KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
TRANSISI PENYAKAPAN DALAM INDUSTRI PERTANIAN 1. Industrialisasi pertanian yang berkembang bersamaan dengan komersialisasi dapat muncul dalam bentuk pemasukan petani berikut lembaga-lembaga sosial/ pertanian dari desa ke dalam industri. 2. Proses lainnya berupa gerakan lebih otonom, yaitu petani sendiri berinvestasi mendirikan industri lewat permodalan hasil usaha taninya. 3. Di dalam fenomena pemasukan petani berikut lembaganya seperti ini, bagaimana selanjutnya petani-petani kecil berhubungan dengan manajemen atau pengusaha besar pertanian, terutama pada komoditas yang paling dikuasai selama ini, seperti halnya padi? 4. Lembaga lama di desa mungkin bisa muncul mengantarainya, misalnya penyakapan segera muncul. Petani menduduki posisi yang lebih rendah daripada manajemen. Kondisi ini berasal dari ketimpangan ekonomi di antara mereka, maupun struktur politik pertanian di tingkat nasional.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
KONTEKS INDUSTRIAL SANG HYANG SERI • Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tahun 1971. Bisnis inti perusahaan ini ialah memproduksi benih unggul, padi, kedelai, jagung, dan sayuran • Di lingkungan perusahaan, proses kegiatan produksi lapangan ditangani oIeh manajemen tingkat menengah, yaitu kepala bagian (kabag) produksi, disebut "kepala kebun". • Staf manajemen ini membawahi sejumlah kepala subbagian (kasubag) yang lebih dikenal sebagai kepala rayon. • Kasubag menguasai wilayah kerja seluas sekitar 500 Ha. la membawahi dua kepala wilayah (setingkat kepala seksi, lebih dikenal sebagai mandor) yang masing-inasing, memiliki wilayah kerja - seluas sekitar 150 Ha. • Kepala wilayah adalah manajemen lapisan terbawah pada bagian produksi SHS Sukamandi.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
PARTISIPASI PETANI DALAM INDUSTRI PERTANIAN 1. Dalam proses budidaya bakal benih padi, terdapat areal persawahan yang dibudidayakan pihak manajemen sendiri dalam pola swakelola, maupun bekerjasama dengan petani sekitarnya dalam pola KS dan KSP. 2. Dalam pola swakelola, seluruh proses pengelolaan sawah dilakukan sendiri oleh SHS Sukamandi. Manajemen bertindak sebagai majikan penuh, sementara petani dan buruh tani lokal hanya dimungkinkan berposisi sebagai buruh lepas bagi perusahaan. 3. Fenomena ini serupa dengan buruh tani hiasa dal mi pengelolaan usaha tam di "daerah". Bisa dikatakan, pola swakelola mempraktikkan secara murni suatu perusahaan pertanian. Areal swakelola hanya diperuntukkan produksi padi bakal "benih sumber" (benih penjenis, benih dasar, dan benih pokok).
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
4. Dalam pola KS, diadopsi lembaga sewa lahan ke dalam pabrik. Pengelolaan sawah dilakukan sepenuhnya oleh petani lokal yang meneken kontral, persewaan sawah dengan manajemen SHS Sukamandi. 5. Di sini petani lokal dimungkinkan menjadi majikan di atas tanah sewaan, walaupun tidak sepenuhnya otonom karena ada manipulasi dari pihak manajemen. Manipulasi pertama adalah kewajiban petani mengikuti prosedur tahapan dan perlakuan produksi sesuai ketentuan manajemen.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
6. Pola KS setiap musim tanam mencakup areal seluas rata-rata 1.091 Ha dan melibatkan sejumlah 640 petani penggarap. 7. Pola iin merupakan bentuk tertua kerjasama manajemen dan petani sejak pendirian perusahaan. 8. Manajemen hanya berkewajiban mendiseminasikan teknologi produksi gabah "benih sebar". Gabah hasil produksi tersebut dikuasai petani. 9. Sebagai manipulasi manajemen kedua, jika manajemen membutuhkan benih untuk menambah kapasitas produksi perusahaan maka petani wajib menjualnya kepada perusahaan.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
10. Tahun 1998, sebagian areal pola swakelola, khususnya untuk produksi bakal benih sebar, diubah statusnya menjadi pola KSP. 11. Pola ini n mengadopsi lembagga hagi hasil. Dalam KSP terdapat peluang lebih tinggi bagi petani/buruh tani lokal (sebetulnya diutamakan petani peserta kerja sama) untuk berpartisipasi dalam produksi bakal benih dengan status penyakap. 12. Areal kerjasama untuk setiap musim seluas 2.300 Ha (terkonsentrasi di areal mekanisasi). Pemberlakuan pola ini melibatkan sekitar 1.200 petani penyakap. 13. Manajemen memberikan pinjaman modal kerja, sarana produksi, dan diseminasi pengetahuan budidaya benih kepada petani penyakap. Seluruh gabah bakal benih yang dihasilkan dalam pola ini dikuasai manajemen SHS Sukamandi.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
14. Manajemen SHS Sukamandi memunculkan pola ini dengan alasan (informal) untuk memberi peluang kepada petani kecil dan buruhtani lokal untuk menggarap sawah SHS Sukamandi. 15. Sebelumnya peluang sepertl itu hanya dimiliki petani besar yang memiliki banyak modal untuk membayar sewa lahan SHS Sukamandi secara tunai di awal musim tanam. 16. Namun, dalam laporan formal alasan penerapan pola KSP sama sekali tidak menyinggung perihal pembukaan peluang usaha bagi petani kecil dan buruh tani.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
17. Substansi Surat Perjanjian, walaupun merupakan hasil penetapan sepihak oleh SHS Sukamandi, pada prinsipnya mengadopsi norma-norma hubungan produksi yang lazim berlaku di lingkungan komunitas petani lokal, yaitu pola penyakapan sewa untuk pola KS dan bagi hasil (maro) untuk pola KSP. 18. Pihak SHS Sukamandi masuk ke lembaga-lembaga itu sambil membawa modal ekonomi, yaitu alat produksi berupa lahan di samping teknologi, manajemen, dan modal kerja (khususnya pada pola KSP). 19. Modal ekonomi telah menjadi faktor utama yang mempengaruhi struktur hierarkis atau hubunganhubungan searab dalam komunitas petani 20. Dengan segera manajemen menduduki posisi lebih tinggi yang memudahkannya mewujudkan hubungan searah (subordinasi) kepada petani.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
21. Tidak heran jika pola KS kemudian dipersepsi sebagai peluang usaha bagi golongan petani kaya saja. 22. Hanya saja, dalam proses sewa-menyewa ini tidak terdapat ruang tawar-menawar untuk menentukan luasan lahan sewaan berikut harga sewa lahan. 23. Hal ini memang menunjukkan ditinggalkannya ciri "ekonomi bazar" yang relatif "tradisional" menuju efisiensi manajemen keuangan modern. Namun kondisi ini merefleksikan ketiadaan posisi tawar petani di hadapan manajemen.
KELEMBAGAAN AGRARIA Teguh Kismantoroadji Kuliah ke-5
KESIMPULAN 1. Kasus yang dikemukakan, menggambarkan transisi yang dialami lembaga penyakapan di desa ketika ditarik komersialisasi industri. 2. Istilah transisi digunakan karena diandaikan suatu keseimbangan proses sosial baru terjadi ketika petani berposisi relatif setara dengan manajemen dan mampu berpartisipasi dalam keputusan manajerial.