sifat kenabian ini akan berkaitan dengan sifat tabligh (menyampaikan dengan segenap perbuatan) sifat ini akan membentuk sikap proaktif dalam berkontribusi positif terhadap lingkungan, beriman. Menjaga amanah dan tidak pernah mengingkari janji, mampu memberikan teladan kepada orang disekitarnya. Mencintai orang lain sebagai bagian dari kesamaan hak, memiliki kedewasaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
emosi jiwa yang tenang. Memiliki tujuan hidup yang jelas dan mampu bersaing dengan sehat. Perilaku inilah yang menjadi penilai mengenai keberhasilan penanaman karakter, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Tahap pendidikan karakter ini merupakan tahap menjadi puncak tolak ukur dari unjuk kerja warga sekolah dalam tahap sebelumnya. Di SMA Muhammadiyah dan MA Muallimin proses pengamalan (aktualisasi) dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti ekstrakurikuler, perilaku siswa di dalam lingkungan, kelas, sekolah dan masyarakat atau melalui kegiatan lainnya yang mengarah kepada pembentukan karakter pada siswa. mengenai ha ini akan dijelaskan selanjutnya pada bagian pengamalan (aktualisasi) nilai pembentuk karakter. Di bawah ini adalah tabel sebagai ringkasan analisis yang telah disampaikan di atas yakni sebagai berikut. Tabel 3. Proses Penerapan Nilai-Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Kemiripan dalam Proses Penanaman Nilai Pembentuk Karakter Thomas Lickona Moral knowing
Islam (sifat kenabian) Fathanah
SMA Muhammadiyah 1 & MA Muallimin Pemahami nilai-nilai melalui pembelajaran dan budaya sekolah.
Moral feeling Moral action
Sidiq (jujur), Amanah
Penanaman nilai dalam hati nurani
(terpercaya)
siswa (kepribadian)
Tabligh (menyampaikan
Pengamalan (aktualisasi) melalui
melalui
berbagai kegiatan di
perilaku/berdakwah)
sekolah/madrasah/asrama
Nilai akhlak yang dikembangkan dalam jenjang pendidikan SMA atau MA commit to user yakni berprasangka baik, terbuka, hati-hati, gigih, berinisiatif dan rela berkorban.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
Terbiasa bertaubat, berpakaian yang sopan, demokratis, menghargai orang lain, produktif, rasional, serta bersosialisasi dalam kehidupan plural berdasarkan etika Islam. Model internalisasi pendidikan karakter yakni dengan keteladanan, bimbingan, motivasi atau dorongan, zakiyah (murni/bersih), berkesinambungan, sering mengingatkan, pengulangan, pengorganisasian, dan sentuhan hati. Ciri khas yang terdapat pada pribadi muslim sebagai berikut. a. Keyakinan yang bersih (Salimul Aqidah) sebagai manusia yang beriman kepada Tuhan dan memiliki sifat religius yang kuat. b. Ibadah yang benar (Shahihul Ibadah) yang merujuk pada al-Quran dan Sunah/Hadis. c. Akhlak yang kokoh (Matinul Khuluq). d. Kekuatan jasmani (Qowiyyul jismi) daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat melakukan ajaran Islam yang optimal. e. Intelek dalam berpikir (Mutsaqoful Fikri). f. Mampu melawan hawa nafsu. g. Pandai membagi waktu. h. Teratur dalam segala urusan dengan melakukannya secara profesional. i. Mampu atau kreatif dalam berusaha dan memiliki otoritas dalam masyarakat. j. Bermanfaat bagi orang lain. Teori Thomas Lickona mengungkapkan bahwa sebagai upaya pembentukan karakter yang baik kepada anak perlu diterapkan melalui pendidikan moral. Pendidikan moral
harus memiliki kesempatan untuk membuat dampak yang
nyata pada perkembangan karakter anak. Di dalam kelas harus mampu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 158
membangun harga diri dan rasa bermasyarakat, belajar untuk bekerja sama dan membantu orang lain, refleksi moral, dan ikut serta membuat keputusan dalam suatu hal dengan cara musyawarah. Mengenai hal ini penulis sependapat dengan Ahmad Watik Pratiknya yang menjabarkannya sebagai berikut dibawah ini. Tabel 4. Proes Pendidikan di Lingkungan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Aspek Pembinaan Pemahaman Imtak
Keyakinan, akhlak, dan perilaku Pemahaman
Budaya
Wawsan, sikap, dan perilaku
Wahana Pendidikan Sekolah
Keluarga
Masyarakat
Alih
Alih
Alih
pengetahuan
pengetahuan
pengetahuan
Pembiasaan,
Pembiasaan,
penghayatan,
penghayatan,
peneladanan
peneladanan
Alih
Alih
Alih
pengetahuan
pengetahuan
pengetahuan
Pembiasaan,
Pembiasaan,
penghayatan,
penghayatan,
peneladanan
peneladanan
Alih nilai
Alih nilai
Penerapan pendidikan karakter di sekolah berbasis agama setidaknya dilakukan melalui beberapa cara yakni melalui proses pembelajaran, keteladanan dari tokoh dan guru, budaya sekolah, pembiasaan berperilaku baik, dan kegiatan lain yang menunjang seperti ekstrakurikuler, dan program-program pengabdian kepada masyarakat. Untuk lebih rinci penulis akan menjelaskan sebagai berikut. a. Proses Pembelajaran di Kelas Kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran di kelas akan menjadi bagian dari tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah penggunaan commit to user metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik materi dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 159
kemampuan siswa supaya ilmu yang disampaikan dapat dikuasai dan diamalkan oleh siswa. Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang ditempuh oleh guru supaya materi yang disampaikan benar-benar dikuasai oleh siswa. Sedikitnya terdapat enam model pembelajaran yakni model pembangunan konsensus (consensus building) yang dikembangkan oleh Lickona dan Berkowitz, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran sastra, model resolusi konflik, model diskusi dan pelibatan siswa dalam penalaran moral dan model service learning. Selain model tersebut di atas terdapat juga model lainnya yakni model pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah, visi dan misi sekolah, teladan guru, penegakan peraturan dan disiplin. Tentunya model ini akan tercapai apabila keadaan elemen sekolah telah benar-benar kondusif. Selain itu metode pembelajaran yang tidak mungkin ditinggalkan oleh setiap guru dalam mengajar yakni metode ceramah. Ceramah dapat digunakan utuk memotivasi kepada siswa atau memberukan klarifikasi, meninjau ulang dengan meringkas materi yang telah disampaikan. Guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode diskusi dan tanya jawab dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru mencoba untuk mengajar melalui paradigma konstruktivisme dengan berbagai metode yang digunakan seperti diskusi, pemecahan masalah. Diskusi merupakan cara yang dilakukan untuk melatih keterampilan dan kreativitas siswa dengan tujuan siswa akan mempunyai keterampilan dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, mampu mengambil keputusan, dan memecahkan masalah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 160
Guru mengucapkan salam kemudian guru bertanya mengenai hal yang berkaitan dengan materi yang akan diberikan sebagai pretest. Setelah itu guru menyampaikan pokok-pokok materi dan kompetensi yang ingin dicapai. Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk mendiskusikan materi yang mereka dapat selama hampir 20 menit. Setelah selesai berdiskusi dengan teman-temannya satu persatu kelompok maju mempersentasikan hasil diskusinya sekitar 10 menit untuk setiap keompok. Terdapat beberapa siswa dari kelompok lain bertanya, ketika kelompok tidak dapat menjawab guru menampung pertanyaan tersebut. Guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan klarifikasi mengenai pernyataan siswa yang keliru dan kemudian menyimpulkan hasil diskusi secara bersama-sama. Pada akhir proses pembelajaran tidak banyak guru yang melakukan refleksi mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai-nilai, moralitas, atau nasihat yang mampu membangun siswa terkait dengan kehidupan nyata sekarang ini. Jumlah materi yang banyak membuat kebanyakan guru mengejar ketercapaian dalam menyampaikan materi. Dengan demikian pembentukan karakter siswa dalam proses pembelajaran tidak begitu besar jika dibandingkan dengan pengaruh budaya sekolah,
pembiasaan baik dan kegitan-kegitan lainnya.
Proses
pembelajaran yang tidak maksimal seperti tersebut sedikit sekali menanamkan nilai-nilai pembentuk karakter dalam diri siswa karena yang diutamakan adalah aspek kognitif yakni ketuntasan materi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 161
Tabel 5 Kegiatan dalam Proses Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin Yogyakarta No. Kegiatan Pembelajaran
Nilai yang Terkandung
1.
Keteladanan
Kegiatan awal a. Apersepsi b. Guru
berperilaku, sopan santun
menyampaikan
kompetensi dengan mengucapkan salam
dasar yang ingin dicapai 2.
dalam
kepada siswa.
Kegiatan inti (diskusi kelompok) Eksplorasi a. Siswa secara bersama-sama mencari, mengolah dan menganalisis informasi Siswa mampu
dari berbagai sumber
berfikir
kritis,
bermusyawarah/
b. Kelas dibagi menjadi 5 kelompok dan bekerjasama,
gemar
berdiskusi mengenai materi selama 20 membaca,
bekerja
menit mengenai tema yang telah dibagi
dengan
dapat tim,
mengemukakan Elaborasi
berani pendapat,
disiplin dan tepat waktu
Siswa mempersentasikan hasil diskusi dari masing-masing
kelompok.
Setiap
kelompok mendapatkan waktu selama 10 menit. Konfirmasi a. Klarifikasi tiap kelompok jika terjadi kesalahan konsep b. Menyimpulkan secara bersama-sama c. Evaluasi lisan dengan tanya jawab 3.
Penutup
Tanggung
Penugasan untuk dikerjakan di rumah
amanah
commit to user
jawab
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 162
Guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar dalam konteks pendidikan karakter Islami merupakan sebuah komunitas kelas. Hubungan guru dengan murid tidak satu arah melainkan dua arah, keduanya sama-sama saling berinteraksi. Tidak hanya materi yang disampaikan dalam pembelajaran melainkan ranah non-instruktusional seperti manajemen kelas, kesepakatan kelas yang membantu proses pembelajaran yang nyaman. Pembelajaran secara Islam diintegrasikan antara nilai-nilai ilahiyah dan pengetahuan duniawi yang melibatkan keseluruhan siswa, secara spiritual, emosional,
sosial,
dengan
intelektualitas
dan
fisik.
Sekolah
Islam
mengintegrasikan pengetahuan, kepercayaan, dan hargai dengan aksi dan aplikasi. Aspek integratif ini mempunyai pengaruh besar sebagai kekuatan dari pendidikan dengan landasan ajaran Islam. Pendidikan Islam juga memfokuskan pada nilai dengan mempertimbangkan dimensi etis dari topik yang diajarkan. Pendidikan Islam menjadi satu kendaraan kuat untuk pembangunan karakter dan moral, tiaptiap aspek dalam pembelajaran selalu menyampaikan nilai ke murid dan memberikan kesempatan kepada siswa pelajari nilai. Pemilihan materi, bahan dan aktivitas, pengaturan kelas, ketentuan kelas mengarahan siswa untuk mempelajari nilai-nilai karakter. Materi pembelajaran banyak mempunyai isu yang kontoversial dan berkaitan dengan unsur-unsur yang terkadang dianggap bid’ah maupun syirik. Materi tersebut sering muncul dalam pembelajaran sejarah. Di Muallimin sering terjadi masalah seperti ini sering dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran sejarah. Siswa menganggap bahwa materi sejarah terkadang berbenturan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 163
materi akidah yang mereka pelajari. Hal ini menuntut guru sebagai pendidik harus mampu untuk memberikan pengertian kepada siswa dan memasukan nilai karakter supaya siswa mempunyai sifat dan perilaku panatik sempit. Berbeda dengan siswa SMA Muhammadiyah 1 yang dalam pembelajarannya sering menggunakan metode diskusi, mereka sering terjebak dengan debat suatu hal tanpa dasar sehingga sering terjadi debat yang tidak berujung. Bahkan diskusi berubah menjadi debat yang penuh emosi berusaha saling menyangkal menjatuhkan pendapat temannya sendiri. Pembelajaran yang terkait dengan isu-isu kontroversial menuntut sikap yang sangat hati-hati serta kemampuan yang memadai dalam menyampaikan materi tersebut. Prinsip-prinsip dalam pembahasan materi ini perlu ditegakan seperti diskusi tidak boleh dikuasai oleh suatu pihak, menghindari sindiran-sindiran kasar dalam berdiskusi, menyampaikan pendapat selalu dengan dukungan referensi, berbicara dengan sopan, dan sabar mendengarkan orang lain yang sedang berbicara. Penerapan karakter dalam proses pembelajaran seperti kasus di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada siswa dengan berbagai nilai yang terkandung dalam materi tersebut. Di Muallimin guru memberikan pemahaman mengenai perbedaan keyakinan, toleransi, dan sekaligus
meningkatkan
Muhammadiyah 1
tingkat
keimanan
siswa.
Sedangkan
di
SMA
siswa diarahkan untuk mempunyai sifat yang sabar, dan
perilaku yang bertanggung jawab atas pendapatnya, saling menghargai pendapat yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 164
Agama Islam secara positif mempengaruhi dan mentransformasikan dunia, melalui pendidikan Islam untuk mempersiapkan umatnya secara emosional, secara moral, dan intelektualitas. Guru dengan aktif dan kesungguhan selalu terlibat diri proses pembelajaran, mampu menentukan pilihan materi yang terpadu dengan nilai karakter dan menyesuaikan dengan kurikulum. Guru yang efektif dalam pendidikan Islam harus dipersiapkan secara terus-menerus untuk memperbaharui pengetahuannya sesuai kebutuhan muridnya, dalam mengajar mencoba menghubungkan berbagai peristiwa nyata, sebagai contoh yang berhubungan langsung kedalam kehidupan siswa sehingga siswa mampu untuk merespon terhadap apa yang sedang mereka mempelajari. Hal ini juga sebagai jawaban atas tantangan fenomena globalisasi memang sudah tidak dapat dihindari lagi oleh siapapun, kecuali dia sengaja mengungkung diri menjauhi interaksi dan komunikasi dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari dan mendapat catatan, di samping membawa manfaat, globalisasi juga mendatangkan madlarat. Oleh karena itu, harus pandai menyikapinya, misalnya, jika nilai-nilai yang terdapat dalam globalisasi itu positif maka tidaklah salah untuk mengambilnya, sebaliknya jika hal itu memang negatif maka harus dapat membendungnya. Dalam hal ini, ungkapan seperti al-akhdu bi al jadid al-aslah (ambillah hal-hal yang baru yang sekiranya baik dan banyak mengandung maslahat) mungkin dapat dijadikan dasar pijakan. b. Keteladanan Islam selalu mengajarkan mengenai akhlak melalui keteladanan Muhammad commit to userdalam pembelajaran akhlak yang Saw sebagai manusia yang dijadikan sumber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 165
harus diteladani oleh seorang mukmin. Pendidikan akhlak dalam Islam yang tercermin dalam visi dan misi Muallimin maupun SMA Muhammadiyah 1 adalah amar maruf nahi munkar yakni berpegang teguh pada kebaikan dan kebajikan serta menjauhi keburukan dan kemungkaran. Sekolah berlatar belakang Islam akan selalu mengkaitan pendidikan akhlak dengan perilaku, sifat dan tabiat yang mencerminkan diri seorang individu. Nilai-nilai kebaikan harus diterapkan dalam proses mendidikan siswa agar memiliki kebiasaan berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Muhammad SAW selalu menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik. Jelas dalam hal ini akhlak merupakan cerminan keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT. Sifat Muhammad Saw yang menjadi teladan bagi seluruh umat Islam adalah sifat sidiq, amanah, tablig, fathanah. Sifat Muhammad Saw yang dijadikan teladan oleh umat Islam yakni amanah (dipercaya) baik perkataan maupun perbuatan. Pendidikan perlu menanamkan sifat seperti ini untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tabligh dapat diartikan menyampaikan, dalam hal ini menyampaikan kebenaran menuju pada keselamatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan tugas guru di sekolah untuk menyampaikan pengetahuan sekaligus mendidik siswa dengan tujuan siswa menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia. Tabligh dikalangan Muallimin sudah tidak asing lagi. Baik siswa maupun guru dibiasakan untuk menyapaikan pengajian. Tabligh diterapkan dalam kegiatan setelah shalat Magrib biasanya salah seorang siswa menyampaikan riwayat nabi yang dapat diteladani dalam kitab Riyadus Sholihin. Setelah shalat Isya acara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 166
dilanjutkan dengan ceramah (kultum) yang dilakukan oleh siswa untuk berlatih menyampaikan pemikirannya mengenai ajaran Islam kepada seluruh jamaah. Sifat yang terakhir adalah cerdas (fathanah) setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir. Kecerdasan menjadi salahsatu bagiaan untuk menjalani persaingan hidup. Kecerdasan diasah melalui pendidikan yang sungguh-sungguh. Kecerdasan yang diimbangi dengan ketiga sifat diatas (sidiq, amanah, tabligh) akan melahirkan manusia yang mempunyai kemampuan dan akhlak yang mulia. Keteladanan menjadi sarana yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai pembentuk karakter, Muhammad Saw melakukan hal yang demikian ketika menyampaikan ajaran Islam. Apapun yang dikatakannya mengenai kebajikan, kesederhanaan, ketabahan, kesabaran, pemaaf, toleransi, keadilan, kejujuran dan lain-lain, beliau (Muhammad Saw) yang lebih dulu melakukannya. Jika dikaitkan dengan kondisi di sekolah maka guru, harus mencontoh perilaku Muhammad dalam mendidik. Siswa tidak perlu lagi bertanya contoh nyata kesederhanaan, toleransi, dan sebagainya karena mereka telah secara langsung perilaku pada gurunya sendiri. Metode lain yang dilakukan Muhammad Saw adalah dialog, perumpamaan dan kisah-kisah. Dialog menciptakan rasa keakraban, harmonis, terbuka, komunikatif. Perumpamaan digunakan untuk mempermudah pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu hal. Sedangkan kisah-kisah sebagai bahan refleksi, atau dorongan yang diberikan kepada siswa. Selain Muhammad Saw, keteladanan bagi warga Muhammadiyah akan muncul dari berbagai sikap Ahmad Dahlan. Ketajamannya dalam berpandangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 167
ke depan membuat organisasi yang dibentuknya pada abad XX awal berkembang dan mewarnai dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kerja keras dan keseriusannya merupakan modal kuat untuk membangun umat Islam ketika itu. Sehingga mudah dipahami apabila Muhammadiyah menjadi kekuatan besar dalam arus perkembangan jaman seperti sekarang ini. Muhammadiyah menjelma menjadi salah satu gerakan Islam yang mempunyai peranan penting terhadap proses perubahan pola pikir masyarakat di Indonesia. Tidak mengherankan jika A. Jainuri mensejajarkan Ahmad Dahlan dengan tokoh pembaharu seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Jamaluddin al Afgani, Ahmad Khan dan lain sebagainya serta pemerintah RI mengukuhkan KH Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional dengan keputusan nomor 657 pada 27 Desember 1961. Bagi masyarakat reformis dan sekolah di bawah Muhammadiyah Ahmad Dahlan adalah sosok yang begitu dihormati. Tokoh ini menjadi teladan bagi setiap santri, guru maupun orang yang menjadi bagian di Muhammadiyah. Seperti halnya Konfucius di Cina yang begitu dihormati dikalangan masyarakat Cina, segala fatwa yang diajarkannya selalu dilaksanakan dan ditaati betul-betul oleh penganutnya, Ki Hadjar Dewantara yang begitu dikagumi oleh bangsa Indonesia khususnya warga Tamansiswa. Begitupun Ahmad Dahlan sebagai tokoh gerakan reformis Islam Muhammadiyah tak akan terlupakan dalam kehidupan warga Muhammadiyah. Fatwa Ahmad Dahlan merupakan peraturan yang harus diterapkan oleh seluruh warga Muhammadiyah. Keteladanan yang diberikan Ahmad Dahlan juga diberikan ketika dia menjadi guru untuk sekolah yang didirikannya. Suatu ketika beliau mengajarkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 168
surat al-Maun kepada muridnya. Berulang kali surat itu dibahas padahal murid telah merasa menguasai sehingga menjadi agak jenuh dengan pelajaran ini. Protes pun tak terelakkan lagi, namun Ahmad Dahlan menyambutnya dengan pertanyaan “apakah kalian sudah mengamalkan isi dari surat al-Maun?”. Inilah yang dibutuhkan oleh para guru sekarang, mendidik bukan hanya menyampaikan materi melainkan merangsang siswa untuk berperilaku dan beramal yang baik. Sosok kiai Dahlan juga diketengahkan dalam sebuah buletin milik Muallimin yang diberi nama at-Tanwir. Ahmad Dahlan merupakan sosok yang ikhlas dan pemberani dalam berdakwah. Kiyai Dahlan juga sosok yang lembut dan penuh wibawa yang mampu menarik banyak orang untuk ikut bergabung bersamanya. Keterbukaan Kiyai Dahlan dalam mencari kebenaran sehingga membawanya pada diskusi dengan gerakan-gerakan Islam yang lain maupun agama lain. Inilah keteladanan yang seharusnya tetap dilestarikan warga Muhammadiyah, khususnya bidang yang bergerak dalam bidang pendidikan. Keteladanan ini harus sampai kepada generasi penerus agar tumbuh jiwa-jiwa Ahmad Dahlan di masa yang akan datang. Keteladanan merupakan salah satu yang membentuk kewibawaan. Wibawa tercipta dengan adanya teladan yang diberikan. Tak salah jika kata-kata penuh maka yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara yakni ing ngarso sung tulodo sangat relevan jika dikaitkan dengan keteladan seorang guru kepada muridnya atau pimpinan
kepada bawahannya. Sangat
memalukan sekiranya jika
menganjurkan kepada orang lain sementara kita sendiri tidak melakukannya. commit to user
kita
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 169
Bagi guru di Muallimin maupun SMA Muhammadiyah 1 keteladanan dapat ditunjukkan dalam perilaku dan sikap dengan memberikan contoh tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan akan ditiru oleh siswa. Keteladanan merupakan langkah awal pembiasaan, jika seluruh warga sekolah, guru maupun tenaga kependidikan merasa bertanggung jawab mendidik siswa untuk berperilaku dan bersika baik, maka guru dan tenaga kependidikanlah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut dalam lingkungan sekolah. Di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin nilai-nilai pembentuk karakter ditanamkan dalam proses pembelajaran melalui metode pembelajaran. Selain itu guru dituntut selalu menjadi seorang teladan yang baik dari mulai cara mereka berpakaian, berbicara, berperilaku di kelas maupun dilingkungan sekolah. Walaupun dalam proses tersebut guru tidak memberikan penjelasan bahwa itu semua sebagai pembentukan karakter kepada siswa. Tetapi inilah bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru kepada siswa. Keteladanan seperti di atas mempunyai tujuan supaya dapat siswa mencontoh perilaku guru. Tentu dalam hal ini tanggung jawab yang di emban guru begitu berat karena guru harus terlebih dahulu mempunyai karakter yang baik. Ketika siswa dalam jangka waktu tertentu telah menyadari dan melakukan perbuatan seperti berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras dalam belajar, bertutur kata sopan, menebarkan kasih sayang kepada semua baik dengan mausia maupun lingkungan sekitarnya, perhatian, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya berarti tahapan moral action commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 170
(memiliki kompetensi, mempunyai kemauan dan terbiasa melakukan kebaikan) sebagaimana teori yang di ungkapkan Lickona telah berhasil dilakukan. Sayangnya sedikit sekali siswa yang mampu menangkap pesan yang diberikan dan dicontohkan oleh guru. Masih sedikit siswa yang berperilaku baik karena termotivasi oleh keteladanan guru di sekolah. Dorongan untuk berperilaku yang baik pada siswa justru lebih karena adanya sistem tata tertib yang mengatur mengenai skorsing setiap kali melakukan pelanggaran. Namun tidak dipungkiri sistem tata terib ini juga merupakan upaya membentuk karakter siswa, supaya mereka menjadi terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggungjawab, dan terbiasa berbuat baik. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri siswa. Watak inilah yang akan mewarnai perilaku dan segala hal-hal yang mereka lakukan. Selain keteladanan dari guru keteladanan juga didapatkan dari siswa-siswa yang telah senior. Di Muallimin ini menjadi bagian dari program dalam proses pendidikan bagi siswa kelas 5 (kelas 11) yang dituntut memberikan pelajaran atau bimbingan kepada adik kelasnya (siswa MTs Muallimin). Sistem tersebut bertujuan agar siswa kelas 5 Muallimin mampu menyampaikan ilmunya dengan baik kelak setelah lulus dari Muallimin sekaligus memberikan teladan (percontohan) kepada adik kelasnya. Dipandang dari segi usia siswa yang rata-rata memasuki masa remaja maka siswa SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin cenderung memiliki keakraban, kebersamaan, keceriaan, saling mendukung dan rasa senasib sebagaimana yang diungkapkan John W. Santrock mengenai fungsi persahabatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 171
Persahabatan di SMA Muhammadiyah 1 terjalin ketika berada di dalam lingkungan sekolah dan acara-acara sekolah lainnya ini memudahkan mereka untuk membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Begitu juga halnya di Muallimin memiliki rasa persahabatan yang cukup kuat apalagi dengan temantemannya satu asrama. Persahabatan ini dapat berdampak positif dan negatif tergantung pengaruh yang dominan. Bila persahabatan mengarah kepada hal buruk biasanya akan terbentuk kelompok (geng) yang meresahkan bahkan mencemarkan nama baik sekolah, tetapi jika persahabatan mengarah kehal yang baik disinilah letak keharmonisan akan terjalin dan menjadi keteladanan bagi setiap siswa yang ada didalamnya. Dorongan berperilaku baik pada diri siswa belum sepenuhnya karena kesadaran diri yang telah melekat justru lebih karena adanya sistem tata tertib yang mengatur mengenai skorsing setiap kali melakukan pelanggaran. Tidak dipungkiri sistem tata terib ini juga merupakan upaya membentuk karakter siswa, supaya mereka menjadi terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggung jawab, dan terbiasa berbuat baik. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri siswa. Watak inilah yang akan mewarnai perilaku dan segala hal-hal yang mereka lakukan. c. Pembiasaan Berperilaku Baik Proses membentuk kepribadian yang baik (akhlak karimah) pada diri siswa dalam sekolah keagamaan dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan (al-Aadah), nasehat (an-Nasihat), kepercayaan (al-Imaan), pengawasan (an-Nadhar), commit todan userpendampingan, sanksi dan doa. penghargaan dan apresiasi, bimbingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 172
Konsep pendidikan seperti ini merupakan keteladanan yang diambil dari Muhammad Saw ketika menjalankan misi dakwahnya melalui pendidikan. Muhammad Saw mendidik pengikutnya melalui beberapa cara yakni keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian, dan dengan hukuman. Metode pendidikan ala Muhammad Saw tersebut ternyata telah menjadi konsep umum dalam proses mendidik siswa yang diterapkan hampir di setiap sekolah tidak terkecuali MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Perbedaannya terletak pada penekanan dan keseriusan yang dilakukan pihak sekolah dalam menerapkan metode itu untuk mencapai tujuan yakni membentuk generasi yang berakhlak mulia. Faktor yang lainnya adalah lingkungan siswa (budaya sekolah, keluarga dan masyarakat). Sistem asrama dan yang dipadukan dengan sistem madrasah tentu mempunyai berbagai keunggulan. Pengelolaan asrama yang baik mempunyai kelebihan dalam hal mengkondisikan anak dalam proses penanaman nilai pembentuk karakter sebagai pengganti pendidikan dalam keluarga. Antara program di madrasah dengan kegiatan di asrama dapat berjalan secara sistematis dan berkelanjutan. Muallimin mencoba hal tersebut dengan mengkombinasikan antara kurikulum sekolah formal dengan kurikulum pesantren sebagai upaya membentuk manusia berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam. Kekuatan Muallimin yang tidak dimiliki oleh sekolah pada umumnya barangkali terletak pada suasana pendidikan untuk pembentukan watak jadi pemimpin yang pandai berpidato. Setiap siswa dilatih bicara secara bergiliran dengan bimbingan dari guru. Para guru Muallimin umumnya mempunyai wibawa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 173
dan kemampuan ilmunya yang mumpuni. Salah seorang yang berhasil pelewati pendidikan di Muallimin yakni Ahmad Syafii Maarif. Tidak salah ketika Syafii Maarif mengucapkan terima kasih kepada Muallimin yang telah membentuk dirinya menjadi seorang intelektual Muhammadiyah yang tangguh. Dalam otobiografinya, Buya Syafii (panggilan untuk Syafii Maarif) mengungkapkan bahwa siswa Muallimin memang dididik untuk menjadi manusia penuh yang merdeka, tetapi sopan dalam pembawaan. Sementara itu penyatuan antara kurikulum nasional dengan kurikulum dari Muhammadiyah dilakukan juga oleh SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Seperti telah dikatakan diatas, antara kurikulum visi dan misi, telah diarahkan dengan membentuk siswa yang berakhlaqul karimah. Diperkuat dengan asimilasi sistem pengelolaan dan manajemen modern, pola perkembangan SMA Muhammadiyah 1 lebih mengacu kepada sekolah menengah negeri yang ditambah dengan pelajaranpelajaran agama sebagaimana Madrasah Aliyah. Sedangkan Muallimin lebih sebagai madrasah dengan perpaduan pesantren modernis. Pembiasaan berperilaku baik setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa hal diantaranya sebagai berikut dibawah ini. 1) Sistem Tata Tertib sebagai Penanaman Nilai Disiplin Sistem tata terib di kedua sekolah Islam ini dirancang sebagai upaya membentuk karakter siswa. Tata tertib diadakan dengan tujuan agar siswa terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggung jawab, dan mencintai kebaikan. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri to user siswa. Tentu melanggar tata tertibcommit berarti akan mendapatkan hukuman.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 174
Proses pembentukan kepribadian pada siswa tidak berhenti hanya pada pemberian hukuman. Siswa Muallimin yang melanggar berusaha dibina agar mereka mengerti dan kembali pada perilaku yang baik. Pembina terdiri dari beberapa bagian yakni guru kelas, musyrif, BK sampai yang terberat ditangani langsung oleh direktur sebagai peringatan terakhir. Bimbingan dilakukan dengan nasihat dan hukuman sebagai efek jera. Jika hal itu tidak mempan maka siswa yang bersangkutan akan diberi hukuman lagi, membuat surat pernyataan I yang kirimkan kepada orang tua, kemudian dipublikasikan di Maskan. Begitu seterusnya hingga surat pernyataan yang keempat sebagai pernyataaan yang terakhir, jika itu tetap tidak diindahkan maka siswa dikembalikan kepada orangtuanya. Seorang guru harus mengetahui perkembangan moral dan kejiwaan siswa. Siswa cenderung akan melakukan pebuatan yang dilakukan oleh temannya baik itu perbuatan tercela maupun perbuatan baik. Siswa akan merasa terikat dengan adanya peraturan tata tertib sekolah. Mereka akan menahan keinginannya untuk melakukan kesalahan karena takut dengan sanksi yang ada di sekolah bukan karena dilandasi oleh kesadaran hati mereka sendiri. Tujuan akhir dengan adanya tata tertib yakni siswa akan terbiasa untuk patuh terhadap peraturan. Siswa di Muallimin maupun di SMA Muhammadiyah 1 cenderung melakukan perbuatan serupa dengan dilakukan temannya, dalam perbuatan tercela maupun perbuatan baik. Siswa akan merasa terikat dengan persahabatannya sehingga akan melakukan sesutau hal secara bersama-sama. Jika mereka telah mampu berpikir positif mereka tentunya akan mampu menahan keinginan untuk melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 175
kesalahan. Namun hal itu jarang terjadi, pada dasarnya siswa mematuhi peraturan sekolah karena takut dengan sanksi yang ada di sekolah bukan karena dilandasi oleh kesadaran hati mereka sendiri. Namun demikian tujuan akhir adanya tata tertib yakni siswa akan terbiasa untuk patuh terhadap peraturan. 2) Rapor Kepribadian Siswa Pengamatan
dan
penilaian
kepribadian
meliputi
ibadah,
akhlak,
kepemimpinan, keulamaan dan kemandirian. Aspek diatas sebagai pendidikan yang menyatu antara akademik dengan aspek kepribadian siswa. Akhlak meliputi aspek kejujuran, kedisiplinan, kebersihan, sopan santun, sedangkan kemandirian dinilai dengan rasa tanggung jawab dan manajemen diri. Aspek kepemimpinan mempunyai indikator keteladanan dan keaktifan dalam berorganisasi. Sedangkan aspek keulamaan dilihat dari keaktifan siswa dalam berdakwah dan mendidikan di sekitar lingkungannya. Mengenai kepemimpinan Muhammadiyah mempunyai pola yang cukup layak dijadikan sebagai panduan. M Muchlas Abror (2011: 43) dalam Suara Muhammadiyah mengungkapkan bahwa model kepemimpinan Muhammadiyah lebih cenderung menonjolkan kepada sikap kenabian (jujur, anamah, tabligh, dan fathanah), suka bermusyawarah, penuh pengabdian, kerja keras, ikhlas, banyak memberi keteladanan. Menurut Syafii Maarif ketika diwawancarai oleh redaksi Suara Muhammadiyah (Juni 2011: 28) mengatakan bahwa ciri kepemimpinan berkarakter adalah orang yang antara kata dan lakunya tidak pecah kongsi (tidak berbeda), ketika sosok pemimpin yang berkarakter tidak ada Buya Syafii commit mengaggap bahwa pendidikan telah gagal.to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 176
Laporan penilaian kepribadian siswa merupakan satu kesatuan dengan hasil akademik baik formal maupun informal yang dapat berpengaruh pada kenaikan atau kelulusan siswa dalam menempuh pembelajaran di Madrasah Muallimin. Prinsip dalam penilaian kepribadian siswa di Muallimin yakni sebagai berikut. a) Berorientasi pada pembinaan, pembinaan merupakan faktor penting dalam mencapai kematangan jiwa siswa. hal yang diajarkan oleh guru atau ustadz adalah bagian dari pemberian bekal hidup bagi siswa yang akan membekas dalam kehidupan siswa. bahkan hal tersebut dapat berpengaruh dalam pola pikir, berkata, dan bertindak ketika mereka berada dalam kehidupan masyarakat.
Oleh
karena
itu
penilaian
kepribadian
hendaknya
mempertimbangkan secara mendalam pengaruh yang kelak akan diperoleh siswa, agar mereka mampu menangkap maksud dan pembelajaran yang sedang dialaminya saat itu. b) Manusia bersifat dinamis usia anak didik yang rentan dalam mencari jati diri menuntut anak bersikap dinamis dan perubahan seolah menjadi gaya hidup mereka. Pergerakan mereka dala mencari jadi diri perlu diarahkan agar dalam kehidupan mereka tidak terjadi kesalahan dalam melakukan sesuatu. Dalam pencarian jati diri seorang anak terkadang kurang tepat menurut kacamata agama. Dari sinilah fungsi bimbingan yang memadai agar siswa tetap terkontrol sehingga siswa akan membuktikan suatu perubahan yang baik seiring dengan perkembangan emosi dan menjadi pribadi yang lebih baik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 177
c) Perkembangan psikologis sebagai bagian dari pembentukan manusia kepada akhlak yang baik. Perkembangan ini diimbangi dengan pembimbingan, nasihat dan teladan dari orang sekitar. d) Bertahap dan berkesinambungan, prinsip diatas merupakan rambu-rambu awal seorang pendidik untuk memelihara jiwa dan menjaga kefitrahan siswa serta mengembangkan ketingkat yang lebih baik. Sehingga siswa akan mampu mengenali dirinya dan mengenal Tuhannya melalui penilaian kepribadian yang objektif. 3) Kerjasama Sekolah dengan Keluarga Pendidikan moral harus dilakukan dalam berbagai sistem kehidupan. Sistem kehidupan itu diantaranya pertama, kehidupan keluarga dengan memberikan bimbingan yang baik, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga dan membiasakan anak untuk kenghargai kaidah, kebiasaan-kebiasaan perilaku sehari-hari yang baik dalam kehidupan keluarga. Penerapan nilai moral dalam sistem kehidupan yang kedua yakni pembentukan nilai moral dalam hubungan sosial seperti melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji, tercela, mencuri, menipu, kemudian mempererat hubungan kerjasama, dengan menghindarkan diri dari perbuatan yang merusak keeratan kelompok. Selain itu berusaha untuk mengembangkan sikap terpuji dan memberi manfaat untuk orang banyak (masyarakat), sopan santun, taat tata tertib. Hal itu bisa dilakukan juga di lingkungan SMA Muhammadiyah 1 dan MA user dengan pengawasan dari para Muallimin Pembentukan karaktercommit dapat to dibentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 178
guru ketika jam sekolah dan pengawasan oleh para pamong dan musyrif ketika siswa berada di asrama seperti yang telah di bahas di atas. Sebagian besar siswa SMA Muhammadiyah 1 mempunyai waktu untuk bergaul dengan keluarga dan masyarakat setelah pulang dari sekolah. Inilah yang menjadi faktor dominan pembentukan karakter yang tumbuh dalam diri siswa di luar pembinaan sekolah. Kendala yang paling menyulitkan yakni memantau perkembangan perilaku siswa setelah keluar dari lingkungan sekolah. Keadaan ini diperparah dengan kecilnya kerjasama antara orang tua dan guru di sekolah. Sehingga Perlu ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua agar siswa selalu terpantau perkembangan, sifat dan tingkah lakunya. Ironisnya hampir kebanyakan orang tua datang berkonsultasi ke sekolah ketika
anaknya
telah
melakukan
pelanggaran.
Begitu
juga
di
SMA
Muhammadiyah 1, banyak orang tua yang datang ke sekolah setelah beberapa kali mendapat panggilan dari pihak sekolah. Jarang sekali orang tua siswa yang memantau dan menyempatkan diri berkunjung ke sekolah untuk mengetahui perkembangan anaknya di sekolah sebagai langkah antisipasi agar perkembangan anak terus terpantau. Dalam majalah Suara Muhammadiyah disebutkan bahwa keluarga sebagai pilar pendidikan karakter dengan pegangan yakni a) terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga, b) tersedianya waktu untuk bersama keluarga, c) pola hubungan segitiga antara ayah, ibu, dan anak, d) saling menghargai antar anggota keluarga, e) keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap keadaan (Nur Kholis, 2010:50).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 179
Sedangkan di Muallimin peran keluarga diberikan kepada musyrif yang menjadi pengganti orang tua siswa di asrama. Kondisi lingkungan madrasah dan asrama yang di Muallimin relatif dekat sehingga tidak begitu sulit untuk mengendalikan, memantau siswa agar sesuai dengan yang tujuan pendidikan madrasah. Pengkondisian siswa di asrama dengan memberikan berbagai peraturan tertulis agar siswa terbiasa melakukan hal yang baik dalam kehidupannya kelak. Selain tata tertib siswa telah diatur kesehariannya dengan berbagai kegiatan. Kegiatan yang dijadwal rutin dan sistematis mengarahkan siswa Muallimin untuk mengasah kemampuan dalam mengolah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa serta karsa. Kegiatan ini terus berlanjut berulang sesuai dengan jadwal. Pada akhirnya akan membentuk kebiasaan pada diri siswa, kebiasaan inilah yang akan membentuk karakter yang sulit untuk diubah. Upaya yang dilakukan dalam pendidikan nilai-nilai Qurani, sudah tentu tidak cukup di sekolah. Sebab lembaga yang mempunyai peran sesungguhnya adalah lembaga keluarga sebagai perhatian utama. Keluarga akan mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Karena itu keluarga disebut lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Hal ini dapat dipahami bahwa keluarga tidak dapat lepas dari pendidikan bahkan disinilah pertama kali anak menerima ilmu pengetahuan sebelum ia mendapatkannya dari lembaga lain. Karakter akan mewarnai perwatakan selama rentang kehidupan, terutama pada anak dan remaja yang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keluarga, sekolah dan lingkungan. Terbentuknya karakter seseorang tidak hanya didominasi dari keluarga, tetapi pengaruh sekolah dapat menjadi kekuatan untuk membangun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 180
karakter. Keluarga ataupun sekolah akan mempengaruhi pengembangan karakter secara optimal. Hal yang kemudian menjadi tantangan dalam menanamkan karakter yang sudah mulai intensif dilaksanakan di sekolah adalah proses penguatan (reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Sehingga berbagai perilaku yang dikembangkan di sekolah juga menjadi kegiatan keseharian siswa di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga sebagai bagian dari pembentuk karakter anak mempunyai peran penting ketika anak-anak berada di rumah. Dengan demikian setelah siswa keluar dari sekolah berarti peran guru selesai dan tanggung jawab kembali kepada orang tua masing-masing. Keluarga bagi setiap individu adalah alam pendidikan pertama dan utama. Sebagai dasar pertama dan utama merupakan fondasi dan sangat berpengaruh bagi pembinaan selanjutnya. Jika pembinaan tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dapat diasumsikan bahwa pembinaan telah dapat meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi jenjang pendidikan berikutnya, yaitu pembinaan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika sekolah belum melembaga seperti sekarang, keluarga menjadi wahana utama dalam pendidikan seseorang. Tetapi dengan adanya sekolah, maka sebagian tugas tersebut diambil alih oleh sekolah. Pengambil-alihan tugas ini berkaitan pula dengan kenyataan bahwa dalam masyarakat yang semakin modern dengan pola kehidupan yang semakin terdiferensiasi, tidak mungkin keluarga dapat melayani seluruh proses dan tuntunan kebutuhan pendidikan anak. Akan tetapi tidak berarti peran keluarga sebagai lembaga utama pendidikan berkurang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 181
Meskipun institusi pendidikan dalam bentuk persekolahan sudah sedemikian melembaga dan semakin kuat, tidak berarti mengabaikan peranan pendidikan dalam keluarga. Justru di tengah semakin masifnya perubahan sosial pada era globalisasi dan informasi ini, peranan pendidikan dalam keluarga sebagai wahana dan informasi, juga peranan pendidikan dalam keluarga sebagai wahana pembinaan keyakinan agama, watak, serta kepribadian, seyogianya semakin diperkuat. Mengenai persoalan umum yang banyak ditemukan dalam diri siswa adalah mengenai kedisiplinan dari mulai pakaian yang tidak sesuai dengan peraturan, baju tidak dimasukan, memakai sepatu yang tidak rapi, potongan rambut yang mengikuti mode sekarang tanpa memperhatikan segi kerapian dan peraturan sekolah, begadang sering terlalu malam. Pengaturan waktu yang kurang baik terutama mengenai game online. Persoalan sosial mulai muncul ketika siswa telah menemui teman-temannya yang dianggap cocok pola pikirnya. Timbul kelompokkelompok teman akrab dengan segala sesuatunya dilakukan bersama baik tindakan positif maupun bersifat negatif. Perbuatan siswa tersebut sesuai dengan tahap perkembangkan moral yang diteliti oleh Kohlberg. Kohlberg telah membagi perkembangan moral pada manusia menjadi tiga tahap yakni tahap pre coventional, tahap coventional, dan tahap post-coventional. Siswa SMA umumnya masuk pada Tingkatan post-convensional, dalam tahap ini manusia mulai merasakan pentingnya menjadi anggota masyarakat yang baik dan mentaati norma-norma umum. Kegiatan yang dilakukan selalu memiliki landasan pada legalitas masyarakat, pentingnya seseorang memiliki loyalitas kepada orang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 182
lain baik kelompok, ataupun otoritas pemegang kekuasaan, dan kepentingan memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, moralitas manusia pada tingkatan ini berlandasankan pada norma dan hukum masyarakat. Usia siswa sekolah menengah rata-rata antara 14-20 tahun merupakan masa remaja dimana pertumbuhan fisik berkembang pesat namun belum diimbangi dengan perkembangan psikologisnya, jiwanya masih labil dan terombang-ambing sehingga pendidikan moral dan agama menjadi sangat penting. Nilai ajaran moral dan agama akan memberikan pengaruh bagai upaya mengatasi konflik batin pada remaja serta menumbuhkan nilai-nilai sosial. Pendidikan moral dan agama menjadi relevan dalam pertumbuhan jiwa mereka. mereka perlu dibimbing dan diarahkan dalam pembentukan sikap moral. pendidikan moral dan agama merupakan langkah awal dari pembentukan kepribadian dan akan melekat kuat sebagai karakter dalam diri seseorang. d. Budaya Sekolah Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa siswa berinteraksi dengan sesamanya, dengan guru, pegawai administrasi, dan semua warga sekolah. Interaksi internal yang terikat oleh berbagai peraturan norma dan moral yang berlaku di sekolah tersebut. Karakter yang baik akan terbentuk pada siswa jika budaya sekolahnya mendukung. Nilai-nilai seperti kepemimpinan, kerja keras, toleransi, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, tanggung jawab, dan lain sebagainya telah membudaya dalam commit topembiasaan user sekolah. Tahapan untuk itu diperlukan melalui program-program
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 183
yang diadakan oleh sekolah. Namun hal yang menjadi rintangan dalam pendidikan di Indonesia adalah terdapat beberapa ketidakdewasaan manusiawi yang biasanya terdapat dalam sekolah yakni sebagai berikut: a) Kecendrungan guru atau siswa untuk mencari simpati yang berlebihan (cari muka) kepada atasannya bahkan saling menjatuhkan dengan rekannya sendiri. b) Organisasi mengandalkan pada perkoncoan yang biasanya hanya untuk teman-teman dekat. c) Senioritas yang terjadi diantara guru maupun siswa. d) Prasangka gender yang biasanya dikeluhkan oleh guru perempuan yang menganggap tidak diperthitungkan. e) Individualistis. Kebiasaan di atas tidak hanya terjadi di kalangan guru tetapi dalam lingkungan siswa juga telah tertular penyakit tersebut. Inilah hal yang harus dicegah dengan adanya pranata sekolah yang tegas dan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah. Budaya sekolah akan mampu membangun karakter siswa dengan bantuan pranata sekolah, sehingga budaya ini akan menanamkan nilai kejujuranya, kedisiplinan, tanggung jawab dan lainnya. Nilai karakter tidak cukup hanya disampaikan melalui pesan-pesan moral kepada siswa. pesan-pesan tersebut harus diperkuat dengan penciptaan budaya kejujuran melalui tata peraturan yang tegas dan konsisten terhadap perilaku yang tidak jujur. Terdapat beberapa tahapan dalam penanaman nilai pembentuk karakter dalam diri siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin. Tahap pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 184
yakni memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai yang harus dimiliki oleh siswa. Oleh karena itu guru harus menyampaikan dengan tepat sehingga dapat mengubah perilaku siswa secara perlahan. Keteladanan yang ditampilkan oleh guru akan menginspirasi dalam setiap sikap siswa dalam menghadapi segala permasalahan. Sikap yang telah tertanam dalam diri siswa akan diamalkan dalam perilaku sehari-hari dan menjadi karakter individu, jika telah terbiasa dalam melakukannya. Perubahan perilaku individu menjadi perilaku kelompok tentu tidak sekaligus tetapi bertahap sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Selain tahap pemahaman yang mempengaruhi juga adalah pola interaksi sosial dalam kelompok atau dalam suatu masyarakat. Sebagai sekolah berbasis agama Islam, SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin telah mengembangkan budaya sekolah yang religius mencakup seluruh kegiatan yang berhubungan dengan menerapkan nilai-nilai pembentuk karakter Islami. Membudayakan bangun pagi, beribadah, dilanjutkan belajar agama, berangkat ke madrasah belajar ilmu umum, setelah selesai sekolah dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakurikuler begitulah lingkaran hidup siswa-siswa Muallimin sebagai contoh dari rutinitasnya di asrama dan madrasah tempatnya menimba ilmu. Budaya sekolah terbentuk dengan adanya proses pembiasaan dalam melakukan suatu kegiatan yang pada akhirnya menjadi hal yang terpatri dalam lingkungan tersebut. Budaya sekolah akan mampu membentuk karakter siswa dengan dukungan berbagai peraturan sekolah agar nilai tersebut bisa membentuk kepribadian siswa dan tertanam dalam hati menjadi suatu karakter yang baik. Mengenai kejujuran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 185
dapat melalui diadaakannya kantin kejujuran, shalat berjamaah, membudayakan salam dan saling menyapa dan lain sebagainya termasuk didalamnya adalah kejujuran dalam menandatangani daftar hadir. e. Kegiatan Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang berada di luar program yg tertulis di dalam kurikulum, yang dilaksanakan diluar waktu pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan, kompetisi atau festival. Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi
manusia
Indonesia
berkarakter.
Kegiatan
ekstrakurikuler
yang
diselenggarakan oleh Hizbul Wathan sebagai kepanduan milik Muahmmadiyah dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima. Rasa percaya diri, keberanian, sikap kritis, tegar dan lain sebagainya tentu tidak mungkin didapatkan hanya dari pelajaran di dalam kelas saja. sikap tersebut justru berkembang dari kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan yang tidak sekedar teori melainkan juga langsung mempraktikannya. Kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang lainnya di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 tidak begitu jauh berbeda. Kegiatan bidang keilmuan dan bahasa seperti karya ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club. Bidang keterampilan seperti jurnalsitik, student medical team to user (Palang Merah Remaja), baris commit berbaris, elektronika, kursus sablon. Bidang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 186
olahraga dan seni (sepakbola, bulutangkis, tenis meja, volly, basket, nasyid, kaligrafi, seni qiroatul Quran, piano, teater). Bidang keorganisasian santri seperti IPM, lembaga pers Muallimin, Muallimin scientific club (Karya Ilmiah Remaja), Tapak Suci, Hizbul Wathan, PMR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 6. Kegiatan Ekstrakurikurer dan Kandungan Nilai Pembentuk Karakter No. 1.
Kegiatan
Nilai pembentuk karakter
Bidang keilmuan dan bahasa (karya ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club).
2.
Bidang
keterampilan
jurnalsitik,
student
medical
Rasa ingin tahu, melatih daya kritis,
gemar
membaca,
menghargai prestasi, kreatif.
seperti Melatih team menolong,
daya
kritis,
tolong
kedisiplinan,
kratif,
(PMR), baris berbaris, elektronika, mandiri, rasa ingin tahu, jujur kursus sablon. 3.
Bidang olahraga dan seni (sepakbola, Disiplin,
mandiri,
menghargai
bulutangkis, tenis meja, volly, basket). prstasi. 4.
Bidang keorganisasian (IPM, lembaga Mandiri, demoktaris, komunikatif, pers Muallimin, Muallimin scientific cinta
damai,
tanggung
jawab,
club (KIR), Tapak Suci, Hizbul peduli sosial, peduli lingkungan Wathan). 5.
Bidang kesenian (nasyid, kaligrafi, Kreatif, terampil, memilki jiwa seni qiroatul Quran, piano, teater).
6.
seni yang tinggi.
Program lain - Di Muallimin (mubaligh hijarah, mubaligh kamis, mubaligh intilan, Peduli sosial, peduli lingkungan, upacara
bendera
hari
sabtu, religius,
bersahabat,
semangat
pendampingan TPA, pendampingan kebangsaan dan cinta tanah air, siswa MTs oleh kelas 5, lomba tanggung jawab. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 187
kebersihan antar kamar di setiap asrama. - Di
SMA
Muhammadiyah
1
(Mubaligh Hijrah, bakti sosial dan peduli lingkungan, pengajian akhir bulan dan pengajian keliling di rumah siswa, kerohanian Islam) Bagi sebagian siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin organisasi merupakan sebuah kegiatan yang mereka lakukan selain menuntut Ilmu. Kegiatan berorganisasi di kedua sekolah Islam itu dilakukan melalui IPM, Tapak Suci, Hizbul Wathan, atau keorganisasian lainnya. Perilaku dalam organisasi akan membentuk kesadaran mengenai hak dan kewajiban, kewenangan, tanggung jawab, baik pribadi maupun kelompok dalam lingkungannya. Perilaku itu sendiri berarti pelaksanaan (operasional) dan pengamalan sikap seseorang atau suatu kelompok terhadap suatu keadaan lingkungan. 4. Pengamalan (Aktualisasi) Nilai-Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta Di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin mempunyai latar belakang sama yakni sekolah Islam dengan naungan organisasi Muhammadiyah tentunya menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai dasarnya. Kemudian dalam hal sarana dan prasarana pembelajaran dikedua sekolah ini telah baik, namun yang berbeda adalah lingkungan budayanya. Di Muallimin siswa semuanya adalah laki-laki dengan sistem asrama dan mempunyai peraturan yang cukup ketat jika dibandingkan dengan SMA Muhammadiyah 1 didalamnya terdapat siswa putra commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 188
dan putri yang rata-rata meraka tinggal di rumah masing-masing. Perbedaan lingkungan tentunya akan menentukan hasil yang dicapai. Muallimin mempunyai banyak waktu untuk membimbing siswa dalam menanamkan nilai-nilai karakter dengan dukungan lingkungan yang lebih terkondisikan dengan adanya asrama siswa dan bimbingan hampir 24 jam dari guru di madrasah dan dari musyrif yang membimbing di asrama. Sementara SMA Muhammadiyah 1 yang hanya mempunyai waktu sekitar 8 jam sampai dengan 10 jam selebihnya siswa dikontrol oleh orang tua. Karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Bangsa Indonesia akan disegani oleh pihak luar apabila terwujud penghayatan dan pengamalan esensi ajaran Islam yang serasi dengan Pancasila secara utuh. Hal itu perlu dimulai adanya perubahan untuk memantapkan langkah generasi muda melalui pengamalan ajaran Islam sebagai ilmu yang berlandaskan wahyu. Pengamalan perlu dilakukan karena Islam tidak sekedar mementingkan iman, tetapi harus dibuktikan dengan amal soleh dalam kehidupannya. Cara yang harus ditempuh adalah berusaha dengan bersungguh-sungguh diiringi dengan doa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 189
seperti halnya jerih payah Ahmad Dahlan dalam berdakwah yang hasilnya dapat dirasakan sekarang. Dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dan diamati perilaku seseorang termasuk perilaku siswa di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Dalam lingkungan sekolah sebagai tempat mereka mencari ilmu tentu akan sedikit banyak berpengaruh kepada karakter yang terbentuk oleh siswa. Perhatian dari sekolah dan berbagai upaya yang dilakukan untuk mengajar dan mendidik siswa di sekolah akan terlihat hasilnya. Hasil itulah yang menjadi alat ukur keberhasilan pelaksanaan program di sekolah. Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah berbasis keagamaan mempunyai kekhasan dibanding dengan sekolah umum lainnya. Sekolah yang mempunyai latar belakang keagamaan akan memberikan segala pendekatan melalui cara pandang keagamaan. Agama menjadi bagian terpenting yang menjadi acuan dalam melakukan berbagai tindakan, kebijakan dan segala keputusan mengenai semua hal tidak terkecuali mengenai pendidikan. Pendidikan dalam sekolah keagamaan dibentuk dengan menyeimbangkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan umum. Ilmu keagamaan mempunyai fungsi sebagai pembentuk jiwa siswa dengan menanamkan ajaran atau doktrin mengenai ajaran agama ke dalam kehidupan siswa sehingga dengan proses ini akan menghasilkan out put orang-orang yang beriman terhadap Tuhan yang maha esa. Sedangkan ilmu umum lainnya meruapakan bekal bagi siswa sebagai tuntutan kehidupan di dunia dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 190
mempelajari berbagai hal dan membuka wawasan seluas-luasnya untuk mempertahankan kehidupan dunia. SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin sebagai sekolah di bawah perlindungan Muhammadiyah memiliki pelajaran-pelajaran khusus yang berkaitan langsung dengan pendidikan keagamaan. Pelajaran itu yakni akidah, akhlak, alQuran dan Hadis, al-Islam dan kemuhammadiyaahan, tarikh Islam. Selain sebagai ciri khas sekolah Islam pelajaran ini digunakan sebagai alat untuk mendidik siswa memperkuat keimanan diri mengenai keislaman. Pembentukan akhlak yang baik tentunya menjadi prioritas dari pelajaran ini sebagaimana yang diajarkan dalam al-Quran dan Hadis. Pengamalan nilai pembentukan karakter melalui dunia pendidikan memerlukan perencanaan yang teliti dan matang agar proses dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Proses penanaman nilai dalam pembentukan karakter melalui pendidikan harus dikemas dengan baik dan terstruktur yang dapat diimplementasikan melalui pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan program lain di sekolah maupun di luar sekolah. Setiap tindakan seseorang memang selalu didorong oleh sesuatu yang ada dalam dirinya, yang dalam perspektif agama sesuatu yang mendorong itu disebut hati, sedangkan dalam perspektif psikologi disebut dorongan (motif atau motivasi). Sesuatu yang dari dalam itu akhirnya melahirkan suatu fakta yang dapat dilihat, yaitu dalam hal ini berupa fenomena keagamaan. Fenomen itu semacam kesadaran baru dalam beragama, yang diekspresikan secara berbedabeda dan penuh semangat oleg setiap manusia. Kegiatan yang dilakukan sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 191
wujud pengamalan siswa yang disadari maupun tidak terdapat niai-nilai karakter seperti religius, kerjasama, toleransi, kerja keras, cinta tanah air, kreatif, disiplin, berpikir kritis, dan lain sebagainya. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam kegiatan yang dilakukan siswa SMA dan MA Muallimin, diantaranya sebagai berikut dibawah ini. a) Kegiatan Keagamaan di Sekolah dan Asrama Wujud aktualisasi religius di sekolah dapat dikelompokan menjadi tiga yakni pengamalan secara materi, pengamalan dengan kegiatan, dan pengamalan dengan sikap dan perilaku. Dari segi pengamalan materi seperti infak, zakat, sumbangan sosial, dan hal-hal yang bersifat pengamalan materi. Pengamalan dengan kegiatan seperti pelaksanaan ibadah berjamaah, belajar dengan sungguhsungguh, pengajian, manasik haji, bakti sosial, lomba, seminar dan kegiatan pengembangan diri. Sedangkan pengamalan melalui sikap dan perilaku seperti salam, penampilan cara berpakaian, sopan santun dalam berbicara dan lainnya. Sekolah
Islam
menggunakan
pendekatan
sosial-psikologis
untuk
merangsang pengamalan nilai-nilai karakter, artinya harus dilakukan dengan pendekatan secara internal yang berkaitan dengan individu dengan tetap memperhatikan aspek eksternal seperti keluarga, dan budaya yang melekat dalam diri siswa. Pendekatan sosial-psikologis dapat dilakukan dengan dua cara yakni Immersion (pemberian pengaruh) dan concern-based (perhatian). Immersion dilakukan dengan penciptaan lingkungan fisik maupun non-fisik yang religius seperti adanya sarana untuk beribadah, perpustakaan yang memadai, buletin. commitdengan to usersuasana pergaulan yang agamis, Sedangkan secara non-fisik dibentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 192
pembelajaran yang baik sebagai alat untuk menerapkan ajaran agama ke dalam diri siswa. Concern-based merupakan pemberian perhatian kepada siswa dengan asumsi bahwa pengetahuan yang mereka dapatkan menganai nilai-nilai pembentuk karakter tidak secara otomatis akan dilakukan oleh siswa, sehingga memerlukan perhatian (concern) dari guru dan warga sekolah lainnya. Dalam hal ini kegiatan dilakukan guna membentuk karakter bangsa melalui ajaran agama agar tercipta bangsa yang berwibawa. Sikap dan perilaku religius dilakukan dengan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Indonesia sebagai bangsa yang beragama menempatkan
Pancasila
sebagai
filosofi
kehidupan
berbangsa
dengan
menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Prinsip teologi yang menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah homo-religius, bangsa yang beragama. b) Shalat Berjamaah, Membaca dan Menghafal Al-Quran Sebagai pengamalan diri dan wujud ketaatan kepada perintah Allah swt. siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan di MA Muallimin diwajibkan untuk shalat berjamaah di Masjid. Dalam sajian data telah dibahas mengenai cara pelaksanaannya, siswa melakukannya disela-sela waktu istirahat yang cukup panjang, sekitar 30 menit. Ini merupakan wujud dari membangun kecerdasan emosional dan spiritual yang berkaitan erat dengan pembentukan karakter. Membangun karakter tidak hanya cukup sampai pada tahap penetapan misi saja, userterus menerus sepanjang hidup. tetapi perlu dilanjutkan dengan commit proses toyang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 193
Kaitannya dengan Islam adalah dengan selalu mendekatkan diri pada Allah Swt. melalui shalat. Pemikiran Ari Ginanjar mengenai manfaat shalat sebagai metode relaksasi dari suasana yang tegang, galau, serta menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara berpikir yang jernih. Shalat merupakan langkah untuk membangun kecerdasan emosi dan spiritual secara terus menerus menyeimbangkan energi batiniah dalam diri manusia. Kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami secara efektif menerapkan daya kepekaan, emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusia. Emosi merupakan pemacu kreativiatas, kolaborasi, inisiatif, sebagai kekuatan penggerak. Kecerdasan emosional akan mempengaruhi watak dasar dan nilai-nilai dalam diri seseorang. Secara Islam kecerdasan emosional dinamakan akhlak yang memiliki hubungan dengan kekuatan spiritual seperti konsistensi, kerendahan hati, berusaha dan berserah diri, tulus, totalitas dalam melakukan kebaikan, memiliki integritas, inilah inti dari akhlaqul karimah yang diajarkan Muhammad Saw., jauh sebelum konsep kecerdasan emosional ditemukan. Ini juga yang menjadi visi sekolah di SMA Muhammadiyah 1 dan di MA Muallimin dalam usahanya mendidik generasi penerus bangsa. Tanggung jawab sebagai siswa MA Muallimin dilatih dengan adanya berbagai kewajiban dari madrasah. Tanggung jawab tersebut diantaranya menjaga keharmonisan lingkungan asrama dan madrasah dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu siswa dituntut untuk hafal 6 juz al-Quran, tentu ini merupakan tanggung jawab yang berat bagi siswa MA Muallimin. Dalam buku panduan siswa telah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 194
tercantum target hafalan untuk siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 (Mts kelas 1-3 dan MA kelas 4-6). Juz yang harus dihafal yakni juz 30, 29, 28 dan juz 1,2 dan. Tanggung jawab yang lainnya yakni salig menjaga kebersihan, kerapian, asrama dan lingkungan yang merupakan bagian dari tempat tinggal mereka. c) Puasa sebagai Upaya Pengendalian Diri Pengamalan yang dilakukan oleh siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin adalah puasa. Puasa menjadi bagian pembentukan karakter diri dalam hal mengendalikan hawa nafsu, jujur dan disiplin. Jujur diartikan sebagai upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sedangkan disiplin merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan, kedua hal diatas dapat dilatih dengan puasa. Di samping melatih kejujuran dan disiplin, hikmah disyariatkannya puasa adalah untuk melatih kita agar lebih peduli pada derita sesama. Dengan merasa lapar, kita akan tahu derita sesama yang menderita kelaparan ( Tim Redaksi, Suara Muhammadiyah Juli 2011: 10). Puasa sebagai Pengendalian diri
(self control) tidak hanya dalam teori
Lickona yang membicarakan mengenai pengendalian diri. Dalam Islam justru telah diamalkan melalui puasa sebagai rukun Islam keempat yang membentengi serta mengendalikan emosi, pikiran dan belenggu egoisme. Pelaksanaan Puasa wajib bagi umat Islam dilaksanakan pada bulan Ramadhan, siswa SMA Muhammadiyah 1 yang semuanya memeluk Islam tentu melakukannya. Selain itu banyak lagi puasa sunah yang dikerjakan diluar bualan ramadhan. Siswa MA commit to user Muallimin melakukan puasa tengah bulan tanggal 13, 14 dan 15 hijriyah. Bagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 195
siswa MA Muallimin puasa merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Budaya sekolah dan madarasah telah membentuk kebiasaan ini sejak mereka tercatat sebagai warga MA Muallimin. Inilah letak penerapan karakter secara Islami sekaligus keunggulan bagi sekolah berbasis agama. Pengendalian diri dalam kehidupan nyata dapat dilatih melalui puasa. Tujuan puasa adalah menahan diri dari ego duniawi yang tidak terkendali, kemudian mengendalikan diri agar tidak keluar melenceng dari tujuan hidup sebenarnya dengan menahan hawa nafsu yang tidak seimbang. Dorongan hawa nafsu yang tidak seimbang akan mengasilkan belenggu yang menutup aset paling berharga dari seorang manusia. Aset itu adalah suara hati nurani, Ari Ginanjar mengatakan aset itu adalah God Spot. Tujuan akhir pengendalian diri adalah mencapai keberhasilan dalam menjalani kehidupan. Tujuan puasa adalah melindungi suara hati sekaligus sebagai pelatihan untuk menghentikan segala bentuk pengabdian kepada Tuhan. Pelatihan ini (puasa) sebagai bagian dari latihan pengendalian emosi dan membangun kecerdasan emosional (EQ). Keterkaitan antara takwa dan budi luhur itu merupakan keterkaitan antara iman dan amal soleh, shalat , zakat, hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan manusia. Dengan demikian hubungan ketuhanan dengan kemanusiaan terkait erat dalam pendidikan baik dalam rumah tangga maupun di sekolah. Dalam pendidikan tersebut harus tertanam nilai-nilai dan diamalkan oleh anak. Keberhasilan mendidik ketika dalam diri siswa telah tertanam dan tumbuh nilai ketuhanan dan kemanusiaan yakni takwa dan budi luhur (akhlak).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 196
d) Diskusi dalam Pembelajaran di Kelas Diskusi sebagai upaya menanamkan nilai kerjasama dilakukan dalam proses pembelajaran. Kerjasama merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 guru mencoba menanamkan sikap kerjasama dengan memberikan tugas kelompok kepada siswa. Kelompok terdiri dari dua siswa yang telah diberikan tema oleh guru kemudian siswa mempresentasikan makalah mereka. Bagi siswa yang menjadi pemakalah mereka dilatih untuk bekerjasama dalam satu tim, melatih tanggung jawab, dan melatih kepercayaan diri untuk tampil di depan teman-temannya. Sedangkan bagi yang lain mereka dilatih untuk berani mengungkapkan pendapat, menghargai pendapat temannya yang lain dan menghormati pemakalah. Dengan dilatih hal tersebut maka siswa diharapkan dapat bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan,terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Diskusi akan melatih siswa untuk berpikir kritis, kelemahannya adalah siswa sering terjebak dalam perdebatan yang tidak kunjung akhir dengan egois ingin mempertahankan pendapatnya. Usia siswa yang masih dalam tahap remaja tentu tingkat egonya masih cukup tinggi sehingga bimbingan dari guru mutlak diperlukan untuk mengarahkan supaya diskusi berjalan dengan lancar. Hal yang terpenting adalah siswa dapat menguasai materi dan mendapatkan nilai-nilai yang bermakna dari kegiatan diskusinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 197
Sikap pembentuk karaktern seperti toleransi yang memberikan kemudahan dalam
hal
kebaikan,
bersifat
atau
bersikap
menghargai,
membiarkan,
membolehkan pendirian, pendapat, pandangan, kebiasaan yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri juga terlihat dalam diskusi di kelas. Sikap toleran yang tetap hatus dijaga dan dimiliki oleh setiap siswa yakni menghilangkan sikap fanatik sempit, terhadap mazhab, golongan, suku bangsa, ras maupun dengan agama lain. Sikap toleran dalam Islam sebagai akhlak mulia. Seseorang yang mempunyai sikap toleran memiliki pandangan yang luas dan penuh perhitungan dalam berperilaku. Toleransi dibutuhkan oleh setiap siswa sebagai sikap dalam masyarakat yang majemuk. e) Berdakwah dan Bakti Sosial sebagai wujud Kepedulian Sosial Dakwah sebagai upaya memberikan pemahaman agama dan bakti sosial sebagai wujud kepedulian kepada masyarakat terus dilakukan melalui berbagai program di kedua sekolah Islam ini. SMA Muhammaduyah I memiliki program Mubaligh Hijrah yang biasanya dilakukan di daerah binaan di gunung kidul. Sementara Muallimin memiliki program Mubaligh Hijrah bagi setiap siswanya, selain itu terdapat juga mubaligh kamis, mubaligh intilan dan melakukan pengajaran al-Quran (taman pendidikan al-Quran) kepada anak-anak di lingkungan sekitar. Nilai-nilai lain yang dilakukan oleh siswa SMA Muhammadiyah 1 adalah silaturahmi berkunjung ke rumah siswa secara bergantian. Silaturahmi merupakan pertalian keseimbangan antara ketuhanan dengan kemanusiaan akan mengarahan commit to user kepada manusia untuk saling menghargai dan menghormati. Sisi ketuhanan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 198
membentuk ketakwaan, sedangkan kemanusiaan akan membentuk akhlak mulia dan cintakasih antar sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga dibentuk dalam silaturahmi. Menjalin persaudaraan, persamaan, adil, baik sangka, rendah hati, tepat janji, dapat dipercaya, (sifat penuh harga diri tetapi tidak sombong), menjadi keunggulan. Wujud bakti sosial di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 dengan berkurban setiap bulan Zulhijah. Adapun makna kurban adalah kesanggupan untuk menahan nikmat kecil demi mencapai kebahagianaan yang besar dan kekal. Melihat jauh ke depan dengan tabah, sabar menanggung segala beban berat. Dari segi kemanusiaan kuban merupakan wujud nyata pengamalan dan belas kasih terhadap sesama manusia. Berkurban sebagai wujud keikhlasan hati untuk memberi sesuatu tanpa paksaan dari pihak lain dalam rangka mningkatakan amal soleh dan ketakwaan. f) Hizbul Wathan dan Tapak Suci Hizbul Wathan sebagai organisasi yang hampir dengan pramuka menjadi simbol kepanduan bagi muhammadiyah. Teknik-teknik gerakan yang dimiliki Hizbul Wathan tidak terlalu banyak berbeda dengan pramuka. Perbedaan yang mencolok dapat dilihat dari visi dan misi Hizbul Wathan dengan menekankan pada ajaran Islam. Tujuan utama Hizbul Wathan adalah memperkokoh takwa, membentuk akhlak dan watak yang berdasarkan iman kepada Allah memiliki rasa tanggung jawab terhadap keluarga, bangsa, cinta lingkungan dan tanah air. Cinta tanah air juga dilakukan dengan menjaga kelestarian lingkungan. commitsekitar, to usertermasuk kekayaan hutan dengan menjaga dan melestarikan lingkungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 199
melakukan penanaman pohon untuk kelangsungan hidup manusia di dunia. Hizbul Wathan sering melakukan kemah di alam terbuka dengan berbagai kegiatan untuk menggembleng siswa berwatak akhlaqul karimah. Melalui jalur kepanduan ingin meningkatkan pendidikan angkatan muda putra ataupun putri menurut ajaran Islam, berakhlak mulia, berbudi luhur sehat jasmani dan rohani, taat beragama, berorganisasi, cerdas dan trampil, gemar beramal, amar makruf nahi munkar dan berlomba dalam kebajikan. Membentuk karakter dan kepribadian sehingga diharapkan menjadi kader pimpinan dan pelangsung amal usaha Muhammadiyah. Memantapkan persatuan dan kesatuan serta penanaman rasa demokrasi serta persaudaraan sehingga berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Pendidikan kepanduan merupakan upaya strategis untuk membangun karakter bangsa yang menghargai tata nilai kehidupan, kepercayaan diri dan etos kerja di dalam membangun semangat, profesionalisme yang dilandasi atas semangat kemanusiaan dan tolong-menolong. Kader-kader di dalam kepanduan, diharapkan memiliki jiwa yang toleran. Serta memiliki empati terhadap kejuangan bangsa serta perhatian untuk memperbaiki nasib bangsa untuk membawa Indonesia lebih maju di tengah dinamika masyarakat global ( Tim Kajian RUU Kepramukaan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, 2010: 57). Sementara Tapak Suci membentuk siswa/generasi penerus untuk berjiwa persaudaraan, sebagai perkumputan dan perguruan seni bela diri. Dari tujuannnya telah terlihat nilai yang ditanamkan yakni Mendidik serta membina ketangkasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 200
dan ketrampilan, Memelihara kemurnian pencak silat yang sesuai dan tidak menyimpang dari ajaran Islam sebagai budaya bangsa yang luhur dan bermoral dan mengamalkan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dalam usaha mempertinggi ketahanan nasional. Terdapat nilai yang dengan Hizbul Wathan yakni cinta tanah air dengan menjaga warisan budaya Indonesia tanpa melanggar ajaran agama. Ketangguhan jiwa, kedisiplinan, kesehatan fisik dan kejiwaan, semangat pantang menyerah terlihat dari berbagai kegiatan Tapak Suci ketika dilaksanakan dalam ekstrakurikuler di SMA Muhammadiyah dan MA Muallimin. g) Upacara Bendera Bagi siswa sekolah menengah upacara menjadi bagian dari rutinitas setiap minggu. Upacara yang dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 setiap hari Senin dan
Muallimin setiap hari sabtu mengandung berbagai nilai karakter. Nilai
karakter itu diantaranya membentuk siswa memiliki rasa cinta kepada tanah air, bangsa dan negara, memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin pribadi, selalu tertib dalam kehidupan sehari- hari, memiliki jiwa gotong royong dan percaya diri pada orang lain, dapat memimpin dan dipimpin. Selain itu upacara bendera menanamkan nilai disiplin, tepat waktu, menghargai
jasa
pahlawan,
dengan
lagu-lagu
nasional
diyakini
dapat
menumbuhkan rasa nasionalisme dan jiwa partiotisme. Dalam upacara bendera penghormatan terhadap bendera sebagai wujud penghargaan terhadap jasa para pahlawan. Selain itu terdapat juga pembacaan Pancasila dan UUD ’45 sebagai bagian dari pengukuhan ideologi negara dalam jiwa warga negara. Sebagai commit tojuga userpembacaan doa memohon segala manusia yang beragama, tidak tertinggal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 201
sesuatu hanya kepada Tuhan dengan segenap hati, hal ini merupakan bagian dari penanaman nilai religius dalam upacara. Penanaman karakter melalui ajaran Islam tidak serta merta menghapus rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Sejak masa kemerdekaan Muhammadiyah justeru memerintahkan kepada kaum muda Muhammadiyah untuk mencintai tanah air. Hal ini dibuktikan dengan seruan KH Mas Mansur sebagaimana di kemukakan oleh Sukarno dalam surat kabar Panji Islam 1940 bahwa KH Mas Mansur secara terang-terangan memanggil pemuda muhammadiyah kepada rasa cinta tanah air (Sukarno, 2005:371). Makna lain dalam upacara selain memuat nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yakni upacara memiliki dapat meningkatkan solidaritas peserta dan menumbuhkan nilai historis dalam upacara-upacara hari besar nasional. Disamping upacara-upacara hari besar nasional lainnya. Melalui upacara peserta akan menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang besar yang memerlukan keteguhan untuk menghadapi globalisasi sebagai penjajahan gaya baru. Ironisnya sekarang ini upacara hanya sebagai rutinitas untuk menggugurkan kewajiban belaka, sedangkan makna yang terkandung didalamnya tidak dipahami dengan baik. Akibatnya upacara menjadi sebuah ritual yang membosankan dan tidak diminati. Tidak salah ketika salah satu majalah kampus di UNS menyatakan bahwa wibawa upacara bendera semakin hari semakin berkurang hal itu berbanding lurus dengan jenjang pendidikan. Semakin tinggi jenjang pendidikan justru semakin jarang melakukan upacara. Dari jenjang sekolah dasar sampai dengan sekolah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 202
menengah upacara merupakan kegiatan rutin tanpa dimaknai secara sugguhsungguh oleh pesertanya. Inilah sekiranya yang menjadi pudarnya pesona upacara di setiap kalangan warga negara republik Indonesia. Banyak hal kegiatan baik di SMA Muhammadiyah 1 dan di MA Muallimin yang mengarah pada semangat berbangsa dan cinta tanah air. Semangat Kebangsaan yang dimaksud adalah adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sedangkan cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Hal itu dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan prestasi, akhir-akhir ini SMA Muhammadiyah 1 telah menjadi sekolah terbersih di DIY dan sedang melaju ke tingkat nasional. Sedangkan siswa MA Muallimin menjadi juara dalam perlombaan di Belanda dengan mengibarkan bendera merah putih membawa nama Indonesia sebagai rasa cintanya. Jika diteliti lebih mendalam sikap-sikap diatas terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya dalam lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya. Pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga agama, dan faktor emosi individu merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 203
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap dengan syarat pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Manusia akan menentukan sikap berdasarkan pengalaman di masa lalunya sebagai dasar untuk bersikap sekarang. Sikap akan mudah terbentuk apabila melibatkan faktor emosional, emosi yang mendalam akan mendorong penghayatan lebih mendalam dan lebih lama membekas. Pengalaman menjadi faktor penting dalam menghadapi kehidupan selanjutnya. Pengalaman Pribadi di SMA Muhammadiyah 1 tentunya menjadi salah satu yang mengantarkan Ebiet G Ade, Hanung Bramantyo menjadi orang-orang sukses. Ebiet G. Ade menjadi seorang musisi kondang dengan lagulagunya yang merdu dan peuh makna. Hanung Bramantyo alumni SMA Muhammadiyah I yang sukses menjadi sutradara kondang yang akhir-akhir ini populer dengan karya besarnya film “Sang Pencerah,” yang mengisahkan tokoh besar Pahlawan Nasional KHA Dahlan dalam perjuangannya mencari jati diri dan merintis Perkumpulan Muhammadiyah (Persyarikatan Muhammadiyah) pada tahun 1912, di Kampung Kauman, Yogyakarta. Sekolah ini juga pernah melahirkan pendekar hukum kelas nasional, seperti Busyro Muqodas, budayawan kelas dunia Emha Ainun Nadjib (Din Syamsudin, 2010:27). Sama halnya dengan pengalaman AR Fachrudin yang pernah mengenyam pendidikan di Muallimin (walaupun tidak sampai selesai) dan memimpin Muhammadiyah periode 1968-1990 (Soeparno S. Adhy, 2010: vi). Tokoh lain yakni Syafii Maarif sebagai alumni Muallimin Yogyakarta. Pengalaman di Muallimin tentu menjadi menjadi faktor penting baginya untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 204
mengemban kepercayaan menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005 (Soeparno S. Adhy, 2010: x). Faktor pembentuk sikap yang kedua yakni pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan. Pada masa anak-anak dan ramaja orang yang dianggap penting biasanya adalah orang tua, guru di sekolah dan teman sebaya. Interaksi antara anak dan orang tua, guru dan siswa merupakan faktor yang mementukan sikap anak. Siswa yang masih remaja belum begitu kritis mengenai suatu hal dan cenderung mengambil sikap yang serupa dengan sikap orang tuanya, tetapi jika sikap itu bertentangan dengan sikap teman-teman sebayanya maka siswa akan cenderung untuk mengambil sikap yang sesuai dengan sikap kelompok teman sebaya. Bagi siswa kesesuaian sikap sendiri dengan kelompoknya merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga hubungan pertemanan. Pengaruh orang-orang sekitar dalam suatu lingkungan tentu akan mempengaruhi yang lain. Tidak salah ketika ada pepatah bahwa jika dekat dengan tukang parfum tentu akan kebagian wanginya, artinya orang di sekitar kita akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku kita. Pada umumnya seseorang akan mempunyai sikap yang searah dengan orang yang di ikutinya dianggapnya penting. Kecendrungan itu sebagai cara menghindari konflik atau bahkan keinginan untuk meniru (berusaha menyamai) segala sifat, sikap yang dilakukan oleh orang penting tersebut. Dalam Islam tokoh tersebut adalah Muhammad Saw, sedangkan dalam Muhammadiyah yakni Ahmad Dahlan. Tokoh tersebut dijadikan sebagai orang yang diteladani dalam bersikap dan berperilaku bagi orang-orang Islam khususnya orang Muhammadiyah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 205
Pengaruh kebudayaan menjadi faktor pembentukan sikap manusia selanjutnya. Pengaruh budaya dan lingkungan akan membentuk kepribadian. sebagai pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan pola sikap dan perilaku akibat pengaruh penguatan dari masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah, corak dalam cara manusia berperilaku. Di setiap lingkungan sekolah tentu mempunyai corak budaya sekolah tersendiri. Budaya sekolah tersebut yang akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku kepada setiap siswa yang melakukan pendidikan di lingkungan itu. Lingkungan lembaga pendidikan/sekolah akan menerapkan sistem moral dalam diri siswa. pemahaman mengenai perbuatan baik dan buruk, boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan diperoleh dari lembaga sekolah atau dari lembaga keagamaan serta ajaranajarannya. Faktor yang lainnya yakni media massa sebagai sarana komunikasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa mempunyai sugesti melalui pesan-pesan untuk mengarahkan sugesti seseorang. Pengaruhnya yang sangat signifikan dirasakan oleh publik khususnya terkait dengan pembentukan nilai-nilai kehidupan, sikap, perilaku, dan kepribadian atau jati diri bangsa, tidak berlebihan jika media massa ikut berperan aktif memberikan perhatian dan kepedulian dalam setiap pemberitaan dan penyiaran informasi agar secara bertanggung jawab memasukkan pesan-pesan edukatif terkait dengan substansi pembangunan karakter bangsa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 206
5. Kekhasan Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta Menurut Mohammad Ali dalam Haedar Nasir (2011: 13) terdapat lima identitas yang menjadi ciri khas dalam sistem pendidikan Muhammadiyah yakni: (1) menumbuhkan cara berpikir tajdid/inovatif, (2) memiliki kemampuan antisipatif, (3) mengembangkan sikap pluralistik (mengakui keanekaragaman), (4) memupuk watak mandiri, dan (5) mengambil langkah moderat sebagai penanaman karakter kepada genarasi bangsa. Identitas (kekhasan) itu melekat juga di SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin. Tujuan penanaman karakter Islam di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 bisa dilihat dari visi kedua sekolah ini. Visi SMA Muhammadiyah 1 yakni Menghasilkan tamatan berwawasan masa depan yang berakhlaqul karimah, unggul dalam Imtaq dan Iptek. Dengan visi itu mempunyai tujuan untuk membentuk tamatan yang berkepribadian Islami menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, objektivitas dan tanggung jawab. Kemudian Terbentuknya peserta didik yang mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional, sebagai kader Persyarikatan
yang
tangguh.
Selain
itu,
tujuan
pendidikan
di
SMA
Muhammadiyah 1 yakni mewujudkan tamatan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global, kerjasama yang harmonis dengan orang tua, masyarakat dan pemerintah. Sementara Muallimin memiliki visi unggul dan mampu menghasilkan kader ulama, pemimpin, dan pendidik sebagai pembawa misi gerakan Muhammadiyah. Terselenggaranya pendidikan Pesantren yang unggul dalam membentuk kader ulama, pemimpin, dan pendidik yang mendukung pencapaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 207
tujuan Muhammadiyah, yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenarbenarnya. Dari visi kedua sekolah ini dapat dilihat bahwa sekolah ini mengarhkan siswa agar terbentuk kedalam kepribadian Islam tanpa mengenyampingkan perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Syafii Maarif tokoh Muhammadiyah dan alumni Muallimin sebagaimana yang dikutip oleh Suparno S. Adhy (2010: 143) mengungkapkan anak-anak Muallimin (kader Muhammadiyah) perlu dibantu dan dibina agar tidak terjerumus kepada mental fundamentalisme seperti paham Wahabi atau kaum Taliban. Walaupun demikian Muallimin harus menjadi sekolah kader Muhammadiyah yang militan. Artinya para alumninya (Anak Panah Muhammadiyah) harus mampu mengabdi ke berbagai pelosok wilayah untuk melakukan aktualisasi diri sebagai wujud pengamalan kader Muhammadiyah.
sehingga
akan
mampu
menghasilkan
ranting-ranting
Muhammadiyah yang baru, atau lahirnya madrasah-madrasah Muallimin yang meniru model Muallimin Yogyakakarta. Zamroni pernah mencermati karakteristik pendidikan agama di Amerika Serikat negara yang dianggap sekuler), di sekolah negerinya pendidikan agama merupakan bagian dari ilmu pengetahuan sosial. Murid memelajari agama-agama dan tidak diarahkan untuk memeluk agama tertentu. Sedang di sekolah swasta, misalnya sekolah Katolik maka pendidikan agamanya didesain untuk lebih mengkatolikkan anak Katolik, bukan anak yang beragama non-Katolik. Jadi anak Katolik dijadikan lebih Katolik. Mata pelajarannya mengandung praktik beribadah dalam agama Katolik. Di sekolah Katolik Amerika Serikat, anak-anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 208
non-Katolik dilarang mengikuti pelajaran agama Katolik (Suara Muhammadiyah, No. 7 Tahun ke-96, 2011: 8). Muhammadiyah ternyata melakukan hal yang sama dalam menerapkan ajaran Islam dengan menyeimbangkan ajaran Islam dan ilmu umum lainnya dalam kurikulum sekolah. Dua sistem dalam pendidikan Muhammadiyah yakni boarding school (perpadu sekolah dengan pesantren) dan sistem sekolah umum sebagai wujudnya. Madrasah Muallimin termasuk salah satu sekolah Muhammadiyah yang menerapkan sistem madrasah dan pondok pesantren. Dipihak lain SMA Muhammdiyah 1 menerapkan sistem sekolah umum dengan tetap memadukan pendidikan keagamaan dan pendidikan umum secara terpadu. Demikian pula aspek-aspek sasarannya menyentuh seluruh aspek moral spiritual, intelektual, psikomotorik, kemampuan-kemampuan sosial, dan sebagainya yang menunjukkan muslim yang menyangkut iman, ilmu, ihsan (baik), dan amal saleh. Pendidikan Muhammadiyah melalui sekolah-sekolah di bawah naungannya mencoba menghidupkan kembali dengan menyatukan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam kurikulum, disertai penciptaan budaya sekolah yang sejalan dengan ajaran Islam. Sistem sekolah umum meskipun model Madrasah, boarding school, atau pondok pesantren menerapkan dua aspek penting tersebut, yakni kurikulum dan budaya sekolah serta hal-hal lain yang terkait dengan sistem pendidikan yang menyeluruh (Haedar Nasir, 2011: 13). Kekhasan yang dimiliki oleh SMA Muhammadiyah dan Muallimin akan membentuk potensi dalam pribadi siswa. Setidaknya terdapat 4 potensi yang ditumbuhkembangkan melalui proses pendidikan muhammadiayah secara umum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 209
yaitu potensi akal, jasmani, ruhani (spiritual) dan kepribadian yang luhur (alAkhlak al-Karimah). Keempat potensi ini akan membentuk pribadi yang seimbang dan terarah dalam menjalani kehidupan. Penilaian terhadap pengembangan kepribadian siswa (afektif), dilakukan melalui model pengukuran perilaku dari masing-masing siswa yang sudah dijadikan standar pengukuran. Penilaian ini akan mengukur apakah pribadi akan tertanam dalam bentuk perilaku oleh siswa. Penilaian kepribadian yang terdiri dari kedalaman spiritual dan keluhuran akhlak akan dilakukan oleh para musyrif yang mendampingi para siswa dengan membuat rapor perilaku sehari-hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 210
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan 1.
Pemahaman guru mengenai pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta tidak terlepas dari latar belakang sekolah tempat mereka mengajar. Di sekolah Islam, pendidikan karakter sering disamakan dengan pembentukan akhlaqul karimah (akhlak mulia) yang ditanamkan kepada siswa
melalui
pembelajaran,
keteladanan,
pembiasaan
dan
penciptaan
lingkungan yang kondusif dan terkontrol. Pendidikan karakter banyak diserap dari ajaran Islam dengan asimilasi model Muhammadiyah sebagai organisasi yang melindunginya. Pendidikan karakter SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta condong pada pendekatan agama Islam. Penanaman nilai-nilai Islami kepada menjadi tujuan dalam pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta sebagai calon generasi bangsa sekaligus bagian dari kader-kader Muhammadiyah. Dengan demikian pendidikan karakter di sekolah Islam Guru berusaha membentuk kepribadian siswa berlandaskan wahyu Allah Swt dengan al-Quran dan Hadis disamping ijtihad sebagai sumber nilai-nilai Islami. 2. Pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah dan MA Muallimin Yogyakarta mengacu pada sumber pokok yakni al-Quran dan Sunah/Hadis ditambah dengan ijtihad. Pedoman hidup umat Islam adalah al-Quran dan Sunah/Hadis. Kitab alQuran merupakan wahyu Allah Swt sedangkan Sunah merupakan keteladanan dari Muhammad Saw sebagai sumber dalam setiap aspek kehidupan umat commitacuan to user
210
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 211
Islam termasuk dalam hal dunia pendidikan. Kecenderungan ini semakin mengarahkan pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta kepada karakter Islam sebagai keseimbangan antara ilahiyah dan insaniyah. 3. Proses penanaman nilai karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta dilakukan melalui beberapa cara yakni sebagai berikut: a. Melalui proses pembelajaran dengan memadukan nilai pembentuk karakter di setiap
proses pembelajaran, metode (diskusi, tanya jawab, dan
cooperative learning), nasihat, dan motivasi keteladanan guru dalam kelas. b. Melalui keteladanan para tokoh Islam seperti Nabi Muhammad Saw, KH. Ahmad Dahlan dan tokoh Muhammadiyah lainnya. Selain itu keteladanan diberikan juga oleh guru siswa senior kepada juniornya. c. Pembiasaan berperilaku baik, dilakukan melalui adanya sistem tata tertib, menghormati setiap orang. Agar perilaku baik tetap terjaga di Muallimin telah diterapkan rapor kepribadian sebagai alat untuk memantau, dan mengevaluasi perilaku siswa di asrama dan madrasah. d. Budaya sekolah yang dibentuk selalu dikaitkan dengan ajaran Islam dari mulai kebiasaan kehidupan sehari-hari, beribadah (melakukan salat berjamaah), membaca kitab al-Quran, berpuasa. Perbedaan lingkungan tentunya akan menentukan hasil yang dicapai. e. Ekstrakuerikuler/pengembangan diri yang dilaksanakan di sekolah ekstra terdiri bidang keilmuan dan bahasa, keterampilan, dan bidang olahraga dan seni yang semuanya mendukung terhadap pembentukan karakter siswa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 212
4. Pengamalan (aktualisasi) nilai-nilai pembentuk karakter yang dilakukan siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta dilakukan dalam berbagai kegiatan. Pengamalan yang dilakukan siswa secara garis besar yakni a) Kegiatan keagamaan di sekolah dan asrama, b) shalat berjamaah, c) membaca dan menghapal al-Quran, d) puasa sebagai upaya pengendalian diri, e) diskusi dalam pembelajaran di kelas, f) berdakwah dan bakti sosial sebagai wujud kepedulian sosial, g) kegiatan Hizbul Wathan dan Tapak Suci untuk melatih kedisiplinan, kepercayaan diri. h) upacara bendera sebagai bentuk cinta tanah air. 5. Kekhasan nilai karakter yang tanamkan oleh kedua sekolah Islam ini jelas mengarah mengacu kepada ajaran Islam dengan pola pembaharuan sebagaimana cita-cita Muhammadiyah. Perbedaannya SMA Muhammadiyah 1 miliki pola pendidikan yang cendrung mirip dengan sekolah umum. Sedangkan Muallimin lebih
memusatkan
kepada
pembentukan
calon
kader
(anak
panah
Muhammadiyah). Perbedaan lainnya Muallimin telah memadukan sistem pesantren dengan madrasah secara terpadu, hal ini menjadikan siswa Muallimin akan mempunyai pemahaman yang lebih dalam mengenai ajaran Islam Pola Muhammadiayah. Meskipun demikian Siswa SMA Muhammadiyah 1 juga tidak tertutup kemungkinan akan mempunyai pengetahuan yang mumpuni mengani aajaran Islam dengan modal ketekunannya dalam belajar. B. Implikasi Pemahaman guru SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin mengenai to usertetapi semuanya mengarah untuk pendidikan karakter mempunyaicommit keragaman,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 213
membentuk siswa yang berkepribadian baik yang disandarkan kepada ajaran Islam. Kepribadian Islami mencakup seluruh aspek kehidupan, tingkah laku sehari-hari, kegiatan jiwa dan pandangan hidup yang mengarah kepada pengabdian terhadap Tuhan. Pembentukan tersebut dibuktikan dengan berbagai program yang hampir semuanya merupakan program-program berlandaskan ajaran Islam dengan sumber al-Quran, Hadis, dan hasil ijtihad. Kedua sekolah Islam ini mempunyai tujuan yang lebih luas yakni membentuk karakter Islam dalam diri siswa sehingga mampu menjalankan ajaran Islam dengan sebenarbenarnya. Tujuan itu akan tercapai apabila seluruh komponen sekolah saling mendukung dan serius menjalankannya. Komponen yang dimaksud yakni lingkungan, sarana, prasarana, pimpinan, guru, karyawan dan siswa. Pembentukan karakter melalui ajaran Islam merupakan langkah tepat agar generasi penerus bangsa mampu memahami, dan mengamalkan kebaikan dan mencegah keburukan. Penanaman ajaran Islam pada usia remaja merupakan sebuah pemupukan nilai keimanan yang telah ditanamkan sejak mereka masih kecil. Perkembangan psikologis siswa perlu diarahkan supaya tidak salah arahMasa usia siswa sekolah menengah antara 14-20 tahun merupakan masa remaja yang perlu dibekali oleh pendidikan karakter sebagai pembentukan watak yang diaplikasikan dalam pendidikan umum dan pendidikan agama. Nilai karakter dan ajaran agama memberikan pengaruh dalam mengatasi konflik dan gejolak batin yang terjadi dalam diri siswa. Nilai-nilai inilah yang akan menuntun mereka dalam berperilaku dan menciptakan ketentraman hati serta memupuk nilai-nilai sosial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 214
Perpaduan konsep pendidikan (pendidikan agama dan pendidikan umum) yang dilakukan kedua sekolah Islam sebagai sebuah terobosan untuk menyeimbangkan antara urusan duniawi dan akhirati. Proses asimilasi yang dilakukan kedua sekolah milik Muhammadiyah ini memiliki keunggulan yakni siswa mendapatkan ilmu agama dan ilmu umum. Ilmu agama di kedua sekolah ini
mempunyai peran
sebagai
pembentukan
karakter walaupun
pada
kenyataannya dalam ilmu-ilmu yang lain pun nilai karakter tetap biasa ditanamkan. Pendidikan karakter di sekolah merupakan usaha pendewasaan melalui proses pembimbingan dan keteladanan yang dilakukan oleh guru, adaanya pembiasaan berperilaku baik, serta program-program lain yang mendukung dengan pengaruh lingkungan (budaya) sekolah. Keteladanan guru dan lingkungan sekolah yang baik akan mempengaruhi watak siswa kepada hal yang positif. Namun sebaliknya ketika guru bersifat apatis dan lingkungan sekolah yang tidak mendukung terhadap pembentukan karakter akan menimbulkan siswa yang tidak berkarakter baik. Sekolah sebagai lingkungan akademis seharusnya menjadi bagian yang positif untuk membangun karakter siswa, sekaligus memberikan pijakan untuk bertindak di lingkungan masyarakat. Kehidupan di masyarakat bersifat netral, mengajarkan atau mempengaruhi kepada manusia dalam dua sisi, sisi positif dan negatif yang berlangsung secara alamiah. Sekolah dan keluarga menjadi kolaborasi yang baik untuk melakukan pembinaan agar siswa bisa menilai dan mempertimbangkan segala hal yang ditemui, dalam kehidupan bermasyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 215
Kelas harus menjadi sentral pengembangan potensi siswa, sehingga proses pembelajaran
harus
dirancang
sebaik
mungkin
untuk
memungkinkan
berkembangnya karakter potensi siswa secara optimal. Agar potensi yang dimiliki siswa berkembang mencapai tingkat yang tertinggi dengan diimbangi oleh perilaku berkarakter yang baik sehingga menghasilkan mausia-manusia yang berilmu, bertakwa dan berani berkorban untuk diri, masyarakat, bangsa dan negaranya. Pendidikan karakter perlu juga melibatkan seluruh aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran masyarakat, media massa, sekolah, keluarga menjadi pusat dari pendidikan karakter. Semua komponen ini ikut bertanggung jawab untuk membentuk karakter genarasi penerus yang tangguh dan bermanfaat bagi nusa bangsa, agama, negara serta keluarganya. Peran orang tua yang begitu dominan dituntut lebih fokus untuk membimbing, memantau perkembangan anak agar tidak menuju jalan yang salah dalam kehidupannya. Madrasah Muallimin mempunyai sistem pondok pesantren modern dengan bimbingan Musyrif ketika di asrama dan bimbingan dari guru ketika di madrasah. Sementara SMA Muhammadiyah 1 dengan sistem sekolah pada umumnya dengan bimbingan dari guru di sekolah dan selebihnya siswa dibimbing oleh orang tua (keluarga) dan lingkungan masyarakat luas. Artinya sistem boarding school di Muallimin menghendaki pengkondisian lingkungan siswa yang direkayasa disesuaikan dengan visi dan misi madrasah melalui berbagai peraturan. Sehingga tercipta kelompok masyarakat semu yaitu kelompok masyarakat asrama yang hanya terdiri dari warga Muallimin. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 216
Keunggulan dari sistem ini adalah pengaturan dan pembinaan yang dilakukan lebih cepat mengenai sasaran karena adanya kontinuitas programprogram di madrasah dengan program di asrama. Namun sekaligus merupakan tugas berat yang perlu kerja keras pihak madrasah untuk mengelolanya. Kelemahan yang muncul adalah siswa merasa terasing dalam lingkungan masyarakat yang sebanarnya dan perlu adaptasi dengan lingkungan baru setelah sekian lama menghuni lingungan yang cukup homogen di asrama. Sedangkan SMA Muhammadiyah 1 proses pengkondisian siswa yang dilakukan di sekolah akan saling mempengaruhi dengan sistem pendidikan di keluarga dan lingkungan masyarakat secara luas. Siswa lebih merasakan kehidupan yang berbeda antara di sekolah, di keluarga, dan di lingkungan masyarakat. Siswa akan lebih memahami perkembangan lingkungan masyarakat dan dituntut selektif dalam memilih pergaulannya. Pendidikan dari keluarga akan menjadi landasan yang lebih kuat yang menentukan pada terbentuknya karakter siswa. Namun yang disayangkan sistem pendidikan keluarga sekarang ini banyak terabaikan dengan kesibukan orang tua. Mengenai rapor kepribadian siswa di Muallimin bisa dijadikan sebagai ciri khas yang jarang dimiliki oleh sekolah umum. Penilaian ditentukan oleh pertama penilaian ibadah yang dinilai mengenai ibadah, akhlak, yang dilakukan oleh siswa seperti sholat, puasa, mengaji dan lain-lain. Kedua, aspek akhlak yang dinilai yakni kejujuran, kedisiplinan, kerajinan, kerapihan/kebersihan, sopan santun. Ketiga, aspek kepemimpinan yang dinilai yakni keteladanan dan keorganisasian. Aspek yang keempat adalah keulamaan, yang terdiri dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 217
keterlibatan berdakwah, dan keterlibatan mendidik di lingkungan masyarakat maupun lingungan asrama. Aspek kelima yakni kemandirian yang dinilai adalah tanggungjawab dan manajemen diri. Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 penilaian kepribadian menyatu dalam laporan hasil belajar siswa. Laporan hasil belajar ini memuat hasil nilai mata pelajaran dan kolom penilaian kepribadian serta kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan oleh siswa. aspek yang dinilai lebih sederhana jika dibandingkan dengan di Muallimin. Akhlak mulia bagi Islam adalah suatu hal yang begitu penting untuk berhubungan dengan Allah Swt dengan manusia dan dengan lingkungannya. Penanaman karakter di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 dilakukan melalui prinsip pembinaan. Prinsip ini diambil dari konsep pendidikan ala Muhammad Saw diantaranya keteladanan, pembiasaan, nasihat, kepercayaan, pengawasan, penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi dan doa. Prinsip-prinsip tersebut hampir sama dengan upaya pembentukan karakter yang baru disosialisasikan tahun 2010 oleh pemerintah Indonesia melalui Kemendikbud. Dengan demikian jika prinsip pembinaan tersebut benarbenar dilakukan berarti Muallimin pada hakikatnya telah melaksanakan pendidikan karakter jauh sebelum sosialisasi dari pemerintah. Program-program seperti mubaligh hijrah, Hizbul Wathon, Tapak Suci, bakti sosial, mubaligh intilan, pengajian, atau kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan tidak sekedar melatih intelektualitas (IQ) saja, melainkan untuk melatih kecerdasan emosional (EQ) dan kepekaan kecerdasaan spiritual (SQ). Kecerdasan emosi dan intelektual dibina melalui penerapan ajaran agama dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 218
ilmu umum sebagai bekal spiritual siswa. Dengan demikian siswa akan mengontrol kondisi kejiwaan dan daya pikirnya dengan kecerdasan spiritual yang didapatkannya melalui ajaran Islam. Jika IQ, EQ dan SQ telah melekat dalam diri seseorang, tentu akan mampu mengontrol emosi dan daya pikirnya, terjaga hati nuraninya, sehingga menjadi manusia yang berkarakter (akhlaqul karimah). C. Saran 1. Kepada Pemerintah a. Perlu adanya pelatihan atau penataran bagi guru secara rutin, dan berkelanjutan
mengenai cara penerapan dan mengevaluasi pendidikan
karakter di sekolah. b. Perlu disusun standar evaluasi pendidikan karakter (evaluasi program, evaluasi proses maupun evaluasi hasil) sebagai tolak ukur keefektifan pendidikan karakter. 2. Kepada Sekolah a. Di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta Perlu ada rapor kepribadian secara terpisah untuk membantu mengontrol perkembangan perilaku siswa, sehingga proses penanaman karakter kepada siswa akan lebih baik. Tidak ada salahnya jika satuan pendidikan lain juga mencoba menerapkan sistem ini untuk kemajuan generasi penerus bangsa. b. MA Muallimin Yogyakarta Muallimin memiliki siswa yang cukup banyak sehingga memerlukan pendamping (musyrif) yang memadai, supaya proses pendampingan siswa di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 219
asrama benar-benar berjalan efektif, terpantau, terdidik, dan terarahkan kepada pembentukan karakter. 3. Kepada Guru dan Musyrif a. Suasana dalam pembelajaran akan terasa lebih bermakna apabila guru secara teratur memberikan dorongan moral, seperti motivasi, nasihat, peringatan kepada siswa sebelum pembelajaran berakhir, sehingga siswa akan menjadi lebih dewasa pemikirannya, bersemangat, serta mengetahui makna dari pelajaran yang disampaikan. b. Perlu adanya pendampingan yang intensif kaitan dengan program yang dilaksanakan di masyarakat, sehingga ketika pelaksanaan siswa/santri sudah tidak mengalami kesulitan, dan yang lebih penting masyarakat dapat menerima dengan baik. c. Suasana kenyamanan, keakraban antara siswa dengan guru/musyrif perlu ditingkatkan supaya tidak terjadi kesenjangan yang terlalu jauh antara musrif sebagai pembimbing dengan siswa (santri). Ketidaknyamanan di lingkungan sekolah/asrama mendorong siswa untuk melanggar tata tertib. 4. Kepada Peneliti Selanjutnya Terdapat banyak titik untuk diteliti lebih mendalam mengenai pendidikan karakter dengan fokus proses pembelajaran, budaya sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat dan
teman sebaya sebagai bagian yang berpengaruh dalam
pembentukan karakter. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 220
DAFTAR PUSTAKA Dokumen Badan Pembina Madrasah Muallimin Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. (2009). Buku Pedoman Pembinaan Siswa Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Yogykarta: Madrasah Muallimin. Madarasah Muallimin. (2011). Buku Panduan Siswa Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Yogykarta: Madrasah Muallimin. Humas SMA Muhammadiyah I Yogyakarta (2011). Profil SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Yogyakarta: SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Humas SMA Muhammadiyah I Yogyakarta (2012). Informasi Penerimaan peserta didik baru SMA Muhammadiyah I Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013. Buku A. Jainuri. (1981). Muhammadiyah dan Gerakan Reformasi Islam di Jawa pada Awal Abad Kedua Puluh. Surabaya: Bina Ilmu Offset. Abdul Majid dan Dian Andayani. (2011). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Abdul Wahid Hasan. (2006). SQ Nabi Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ) Rasulullah di Masa Kini. Yogyakarta: IRCiSoD. Abourjilie, Charlie. (2006). Character Education Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the Student Citizen Act of 2001 Character and Civic Education. Public Schools of North Carolina. Abuddin Nata. (2000). Al-Quran dan Hadis. Jakarta: Rajagrafindo. Ahmad Syafii Maarif. (2006). Titik-Titik Kisar di Perjalananku, Otobiografi Ahmad Syafii Maarif. Yogyakarta: Ombak. Akhmad Muhaimin Azzet. (2011). Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Revitalisasi Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Amril, M. (2002). Etika Islam, (Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib AlIsfahani). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ari Ginanjar Agustian. (2009). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Equationt Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Publising. Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Bertens, Kees. (1999). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 221
Character Education Partnership. (2003). Character Education Quality Standards. Washington: CEP. Corey, Gerald. “Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy”. a.b. E. Koswara. (1999). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika. Doni Koesoema A. (2010). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. _______.(2011). Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo. Dwi Budiyanto. (2011). “Pendidikan Profetik: Membentuk Pribadi Cerdas dan Berkarakter” hlm. 78-92. Dalam Hendra Sugiantoro. (2011). Pendidikan Profetik Revolusi Manusia Abad 21. Yogyakarta: Educational Center BEM REMA UNY. Dwi Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Educational Center BEM REMA UNY, “Menghadirkan Misi Profetik dalam Pendidikan”, hlm. 1-27. Dalam Hendra Sugiantoro. (2011). Pendidikan Profetik Revolusi Manusia Abad 21. Yogyakarta: Educational Center BEM REMA UNY. Franz Magnis Suseno. (2001). Etika Dasar (Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral). Yogyakarta: Kanisius. Goleman, Daniel. “Emotional Intellgence”. a.b. T. Hermaya. (2003). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. H.B. Sutopo. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Hendra Sugiantoro (edt). (2011). Pendidikan Profetik Revolusi Manusia Abad 21. Yogyakarta: Educational Center BEM REMA UNY. Hurlock, Elizabeth B. “Developmental Psycology a Life-Span Approach, Fifth Edition”.a.b. Istiwidayanti dan Soedjarwo. (2004). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hutagalung, Inge. (2007). Perkembangan Kepribadian, Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif. Jakarta: Indeks. Irving, Thomas Ballantine, dkk. “The al Quran Basic Teching.” (a.b) A. Nasir Budiman. (1987). Inti Ajaran Islam: al Quran Paradigma Perilaku Duniawi dan Ukhrawi, Jakarta: Grafikatama Offset. Jalaluddin. (2001). Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo. Koentjaraningrat. (1977). “Metode Wawancara”. Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. commit to user
Dalam
Metode-Metode
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 222
Lexy Moleong. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character (How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility). New York: Bantam Books. M. Abdul Karim (2007). Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. Mami Hajaroh. (2009). “Akhlak, Etika dan Moral”. Dalam Ajat Sudrajat dkk. (2009). Din al Islam, Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Yogyakarta: UNY Press, hlm. 85-106. Marsuddin Siregar. “Ibnu Khaldun (1332-1406)”. Dalam Ruswan Thoyib dan Darmu’in (penyunting). (1999). Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Marzuki. “Sumber-Sumber Ajaran Islam”. Dalam Ajat Sudrajat dkk. (2009). Din al Islam Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: UNY Press. Masnur Muslich. (2011), Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Matula, Leslie Luton. (2004). Character Education and Social Emotional Learning, Why We Must Teach the Whole Child. Tanpa Kota Terbit: Mindoh. Milles, Matthew B. Dan Hubberman. “Qualitative Date Analysis”, (a.b) Tjetjep Rohendi Rohidi. (1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press. Moh. Shofan. (2004). Pendidikan Berparadigma Profetik (Upaya Kontruktif Membongkar Dikotomi Sistem Pendidikan Islam). Yogyakarta: IRCiSoD dan UMG Press. Muslih Usa. (1991). Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana. Mustafa Kamal Pasha & Ahmad Adaby Darban. (2000). Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis). Yogyakarta: UII Press. Mustaqim. “Pemikiran Tentang Pendidikan Akhlak menurut Imam Ghazali”. Dalam Ruswan Thoyib dan Darmu’in (penyunting). (1999). Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurcholish Madjid. (2000). Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 223
Nuril Huda. “Aktualisasi Kampus Religius”. Dalam Fuaduddin& Cik Hasan Bisri (edt). (2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana Tentang Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025. Jakarta: Tanpa penerbit. Puskurbuk. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Puskurbuk. Said Hamid Hasan, dkk. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karaker Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. Salmah Fa’atin. “Pendidikan Sebagai Pembentuk Karakter” dalam Ali Muhdi Amnur. (2007). Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahima. Samsuri. (2011). Pendidikan Karakter Warga Negara (Kritik Pembangunan Karakter Bangsa). Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia. Santrock, John W. (1996), “Adolescence”, 6th Editions, a.b. Shinto B. Adelar & Serly Saragih, (2003), Adolescence, Perkembangan Remaja, Jakarta: Erlangga. Sarlito Wirawan Sarwono. (2008). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajagrafindo. Sartono Kartodirjo. (1993). Pembanguan Bangsa. Yogyakarta: Aditya Media. S.K., Kochhar. “Teaching History”. a.b. Purwanta & Yovita Hardiwati. (2008). Pembelajaran Sejarah. Jakarta: Grasindo. Soedijarto. “Pengajaran Sejarah Sebagai Wahana Pendidikan Nilai dan Sikap”. Dalam Restu Gunawan (edt). (1998). Simposium Pengajaran Sejarah (Kumpulan Makalah Diskusi). Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Dierktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Dirjen Kebudayaan, Depdikbud, dan CV. Eka Dharma. SP. Lili Tjahadi. (1991). Hukum Moral (Ajaran Iammanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Katergoris). Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. _______. “Profesionalisme Manajemen Pendidikan Kejuruan di Indonesia”, hlm. 23-45. Kearifan Sang Profesor Membumikan Pendidikan Kejuruan. (2009). Yogyakarta.UNY Press. Sukarno. (2005). Di Bawah Bendera Revolusi jilid 1. Jakarta: Yayasan Bung Karno. Empat Tokoh Muhammadiyah. Yogyakarta: Suparno S. Adhy. (2010). Bersama commit to user Pustaka Pelajar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 224
Sutarno. (2011). Berkorban Demi Terwujudnya Umat Berakhlak Mulia, Khutbah Idul Adha 6 Nopember 2011. Surakarta: Pembina Agama Islam Universitas Sebelas Maret. Suyanto. (2008). Dialog Interaktif Tentang Pendidikan. Yogyakarta: Multi Perssindo. Syamsu Yusuf LN, dan Achmad Juntika Nurihsan. (2008). Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya. Taliziduhu Ndaraha. (2003). Budaya Organisasi. Jakarta: Asdi Mahasatya. Waharjani. (2010). Kemuhammadiyahan Bagian 2. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Dan Studi Islam (LPSI) Universitas Ahmad Dahlan. Yin, Robert K. (1984). “Case Study Research, Disign and Methods”. Bevery Hill: Sage Publication. a.b. M. Djauzi Mudzakir. (1996). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Zamroni. (2006). “Demokrasi dan Pendidikan Transisi”. Dalam Kearifan Sang Profesor, Bersuku-Berbangsa untuk Kenal Mengenal. Yogyakarta. UNY Press. _______. (2007). Pendidikan dan Demokrasi dalam Transisi, Prakondisi Menuju Era Globalisasi. Jakarta: PSAP. Zakiah Daradjat, dkk. (1992). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Zulkifli, L. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Jurnal dan Majalah Aziz dan Choirotun Chisaan. (2010). “Pembelajaran Sejarah di Pesantren”. Basis No. 07, tahun ke-59. Yogyakarta: Yayasan BP Basis. Hlm. 33-40. Berkowitz, Marvin W. and Bier, Melinda C. (2004). “Research-Based Character Education”. Positive Development: Realizing the Potential of Youth. Annals of the American Academy of Political and Social Science. Vol. 591, Sage Publications. Hlm. 72-85. Desvian Bandarsyah. “Tajdid bagi Pendidikan Muhammadiyah”. Suara Muhammadiyah No. 18 Tahun ke-95, 15-30 September 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 50-51. Din Syamsudin. ”Pusat Keunggulan”. Suara Muhammadiyah No. 22 Tahun ke95, 16-30 November 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 27. Hadi Suyono. “Agenda Pendidikan Karakter”. Suara Muhammadiyah No. 14 Tahun ke-95, 16-31 Juli 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 50-51. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 225
Haedar Nashir. “Mengembangkan Pendidikan Muhammadiyah yang Holistik”. Suara Muhammadiyah No. 07 Tahun ke-96, 1-15 April 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 12-13. Herry Widyastono. (2010).“Penyelenggaraan Pendidikan Karakter melalui Optimalisasi Pelaksanann Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus III Oktober 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas. Hlm. 290-299. Immawan Wahyudi. “Pancasila Perspektif Islam”. Suara Muhammadiyah No. 17 Tahun ke-96, 1-15 September 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 42-43. Lembaga Pers Mahasiswa. (2012). “Wibawa Upacara Bendera”. Dalam Majalah Civitas Edisi Februari No. XXXII, Surakarta: LPM UNS. Lickona, Thomas. (1988). “Four Strategies for Fostering: Character Development in Children”. The Phi Delta Kappan. Vol. 69, No. 6. Phi Delta Kappa International. Hlm. 419-423. _______. (1999). “Religion and Character Education” Dalam The Phi Delta Kappan, Vol. 81, No. 1. Phi Delta Kappa International. Hlm.21-27. Madrasah Muallimin. “Gambar Imajiner Kyai Dhlan dan Islam berkemajuan”, Buletin at-Tanwir Edisi V, 2012. Yogyakarta: Madrasah Muallimin. Mohammad Ali. (2010). “Kiai Ahmad Dahlan: Paradigma Pendidikan Muhammadiyah”. Basis No. 07-08, tahun ke-59. Yogyakarta: Yayasan BP Basis. Hlm. 22-27. M. Muchlas Abror. “Kepemimpinan Berkarakter Model Muhammadiyah”. Suara Muhammadiyah No. 13 Tahun ke-96, 1-15 Juli 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 43. Muhsin Hariyanto. “Persaudaraan Islami atau Antar Muslim (1)”. Suara Muhammadiyah No. 17 Tahun ke-95, 1-15 September 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Nurcaili. (2010). “Membentuk Karakter Siswa Melalui Keteladanan Guru”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus III Oktober 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas. Hlm. 233-244. Nur
Kholis. “Keluarga Sebagai Pilar Pendidikan Karakter”. Suara Muhammadiyah No. 17 Tahun ke-95, 1-15 September 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 50.
Paul Suparno, “Relevansi dan Orientasi Pendidikan di Indonesia”. Basis, No. 0102, Tahun ke 50, Januari-Februari 2001, Yogyakarta: Basis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 226
Sabar Budi Raharjo, (2010). “Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16 No. 3 Mei 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas. Hlm. 229-238. Sarros, James C. and Cooper, Brian K. (2006). “Building Character: A Leadership Essential”. Journal of Business and Psychology, Vol. 21, No. 1. Springer. Hlm. 1-22. Sri Judiani. (2010). “Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus III Oktober 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas. Hlm. 280-289. Tim Kajian RUU Kepramukaan, Lembaga Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah. “Kepanduan, Pendidikan Demokrasi dan Karakter Bangsa”. Suara Muhammadiyah No. 22 Tahun ke-95, 16-30 November 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 56-57. Tim
Redaksi. “Akibat ‘Pemaksaan’ Negara atas Masyarakat”. Suara Muhammadiyah No. 07 Tahun ke-96, 1-15 April 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 7-8.
_______. “Lumpuhkan Kepemimpinan Berbasis Mitos! (Wawancara dengan Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif)”. Suara Muhammadiyah No. 13 Tahun ke-96, 115 Juli 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 28-29. _______. “Membangun Karakter Utama”. Suara Muhammadiyah No. 9 Tahun ke96, 1-15 Mei 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 3. _______. “Pembentukan Insan Berkarakter Harus Simultan (Wawancara dengan Prof. Dr. Hj Ratna Megawangi)”. Suara Muhammadiyah No. 18 Tahun ke95, 16-30 September 2010. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 28-30. _______. “Puasa dan Budaya Kejujuran”. Suara Muhammadiyah No. 14 Tahun ke-96, 16-31 Juli 2011. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Pers Suara Muhammadiyah. Hlm. 9-10. Yoyon Bahtiar Irianto, “Strategi Manajemen Pendidikan Karakter (Membangun Peradaban Berbasis Ahlaqul Kharimah)”, Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November 2010. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 227
Tesis Laely Armiyati (2011) “Pemanfaatan Film sebagai Media Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Atas Kota Yogyakarta”. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Mhd. Lailan Arqam. (2010). ”Pengembangan Multimedia Pembelajaran Mata Pelajaran Kemuhammadiyahan Bagi Siswa Kelas I Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta”. Tesis. Surakarta: Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. Susilowati. (2011). “Penanaman Nilai-Nilai Perjuangan Muhammadiyah dalam Menumbuhkan Wawasan Kebangsaan Siswa (Studi Kasus pada Mata Pelajaran Kemuhammadiyahan di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta)”. Tesis. Surakarta: Program Pasca Sarjana UNS. Taufik Abdullah. (2011). “Implementasi Pendidikan Karakter di SMP Muhammadiyah 1 Kota Ternate”. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana, UNY. Internet Anonim, Indonesia Duduki Peringkat Empat Negara Terkorup di Asia” terdapat dalam www.republika.co.id. Diakses pada 20 Juni 2012. Eko Huda S, Ita Lismawati dan F. Malau, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Urutan 100”, dalam vivanews.com. Kamis, 21 Juni 2012. Diakses pada 29 Juni 2012. Battistich, Victor. (2005). “Character Education, Prevention, and Positive Youth Development”. Dalam http//journals.apa.org/prevention/volume 4. Diakses pada 20 Mei 2012. Mudjia Rahardjo, 2011, “Pendidikan Indonesia Menurun”, terdapat dalam www. mudjiarahardjo.com. Diakses pada 20 Juni 2012. Muhammad Nuh. “Sambutan Menteri Pendidikan Nasional Pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2011 Senin, 2 Mei 2011”. Diakses www.disdikpora.boyolali.info. Diakses pada 10 Oktober 2011. Sekertaris Negara Republik Indonesia. “Sambutan Presiden Republik Indonesia Pada Puncak Peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional Tanggal 20 Mei 2010. Di Ji-Expo, Kemayoran, Jakarta”. http://www.setneg.go.id. Diakses Pada 10 Oktober 2011. www.kompasiana.com., 19 November 2011, diakses pada 20 Juni 2012.
commit to user