PERILAKU ORANG TUA DI DALAM MENGONTROL POLA JAJAN SNACK ANAK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak)
Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
OLEH : ALDILA PRIMA PRISTIANA D 0306017
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui dan Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dosen Pembimbing
Dra. Muflich Nurhadi, SU NIP. 19510116 198103 1 002
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji
:
1. Drs. Bambang Wiratsasongko, M.Si NIP. 19510727 198203 1 002
(……………………..)
2. Eva Agustinawati, S.Sos, M.Si NIP. 19700813 199512 2 001
(……………………..)
3. Drs. Muflich Nurhadi, SU NIP. 19510116 198103 1 002
(……………………..)
Disahkan Oleh: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP. 19530128 198103 1 001 MOTTO
Ø
Sesungguhnya Allah SWT tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu merubah nasibnya sendiri (QS Ar-Ra’du: 11)
Ø “Shil man qatha aka …wa ahsin ila man asa’a ilaika. wakulil haqq walau `ala nafsika!!” Sambungkan silaturrahmi yang terputus, dan bersikaplah ihsan (baik) kepada orang yang membenci kamu, dan katakanlah kebenaran (secara jujur) walaupun kepada dirimu sendiri ( Hadits shahih riwayat Ali dari Ibnu Najar, kitab Jami’ush Shaghier jilid II hal. 44 )
Ø
Untuk menjadi seorang wanita yang cantik, berpikirlah positif. Wanita yang berhasil, namanya akan disebut-sebut, dipuji oleh suami, dicintai tetangga dan dihormati oleh kawan-kawannya (DR. Aidh al-Qarni)
Ø
Jika engkau kesulitan dalam pekerjaanmu, jangan putus asa, jangan gelisah, dan jangan ragu. Percayalah jalan keluar akan segera datang (DR. Aidh alQarni).
Ø
Disetiap tempat pasti kamu akan menjumpai kegelapan dalam hidupmu, namun tidak ada langkah yang tepat kecuali kamu menyalakan pelita di dalam dirimu…tetaplah optimis dan bersemangat (Penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan diri, kupersembahkan skripsi ini kepada: 1. Kedua orangtuaku tercinta Ibu Sumarmi dan Bapak Hartanto 2. Adikku tersayang Allan Bagus P, dan Aldrianno Meigantara P yang telah memberiku do’a dan semangat 3. Rofa’i yang telah memberiku do’a, semangat, dan kasih sayang yang tulus 4. Keluarga besarku yang telah memberi do’a dan semangat 5. Sahabat dan teman-temanku 6. Almamaterku
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perilaku Orang Tua di dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak). Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Drs. Muflich Nurhadi, SU selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dra. Hj. Trisni Utami, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Much. Rosyid Ridlo, S.Ag selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan bagi penulis selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Seluruh dosen pengajar yang telah begitu banyak membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. 5. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Ibu Dra. Hj. Puji Astuti selaku Kepala Sekolah SDN 3 Barenglor dan seluruh Guru SDN 3 Barenglor yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kedua orangtuaku tercinta Ibu Sumarmi dan Bapak Hartanto, yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, dan segalanya yang sangat berarti. 8. Adikku tersayang Allan Bagus P, dan Aldrianno Meigantara P dan Muhamad Rofa’i yang telah memberiku do’a dan semangat 9. Keluarga besarku yang telah memberi do’a dan semangat 10. Sahabat-sahabatku Sakinah: Mbak Swety, Mbak Nanda, Fani, Ani, Chuz, dan teman-teman yang lain, sahabat-sahabatku Desta, Putri, Afiyanta, Lida, Mbak Gatik, dan rekan-rekan mahasiswa Sosiologi 2006 yang telah banyak membantu. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 11. Seluruh responden beserta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya semoga Allah SWT membalas budi baik dan amal mereka yang tiada tara dan anugerah yang berlipat ganda atas jasa yang tiada ternilai harganya.
Penulis mengakui bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penulis DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
……………………………………………
1
B. Rumusan Masalah
……………………………………………
6
C. Tujuan Penelitian
……………………………………………
7
D. Manfaat Penelitian
……………………………………………
7
E. Landasan Teori 1. Teori yang digunakan
…………………………………....
8
a. Teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan …………………………………………………… 8 b. Teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap …………………………………………………… 16 c. Teori
yang
menghubungkan
variabel
sikap
dan
perilaku
…………………………………………………… 19 2. Penelitian terdahulu F. Kerangka Berfikir G. Hipotesa
……………………………………
24
……………………………………………
25
…………………………………………………… 27
H. Definisi Konseptual ……………………………………………
28
I. Definisi Operasional ……………………………………………
28
J. Metode Penelitian
……………………………………………
31
……………………………………………
31
2. Lokasi Penelitian ……………………………………………
32
3. Teknik Pengambilan Sampel
……………………………
32
4. Teknik Pengumpulan Data
……………………………
34
……………………………………………
34
1. Jenis Penelitian
5. Sumber Data
6. Teknik Analisis Data
……………………………………
35
BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Data Siswa SDN 3 Bareng Lor
……………………………
37
B. Penjual Jajanan dan Makanan Snack ……………………………
45
C. Profil Responden (ibu)
……………………………………
48
……………………………………………………
54
D. Profil Ayah
BAB III. TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, DAN SIKAP A. Tingkat Pendidikan
……………………………………………
56
B. Pengetahuan …………………………………………………… 60 C. Sikap …………………………………………………………… 83 BAB IV. PERILAKU Perilaku
…………………………………………………………… 91
BAB V. ANALISA DATA
A. Perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak ……………………………………………. 101 B. Perbedaan pengetahuan dan sikap ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak
……………………………………………………. 104
C. Perbedaan sikap dan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak
……………………………………………………………. 107
D. Perbedaan tingkat pendidikan dan perilaku ibu di dalam Mengontrol pola jajan snack anak
……………………………………………. 110
BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan
……………………………………………………. 118
B. Saran ……………………………………………………………. 126 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah siswa tahun ajaran 2009/2010
……………………
37
Tabel 2. Jumlah siswa menurut agama
……………………………
38
Tabel 3. Tingkat pendidikan ibu siswa
……………………………
39
Tabel 4. Tingkat pendidikan ayah siswa
……………………………
40
……………………………………
41
Tabel 6. Jenis pekerjaan ayah siswa ……………………………………
43
Tabel 7. Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan
……………
44
Tabel 8. Kelompok umur responden ……………………………………
49
Tabel 9. Agama yang dianut responden
……………………………
50
Tabel 10. Tingkat pendidikan responden
……………………………
51
Tabel 11. Jenis pekerjaan responden ……………………………………
52
Tabel 12. Tingkat penghasilan responden per bulan ……………………
53
Tabel 13. Tingkat pendidikan ayah
……………………………………
54
Tabel 14. Jenis pekerjaan ayah
……………………………………
55
Tabel 5. Jenis pekerjaan ibu siswa
Tabel 15. Tingkat pendidikan ibu siswa
……………………………
59
Tabel 16. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan ……………………
62
Tabel 17. Pengetahuan responden tentang snack yang di beli anaknya….
63
Tabel 18. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan sakarin ……………
65
Tabel 19. Pengetahuan responden tentang informasi sakarin ……………
67
Tabel 20. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan aspartame
……. 68
Tabel 21. Pengetahuan responden tentang informasi aspartame
.……. 69
Tabel 22. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan MsG
……………. 71
Tabel 23. Pengetahuan responden tentang informasi MsG ……………. 73 Tabel 24. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan formalin ……………. 74 Tabel 25. Pengetahuan responden tentang informasi Formalin
……. 76
Tabel 26. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan protein ……………. 77 Tabel 27. Pengetahuan responden tentang informasi protein ……………. 78 Tabel 28. Hasil kuesioner pertanyaan pengetahuan karbohidrat
……. 80
Tabel 29. Pengetahuan responden tentang informasi karbohidrat
……. 81
Tabel 30. Pengetahuan ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di skor ……………………………………………………………. 83 Tabel 31. Hasil kuesioner pertanyaan sikap ……………………………. 86 Tabel 32. Sikap ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di skor ……………………………………………………………………. 90 Tabel 33. Hasil kuesioner pertanyaan perilaku
……………………. 94
Tabel 34. Perilaku ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kab. Klaten yang sudah di skor ……………………………………………………………………. 98 Tabel 35. Perbedaan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan
……. 102
Tabel 36. Perbedaan antara pengetahuan dan sikap ……………………. 105 Tabel 37. Perbedaan antara sikap dan perilaku
……………………. 108
Tabel 38. Perbedaan antara tingkat pendidikan dan perilaku ……………. 111 DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Tiga jalur pendidikan
……………………………………. 12
Bagan 2. Interaksi sikap dan perilaku ……………………………………. 22 Bagan 3. Hubungan stimulasi dan sikap
……………………………. 23
ABSTRAK ALDILA PRIMA PRISTIANA, 2010, D0306017, PERILAKU ORANG TUA DI DALAM MENGONTROL POLA JAJAN SNACK ANAK (Studi Deskriptif Kuantitatif tentang Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Orang Tua di Dalam Mengontrol Pola Jajan ”Snack” Anak), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Di dalam penelitian ini menggunakan 3 teori yaitu teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan, teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap, dan teori yang menghubungkan variabel sikap dan perilaku. Secara garis besar Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 3 Bareng Lor Kabupaten Klaten. Pemilihan SDN 3 Bareng Lor sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa mayoritas siswa SDN 3 Bareng Lor mengkonsumsi berbagai jenis jajan snack dan ibu siswa memiliki tingkat pendidikan formal yang bervariasi sehingga dapat dianalisis apakah perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Untuk teknik pengambilan sampel adalah stratified sampling dan simple random sampling serta sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 74 responden yang mewakili jumlah populasi ibu siswa SDN 3 Bareng Lor Kabupaten Klaten. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data chi square. Dari hasil olah data dengan menggunakan chi square tersebut di deskripsikan, dan dibuat kesimpulan untuk menghasilkan data jadi. Secara ringkas dari hasil penelitian ini dapat penulis sampaikan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas. Ibu dengan tingkat pendidikan formal tinggi berperilaku protect terhadap jajan snack yang dikonsumsi anaknya.
ABSTRACT ALDILA PRIMA PRISTIANA, 2010, D0306017, PARENTS BEHAVIOR IN CONTROLLING CHILDREN’S SNACK CONSUMPTION (Descriptive quantitative study about the different of formal educational background, knowledge, attitude and the Parent’s behavior in controlling children’s Snack Consumptions), Faculty of Social and Political Science Universitas Sebelas Maret Surakarta. The aim of this research is to know if the differences formal educational backgrounds cause the differences of parents’ behavior in controlling children’s snack consumptions. This research uses three theories; theory which connects variable of education and knowledge, theory which connects knowledge and attitude, and also theory that connect attitude and behavior. Sciartino (1999) said that good educational background is the basic thing in developing knowledge as tool for facilitating someone to motivate others and also decide the way people thinking in accepting people’s knowledge, attitude and behavior. This research is held in SD N 3 Bareng Lor District of Klaten. While reason why the school is chosen is because the majority of students in SD N 3 Bareng Lor consume various snacks and their mothers are from various formal education backgrounds. It can be analyzed “is the differences in formal education background cause the differences in controlling children’s’ snack consumptions?” The Method used in this research is descriptive quantitative. Technique used for sampling is stratified sampling and simple random sampling. Sample used in this research is 74 respondents. They represent population of students’ mother in SD N 3 Bareng Lor, district of Klaten. Technique used for collecting data is questionnaire and documentations. Technique used for analyzing data is chi-square data analysis. Data from chi-square data analysis is being described and resumed for eventually making the final data. In brief, the differences in formal educational backgrounds affect the level of knowledge then affect the attitude then eventually affect mothers’ behavior. Hence, the differences mothers’ formal education background affects mothers’ behavior in controlling children’s snack consumption through that process. Mothers who have high level of formal educational background more protective toward her childrens snack consumption.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di era globalisasi pada saat sekarang ini, perusahaan multidimensional (MNC) atau perusahaan trans-nasional (TNC) muncul dan berkembang dengan sangat pesat di negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia. MNC sendiri dapat diartikan sebagai perusahaan yang kegiatan bisnisnya bersifat internasional dan lokasi produknya terletak di beberapa Negara (Nopirin, 2003: 113). Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada tahun 2005 keberadaan perusahaan trans-nasional di Indonesia masih berkisar 20% dari jumlah perusahaan nasional, namun jumlah itu kemungkinan akan terus meningkat (Anonim, 2005: www.kapanlagi.com). World Investment Report 2002 menyatakan bahwa keberadaan Perusahaan Transnasional (TNC) tidak dapat dipungkiri lagi karena di beberapa negara perusahaan seperti ini memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan produktivitas ekonomi negara tersebut. Dalam skala global, besarnya peranan TNC dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang diserap, jumlah penjualan di dunia serta aliran FDI yang meningkat dari tahun ke tahun (Sofa, 2008: www.wordpress.com). Perusahaan MNC atau TNC sendiri merupakan hasil pengembangan dari cara produksi kapitalis. Di Indonesia terdapat beberapa perusahaan multinasional yang memproduksi snack atau makanan ringan dan minuman ringan (softdrink)
antara lain adalah Unilever, Nestle, Indofood, Wings Food, Garuda Food, CEO PepsiCo Americas Foods, PT Kraft Food Indonesia, Nissin Food Product Co, PT Khong Guan Biscuit Factory Indonesia Ltd (Monde), PT Heinz ABC Indonesia, Kino Group, Coca Cola Company, Grup Orang Tua (GOT), PT Lotte Indonesia, Nutrifood Indonesia Group, dan lain-lain. Produk snack dari perusahaan multinasional tersebut beraneka macam dan merk. Misalnya snack taro merupakan produk dari unilever, snack chiki merupakan produk dari Indofood, snack biskuat, kit kat, Chips Ahoy, Twisties, Milk Boiskui, Tiki, Tuc, oreo dan ritz merupakan produk dari PT Kraft Food Indonesia, snack kacang garuda, snack kacang atom garuda, snack wafer gery, snack sereal merupakan produk dari Garuda Food, wafer tango merupakan produk dari Grup Orang Tua (GOT), nissin creakers, snack serena, wafer nissin merupakan produk dari PT Khong Guan Biscuit Factory Indonesia Ltd (Monde) dan masih banyak lagi jenis snack dan merek-merek snack lainnya. Pemasaran adalah kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis (baik profit maupun nonprofit) guna memenuhi kebutuhan pasar dengan barang atau jasa, menetapkan harga, mendistibusikan, serta mempromosikannya melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan. Pemasaran merupakan suatu hal yang penting dalam suatu perusahaan baik nasional maupun multinasional. Dengan sistem pemasaran yang baik maka perusahaan akan mampu menggenggam dunia. Perusahaan multinasional harus teliti dan berhati-hati dalam mengamati pasar dan target yang akan menjadi konsumen serta cara yang digunakan dalam melakukan pemasaran produk.
Produk-produk snack ditargetkan untuk semua orang baik itu laki-laki atau perempuan, namun sasaran utamanya adalah anak-anak karena snack merupakan makanan jajanan yang banyak digemari oleh anak-anak. Setiap perusahaan mempunyai strategi pemasaran yang berbeda-beda. Namun kebanyakan perusahaan yang memproduksi makanan ringan atau snack menggunakan media massa baik cetak maupun elektronik seperti televisi yang berupa iklan menarik. Makna dari iklan yang ditawarkan oleh perusahaan harus dapat dipahami oleh berbagai kalangan, terutama anak-anak yang merupakan sasarannya karena iklan adalah salah satu cara promosi yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar dapat memperoleh keuntungan yang optimal. Selain melalui iklan ditelevisi, proses pemasaran yang dilakukan perusahaan yang memproduksi snack juga dapat menggunakan berbagai cara lain, diantaranya dengan berbagai program pemasaran yang dapat menarik perhatian pelanggan. Misalnya memberikan kupon berhadiah (baik berupa uang atau mainan) didalam kemasan snack agar lebih membuat menarik perhatian anak-anak untuk membeli. Anak-anak dan makanan jajanan atau snack merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Anak-anak memiliki kegemaran untuk mengkonsumsi jenis snack dan makanan jajanan secara berlebihan, khususnya anak-anak usia sekolah dasar (6-12 tahun). Dalam keseharian banyak dijumpai anak-anak yang selalu dikelilingi penjual snack atau makanan jajanan, baik yang ada di rumah, di lingkungan tempat tinggal hingga di sekolah. Makanan jajanan tersedia dan disajikan dalam kemasan plastik maupun makanan cepat saji atau fast food.
Konsumsi makanan jajanan pada anak bersifat instan dan kurang mempertimbangkan aspek kualitas dan gizi karena anak tidak berpikir secara kritis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh salah satu karyawan LSM Kakak di Surakarta, jenis makanan yang disukai oleh anak usia sekolah dasar adalah makanan yang berwarna mencolok, rasanya gurih, dikemas menarik, belum pernah dicoba oleh anak dan memberikan hadiah di dalamnya. Untuk minuman yang disukai adalah yang warnanya mencolok, rasanya manis, menyegarkan dan juga memberikan hadiah (Sugiyantoro, 2008: www.kakak.org). Namun makanan jajanan termasuk snack dan minuman yang dijual dipasaran belum tentu mempunyai kualitas yang baik. Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2007, dari 4.500 sekolah di Indonesia ditemukan bahwa 45 persen jajanan yang dijual di sekitar sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan kimia. Bahaya utama berasal dari cemaran fisik mikrobiologi dan kimia seperti pewarna tekstil. Jenis jajanan berbahaya ini meliputi makanan utama, makanan ringan, dan minuman (anonim, 2009: www.muslimdaily.net). Beberapa hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa makanan jajanan yang beredar di pasaran banyak mengandung bahan makanan tambahan yang membahayakan kesehatan seperti boraks, penyedap rasa, penyedap aroma dan MsG (Monosodium Glutamat). Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti antara lain kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Belakangan juga terungkap bahwa reaksi samping makanan tertentu ternyata
dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, hiperaktif dan memperberat gejala pada penderita autisme. Pengaruh jangka pendek penggunaan BTP ini menimbulkan gelaja-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan Luang air besar. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga diadopsi oleh Badan POM dan Departemen
Kesehatan
RI
melalui
Peraturan
Menkes
no.
722/Menkes/Per/IX/1998 (Judarwanto: http://kesulitanmakan.bravehost.com). Snack atau makanan jajanan banyak dijual di pasar, toko, swalayan, mall termasuk sekolah seperti SD N 3 Barenglor Klaten. Kebiasaan jajan pada anak sekolah terutama anak sekolah dasar merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah. Selain merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi bagi anak yang tidak sarapan pagi). Kebiasaan jajan juga menjadi suatu kebutuhan bagi mereka. Namun mayoritas anak mengkonsumsi snack secara sembarangan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa masih banyak terdapat jajan snack yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan terlihat bahwa anak-anak sering membeli dan mengkonsumsi snack tersebut. Kebiasaan mengkonsumsi snack secara sembarangan seperti ini dapat menimbulkan penyakit dan menjadikan sistem kekebalan tubuh (imun) menjadi rendah. Selain itu banyak snack atau
makanan jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan anak (Ali Khomsan, 2003: 16). Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata banyak makanan jajanan ataupun snack anak yang tidak aman untuk dikonsumsi karena dapat membahayakan kesehatan, membuat tingkat kecerdasan anak menurun bahkan efek jangka panjang dapat menyebabkan kematian. Mengingat hal tersebut perlu adanya arahan dan kontrol bagi anak-anak dalam mengkonsumsi jajan snack. Arahan dan kontrol tersebut bisa didapatkan dari orang dewasa disekitar mereka, misalnya guru maupun orang tua. Orang tua merupakan orang dewasa yang paling dekat dengan anak sehingga orang tua diharapkan menjadi sosok yang paling mampu dan memiliki andil yang besar dalam mengontrol anaknya. Sejalan dengan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut, dengan judul “Perilaku Orang Tua di dalam Mengontrol Pola Jajan Snack Anak”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dapat disimpulkan permasalahan yaitu : “Apakah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak?”
C. Tujuan Penelitian Pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji
kebenaran
suatu
pengetahuan.
Menemukan
berarti
berupaya
mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekurangan, sedangkan mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam apa yang sudah ada. Tujuan dari penelitian ini dapat merumuskan sebagai berikut: “ Untuk mengetahui apakah Perbedaan Tingkat Pendidikan Formal menyebabkan terjadinya perbedaan Perilaku Orang Tua di dalam mengontrol pola jajan snack Anak” .
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan
sumbangan
teoritis
berupa
tambahan
khasanah
keilmuwan dalam bidang sosial. b. Dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara lebih mendalam. c. Dapat digunakan sebagai literatur untuk melakukan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan saran dan pertimbangan bagi pihak-pihak yang mengadakan penelitian berkaitan dengan perbedaan
tingkat
pendidikan
formal
menyebabkan
terjadinya
perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak.
b. Menjadi syarat dan tanda bagi penulis untuk menyelesaikan studi di jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Landasan Teori 1. Teori yang digunakan a. Teori yang menghubungkan variabel pendidikan dan pengetahuan Pengetahuan didefinisikan bermacam-macam, antara lain (i) keahlian dan ketrampilan-ketrampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan, pemahaman praktis atau teoritis tentang suatu hal, (ii) apa yang dikenal di dalam bidang tertentu atau secara keseluruhan, baik fakta-fakta dan/atau informasinya, dan (iii) kesadaran atau keakraban yang diperoleh oleh pengalaman dari suatu fakta atau situasi (Anwariansyah, 2008: www.wikimu.com). Kamus bahasa Indonesia, 1991: 991 pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut Soerjono Soekanto, pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, tahayul dan penerangan-penerangan yang keliru (Soerjono Soekanto, 1982: 2). Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan yang dipahami dan pengenalan terhadap sesuatu hal atau benda-benda
secara obyektif. Pengetahuan juga berasal dari pengalaman tertentu yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil belajar secara formal, informal dan non formal (Mangindaan, 1996) dalam Toruntju (2005). Menurut Sarwono (1997) dalam Toruntju (2005) pengetahuan lebih bersifat pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 1) Pengetahuan empiris, yaitu pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi. Pengetahuan ini juga disebut pengetahuan opostereori. 2) Pengetahuan rasional, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi. Rasionalisme lebih menekankan pada pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada pengalaman. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.
Kamus Bahasa Indonesia, 1991: 232, Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut bahasa Yunani, pendidikan berasal dari kata "paedagogiek" yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " paedagogiek" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak" (Arif Rohman, 2009: 5). Crow and Crow, pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Carter V. Good menuturkan bahwa pendidikan adalah keseluruhan dan bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai di dalam masyarakat dimana ia hidup (Arif Rohman, 2009: 6). Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
George F. Kneller melihat pendidikan dalam tiga cakupan yaitu luas, teknis, dan hasil. Arti luas dari pendidikan adalah menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh
yang
berhubungan
dengan
pertumbuhan
atau
perkembangan pikiran (mind), watak (character), dan kemampuan fisik (physical ability) individu. Arti teknis pendidikan adalah proses dimana
masyarakat,
melalui
lembaga-lembaga
pendidikan
(sekolah, perguruan tinggi atau lembaga-lembaga lain), dengan sengaja
mentransformasikan
warisan
budayanya
yaitu
pengetahuan, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan dari generasi ke generasi. Sedang arti hasil pendidikan adalah apa yang boleh kita peroleh melalui belajar (pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilanketrampilan), (Dirto Hadisusanto, dkk, 1995). Tingkat menurut kamus bahasa Indonesia 1991: 1060 adalah susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek, jenjang, strata atau tata urut. Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2003: 50) menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana seseorang mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Hal ini juga senada dengan pendapat Philip H. Coombs (1973) yang
menyebut ada tiga jalur pendidikan yaitu formal, nonformal dan informal. Bagan 1. Tiga Jalur Pendidikan Jalur Pendidikan
Formal
Nonformal
Informal
(Arif Rohman, 2009: 221222) Tingkat pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian adalah jenjang pendidikan yang diperoleh melalui lembaga pendidikan formal. Jenjang pendidikan melalui lembaga pendidikan formal terdiri atas: a) Pendidikan dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang mendasari
jenjang
pendidikan
berikutnya.
Sebagaimana
disebutkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 17 ayat (1) dan (2) bahwa “Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah
pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat”. b) Pendidikan menengah Pendidikan menengah adalah pendidikan formal yang merupakan kelanjutan dari pendidikan sebelumnya yaitu pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum
dan
pendidikan
menengah
kejuruan.
Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan menengah kejuruan berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. c) Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan formal setelah
pendidikan
menengah
dan
merupakan
jenjang
pendidikan tertinggi di Indonesia. Pendidikan tinggi mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor
yang
diselenggarakan
oleh
pendidikan
tinggi.
Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute, atau universitas (Pasal 20 UU Nomor 20 Tahun 2003), (Arif Rohman, 2009: 223-225). 2) Media
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah. 3) Keterpaparan informasi Pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”. Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan,
menyimpan,
memanipulasi,
mengumumkan, menganalisa, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007: id.wikipedia.org). Pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai informasi dan berbagai sumber. Pengetahuan diperoleh dari pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik, maupun
informasi yang tidak tersusun secara baik. Pendidikan yang direncanakan diperoleh melalui pelatihan-pelatihan dan pendidikan formal, sedangkan informasi yang tidak tersusun secara baik melalui membaca surat kabar, membaca majalah, pembicaraan setiap hari dengan teman dan keluarga, mendengarkan radio, melihat televisi dan berdasarkan pengalaman diri (Mantra, 1993). Di dalam penelitian ini peneliti berasumsi semakin tinggi tingkat
atau
berkecenderungan
jenjang
pendidikan
mempunyai
seseorang
pengetahuan
(ibu)
maka
yang luas,
karena
pengetahuan salah satunya diperoleh dari pendidikan. Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan tentang snack baik kandungan, manfaat maupun bahayanya. Tingkat pendidikan orang tua (ibu) memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perannya dalam membimbing dan mengarahkan anak untuk mengkonsumsi snack yang tidak berbahaya bagi kesehatan. b. Teori yang menghubungkan variabel pengetahuan dan sikap Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 1997). Sikap seseorang
terhadap
suatu
objek
adalah
perasaan
mendukung
(favorable) maupun perasaan yang tidak mendukung (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 1997). Menurut Second dan Backman (Azwar, 1997) sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal kognitif
(pengetahuan) dan konatif (perilaku) seseorang terhadap sesuatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap menurut Retty dan Caciopo adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (Azwar, 1997). Berbicara mengenai sikap tidak terlepas dari sosialisasi keluarga dan pendidikan sekolah atau pendidikan di luar sekolah serta pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999: 47). Sikap mempunyai 4 fungsi, antara lain sebagai berikut : 1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Disini sikap adalah sarana mencapai tujuan. Fungsi ini disebut fungsi manfaat (utility), yaitu sejauh mana manfaat objek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Fungsi ini juga disebut fungsi penyesuaian karena dengan sikap yang diambil seseorang, orang akan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap sekitarnya. 2) Fungsi pertahanan ego Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya dan pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya dan egonya.
3) Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat menunjukkan keadaan dirinya. 4) Fungsi pengetahuan Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan
pengalaman-pengalamannya
untuk
memperoleh
pengetahuan. Elemen-elemen dari pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa hingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan. Ciri-ciri sikap antara lain : 1) Sikap (attitude) bukan dibawa orang sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. 2) Sikap (attitude) itu dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang atau sebaliknya, attitude itu dapat dipelajari karena sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaankeadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya sikap pada orang itu.
3) Objek sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek. 4) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. 5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang (Gerungan, 1996: 151-152). Sikap dapat merupakan suatu sikap pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu objek tidak sama dengan sikap terhadap objek itu. Pengetahuan saja belum menjadi penggerak, seperti halnya pada sikap. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152). Di dalam kaitannya dengan penelitian ini pengetahuan orang tua mengenai jajan snack menjadi dasar dan keyakinan orang tua dalam menentukan sikapnya terhadap jajan snack yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh anak. Orang tua yang memiliki pengetahuan luas mengenai jajan snack cenderung akan bersikap kritis untuk memilih dan memilah jajan snack untuk anaknya.
c. Teori yang menghubungkan variabel sikap dan perilaku
Istilah sikap atau attitude pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer (1862), yang menggunakan kata ini untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Setiap orang didalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga menyadari yang dilakukan dan menyadari pula situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah laku yang sudah terjadi, tetapi juga tingkah laku yang mungkin akan terjadi. Kesadaran individu menentukan perbuatan nyata dan yang mungkin akan terjadi itulah yang dinamakan sikap (Abu Ahmadi, 2002). Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Sementara sikap pada umumnya mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. 1) Kognitif (perseptual) Yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. 2) Afektif (emosional) Yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang
negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap yaitu positif atau negatif. 3) Konatif (perilaku atau action) Yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap (Bimo Walgito, 2003: 111). Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002) Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap seseorang akan dapat menduga bagaimana respons atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya. Jadi dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang.
Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus, sikap kadang-kadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan balai pustaka 1991: 755 perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan lingkungan. Sedangkan menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan suatu reaksi yang dapat dicermati secara umum atau objektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (1989: 53). Perilaku diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan (WJS. Poerwadarminta, 1997: 671), sedangkan menurut Solito Sarwono, perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan, dengan kata lain perilaku merupakan respon individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun berasal dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Solito Sarwono, 1993: 1). Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1) Perilaku yang alami, yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa reflek-reflek dan insting.
2) Perilaku operan, yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia perilaku operan yang paling dominan (Solito Sarwono, 1993: 2). Myers (1983) berpendapat bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang akan kena banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian pula sikap yang diekspresikan (expressed attitude) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan expressed attitude adalah merupakan perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang nampak, dan sikap yang nampak itu adalah perilaku. Karena itu bila orang menetralisir pengaruh terhadap perilaku, maka dengan jelas bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 2. Interaksi sikap dan perilaku Other influence Expressed attitudes attitudes
behavior Other influence (Myers, 1983: 38 dikutip dari Bimo Walgito, 2003: 108109)
Timbulnya sikap didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberikan kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan (Azwar, 1997). Bagan dibawah ini lebih dapat menjelaskan uraian tersebut: Bagan 3. Hubungan stimulasi dan sikap
Stimulus rangsang
Reaksi
Proses Stimulus
Tingkah laku (terbuka)
Sikap (tertutup)
(Notoatmojo, 1997) Dalam kaitannya dengan penelitian ini berdasarkan gambar diatas, stimulus rangsangan yaitu pendidikan yang diwujudkan dalam tingkat pendidikan ibu. Pendidikan akan mempengaruhi proses stimulus yang berupa pengetahuan mengenai snack baik kandungan, manfaat, dan bahayanya. Keduanya akan mempengaruhi perilaku ibu dalam
mengontrol
pola
jajan
snack
anaknya.
Pengetahuan
mempengaruhi reaksi ibu untuk menentukan sikap apakah ibu tersebut bersikap peduli atau acuh tak acuh terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Kemudian sikap tersebut akan mempengaruhi tingkah laku ibu dalam melakukan perannya sebagai orang tua, yaitu mengontrol jajan snack anaknya.
Perilaku orang tua dipengaruhi oleh sikap yang akan diambil orang tua berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari pendidikan. Perilaku tersebut memberikan pengarahan terhadap agar mengkonsumsi jajan snack yang sehat dan tidak membahayakan kesehatan. 2. Penelitian Terdahulu Dalam Jurnal Internasional yang berjudul children’s eating attitudes and behavior: a study of the modeling and control theories of parental influence oleh Rachael Brown dan Jane Ogden, hasil penelitian menunjukkan korelasi yang signifikan antara orang tua dan anak dalam hal asupan makanan ringan (snack food), motivasi makan, dan ketidakpuasan tubuh. Anak-anak yang orang tuanya menunjukkan ada upaya yang lebih besar untuk mengontrol diet anak mereka dilaporkan lebih tinggi antara kedua makanan ringan (snack food) baik makanan ringan sehat dan makanan ringan yang tidak sehat. Selain itu, anak-anak yang orang tuanya menunjukkan
lebih
besar
dalam
penggunaan
makanan
untuk
mengendalikan perilaku anak mereka dilaporkan mempunyai tingkatan yang lebih tinggi dalam ketidakpuasan tubuh. Jurnal internasional yang kedua yang berjudul parental style and consumer socialization of children oleh Les Carlson dan Sanford Grossbart hasil thesis menunjukkan bahwa ibu dengan gaya orang tua alternatif berbeda dalam berkomunikasi dengan anak-anak tentang konsumsi,
jumlah
pelanggan
tujuan
sosialisasi,
dan
monitoring
(pengawasan) membatasi konsumsi dan pemberitaan di media, dan di lihat pada iklan. Bertentangan dengan harapan, ibu-ibu dengan gaya diferensial tidak berbeda dalam pemberian otonomi konsumsi untuk anak-anak. Jurnal internasional yang ketiga dengan judul TV Messages for Snack and Breakfast Foods: Do They Influence Children’s Preferences oleh Marvin E Goldberg, Gerald J. Gorn dan Wendy Gibson menunjukkan bahwa ketika menawarkan pilihan manis atau lebih sehat pada makanan ringan (snack) dan sarapan, siswa kelas pilihan pertama merefleksikan pengalaman TV eksposur mereka. Mereka yang melihat iklan untuk makanan manis sangat memilih untuk (baik yang diiklankan dan tidak diiklankan)
makanan
yang
lebih
manis.
Mereka
yang
melihat
pengumuman layanan publik pro gizi lebih memilih buah-buahan, sayuran, dan lain-lain. 24 menit program animasi makanan sampah (junk food) yang paling lebih efektif dalam mengurangi jumlah makanan manis yang dipilih.
F. Kerangka Berfikir Di era globalisasi seperti pada saat sekarang ini perkembangan produk makanan termasuk snack anak semakin banyak dan beraneka ragam. Perusahaan-perusahaan
semakin
inovatif
dalam
memproduksi
dan
menciptakan produk snacknya. Dalam memasarkan produknya menggunakan berbagai cara untuk menarik minat konsumen termasuk menggunakan media
televisi atau media yang lain. Media ini digunakan sebagai ajang promosi sekaligus mengenalkan produk-produknya kepada masyarakat luas. Produk makanan yaitu jajan snack anak secara umum mempunyai target atau sasaran pembelinya adalah anak-anak. Namun semakin maraknya produk snack yang ditawarkan tidak diiringi dengan penjaminanan kualitas produk. Bahkan kebanyakan snack memiliki kandungan zat kimia yang notabene malah membahayakan kesehatan. Dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa ada jajan snack anak yang mengandung MsG, sakarin, dan lain-lain. Zat-zat tersebut jelas membahayakan bagi tumbuh kembang serta kesehatan anak bahkan apabila anak sering mengkonsumsi jajan snack tersebut, dalam jangka panjang dapat menyebabkan kematian. Mayoritas anak-anak dalam mengkonsumsi jajan snack tidak memperhatikan kandungan yang terdapat dalam produk itu namun hal yang diutamakan adalah rasa dari produk tersebut. Oleh sebab itu perilaku orang tua disini sangat penting untuk mengarahkan serta memberikan informasi kepada anak tentang apa saja snack yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi serta memberikan perlindungan kepada anak. Asumsi peneliti disini adalah apabila orang tua memiliki tingkat pendidikan formal tinggi, maka orang tua akan mempunyai pengetahuan luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak sehingga orang tua cenderung untuk bersikap peduli kepada anaknya kemudian berperilaku melindungi atau protect terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Oleh sebab itu, orang tua dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi
diasumsikan mempunyai perilaku yang lebih banyak di dalam mengontrol jajan snack anak. Asumsi yang kedua adalah sebaliknya dari asumsi yang pertama, yaitu apabila tingkat pendidikan formal orang tua rendah maka pengetahuan yang dimiliki orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya snack juga sempit. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua cenderung acuh tak acuh terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya sehingga orang tua akan berperilaku membiarkan apa saja yang dikonsumsi oleh anaknya. Maka orang tua dengan tingkat pendidikan formal rendah diasumsikan kurang mempunyai perilaku di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Asumsi ketiga adalah apabila tingkat pendidikan formal orang tua sedang maka pengetahuan orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya juga cenderung sedang. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua cenderung peduli dan juga kadang bersikap acuh tak acuh sehingga orang tua akan berperilaku longgar terhadap apa saja yang dikonsumsi anaknya. Maka orang tua dengan tingkat pendidikan formal sedang diasumsikan mempunyai perilaku lebih longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya.
G. Hipotesa Perbedaan tingkat pendidikan formal orang tua akan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak. H. Definisi Konseptual
1. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan yang diperoleh melalui lembaga pendidikan formal. 2. Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang diperoleh seseorang melalui pendidikan dan pengalaman. 3. Sikap adalah keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya. 4. Perilaku
adalah
adalah
respon
seseorang
dari
stimulus
yang
menghasilkan suatu tindakan nyata.
I. Definisi Operasional 1. Tingkat Pendidikan Formal Orang Tua Tingkat pendidikan formal orang tua diukur dari ijazah yang diperoleh. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah: a. Pendidikan rendah Yang masuk dalam kategori pendidikan rendah yaitu seseorang (ibu) yang tidak lulus SMA atau bentuk lain yang sederajat ke bawah.
b. Pendidikan sedang
Yang masuk dalam kategori pendidikan sedang yaitu seseorang (ibu) yang lulus SMA atau bentuk lain yang sederajat sampai tidak lulus tingkat diploma I (DI). c. Pendidikan tinggi Yang masuk dalam kategori pendidikan tinggi yaitu seseorang (ibu) yang lulus diploma I (DI) keatas. 2. Pengetahuan orang tua Dilihat dari sedikit banyaknya informasi yang dimiliki orang tua berkaitan dengan snack. Informasi itu antara lain : a. Informasi kandungan bahan kimia berbahaya : 1) Pengetahuan tentang kandungan 2) Asal informasi 3) Pengetahuan tentang bahaya dari kandungan snack 4) Pengetahuan tentang produk jajan snack yang dijual disekolah 5) Pengetahuan tentang produk snack yang mengandung bahan kimia berbahaya yang dijual disekolah b. Informasi kandungan bahan yang bermanfaat 1) Pengetahuan tentang kandungan 2) Asal informasi 3) Pengetahuan tentang manfaat dari kandungan snack 4) Pengetahuan tentang produk jajan snack yang dijual disekolah 5) Pengetahuan tentang produk snack yang bermanfaat yang dijual disekolah
3. Sikap Dilihat dari keyakinan ibu akan bahaya dari kandungan yang terdapat di dalam snack: a. Percaya bahwa di dalam snack terdapat kandungan yang berbahaya b. Percaya terdapat efek dari kandungan yang berbahaya dari snack. c. Percaya bahwa orang tua (ibu) mempunyai andil dalam mengontrol jajan snack anaknya terutama snack yang mengandung zat-zat berbahaya. 4. Perilaku Dilihat dari kecenderungan orang tua untuk melakukan tindakan mengontrol jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini: a. Protect 1) Transfer informasi kepada anak 2) Melarang 3) Menasehati 4) Merekomendasikan 5) Memberikan contoh konkret dan melakukan kontrol b. Longgar 1) Transfer informasi kepada anak 2) Melarang 3) Menasehati 4) Merekomendasikan
5) Memberikan contoh konkret tetapi tidak melakukan kontrol c. Membiarkan 1) Tidak melakukan transfer informasi kepada anak 2) Tidak melarang 3) Tidak menasehati 4) Tidak merekomendasikan 5) Tidak memberikan contoh konkret dan tidak melakukan kontrol (tidak melakukan tindakan preventif apapun)
J. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian berdasarkan tujuan penelitian termasuk penelitian Deskriptif
Kuantitatif
yaitu
penelitian
yang
berfungsi
untuk
mendeskripsikan variabel. Variabel yang digunakan disini adalah variabel tingkat pendidikan formal, variabel pengetahuan, variabel sikap dan variabel perilaku. Studi ini merupakan langkah awal untuk penelitian yang mendalam. Oleh karena itu penelitian ini lebih banyak terbuka terhadap seluruh data. Berdasarkan mengkuantitatifkan
deskripsi untuk
data
yang
memberikan
ada,
penulis
pemahaman
yang
mencoba konkret
mengenai perbedaan tingkat pendidikan formal, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua dalam mengontrol pola jajan snack anak di SD N 3 Barenglor Kabupaten Klaten.
2. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di SD N 3 Barenglor Kabupaten Klaten. Hal ini dilandasi pertimbangan peneliti dapat menggali informasi secara mendalam di lokasi tersebut. 3. Teknik Pengambilan Sampel a.
Populasi Populasi untuk analisis individu adalah seluruh orang tua murid (ibu) yang berjumlah 284.
b. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel adalah menggunakan stratified, simple random sampling. Stratified sampling yaitu pengambilan sampel yang memperhatikan stratum-stratum dalam populasi (Slamet, 2006: 48). Stratum disini adalah tingkat pendidikan formal ibu selaku orang tua dari murid SD N 3 Barenglor kabupaten Klaten. Tingkat pendidikan formal dibagi menjadi 3 strata yaitu tingkat pendidikan rendah, tingkat pendidikan sedang, dan tingkat pendidikan tinggi. Simple random sampling yaitu suatu sampling dimana setiap anggota (orang) dalam populasi total mendapatkan kesempatan yang sama untuk
diambil
sampel (Edy Suhardono,
2001:
30). Metode
pengambilan simple random sampling yaitu dengan pengundi unsurunsur
penelitian
atau
satuan
elementer
(Singarimbun&Sofian Effendi, 1989: 156).
dalam
populasi
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 74 responden. Jumlah ini diambil berdasarkan rumus:
Keterangan: n= jumlah sampel N= jumlah populasi d= nilai proposisi (biasanya ditentukan sebesar 90% atau 0,1) (Jalaluddin Rakhmat, 1984) Untuk lebih rincinya sampel yang diambil, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Besar sampel yang diambil dalam setiap tingkatan pendidikan formal No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Perhitungan
Pembulatan
Formal
Populasi
Sampel
Sampel
1.
Rendah
62
16
2.
Sedang
160
42
3.
Tinggi
62
16
Sehingga jumlah total respondennya berjumlah 74 4. Teknik Pengumpulan Data Beberapa
cara
yang
ditempuh
sebagai
mengumpulkan data-data penelitian, meliputi:
teknik
di
dalam
a. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dipergunakan untuk mengukur suatu gejala atau konsep tertentu yang langsung diisi oleh responden (Slamet, 2006: 94). Kuesioner merupakan teknik yang digunakan kepada orang tua yaitu ibu siswa SDN 3 Barenglor, terutama untuk mengetahui perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku orang tua dalam mengontrol pola jajan snack anak. b. Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dari organisasi atau instansi yang terkait (Susanto, 2006: 136). Juga bisa berbentuk sebuah foto atau sebuah rekaman video. Data-data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan data sekunder. 5. Sumber Data Berbagai sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini, yaitu : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya, melalui kuesioner yang diberikan. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu yang merupakan orang tua murid di SD N 3 Barenglor di Kabupaten Klaten yang dapat mewakili jumlah populasi dan sampel. b. Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dengan cara mengutip dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Misalnya dokumen dari pihak SD N 3 Barenglor, foto-foto dan buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 6. Teknik Analisis Data Analisis data menggunakan chi square. Uji chi square adalah suatu teknik statistik yang dimaksudkan untuk menguji perbedaan baik satu kelompok atau antara dua kelompok atau lebih. Uji chi square pada dasarnya untuk melihat apakah frekuensi-frekuensi yang diamati benarbenar berbeda dengan frekuensi-frekuensi yang diharapkan. Metode untuk menghitung
untuk menguji perbedaan dua kelompok atau lebih kita
harus menghitung banyaknya frekuensi yang termasuk di dalam suatu kategori tertentu yang sekaligus juga termasuk ke dalam kategori tertentu yang lain. Adapun cara untuk menghitung nilai
menggunakan rumus
sebagai berikut:
Keterangan : Aij= Jumlah kasus yang diamati yang terkategori pada baris yang ke i di dalam suatu kolom ke j Hij= Jumlah kasus yang diharapkan di bawah hipotesis Nul yang terkategorikan pada baris yang ke i di dalam suatu kolom yang ke j
Nilai
yang dihasilkan dengan rumus di atas tersebar pada chi
square dengan: df= (b-1) (k-1) dimana b= banyaknya baris k= banyaknya kolom (Slamet, 1990: 51-52). Uji
signifikansi
koefisien
kontingensi
C.
Koefisien
kontengensi
sebagaimana yang diperoleh dari suatu tabel kontingensi akan mempunyai nilai yang sama terlepas dari bagaimana kategori-kategori itu disusun didalam baris-baris dan kolom-kolom.
Keterangan: C= koefisien kontingensi C = chisquare jumlah sampel (Slamet, 1990: 65-67) Dari hasil uji chi square tersebut diolah, di deskripsikan, dan dibuat kesimpulan untuk menghasilkan data jadi.
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Data Siswa SDN 3 Barenglor 1. Jumlah siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 Jumlah siswa di SDN 3 Barenglor menurut jenis kelamin dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah siswa tahun ajaran 2009/2010 No
Jenis
Kelas
Jumlah
Kelamin
I
II
III
IV
V
VI
1.
Laki-laki
21
24
23
20
29
20
137
2.
Perempuan
21
25
23
25
25
28
147
42
49
46
45
54
48
284
Jumlah
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa siswa SDN Barenglor tahun ajaran 2009/2010 terdiri dari siswa laki-laki berjumlah 137 orang, sedangkan siswa perempuan berjumlah 147 orang. Keseluruhan jumlah siswa baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan pada tahun ajaran 2009/2010 adalah 284 orang. Dari hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan diketahui bahwa kebanyakan siswa laki-laki lebih sering mengkonsumsi dan menjajakan uang sakunya untuk membeli snack minuman seperti teh gelas, fanta, coca cola, sprite, es marimas dan
sejenisnya,
es
teh,
dan
lain-lain.
Sedangkan
siswa
perempuan
berkencenderungan mengkonsumsi jajan snack ciki dan snack kue ataupun wafer. 2. Agama siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 Jumlah siswa menurut agama (kepercayaan) dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Jumlah siswa menurut agama Siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Agama
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
41
47
46
43
54
47
278
1.
Islam
2.
Kristen
-
1
-
1
-
-
2
3.
Katholik
1
1
-
1
-
1
4
4.
Hindu
-
-
-
-
-
-
0
5.
Budha
-
-
-
-
-
-
0
Jumlah
42
49
46
45
54
48
284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah siswa SDN Barenglor tahun ajaran 2009/2010 yang memeluk agama islam berjumlah 278 anak, kristen berjumlah 2 anak, dan katholik berjumlah 4 anak. Sedangkan pemeluk agama hindu dan budha tidak dijumpai di SDN 3 Barenglor. Keseluruhan jumlah siswa di SDN 3 Barenglor adalah 284 anak. Agama merupakan salah satu hal yang paling pokok atau paling prinsipil dalam kehidupan masyarakat, karena agama dapat dijadikan
pedoman moral dan tingkah laku individu dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat. Di dalam mengkonsumsi makanan setiap agama mengatur makanan apa yang diperbolehkan (halal) dan makanan apa yang tidak diperbolehkan (haram) untuk dikonsumsi. 3. Tingkat pendidikan formal ibu siswa Jumlah orang tua murid (ibu) menurut tingkat pendidikan formal dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3. Tingkat pendidikan formal ibu siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Tingkat pendidikan
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
formal 1.
SD-SMP
11
6
6
16
9
14
62
2.
SMA
24
32
30
18
36
20
160
3.
D1-S2
7
11
10
11
9
14
62
42
49
46
45
54
48
284
Jumlah
Sumber: buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal ibu selaku orang tua siswa yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan SMA yaitu sejumlah 160 orang. Sedangkan pendidikan SD-SMP berjumlah 62 orang dan jumlah ini sama dengan ibu siswa yang berpendidikan D1-S2. Tingkat pendidikan formal seseorang dalam hal ini adalah ibu, diasumsikan dapat menentukan seberapa luas pengetahuan terhadap jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Pengetahuan tersebut seperti
kandungan dari snack itu sendiri, bahaya atau efek serta manfaat mengkonsumsi snack. Sehingga tingkat pendidikan formal baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menentukan perilaku orang tua dalam mengontrol pola jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. 4. Tingkat pendidikan formal ayah siswa Jumlah orang tua murid (ayah) menurut tingkat pendidikan formal dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4. Tingkat pendidikan formal ayah siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Tingkat pendidikan
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
formal 1.
SD-SMP
10
8
9
11
7
6
51
2.
SMA
22
23
23
25
24
27
144
3.
D1-S2
10
18
14
9
23
15
89
42
49
46
45
54
58
284
Jumlah
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal ayah selaku orang tua siswa yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan SMA yaitu sejumlah 144 orang. Sedangkan pendidikan SD-SMP berjumlah 51 orang dan jumlah ayah yang berpendidikan D1-S2 sejumlah 89 orang. Tingkat pendidikan formal ayah akan mempengaruhi seberapa besar pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan tersebut digunakan oleh ayah untuk melakukan diskusi dengan istrinya (ibu anak) sehingga terjadi
kesepakatan tentang bagaimana cara mengontrol dan mendidik anak dalam hal ini adalah jajan snack anak. 5. Jenis pekerjaan ibu siswa Jumlah orang tua murid (ibu) dilihat dari jenis pekerjaan dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5. Jenis pekerjaan ibu siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Jenis pekerjaan
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
1.
Ibu RT
21
27
25
24
38
22
157
2.
Swasta
3
2
5
5
1
4
20
3.
PNS
3
6
4
6
6
6
31
4.
Wiraswasta
7
6
9
2
2
4
30
5.
Kary. Swasta
4
5
2
1
-
1
13
6.
Buruh
4
2
1
7
6
9
29
7.
Kary. BUMD
-
-
-
-
1
1
2
8.
Guru WB –
-
1
-
-
-
1
2
42
49
46
45
54
48
284
swasta Jumlah
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis pekerjaan ibu selaku orang tua siswa, antara lain ibu rumah tangga, swasta, PNS (Pegawai Negeri Sipil), wiraswasta, karyawan swasta, buruh, karyawan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), dan guru WB (Wiyata Bakti) - guru swasta. Pekerjaan ibu rumah tangga merupakan pekerjaan mayoritas ibu siswa SDN 3 Barenglor yaitu sebesar 157 orang dan mempunyai
prosentase 55%, sedangkan swasta berjumlah 20 orang, PNS berjumlah 31 orang, wiraswasta berjumlah 30 orang, karyawan swasta berjumlah 13 orang, buruh berjumlah 29 orang, karyawan BUMD berjumlah 2 orang, guru WB dan guru swasta berjumlah 2 orang. Prosentase jumlah keseluruhan ibu yang bekerja adalah 45%. Seorang ibu pada dasarnya mempunyai tugas untuk mengurus rumah, anak, dan suaminya. Seiring berkembangnya zaman dan munculnya kesetaraan gender kaum perempuan ingin mengembangkan dirinya untuk berkarier selain juga untuk membantu ekonomi keluarga. Sehingga kaum perempuan yang bekerja mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi produksi, reproduksi dan sosial kemasyarakatan. Tiga fungsi yang dijalankan oleh kaum perempuan yang bekerja di luar rumah ini tidak mudah karena waktu untuk mengurus anak sedikit tersita sehingga tidak bisa memberikan perhatian dan kontrol kepada anak secara penuh, khususnya terhadap kontrol jajan snack anak. Berbeda dengan kaum perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, waktu untuk mengurus rumah, keluarga dan anak lebih banyak dan akan sangat berperan terhadap kontrol jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya karena ibu dapat memberikan pengawasan penuh terhadap anaknya. 6.
Jenis pekerjaan ayah siswa Jumlah orang tua murid (ayah) dilihat dari jenis pekerjaan dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 6. Jenis pekerjaan ayah siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Jenis pekerjaan
Kelas
Jumlah
I
II
III
IV
V
VI
1.
Petani
1
1
-
-
-
-
2
2.
Swasta
7
21
15
15
13
14
85
3.
PNS
6
10
8
6
9
9
48
4.
Wiraswasta
14
4
13
5
12
11
59
5.
Buruh
9
5
7
14
13
11
59
6.
Kary. Swasta
5
7
1
5
6
2
26
7.
Kary. BUMD
-
1
2
-
1
1
5
42
49
46
45
54
48
284
– BUMN Jumlah
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis pekerjaan ayah antara lain yaitu petani, swasta, PNS (Pegawai Negeri Sipil), wiraswasta, buruh, karyawan swasta, karyawan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan karyawan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pekerjaan ayah siswa SDN 3 Barenglor yang tertinggi adalah swasta yaitu berjumlah 85 orang, sedangkan yang yang bekerja sebagai petani berjumlah 2 orang, PNS berjumlah 48 orang, wiraswasta berjumlah 59 orang, buruh berjumlah 59 orang, karyawan swasta berjumlah 26 orang, dan karyawan BUMD - BUMN berjumlah 5 orang. Ayah pada dasarnya berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga atau rumah tangga. Disini kaum laki-laki (ayah) biasanya mempunyai dua fungsi yaitu fungsi produksi (bekerja) dan
fungsi sosial kemasyarakatan (berinteraksi di dalam masyarakat). Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa seluruh ayah siswa SDN 3 Barenglor bekerja, sehingga dapat diasumsikan waktunya digunakan untuk bekeja mencari nafkah dan sedikit saja untuk melakukan kontrol kepada anak khususnya jajan snack karena kebanyakan sudah dipercayakan kepada istrinya selaku ibu dari anak. 7. Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan Jumlah penghasilan orang tua siswa per bulan dapat digolongkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 7. Jumlah penghasilan orang tua per bulan siswa SDN 3 Barenglor tahun ajaran 2009/2010 No
Penghasilan
1.
< Rp 500.000
2.
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000 >Rp 2.500.000
3. 4. 5. 6.
Jumlah
Kelas
Jumlah
I 1
II 3
III 6
IV 6
V 6
VI 3
25
21
27
24
27
22
19
140
9
4
2
2
5
2
24
5
7
2
4
9
7
34
3
3
3
3
3
1
16
3
5
9
3
9
16
45
42
49
46
45
54
48
284
Sumber : buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa penghasilan orang tua siswa SDN Barenglor per bulan dengan jumlah penghasilan kurang dari Rp 500.000 berjumlah 25 orang, jumlah penghasilan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000
berjumlah 140 orang, jumlah penghasilan antara Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 berjumlah 24 orang, jumlah penghasilan antara Rp 1.500.001 – 2.000.000 berjumlah 34 orang, jumlah penghasilan Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000 berjumlah 16 orang dan jumlah penghasilan lebih dari Rp 3.000.000 berjumlah 45 orang. Tingkat penghasilan orang tua dapat menentukan pola jajan snack anaknya khususnya pada saat sekolah. Hal ini ditunjukkan oleh uang saku yang diberikan untuk anaknya. Uang saku yang diberikan orang tua digunakan anak untuk membeli sesuatu yang diinginkan oleh anaknya baik makanan maupun mainan. Dalam konteks ini uang saku dibelikan makanan yaitu snack baik snack ciki, snack roti, snack minuman atau snack yang lain.
B. Penjual Jajanan dan Makanan Snack Di sekitar sekolah terdapat beberapa pedagang yang menjual jajanan dan makanan snack, lokasi berjualannya ada yang didalam sekolah dan ada yang di luar sekolah. Pedagang yang terdapat di dalam sekolah dikelola oleh tukang kebun sekolah, tempat ini dinamakan kantin sedangkan yang berada diluar sekolah merupakan pedagang keliling yang menggunakan gerobak, sepeda, dan sepeda motor. ·
Kantin Kantin merupakan tempat bagi siswa untuk membeli makanan jajanan dan aneka snack baik snack makanan dan snack minuman. Kantin sendiri merupakan salah satu fasilitas dari sekolah. Di sekitar sekolah yang
peneliti teliti terdapat 2 (dua) kantin yaitu kantin SDN 3 Barenglor dan kantin SDN 2 Barenglor. Letak kedua kantin cukup berdekatan antara satu dengan yang lain, jaraknya hanya sekitar 500 m sehingga siswa SDN 3 Barenglor dapat membeli snack di kantin yang diinginkan. a. Kantin SDN 3 Barenglor Kantin ini menjual berbagai macam jajan snack yang antara lain: ciki, wafer, coklat, snack minuman, mie goreng (indomie goreng) yang dimasak oleh ibu kantinnya sendiri dengan tambahan saos dan kecap yang tidak memiliki merk ternama dan diragukan kualitasnya. Snack yang dijual dikantin ini rata-rata merupakan snack yang banyak ditemui di pasar maupun supermarket. Snack makanan yang dijual seperti wafer tango, chocolatos, oops wafer keju, waferlatos crunchox, coklat tim tam, gerry pasta, permen dengan berbagai merk, ping-ping, pilus garuda dan ciki yang lain-lain. Komposisi dari jajanan snack ini kebanyakan terdapat kandungan yang berbahaya seperti MsG (Monosodium Glutamat), pengawet makanan, dan lain-lain. Sedangkan snack minuman yang dijajakan seperti marimas, teh sisri, pop ice, dan lain-lain juga terdapat kandungan yang berbahaya seperti aspartame, sakarin, pewarna, pengawet, dan lain-lain. b. Kantin SDN 2 Barenglor Tidak berbeda dengan kantin SDN 3 Barenglor, kantin di SDN 2 Barenglor ini juga menjual beraneka snack baik snack makanan maupun snack minuman. Snack makanan yang dijual di kantin ini
diantaranya adalah taro, chitatos, pilus garuda, roma wafer keju, keju pasta dan ciki-ciki yang lain. Komposisi dari jajanan snack ini kebanyakan juga mengandung zat yang berbahaya seperti MsG (Monosodium Glutamat). Snack minuman yang dijual antara lain teh botol, teh gelas, coca cola, sprite, fanta, ale-ale, dan lain-lain. Kandungan yang terdapat dalam snack minuman diatas juga terdapat zat berbahaya seperti aspartame, pengawet, pewarna, dan lain-lain. ·
Pedagang keliling Pedagang keliling adalah orang yang berjualan keliling dan tidak mempunyai tempat mangkal tertentu. Di luar sekolah tepatnya di depan SDN 3 Barenglor terdapat beberapa pedagang jajanan atau snack keliling, diantaranya adalah: a. Pedagang bakso ojek b. Pedagang sosis, nugget, tempura c. Pedagang mie goreng d. Pedagang makanan krispi e. Pedagang batagor dan siomay f. Pedagang cha-kue g. Pedagang es teh h. Pedagang es kelapa muda i. Pedagang es krim j. Pedagang es puter
C. Profil Responden (ibu) Dalam penelitian ini penulis menggunakan 74 responden yang menjadi sampel penelitian yaitu ibu siswa SDN 3 Barenglor. Dari data yang telah didapatkan, penulis akan mendeskripsikan mengenai profil respondenresponden tersebut sebagai berikut : 1. Berdasarkan kelompok umur Yang dimaksud umur dalam penelitian ini adalah usia responden sampai dengan penelitian ini dilakukan. Dari hasil pengumpulan data, maka dapat dibuat interval kelas (i) dengan rumus:
Keterangan: i = interval kelas R = nilai tertinggi – nilai terendah K = jumlah kelas (Slamet, 1990 : 19-20) Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai umur responden adalah sebagai berikut: a. Umur tertinggi
: 48 tahun
b. Umur terendah
: 28 tahun
c. Range
: 48 - 28 = 20
d. Interval kelas
:
Berdasarkan
data
tersebut
maka
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori:
umur
responden
dapat
a. Nilai 3 berarti responden berumur antara 42-48 tahun b. Nilai 2 berarti responden berumur antara 35-41 tahun c. Nilai 1 berarti responden berumur antara 28-34 tahun Adapun kategori umur dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor, dapat dilihat secara rinci seperti tabel dibawah ini: Tabel 8. Kelompok Umur Responden (n=74) No
Umur
Frekuensi
Prosentase
1.
28-34 tahun
26
35,1%
2.
35-41 tahun
27
36,5%
3.
42-48 tahun
21
28,4%
Jumlah
74
100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 74 responden (100%) yang merupakan ibu dari siswa SDN 3 Barenglor, Kabupaten Klaten ternyata 26 responden (35,1%) berumur antara 28-34 tahun, sebanyak 27 responden (36,5%) berumur antara 35-41 tahun, dan sebanyak 21 responden (28,4%) berumur antara 42-48 tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa paling banyak responden dalam penelitian ini berumur antara 35-41 tahun. 2. Berdasarkan agama yang dianut Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan agama yang dianut, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 9. Agama yang Dianut Responden (n=74) No
Agama
Frekuensi
Prosentase
1.
Islam
72
97,3%
2.
Katholik
2
2,7%
3.
Kristen
-
-
4.
Hindu
-
-
5.
Budha
-
-
74
100%
Jumlah
Sumber: hasil kuesioner dari responden Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 2 agama yang dianut oleh responden yaitu islam dan katholik. Di dalam penelitian ini jumlah responden yang beragama islam sebanyak 72 orang (97,3%) dan yang beragama katholik sebanyak 2 orang (2,7%). Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa mayoritas agama yang dianut oleh ibu yang merupakan orang tua siswa SDN 3 Barenglor adalah agama islam. 3. Berdasarkan tingkat pendidikan formal Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan formal, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 10. Tingkat pendidikan formal Responden (n=74) No
Tingkat
Frekuensi
Prosentase
pendidikan formal 1.
SD-SMP
16
21,6%
2.
SMA
42
56,8%
3.
D1-S2
16
21,6%
74
100%
Jumlah
Sumber: hasil kuesioner dari responden Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden yaitu ibu selaku orang tua siswa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) antara lain SD-SMP, SMA, dan D1-S2. Tingkat pendidikan formal yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan SMA yaitu sejumlah 42 orang (56,8%). Sedangkan pendidikan SD-SMP berjumlah 16 orang (21,6%) dan jumlah ini sama dengan ibu siswa yang berpendidikan D1-S2. 4. Berdasarkan jenis pekerjaan Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 11. Jenis Pekerjaan Responden (n=74) No
Jenis Pekerjaan
Frekuensi
Prosentase
1.
Ibu RT
38
51,3%
2.
Swasta
7
9,4%
3.
PNS
8
10,8%
4.
Wiraswasta
5
6,8%
5.
Kary. Swasta
3
4,1%
6.
Buruh
13
17,6%
74
100%
Jumlah
Sumber: hasil kuesioner dari responden Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 6 jenis pekerjaan responden (ibu siswa SDN 3 Barenglor), diantaranya meliputi ibu rumah tangga, swasta, PNS, wiraswasta, karyawan swasta dan buruh. Mayoritas atau sebagian besar pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yang berjumlah 38 orang (51,3%), sedangkan pekerjaan ibu yang paling kecil adalah karyawati swasta berjumlah 3 orang (4,1%). 5. Berdasarkan tingkat penghasilan per bulan Adapun dari 74 responden yaitu ibu selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat penghasilan per bulan, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:
Tabel 12. Tingkat Penghasilan Responden per bulan (n=74) No 1.
Penghasilan < Rp 500.000
2.
Rp 500.000 – Rp 1.000.000 Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000 Rp 2.000.001 – Rp 2.500.000 >Rp 2.500.000
3. 4. 5. 6.
Jumlah
Frekuensi 8
Prosentase 10,8%
35
47,3%
7
9,5%
6
8,1%
4
5,4%
14
18,9%
74
100%
Sumber: buku induk siswa SDN 3 Barenglor Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat penghasilan responden selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor perbulan paling banyak adalah penghasilan antara Rp 500.000-Rp 1.000.000 berjumlah 35 orang (47,3%), sedangkan tingkat penghasilan responden yang paling sedikit adalah penghasilan antara Rp 2.000.001 –Rp 2.500.000 berjumlah 4 orang (5,4%). Tingkat penghasilan responden dari buku induk siswa SDN 3 Barenglor menunjukkan bahwa penghasilan yang paling sedikit adalah Rp 350.000 dan penghasilan responden yang paling besar adalah Rp 6.000.000.
D. Profil ayah 1. Berdasarkan tingkat pendidikan formal Adapun dari 74 suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan formal, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini: Tabel 13. Tingkat pendidikan formal Ayah (n=74) No
Tingkat
Frekuensi
Prosentase
pendidikan formal 1.
SD-SMP
13
17,6%
2.
SMA
38
51,3%
3.
D1-S2
23
31,1%
Jumlah
74
100%
Sumber: hasil kuesioner dari responden Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) antara lain SD-SMP, SMA, dan D1-S2. Tingkat pendidikan formal yang jumlahnya paling banyak adalah lulusan SMA yaitu sejumlah 38 orang (51,3%). Sedangkan tingkat pendidikan formal yang jumlahnya paling sedikit adalah pendidikan SD-SMP sejumlah 13 orang (17,6%). Jumlah ayah yang berpendidikan D1-S2 adalah sebanyak 23 orang (31,1%).
2. Berdasarkan jenis pekerjaan Adapun dari 74 suami responden yaitu ayah selaku orang tua siswa SDN 3 Barenglor yang dikelompokkan berdasarkan jenis pekerjaan, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini: Tabel 14. Jenis Pekerjaan Ayah (n=74) No
Jenis Pekerjaan
Frekuensi
Prosentase
1.
Petani
1
1,4%
2.
Swasta
20
27%
3.
PNS
10
13,5%
4.
Wiraswasta
13
17,6%
5.
Buruh
23
31,1%
6.
Kary. Swasta
4
5,4%
7.
Kary.
3
4%
74
100%
BUMD-
BUMN Jumlah
Sumber: hasil kuesioner dari responden Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis pekerjaan suami responden (ayah siswa SDN 3 Barenglor), diantaranya meliputi petani, swasta, PNS, wiraswasta, buruh, karyawan swasta dan karyawan BUMN-BUMD. Mayoritas atau sebagian besar pekerjaan suami responden adalah buruh yang berjumlah 23 orang (31,1%), sedangkan pekerjaan suami responden yang menduduki jumlah paling kecil adalah petani berjumlah 1 orang (1,4%).
BAB IV PERILAKU
A. Perilaku Menurut kamus besar bahasa Indonesia terbitan balai pustaka 1991: 755 perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan lingkungan. Sedangkan menurut Kartini Kartono bahwa perilaku merupakan suatu reaksi yang dapat dicermati secara umum atau objektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari perbuatan tersebut (1989: 53). Perilaku
diartikan
sebagai
tingkah
laku,
perbuatan
(WJS.
Poerwadarminta, 1997: 671), sedangkan menurut Solito Sarwono, perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan, dengan kata lain perilaku merupakan respon individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun berasal dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan, berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Solito Sarwono, 1993: 1). Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Perilaku yang alami, yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa reflek-reflek dan insting. 2. Perilaku operan, yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia perilaku operan yang paling dominan (Solito Sarwono, 1993: 2).
Myers (1983) berpendapat bahwa perilaku itu merupakan sesuatu yang akan kena banyak pengaruh dari lingkungan. Demikian pula sikap yang diekspresikan (expressed attitude) juga merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sedangkan expressed attitude adalah merupakan perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, maka yang diukur adalah sikap yang nampak, dan sikap yang nampak itu adalah perilaku. Karena itu bila orang menetralisir pengaruh terhadap perilaku, maka dengan jelas bahwa sikap mempunyai kaitan dengan perilaku. Perilaku dan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002) Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dengan mengetahui sikap seseorang akan dapat menduga bagaimana respons atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya. Jadi dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus,
sikap kadang-kadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya. Perilaku adalah respon seseorang dari stimulus yang menghasilkan suatu tindakan nyata. Untuk mengukur perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab Klaten selaku responden dalam penelitian ini dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: 1.
Transfer informasi kepada anak
2.
Melarang
3.
Menasehati
4.
Merekomendasikan
5. Memberikan contoh konkrit Adapun hasil jawaban responden dari pertanyaan dalam kuesioner adalah sebagai berikut:
Tabel 33 (n= 74) No
Pertanyaan
Y
R
T
1.
Pernahkah ibu mengajak bicara pada anak tentang
64
8
2
jajan snack yang dikonsumsi anak di sekolah? 2.
(86,5%) (10,8%)
Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak
49
23
tentang kandungan bermanfaat yang ada di dalam (66,2%) (31,1%)
(2,7%) 2 (2,7%)
snack yang sering dikonsumsi oleh anak? 3.
Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak
62
12
tentang kandungan berbahaya yang ada di dalam (83,8%) (16,2%)
0 (0%)
snack yang sering dikonsumsi oleh anak? 4.
Apakah ibu pernah memberitahukan kepada anak tentang
efek
mengkonsumsi
jajan
62
12
snack (83,8%) (16,2%)
0 (0%)
berbahaya? 5.
Apakah ibu secara langsung pernah melarang anak
65
8
ibu untuk mengkonsumsi jajan snack yang (87,8%) (10,8%)
1 (1,4%)
berbahaya untuk kesehatan? 6.
Apakah ibu pernah merekomendasikan jajan snack
54
17
tertentu kepada anak yang ibu anggap sehat untuk (72,9%) (22,9%)
3 (4,1%)
dikonsumsi? 7.
Apakah ibu pernah memberikan contoh secara
58
11
langsung dan nyata (misal membelikan snack yang (78,4%) (14,9%) sehat)
agar
mereka
mau
menerapkan
5 (6,7%)
pola
konsumsi jajan snack tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka? 8.
Apabila
ibu
mempunyai
peraturan
tentang
22
38
14
konsumsi jajan snack yang boleh ataupun tidak (29,7%) (51,4%) (18,9%) boleh dikonsumsi oleh anak ibu, apakah anak ibu patuh dan menurut peraturan yang ibu terapkan? Sumber: kuesioner pertanyaan no 1-8 pada variabel perilaku
Keterangan: Simbol jawaban Y= ya, R= ragu-ragu, dan T= tidak Angka dalam tanda kurung adalah angka prosentase Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kuesioner pada pertanyaan no 1 ibu yang menjawab ya sejumlah 64 orang (86,5%), ibu yang menjawab ragu-ragu sejumlah 8 orang (10,8%), dan ibu yang menjawab tidak sejumlah 2 orang (2,7%). Mayoritas ibu menjawab ya pada kuesioner pertanyaan no 1, hal ini membuktikan bahwa mayoritas ibu pernah mengajak bicara pada anak mereka tentang jajan snack yang di konsumsi anak mereka di sekolah. Kuesioner pada pertanyaan no 2 ibu yang menjawab ya sejumlah 49 orang (66,2%), ibu yang menjawab ragu-ragu sejumlah 23 orang (31,1%), dan ibu yang menjawab tidak sejumlah 2 orang (2,7%). Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten pernah memberitahukan kepada anak tentang kandungan bermanfaat yang ada di dalam snack yang sering di konsumsi oleh anak mereka. Pertanyaan no 3 pada kuesioner diatas menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya sejumlah 62 orang (83,8%), ibu yang menjawab ragu-ragu sejumlah 12 orang (16,2%), dan ibu yang menjawab tidak pada pertanyaan no 3 ini tidak ada atau sejumlah 0 orang (0%). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar ibu pernah memberitahukan kepada anak tentang kandungan berbahaya yang ada di dalam snack yang sering di konsumsi oleh anak mereka.
Kuesioner pertanyaan no 4 menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya berjumlah 62 orang (83,9%), ibu yang menjawab ragu-ragu berjumlah 12 orang (16,2%), dan ibu yang menjawab tidak pada pertanyaan no 4 ini tidak ada atau berjumlah 0 orang (0%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari jawaban kuesioner pertanyaan no 4 adalah mayoritas ibu pernah memberitahukan kepada anak mereka tentang efek mengkonsumsi jajan snack yang mempunyai kandungan berbahaya. Pertanyaan no 5 pada kuesioner menunjukkan bahwa ibu yang memilih jawaban ya berjumlah 65 orang (87,8%), ibu yang memilih jawaban ragu-ragu berjumlah 8 orang (10,8%), dan ibu yang memilih jawaban tidak berjumlah 1 orang (1,4%). Hal ini membuktikan bahwa mayoritas ibu siwa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten pernah melarang anak mereka untuk mengkonsumsi jajan snack yang berbahaya untuk kesehatan secara langsung. Kuesioner pada pertanyaan no 6 menunjukkan bahwa ibu yang menjawab dengan jawaban ya sejumlah 54 orang (72,9%), ibu yang menjawab dengan jawaban ragu-ragu sejumlah 17 orang (22,9%), dan ibu yang menjawab dengan jawaban tidak sejumlah 3 orang (4,1%). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar ibu pernah merekomendasikan jajan snack tertentu kepada anak yang dianggap oleh ibu sehat untuk di konsumsi. Pertanyaan no 7 pada kuesioner diatas menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya sejumlah 58 orang (78,4%), ibu yang menjawab ragu-ragu sejumlah 11 orang (14,9%), dan ibu yang menjawab tidak sejumlah 5 orang (6,7%). Kesimpulan yang dapat ditarik dari jawaban pada pertanyaan no 7
adalah mayoritas ibu siswa SDN 3 Barenglor pernah memberikan contoh secara langsung dan nyata kepada anak agar anak mau menerapkan pola konsumsi jajan snack yang dicontohkan oleh ibu (jajan snack sehat) dalam kehidupan sehari-hari anak. Kuesioner pertanyaan no 8 menunjukkan bahwa ibu yang menjawab ya berjumlah 22 orang (29,7%), ibu yang menjawab ragu-ragu berjumlah 38 orang (51,4%), dan ibu yang menjawab tidak berjumlah 14 orang (18,9%). Hal ini membuktikan jawaban ragu-ragu yang di pilih oleh ibu merupakan jawaban yang tertinggi di antara jawaban yang lain. Pada dasarnya setiap ibu mempunyai peraturan tentang konsumsi jajan snack yang boleh atau tidak boleh di konsumsi oleh anak, namun terkadang anak juga ada yang patuh pada peraturan tersebut, ada juga yang kadang patuh dan kadang tidak patuh, dan ada juga anak yang sama sekali tidak patuh terhadap peraturan ibunya tersebut. Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden adalah sebagai berikut: 1. Skor tertinggi : 24 2. Skor terendah : 16 3. Range
: 24 - 16 = 8
4. Interval kelas : Berdasarkan
data
tersebut
maka
perilaku
responden
dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori: 1.
Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24, dikategorikan memiliki perilaku protect
2.
Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21, dikategorikan memiliki perilaku longgar
3.
Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18, dikategorikan memiliki perilaku membiarkan Tabel 34. Perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten yang sudah di skor No.
Perilaku
Frekuensi
Prosentase
1.
Protect
46
62,2%
2.
Longgar
14
18,9%
3.
Membiarkan
14
18,9%
74
100%
Jumlah
Sumber: hasil skoring kuesioner pada variabel perilaku Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu siswa SDN 3 Barenglor yang merupakan responden dalam penelitian ini, mayoritas mempunyai perilaku protect yaitu berjumlah 46 orang (62,2%). Sedangkan ibu yang mempunyai perilaku longgar berjumlah 14 orang (18,9%) dan ibu yang mempunyai perilaku membiarkan berjumlah 14 orang (18,9%). Oleh sebab itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten
cenderung memiliki perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Perilaku ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Protect Perilaku ibu yang tergolong protect adalah perilaku ibu yang benar-benar peduli pada jajan snack apa yang dikonsumsi oleh anaknya. Ibu yang mempunyai perilaku ini dapat diketahui melalui jawaban yang diberikan dalam menjawab pertanyaan pada kuesioner. Ibu yang memiliki kategori perilaku protect mempunyai indikator seperti: transfer informasi kepada anak, melarang, menasehati, merekomendasikan, memberikan contoh konkret dan melakukan kontrol. 2. Longgar Perilaku longgar ibu dalam hal ini merupakan perilaku yang peduli pada jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya namun tidak melakukan kontrol terhadap jajan snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Ibu dalam kategori ini dapat dilihat dari jawaban yang diberikan dalam menjawab pertanyaan kuesioner yang sudah dibagikan. Ibu yang memiliki kategori perilaku longgar mempunyai indikator seperti: transfer informasi kepada anak, melarang, menasehati, merekomendasikan, memberikan contoh konkret tetapi tidak melakukan kontrol.
3. Membiarkan Ibu yang mempunyai perilaku membiarkan ini dikategorikan bahwa perilaku ibu cenderung kurang peduli terhadap apa saja yang dikonsumsi oleh anaknya dan tidak melakukan tindakan preventif apapun. Hal ini dapat dilihat dari jawaban ibu dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner. Ibu yang memiliki kategori perilaku longgar mempunyai indikator seperti: tidak melakukan transfer informasi kepada anak, tidak melarang, tidak menasehati, tidak merekomendasikan, tidak memberikan contoh konkret dan tidak melakukan kontrol (tidak melakukan tindakan preventif apapun).
BAB V ANALISA DATA
Dalam bab ini akan dibuktikan ada tidaknya perbedaan antara masingmasing variabel, yaitu variabel tingkat pendidikan formal, variabel pengetahuan, variabel sikap, dan variabel perilaku. Dalam hal pembuktian digunakan teknik analisa dengan chi square. A. Perbedaan tingkat pendidikan formal formal ibu dan pengetahuan ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak Data tentang tingkat pendidikan formal diperoleh melalui angket atau kuesioner yaitu pada identitas responden, sedangkan pengetahuan diperoleh melalui angket yang terdiri dari 21 item pertanyaan dengan tiga alternatif jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2 untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak dan 7 item pertanyaan umum yang tidak di skor. Skor angket atau kuesioner hasil penelitian variabel pengetahuan dapat dilihat dalam lampiran. Skoring angket hasil penelitian pengetahuan responden diperoleh skor tertinggi 63 dan skor yang terendah adalah 34. Di dalam mengklasifikasikan pengetahuan responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai pengetahuan responden adalah sebagai berikut: 1. Skor tertinggi : 63 2. Skor terendah : 34 3. Range
: 63 - 34 = 29
4. Interval kelas : Berdasarkan data tersebut maka pengetahuan responden dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori: 1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 54-63, dikategorikan memiliki pengetahuan tinggi 2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 44-53, dikategorikan memiliki pengetahuan sedang 3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 34-43, dikategorikan memiliki pengetahuan rendah Tabel 35. Perbedaan antara tingkat pendidikan formal dan pengetahuan Tingkat pendidikan
Pengetahuan
Jumlah
Rendah
Sedang
Tinggi
6
8
2
(1,7)
(7,6)
(6,7)
2
25
15
(4,6)
(19,8)
(17,6)
0
2
14
(1,7)
(7,6)
(6,7)
8
35
31
formal Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
16
42
16
74
Sumber: kuesioner variabel pengetahuan Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1) = (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai
= 31,22 untuk df= 4. Nilai
yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka: 1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal tidak menyebabkan perbedaan pengetahuan kita tolak pada taraf signifikansi 0,001. 2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan perbedaan pengetahuan kita terima pada taraf signifikansi 0,001.
Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal dan pengetahuan ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak mempunyai hubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa C=0,545 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol (karena
untuk nilai-nilai sampel
adalah signifikan).
B. Perbedaan pengetahuan ibu dan sikap ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak Data tentang pengetahuan diperoleh melalui angket atau kuesioner yang terdiri dari 21 item pertanyaan yang di skor, 7 pertanyaan umum yang tidak di skor dan dapat dilihat dalam lampiran, sedangkan sikap diperoleh melalui angket yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan tiga alternatif jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2 untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Skor angket atau kuesioner hasil penelitian variabel sikap dapat dilihat dalam lampiran.
Skoring angket hasil penelitian sikap responden diperoleh skor tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan sikap
responden
dapat
dihitung
dengan
rumus
interval
kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai sikap responden adalah sebagai berikut: 1. Skor tertinggi : 24 2. Skor terendah : 16 3. Range
: 24 - 16 = 8
4. Interval kelas : Berdasarkan data tersebut maka sikap responden dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori: 1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24, dikategorikan memiliki sikap yang tinggi 2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21, dikategorikan memiliki sikap yang sedang 3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18, dikategorikan memiliki sikap yang rendah Tabel 36. Perbedaan antara pengetahuan dan sikap Pengetahuan
Rendah
Sikap
Jumlah
Tinggi
Sedang
Rendah
0
3
5
(2,9)
(3,8)
(1,3)
8
Sedang
Tinggi
Jumlah
7
24
4
(12,8)
(16,5)
(5,7)
20
8
3
(11,3)
(14,7)
(5,0)
27
35
12
35
31
74
Sumber: kuesioner variabel pengetahuan dan sikap Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1) = (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai
= 30,7 untuk df= 4. Nilai
yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka: 1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan pengetahuan tidak menyebabkan perbedaan sikap kita tolak pada taraf signifikansi 0,001.
2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan pengetahuan menyebabkan perbedaan sikap kita terima pada taraf signifikansi 0,001. Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa C=0,541 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol (karena
untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
C. Perbedaan sikap ibu dan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak Data tentang sikap diperoleh melalui angket atau kuesioner yang terdiri dari 8 item pertanyaan pada variabel sikap dan dapat dilihat dalam lampiran, sedangkan perilaku diperoleh melalui angket yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan tiga alternatif jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2 untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk
jawaban tidak. Skor angket atau kuesioner hasil penelitian variabel perilaku dapat dilihat dalam lampiran. Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden adalah sebagai berikut: 5. Skor tertinggi : 24 6. Skor terendah : 16 7. Range
: 24 - 16 = 8
8. Interval kelas : Berdasarkan
data
tersebut
maka
perilaku
responden
dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori: 4.
Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24, dikategorikan memiliki perilaku protect
5.
Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21, dikategorikan memiliki perilaku longgar
6.
Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18, dikategorikan memiliki perilaku membiarkan Tabel 37. Perbedaan antara sikap dan perilaku Sikap
Perilaku
Jumlah
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Protect
Longgar
Membiarkan
24
2
1
(16,8)
(5,1)
(5,1)
17
9
9
(21,7)
(6,6)
(6,6)
5
3
4
(7,5)
(2,3)
(2,3)
46
14
14
27
35
12
74
Sumber: kuesioner variabel sikap dan perilaku Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1) = (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai
= 13,32 untuk df= 4. Nilai
yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,01 tetapi tidak melewati batas kritis dengan taraf p= 0,001, maka:
1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan sikap tidak menyebabkan perbedaan perilaku kita tolak pada taraf signifikansi 0,01 tetapi kita terima pada taraf signifikansi 0,001. 2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan sikap menyebabkan perbedaan perilaku kita terima pada taraf signifikansi 0,01 tetapi kita tolak pada taraf signifikansi 0,001. Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa C=0,153 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol (karena untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
D. Perbedaan tingkat pendidikan formal ibu dan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak Data tentang tingkat pendidikan formal diperoleh melalui angket atau kuesioner yaitu pada identitas responden, sedangkan perilaku diperoleh
melalui angket yang terdiri dari 8 item pertanyaan dengan tiga alternatif jawaban ya, ragu-ragu, dan tidak dengan skor 3 untuk jawaban ya, skor 2 untuk jawaban ragu-ragu, dan skor 1 untuk jawaban tidak. Skor angket atau kuesioner hasil penelitian variabel perilaku dapat dilihat dalam lampiran. Skoring angket hasil penelitian perilaku responden diperoleh skor tertinggi 24 dan skor yang terendah adalah 16. Di dalam mengklasifikasikan perilaku responden dapat dihitung dengan rumus interval kelas:
Data yang penulis peroleh dari lapangan mengenai perilaku responden adalah sebagai berikut: 1. Skor tertinggi : 24 2. Skor terendah : 16 3. Range
: 24 - 16 = 8
4. Interval kelas : Berdasarkan
data
tersebut
maka
perilaku
responden
dapat
dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori: 1. Nilai 3 berarti responden yang mempunyai skor antara 22-24, dikategorikan memiliki perilaku protect
2. Nilai 2 berarti responden yang mempunyai skor antara 19-21, dikategorikan memiliki perilaku longgar 3. Nilai 1 berarti responden yang mempunyai skor antara 16-18, dikategorikan memiliki perilaku membiarkan Tabel 38. Perbedaan antara tingkat pendidikan formal dan perilaku Tingkat pendidikan
Perilaku
Jumlah
Protect
Longgar
Membiarkan
2
3
11
(9,9)
(3,0)
(3,0)
28
11
3
(26,1)
(7,9)
(7,9)
16
0
0
(9,9)
(3,0)
(3,0)
46
14
14
formal Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
16
42
16
74
Sumber: kuesioner variabel perilaku Keterangan: Angka dalam tanda kurung adalah angka perhitungan frekuensi yang diharapkan.
df= (b-1) (k-1) = (3-1)(3-1) = 4
Dalam tabel, nilai
= 41,76 untuk df= 4. Nilai
yang diperoleh
melewati batas nilai kritis dengan taraf p= 0,001, maka: 1. Ho yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal tidak menyebabkan perbedaan perilaku kita tolak pada taraf signifikansi 0,001. 2. Ha yang menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan perbedaan perilaku kita terima pada taraf signifikansi 0,001. Uji signifikansi koefisien kontingensi C dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini:
Dalam perhitungan uji signifikansi koefisien kontingensi C diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal dan perilaku ibu dalam mengontrol pola jajan snack anak berhubungan di dalam populasi. Maka kita menyimpulkan bahwa C=0,361 adalah benar-benar berbeda secara signifikan dengan nol (karena
untuk nilai-nilai sampel adalah signifikan).
Berdasarkan semua hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan pengetahuan ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten tentang snack. Ibu dengan tingkat pendidikan formal tinggi akan mempunyai pengetahuan yang tinggi atau luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, ibu dengan tingkat pendidikan formal sedang akan mempunyai pengetahuan yang sedang mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, dan ibu dengan tingkat pendidikan formal rendah akan mempunyai pengetahuan yang rendah atau sempit mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak. 2. Terdapat
kecenderungan
yang
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
menyebabkan terjadinya perbedaan sikap ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan pengetahuan tinggi akan mempunyai sikap yang tinggi di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan pengetahuan sedang akan mempunyai sikap yang sedang di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu dengan pengetahuan rendah akan mempunyai sikap yang rendah di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 3. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan sikap menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan sikap yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan sikap yang sedang akan mempunyai perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu
dengan sikap yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 4. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan tingkat pendidikan formal yang sedang akan mempunyai perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu dengan tingkat pendidikan formal yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 5. Berdasarkan kesimpulan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas. 6. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh Fritz Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor
eksternal, dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo Walgito, 2003: 59). Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi internal, misalnya sikap, pengetahuan, tingkat pendidikan formal seseorang. Faktor eksternal, misalnya situasi lingkungan, dan lain-lain. Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah dengan pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan atau pendidikan formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak tersusun secara baik melalui membaca surat kabar, membaca majalah, teman, keluarga, melihat televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri. Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya dan kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet, majalah, masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan kebanyakan pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi dan pendidikan sedang.
Sedangkan
sebagian
kecil
responden
menjawab
informasi
pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat sebagian kecil yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), rata-rata yang menjawab ini adalah responden yang memiliki pendidikan rendah dan pendidikan sedang. Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu mempunyai
dorongan
untuk
ingin
mengerti,
dengan
pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa sikap tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah maupun luar sekolah) serta pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999: 1997). Namun pengetahuan saja belum menjadi penggerak, pengetahuan mengenai objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152). Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu menyatakan setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo Walgito (2003) menyatakan bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan diambil ibu berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat pendidikan formal. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan
menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999) yang mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah maraknya zat-zat berbahaya yang terdapat dalam jajan snack, tidak terkecuali jajan snack yang di jual di sekitar sekolah. Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang melakukan survei pada tahun 2007, dari 4.500 sekolah di Indonesia ditemukan bahwa 45 persen jajanan yang dijual di sekitar sekolah tercemar bahaya pangan mikrobiologis dan kimia. Oleh sebab itu, perilaku orang tua sangat penting untuk mengarahkan anak dalam konsumsi jajan snack. Perilaku ibu sebagai orang tua dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal dan pengetahuan yang mendorong sikap dan perilakunya di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Berdasarkan semua hasil perhitungan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 7. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan pengetahuan ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten tentang snack. Ibu dengan tingkat pendidikan formal tinggi akan mempunyai pengetahuan yang tinggi atau luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, ibu dengan tingkat
pendidikan formal sedang akan mempunyai pengetahuan yang sedang mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak, dan ibu dengan tingkat pendidikan formal rendah akan mempunyai pengetahuan yang rendah atau sempit mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak. 8. Terdapat
kecenderungan
yang
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
menyebabkan terjadinya perbedaan sikap ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan pengetahuan tinggi akan mempunyai sikap yang tinggi di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan pengetahuan sedang akan mempunyai sikap yang sedang di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu dengan pengetahuan rendah akan mempunyai sikap yang rendah di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 9. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan sikap menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Ibu dengan sikap yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan sikap yang sedang akan mempunyai perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu dengan sikap yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 10. Terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu siswa SDN 3 Barenglor Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack
anaknya. Ibu dengan tingkat pendidikan formal yang tinggi akan mempunyai perilaku protect di dalam mengontrol pola jajan snack anak, ibu dengan tingkat pendidikan formal yang sedang akan mempunyai perilaku longgar di dalam mengontrol pola jajan snack anak, dan ibu dengan tingkat pendidikan formal yang rendah akan mempunyai perilaku membiarkan di dalam mengontrol pola jajan snack anak. 11. Berdasarkan kesimpulan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan yang kemudian mempengaruhi sikap dan pada akhirnya menentukan perilaku ibu. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya melalui proses seperti yang telah dijelaskan tersebut diatas. 12. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perbedaan tingkat pendidikan formal menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh Fritz Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor eksternal, dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo Walgito, 2003: 59). Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi internal, misalnya sikap, pengetahuan, tingkat pendidikan formal seseorang. Faktor eksternal, misalnya situasi, lingkungan, dan lain-lain.
Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah dengan pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan atau pendidikan formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak tersusun secara baik melalui membaca surat kabar, membaca majalah, teman, keluarga, melihat televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri. Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya dan kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet, majalah, masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan kebanyakan pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi dan pendidikan sedang.
Sedangkan
sebagian
kecil
responden
menjawab
informasi
pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat sebagian kecil yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), rata-rata yang menjawab ini adalah responden yang memiliki pendidikan rendah dan pendidikan sedang. Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu mempunyai
dorongan
untuk
ingin
mengerti,
dengan
pengalaman-
pengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa sikap tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah maupun luar sekolah) serta pengetahuan di dalam masyarakat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999: 1997). Namun pengetahuan saja belum menjadi penggerak, pengetahuan mengenai objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152). Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu menyatakan setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo Walgito (2003) menyatakan bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan diambil ibu berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat pendidikan formal. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999) yang mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam
pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
1. Implikasi Empiris Penemuan di lapangan telah membuktikan bahwa ketiga asumsi peneliti yaitu asumsi pertama: apabila orang tua memiliki tingkat pendidikan tinggi, maka orang tua akan mempunyai pengetahuan luas mengenai kandungan, efek dan bahaya snack anak sehingga orang tua cenderung untuk bersikap peduli kepada anaknya kemudian berperilaku melindungi atau protect terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya. Asumsi kedua: apabila tingkat pendidikan orang tua rendah maka pengetahuan yang dimiliki orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya snack juga sempit. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua cenderung acuh tak acuh terhadap snack yang dikonsumsi oleh anaknya sehingga orang tua akan berperilaku membiarkan apa saja yang dikonsumsi oleh anaknya. Asumsi yang ketiga: apabila tingkat pendidikan orang tua sedang maka pengetahuan orang tua mengenai kandungan, efek dan bahaya juga cenderung sedang. Hal ini kemudian menyebabkan sikap orang tua cenderung peduli dan juga kadang bersikap acuh tak acuh sehingga orang tua akan berperilaku longgar terhadap apa saja yang dikonsumsi anaknya adalah signifikan pada perhitungan dan dapat dibenarkan. Sehingga hipotesa peneliti yaitu perbedaan tingkat pendidikan
ibu menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak ini dapat diterima dan signifikan. Di dalam kerangka berfikir menyatakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan tingkat pengetahuan, perbedaan tingkat pengetahuan mempengaruhi perbedaan sikap, perbedaan sikap mempengaruhi perbedaan perilaku. Jadi perbedaan tingkat pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi dan menyebabkan perbedaan perilaku seseorang, dalam konteks ini adalah perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak dipengaruhi oleh sikap yang akan diambil ibu berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari pendidikan. Jadi perbedaan tingkat pendidikan ibu akan meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya. 2. Implikasi Teoritis Hal ini juga didukung oleh teori atribusi yang dikemukakan oleh Fritz Heider, yang menurutnya perilaku manusia itu dapat disebabkan karena faktor internal biasa disebut atribusi internal, atau dapat disebabkan oleh faktor eksternal,
dan ini yang disebut atribusi eksternal (Bimo
Walgito, 2003: 59). Faktor internal (faktor dalam) merupakan disposisi internal, misalnya sikap, pengetahuan, tingkat pendidikan formal seseorang. Faktor eksternal, misalnya situasi, lingkungan, dan lain-lain.
Salah satu faktor seseorang memperoleh pengetahuan adalah dengan pendidikan. Pengetahuan menurut Mantra (1993) diperoleh dari pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan atau pendidikan formal dan juga diperoleh dari informasi yang tidak tersusun secara baik melalui membaca surat kabar, membaca majalah, teman, keluarga, melihat televisi, mendengarkan radio, pengalaman diri. Hasil dari kuesioner atau angket yang dibagikan kepada responden menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapatkan informasi mengenai pengetahuan kandungan snack baik kandungan yang berbahaya dan kandungan yang bermanfaat diperoleh dari media (buku, internet, majalah, masa sekolah, dan lain-lain) yang merupakan jawaban B dan kebanyakan pemilihnya adalah responden yang memiliki pendidikan tinggi dan pendidikan sedang. Sedangkan sebagian kecil responden menjawab informasi pengetahuan tersebut dari orang lain (jawaban A) dan terdapat sebagian kecil yang menjawab tidak tahu sama sekali (jawaban C), ratarata yang menjawab ini adalah responden yang memiliki pendidikan rendah dan pendidikan sedang. Pengetahuan merupakan salah satu fungsi dari sikap. Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti, dengan pengalamanpengalamannya untuk memperoleh pengetahuan. Apabila seorang mempunyai sikap tertentu terhadap sesuatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap objek sikap yang bersangkutan.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang menyatakan bahwa sikap tidak terlepas dari sosialisasi keluarga, pendidikan (baik sekolah maupun
luar
sekolah)
serta
pengetahuan
di
dalam
masyarakat
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999: 1997). Namun pengetahuan saja belum menjadi penggerak, pengetahuan mengenai objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut (Gerungan, 1996: 152). Sebagian besar ahli dan peneliti sikap berpendapat yaitu menyatakan setuju bahwa sikap adalah presdisposisi yang dipelajari mempengaruhi perilaku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama dan komposisinya hampir selalu kompleks (Abu Ahmadi, 2002). Sedangkan menurut Bimo Walgito (2003) menyatakan bahwa sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan. Dalam konteks ini perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anak dipengaruhi oleh faktor internal ibu yaitu sikap yang akan diambil ibu berdasarkan pengetahuan yang didapatkannya dari tingkat pendidikan formal. Jadi perbedaan tingkat pendidikan formal ibu akan meyebabkan perbedaan pengetahuan ibu tentang snack, perbedaan sikap dan selanjutnya akan menyebabkan perbedaan perilaku ibu di dalam mengontrol pola jajan snack anaknya.
Pernyataan tersebut diatas juga di dukung oleh Sciartino (1999) yang mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. 3. Implikasi Metodologis Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan variabel. Penelitian
ini
berfokus
untuk
mendiskripsikan
dan
memberikan
pemahaman yang konkret mengenai perbedaan tingkat pendidikan formal, pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua (ibu). Responden yang dipilih berdasarkan stratified sampling (sampel yang memperhatikan stratumstratum) dan simple random sampling (setiap anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk diambil sampel, metodenya dengan cara di undi). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dengan kuesioner dan dokumentasi. Di dalam kuesioner, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden tentang informasi yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua di dalam mengontrol pola jajan snack anak. Setelah kuesioner terkumpul kemudian diolah dengan analisis data chi square dan diuji signifikansinya menggunakan uji signifikansi koefisien kontingensi C. Data yang diperoleh juga didukung pula oleh arsip-arsip dan dokumen-dokumen
yang berkaitan, yang berasal dari SDN 3 Barenglor Kab. Klaten, bukubuku, dan internet.
B. Saran Setelah mengadakan penelitian kepada responden, dalam hal ini adalah ibu siswa SDN 3 Barenglor, Kab. Klaten di dalam mengontrol pola jajan snack anak, maka penulis memberikan beberapa saran antara lain: 1. Orang tua harus mengetahui apa saja jajan snack yang dikonsumsi oleh anak mereka baik saat di sekolah maupun di rumah. 2. Orang tua harus lebih memberikan ekstra perhatian kepada anak dalam mengontrol jajan snack apa saja yang dikonsumsi anaknya. 3. Orang tua wajib memberikan pengetahuan kepada anak tentang kandungan jajan snack baik yang berbahaya maupun bermanfaat, mengarahkan, menasehati, melarang, merekomendasikan serta memberikan contoh agar anak dapat membedakan snack apa saja yang tidak boleh dan yang boleh (sehat) untuk dikonsumsi oleh mereka. 4. Pihak sekolah juga harus memberikan sosialisasi kepada murid-muridnya tentang kandungan jajan snack terutama kandungan berbahaya yang terdapat dalam jajan snack dan menciptakan kantin sehat di sekolah serta melakukan pengawasan, pemantauan, menyeleksi pedagang keliling yang berjualan disekitar sekolah juga menghimbau dan melarang pedagang yang menjual jajan snack yang mengandung zat berbahaya.
5. Pihak komite juga harus memberikan saran berdasarkan pengawasan dan kontrol pada sekolah agar menciptakan kantin yang sehat sehingga anak aman dalam mengkonsumsi makanan jajan di sekitar sekolah. 6. Pihak Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Kesehatan untuk mengadakan pengawasan dan penyuluhan mengenai jajan snack anak yang sehat untuk dikonsumsi pada pihak sekolah dan masyarakat pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, S. 1997. Sikap Manusia, Teori dan Pengukufannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua. Jakarta : Balai Pustaka. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Pengetahuan, Keyakinan, Sikap, dan Perilaku Generasi Muda Berkenaan dengan Perkawinan Tradisional. Riau : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Eresco. Hadisusanto Dirto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo. 1995. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : FIP IKIP Yogyakarta. Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT. RajagrafindoPersada. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung : Refika Aditama. Mantra, LB. 1993. Perilaku dalam Hubungannya dengan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI Nopirin. 2003. Ekonomi Internasional. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta. Notoatmojo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta. Rakhmad, Jalaluddin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Karya.
Rohman, Arif. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : LaksBang Mediatama Yogyakarta. Sarwono, Solita. 1993. Sosiologi Kesehatan Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta : PT. Pustaka LP3ES. Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Slamet, Y. 1990. Analisa Kuantitatif untuk Data Sosial. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Suhardono, Edy. 2001. Refleksi Metodologi Riset Panorama Survey. Jakarta : PT. Sun. Susanto. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Toruntju, SA. 2005. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Asupan Yodium Pada Ibu Hamil di Derah Endemik GAKY Kabupaten Gunung Kidul, DIY, Yogyakarta : Dalam Majalah Berita Kedokteran Masyarakat, IKM UGM, Tri 3 September 2005. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset.
Lain-lain: “Mengawasi
Jajan
Anak.
11
Juni
2009.
(http://www.muslimdaily.net/keluarga/3471/mengawasi-jajanan-anak diakses tanggal 29 September pukul 05.50 WIB). “Perusahaan Trans Nasional Semakin Dominasi Pangan Nasional.” 2005. (http://www.kapanlagi.com diakses pada tanggal 18 Januari 2010). Anwariansyah.
2008.
“11
Dosa
yang
Mematikan
Ilmu
Pengetahuan.”
(www.wikimu.com diakses tanggal 22 februari 2010 pukul 06.26 WIB). Meliono, Irmayanti, dkk. Pengetahuan. 2007. (http://org.wikipedia.id diakses tanggal 22 februari 2010 pukul 06.20 WIB). Sofa. Perusahaan Transnasional dan Pembangunan Industri. 25 Februari 2008. (massofa.wordpress.com/.../perusahaan-transnasional-danpembangunan-industri/ diakses tanggal 18 Januari 2010). Sugiyantoro. Perilaku Anak Sebagai Konsumen Makanan Jajanan. 07 April 2008. (http://www.kakak.org diakses tanggal 13 Mei 2009). Dr.
Widodo
Judarwanto
SpA.
Perilaku
Makan
Anak
Sekolah.
(http://kesulitanmakan .bravehost.com diakses tanggal 29 September 2009 pukul 06.02 WIB).
Jurnal Internasional: Brown, Rachael dan Jane Ogden. 2004. Children’s eating attitudes and behavior: a study of modeling and control theories of parental influence. London: Oxford University Press. Carlson, Les dan Sanford Grossbart. 1988. Parental Style and Consumer Socialization of Children. _____________________________ Goldberg, Marvin E, Gerald J. Gorn dan Wendy Gibson. 1978. TV Messages for Snack and Breakfast Foods: Do They Influence Children’s Preferences. Canada: The Journal of Consumer Research.