Pratiwi, et al.
Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS DENGAN EFEK SAMPING PADA PASIEN TB MDR RAWAT JALAN DI RSUP SANGLAH DENPASAR Ni Kadek Ari Cipta Pratiwi1, Sagung Chandra Yowani2, I Gede Ketut Sajinadiyasa3 1
Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, 2
Kelompok Studi TB MDR, Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana,
SMF Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali
3
Email:
[email protected]
ABSTRACT Multiple drug resistant tuberculosis cases have become a serious health problem. The clinical management of MDR TB uses first line anti tuberculosis drugs which is still sensitive and the second line, that will risk more severe side effects. The aims of this study were to determine the relationship between therapy duration and side effects of the drug in patients with multiple drug resistant tuberculosis (MDR TB). This research was using retrospective descriptive study design was held in Sanglah Hospital, Denpasar during December 2015 to February 2016. The subjects in this research were patients with MDR TB outpatients at Sanglah Hospital. The patient's medical record data was used to determine the length of therapy and side effects complained by the patients then processed by using Fisher Exact test analysis. In this study, there were 15 patients with MDR TB who appropriate with the criteria as the sample. There were 10 of 15 patients (66,67%) with mild side effects and 2 patients (13,33%) with severe side effects. Three patients (20%) did not feel the side effects. The results of analysis using Fisher Exact test showed that there is no relationship between duration of therapy and side effects of medications (p=0,515). Keywords: MDR TB, anti tuberculosis drug, drug side effects
ABSTRAK Kasus tuberkulosis resisten obat ganda telah menjadi masalah kesehatan yang serius. Penatalaksanaan klinis TB MDR menggunakan OAT (obat anti tuberkulosis) lini I yang masih sensitif dan lini II, sehingga risiko efek samping lebih berat dan waktu pengobatan lebih lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan lama terapi penggunaan obat anti tuberkulosis dengan efek samping obat pada pasien tuberkulosis resisten obat ganda (TB MDR). Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Kota Denpasar pada periode Desember 2015 sampai Pebruari 2016 dengan menggunakan metode penelitian deskriptif dengan rancangan retrospektif. Subjek pada penelitian ini adalah pasien TB MDR rawat jalan di RSUP Sanglah Kota Denpasar. Data rekam medis pasien digunakan untuk mengetahui lama terapi serta efek samping yang dikeluhkan pasien kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan analisis uji Fisher Exact. Pada penelitian ini diperoleh 15 pasien TB MDR yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Terdapat sebanyak 10 pasien (66,67%) dengan efek samping ringan dan sebanyak 2 pasien (13,33%) yang mengalami efek samping berat. Tiga pasien TB MDR (20%) sebaliknya tidak mengalami keluhan atau efek samping sama sekali. Hasil analisis dengan uji Fisher Exact menunjukkan tidak terdapat hubungan antara lama terapi dengan efek samping obat (p=0,515). Kata kunci: TB MDR, OAT (obat anti tuberkulosis), Efek Samping Obat
munculnya PENDAHULUAN Tuberkulosis
kasus
resisten
bakteri
Mikobakterium tuberkulosis terhadap satu (TB)
masih
menjadi
atau lebih obat anti tuberkulosis (OAT).
masalah kesehatan dunia terutama di
Resistensi
negara-negara
terhadap OAT biasanya terjadi pada OAT
berkembang
dengan 39
Mikobakterium
tuberkulosis
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
lini
pertama
terutama
dan
Pengobatan TB MDR mempergunakan
rifampisin. Resistensi ini disebut dengan
OAT lini I yang masih sensitif dan lini II,
resisten
multidrug
sehingga risiko adanya efek samping juga
resistant tuberculosis/TB MDR (Francis,
lebih berat, waktu pengobatan lebih lama,
2011 : 10 ; WHO, 2014 : 18). Resistensi
biaya
terhadap OAT terjadi karena adanya
dibandingkan dengan pengobatan TB,
mutasi gen pada Mikobakterium tuberkulosis.
serta kemungkinan munculnya resisten
Mutasi ini terjadi karena pengaruh obat
terhadap OAT yang lain akan lebih
yang
terhadap
menyulitkan dalam terapi pengobatannya
Mikobakterium tuberkulosis sehingga bakteri
(Munir dkk., 2010 : 93 ; Sarwani dkk., 2012
tersebut
dan
: 63). Tatalaksana pengobatan TB MDR
mengalami mutasi (Gillespie, 2002 : 272).
mempergunakan minimal 5 obat dan
Penyebab
berlangsung
obat
tidak
ganda
isoniazid atau
sensitif
dapat
lagi
bertahan
lain
hidup
munculnya
resistensi
pengobatan
lebih
selama
mahal
18-24
jika
bulan.
terhadap OAT adalah pemakaian OAT
Tatalaksana kasus TB MDR ini sering
yang tidak sesuai dengan aturan baik dari
dihubungkan
segi
samping mulai dari yang ringan sampai
dosis,
cara
pemakaian
maupun
lamanya pemakaian obat yang akan menyebabkan
berkembangnya
dengan
kejadian
efek
yang berat (Reviono dkk., 2014 : 190).
bakteri
Program TB MDR yang dilaksanakan
yang resisten (WHO, 2014 : 21 ; Gillespie,
di Indonesia saat ini menggunakan strategi
2002 : 272).
pengobatan
standard
treatment).
Klasifikasi
TB resistensi obat antituberkulosis
(standardized obat
anti
pada dasarnya adalah suatu fenomena
tuberkulosis dibagi atas 5 kelompok
buatan
dari
berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu
pengobatan pasien TB yang tidak adekuat
kelompok 1 untuk OAT lini pertama yang
dan penularan dari pasien TB MDR
masih
tersebut. Nawas (2010 : 1) mengemukakan
kelompok ini paling efektif dan dapat
pengobatan yang tidak adekuat biasanya
ditoleransi dengan baik (contohnya seperti
akibat dari satu atau lebih dari kondisi
Pirazinamid dan Etambutol) ; kelompok 2
berikut
merupakan OAT injeksi yang bersifat
manusia,
:
pemakaian
sebagai
regimen, OAT
ketidakteraturan
akibat
dosis,
yang dan
dan
tidak
cara benar,
ketidakpatuhan
sensitif,
digunakan
bakterisidal
(seperti
Kapreomisin
jika
karena
Kanamisin alergi
atau
terhadap
pasien untuk minum obat, terputusnya
Kanamisin) ; kelompok 3 yaitu obat
ketersediaan OAT, dan kualitas obat yang
golongan Fluorokuinolon yang bersifat
rendah.
bakterisidal tinggi (seperti Levofloksasin
Pada
tahun
2013
WHO
memperkirakan terdapat 6.800 kasus baru
dan
Moksifloksasin)
TB MDR di Indonesia, diperkirakan 2%
merupakan OAT lini kedua oral yang
dari kasus TB baru dan 12% dari kasus TB
bersifat bakteriostatik tinggi (seperti Para
pengobatan ulang merupakan kasus TB
Amino Salisilat (PAS), Ethionamid, dan
MDR (Kemenkes RI, 2014 : 1 ; Munir dkk.,
Sikloserin) dan yang terakhir kelompok 5
2010 : 93).
merupakan
obat
;
yang
kelompok
belum
4
jelas
efikasinya, termasuk agen TB baru/OAT 40
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
baru (seperti Bedaquiline, Clofazimine,
menyatakan kesediaannya dalam Inform
Imipenem, Amoxicillin/clavulanate dan
consent.
Meropenem) (WHO, 2014 : 77-78 ; Nawas,
Dari data rekam medis pasien TB MDR
2010 : 1).
diperoleh data lama terapi OAT serta efek samping yang dikeluhkan pasien. Lama
METODE
terapi dilihat dari rentang waktu sejak
Penelitian rancangan
ini
menggunakan
retrospektif
bersifat
terdiagnosis TB MDR hingga pemeriksaan
deskriptif. Pengambilan data dilakukan
terakhir saat dilakukan pengambilan data,
secara retrospektif menunjukkan data yang
dinyatakan dalam bulan. Lama terapi
digunakan merupakan data pengobatan
dikategorikan
sebelumnya
pendek
sejak
yang
dimulai pengobatan tahap awal saat mulai
didiagnosa
sampai
(untuk
menjadi pasien
terapi
jangka
yang
sedang
pengobatan saat dilakukan penelitian ini.
menjalani terapi 4-6 bulan); terapi jangka
Data tersebut diambil dari data rekam
menengah (untuk pasien yang sedang
medis pasien MDR TB yang menjalani
menjalani terapi 7-17 bulan); dan terapi
rawat jalan di RSUP Sanglah mulai tahun
jangka panjang (untuk pasien yang sedang
2013 sampai 2015. Populasi penelitian ini
menjalani terapi 18-24 bulan).
adalah
seluruh
terdiagnosis
TB
pasien MDR
tuberkulosis
samping
obat
dikategorikan
sedang
menjadi ringan dan berat. Efek samping
menjalani terapi OAT di Poliklinik Paru,
obat dilihat dari gejala dan keluhan yang
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Kota
dialami pasien. Efek samping obat ringan
Denpasar.
apabila pengobatan yang dijalani saat
Sedangkan
yang
Efek
sampel
dalam
penelitian ini adalah seluruh anggota
terjadinya
keluhan
tersebut
tetap
populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
dilanjutkan dan diberikan petunjuk cara
Cara pemilihan sampel dilakukan
mengatasinya atau pengobatan tambahan
dengan total sampling dimana pasien TB
untuk menghilangkan keluhan. Sedangkan
MDR yang melakukan pemeriksaan di
efek
RSUP Sanglah pada periode tahun 2013-
pengobatan harus dihentikan sementara
2015 yang memenuhi kriteria langsung
dan pasien dirujuk kepada dokter atau
dipilih
fasyankes rujukan guna penatalaksanaan
sebagai
sampel,
setelah
memperoleh sertifikat laik etik dari Komite
samping
obat
berat
apabila
lebih lanjut (Kemenkes RI, 2014 : 35).
Penelitian dan Pengembangan Fakultas
Data
yang
diperoleh
selanjutnya
Kedokteran Universitas Udayana dan
diolah dan dianalisis dengan statistika
Rumah
Sanglah.
menggunakan metode uji Fisher Exact pada
Adapun kriteria inklusi yang dimaksud
program SPSS versi 15.0 for Windows
untuk penelitian ini yaitu pasien yang
Evaluation Version, kemudian hasil analisis
terdiagnosis
hasil
disajikan secara deskriptif. Uji Fisher Exact
konversi dahak BTA+ atau hasil kultur+;
dipilih karena sampel yang diperoleh pada
pasien mendapatkan terapi OAT minimal
penelitian kali ini kurang dari 20 dengan
empat bulan; serta pasien yang bersedia
frekuensi salah satu cellnya bernilai nol.
berpartisipasi dalam penelitian dengan
Selain itu kedua variabel yang digunakan
Sakit
Umum
TB
MDR
Pusat
dengan
41
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
pada penelitian ini yaitu lama terapi
ditemukan pada usia 21-40 tahun (Nurjana,
(sebagai variabel bebas) dan efek samping
2015 : 165).
obat (sebagai variabel terikat) merupakan
Tabel 1. Data Karakteristik Subyek
data kategorik (ordinal). Daniel (2010) dan
Penderita TB MDR (N=15)
Polit-Beck (2003) menyatakan bahwa uji
Karakteristik
Fisher Exact dipilih apabila dalam suatu penelitian jumlah sampel relatif kecil
Frekuensi
Presentase (%)
Usia
kurang dari 20 atau sama dengan 20 (n<20
18-25 tahun
1
6,7
atau n=20-40) serta frekuensi salah satu
26-45 tahun
12
80
cellnya ada yang bernilai nol (Swarjana,
> 46 tahun
2
13,3
2015 : 162). Uji Fisher Exact merupakan
Jenis Kelamin
salah satu analisis bivariat alternatif dari uji
Laki-laki
9
60
Chi Square dimana digunakan apabila tidak
Perempuan
6
40
memenuhi persyaratan dari uji Chi Square
Jumlah
frekuensi
dan
presentase
baik dari segi jumlah sampel maupun nilai
penderita TB MDR jenis kelamin laki-laki
expected. Uji Fisher Exact dapat digunakan
lebih
saat nilai ekspektasi (expected value) salah
Perbedaan kejadian TB MDR pada jenis
satu cellnya kurang dari 5 ataupun > 5
kelamin tersebut diakibatkan karena gaya
(Swarjana, 2015 : 162 ; Budiarto, 2001 : 261).
hidup laki-laki cenderung lebih berpotensi
Uji
mengakibatkan
Fisher
Exact
menggunakan
tabel
tinggi
daripada
infeksi
perempuan.
penyakit
kontingesi/silang 2x2 dengan nilai p value
dibandingkan perempuan. Pada umumnya
yang diharapkan lebih kecil dari 0,05
populasi laki-laki lebih suka merokok
(p<0,05)
dibandingkan
sehingga
dikatakan
uji
bermakna
statistik dengan
dapat
perempuan,
dimana
tingkat
merokok dapat memperparah penyakit
kepercayaan 95% dan nilai α = 0,05
infeksi paru-paru seperti tuberkulosis
(Dahlan, 2010 : 27).
(Hiswani dalam Sahat, 2010 : 1343 dan Public Health Agency of Canada, 2010).
HASIL
Jenis Obat yang Digunakan
Karakteristik Subjek Penderita
Jenis obat anti tuberkulosis yang
Pada penelitian ini, terdapat 15 pasien penderita
memenuhi
lini pertama yang masih sensitif seperti
Karakteristik
Pirazinamid, Etambutol (Kelompok 1)
subjek penderita TB MDR tertera pada
dengan kombinasi OAT lini kedua seperti
tabel 1. Dari hasil tersebut diketahui
Kanamisin dan Kapreomisin (Kelompok 2
jumlah penderita TB MDR terbanyak
injeksi),
adalah pada rentang usia produktif yaitu
Sikloserin, Etionamid, Para Amino Salisilat
26-45 tahun. Hiswani dalam Sahat (2010 :
(Kelompok 4) serta penambahan Vitamin
1343) memaparkan bahwa salah satu faktor
B6. Obat injeksi diberikan 5 kali dalam
yang mempengaruhi kejadian TB paru
seminggu dari hari Senin sampai hari
ialah usia 15-50 tahun dan paling banyak
Jumat secara intramuskular. Penggunaan
kriteria
TB
MDR
sebagai
yang
digunakan di RSUP Sanglah adalah OAT
sampel.
Levofloksasin
(Kelompok
3),
PAS (Para Amino Salisilat) diberikan 42
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
hanya
ketika
penggunaan
sikloserin
Keluhan
dihentikan. Data penggunaan OAT pada pasien
TB
MDR
di
RSUP
Sanglah
Presentase
Frekuensi
(%)
pusing
6
40
tercantum pada tabel 2.
hiperurisemia
4
26,7
Tabel 2. Data Penggunaan Obat Pasien TB
penurunan berat
3
20
2
13,3
2
13,3
1
6,7
MDR di RSUP Sanglah Jenis Obat
Frekuensi
Kapreomisin
badan
Presentase
nyeri lutut dan
(%)
persendian
1
6,67
gatal-gatal
Kanamisin
14
93,9
susah tidur
Pirazinamid
15
100
selama 2 hari
Etambutol
15
100
mual dan muntah
2
13,3
Levofloksasin
15
100
linglung
3
20
Sikloserin
15
100
halusinasi
3
20
Etionamid
15
100
PAS
2
13,3
Hubungan Lama Terapi dengan Efek
Vitamin B6
15
100
Samping Obat Hasil analisis dengan uji Fisher Exact
Gambaran Umum Lama Terapi dan Efek
menunjukkan
Samping Obat
hubungan antara variabel lama terapi
Dari 15 pasien TB MDR, terdapat 4
bahwa
tidak
terdapat
dengan efek samping obat pada pasien TB
pasien (26,67%) sedang menjalani terapi
MDR (p=0.515) ditunjukkan pada tabel 4.
pengobatan lebih dari 18 bulan sehingga digolongkan dalam terapi jangka panjang
Tabel 4. Hasil Analisis Uji Fisher Exact
dan sebanyak 11 pasien (73,33%) sedang
Hubungan Lama Terapi dengan Efek
menjalani terapi jangka menengah yaitu 7-
Samping Obat
17 bulan. Terdapat 10 pasien (66,67%)
Efek Samping
dengan efek samping ringan dan sebanyak
Obat
2 pasien (13,33%) yang mengalami efek samping
berat.
Tiga
pasien
(20%)
Ringan
Berat
n (%)
n (%)
6
2
(75%)
(25%)
sebaliknya tidak mengalami keluhan atau
Lama
efek
3
Terapi
memperlihatkan keluhan-keluhan yang
Jangka
dialami pasien TB MDR selama menjalani
Menengah
terapi di RSUP Sanglah. Keluhan-keluhan
Jangka
4
0
tersebut dapat dikatakan sebagai gejala
Panjang
(100%)
(0%)
10
2
samping
munculnya
sama
efek
sekali.
samping
Tabel
dalam
Total
pengobatan. Tabel 3. Data Efek Samping yang
PEMBAHASAN
Dikeluhkan Pasien selama Terapi OAT
43
Total
8 4 12
p value
0,515
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
Tatalaksana pengobatan TB MDR akan
TB MDR mengemukakan efek samping
berlangsung selama 18 sampai 24 bulan.
yang paling banyak terjadi adalah mual
Oleh karena pasien menjalani terapi dalam
dan muntah serta sakit kepala. OAT lini
kurun waktu yang lama, sehingga terapi
kedua yang mungkin menyebabkan efek
TB MDR sering dihubungkan dengan
samping tersebut adalah etionamid, PAS
kejadian efek samping mulai dari yang
dan levofloksasin. Tidak hanya OAT lini
ringan sampai yang berat. Terapi TB MDR
kedua, OAT lini pertama yang menjadi
menggunakan minimal 5 obat dengan
regimen
beberapa jenis obat sehingga menyebabkan
pirazinamid dan etambutol juga dapat
beberapa
menyebabkan
permasalahan
dalam
hal
standar
TB
MDR
yaitu
efek
samping
tersebut.
muntah
secara
umum
toleransi terhadap obat-obatan tersebut
Refleks
(Reviono, dkk., 2014 : 190).
dikoordinasikan oleh pusat muntah yang
Dari seluruh pasien TB MDR di RSUP
terletak di batang otak (Elwood et al., 2010
Sanglah Denpasar, 12 pasien mengalami
: 2-3). Pusat muntah dapat menerima
keluhan
rangsangan dari emetogen kimia yang
selama
terapi
sedangkan
3
diantaranya tidak melaporkan adanya
berada
keluhan selama menjalani terapi. Pasien
postrema, sistem saraf pusat, dan sistem
yang mengalami keluhan seperti pusing,
vestibular (Sanger dan Andrews, 2006 : 7).
hiperurisemia, nyeri lutut dan persendian,
pada
sirkulasi
Penurunan
berat
melalui
badan
area
pasien
gatal-gatal, susah tidur, mual dan muntah,
diakibatkan oleh menurunan nafsu makan,
mengalami penurunan berat badan, serta
sakit perut serta mual yang dialami karena
linglung
tergolong
efek
menggunakan terapi isoniazid, rifampisin
samping
yang
tersebut
serta pirazinamid (Kemenkes RI, 2014 : 35).
dikarenakan penanganan yang diberikan
Dalam penelitian Aini (2015 : 4) juga
oleh pihak rumah sakit berupa pengobatan
ditemukan
tambahan untuk menghilangkan keluhan
anoreksia sebanyak 75%. Penurunan nafsu
yang dialami dengan tidak menghentikan
makan kemungkinan juga disebabkan
pengobatan sebelumnya. Sedangkan untuk
karena mual dan muntah yang dirasakan
pasien
pasien.
yang
mengalami
ringan.
Hal
mengalami
halusinasi,
langkah penanganan yang diberikan pihak rumah
sakit
yaitu
pasien
yang
mengalami
Efek samping mual dan muntah
menghentikan
merupakan keluhan yang sering terjadi
sementara atau seterusnya salah satu
pada kasus TB MDR. Pada kasus ini
pengobatan yang diduga menyebabkan
diberikan omeprazol 20 mg dan antasida
efek samping tersebut. Pasien kemudian
sirup sebagai penanganan efek samping
dirujuk kepada dokter spesialis lainnya
mual dan muntah. Pada penelitian Shin,
atau
dkk., ditemukan sebanyak 75,4% pasien
fasyankes
rujukan
guna
penatalaksanaan lebih lanjut. Dalam hal ini
yang
pasien dikatakan mengalami efek samping
sedangkan pada penelitian Aini (2015 : 4)
berat (Kemenkes RI, 2014 : 35).
ditemukan
Hasil penelitian Aini (2015 : 8) yang
mengalami
mual
sebanyak
dan 100%
muntah, pasien
mengalami mual dan muntah. Keluahan
menggunakan sampel sebanyak 12 pasien
mual 44
dan
muntah
menyebabkan
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
penambahan obat-obat simtomatis tanpa
perifer. Gejala neuropati perifer dapat
harus
berupa mati rasa atau kesemutan, merasa
mengubah
regimen
terapi
sebelumnya.
seperti ditusuk-tusuk (paresthesia), atau
Efek
hiperurisemia
kelemahan otot (NIH, 2014). Efek samping
(tingginya kadar asam urat melebihi
neuropati perifer dapat disebabkan oleh
normal) yang dialami oleh 4 pasien (26,7%)
penggunaan etambutol (Sweetman, 2009).
disebabkan oleh pemberian pirazinamid
Terjadinya neuropati disebabkan oleh
maupun levofloksasin. Pirazinamid dapat
mekanisme mitochondrial toxicity (Keswani,
menyebabkan serangan Gout arthritis yang
dkk., 2002 : 2112). Penghambatan mDNA
kemungkinan disebabkan berkurangnya
untuk
ekskresi dan mengakibatkan penimbunan
bertanggung
asam urat (DepKes RI, 2005 : 72).. Pada
pembentukan sel terganggu yang akhirnya
kasus
samping
menyebabkan kematian sel. Kematian
direkomendasikan
pada sel dapat menurunkan suplai oksigen
ini
samping
penanganan
hiperurisemia
yang
efek
mereplikasi
jawab
terhadap
ke
allopurinol 100 mg 1x1 tablet. Pada
kerusakan jaringan saraf (NIH, 2014).
beberapa
Pasien
dosis
pirazinamid
diturunkan dan dievaluasi selama tiga
perifer
yang
oleh rumah sakit yaitu dengan pemberian pasien
saraf
mDNA
yang
dan
menyebabkan
mengalami
keluhan
ini
ditangani dengan pemberian vitamin B6.
hari. Jika hasil pemeriksaan asam urat
Nyeri persendian dan nyeri lutut yang
normal kembali maka diberikan dosis
dialami
pirazinamid sesuai dengan dosis yang
pirazinamid sehingga perlu diberikan
sudah ditentukan (Reviono, dkk., 2014 :
terapi tambahan seperti NSAID. Dalam
194).
kasus ini pasien diberikan tambahan
Efek samping yang jarang terjadi yaitu
pasien
disebabkan
oleh
parasetamol 500 mg. Gatal-gatal yang
gangguan tidur, hanya satu pasien yang
dirasakan
mengeluh mengalami gangguan tidur
disebabkan oleh reaksi alergi yang timbul
selama 2 hari. Gangguan tidur yang
setelah mengkonsumsi obat, sehingga
dialami pasien kemungkinan disebabkan
penatalaksanaan yang diberikan berupa
karena penggunaan levofloksasin. Pasien
tambahan
yang mengalami gangguan
pengobatan sebelumnya.
tidur ini
diberikan terapi tambahan diazepam 1x1
pasien
CTM
Halusinasi
kemungkinan
tanpa
menghentikan
merupakan
gangguan
tablet yang diminum pada malam hari.
psikiatri yang dialami pasien dengan terapi
Hasil
sikloserin.
penelitian
ini
berbeda
dengan
Pasien
penelitian Aini (2015 : 4) yang menemukan
psikiatri
sebanyak
dikonsultasikan
83,33%
pasien
mengalami
dengan
pada
gangguan
penelitian ke
psikiatri,
gangguan tidur. Namun dalam penelitian
kemudian
Reviono., dkk (2014 : 194) ditemukan
haloperidol 1,5 mg. Gangguan psikiatri
hanya sebanyak 18,4% pasien mengalami
merupakan efek samping yang berat
gangguan tidur.
dimana dapat mempengaruhi kesehatan
Keluhan rasa nyeri pada persendian
jiwa
kemungkinan merupakan gejala neuropati
pasien,
sikloserin 45
pasien
bagian
ini
diterapi
sehingga
dihentikan
dengan
terapi dan
dengan
dievaluasi
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
(Reviono,
dkk.,
sikloserin
dalam
2014
:
194).
penelitian
Terapi
resisten
terhadap
OAT
telah
lainnya jadi lebih besar pula karena
dihentikan untuk beberapa pasien yang
pengobatan TB MDR yang memerlukan
mengalami
waktu yang lama minimal 24 bulan (Aini,
gangguan
ini
kemungkinan
halusinasi
dan
digantikan dengan pemberian PAS 8
2015 : 2).
gram/hari. Sebagian besar pasien TB MDR dapat menyelesaikan
pengobatan
SIMPULAN DAN SARAN
tanpa
Pada penelitian ini terdapat 4
mengalami efek samping OAT. Namun,
pasien yang sedang menjalani terapi
beberapa pasien dapat saja mengalami efek
pengobatan jangka panjang (lebih dari 18
samping yang merugikan atau berat. Efek
bulan) dan sebanyak 11 pasien sedang
samping OAT tidak dapat dihindari
menjalani terapi jangka menengah (7-17
mengingat terapi pengobatan pasien TB
bulan). Terdapat sebanyak 10 pasien
MDR yang berkepanjangan (minimal 6
dengan efek samping ringan dan 2 pasien
bulan), akan tetapi efek samping tersebut
yang mengalami efek samping berat. Tiga
dapat
pasien
diatasi
dengan
melakukan
sebaliknya
tidak
mengalami
pemantauan kondisi klinis pasien selama
keluhan atau efek samping sama sekali.
menjalani terapi sehingga efek samping
Tidak terdapat hubungan antara lama
dari ringan sampai berat dapat segera
pemberian OAT dengan efek samping obat
diketahui dan ditatalaksanakan secara
pada pasien TB MDR di RSUP Sanglah
tepat.
Denpasar dengan p=0,515 menggunakan
Untuk mengetahui apakah terdapat
analisis uji Fisher Exact.
hubungan antara lama terapi dengan efek
Dari hasil penelitian tidak diperoleh
samping obat diperlukan analisis bivariat
hubungan antara lama pemberian OAT
dengan menggunakan uji statistik Fisher
dengan efek samping obat pada pasien TB
Exact. Berdasarkan hasil analisis dengan uji
MDR,
Fisher Exact diperoleh nilai p=0.515 yang
disebabkan karena tidak semua pasien TB
menunjukkan
terdapat
MDR melaporkan keluhan yang dirasakan
hubungan antara variabel lama terapi
kepada petugas, sehingga hanya beberapa
dengan efek samping obat pada pasien TB
keluhan efek samping yang tercatat dalam
MDR.
rekam medis pasien. Oleh sebab itu, untuk
bahwa
tidak
Hasil penelitian dengan analisis uji
hal
perbaikan
tersebut
penelitian
kemungkinan
lebih
lanjut,
Fisher Exact menyatakan tidak terdapat
diharapkan untuk melakukan follow up
hubungan antara lama terapi dengan efek
kepada pasien TB MDR, dapat dilakukan
samping
dengan menggunakan metode wawancara
obat,
akan
tetapi
terapi
pengobatan dengan jangka waktu yang
langsung
lama
menanyakan
memungkinkan
timbulnya
efek
kepada
pasien
keluhan-keluhan
dialami
merupakan
untuk
sebelumnya harus menyiapkan daftar
ditangani karena efek samping yang lebih
keluhan dan efek samping yang biasanya
banyak, biaya yang lebih besar, serta
dialami penderita TB MDR selama terapi
yang
sulit
46
pengobatan.
yang
samping yang besar. Kasus TB MDR kasus
selama
dengan Peneliti
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
baik dari efek samping yang ringan maupun
yang
berat,
sehingga
Departemen
Kesehatan
Republik
akan
Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care
mempermudah untuk mendefinisikan dan
untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta:
menggolongkan
Direktorat Bina Farmasi Komunitas
keluhan
yang
disampaikan pasien.
dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian
Selain itu, metode wawancara juga dapat
dan
dilakukan kepada keluarga pasien untuk
Kesehatan.
mengetahui
keluhan
apa
saja
Alat
Kesehatan
Departemen
yang
Elwood, C. et al. (2010). Emesis in dogs: A
biasanya disampaikan pasien ke keluarga
review. Journal of Small Animal Practice,
mereka. Metode lain yang dapat dilakukan
51, 1-19.
yaitu dengan metode kuisioner, dimana
Francis,
J.
(2011).
Drug
Resistant
pasien dapat mengisi beberapa kuisioner
Tuberculosis: A Survival Guide for
yang telah disiapkan peneliti dengan
Clinicians 2nd Edition. California: Curry
beberapa pertanyaan yang dapat mengacu
National Tuberculosis Center.
ke beberapa tanda-tanda efek samping
Gillespie, S.H. (2002). Evolution of Drug
yang pernah dialami pasien.
Resistance
in
Mycobacterium
tuberculosis : Clinical and Molekuler UCAPAN TERIMA KASIH
Perspective. Antimicrobial Agents and
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Chemotherapy, 46 (2), 267-274.
seluruh dosen beserta staf di Jurusan Farmasi
Fakultas
MIPA
Kementerian
Universitas
Kesehatan
Republik
Indonesia. (2014). Pedoman Nasional
Udayana, seluruh staf di Poliklinik Paru
Pengendalian
serta bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP
Direktorat
Sanglah Denpasar dan keluarga penulis
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
atas kritik, saran, serta dukungannya
Keswani, S.C., C.A. Pardo, C.L. Cherry, A.
dalam pelaksanaan penelitian ini.
Tuberkulosis. Jenderal
Jakarta:
Pengendalian
Hoke, J.C. McArthur. (2002). HIVAssociated
DAFTAR PUSTAKA
Sensory
Neuropathies.
AIDS, 16, 2105–2117.
Aini, Q., I. Yovi, M.Y. Hamidy. (2015).
Munir, S.M., A. Nawas, dan D.K. Soetoyo.
Gambaran Efek Samping Obat Anti
(2010).
Tuberkulosis (OAT) Lini Kedua pada
Tuberkulosis Paru dengan Multidrug
Pasien
Tuberculosis-Multidrug
Resistant (TB-MDR) di Poliklinik Paru
Resistance (TB MDR) di Poliklinik TB
RSUP Persahabatan. J Respir Ino, 30 (2),
MDR RSUD Arifin Achmad Provinsi
92-104.
Riau. JOM FK, 1 (2), 1-13.
MDR dan Strategi DOTS Plus. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.
Tuberkulosis Indonesia, 7 (1), 1-7.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. M.S.
Kedokteran
(2010). dan
Statistik
Kesehatan
Pasien
Nawas, A. (2010). Penatalaksanaan TB
Budiarto, E. (2001). Biostatistika untuk
Dahlan,
Pengamatan
NIH (National Institute of Health). (2014). untuk
Edisi
Peripheral
3.
Neuropathy.
Publication, 15-4853.
Jakarta: Salemba Medika. 47
NIH
Arc. Com. Health • Desember 2016 Vol. 3 No. 2 : 39 – 48
ISSN: 2527-3620
Nurjana,
M.A.
(2015).
Faktor
Risiko
Terjadinya Tuberculosis Paru Usia Produktif (15-49 Tahun) di Indonesia. Media Litbangkes, 25 (3), 163-170. Public Health Agency of Canada. (2010). Tuberculosis (TB) and Tobacco Smoking. Canada:
Government
Available
from:
of
Canada.
http://www.phac-
aspc.gc.ca/tbpc-latb/fa-fi/tbtobaccotabag-eng,php.
(Accessed:
2015,
December 24). Reviono, dkk. (2014). Multidrug Resistant Tuberculosis
(MDR-TB):
Tinjauan
Epidemiologi dan Faktor Risiko Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis. MKB, 46 (4), 189-196. Sahat, P.M.H. (2010). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru dan Upaya
Penanggulangannya.
Jurnal
Ekologi Kesehatan, 9 (4), 1340-1346. Sanger,
G.J.,
P.L.
Andrews.
(2006).
Treatment of nausea and vomiting: Gaps in ourknowledge. Autonomic Neuroscience: 129, 3–16. Sarwani, D., S. Nurlaela, dan I. Zahrotul. (2012).
Analisis
Resistant
Faktor
Tuberculosis
Multidrug (MDR-TB)
(Studi Kasus di BP4 Purwokerto). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8 (1), 6268. Swarjana, K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta: ANDI. Sweetman, S.C. (2009). Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixth edition. London: Pharmaceutical Press. World
Health
Organization.
(2014).
Companion Handbook to The WHO: Guidelines Management
for
the of
Programmatic
Drug
Resistant
Tuberculosis. Swiss: WHO Publication. 48