Tradisi Membuat Jajan ”Apam”
JULIANTO/LPWs
Tradisi membuat kue “apam” di wilayah Kesesi. Dalam
catatan
kisah
yang
dituturkan
itu, dalam setiap hari Haul-nya, masyarakat
masyarakat, peran Mbah Gendon memang
setempat membuat jajan apam dengan
sangat besar dalam melawan kolonial Belanda.
jumlah banyak dan ada yang berukuran
Bahkan masyarakat menyebut kalau Mbah
besar.
Gendon memiliki kesaktian karena tidak mempan ditembak oleh senjata api Belanda.
Jajanan apam ini dibagi-bagikan kepada ribuan masyarakat yang hadir dalam acara
Terlepas kisah-kisah tersebut, setidaknya
haul tersebut. ”Untuk jajanan apam inilah,
Mbah Gendon selain dikenal sebagai ulama,
maka warga Kesesi, khususnya di Dusun
ia juga disebut-sebut sebagai putra terbaik di
Kauman dikenal sebagai pembuat kue apam
wilayah Dusun Kauman, Desa Kesesi. Untuk
yang enak,” papar Arifin, menambahkan.
KI AGENG PANGELING DI TALUN Sejarah perkembangan penyebaran agama
Ageng Pangeling (Pangiling) Gondo Kusumo
Islam di wilayah Kabupaten Pekalongan
terdapat di Kecamatan Talun.
memang banyak diwarnai oleh kiprah para
Memang, masyarakat di sekitar Talun
ulama. Boleh dibilang, para penyebar agama
menyebut bahwa pesarean tersebut adalah
Islam itu dilakukan oleh para wali, khususnya
makam seorang Waliullah yang bernama Ki
para Walisongo di Abad XIV hingga Abad
Ageng Pangeling Gondo Kusumo. Berdasarkan
XVIII. Nah, salah satu petisan (pesarean) yang
sejumlah versi sejarah, figur Ki Ageng
diyakini oleh masyarakat sebagai Makam Ki
Pangeling disebut-sebut bernama Tubagus
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
131
bahwa Tubagus Pangeling dikenal sebagai ulama dan pejuang yang sangat getol melawan kaum konolial Belanda. Tubagus Pengeling bersama kakak kandung nya, Pangeran Purbaya memang tak pernah surut terus berjuang menyingkirkan kaum kolonialis itu. Bila antara Ki Ageng Pangeling dan Tubagus Pangeling adalah nama yang sama, maka bisa dibilang makam yang berada di Talun itu hanya merupakan petilasan saja. Dalam catatan sejarah juga diungkapkan bah REPRO INTERNET
Makam atau “pesarean” Ki Ageng Pangeling yang berlokasi di wilayah Talun.
wa pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa dikalah kan oleh tentara kolonial Belanda. Putranya yang bernama Pangeran Purba dan Tubagus Pangeling
Pengeling yang tak lain adalah putra Sultan
lari ke Hutan Kerangggan di sekitar Gunung
Ageng Tirtaya, penguasa Kesultanan Banten.
Gede. Setelah Pangeran Purbaya ditangkap VOC
Makam Ki Ageng Pangeling sendiri berada
(Vereenigde Oostindische Compagnie), maka
di kawasan Leuwinanggung, Tapos, Depok,
perjuangan kakaknya dilanjutkan oleh Tubagus
Banten atau persisnya di pinggir Sungai
Pangeling bersama istri Pangeran Purbaya, yakni
Cikeas. Dalam berbagai kisah dipaparkan
Nyi Ratu Ambo Mayangsari.
KYAI SENGKER DI KARANGGONDANG Penyebaran agama (Islam) di wilayah Kabupaten Pekalongan di Abad XIV hingga pada Abad XVIII, setidaknya meninggalkan banyak situs dan catatan sejarah. Pada abadabad tersebut, siar dan penyebaran agama Islam dilakukan oleh para ulama yang dikenal dengan sebutan Walisongo. Nah, salah satu petilasan atau ”makam” ulama di zamannya yang hingga kini masih ada tersebut, terdapat di Desa Karanggondang, Kecamatan
Karanganyar.
Tempat
situs
bersejarah itu yakni petilasan Kyai Sengker. Konon, berdasarkan kisah penuturan masya rakat, Kyai Sengker merupakan tokoh ulama dari Kota Surabaya. Selain sebagai ulama pendakwah agama, REPRO INTERNET
Lokasi “petilasan” Mbah Sengker di wilayah Desa Karanggondang, Kecamatan Karanganyar.
132
Kyai Sengker merupakan seorang prajurit dari Kerajaan Surabaya. Petilasan yang ada di Desa Karanggondang ini memang berbentuk Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
deretan batu kuno dan beberapa bongkahan
masjid,” terang Jakfar, menambahkan.
batu serta kayu. “Masyarakat di sekitar Desa
Selama menetap di Desa Karanggondang,
Karanggondang menyebut tempat itu sebagai
Kyai Sengker mendirikan padepokan atau
makam Mbah Sengker,” kata Jakfar, 53 tahun,
pesantren. Di padepokan itu, ulama ini
warga Karanggondang.
memunyai 12 santri yang sangat setia
Dalam misi dakwah menyebarkan agama
berguru agama kepadanya. Menurut kisah
Islam, Kyai Sengker dari barat –yakni Surabaya
yang dituturkan masyarakat, ke-12 santri Kyai
menuju Pekalongan, kemudian singgah dan
Sengker itu pernah bertarung sengit dengan
menetap di Desa Karanggondang. “Batu-batu
seekor naga yang bernama “Baruk Kelinting”.
besar dan bongkahan kayu itu memang akan
Dan, legenda inilah yang sampai sekarang
dibuat oleh Kyai Sengker untuk membangun
masih beredar di tengah masyarakat.
MBAH CONDRO, SANG PEJUANG
REPRO INTERNET
Makam Mbah Condro yang berada di Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo. Foto Mbah Condro (bawah). Figur Mbah Imam Condo, bagi masyarakat Kabupaten Pekalongan seolah sudah tidak asing lagi. Sosok yang dikenal sebagai ulama sekaligus pejuang di zaman prakemerdekaan ini, tercatat dalam lembaran sejarah sebagai pejuang yang tak pernah gentar melawan kaum penjajah. Mbah Imam Condro lahir pada 1926 di Desa Rowokembu, Kecamatan Wonopringgo. Ia wafat Tahun 1966 dan dimakamkan di desanya pula. Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
133
Salah satu adik kandung Mbah Imam
pun yang terjadi jangan sampai menyerahkan
Condro, Kolonel Syamsul Hadi mengisahkan,
diri pada kaum penjajah itu,” ujar Syamsul
figur kakaknya itu memang di tengah
sambil menambahkan sang kakak justru
keluarga
semakin gencar melakukan perlawanan pada
maupun
kerabat
dan
teman-
temannya dikenal pemberani. “Sejak kecil
kolonial Belanda.
kakak saya itu sudah terlihat sebagai anak
Masih
menurut
pemberani. Kesukaannya menangkap ikan
melawan
dan ular,” kenang Syamsul yang merupakan
Condro memang memiliki kelebihan. Suatu
anak bungsu dari 14 keluarga itu.
saat, ia memegang mortir yang dilemparkan
tentara
kisah
Syamsul,
Belanda,
Mbah
saat Imam
Sebagai anak sulung, Mbah Imam Condro
tentara Belanda ke arahnya. Nah, setelah
sepertinya sejak kecil juga sudah terlihat
mortir meledak hanya bajunya yang robek,
berbakat
seorang
sementara tubuh Mbah Imam Condro sama
pemimpin. Saat berjuang melawan tentara
sekali tidak terluka. “Kejadian inilah yang
kolonial Belanda, ia menjadi Brigadir dan
membuat
memimpin pasukan dengan sebutan Brigade
menghadapi kakak saya,” terang Syamsul.
untuk
kelak
menjadi
tentara
Belanda
sangat
takut
“Samber Nyowo”. ”Nah, saat kakak saya
Bupati Pekalongan, Drs. H. Amat Antono
melawan tentara Belanda, maka Belanda pun
M.Si., dalam suatu kesempatan ziarah ke ma
selalu mengkan ayah saya lalu dimasukkan
kam Mbah Imam Condro mengatakan bahwa
penjara di Kedungwuni,” kenang Samsyul.
perjuangan tokoh ulama dan sekaligus peju
Tujuan kolonial Belanda, papar Syamsul,
ang untuk membela Tanah Air ini patut ditela
agar Mbah Imam Condro kala itu menyerahkan
dani. “Yang jelas, Mbah Imam Condro adalah
diri. “Namun kakak saya sama sekali tidak mau
pahlawan yang menjadi kebanggaan bagi ma
menyerah, karena ayahanda berpesan apa
syarakat Kabupaten Pekalongan,” kata bupati.
PURA ITU BERNAMA KALINGGA Di hamparan lahan hijau dengan panorama yang sangat indah –di kawasan objek wisa ta alam Linggoasri, Dusun Linggoasri, Desa Linggoasri, Kecamatan Kajen berdiri dengan megah sebuah tempat peribadatan umat Hindu, yakni Pura Kalingga Satya Dharma. Berdasarkan catatan sejarah, keberadaan pura ini ada sejak zaman Hindu di masa Abad XIV. Gambaran
secara
khusus,
bangunan
pura terdiri dari bahan batu bata dan kayu yang khas sebagai tempat ibadat masyarakat Hindu. Luas lahan yang diperguanakan untuk REPRO INTERNET
Pura Kalingga berada di kawasan wisata Linggoasri.
134
membangun pura ini mencapai 5.600 meter persegi dengan luas bangunan 168 meter persegi.
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
REPRO INTERNET
Saat acara “galungan” di Pura Kalingga, Linggoasri. Sebagai bangunan kuno, setidaknya ba ngunan ini menyimbolkan bahwa wilayah Kabupaten Pekalongan sejak zaman pra-Islam
tinggi terhadap kelangsungan kerukunan antarumat beragama. Sejalan dengan itu, Pura Kalingga Satya
sudah ada aktivitas yang dilakukan oleh
Dharma
ini
selalu
dipergunakan
untuk
masyarakat Hindu. Selebihnya, bangunan
acara-acara keagamaan umat Hindu, seperti
pura ini juga menandakan kalau masyarakat
upacara Perayaan Galungan, Kuningan, dan
Kota Santri memunyai nilai tolerasi yang
sebagainya.
LINGGA YONI DAN ARCA MEGALIT
REPRO INTERNET
Batu kuno berupa berupa lingga yoni.
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan
135
Situs-situs di zaman batu atau pada Abad
itu juga terdapat di Dusun Gondang, Desa
VI memang banyak ditemukan di wilayah
Tlogohendro, Kecamatan Petungkriyono.
Kabupaten Pekalongan. Misalnya, di Dusun
Selain di kawasan Kecamatan Petung
Tlogopakis, Desa Tlogopakis, Kecamatan
kriyono, di Kecamatan Lebakbarang juga
Petungkriyono ditemukan batu kuno berben
ditemukan situs lingga yoni. Batu lingga
tuk Lingga Yoni. Keberadaan lingga yoni yang
yoni tersebut persisnya ditemukan di Dusun
diperkirakan ada pada era Hindu-Budha
Parakandowo, Desa Sidomulyo. Kemudian
REPRO INTERNET
Situs-situs batu kuno berupa arca megalit yang banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Pekalongan.
situs lingga yoni itu terdapat pula di Dusun Pejomblangan, Desa Pejomblangan, Kecamatan Kedungwuni. Terkait dengan situs-situs kuno tersebut, kebanyakan batu lingga yoni berwarna hitam lazimnya sebuah batu besar. Panjang batu rata-rata mencapai 100 centimeter lebih, lebar 16 centimeter, dan tinggi rata-rata mencapai 31 centimer. Untuk batu lingga yoni yang ada di Dusun Tlogopakis memang berada di kompleks Situs Nogo Petolo. Bentuk lingga yoni ini memiliki hiasan bergambar kepala naga yang melingkar di badan yoni. Batu-batu megalitikum itu, banyak juga ditemukan di sekitar lokasi lingga yoni. REPRO INTERNET
Salah satu arca batu megalit.
136
Potret Sisikmelik Kabupaten Pekalongan