Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien Tuberkulosis Reni,1,2 Tri Yunis Miko Wahyono,1 Yulismar3 1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2
3
Badan Pengawas Obat dan Makanan
Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia Wilayah DKI Jakarta
Abstrak
Latar belakang: Tahun 2015 Indonesia berada pada peringkat 2 dari 20 negara dengan penderita tuberkulosis terbesar. Pengobatan tuberkulosis dalam waktu lama dan polifarmasi meningkatkan keluhan efek samping obat (ESO) yang akan mempengaruhi kepatuhan dan kesuksesan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ESO anti tuberkulosis. Metode: Penelitian dengan desain studi kasus kontrol pada Januari 2014 sampai dengan Maret 2016 di Klinik Paru PPTI wilayah DKI Jakarta. Kasus adalah pasien yang mengalami ESO dan kontrol adalah pasien yang tidak mengalami ESO saat pengobatan. Jumlah sampel 342 terdiri dari 171 kasus dan 171 kontrol. Hasil: Analisis multivariat membuktikan 4 faktor yang berhubungan dengan ESO yaitu umur, jenis kelamin, BTA(+) dan riwayat pengobatan TB dengan peran yang berbeda terhadap ESO ringan dan ESO berat. Faktor yang berhubungan dengan kejadian ESO ringan adalah usia ≥40 tahun (OR = 2,17; 95% CI 1,60– 4,75), jenis kelamin perempuan (OR= 4,67; 95% CI 1,26–17,33). Faktor yang berhubungan dengan kejadian ESO berat adalah usia ≥40 tahun (OR = 3,22; 95% CI 1,73–5,96), jenis kelamin perempuan (OR= 2,92; 95% CI 1,07 – 7,97), BTA(+) (OR= 0,59; 95% CI 0,35–0,98), dan riwayat pengobatan TB (OR= 3,19; 95% CI 1,16–8,74). Kesimpulan: Umur, jenis kelamin, BTA(+) dan riwayat pengobatan TB merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian ESO ringan dan ESO berat. Pasien dengan faktor risiko tersebut harus diberi perhatian khusus dengan memberikan konseling/informasi terkait ESO TB dan melakukan monitor yang ketat terhadap keluhan efek samping selama menggunakan obat anti tuberkulosis. (J Respir Indo. 2016; 36: 222-30) Kata Kunci: ESO ringan dan ESO berat, faktor risiko, obat anti tuberkulosis
Adverse Drug Reaction (ADR) of Anti-Tuberculosis Treatment Among TB Patients Abstract
Background: In 2015, Indonesia was ranked 2nd out of 20 countries with the highest tuberculosis patients in the world. Long term exposure to anti-tuberculosis medication and polypharmacy increase risk of ADR and which might determine adherence and therefore theraphy succes. This study aimed to determine factors associated with anti-tuberculosis ADR. Methods: A case control study was performed between January 2014 to March 2016 in PPTI lung clinic of Jakarta. Controls were defined as not having reported as side effect, receiving anti-TB during the same time that the case had appeared. A total of 342 patients (171 cases and 171 controls) were analyzed. Results: Multivariate analysis model proved that 4 factors (age, gender, BTA+ and previous anti-Tb therapy) associated with ADR in different role. In multivariable model, age especially those over 40 years (OR=2.17; 95% CI 1.60 – 4.75), gender (OR= 4.67; 95% CI 1.26 – 17.33) were independently associated with mild-ADR and age over 40 years (OR= 3.22; 95% CI 1.73 – 5.96), gender (OR=2.92; 95% CI: 1.07 – 7.97), BTA(+) (OR= 0.59; 95% CI 0.35 – 0.98) and previous anti-Tb therapy (OR= 3.19; 95% CI: 1.16 – 8.74) were independently associated with severe ADR. Conclusion: Age, gender, acid-resistant bacteria and previous TB therapy were factors associated with mild ADR and severe ADR. Patients with such risk factors should be given special attention by providing counseling or information related to TB ADR and monitoring strictly on the side effects of using anti tuberculosis drugs. (J Respir Indo. 2016; 36: 222-30) Keywords: Mild ADR and severe ADR, risk factor, anti-TB drugs
Korespondensi: Reni Email:
[email protected],
[email protected]; Hp: 081386822758
222
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
PENDAHULUAN
dalian epidemik TB,
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Menu rut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2015 pada 20 High Burden Country List, Indonesia berada pada peringkat 2 dari 20 negara berada di bawah India dengan persentase TB sebesar 10.3%.1 Pada tahun 2011 WHO menyatakan penyakit TB setiap tahunnya menginfeksi sekitar 9.000.000 orang dan membunuh hampir 1.400.000 orang di seluruh dunia. Prevalensi TB di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,4%. Lima provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), DKI Jakarta (0,6%), Papua (0,6%) Goron talo (0,5%), Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Sebesar 44% penduduk terdiagnosis TB diobati dengan obat program dengan menerapkan sistem directly observed treatment shortcourse (DOTS) yaitu strategi pengobatan TB dengan penga wasan langsung terhadap pengobatan.3,4 Komponen
karena penderita TB
akan
menginfeksi lebih dari 10-15 orang dalam 12 bulan.9 Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menilai faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian ESO anti tuberkulosis perlu dilakukan. METODE Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan data rekam medik pasien TB yang mendapatkan terapi obat anti tuberkulosis (OAT) periode 1 Januari 2014 sampai dengan Maret 2016 di Klinik Paru PPTI wilayah DKI Jakarta. Kasus adalah pasien yang mengalami satu atau lebih dari satu efek samping selama pengobatan OAT dan kontrol adalah pasien yang tidak mengalami efek samping OAT selama pengobatan yang dipilih bersamaan dengan munculnya kasus. Efek samping obat/adverse drug reaction (ADR) adalah respons terhadap suatu obat yang merugikan dan tidak diinginkan yang terjadi pada
obat dalam DOTS merupakan kombinasi obat yang
dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk
harus diminum berkesinambungan selama 6 sampai
pencegahan, diagnosis atau terapi penyakit atau
dengan 9 bulan yaitu Isoniazid (H), Rifampicin (R),
untuk modifikasi fungsi fisiologik.2 Ditandai dengan
Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E) bertujuan un tuk
adanya ESO ringan dan ESO berat. ESO ringan
mendapatkan efek terapi yang optimal.
ditandai dengan gejala salah satu atau lebih dari satu
4
Pengobatan polifarmasi dengan waktu yang cukup lama memperlihatkan adanya efek samping obat (ESO) mulai dari ringan sampai berat seperti hepatotoksik, gangguan pencernaan/gastrointestinal disorders, reak si alergi, arthralgia dan gangguan neurologi. Angka insiden ESO juga sangat bervariasi dalam rentang 5,1%-83.5%.5,6 Penelitian oleh Kementerian Kesehatan, melaporkan efek samping yang paling sering timbul yaitu mual 32,6%, diikuti pusing 19,5%, gatal 16,3%, nyeri sendi dan pegal 14,3%, warna kemerahan pada air seni 1,1% dan penglihatan terganggu 0,1%.7 Efek samping obat yang dialami pasien tidak hanya tergantung pada karakteristik pasien saja tetapi juga kondisi (penyakit) yang menyertainya.8 Dampak negatif ESO akan menyebabkan penggantian regimen, penundaan dan penghentian obat semen tara saat
gejala seperti berikut : tidak nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan s/d rasa terbakar di kaki dan warna kemerahan pada air seni, flu sindrom (demam, menggigil, lemas dan sakit kepala dan nyeri tulang). Gejala ESO berat ditandai dengan salah satu atau lebih dari satu gejala seperti berikut: gatal dan kemerahan pada kulit, gangguan pendengaran, keseimbangan, ikhterus tanpa penyebab lain, bingung, mual muntah, gangguan penglihatan, purpura, syok, gagal ginjal akut dan penurunan produksi urin.10 Pada penelitan ini ESO ditegakkan dengan diagnosis dokter dan tercatat di dalam rekam medik pasien. Setiap pasien akan memulai pengobatan diberi informasi dan edukasi terkait ESO yang akan dialami. Pasien diminta untuk mengenali ESO yang dialami dan segera melaporkan bila mengalami ESO. Data faktor risiko dan ESO diabstraksi dari rekam
terjadinya ESO serta akan meningkatkan ketidakpatuhan
medik pasien dengan bantuan enumerator yang sudah
dalam meminum obat yang sangat menentukan
dilatih dan harus menjaga kerahasiaan data pasien.
kesuksesan terapi dan juga mempengaruhi pengen
Selama periode waktu penelitian tersebut, variabel
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
223
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
variabel yang berkaitan dengan penelitian dicatat dan dilaporkan dengan menggunakan matrik laporan (Lembar abstraksi) dengan kategori sebagai berikut: umur (15 – 29 tahun, 30 – 39 tahun dan ≥ 40 tahun), jenis kelamin (laki-laki/perempuan), status gizi/BMI dalam kg/m2 (normal: 18,5≤ BMI < 25; overweight: BMI ≥ 25 dan underweight: BMI < 18,5), perilaku merokok (tidak, ringan dan sedang), jenis TB (TB paru/TB ekstra paru), pemeriksaan dahak awal (BTA+/BTA), riwayat pengobatan TB (baru/lama) dan penyakit penyerta DM (ya/tidak) dan HIV (ya/tidak). Populasi sumber pada penelitian ini adalah seluruh pasien TB yang menerima obat anti TB di Klinik Paru PPTI Wilayah DKI Jakarta periode 1 Januari 2014 - 31 Maret 2016. Populasi studi adalah pasien TB, berobat pada Klinik Paru PPTI wilayah DKI
hubungan masing-masing faktor terhadap keluhan ESO dengan menggunakan uji Chi Square ( X2 ). Besar hubungandinyatakan dengan Crude Odds Ratio (COR) menggunakan Confidence Interval (CI) sebesar 95%. Variabel dengan nilai p< 0.25 diikutsertakan dalam analisa multivariat untuk mengetahui berapa besar hubungan bersama-sama seluruh faktor yang diteliti terhadap keluhan ESO ringan dan efek samping berat OAT. Analisis ini menggunakan uji regresi logistic multinomial (polytomus) backward, pada tingkat kemaknaan 95%, untuk outcome lebih dari 2 kategori (ESO ringan, ESO berat dan tidak ada ESO). Diduga ada kolineritas pada variabel BTA(+), jenis TB dan riwayat pengobatan TB, karena itu dilakukan uji kolinearitas dengan menggunakan batasan Kappa 0,6. Secara keseluruhan didapatkan populasi
Jakarta berusia ≥ 15 tahun, mendapatkan pengobatan TB, pasien dengan rekam medik, TB form 01 dan TB form 02, baik pasien masih hidup maupun pasien sudah meninggal periode Januari 2014 - 1 Maret 2016. Kriteria ekslusi populasi studi adalah: pasien TB dengan riwayat penyakit hati kronis (sirosis hati dan hepatitis kronis), pasien TB dengan rekam medik dan formulir TB 01 dan form TB 02 dengan data yang tidak lengkap atau tidak tercatat serta pasien TB MDR. Upaya meminimalkan bias seleksi dengan memi lih kontrol dari populasi aktual (actual base population)
sumber 2033 pasien TB, diekslude 268 pasien (hepa titis: 10 orang dan usia <15 tahun : 258 orang) sehingga didapatkan populasi eligible 1765 orang (171 kasus dan 1594 orang kontrol). Seluruh kasus 171 orang diambil (total sampling) sementara untuk kontrol dilakukan simple random sampling sehingga di dapatkan kontrol 171 orang. Dari 342 sampel penelitian didapatkan proporsi pasien yang mengalami ESO berat lebih besar (34,5%) daripada pasien yang mengalami ESO ringan (15,5%). Ada 10 jenis ESO yang sering dikeluhkan yaitu : gatal (39,77%), mual muntah (24,56%), mual (19,3%), nyeri sendi (5,26%), gangguan keseimbangan (3,51%), nyeri ulu hati (2,34%), flu (1,75%), ikhterus, sakit perut dan sesak nafas masing-masing 1,17%.
dimana kasus tersebut muncul yaitu dari klinik Paru PPTI DKI Jakarta) dan pada waktu yang sama yaitu pasien TB yang mendapatkan pengobatan TB di klinik Paru PPTI DKI Jakarta Januari 2014 – Maret 2016. Disamping itu pemilihan kontrol bersamaan dengan waktu munculnya kasus. Setiap awal pengobatan dokter selalu memberikan informasi dan edukasi bahwa bila mengalami ESO saat meminum OAT agar segera balik ke klinik dan melaporkan kepada petugas kesehatan. Berdasarkan hitungan besaran sampel dibu tuhkan 165 kasus dan 165 kontrol (rasio 1 : 1) dengan power 80% untuk mendeteksi odds ratio 2 sampai 3.9 dengan menggunakan uji kemaknaan sebesar 0.05. Sehingga jumlah total populasi study adalah 330 orang. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan komputer dengan menggunakan program stata versi 12.0 for window. Analisa univariat dilakukan untuk melihat karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Analisa bivariat untuk mengetahui besar 224
Dari 342 sampel penelitian didapatkan mayo ritas pasien berumur 40 tahun keatas 42,98%. Hasil analisis univariat diperoleh rerata umur pasien pada study adalah 38,52+ 13.72 dengan usia termuda 16 tahun dan tertua 80 tahun. Sedangkan rerata umur kelompok kontrol adalah 35,55 + 13,08 tahun. Rerata umur pada kelompok ESO ringan adalah 38,88+ 12,57, rerata umur pada kelompok ESO berat adalah 42,67 +14,14 .Sementara rerata umur pada kelompok kasus ESO ringan+berat adalah 41,50 +13,75. Persentase pasien perempuan 40,06% dan laki-laki 59,94%. Persentase pasien dengan BTA(+) 46,49% dan BTA(-) 53,51%. Proporsi pasien yang mendapatkan pengobatan baru 93,57% dan pernah mendapatkan pengobatan 6,43%. J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
HASIL Gambaran subyek penelitian Populasi target Semua pasien TB mendapat OAT di Klinik Paru PPTI Jakarta Pusat
Populasi sumber Semua pasien TB dapat OAT di Klinik Paru PPTI Jakarta Pusat periode 2014-Maret 2016 2033 orang, kasus: 182, kontrol:1851 Exclude : Hepatitis : 10 usia < 15 tahun: 258 (13,8%)
Populasi eligible Pasien TB mendapat OAT di Klinik Paru PPTI Jakarta 2014-Maret 2016 memenuhi kriteria populasi study &ekslusi 1765 orang (86,8%) kasus: 171, kontrol:1594 2022 orang (26,5%)
Kasus : 171 orang (93,9% Pasien TB alami ESO
Kontrol: 1594 orang (86,1%) Pasien TB tidak alami ESO sampling Kontrol 171
Umur diatas 40 th, perempuan, overweight, merokok, TB paru, BTA(+), Pernah diobati OAT, Diabetes dan HIV
Umur < 40 th, laki2, tdk overweight, merokok, TB ekstra paru, BTA(-), Pernah diobati OAT, tdk Diabetes& HIV
Umur diatas 40 th, perempuan, overweight, merokok, TB paru, BTA(+), Pernah diobati OAT, Diabetes dan HIV
Umur <40 th, laki2, tdk overweight, merokok, TB ekstra paru, BTA(-), pernah diobati OAT, tdk Diabetes dan HIV
Gambar 1.1. Proses Pengambilan Sampel Simple random Gambar 1. Proses pengambilan sampel
Sembilan faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian ESO ringan dan ESO berat pada analisa bivariat, hanya 7 variabel yang dapat dilanjutkan
TB merupakan variabel yang independen terhadap kejadian ESO.
ke dalam analisa multivariat dengan nilai p< 0,25.
Hasil analisis multivariate pada model regresi logistic multinomial didapatkan ada 4 variabel bebas
Faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, status
yang layak untuk dipertahankan secara statistik yang
gizi, perilaku merokok, jenis TB, BTA(+) dan riwayat
berhubungan
pengobatan TB. Tetapi untuk penyakit penyerta DM
empat variabel mempunyai peran yang berbeda pada
dan HIV tidak bisa diikutsertakan ke dalam analisa multivariat karena nilai p> 0,25 (Tabel 1). Hasil uji kolinearitas didapatkan nilai koefisien Kappa 0,025 < 0,8 sehingga dapat dipastikan bahwa variabel BTA(+), riwayat pengobatan TB dan jenis
kejadian ESO ringan dan ESO berat. Pada ESO ringan
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
dengan
kejadian ESO dimana ke
ada 2 faktor yang berperan yaitu umur dan jenis kelamin. Pada ESO berat ada 4 faktor yaitu umur, jenis kelamin, BTA(+) dan riwayat pengobatan TB dengan nilai OR terbesar pada faktor umur (Tabel 2).
225
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
Tabel 1. Faktor yang berhubungan dengan ESO ringan dan ESO berat dari analisa bivariat multinomial pada klinik paru PPTI Wilayah DKI Jakarta Periode Januari 2014 – Maret 2016
Variabel penelitian Umur 15-29 tahun 30-39 tahun ≥ 40 tahun
n(%)
Unadjusted Regresi Multinomial ESO Ringan (n= 53) ESO Berat (n= 118) OR (95% CI) Pvalue n(%) OR (95% CI)
pvalue
Kontrol (n=171)
14(26,41) 16(30,19) 23(43,40)
1 1,38(0,61 – 3,11) 1,75(0,82 – 3,73)
1 0,42 0,14*
24(20,34) 28(23,73) 66(55,93)
1 1,41(0,73 – 2,74) 2,93(1,63 – 5,29)
1 0,29 0,001*
62(36,3) 51(29,8) 58(33,9)
20(37,74) 33(62,26)
1 3,3(1,74 – 6,25)
1 0,001*
71(60,17) 47(39,83)
1 1,32(0,81 – 2,15)
0,25*
114(66,7) 57(33,3)
17(32,07) 31(58,49) 5(9,44)
1 1,29(0,66 – 2,52) 4,05(1,05 – 15,63)
1 0,44 0,042*
52(44,07) 60(50,85) 6(5,08)
1 0,82(0,5 – 1,33) 1,59(0,46 – 5,5)
1 0,42 0,46
69(40,35) 97(56,72) 5(3)
35(66,04) 17(32,07) 1(1,9)
1 0,41(0,21 – 0,79) 0,26(0,03 – 2,22)
1 0,008* 0,22
52(44,07) 59(50,0) 7(5,88)
1 0,96(0,59 – 1,56) 1,26(0,43 – 3,69)
1 0,89 0,67
75(43,9) 88(51,5) 8(4,67)
TB paru TB eks paru BTA(+)
51(96,23) 2(3,77)
1 1,63(0,29 – 9,19)
1 0,57
111(94,07) 7(5,93)
1 2,63(0,75 – 9,2)
1 0,13*
167(97,7) 4(2,3)
Tidak Ya Riwayat pengobatan TB
28(52,83) 25(47,17)
1 0,88 (0,467 – 1,63)
1 0,69
70(59,32) 48(40,68)
1 0,67(0,42 – 1,08)
1 0,10*
85(49,7) 86(50,3)
Baru Pernah Diabetes mellitus
51(96,23) 2(3,77)
1 0,91(0,18 – 4,56)
1 0,91
105(88,98) 13(11,02)
1 2,9(1,12 – 7,5)
1 0,02*
164(95,91) 7(4,09)
Tidak Ya
50(94,34) 3(5,66)
1 0,72(0,19 – 2,66)
1 0,63
105 (88,98) 13 (11,02)
1 1,5 (0,67 – 3,37)
1 0,32
158(92,4) 13(7,6)
Tidak Ya
52(98,11) 1(1,89)
1 1,07(0,1 – 10,57
1 0,94
114 (96,61) 4 (3,39)
1 1,96(0,43 – 8,94)
1 0,38
168(98,24) 3(1,76)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status gizi/ BMI BB normal BB underweight BB overweight Merokok Tidak Ringan Sedang Jenis TB
HIV
Keterangan : * = p< 0,25 diikutsertakan ke dalam analisa multivariat
PEMBAHASAN
Hasil analisa multivariat didapatkan nilai hu
jenis TB, tetapi ke-3 faktor ini tidak berhubungan secara
bungan umur dengan ESO ringan dengan OR = 2,17( CI: 1,60 – 4,75), p= 0,05 yang dapat diartikan risiko terjadinya ESO ringan pada pasien berusia 40 tahun ke atas akan meningkat 2.17 kali (68,45% ). Hubungan umur dengan ESO berat diperoleh nilai OR = 3,22( CI: 1,73 – 5,96), p= 0,001. Dengan nilai OR lebih dari 2 maka kekuatan hubungan faktor umur dan kejadian ESO ringan dan ESO berat sangat kuat. Hasil multivariat juga menunjukkan peningkatan kejadian
statistik terhadap kejadian ESO ringan dan ESO berat.
ESO ringan dan ESO berat dengan adanya kenaikan
Hasil analisa multivariate model multinomial ditemukan
bahwa usia, jenis kelamin, pemeriksaan
dahak BTA (+) dan riwayat pengobatan TB terbukti berhubungan dengan kejadian ESO dengan kadar yang berbeda pada kejadian ESO ringan dan ESO berat. Beberapa faktor risiko lain yang juga ikut di uji dalam analisa multivariate adalah status gizi, perilaku merokok,
226
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
umur. Kejadian ESO ringan pada aktegori usia 30
perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan
– 39 tahun dengan OR 1,54 kemudian pada pasien
akan mempengaruhi kerja obat. Pada laki-laki dan
kategori usia ≥40 tahun OR meningkat menjadi
perempuan ada perbedaan anatomi, fisiologi, berat
2,17. Begitu juga pada kejadian ESO berat. Hal ini
badan, saluran gastrointestinal, metabolisme obat di
menunjukkan adanya dose response kejadian ESO
hati dan fungsi ginjal yang akan mempengaruhi efek
ringan dan ESO berat dengan bertambahnya umur. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kocfa19 dan Schaberg16 yang menyatakan bahwa resiko ESO berhubungan dengan usia yang makin meningkat/tua. Semakin bertambah usia kemampuan fungsi hati terutama peran enzim CYP 450 dalam metabolisme obat menurun serta kemampuan untuk mengeliminasi obat juga menurun sehingga berisiko besar untuk mengalami ESO.11 Risiko terjadinya ESO ringan pada pasien perempuan adalah 82,36% (OR = 4,67, CI: 1,26 – 17,33) p = 0,02 dan risiko terjadinya ESO berat pada pasien perempuan sebesar 74,48% (OR=2,92, CI:1,07 – 7,97) dengan p = 0,03. Hasil penelitian dengan nilai OR lebih dari 2 menyatakan hubungan yang kuat antara jenis kelamin dengan
kejadian ESO
ringan dan ESO berat. Hal ini dapat dipahami karena
samping obat yang dialami. Perempuan mempunyai berat badan dan dan ukuran organ lebih kecil dari laki-laki, lebih gemuk/banyak mengandung lemak, gerakan saluran cerna dan kecepatan filtrasi glomerulus yang lebih rendah dari pada laki-laki. Hal ini akan mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik obat serta mempengaruhi absorbsi, distribusi, meta bolisme dan eliminasi obat yang akhirnya akan mempengaruhi efek samping obat.12 Enzim hepatic CYP3A4 yang mempengaruhi metabolisme obat lebih aktif pada wanita dari pada laki-laki.13 Disamping itu perempuan lebih sering/ banyak melaporkan ESO ringan yang dialami dari pada laki-laki. Diduga wanita lebih mudah menyampaikan ESO yang dirasakan, pengeluh dan keluhan lebih kepada psikis sehingga ESO ringan yang dilaporkan lebih sering/banyak pada wanita dibandingkan laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Daphne14, 15dan T Schaberg.16
Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan ESO ringan dan ESO berat analisa multivariat multinomial di klinik paru PPTI DKI Jakarta Januari 2014- Maret 2016
Variabel penelitian ESO RINGAN Umur 15 - 29 30 - 39 ≥ 40 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan BTA(+) Ya Tidak Riwayat pengobatan TB Baru Pernah ESO BERAT Umur 15 - 29 30 - 39 ≥ 40 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan BTA(+) Ya Tidak Riwayat pengobatan TB Baru Pernah
B
Adjusted Regresi Multinomial Wald OR
CI 95%
Pvalue
1 0,4 0,77
1 1,34 1,94
1 1,54 2,17
1 0,66 – 3,56 0,99 – 4,78
1 0,31 0,05*
1 1,542
1 2,31
1 4,67
1 1,26 – 17,33
1 0,02*
1 -0,14
1 -0,44
1 0,86
1 0,45 – 1,6
1 0,11
1 0,238
1 0,28
1 1,26
1 0,24 – 6,66
1 0,77
1 0,44 1,16
1 1,29 3,72
1 1,56 3,22
1 0,79 – 3,09 1,73– 5,96
1 0,19 0,001*
1 1,073
1 2,10
1 2,92
1 1,07– 7,97
1 0,03*
1 -0,52
1 -2,3
1 0,59
1 0,35 – 0,98
1 0,04*
1 1,161
1 2,26
1 3,19
1 1,16 – 8,74
1 0,02*
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
227
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
Pada analisa multivariat diperoleh nilai hubung an pemeriksaan dahak awal BTA(+) dengan kejadian
hasilnya variabel DM dan HIV tidak layak untuk
ESO berat sebesar 0,59 (CI:0,35 – 0,98), p= 0,04
rentang kepercayaan variabel yang lain.
diikutkan ke dalam model akhir karena memperlebar
merupakan faktor protektif. Hasil uji kolinearitas dengan
Kekuatan penelitian ini ditemukan adanya
variabel jenis TB dan riwayat pengobatan TB diperoleh
strong association antara hubungan faktor umur, jenis
nilai kappa/r 0,025< 0,8 sehingga disimpulkan variabel BTA(+) merupakan variabel yang independen dan variabel ini tidak muncul pada semua keadaan
kelamin dan riwayat TB dengan kejadian ESO ringan
kejadian ESO. BTA(+) muncul dengan kadar dan
pengobatan TB baik pada ESO ringan maupun ESO
besar hubungan yang berbeda pada ESO ringan dan
dan ESO berat ditandai dengan nilai OR lebih dari 2 untuk faktor risiko umur, jenis kelamin dan riwayat
pada kejadian ESO berat dan tidak pada ESO ringan,
berat. Penelitian ini juga lebih spesifik, dimana efek samping yang terjadi dikategorikan menjadi 2 yaitu ESO ringan dan ESO berat. Sementara penelitian
masih belum bisa kami jelaskan karena belum ada
sebelumnya hanya mengkategorikan outcome ESO
referensi dan hasil penelitian sebelumnya.
menjadi ada ESO dan tidak ada ESO. Dimana
ESO berat. Fenomena keikutsertaan BTA(+) hanya
Hasil penelitian ini juga menemukan variabel
kejadian ESO ringan dan ESO berat berhubungan
lain yang berhubungan dengan kejadian ESO
dengan 4 faktor yaitu umur, jenis kelamin, BTA(+)
adalah riwayat pengobatan TB dengan kejadian
dan riwayat pengobatan TB. Tetapi hubungan faktor
ESO ringan dengan nilai OR adjusted 1,26 (95%
BTA(+) dan riwayat pengobatan mempunyai pengaruh
CI 0,24 – 6,66) dengan p= 0,77. Hubungan faktor
yang berbeda pada kejadian ESO ringan dan ESO
riwayat pengobatan TB dengan ESO berat nilai OR diartikan bahwa riwayat pengobatan TB sebelumnya
berat dimana BTA(+) dan riwayat pengobatan hanya hadir pada kejadian ESO berat. Keterbatasan penelitian ini adalah pertama-
merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
tama diduga ada bias seleksi. Pada penelitian ini
kejadian ESO berat sebesar 3,119 kali atau sebesar
digunakan single population (Pasien TB mendapatkan
76,13%. Penjelasan terhadap hubungan ini adalah
OAT di Klinik Paru PPTI) dimana karakteristik kasus
diduga bahwa pasien yang mendapatkan obat TB
dan kontrol hampir sama (comparable). Pembeda
lebih dari 1 bulan, pasien kambuh, gagal, atau hasil
kasus dan kontrol hanya ada dan tidak ada ESO.
pemeriksaan dahak akhir tidak terjadi konversi sputum
Kemungkinan misklasifikasi kasus dan kontrol bisa
akan mengalami ESO lebih berat karena
pasien
terjadi, bila ada pasien yang melebih-lebihkan dalam
tersebut diduga pada pengobatan sebelumnya
melaporkan keluhan ESO sehingga terklasisifkasi
tidak menyelesaikan pengobatan karena tidak bisa
sebagai kasus begitupun sebaliknya pasien yang
beradaptasi dengan ESO yang dialami. Sehingga pada pengobatan ulang tetap akan mengalami ESO. Sayangnya pada penelitian ini penyakit penyer
mengalami ESO ringan menganggap bukan sebagai
ta HIV dan DM tidak berhubungan secara independen
mengambil kontrol dari populasi yang sama dan sama-
dengan kejadian ESO ringan dan ESO berat. Peneliti
sama sakit serta kontrol diambil bersamaan dengan
sebelumnya 17, 18 melaporkan ada hubungan kejadian ESO dengan penyakit DM dan HIV. Pada penelitian
munculnya kasus. Kedua diduga ada bias informasi yaitu recall
ini saat analisa bivariat ditemukan hubungan DM dan
bias bisa terjadi pada pasien yang mengalami ESO
HIV terhadap ESO tidak bermakna secara statistik
ringan. Karena ESO yang dialami ringan dan tidak
(p> 0,25) sementara nilai OR cukup besar yaitu 1,25
terlalu mengganggu kemungkinan pasien tidak
(DM) dan 1,6 (HIV). Karena secara substansi DM
melaporkan sehingga kejadian ESO ringan akan
dan HIV berhubungan dengan kejadian ESO maka
under estimate. Kemungkinan juga ada outcome
dilakukan analisa multivariat forced model, tetapi
ascertainment bias, terjadi ketika outcome study
adjusted 3,19 (CI:1,16 – 8,74), p= 0,02 yang dapat
228
ESO dan tidak melaporkan kepada dokter/tenaga kese hatan.
Upaya
meminimalkan
bias
dengan
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
diperoleh melalui respons dari subyek yang bersifat subyektif bukan berdasarkan kriteria diagnostik. Pada klinik Paru PPTI ada keterbatsan fasilitas laboratorium dan pengujian untuk memastikan bahwa ESO ringan dan ESO berat disebabkan oleh OAT, sehingga diduga ada bias informasi. Bila pasien yang mengalami ESO ringan tidak menyampaikan keluhan karena bersifat ringan maka pasien tersebut akan menjadi kontrol sehingga kemungkinan nilai hubungan faktor risiko dengan kejadian ESO ringan akan under estimate. Begitu juga dengan pasien yang mengalami ESO
KESIMPULAN Penambahan umur, jenis kelamin, BTA(+) dan riwayat pengobatan TB merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian ESO anti tuberkulosis. Terdapat perbedaan hubungan faktor pada kejadian ESO ringan dan ESO berat. Pada ESO ringan hanya 2 faktor risiko yang berperan yaitu umur dan jenis kelamin sementara pada ESO berat ada 4 faktor yang berperan yaitu umur, jenis kelamin dan riwayat pengobatan TB yang berperan
lebihkan keluhan yang dirasakan maka pasien
sebagai faktor risiko dan BTA(+) berperan sebagai faktor protektif. Pasien TB yang mendapatkan OAT dengan faktor risiko yaitu usia 40 tahun keatas,
tersebut bisa terklasifikasi sebagai pasien yang
perempuan, dan mempunyai riwayat pengobatan
mengalami ESO berat sehingga hubungan faktor
TB dan faktor protektif BTA(+) agar diberi perhatian
risiko dengan ESO berat menjadi over estimate.
khusus dengan memberikan konseling / informasi
ringan tetapi dalam menyampaikan keluhan melebih-
Pada penelitian ini juga tidak didapatkan
terkait efek samping obat TB dan melakukan monitor
informasi riwayat penyakit terdahulu dan riwayat
yang ketat terhadap keluhan efek samping selama
alergi serta hasil analisa multivariat komorbid DM
menggunakan OAT. Meskipun OAT aman dan efektif
dan HIV juga tidak masuk ke dalam model. Dari
pada sebagian besar pasien TB, tetapi bagi pasien
literatur dinyatakan bahwa pasien dengan masalah
yang mempunyai faktor risiko mengalami ESO berat
kesehatan lebih rentan untuk mengalami ESO yang
dan intoleran terhadap OAT maka perlu disediakan
berasal dari kondisi penyakit dan juga interaksi obat.
obat baru dengan toksisitas lebih rendah.
Sehingga pada penelitian ini peran penyakit penyerta (penyakit sebelumnya) dalam kejadian ESO ringan
DAFTAR PUSTAKA
dan ESO berat tidak bisa diukur.
1. World Health Organization. Use of high burden
Upaya meminimalkan bias informasi dengan menetapkan kriteria atau defisinisi outcome/penyakit yang justified
merujuk pada WHO dan Pedoman
Pengendalian TB (2014), penetapan definisi faktor risiko dibuat berdasarkan teori atau kepustakaan. Disamping itu pengambilan data kejadian ESO
country lists for tb by WHO in the post-2015 Era, 2015. 2. World Health Organization. Global tuberculosis vontrol. WHO Report. Geneva: WHO; 2,2012. 3. Kementerian Kesehatan RI, Riset kesehatan dasar Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
dilakukan oleh tenaga kesehatan/dokter melalui
4. World Health Organization. A practical handbook
diagnosa mendalam dan sebelum pengobatan
on the pharmacovigilance of medicine used in
diinformasikan kemungkinan ESO yang akan dialami.
the treatment of Tubercullosis. Geneva: WHO
Bila mengalami ESO diminta segera melaporkan ke
Press. 2012.p.65–6.
pada tenaga kesehatan/ dokter.
5. Shang. Incidence, clinical features and impact on
Penelitian ini merupakan hospital/clinical base,
Anti-Tuberculosis treatment of Anti-Tuberculosis
maka agak sulit melakukan generalisasi hasil penelitian
drug induced liver injury (ATLI) in China. Journal
ini ke populasi lain. Hasil penelitian ini hanya bisa
PLoS ONE 7:e21836, 2011.
digeneralisasi ke populasi dimana penelitian ini diambil
6. Maciel EL. Adverse effects of the new tuberculosis
atau populasi target yang sebanding dengan Klinik Paru PPTI Wilayah DKI Jakarta.
treatment regimen recommended by the Brazilian
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016
ministry of health. J Bras Pneumol. 2010;36:232–8.
229
Reni: Kejadian Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis pada Pasien TB
7. Ida Diana Sari. Studi monitoring efek samping obat Anti-Tuberkulosis kategori 1 di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Media Litbangkes. 2014;24:1. 8. Xia. Study protocol design of the Anti-tuberculosis drugs induced adverse reactions in China National Tuberculosis Prevention and Control Scheme Study (ADACS). BMC Public Health. 2010. 9. Xia YY, Zhan SY. Systematic review of Anti Tuberculosis drug indiced adverse drug reaction in China. Europe PMC Plus. 2007. 10. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2014. 11. Budnitz, D.S., Shehab, N., Kegler, S.R., Richards, C.L. Medication use leading to emergency depart ment visits for adverse drug events in older adults.
14. Daphne Yee. Incidence of serious side effects from
Ann Intern Med. 2007;147:755–65. 12. Muaed Jamal Alomar. Factors affecting the deve lop ment of adverse drug reactions. Saudi Pharmaceutical Journal. 2014;22:83–94. 13. El-Eraky, H., Thomas, S.H.L. Effects of sex on the pharmacokinetic and pharmacodynamic properties of quinidine. Br J Clin Pharmacol. 2003;56:198–204.
adverse events during Anti-Tuberculosis treatment
230
first line Anti-Tuberculosis drugs among patients treated for active tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med. 2003.14:72-7. 15. Aliasghar F, Mansomeeh S, Mansoreh J, Sara K. Adverse reactions to Anti-Tuberculosis drugs in iranian tuberculosis patients. Hindawi J PC. 2014. 16. Schaberg T. Risk factor for side-effect of Iso niazid, Rifampisin and Pyrazinamide in Patients Hospitalized for Pulmunory Tuberculosis. Eur Respir J. 1966;20:16-30. 17. Breen. Adverse events and treatment interruption in Tuberculosis patients with and without HIV coinfection. Thorax. 2006;61:791-4. 18. Natalie, L. Incidence and risk factors of serious in rwanda: A Prospective Cohort Study. Plos One Journal. 2011. 19. Kocfa CD. Factor associated with Anti-Tuberculosis medication adverse effects: A Case Control Study in Lima Peru. J Plos One. 2011;6:1-5.
J Respir Indo Vol. 36 No. 4 Oktober 2016