Warta
TUBERKULOSIS INDONESIA
Wadah Informasi Gerakan Terpadu Nasional TB
Buletin Tiga Bulanan
Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
Operational Trial Penggunaan Tuberkulin dalam mendukung Diagnosis Tuberkulosis Anak dengan Sistem Skoring
P
Workshop Manajemen TB Anak Tingkat Pusat, Jakarta 14-16 Mei 2012.
enatalaksanaan kasus Tuberkulosis (TB) Anak di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Data proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB di Indonesia dari tahun 2008 sampai 2011 berada pada kisaran normal yaitu 9-11%, tetapi apabila dilihat data di masing-masing provinsi, kabupaten/kota dan tingkat Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) menunjukkan variasi yang cukup tinggi. Peningkatan kualitas diagnosis TB Anak dilaksanakan melalui pengunaan Sistem Skoring secara benar. Sistem skoring merupakan pembobotan terhadap gejala dan tanda klinis yang dijumpai pada anak tersangka TB Anak. Sebagai salah satu upaya me ningkatkan kualitas manajemen TB Anak, Kementerian Kesehatan berencana menyediakan logistik larutan tuberkulin yang didahului dengan Operational trial penggunaan tuberkulin dalam mendukung diagnosis TB anak dengan sistem skoring di 5 provinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat
dan Kalimantan Timur. Operational trial direncanakan dilaksanakan selama 6 bulan. Tahapan pelaksanaan kegiatan operational trial adalah penyusunan materi, workshop Manajemen TB Anak, supervisi, monitoring dan evaluasi. Workshop Manajemen TB Anak dilaksanakan di tingkat pusat dan provinsi. Pada workshop tingkat pusat, masing-masing 2 orang perwakilan dari Provinsi pelaksana trial hadir menjadi peserta, yaitu perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi dan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) provinsi. Perwakilan provinsi
akan berperan sebagai fasilitator lokal pada workshop tingkat provinsi. Peserta workshop tingkat provinsi adalah Dokter Spesialis Anak tingkat kabupaten sebagai penanggungjawab medis tingkat kabupaten, 2 orang dari Dinas Kesehatan kabupaten/ kota sebagai penanggungjawab program tingkat kabupaten/kota, dan 2 orang tiap Fasyankes terpilih sebagai petugas penyuntik dan pembaca tuberkulin. Sebanyak 125 Fasyankes dari 5 provinsi pelaksana operational trial telah dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh Pokja TB Anak dan Sub Direktorat Tuberkulosis (Subdit TB). Pada workshop Manajemen TB Anak ini, materi yang disampaikan adalah Situasi TB Anak Global dan Nasional, Diagnosis dan Tatalaksana TB Anak, Kontak Investigasi, Pembacaan Radiologis, Penyuntikan dan Pembacaan Tuberkulin. Penyediaan logistik tuberkulin disediakan oleh Program Nasional TB. Kegiatan operational trial tuberkulin saat ini sudah berjalan di tingkat Fasyankes. Pemantauan melalui supervisi dan monitoring evaluasi sangat diperlukan untuk memantau pelaksanaan operational trial.
Daftar Isi: • Operational Trial Penggunaan
Tuberkulin dalam mendukung Diagnosis Tuberkulosis Anak dengan Sistem Skoring
• Pertemuan Advokasi TB, AIDS
dan Malaria Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia
• Kemitraan Pimpinan Pusat Dewan
Masjid Indonesia Dengan Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Sub Direktorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI Dalam Program Pengendalian Tuberkulosi
• Laboratorium Rujukan
Tuberkulosis Nasional
• Riset Operasional Tuberkulosis
Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, 2009-2010 (2011) • Implementasi Public Private Mix program DOTS pada D okter Praktek Swasta dalam pengendalian TB paru di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, 2011 • South East Asian Regional Workshop on GeneXpert • Komitmen yang Membuahkan Prestasi
Diharapkan hasil pelaksanaan operational trial ini dapat memberi masukan kepada Program TB Nasional tentang kebijakan penggunaan tuberkulin untuk mendukung Diagnosis TB Anak dengan sistem skoring. [Enno]
Workshop Manajemen TB Anak Provinsi NTB, Mataram, 29 Mei sd 1 Juni 2012.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
1
Pertemuan Advokasi TB, AIDS dan Malaria Kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia
Menteri Kesehatan RI bersama dengan Dirjen PP dan PL.
P
ertemuan Advokasi TB, AIDS dan Malaria kepada Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) yang dilaksanakan pada 18 September 2012 di Hotel Puri Denpasar Jakarta merupakan tindak-lanjut dari pertemuan antara 3 Kepala Sub Direktorat (TB, AIDS dan Malaria) dengan Menteri Kesehatan, dr. Nafsiah Mboi, DSpA, MPH pada Mei 2012. Pertemuan ini merupakan pertemuan advokasi Kadinkes untuk membahas Programmatic Management of Drug Resistant TB (PMDT) dan penguatan laboratorium. Sesuai anjuran Menteri Kesehatan untuk menyelaraskan kegiatan Global Fund untuk ketiga komponen, maka pertemuan ini juga melibatkan peran serta dari komponen AIDS dan Malaria. Hadir dalam pertemuan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI), dr. Nafsiah
Mboi, DSpA, MPH, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen PP dan PL), Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, pejabat eselon 1 dan 2 di lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Irene Koek, (Director of Health Office USAID) dan Kepala Perwakilan WHO di Indonesia, 20 Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit (PP) Provinsi, serta perwakilan-perwakilan dari donor Agency. Adapun tujuan umum dari pertemuan ini adalah terbentuknya komitmen dari 33 Kepala Dinas Kesehatan untuk program pengendalian TB, AIDS dan Malaria. Sedangkan tujuan khusus dari pertemuan ini adalah sensitisasi mengenai manajemen
Direktur Utama PT. Askes, dr. I Gede Subawa, M.Kes., AAAK memberikan penjelasan mengenai kegiatan PT. Askes (Persero)
2
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
Menteri Kesehatan RI Memberikan Sambutan.
terpadu pengendalian TB resisten obat (PMDT), memastikan dukungan pendanaan untuk pencegahan TB resistan obat, sensitisasi mengenai Laboratorium Rujukan Nasional dan perannya dalam mendukung program pengendalian TB nasional, menjamin dukungan dan komitmen untuk menyediakan akses terhadap pelayanan TB resistan obat termasuk akses terhadap pemeriksaan laboratorium yang bermutu, tersosialisasinya Jaringan Orang Terdampak TB yang telah terbentuk (JAPETI), tersosialisasinya exit strategi TB, AIDS dan Malaria. Pertemuan ini dibuka oleh Menkes RI, dr. Nafsiah Mboi, DSpA, MPH. Dalam sambutannya dr. Nafsiah Mboi menekankan bahwa fokus dalam Pembangunan Kesehatan adalah peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang bermutu,
Penandatanganan MoU dengan PT. Askes (Persero).
d iperkuat dengan langkah-langkah untuk mempercepat pencapaian sasaran Millennium Development Goals atau MDGs. MDGs 6 terkait langsung dengan pengendalian TB, AIDS dan Malaria dan diharapkan dalam pengendaliannya dilakukan secara satu kesatuan dan terintegrasi karena MDGs adalah alat untuk membantu rakyat keluar dari kemiskinan dan mencapai kehidupan sehat sejahtera. Lebih lanjut dr. Nafsiah Mboi menyampai kan bahwa pengendalian TB di Indonesia sudah mencapai target MDGs yang ditunjukan dengan adanya peningkatan angka notifikasi TB yang signifikan dan konsisten dari 32/100.000 (tahun 2000) menjadi 136/100.000 (tahun 2011), namun penting untuk tetap mempertahankan integrasi untuk mendukung percepatan komponen MGDs lain. dr. Nafsiah Mboi DSpA, MPH juga menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Provinsi Jawa Tengah yang telah membuat surat edaran kepada para Bupati/Walikota untuk memberikan dukungan pendanaan bagi pengobatan pasien TB-MDR serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung yang melakukan diseminasi informasi tentang MDR-TB kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Direktur Rumah Sakit Pemerintah serta Swasta di wilayah kerjanya. Dalam pertemuan juga dilakukan penandatanganan Memorandum Of Understanding (MoU) Kementerian Kesehatan dengan PT. Askes (Persero) dalam kerjasama untuk pengendalian TB. Pada presentasi yang dibawakan oleh Dirjen PP dan PL, Prof. dr. Tjandra
Foto Bersama Menteri Kesehatan RI.
Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE ditekankan mengenai pentingnya mempertahankan dan menjaga kualitas pelaksanaan strategi DOTS di Indonesia. Selain itu dr. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan bahwa tidak semua dana dalam proses penanggulangan TB, AIDS dan Malaria harus berasal dari pusat karena itu perlu kerjasama yang baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keberhasilan program pengendalian TB, AIDS dan Malaria juga mendapatkan apresiasi dari donor agency dan mitra TB. Menurut donor agency dan mitra TB, program ini telah berjalan dengan baik. Banyak kemajuan yang dicapai dan sudah mencapai target. Namun donor agency dan mitra TB juga mengingatkan bahwa khususnya untuk program TB masih banyak tantangan yang dihadapi, salah satunya mengenai PMDT. Menurut donor agency dan mitra TB, dana untuk menangani kasus
PMDT sangat besar dan saat ini seluruh dana masih mendapatkan bantuan dari donor. Bantuan ini tentulah tidak berlangsung lama dan akan berakhir. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama lintas sektor. Adapun yang menjadi Luaran dari kegiatan Pertemuan Advokasi TB, AIDS dan Malaria adalah dihasilkannya pernyataan tertulis dari 33 Kepala Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia, kesediaan Kepala Dinas Kesehatan 33 Provinsi untuk melakukan advokasi kepada kepala daerah dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memastikan komitmen dan pendanaan. [Crysti]
Sambutan Donor Agency dan Mitra TB mengenai kegiatan pengendalian TB, AIDS dan Malaria di Indonesia.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
3
Kemitraan Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia Dengan Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Sub Direktorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI Dalam Program Pengendalian Tuberkulosis Oleh : Ir. Jaorana Amiruddin, MSi Koordinator Program TB Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia
Kasubdit TB Kemenkes RI Dyah Erti Mustikawati sebagai narasumber dalam acara Workshop .
P
ada 5-6 Juli 2012, bertempat di Hotel Grand Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, dilaksanakan Workshop Sosialisasi dan Advokasi Program Pengendalian Tuberkulosis (TB) Berbasis Komunitas Masjid yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) bekerjasama dengan Sub Direktorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Subdit TB Kemenkes RI), Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kemenkes RI. Workshop dihadiri oleh 75 peserta berasal dari Pengurus Pusat DMI, Pengurus Wilayah DMI di 10 Propinsi, yaitu; Sumatera Utara, Jawa Timur, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, NTT dan Papua. Workshop juga dihadiri oleh Badan Otonom Dewan Masjid Indonesia (Batom DMI), yaitu Badan Pembina Taman Kanak-Kanak Islam –Dewan Masjid Indonesia (BPTKI–DMI), Korps Mubbalighot DMI, Badan Koordinasi Majelis Taklim Masjid-Dewan Masjid Indonesia (BKMM-DMI) dan Tabloid Masjid DMI. Koordinator Program, Ir. J aorana A miruddin, MSi memaparkan bahwa tujuan
4
Workshop yaitu ; (1) meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kepada pengurus DMI dan pengelola Masjid tentang Penyakit Menular Tuberkulosis, bagaimana pencegahan dan pengobatannya, (2) memunculkan komitmen di kalangan pengurus DMI dan pengelola Masjid untuk secara sadar dan sungguhsungguh melakukan upaya pengendalian TB di komuitas Mesjid, (3) menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) Program dan kegiatan Pengendalian TB berbasis komunitas Masjid. DR.H. Imam Addaraqutni, Sekjend PP DMI hadir memberikan sambutan sekaligus membuka acara Workshop mewakili Ketua Umum PP DMI Bapak H.M.Jusuf Kalla yang berhalangan hadir. Dalam sambutannya Imam Addaraqutni menyampaikan bahwa Masjid menjadi salah satu komponen dan institusi strategis yang ada di masyarakat, merupakan organisasi kemasyarakatan berbasis agama (Faith Base Organization) dan termasuk kategori civil soceity. Masjid bagi masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan sangat sentral, menjadi tumpuan, tempat berkumpulnya masyarakat. Masjid dalam masyarakat sudah menjadi community centre, pusat kegiatan masyarakat, baik yang
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
Sekjend PP Dewan Masjid Indonesia (PP DMI) Drs.H. Imam Adaraqutni, Msi memberikan sambutan.
bersifat ibadah wajib (mahdah) maupun ibadah sosial (muamallah) di segala bidang; pendidikan, kesehatan, budaya, hukum, dll. Sehingga sangat tepat dan strategis jika Masjid juga berperan serta dalam program pengendalian TB. Masjid sebagai community centre akan sangat efektif jika melaksanakan program pengendalian TB, karena Masjid memiliki elemen penting, yaitu : Adanya Imam/khotib, yaitu pihak yang “diitokohkan” dan menjadi panutan bagi masyarakat luas, Pengurus masjid; pengurus yayasan, pengelola/ pengurus harian beserta staff, muadzin, marbot, dll, yang melakukan fungsi manajemen atau pengelolaa masjid, Jamaah tetap, yaitu anggota masyarakat yang bermukim (tinggal) disekitar masjid dan masuk ke dalam komunitas masjid, Jamaah tidak tetap dan masyarakat luas, yang sewaktu-waktu datang ke masjid untuk malaksanakan ibadah. Data dari Kementerian Agama RI, bahwa saat ini terdapat sekitar 800.000 masjid yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, yang terdiri dari Masjid Negara yang berkedudukan di ibu kota negara, Masjid Agung dan Masjid Raya yang berkedudukan di ibu kota propinsi dan ibu kota
k abupaten/kota, Mesjid Jami berkedudukan di ibu kota kecamatan, Mesjid desa/kelurahan, Musholla dan Langgar. Melihat potensi yang begitu besar dan strategis yang ada di Masjid, maka PP DMI sebagai organisasi kemasyarakatan yang melakukan pembinaan dan pendampingan pada Masjid-Masjid di seluruh wilayah Indonesia, merancang sebuah program Pengendalian Tuberculosisi berbasis Komunitas Masjid. Program ini dirancang selain sesuai dengan visi dan misi DMI, juga sebagai bentuk kepedulian DMI dalam partisipasi aktif melakukan upaya-upaya kongkrit menanggulangi penyakit Tuberkulosis di Indonesia. PP DMI bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI, Ditjen PPML, Subdit TB melaksanakan program Pengendalian Tuberkulosis Berbasis Komunitas Masjid. Workshop Sosialisasi dan Advokasi Pengendalian Tuberkulosis Berbasis Komunitas Masjid merupakan kegiatan awal yang dilakukan. Narasumber lainnya dalam workshop, yaitu Kepala Sub Direktorat Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI (Kasubdit TB Kemenkes RI), Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH. Kasubdit TB menyampaikan materi Kebijakan dan Program Kementerian Kesehatan RI dalam Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. Kementerian Agama RI dalam hal ini Ditjen Bimas Islam, yang diwakili oleh bapak Drs.H. Anwar Saadi, MA, juga menjadi salah satu narasumber yang menyampaikan materi tentang Kebijakan Kementerian Agama dalam mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan Masjid. Bapak Drs. Natsir Zubaidi dari Dewan Pakar PP BPTKI-DMI menyampaikan materi
Foto bersama Pendiri PP BPTKI-DMI ibu Hj. Nibras OR. Salim dan Para Narasumber.
tentang Masjid sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat. Narasumber lain yang merupakan Principle Recipient (PR) TB, Aisyiyah diwakili ibu Muarawati Nur Malinda, menyampaikan materi tentang Program Penanggulangan TB Berbasis Komunitas. Bertindak sebagai fasilitator Workshop adalah Dra.Hj. Siti Fatimah, AM, SH, Ir. Jaorana Amiruddin, MSi, Hj. Siti Hidana, AM, SPd, Drs.H.M. Al-Amin, Siti Rahayu, Chandra Binasiami, Neneng Nurain, Spdi. Di akhir workshop peserta m engungkapkan kesan merasa puas karena mendapatkan informasi yang sangat dibutuhkan, terkait gejala dan cara pengobatan TB. Peserta juga sepakat untuk melakukan upaya-upaya
k ongkrit dalam pengendalian TB diawali di lingkungan sekitarnya (Masjid). Peserta menginginkan perlu adanya tindak lanjut dari workshop, yaitu; perlunya kegiatan Workshop Sosialisasi dan Advokasi Penanggulangan Tuberkulosis Berbasis Komunitas Masjid di tingkat propinsi. Selain itu perlunya berbagai media informasi terkait TB yang dapat digunakan dalam menyebarluaskan informasi TB melalui Masjid. Hal ini sejalan dengan program pengendalian TB DMI yang dalam waktu dekat akan mengembangkan materi khotbah Jum’at berupa Pengendalian TB Berbasis komunitas masjid, yang diperuntukkan bagi khotib-khotib masjid.
Laboratorium Rujukan Tuberkulosis Nasional
L
aboratorium Tuberkulosis (TB) mer upakan komponen utama dalam Program Pengendalian TB karena merupakan penentu diagnosis TB dan alat untuk memantau pengobatan pasien TB. Dalam rangka penguatan laboratorium TB di Indonesia, diperlukan sistem jejaring laboratorium yang berkualitas dan terpadu dari tingkat pusat sampai Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes). Saat ini kebijakan tentang jejaring laboratorium TB mulai dari tingkat nasional sampai pelaksana diagnostik sudah ada, akan tetapi belum berfungsi optimal. Dalam upayameningkatkan kualitas jejaring laboratorium TB di Indonesia, melalui SK MENKES Nomor 1909/MENKES/SK/ IX/2011 tentang Laboratorium Rujukan TB Nasional, telah ditunjuk 3 laboratorium yaitu Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB fenotipik, Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk pemeriksaan mikroskopis TB dan Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
u ntuk penelitian operasional TB, pemeriksaan molekuler, serologis dan Mycobacterium Other Than TB (MOTT). Sebagai Laboratorium Rujukan Nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan fenotipik, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya berperan sebagai rujukan nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB serta membina mutu dan pengembangan jejaring pemeriksaan isolasi, identifikasi dan uji kepekaan TB di laboratorium di Indonesia. Sebagai Laboratorium Rujukan Nasional untuk pemeriksaan mikroskopis, Balai Laboratorium Kesehatan provinsi Jawa Barat berperan sebagai rujukan nasional untuk pemeriksaan mikroskopis TB serta pembina mutu dan pengembangan jejaring untuk pemeriksaan mikroskopis TB di seluruh laboratorium mikroskopis TB di Indonesia. Sebagai laboratorium rujukan nasional untuk penelitian operasional TB, pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT, Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berperan sebagai r ujukan nasional untuk penelitian operasional TB serta
menjadi laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan molekuler, serologis dan MOTT. Dalam melaksanakan peran, tugas dan fungsinya, Laboratorium Rujukan Nasional TB berkordinasi dengan Board of Executive yang terdiri dari perwakilan Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kelompok Kerja Laboratorium TB dan penanggung-jawab Laboratorium Rujukan TB Nasional. Untuk mendukung kinerja 3 laboratorium rujukan nasional, Kelompok Kerja (Pokja) laboratorium TB memberikan bantuan teknis melalui pertemuan Pokja Laboratorium yang telah dilaksanakan dengan dukungan keuangan dari TB Care WHO dan KNCV pada Juli-September 2012. Sosialisasi tentang laboratorium rujukan nasional dilaksanakan pada Pertemuan Diseminasi Informasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia yang akan dilaksanakan pada 18 September 2012. [Enno]
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
5
Riset Operasional Tuberkulosis
Estimasi Jumlah Orang dengan TB di Indonesia, 2009-2010 (2011) (Pandu Riono, M.N. Farid; FKM UI)
T
uberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia, termasuk di Indonesia dan sebagai salah satu penyebab kematian utama. Namun demikian, TB adalah penyakit infeksi yang potensial dapat diobati dan disembuhkan. Dalam menyusun perencanaan dan kebijakan penanggulangan TB secara nasional, maupun pada wilayah provinsi di Indonesia, penting sekali mengetahui jumlah orang dengan TB dan kecenderungan prevalensi TB pada tingkat provinsi maupun nasional. Apalagi angka tersebut juga diperlukan dalam menilai kemajuan program, menjadi sangat esensial, karena dikaitkan dengan target dalam kerangka tujuan Millennium Development Goals (MDGs) yang menjadi kesepakatan semua negara di dunia. Setelah pelaksaan Survei Prevalensi TB 2004, baru dilakukan Survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2010, di semua provinsi. Sedangkan Survei Prevalensi TB yang diharapkan akan memperbarui data prevalensi TB, belum pernah dilakukan lagi sejak tahun 2004 tersebut. Mengingat keterbatasan ketersediaan informasi dihasilkan dari Survei Prevalensi TB yang ditunjang dengan pemeriksaan bakteriologik yang hanya dapat dilakukan selang beberapa tahun, dan mengingat dibutuhkan biaya yang cukup mahal, perlu dipikirkan suatu metodologi estimasi jumlah orang dengan TB dan prevalensi TB dengan memanfaatkan semua data program TB yang selama ini dilakukan. Hasil estimasi diharapkan dapat dipercaya dengan tingkat akurasi yang masih ditoleransi serta dapat mewakili estimasi baik tingkat nasional maupun tingkat provinsi. Metode yang digunakan dalam pemodelan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu (1) Multilevel Logistic Regression Model (LRM) digunakan untuk pemodelan data survei, baik untuk tingkat provinsi maupun nasional; (2) Single Compartment Model (SCM) digunakan untuk pemodelan data monitoring dan evaluasi data program TB pada tingkat provinsi dan nasional; (3) Poisson Regression Model
6
(PRM) digunakan untuk memodelkan hasil model SCM untuk mengestimasi jumlah orang dengan TB pada tingkat kabupaten/ kota. Dari hasil pemodelan LRM data Riskesdas 2010 untuk memprediksi jumlah orang dengan TB per provinsi di Indonesia tahun 2010, di dapat bahwa sekitar 697.500 (596.062-798.938) orang telah terinfeksi TB. Hasil estimasi per provinsi menunjukkan bahwa estimasi jumlah orang dengan TB tertinggi ada di provinsi Jawa Barat dengan estimasi sekitar 90.905 (62.754-119.055) orang, dan yang terendah ada di provinsi Kepulauan Riau dengan estimasi sekitar 611 (0-1.809) orang. Hasil estimasi prevalensi TB di Indonesia tahun 2010 dengan LRM adalah sekitar 293 (250-335) orang per 100.000 populasi. Sedangkan kalau dilihat hasil estimasi prevalensi per provinsi, provinsi Papua mempunyai angka estimasi prevalensi TB tertinggi yaitu sekitar 2.738 (686-4.790) orang per 100.000 populasi, dan provinsi DKI Jakarta mempunyai angka estimasi terendah yaitu sekitar 29 (0-69) orang per 100.000 populasi. Hasil pemodelan SCM menunjukkan bahwa jumlah orang dengan TB di Indonesia tahun 2010 diperkirakan sebanyak 497.519 orang (387.635-607.394). Ada penurunan dibanding dengan perkiraan jumlah orang dengan TB dengan pemodelan yang sama pada tahun 2008 (-3,3%) dan 2009 (-1,9%), tetapi masih lebih besar dibanding angka perkiraan tahun 2007 (+5,7%). Hasil estimasi per provinsi menunjukkan bahwa estimasi jumlah orang dengan TB tertinggi ada di provinsi Jawa Barat dengan estimasi sekitar 79.652 (61.772-97.532) orang, dan terendah ada di provinsi Bangka Belitung dengan estimasi sekitar 2.047 (1.623-2.471) orang. Di beberapa provinsi, pola kecenderungan perkiraan jumlah kasus TB seperti kecenderungan pada tingkat nasional, yaitu naik dari 2007 ke 2008, kemudian turun pada 2009 dan 2010, seperti yang terjadi di provinsi-provinsi di pulau Sumatera kecuali di provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, provinsi Nusa Tengggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
Selatan, dan provinsi-provinsi di Pulau Sulawesi kecuali provinsi Gorontalo. Beberapa provinsi menunjukkan kecenderungan perkiraan jumlah kasus yang terus meningkat dari tahun 2007 sampai 2010, seperti pada provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, dengan besaran peningkatan yang tidak sama. Namun demikian, di beberapa provinsi terlihat terjadi penurunan perkiraan jumlah kasus TB dari tahun 2004 sampai 2010, seperti di provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, dan Bali. Hasil penghitungan estimasi prevalensi TB tahun 2010 adalah sekitar 209 per 100.000 penduduk (163-255). Dibanding estimasi prevalensi TB tahun 2009, estimasi tahun 2010 lebih rendah 10 kasus per 100.000 penduduk, dan 15 kasus per 100.000 penduduk lebih rendah dibanding perkiraan angka prevalensi tahun 2008. Sedangkan kalau dilihat hasil estimasi prevalensi per provinsi, provinsi Papua Barat mempunyai angka estimasi prevalensi TB tertinggi yaitu sekitar 538 (404-673) orang per 100.000 populasi, dan provinsi DI Yogyakarta mempunyai angka estimasi terendah yaitu sekitar 136 (103-169) orang per 100.000 populasi. Kalau dilihat per provinsi, tidak ada keseragaman pola kecendurangan angka prevalensi TB ini. Beberapa provinsi mempunyai angka prevalensi yang cenderung menurun dari tahun 2007-2010 seperti provinsi Nangroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Bali. Beberapa provinsi mempunyai angka prevalensi yang cenderung meningkat seperti provinsi Kep. Riau, DKI Jakarta, dan provinsi-provinsi di kawasan Indonesia Timur. Salah satu kegunaan hasil estimasi ini adalah untuk mengukur cakupan program. Dari hasil estimasi diketahui bahwa program TB secara nasional telah mencakup sekitar 58% dari orang dengan TB pada tahun 2007-2009, dan sedikit menurun menjadi sekitar 51% pada tahun 2010.
Implementasi Public Private Mix program DOTS pada Dokter Praktek Swasta dalam pengendalian TB paru di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, 2011 (Tety Rachmawati, Muji Sulistyowati, Chatarina U.W., Setya Budiono, Tri Awignami A., Tadjudin Noor; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur)
P
enelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model Public-Private Mix (PPM) program Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy (DOTS) pada Dokter Praktek Swasta (DPS), dalam upaya peningkatan penemuan Basil Tahan Asam (BTA) positif. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap I, merupakan tahap need assessment, dengan 88 responden DPS dan 24 informan puskesmas dari delapan wilayah puskesmas di kabupaten Malang.Tahap II, merupakan tahap pengembangan model PPM dan pembentukan komitmen implementasi, yang dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD). DPS terpilih adalah dokter umum yang memenuhi kriteria inklusi. Informan adalah kepala puskesmas, petugas/pengelola Tuberkulosis (TB), dan petugas laboratorium di puskesmas.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden tentang DOTS cukup baik. Meskipun hampir setengah responden belum pernah mendapat sosialisasi tentang DOTS, tetapi responden siap berpartipasi dalam implementasi DOTS. Hasil penelitian juga menunjukkan keinginan untuk berpartisipasi terlepas dari faktor eksternal dan organisasi profesi, karena tidak pernah ada sanksi atau saran untuk berpartipasi. Walaupun begitu, pengetahuan sebagian besar responden tentang TB baik. Peran DPS dalam program DOTS tergambar dari pendapat responden mengenai peran yang akan dilakukan dalam komponen DOTS. DOTS dipadukan dengan hasil indepth interview informan puskesmas, menghasilkan tiga model PPM yang memungkinkan dikembangkan di delapan wilayah puskesmas kabupaten Malang. Model pertama, adalah DPS menemukan suspek dan menindaklanjuti pengobatan
s uspek TB, puskesmas hanya melakukan pemeriksaan sputum. Model kedua, DPS hanya memberi pengantar ke puskesmas, selanjutnya pemeriksaan dan pengobatan diambil alih oleh puskesmas. Sedangkan model ketiga, DPS hanya melapor dan mengobati, puskesmas akan menindaklanjuti dan menemukan suspek serta melakukan pemeriksaan sputum. Dari hasil pembentukan komitmen di antara DPS didapatkan bahwa 100% responden berkomitmen untuk mengimplementasikan model PPM-DOTS, dengan tetap berkoordinasi dengan puskesmas dan Dinas Kesehatan. Perlu sosialisasi intensif tentang model PPM dan strategi DOTS dengan melibatkan organisasi profesi. Pertemuan intensif lanjutan perlu diadakan untuk mengimplementasikan sesegera mungkin model PPM-DOTS yang memungkinkan di kabupaten Malang, provinsi Jawa Timur.
South East Asian Regional Workshop on GeneXpert
PMU TB CARE I (Sanne Van Kampen) memberikan penjelasan dalam diskusi South East Asian Regional GeneXpert Workshop.
S
alah satu penemuan yang direkomendasikan WHO pada tahun 2010 adalah alat Xpert® MTB/RIF yang juga dikenal dengan GeneXpert. GeneXpert adalah alat tes diagnostic otomatis yang dapat mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis dan resistensi terhadap rifampisin. Implementasi GeneXpert merupakan bagian dari terobosan percepatan penanggulangan TB dengan mempermudah akses dan mempercepat diagnosis sehingga
pasien khususnya suspek TB MDR dan TB HIV dapat memperoleh pengobatan sedini mungkin. Indonesia mendapatkan kesempatan menjadi tuan rumah dalam pertemuan GeneXpert se-Asia Tenggara (South East Asian Regional Workshop on GeneXpert) yang dihadiri 5 negara yaitu Indonesia, Vietnam, Cambodia, Filipina, Myanmar, Nigeria bertempat di The Park Lane Hotel, Jakarta, pada 4-6 September 2012. Adapun yang menjadi tujuan Workshop adalah memberikan dukungan kepada negara-negara untuk peningkatan kualitas penggunaan GeneXpert serta memperkuat integrasi dan skala GeneXpert dalam perencanaan strategis nasional. Sedangkan outcomes yang diharapkan adalah pemahaman yang lebih baik tentang kemungkinan integrasi GeneXpert dalam program nasional, peninjauan dan revisi strategi implementasi jangka panjang nasional GeneXpert dan umpan balik dari patner regional dan internasional. Fasilitator dalam pertemuan berasal dari PMU/TBCARE 1, KNCV, WHO, USAID, Center For Disease Control (CDC) dan International Relief and Development (IRD).
Pada workshop tersebut, Kepala Sub irektorat Tuberkulosis (Kasubdit TB), drg. Dyah D Erti, MPH menyampaikan materi “Monitoring & Evaluation of GeneXpert: Opportunities and international findings dan materi Sustainability and future funding of GeneXpert implementation”. Pada presentasi tersebut Kasubdit menjelaskan mengenai perkembangan penggunaan GeneXpert dalam mendukung program pengendalian TB di Indonesia. [Crysti]
Peserta South East Asian Regional GeneXpert Workshop.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
7
Komitmen yang Membuahkan Prestasi By. Faisal Parulian H, SKM PPO GFATM Komponen TB dan Tim TB Bangka Belitung Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (Al-Baqarah:105)
Pembentukan tim peduli TB Puskesmas
A
Reward bagi petugas TB terbaik
yat diatas bisa dikatakan tepat bagi saya saat mendengar informasi yang disampaikan oleh Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) TB saat pelaksanaan Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Pengendalian Tuberkulosis Nasional di Lombok beberapa waktu yang lalu, ketika diumumkan bahwa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menduduki peringkat pertama (1) Nasional dalam program penanggulangan TB, dengan rating A2. Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan hal positif yang telah dilaksanakan tim TB se-Bangka Belitung, yang kami rasakan dan kami yakini menjadi faktor pendukung kinerja positif yang kami laksanakan yaitu;
Tim yang Solid
Dalam penanggulangan TB di Kepulauan Bangka Belitung, tim TB Kepulauan Bangka Belitung terbagi menjadi tim proyek dan tim program di tingkat provinsi serta tim TB kabupaten. Dalam proses pengelolaan senantiasa diupayakan terciptanya hubungan harmonis, saling percaya, saling mengisi, serta menjaga hal-hal yang akan mengganggu kesolidan tim. Juga masing-masing berupaya agar mampu mengendalikan diri untuk tetap berkomitmen terhadap apa yang menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh tim. Kami selalu sadar bahwa tim TB kabupaten/kota se-Bangka Belitung merupakan kunci keberhasilan penanggulangan TB di daerah ini, sehingga kami berupaya agar semaksimal mungkin hubungan baik itu tetap harmonis, saling percaya, saling mengisi, dan menjaga hal-hal yang akan melemahkan semangat teman-teman pengelola TB di kabupaten/kota.
Motto ini selalu diingatkan kepada semua tim, karena bila semua tugas dilaksanakan dengan maksimal dan baik dibarengi dengan niat ibadah, maka secara otomatis akan mendapatkan kebaikan yang diterima langsung atau tidak langsung, seperti janji Allah SWT. Ikhlas karena ibadah menjadi pendukung luar biasa bagi kami, sehingga tidak heran kalau petugas TB kabupaten dan puskesmas seringkali melakukan tugas diluar tugas rutinnya, seperti mencari pasien yang mangkir, mencari pasien yang pindah dari RS atau provinsi lain, pengelola kabupaten/kota rela mengeluarkan anggaran pribadi untuk mendukung pengelola TB puskesmas, harus sabar menghadapi perilaku penderita. Apabila kita mendengar informasi tersebut dari pengelola TB kabupaten/kota maka kita bisa dibuatnya takjub dan meneteskan air mata. Demikian artikel ini kita buat. Kami percaya hal-hal seperti di atas juga dialami oleh temanteman Tim TB provinsi lain, namun setidaknya saat ini kami mendapatkan kesempatan untuk menyampaikannya dalam bentuk tulisan ini. Semoga tulisan ini menjadi sarana memunculkan inspirasi bagi pembacanya. Akhirnya kami hanya berdoa, semoga Allah SWT memberikan kekuatan bagi kita agar tetap istikomah (berkomitmen) dalam mengelola program TB menuju Indonesia bebas TB.
Pelindung:
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama (Direktur Jenderal PP dan PL)
Penasehat:
Kepedulian
Kepedulian rasanya merupakan kebutuhan kami, karena kalau masing-masing dari kita tidak saling peduli dengan tugas masing-masing, berarti akan membebani anggota tim yang lain. Kepedulian juga tercermin dalam sikap peduli bila ada suatu hambatan tugas diantara anggota lain, maka tidak segan untuk membantu menyelesaikan tugas anggota lain demi kesuksesan program dan proyek penanggulangan TB di Bangka Belitung. Di bawah ini beberapa tugas yang telah dilaksanakan pengelola program dan pengelola proyek Global Fund AIDS Tuberkulosis Malaria (GFATM) Komponen TB, agar saling mengisi dan mengawasi, sehingga target yang direncanakan berjalan baik.
8
Kerja Ikhlas karena Ibadah
Pengelola Program TB
Pengelola Proyek GFATM Komponen TB
1. Melakukan pembinaan teknis yang dilakukan pengelola TB Provinsi dan pengelola program TB kabupaten/kota, dengan kegiatan pembinaan program rutin sampai puskesmas, RS, Dokter Praktek Swasta (DPS). 2. Melakukan pembinaan non teknis berupa penghargaan terhadap prestasi kinerja, pembinaan sewaktu-waktu kapan pun dibutuhkan, evaluasi dan segera mengatasi masalah sedini mungkin. 3. Kordinasi formal, dalam kegiatan yang dibuat, misalnya Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Pengendalian Tuberkulosis Nasional dan supervisi. 4. Kordinasi non formal, berupa kordinasi yang melibatkan pihak lain (kader puskesmas, kepala desa, dll) oleh Pengelola program TB kabupaten/kota.
1. Melakukan kordinasi rutin dengan tim provinsi dan kabupaten 2. Mengevaluasi perkembangan kegiatan yang dilaksanakan terhadap target program 3. Memberikan motivasi agar pertanggungjawaban kegiatan dapat dibuat dan dilaksanakan dengan baik 4. Saling percaya terhadap anggota tim, dengan tetap saling mengingatkan akan tugas dan tanggung jawab masing-masing. 5. Membuat laporan bersama tim agar validitas laporan terjaga. 6. Finance Administrator (FA) Bangka Belitung selalu melakukan pemeriksaan terhadap berkas sehingga saat audit tidak ada hal yang bermasalah (Alhamdulillah saat audit tidak ada temuan auditor dalam masalah keuangan di Provinsi Bangka Belitung) 7. Tim juga tidak segan-segan membantu melakukan tugas program yang belum dilaksanakan
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA • Volume 21 • Oktober 2012 • 21/X/2012
dr. H.M Subuh MPPM (Direktur PPML)
Penanggung Jawab:
Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH (Ka Subdit TB)
Dewan Redaksi: Ketua Redaksi dr. Dyah Armi Riana, MARS. Redaksi dr. Triya Novita Dinihari Surjana, SKM, M.Si Budiarti, S, SKM, M. Kes Crysti Mei Manik, SKM drg. Devi Yuliastanti Nenden Siti Aminah, SKM Redaksi Kehormatan: Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso Administrasi: Harsana, SE Alamat Redaksi: Subdit TB, Dit PPML, Ditjen PP dan PL, DEPKES RI Gedung B Lantai 4 Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Indonesia Telp/Fax: (62 21) 42804154 website: www.tbindonesia.or.id Email:
[email protected]