STUDY ON THE BEHAVIOR OF BATS (Cynopterus sp.) AND IDENTIFICATION LEVEL OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PRACTICE OF SOCIETY ON THE RISK OF TRANSMISSION OF RABIES DISEASE FROM BATS Didik Pramono1, Supratikno2, Ni Luh Putu Ika Mayasari3, Etih Sudarnika3, Abdul Zahid Ilyas3, Chaerul Basri3, Srihadi Agungpriyono2*, National Zoonosis Center, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 2Departement of Anatomy, Physiology and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University; 3Departement of Animal Diseases and Veterinary Public Health, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural University 1
ABSTRAK About 75% of contagious diseases in the world were classified as zoonoses. One of among wild animals suspected to spread the disease is the fruit bats (Cynopterus sp.). Research in Vietnam showed that 24.5% from 789 samples were positive for antibodies of Lyssavirus (Marini et al. 2014). In Cambodia, about 14.7% of 1303 bats serum showed positive of antibody of lyssaviruses (Reynes et al. 2004). Surveillance in Thailand in 2002 and 2003 collected 932 bats and 16 samples had detectable antibodies of Aravan virus, Khujand virus, Irkut virus, or Australia Bat Lyssavirus (Lumlertdacha et al., 2005). In the Philippines, 231 bats serum were tested, about 9.5% serums were positive for antibodies to ABLV (Arguin et al. 2002). In Indonesia, not many information about possibility rabies virus transmission from bats to human. The objectives of this research were to study of behavior of fruit bats (Cynopterus sp.) and to identify level of knowledge, attitudes, and behaviour of villagers that related to rabies and fruit bats. The study were conducted in Leuwisancang national conservation area in Garut, West Java, Indonesia. Behavioral observations were done started from sunrise to sunset and at nigh thet using two methods: the focal sampling technique and scan sampling technique. To identify the difference of villagers behaviour in response to the bats, the data were collected by direct interview techniques to 150 respondents using a structured questionnaire with closed questions model. A questionnaire consists of four parts, these are the identity of respondents, questions related to practices (actions), knowledge and attitudes in response to the bats and its relation with transmition of rabies disease. The results on the behavioral study showed that sleep was dominant activity of bats Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
107
behavioral in roosting site during the day. Bats also carry out other activities such as self grooming, moving and flapping wings. The most activity that was rarely done during this period were mating. The bats activities were mostly in the roosting site suggest a possibility to transmitting virus among individuals in their group. Bats generally fly into village throughout the year, especially during the fruit season. Villagers ever had contact with bats, suggest a possibility of transmision of diseases such as rabies from bats. However, there was not much information regarding any direct contact between bats with other animals in village such as dogs, cattle and other livestock. Keywords: Bat, Behaviour, Garut, Rabies, Virus, PENDAHULUAN Sebanyak 75% dari penyakit menular tergolong zoonosis. Salah satu hewan liar yang berperan dalam penyebaran penyakit adalah kelelawar. Di Vietnam tahun 2011 dari 926 kelelawar dilakukan pengujian 789 sampel serum menunjukkan 24.5% positif memiliki antibodi terhadap lyssavirus (Marini et al. 2014). Di Kamboja, dari 1303 kelelawar antibodi terhadap lyssavirus terdeteksi pada 14.7% dari sampel serum (Reynes et al. 2004). Di Thailand pada tahun 2002 dan 2003 dari 932 kelelawar, dengan uji netralisasi virus sebanyak 16 sampel terdeteksi memiliki antibodi terhadap virus Aravan, virus Khujand, virus Irkut, atau Australia Bat Lyssavirus (Lumlertdacha et al. 2005). Di Filipina, dari 231 serum kelelawar yang diuji, 9.5% positif mengandung antibodi terhadap ABLV (Arguin et al. 2002). Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah endemis Rabies di Jawa Barat. Kasus rabies di Kabupaten Garut sejak tahun 2005 sampai dengan 2013 sebanyak 60 kasus gigitan anjing pembawa rabies. Fokus pengendalian rabies yang selama ini dilakukan adalah pengendalian dengan eliminasi dan vaksinasi anjing. Penelitian terhadap kelelawar sebagai pembawa lyssavirus penyebab rabies masih sedikit sekali dilakukan di Indonesia. Kelelawar hampir sepanjang tahun memasuki kawasan pemukiman manusia terutama saat musim buah untuk mencari makan. Selama masuk ke area pemukiman, kelelawar dapat berkontak dengan masyarakat karena kadang tertangkap atau dikonsumsi. Penelitian ini bertujuan mempelajari tingkah laku kelelawar pemakan buah (Cynopterus sp.) pada tempat istirahatnya dan mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat berkaitan dengan rabies dan kelelawar pemakan buah.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
108
METODE PENELITIAN Waktu dan tempat Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Garut, Jawa Barat pada periode MeiJuni 2016. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian yaitu yaitu Teropong, kamera, stopwatch, counter, lembar data, kuisioner, dan GPS. Metode Penelitian Penelitian tingkah laku kelelawar (Cynopterus sp.) Pengamatan dilakukan pada dua lokasi yaitu di roosting site pada siang hari dimulai pada pukul 10.00 hingga sore pukul 17.00, serta dilakukan juga pengamatan pada pukul 03.00 hingga sore pukul 18.00 dan malam hari di sekitar rumah penduduk. Pengamatan dilakukan secara focal sampling technique dan scan sampling technique. Focal sampling technique untuk melacak dan mencatat perilaku satu individu kelelawar pada waktu tertentu. Satu sesi berlangsung selama 1 jam selanjutnya waktu istirahat selama 30 menit bagi peneliti. Scan sampling technique untuk mendapatkan banyak data pada waktu yang singkat, selama setiap 15 menit. Pengamatan dilakukan dengan memilih satu gerombolan kecil agar mudah diamati. Kelelawar pemakan buah tidak terganggu dengan kehadiran peneliti sehingga pengamatan dilakukan pada jarak yang sangat dekat (sekitar 4-6 m dari roosting site). Penelitian identifikasi Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik Masyarakat terhadap Keberadaan Codot dan Risiko Penularan Rabies Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal disekitar area di sekitar tepat istirahat kelelawar (seperti RT, RW, Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda karang taruna, Kader posyandu, Orang yang bekerja sebagai petani, peternak, dan nelayan). Responden diambil dari 3 kategori jarak tempat tinggal yang berbeda, yaitu pada radius kurang dari 1 km (50 responden), radius 1-5 km (50 responden) dan radius 5-10 km (50 responden). Penentuan batas dari masing-masing area tersebut Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
109
ditentukan dengan menarik garis lurus dari batas terluar area roosting dengan menggunakan program google earth. Data dikumpulkan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur. Pertanyaan yang digunakan model pertanyaan tertutup. Kuisioner terdiri atas 4 bagian yaitu identitas responden, pertanyaan terkait praktik (tindakan), pengetahun dan sikap respon terhadap kalong dan penyakit terkait rabies yang ditularkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tingkah Laku Kelelawar (Cynopterus sp.) Pengamatan di Roosting Site Berdasarkan hasil pengamatan, kelelawar pemakan buah ini memiliki habitat roosting site pada siang hari di tebing batu di pesisir pantai. Kelelawar hidup bergerombol. Kelelawar menggantung di tebing batu dengan sangat dan tidak mudah untuk pengamatan focal sampling. Menurut Kurz (1982); Murray dan Kurta (2004), kelelawar sering tinggal di gua, bebatuan pohon atau sering berpindah sesuai dengan kebutuhan. Lokasi yang paling sering dipilih kelelawar yaitu pohon atau kanopi dengan temperatur yang baik. Pemilihan roosting site didasarkan pada upaya untuk menghindari predator atau mendapatkan keadaan temperatur yang sesuai kebutuhan tubuh. Beberapa fungsi roosting site yang digunakan oleh kelelawar pada siang hari antara lain, fasilitas interaksi sosial, perlindungan dari predator atau cuaca buruk, untuk defekasi atau membuang kotoran, dan transfer informasi tentang tempat makanan (Kurz 1982; Murray dan Kurta 2004). Aktivitas kelelawar yang diamati sangat beragam, mulai dari tidur, kawin, berkelahi, mengepakkan sayap hingga tidur. Focal Sampling Technique Berdasarkan data (Tabel 1) dan analisis dengan Uji Statistika MannWhitney didapat bahwa perilaku yang dilakukan pada siang hari berbeda nyata (p<0.05). Uji Statistika Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan perilaku antara kelelawar jantan dan betina. Perilaku dominan kelelawar pada siang hari di roosting site tepian tebing yaitu tidur dengan rataan waktu 846.8 detik per kelelawar. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Kunz (1982); Murray dan Kurta (2004) bahwa kelelawar akan menghabiskan waktu hingga 10-12 jam per hari untuk beristirahat atau menggantung di roosting site.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
110
Tabel 1 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar focal sampling technique Mean Std.Deviatio Minimu Maximu No Jumla Perilaku (detik n m m . h ) (detik) (detik) (detik) 1. Berpindah 10 106.3 307.0 5.0 980.0 2. Tidur 32 846.8 861.5 60.0 3300.0 3. Melebarkan 19 28.5 65.8 2.0 240.0 sayap 4. Melihat 24 436.3 460.0 3.0 1800.0 sekitar 5. Waspada 5 43.6 53.5 3.0 120.0 6. Ekskresi 2 33.5 40.3 5.0 62.0 7. Terbang 3 1620.0 468.6 1080.0 1920.0 8. Self32 221.3 322.6 2.0 1440.0 grooming 9. Mengepaka 24 12.2 35.3 2.0 163.0 n sayap 10. Mutual5 38.4 51.1 4.0 120.0 grooming 11. Bermain 15 32.9 71.0 2.0 274.0 12. Menggigit 11 3.2 2.4 2.0 10.0 13. Mengejar 1 3.0 3.0 3.0 14. Suara yang 2 2.5 0.7 2.0 3.0 agresif 15. Sayap 1 3.0 3.0 3.0 dikibaskan agresif 16. Memukul 5 4.0 1.4 2.0 5.0 Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan perilaku antara kelelawar pada setiap kelompok waktu. Kelompok waktu dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 – 11.55, kelompok 3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55. Berdasarkan hasil pengamatan yang diuji didapat bahwa kelelawar dominan beraktivitas pada kelompok waktu 4 yaitu pukul 15.00 – 17.55. Perilaku yang dilakukan pada kelompok waktu 4 yaitu berpindah, tidur, melebarkan sayap, melihat sekitar bersantai, waspada, self-grooming, mengepakkan sayap dan menggigit. Kelelawar dominan beraktivitas pada kelompok waktu 4
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
111
dimungkinkan kelelawar mulai mempersiapkan diri untuk aktivitas utama di malam hari seperti mencari makan yang mengindikasikan kelelawar sebagai kelompok hewan nokturnal. Pada penelitian ini pengamatan pada kelompok waktu 1 tidak dapat dilakukan karena kendala cuaca, pasang surut air laut, lokasi dan lingkungan. Scan Sampling Technique Scan sampling technique dilakukan untuk mendapatkan data secara cepat pada waktu yang ditentukan. Berdasarkan data yang disajikan (Tabel 2) didapat informasi bahwa tidur merupakan aktivitas dominan yang dilakukan kelelawar, sebanyak 58 kali dan aktivitas yang paling jarang dilakukan yaitu kawin (1 kali). Data yang didapat menggunakan scan sampling technique diuji dengan Uji Statistika Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan perilaku antara kelelawar pada setiap kelompok waktu. Data Scan sampling technique dikelompokkan menjadi 4 kelompok waktu yaitu kelompok 1: 05:00 – 06.55, kelompok 2: 07.00 – 11.55, kelompok 3: 12.00 – 14.55 dan kelompok 4: 15.00 – 17.55. Berdasarkan hasil uji pada kelompok waktu 2 dominan melakukan aktivitas merawat anak. Pada kelompok waktu 3, dominan melakukan aktivitas ekskresi, waspada dan mutual grooming. Pada kelompok waktu 4 adalah kelompok waktu kelelawar banyak melakukan berbagai aktivitas. Aktivitas dominan yang dilakukan kelelawar yaitu bermain, agresi, mengepakkan sayap, berpindah, dan melebarkan sayap. Tabel 2 Hasil analisa mean, standard deviasi data kelelawar scan sampling technique Perilaku Jumlah Mean Std. Minimum Maximum No. (ekor) Deviation (ekor) (ekor) (ekor) 1. Tidur 58 18 9 3 36 2. Self-Grooming 55 10 6 1 35 3. Melebarkan 34 4 3 1 15 sayap 4. Berpindah 55 10 7 1 27 5. Mengepakkan 51 7 4 1 18 sayap 6. Ekskresi 15 2 1 1 5 7. Waspada 5 3 2 1 5 8. Relaks 34 8 7 1 24 Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
112
9. 10. 11. 12. 13. 14.
Agresi Courtship Kawin Merawat anak Bermain Mutual grooming
25 2 1 4 27 11
3 4 1 2 4 4
1 3 1 2 1
1 2 1 1 1 3
6 6 1 4 11 6
Pengamatan di Sekitar Rumah Penduduk Berdasarkan hasil pengamatan didapat informasi bahwa kelelawar yang terlihat ada yang sedang menggantung di ranting pohon, ada yang terbang di antara pohon dan ada juga yang sedang makan buah kapuk yang masih muda. Menurut masyarakat, pada musim buah akan banyak kelelawar yang berdatangan di sekitar rumah. Jumlah kelelawar yang sedikit pada saat pengamatan ini mungkin disebabkan pada waktu itu bukan merupakan musim buah. Buah pada pohon belum matang dan masih dalam fase bunga. Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktek Masyarakat terhadap Keberadaan Kelelawar dan Risiko Penularan Rabies Survei yang dilakukan pada penelitian ini telah melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap masyarakat yang tinggal dengan jarak < 1 km, 1-5 km dan 5-10 km dari area yang merupakan tempat tinggal kelelawar. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tingkat pengetahuan masyarakat sekitar mengenai keberadaan kelelawar dan risikonya dalam menularkan penyakit rabies disajikan pada Tabel 3. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar (56%) masyarakat memiliki tingkat pengetahuan yang buruk, sedangkan 35.3% memiliki tingkat pengetahuan berkategori sedang dan hanyak 8.7% yang memiliki pengetahuan berkategori baik.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
113
Tabel 3 Tingkat pengetahuan (knowledge) masyarakat mengenai kelelawar dan rabies Tingkat Pengetahuan Jumlah Persen Buruk 84 56 Sedang 53 35.3 Baik 13 8.7 Tingkat Sikap Tingkat sikap yang ditunjukkan oleh masyarakat terhadap keberadaan kelelawar dan risikonya dalam menyebarkan penyakit rabies dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil survei menunjukkan hanya 10% dari masyarkat yang memiliki sikap positif terhadap keberadaan kelelawar dan risikonya terhadap penularan penyakit rabies. Sebagain besar masyarakat (50.7%) memiliki sikap yang negatif dan 39.3% lainnya memiliki sikap yang netral terhadap hal tersebut. Tabel 4 Tingkat Sikap (attitude) Masyarakat mengenai Kelelawar dan Rabies Tingkat sikap Jumlah Persen Negatif 76 50.7 Netral 59 39.3 Positif 15 10.0 Hubungan kelelawar dengan komunitas Hasil yang didapatkan (Tabel 5) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memiliki pohon buah disekitar pemukimannya dan biasa melihat kelelawar di sekitar pohon buah yang dimilikinya. Kelelawar biasanya masuk ke pemukiman sepanjang tahun dan terutama pada musim buah-buahan pada pada pohon yang ada di dalam pemukiman tersebut. Jumlah kelelawar yang masuk ke dalam pemukiman setiap malam saat musim buah dapat mencapai lebih dari 10 ekor. Sebagian besar masyarakat membiarkan saja kelelawar masuk dan mengonsumsi buah-buahan yang dimilikinya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada sebagian (67%) masyarakat yang mengaku sering berkontak dengan kelelawar. Kontak yang umumnya terjadi adalah memegang dan mengkonsumsi. Masyarakat yang sering kontak dengan kelelawar mayoritas tidak pernah menggunakan alat pelindung diri yang dapat mencegah tertular penyakit (rabies) dari kelelawar.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
114
Tabel 5 Tingkat hubungan kelelawar dengan komunitas di wilayah Kabupaten Garut Variabel Jumlah Persentase Memiliki pohon buah di sekitar tempat tinggal Ya 148 98.7 Tidak 2 1.3 Melihat kelelawar menggantung atau makan di pohon buahbuahan tersebut Ya 145 96.7 Tidak 5 3.3 Musim kelelawar masuk ke sekitar tempat tinggal Musim panas 0 0 Musim hujan 0 0 Sepanjang tahun 103 71.0 Tidak tentu, mengikuti musim 42 29.0 buah Jumlah kelelawar yang sering berkeliaran setiap malam Sedikit (< 10 ekor) 11 7.6 Banyak (> 10 ekor) 134 92.7 Perlakuan terhadap kelelawar yang berkeliaran di pemukiman Dibiarkan 136 93.8 Diusir 27 18.6 ditangkap 1 0.7 dibunuh 1 0.7 Kontak antara kelelawar dengan hewan lain Data di atas menunjukkan bahwa kelelawar yang masuk ke dalam pemukiman sangat sedikit yang berkontak dengan hewan lain yang ada. Sebagian masyarakat (32.9%) menyatakan pernah melihat kelelawar berkontak dengan kelelawar besar (kalong) terutama dalam hal berbagi makanan yang sama dan bertengger sementara di pohon yang sama, ada yang pernah melihat kontak dengan anjing, dapat berupa anjing mengkonsumsi kelelawar yang mati atau jatuh. Masyarakat belum pernah melihat adanya kontak antara kelelawar dengan hewan ternak seperti sapi, kambing, domba dan ayam.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
115
Tabel 6 Kontak antara kelelawar dengan manusia Variabel Jumlah Sering berkontak dengan kelelawar Ya 67 Tidak 83 Jenis kontak yang biasa dilakukan mengusir 16 memegang 69 memotong 20 memasak 20 mengonsumsi 25 menjual 5 Penggunaan alat pelindung diri saat kontak Ya 3 Tidak 79
Persentase 44.7 55.3 22.2 95.8 27.8 27.8 34.7 6.9 3.7 96.3
Tabel 7 Kontak kelelawar dengan hewan lain yang ada di pemukiman Variabel Jumlah Persentas e kelelawar kontak dengan kalong (flying foxes) ya 47 32.4 tidak 98 67.6 Tipe kontak antara kelelawar dengan kalong berkelahi 7 14.9 berbagi makanan 38 80.9 berbagi tempat bertengger 38 80.9 Kelelawar kontak dengan anjing Ya 6 4.0 Tidak 144 96.0 Tipe kontak kelelawar dengan anjing Berkelahi 0 0 Diburu 2 33.3 dikonsunsi 4 66.7 Anjing diserang kelelawar Ya 0 0 Tidak 150 100 Melihat atau ada laporan sapi diserang kelelawar Ya 0 0 Tidak 150 100 Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
116
Melihat atau ada laporan hewan lain seperti kambing, domba atau ayam diserang kelelawar Ya 0 tidak 150
0 100
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengamatan tingkah laku kelelawar selama siang hari di roosting site menunjukkan bahwa tidur merupakan aktivitas dominan. Aktivitas antar individu yang dilakukan di roosting site berisiko saling menularkan penyakit antar individu dalam kelompok. Pada malam hari, kelelawar sering memasuki area pemukiman masyarakat terutama pada saat musim buah. Beberapa orang pernah berkontak dengan kelelawar yang memasuki pemukimannya. Sejauh ini, tidak banyak informasi terkait adanya kontak langsung antara kelelawar dengan hewan lain yang ada di pemukiman seperti anjing, sapi dan hewan ternak lainnya. Saran Perlu peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik masyarakat di sekitar tempat istirahat kelelawar terhadap keberadaan kelelawar untuk menurunkan bahaya risiko tertularnya penyakit. DAFTAR PUSTAKA Arguin, PM. Lillibridge KM, Miranda MEG, Smith JS, Calaor AB, Rupprecht CE. 2002. Serologic Evidence of Lyssavirus Infections among Bats, the Philippines. Emer Infect Dis. 8(3):258–262. Kunz TH. 1982. Ecology of bats. New York (US): Plenum Press Lumlertdacha B. Boongird K, Wanghongsa S, Wacharapluesadee S, Chanhome L, Khawplod P, Hemachudha T, Kuzmin I, Rupprecht CE. 2005. Survei for Bat Lyssaviruses, Thailand. Emer Infect Dis. 11(2): 232-234. Marini, RP. Cassiday PK, Venezia J, Shen Z, Buckley EM, Peters Y, Taylor N, Dewhirst FE, Tondella ML, Fox JG. 2014. Bat Lyssaviruses Nothern Vietnam. Emer Infect Dis. 20(1): 161-163.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
117
Murray SW dan Kurta A. 2004. Nocturnal activity of the endangered Indiana bat (Myotis sodalis). J Zool Lond 262: 197-206. Reynes J, Molia S, Hout S, Ngin S, Walston J, Bourhy H. 2004. Serologic Evidence of Lyssavirus Infection in Bats, Cambodia. Emer Infect Dis. 10(12): 2231–2234.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
118