PENURUNAN SERAT KASAR DAN PENINGKATAN PROTEIN KASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera Linn) SECARA AMOFER DENGAN BAKTERI SELULOLITIK (Actinobacillus ML-08) DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI SUMBER BAHAN PAKAN Tri Nurhajati 1) dan Tatang Suprapto2) 1)Department of Animal Husbandry Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University, Surabaya 2) Mahasiswa ABSTRACT The purpose of this study was to know crude fibre and protein content of coconut coir which ammoniation and fermented of cellulolytic bacteria. The experimental design using Complete Random Design (CRD) were four treatments and five replications. P0 as control, given treatment with addition 40% sterile water. P1 given treatment with addition of urea 1 %, molasses 2%, bacterium of cellulolytic bacteria 1,5 x 108 CFU/ml 20% and 40% sterile water. P2 given treatment with addition of urea 5% and 40% sterile water. P3 given treatment with addition of urea 5% and 40% sterile water, result of ammoniation given treatment with addition of molasses 2% and cellulolytic bacteria 1,5 x 108 CFU/ml 20% and 40% sterile water. The obtained data were analyzed statistically by variant analysis, if there difference each every treatment continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT). Result of this study were use of urea 5% provided significant effect on crude protein and reduce the crude fiber. Keyword : Crude Fiber, Crude Protein, Coconut Fiber, Amoniation, Fermented, Cellulolytic Bacteria. PENDAHULUAN Pakan adalah salah satu faktor penting
dalam
pancapaian yang
suatu
produksi
diinginkan
terhindar
dari
persaingan
antara
proses
kebutuhan manusia. Memanfaatkan
sebagaimana
limbah yang sudah dianggap tidak
suatu
berguna kemudian diolah menjadi
peternakan. Namun musim hujan
sesuatu yang bermanfaat dan bernilai
pakan tersedia secara berlebih, tetapi
selain memenuhi kebutuhan akan
saat
banyak
pakan yang terbatas pada musim
kekurangan pakan hijauan. Untuk
kemarau juga bersifat mengurangi
mencukupi kebutuhan hijauan pakan
pencemaran lingkungan akan sampah
ternak,
harus
pasar (limbah pasar)..
pakan
Bahan
musim
maka
mengganti
dalam
kemarau
peternak
dengan
bahan
pakan
pengganti
alternatif lain. Pakan yang dijadikan
seringkali tidak memiliki nutrisi yang
sebagai alternatif antara lain harus
cukup untuk produksi ternak secara
tersedia pada musim kemarau dan
optimal. Peternak dirugikan baik dari
segi
biaya
kebutuhan
untuk
ternak
memenuhi
maupun
hasil
mengandung
30-33%
(Suhardiyono,
1984
serat
dalam
Tyas,
produksi ternak yang tidak sesuai
2000).
dengan harapan. Salah satu bahan
langsung
pakan
alternatif
yang
dimaksud
karena kualitas gizi yang rendah.
adalah
sabut
kelapa.
Menurut
Menurut Oladayo (2010), sabut kelapa
Thampan
(1982)
diacu
dalam
Sabut kelapa tidak dapat
memiliki
diberikan
pada
kandungan
ternak
serat
kasar
Pamungkas (2006) komposisi buah
30,34% dan abu3,95%. Kandungan
kelapa terdiri dari empat bagian yaitu
protein kasar sabut kelapa yaitu
35%
12%
3,13% (Lorica and Uyenco, 1982).
biji
Komposisi kimia dari sabut kelapa
sabut
(mesocarp),
tempurung,
28%
daging
(endosperm) dan 25% air kelapa dari
yaitu
berat
masak.
hemiselulosa 8,50, selulosa 21, 07%
Perkiraan jumlah sabut kelapa yang
dan lignin 29,23% (Tyas, 2000). Sabut
dihasilkan pada tahun 2006 adalah
kelapa Mengandung lignin dan serat
sebesar 1.104,88 ribu ton. Jumlah
kasar
tersebut sangat potensial untuk diolah
menyebabkan rendahnya kecernaan
menjadi produk yang berguna, oleh
sabut kelapa. Tingginya kadar serat
karena itu perlu ada kajian ke arah
kasar
tersebut.
mengakibatkan
total
buah
kelapa
Berdasarkan uraian di atas diperlukan alternatif
suatu yang
bahan
tidak
pakan
merugikan
air
26,0%,
yang
di
pektin
tinggi.
dalam
14,25%,
Hal
pakan
ini
akan
rendahnya
palatibilitas, nilai gizi dan daya cerna terhadap
pakan
(Winugroho
Mariati,
1999).
Kecernaan
dan yang
peternak sebagai sumber utama dari
rendah mengakibatkan nutrisi sabut
segala
kelapa
hasil
produksi
ternak.
tidak
dapat
dimanfaatkan
Berdasarkan latar belakang di atas
secara optimal,sehingga diperlukan
diharapkan sabut kelapa yang tidak
upaya mengolah bahan tersebut agar
dimanfaatkan bisa menjadi pakan
menjadi lebih mudah dicerna oleh
alternatif bagi ternak. Sabut kelapa
ternak. Peningkatan kualitas bahan
merupakan bahan berserat dengan
pakan
ketebalan
beberapa cara, yaitu dengan proses
sekitar
5
cm,
dan
dapat
dilakukan
dengan
merupakan bagian terluar dari sebuah
fermentasi dan amoniasi.
kelapa. Sabut kelapa terdiri dari kulit
dalam bentuk urea mempunyai resiko
ari, serat dan sekam. Sabut kelapa
terhadap
kesehatan
Amonia
pada
saat
penanganan
dan penggunaannya
perubahan komposisi dan struktur
(Sundstol and Owen, 1984). Amonia
dinding
yang
sebagian
dibebaskan
dari
urea
sel
dan
besar
membebaskan selulosa
dan
menyebabkan perubahan komposisi
hemiselulosa dari ikatan lignin, serta
dan
yaitu
silica yang menyebabkan rendahnya
terputusnya ikatan lignin dengan
daya cerna. Perlakuan amoniasi dapat
selulosa dan hemiselulosa sehingga
di simpan selama
ikatan antar sel menjadi longgar atau
(Kartadisastra,
kurang erat (Komar, 1984). Amoniasi
Setyono dkk. (2009), dosis urea yang
dengan urea merupakan perlakuan
dapat
kimia yang tergolong murah dan
amoniasi yaitu 4-6% bahan kering
mudah
Perlakuan
yang digunakan. Urea pada dosis 1%
amoniasi dengan urea pada pakan
digunakan sebagai sumber nitrogen
serat selain mampu melonggarkan
bagi
ikatan lignoselulosa sehingga lebih
fermentasi, sehingga urea tidak hanya
mudah dicerna oleh bakteri rumen,
sebagai
juga
meningkatkan
namun bisa juga dikatakan sebagai
kasar
katalisator dalam proses fermentasi.
struktur
dinding
sel
dilakukan.
mampu
kandungan
protein
pakan
satu minggu
2004).
digunakan
mikroba
Menurut
dalam
proses
dalam
penambah
proses
nutrisi
pakan
untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
Menurut Trisnadjaja dan
bagi pertumbuhan bakteri rumen
(1996), fermentasi merupakan proses
(Granzin
and
2003).
yang melibatkan jasa mikroba untuk
Amoniasi
dengan
terhadap
mengubah suatu bahan baku menjadi
pakan serat mampu meningkatkan
produk dengan nilai tambah. Proses
nilai manfaat pakan tersebut. Upaya
fermentasi
akan
pengolahan
keuntungan,
yaitu
nilai
urea
dalam
manfaat
berasal
Dryden,
meningkatkan
pakan
dari
serat
meningkatkan
daya
memberikan antara
lain
cerna
dan
samping
menambah flavor. Kelompok mikroba
dilakukan.
yang mempunyai peranan penting
Amoniasi dengan urea (CO(NH2)2)
dalam proses fermentasi adalah ragi
merupakan
(khamir), jamur (kapang), bakteri dan
perkebunan
hasil
yang
Subroto
perlu
salah
satu
teknik
pengolahan yang cukup sederhana
beberapa
dan
oleh
(Rachman, 1992). Proses fermentasi
bekerja
dapat menurunkan kandungan serat
sebagai alkali dapat mengakibatkan
kasar dan meningkatkan kandungan
mudah
masyarakat.
Urea
diadopsi yang
spesies
actinomycetes
protein pakan (Sa’id, 1987). Prinsip
suatu bahan pakan adalah jumlah
dari
fermentasi
yaitu
untuk
nitrogen (N) yang diperoleh dengan
dan
selulosa
analisis proksimat dengan metode
1984).
Kjeldahl dikalikan dengan faktor 6,25
Faktor yang perlu diperhatikan dalam
(N x 6,25). Hal ini diasumsikan bahwa
proses fermentasi antara lain air,
protein
suhu,
mengandung 16% kadar nitrogen
memisahkan (Sundstol
lignin
and
pH,
Coxworth,
fermentator,
susunan
dari
bahan
bahan dasar dan bahan yang bersifat
(Parakkasi,
mendukung
dan
antara lain sebagai zat pembangun
proses
yang membentuk berbagai jaringan
menggunakan
baru untuk pertumbuhan, mengganti
(Rahayu
Soedarmadji, fermentase
1989).
Pada
yang
1995).
pakan
protein
bakteri selulolitik perlu ditambahkan
jaringan
tetes. Kandungan gizi tetes, yaitu
reproduksi,
karbohidrat
5,9%,
pembentukan enzim dan hormon,
0,1%
menjaga
juga
proses metabolisme dalam tubuh dan
mengandung vitamin B kompleks,
zat pembakar unsur karbon yang
yaitu thiamin 0,8%, riboflavin dan
terkandung
niacin 28,0%. Selain itu, di dalam tetes
sumber energi (Santoso, 1999).
juga
mikro
Serat kasar adalah bagian dari bahan
yang penting dengan kadar 1-5%.
pakan yang terdiri dari selulosa,
Lignin sangat tahan terhadap setiap
hemiselulosa, lignin dan polisakarida
degradasi kimia, bagi ternak seperti
lain yang berfungsi sebagai bagian
kobalt,
tembaga,
pelindung (Anggorodi, 1994). Unggas
mangan dan seng (Sunna et al., 2000).
dan babi terbatas kesanggupannya
Tetes yang kaya akan karbohidrat
dalam
oleh
sedangkan
kalsium
84%,
1,05%
(Santoso,
dan
fosfor
1999).
terdapat
Tetes
unsur-unsur
boron,
jodium,
mikroba
sebagai
protein
akan
sumber
didegradasi
dan
rusak
maupun
berperan
dalam
mengatur
di
berbagai
dalamnya
mencerna
serat
ruminansia
sebagai
kasar, dapat
untuk
memanfaatkannya melalui aktivitas
dan
bakteri rumen. Lignin dari bagian-
menguraikan
bagian berserat pada bahan pakan
komponen selulosa dan hemselulosa
yang paling tahan terhadap serangan
yang
mikroba sehingga hanya sedikit sekali
perkembangan, aktivitasnya
karbon
yang
Fungsi
pertumbuhan
dalam
digunakan
pada
proses
fermentasi.
yang dapat dicerna (Tillman dkk.,
Protein kasar, kadar protein kasar
1989).
Lignin
adalah
beberapa
suatu
senyawa
gabungan
yang
saling
selanjutnya
di
hidrolisis
oleh
glukosidase menghasilkan
berhubungan erat satu sama lain.
Hasil
Lignin mengandung karbon, hidrogen
microorganisme
dan oksigen dengan proporsi karbon
adalah campuran asam-asam lemak
lebih tinggi. Sebagai tambahan unsur
terbang (Volatile Fatty Acid) yang
N terdapat pula di dalamnya dengan
terdiri
kadar 1-5%. Lignin sangat tahan
propionate
terhadap
kimia,
sedangkan hasil sampingnya adalah
enzimatik.
gas metan dan CO2 (Tillman dkk.,
setiap
termasuk
degradasi
degradasi
Bertambahnya umur tanaman maka
akhir
glukosa
dari
kecernaan terhadap
asam dan
oleh selulosa
asetat, asam
asam butirat,
1989).
proses lignifikasi bertambah sehingga
Bakteri selulolitik menghasilkan
menyebabkan kadar lignin semakin
enzim yang dapat menghidrolisis
tinggi dan daya cerna serta nilai
ikatan 1,4 glikosida, selulosa dan
energi
dimer selobiosa. Jika ransum basal
produktivitasnya
makin
rendah (Anggorodi, 1994). Selulosa
adalah
senyawa
mengandung serat kasar tinggi maka organik
bakteri
selulolitik
yang melimpah di dunia, yaitu sekitar
karena
kehadirannya
kurang lebih 50% dari berat kering
terjadinya proses fermentasi selulosa
semua
(Hendrawan, 1987). Enzim selulase
tumbuh-tumbuhan
merupakan
sumber
energi
dan yang
yang
dihasilkan
akan
dominan
menentukan
oleh
bakteri
sangat potensial bagi ruminansia,
selulolitik merupakan suatu komplek
karena
dalam
enzim yang terdiri dari beberapa
mengubah selulosa menjadi glukosa.
enzim yang bekerja bertahap atau
Selulosa tidak dapat dicerna dan tidak
bersama-sama menguraikan selulosa
dapat
digunakan
pakan
kecuali
ruminansia
ruminansia.
efisien
sebagai
bahan
menjadi glukosa. Enzim endo-1 ,4
pada
hewan
glukanase
(Anggorodi,
menghidrolisis
ikatan
1994).
glikosidik 1,4 secara acak dan bekerja
Selulosa dicerna di dalam tubuh
terutama pada daerah amorf dan serat
ternak
dengan
selulosa. Enzim ini menghidrolisis
menggunakan enzim selulase yang
selodekstrin dan selulosa yang telah
dihasilkan
dilunakkan
ruminansia
oleh
mikroorganisme
rumen, menghasilkan selobiosa yang
dengan
asam
fosfat.
Enzim ini aktif terhadap selulosa
yang telah dimodifikasi secara kimia
Actinobacillus
(Irawadi,
kemampuan
1989).
sp.
Enzim
glukan
selobiohidrolase
menyerang
ujung
fruktosa, laktosa, maltose, cellobiosa,
rantai
non
dan
D-xylosa, L-arabinosa, D-fruktosa, D-
menghasilkan selobiosa. Enzim ini
galaktosa, D-glukosa dan D-mannosa
menyerang
(Lamid dkk, 2006).
selulosa
reduksi
selodekstrin
dalam
memiliki mendegradasi
(Judoamidjojo dkk., 1989). Enzim1,4-
MATERI DAN METODE
D- glukan glukohidrolase memiliki
Bahan penelitian yang digunakan
sasaran pada ujung rantai selulosa
yaitu sabut kelapa (Cocos nucifera
non pereduksi dan menghasilkan
Linn) bakteri selulolitik Actinobacillus
glukosa. Enzim ini memiliki sasaran
ML-08 (Mirni Lamid 2008) air steril,
selulosa yang telah dilunakkan oleh
tetes dan Urea
asam fosfat , selo-oligo sakarida dan
Sabut kelapa sebanyak 4 kg yang
carboxil
Enzim
sudah dipotong 5 cm dibagi secara
glukosidase menghidrolisis selobiosa
acak dalam 20 unit percobaan dengan
dan rantai pendek selo-oligosakarida
empat
dan menghasilkan glukosa (Irawadi,
dengan lima ulangan, yang tiap unit
1989).
berisi sabut kelapa sebanyak 200
metal
cellulose.
perlakuan
masing-masing
Salah satu bakteri selulolitik yaitu
gram. Perlakuan pada penelitian ini
Actinobacillus sp. memiliki morfologi
meliputi : P0: Sabut kelapa, P1: Sabut
gram negative, aerobik atau anaerobik
kelapa + 1% urea + 2% tetes + 20%
fakultatif. Inkubasi 24 jam spesies
ActinobacillusML-08,
tersebut
dan
kelapa + 5% urea, P3: Sabut kelapa +
selanjutnya setelah 3-5 hari masa
5% urea dilanjutkan + 2% tetes + 20%
inkubasi akan membentuk 4-6 koloni,
Actinobacillus ML-08
koloni
dapat
Semua perlakuan ditambahkan 40%
menghasilkan bentuk sticky colonies
air steril dari bahan kering sabut
(Engelkirk et al., 2007). Actinobacillus
kelapa,
sedangkan
sp.
dengan
penambahan
membentuk
koloni
Actinobacillus
memiliki
ciri
sp
fisiologis
dan
P2:
Sabut
perlakuan
konsentrasi
bakteri,
karakteristik. Actinobacillus sp. dalam
digunakan
bakteri
media pertumbuhan terjadi hemolisis
Actinobacillus ML-08 sebesar 1,5 x 10
fermentatif terhadap beberapa gula
8 CFU/ml . Semua bahan yang telah
dan dapat hidup optimal pada suhu
tercampur rata dimasukkan dalam
37oC dan pH 7,2 (Mutters et al., 1984).
kantong plastik lalu diikat dengan tali
Pemberian
kode
perlakuan, disimpan
sesuai
semua dalam
dengan perlakuan
gentong
plastik
bahwa
pada
semua
perlakuan
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan protein kasar
tertutup dengan suhu kamar selama 7
sabut kelapa (P<0,05).
hari. Khusus untuk P3 setelah 7 hari
Tabel 4.1: Rata-rata kandungan protein kasar sabut kelapa yang diamoniasi dan difermentasi dengan bakteri selulolitik. Perlakuan Kandungan Transformasi Protein Kasar (%) P0 4,58d + 0,31 2,14 + 0,07
dilanjutkan
dengan
20%bakteri
penambahan
Actinobacillus ML-08
dan 2% tetes kemudian diinkubasi lagi selama 7 hari. Setelah semua masa
amoniasi
dan
fermentasi
berakhir, sampel bahan penelitian masing-masing kemudian
perlakuan
sabut
kelapa
dibuka,
P1
6,83 c + 0,63
2,61 + 0,12
diangin-
P2
9,35 a + 0,44
3,06 + 0,07
P3
8,58b + 0,32
2,93 + 0,05
anginkan selama kurang lebih 1 jam setelah itu dimasukkan ke dalam oven
60
oC
untuk penghentikan
proses fermentasi dan dikeringkan selama 24 jam. Selanjutnya setelah proses
pengeringan
dilakukan
penggilingan
berakhir terhadap
sabut kelapa kemudian dilakukan analisis proksimat kandungan protein kasar dan serat kasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Protein Kasar rata-rata kandungan protein kasar sabut kelapa yang telah mengalami fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil Analisis of Varian
(Anova)
dapat
diketahui
Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05 Berdasarkan
uji
Duncan
(5%)
menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan kasar
tertinggi
kandungan adalah
protein P2
dan
kandungan protein kasar terendah pada perlakuan P0. Perlakuan P2 terdapat
perbedaan
yang
nyata
(p<0,05) dengan perlakuan lainnya. Kandungan protein kasar P1 berbeda nyata (p<0,05). dengan perlakuan lainnya. Pada P0 kandungan protein kasar
terendah
berbeda
nyata (p<0,05).
dengan perlakuan
berkisar
lainnya.
Tabel
Hasil
dapat meningkatkan protein kasar 4,8
perlakuan fermentasi sabut kelapa
% dari 4,58 %(penambahan air saja)
meningkatkan protein kasar sampai
menjadi
6,83%,
urea dan air).
Pada
4.1
sedangkan
amoniasi
dapat
kandungan
perlakuan
Serat Kasar
kasar
Rata-rata
sabut
9,35%, sedangkan
perlakuan
amoniasi
(AMOFER)
terjadi
sebesar 9,35 (penambahan
meningkatkan
protein
kelapa sampai
sebesar satu persen sudah
fermentasi peningkatan
kandungan
serat
kasar
sabut kelapa yang telah diamoniasi dan difermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.2.
dibandingkan
Berdasarkan hasil Analisis of Varian
dengan perlakuan fermentasi saja,
(Anova) dapat diketahui bahwa pada
tetapi
perlakuan sabut kelapa menunjukkan
protein
kasar
jika
perlakuan
amofer
menghasilkan protein kasar yang
perbedaan
lebih
kandungan serat kasar sabut kelapa
rendah
bila
dibandingkan
dengan amoniasi saja.
Penurunan
kandungan
protein
kasar
pada
perlakuan
amofer
kemungkinan
disebabkan bakteri selulolitik yang ditambahkan untuk hidupnya butuh nitrogen. Menurut anggorodi (1994), urea dapat digunakan sebagai sumber
yang
nyata
terhadap
(p<0,05). Tabel 4.2: Rata-rata kandungan serat kasar sabut kelapa yang diamoniasi dan difermentasi dengan bakteri selulolitik. Perlakuan Kandungan Serat Kasar (%) P0 54,16a + 1,67 P1
47,19b + 2,38
dari
P2
43,87 c + 1,59
efisiensi perlakuan yang paling tepat
P3
45,14 bc + 0,9
dan ekonomis yaitu pada perlakuan
Keterangan : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
nitrogen
bagi
peningkatan
mikroba.
protein
dilihat
amoniasi, karena perlakuan
Untuk
lebih
mudah dan hasil yang diperoleh lebih maksimal. Penggunaan dosis urea
Berdasarkan uji Duncan dapat dilihat
protein kasar pada sabut kelapa
pada Tabel 4.2, bahwa perlakuan
(Granzin
yang menghasilkan kandungan serat
Rendahnya kadar serat kasar pada
kasar tertinggi adalah P0 berbeda
perlakuan amoniasi sebesar 43,87%,
nyata dengan P1, P2 dan P3 (p<0,05).
menunjukkan
Kandungan
terendah
serat kasar yang tinggi. Pada Tabel 4.2
adalah P2berbeda nyata dengan P1
menunjukkan kandungan serat kasar
dan P0 (p<0,05), tetapi tidak berbeda
perlakuan amofer sebesar 43,87%.
nyata dengan P3 (p>0,05). Perlakuan
tidak berbeda nyata
P3
diamoniasi saja tetapi
tidak
serat
kasar
berbeda
nyata
dengan
and
D
ryden,
2003).
terjadinya degradasi
dengan yang ada sedikit
perlakuan P1 dan P2 (p>0,05) tetapi
peningkatan
berbeda nyata dengan P0 (p<0,05).
perlakuan amoniasi yaitu sebesar
Berdasarkan
45,14%.
menunjukkan
hasil
penelitian
terjadi
penurunan
dibandingkan
Hal ini disebabkan pada
perlakuan
amofer,
bakteri
tidak
kandungan serat kasar sabut kelapa
berkembang secara sempurna dan
yang diamoniasi dan difermentasi
kemungkinan mati, karena suasana
yang disajikan pada Tabel 4.2 dan
media pertumbuhan kemungkinan
hasil Analisis of Varian (Anova)
kurang sesuai untuk keberlangsungan
menunjukkan bahwa pada perlakuan
pertumbuhan bakteri. Selain itu pada
fermentasi, perlakuan amoniasi dan
perlukuan amofer ditambahkan tetes,
perlakuan
mengalami
sehingga terjadi peningkatan serat
penurunan kandungan serat kasar
kasarnya karena tetes mengandung
sabut
serat kasar sebesar 0,8 %,(Cullison
Amofer
kelapa
bila
dibandingkan
dengan tanpa perlakuan (kontrol).
and
Pada
kandungan serat kasar sabut kelapa
perlakuan
amoniasi
dapat
Lowrey,
menurunkan kandungan serat kasar
disebabkan
yang terendah. Hal ini disebabkan
kandungan
proses amoniasi dapat melonggarkan
amonia
ikatan
mendegradasi
lignoselulosa,
lignohemi
selulosa dan sekaligus meningkatkan
dan
1987).
Penurunan
karena amonia
adanya pada
mempunyai ikatan
urea,
kemampuan lignoselulosa
lignohemiselulosa
sehingga
terjadinya pemecahan serat kasar.
meningkatkan
Menurut Hendrawan (1987), bakteri
kasar dan menurunkan kandungan
selulolitik menghasilkan enzim yang
serat kasar sabut kelapa.
dapat
3. Perlakuan kombinasi amoniasi dan
menghidrolisis
ikatan
glikosida. Namun pada perlakuan
fermentasi
kombinasi
kandungan
amofer,
penambahan
bakteri selulolitik tidak membantu
kandungan
dapat
protein
meningkatkan
protein kasar dan
penurunan serat kasar sabut kelapa.
penurunan kandungan serat kasar pada sabut kelapa yang telah diberi perlakuan amoniasi, karena kondisi setelah diamoniasi menyebabkan pH menjadi
basa
kematian
sehingga
bakteri.
terjadi
Perlakuan
fermentasi maupun amofer dapat menurunkan serat kasar, walaupun perlakuan
amoniasi lebih
banyak
menurunkan serat kasar dibanding perlakuan amofer maupun fermentasi saja. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian amoniasi dan fermentasi sabut kelapa, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.Perlakuan fermentasi dengan bakteri selulolitik dapat meningkatan kandungan protein kasar dan menurunkan kandungan serat kasar sabut kelapa. 2.
Perlakuan
amoniasi
dapat
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Engelkrik, P.G., L. Janet and D. Engelkirk. 2007. Laboratory Diagnosis of Infectious Diseases. Lippincott Williams & Wilkins. Granzin, B.C. and G, Dryden. 2003. Effect of alkalis, oxidants and urea treatment on the nutritive value Rhodes grass (Chloris gayana). Anim. Feed. Sci. Tech. 103.(1-4):113-122. Kartadisastra, H. R. 2004. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Yogyakarta : Kanisius. Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan Ternak. Cetakan Pertama. Bandung: Yayasan Dian Grahita. Lamid, M., S. Chuzaemi, N. T. Puspaningsih dan Kumartono. 2006. Inokulasi Bakteri Xilanolitik Asal Rumen Sebagai Upaya Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi. Univesitas Airlangga. Surabaya.
Lorica, R. G. and F. R. Uyenco. 1982. Agricultural and Food Processing Wastes As Potential Substrates. In : Microbial Protein Production : Chemical Analysis. Science Diliman Publisher. Philippines. Mappiratu. 1999. Penggunaan Biokatalis Dedak Padi dalam Biosintesis Antimikroba Monoasilgliserol dari Minyak Kelapa, Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mutters, R., K. Piechulla and W. Mannheim. 1984. Phenotypic Differentiation of Pasteurella Sensu Stricto and theActinobacillus group. European journal of Clinical Microbiology and Infectious Diseases. 3(3):225-9. Oladayo, A. 2010. Proximate Composition of Some Agricultural Wastes in Nigeria and Their Potential Use in Activated Carbon Production. Department of Chemistry and Biochemistry, Bowen University Iwo. Osun state. Irawadi, T. 1989. Selulase. PAU. Institut Pertanian Bogor. Bogor Rachman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Penerbit Arcan. Rahayu, K. K. dan Soedarmaji. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sa’id, E. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. Pusat Antara. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Santoso, U. 1999. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Setyono, H., R. S. Kusriningrum, Mustikoweni, T. Nurhajati, R. Sidik, A. AlArief, M. Lamid, dan W. P. Lokapirnasari. 2009. Teknologi Pakan Hewan.
Departemen Peternakan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. Sundstol, F. and E. Owen. 1984. Straw and Other Fibous By-product as Feed. Elsevier Science Publisher, Amsterdam-Oxford-New YorkTokyo. Sunna, A., M. D. Gibbs and P. L. Berguist. 2000. A Novel Thermostable Multidomain 1,4- xylanase from Caldibaccilus cellulovorans and Effect of its Xilan Binding Domain on Enzyme Activity, Microbiol. 146: 2947- 2855. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Tyas S.I.S. 2000. Studi Netralisasi Limbah Serbuk Sabut Kelapa (Cocopeat) Sebagai Media Tanam. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan. Winugroho, M. dan S. Mariati. 1999. Kecernaan Daun Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Laporan penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor.