e
buletin Edisi Lebaran Juli 2016
KASTRAT
KAJIAN STRATEGIS
Ulas peristiwa seputar ramadhan PERISTIWA 200 JUTA UNTUK IBU ENI
2
HARGA DAGING SAPI SELANGIT
3
TAX AMNESTY
4
HALO BREXIT!
5
EDITORIAL PENULIS & RISET Mariany Khairunnisa Alif Hikmah Fikri L. Dextraldi Nadine M. Oen Michael Gunawan M. Nur Iman Erik Dermawan M. Ibnu Haris Farros Alaziz Felicia Evelyn EDITOR & GRAFIS Rr. Getha F. Dianari
TOLERANSI: MENGHARGAI PLURALITAS DI SEKITAR KITA Pluralisme menurut KBBI adalah keadaan masyarakat yang majemuk bersangkutan dengan sistem sosial, yaitu berbagai kebudayaan yang berbedabeda dalam suatu masyarakat. Kita mahasiswa UNPAR kerap menemukan pluralitas di lingkungan kampus, mulai dari kebudayaan, agama, suku maupun ras, namun perbedaan tersebut tidak menjadi penghambat mahasiswa untuk saling berinteraksi. Institusi universitas pun kerap memberikan edukasi yang menekankan pentingnya toleransi di tengah pluralitas dalam kehidupan sosial mulai dari lingkup yang paling kecil, dengan teman-teman misalnya, sampai pada lingkup hidup bernegara. Meskipun notabene UNPAR adalah universitas katolik, namun kampus ini sangat terbuka dengan kehadiran umat berbagai agama dan masing-masing dapat menjunjung tinggi toleransi. Selama bulan ramadhan, isu-isu tentang toleransi di tengah masyarakat kerap muncul ke permukaan: mulai dari isu yang muncul di kalangan bawah hingga elit, dari Ibu Saeni hingga Ahok. Pembicaraan antara Islam sebagai mayoritas dengan agama-agama lain seperti tidak pernah ada hentinya, gesekan antara pribumi dan tionghoa juga masih saja jadi masalah. Hal-hal seperti ini sudah sepantasnya tidak terjadi mengingat sejarah apa yang sudah bangsa kita bersama-sama lewati dan apa yang kita coba pertahankan hingga hari ini, Bhinneka Tunggal Ika.
Direktorat Jenderal Kajian dan Aksi Strategis Kementerian Luar Negeri Lembaga Kepresidenan Mahasiswa 2016/2017
1
Meski begitu, tidak sedikit pula masyarakat yang mencerminkan sikap toleran dan seyogyanya dapat menginspirasi kelompok masyarakat lain untuk mawas diri. Selain UNPAR, ditemukan sekolah-sekolah di Indonesia, khususnya sekolah negeri, yang umumnya mayoritas beragama islam tetapi justru 2/3 siswanya beragama nonislam. Institusi pendidikan terkait tidak mempermasalahkan hal tersebut karena yang terpenting adalah bagaimana institusi dapat mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan perbedaan malah akan menjadi wahana untuk memperkaya nilai-nilai tersebut. Lingkungan pendidikan yang memiliki heterogenitas terbukti mampu membentuk peserta didik yang toleran, pun heterogenitas sebenarnya berpotensi membentuk suatu lingkungan menjadi lebih dinamis dan adaptif. Begitupun dalam lingkungan hidup bernegara, heterogenitas Indonesia sebagai negara kepulauan, bersukusuku dan berkelompok-kelompok agama tertentu pasti akan ada saja sikap fanatis yang muncul. Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Fanatisme ini toh memang kerap kali ditunjukkan oleh ormas-ormas yang mengatasnamakan golongan tertentu. Akan tetapi, apakah dengan fanatisme lantas Indonesia menjadi buyar? Sebaliknya, Indonesia tetap bersatu hingga detik ini karena kita bersandar pada satu dasar falsafah hidup berbangsa yang dibentuk dengan mempertimbangkan pluralitas yang terjadi di sekitar kita, mengajarkan kita tentang keutamaan toleransi. Dengan demikian, pluralitas bukanlah momok, bukanlah hal yang harus ditakuti sebagai pencetus perpecahan atau menjadi senjata untuk berperang. Pluralitas adalah hal yang perlu dihargai karena akan memberikan nilainilai bagi yang menghargainya. Individu yang berada di tengah pluralitas akan belajar untuk berproses di tengah perbedaan, menyelaraskan diri dengan perubahan dan kunci dari kesemuanya itu adalah toleransi.
200 JUTA UNTUK IBU ENI Jumat, 10 Juni 2016, netizen dihebohkan dengan aksi razia warung makan yang dilakukan oleh Satpol-PP Kota Serang, khususnya razia yang menimpa Ibu Saeni (53) hingga mencuri atensi publik dan tergalang dana lebih dari 200 juta rupiah sebagai bentuk keperihatinan sekaligus sikap penolakan masyarakat terhadap tindakan Satpol-PP. Sebelumnya, memang sudah ada surat edaran terkait pelarangan warung berjualan di bulan ramadhan namun nyatanya masih saja ada warung yang membandel untuk tetap buka dan berjualan. Terkait hal ini, masih banyak masyarakat yang mempertanyakan “mengapa perlu ada larangan berjualan makanan di siang hari selama bulan ramadhan?” Indonesia memiliki Pancasila yang merupakan landasan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai visi negara dipandang mampu menjadi dasar solusi pemecahan berbagai masalah yang hadir di tengah masyarakat. Sila pertama menunjukkan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi keberagaman kepercayaan dan nilai-nilai yang tertera di dalamnya mendisiplinkan toleransi antarumat beragama. Toleransi dalam hal ini dapat diartikan sebagai rasa hormat antarumat beragama dimana yang satu melaksanakan ibadah dan yang lainnya menghormati, tidak mengganggu, apalagi sampai mengintervensi satu sama lain. Begitu halnya dengan peraturan daerah tentang penutupan warung makan sebelum menjelang jam satu siang yang sebenarnya bertujuan untuk mendukung sikap toleransi antarumat, yaitu sebagai bentuk toleransi terhadap umat muslim yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Jika dilihat dari sejarahnya, terdapat perbedaan reaksi antara masyarakat sebelum tahun 1970-an dengan masyarakat dewasa ini terkait peraturan daerah tersebut. Sebelum tahun 1970-an, masyarakat tertib untuk tidak berdagang makanan di siang hari selama bulan ramadhan, toh dagangan pun akan laku menjelang berbuka puasa hingga imsak (waktu awal berpuasa). Berbeda halnya dengan masyarakat setelah tahun 1970an yang lebih memilih tetap berjualan bahkan seringkali secara agresif menunjukkan sikap penolakan dengan berbagai dalih dan pertimbangan. Padahal jika ditinjau berdasarkan ilmu agama terkait, berpuasa di bulan ramadhan merupakan suatu kewajiban bagi umat muslim dan dalam Q.S. Al-Maidah (2) Allah SWT berfirman,
2
انا َو َ ا َ ل َتع ِ اْل إث ِام َو إالع إُد َو ِ َاو ُنوا َعلَى إ “Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” Dengan demikian, munculnya peraturan untuk menutup warung makan di siang hari dapat lebih tepat dipandang sebagai upaya untuk mendukung perintah agama agar muslim terhindar dari perbuatan dosa dengan tidak berpuasa di siang hari ramadhan tanpa udzur (alasan yang sesuai ketentuan). Kembali pada kasus Ibu Saeni (53), penggalangan dana hingga terkumpul lebih dari dua ratus juta rupiah mengindikasikan berbagai hal. Aksi ini bisa dipandang sebagai sikap antipati masyarakat terhadap cara SatpolPP dalam menjalankan tugasnya, namun lebih dari itu, aksi ini juga bisa mengindikasikan bahwa peraturan menutup warung makanan yang buka di siang hari selama bulan ramadhan sudah tidak lagi mewakili aspirasi masyarakat. Dengan dalil toleransi maupun agama, pemerintah mungkin bisa berdalih tetapi tidak bisa memungkiri bahwa benturan akan terus terjadi selama kebijakan tidak relevan dengan aspirasi mayoritas.
HARGA DAGING SAPI SELANGIT, SALAH SIAPA? Berdasarkan data Kemendag RI, harga pasaran nasional daging sapi sebesar Rp 115.530/kg, harga ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sapi di Australia yang berkisar Rp 50.300/kg. Mengapa harga daging sapi di Indonesia begitu tinggi? Ada banyak faktor, terutama persoalan stok dan panjangnya rantai distribusi. Sumber Ilustrasi: Bloomberg News
BPS melaporkan bahwa produksi daging sapi pada tahun 2015 mencapai 523.926 ton tetapi jumlah tersebut masih belum dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi daging sapi masyarakat yang diperkirakan mencapai 250.000 sapi per tiga bulan. Sebagaimana mekanisme pasar, permintaan yang lebih besar menyebabkan harga daging sapi menjadi tinggi. Suasana makin diperkeruh dengan pembatasan kuota impor sapi oleh pemerintah padahal belum ada alternatif yang dapat memastikan produksi dalam negeri cukup memenuhi permintaan nasional. Meskipun tidak bisa dipungkiri, impor terus-menerus pun tidak baik untuk stabilitas harga. Penggelontoran 67 milyar kepada BUMN untuk pengembangan sapi pada tahun 2013 dan tahun-tahun setelahnya masih belum signifikan berdampak. Berkenaan dengan hal ini, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa setidak-tidaknya butuh waktu 10 tahun untuk dapat memenuhi kebutuhan daging sapi dari sapi kita sendiri dan butuh konsistensi yang tinggi untuk mewujudkan itu sehingga swasembada bisa tercapai. Kalau memang demikian, masyarakat hanya bisa berharap semaksimal-maksimalnya enam tahun ke depan harapan bisa tercapai dan harga sapi bisa dijangkau oleh seluruh kalangan Komponen lain yang membuat harga sapi tinggi adalah rantai distribusi yang cukup panjang, yang tentunya melibatkan biaya-biaya tertentu seperti ongkos kirim sapi dari peternakan ke RPH, upah pemeliharaan, biaya pakan, biaya potong dan keuntungan pedagang. Sejatinya, harga daging sapi hidup dari Rumah Potong Hewan (RPH) hanya Rp 41.000/kg tetapi karena terdapat biaya-biaya lain yang harus dibebankan maka harga daging sapi potong segar menjadi Rp 85.000/kg. Belum selesai sampai di situ, harga dari RPH tersebut kemudian ditambah lagi dengan pembebanan lainnya seiring dengan rantai distribusi dan keuntungan yang ingin didapat pedagang besar dan pedagang kecil. Karena persoalan ini pula, perintah presiden agar harga diturunkan menjadi Rp 80.000/kg sulit diindahkan pedagang. Pertimbangan pedagang untuk menurunkan harga juga semakin sulit lantaran daya beli masyarakat di tahun ini pun turun dari 0.007 menjadi 0.005 (indikator: pendapatan perkapita).
3
Kebijakan khusus, baik jangka pendek maupun jangka panjang, untuk mengusut tuntas masalah harga daging sapi selangit ini sangat diperlukan mengingat masalah pangan adalah masalah kesejahteraan rakyat. Untuk solusi jangka pendek, pemerintah dapat mengambil alih kontrol distribusi dan seluruh suplai sapi di pasar sehingga harga yang diterima konsumen sesuai dengan harga yang ingin ditetapkan pemerintah. Kesannya memang monopolis namun demi terciptanya pasar yang kompetitif di kemudian hari. Dengan diambil alihnya pasar oleh suplai daging pemerintah, swasta akan mematok harga yang sama serendah yang ditentukan pemerintah. Solusi seperti ini sudah mulai diterapkan dengan mengadakan pasar murah di berbagai lokasi tetapi implementasinya belum merata. Sedangkan untuk kebijakan jangka panjang, pengembangan peternakan sapi potong yang tidak lagi terpusat di Indonesia timur adalah tepat asalkan dijalankan dengan konsisten tanpa penyelewengan apapun.
TEPATKAH PENGAMPUNAN PAJAK?
Sumber Ilustrasi: Kontan
Pajak adalah salah satu sumber terbesar pendapatan negara. Terkait pajak, baru-baru ini pemerintah mengesahkan undang-undang mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty. Namun demikian, kebijakan ini masih menjadi kontroversi terkait objek pajak atau sasaran kebijakan yang membuat masyarakat berpikir bahwa kebijakan hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Lantas, apa yang membuat kebijakan tetap dilancarkan?
Alih-alih pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, malah dipikir sebagai upaya untuk mematikan usaha-usaha kecil. Padahal, pengampunan pajak yang lebih diutamakan bagi pengusaha-pengusaha yang menaruh dananya di luar negeri adalah bertujuan untuk menarik kembali dana-dana tersebut ke dalam negeri atau memperbesar capital inflow. Dana yang masuk kembali ke dalam negeri pada akhirnya dapat memberikan multiplier, yang paling mudah dikatakan adalah melalui investasi. Investasi meningkatkan peluang ekspansi bisnis atau tumbuhnya usaha-usaha baru sehingga diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Efeknya berlanjut pada peningkatan pendapatan kapita, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi. Adapun efek lain ketika sektor bisnis ekspansif dan konsumsi tumbuh maka potensi penerimaan pajak pun tumbuh yang bisa dialokasikan untuk peningkatan kualitaskuantitas jasa dan barang publik. Dengan kata lain, tujuan dari kebijakan tax amnesty lebih menekankan pada penyelamatan aset dan potensi pajak yang hilang, lebih baik memotong kewajiban pajak sekian persen daripada tidak mengenakan pajak sama sekali padahal potensi penerimaannya besar dan akan memberikan multiplier effect yang lebih besar kelak pada sektor-sektor lain. Hanya saja, pemerintah masih memiliki tugas besar dalam melancarkan kebijakan, terutama terkait dengan penarikan aset dari luar negeri. Negaranegara yang sebelumnya menerima keuntungan dari perusahaan atau orang Indonesia yang menaruh aset di negaranya tidak akan begitu saja membiarkan mereka memindahkan asetnya ke Indonesia alias negara asal. Mampukah pemerintah Indonesia menaklukan tantangan ini?
4
Sumber Ilustrasi: inilah.com
HALO BREXIT! Awal tahun 2013, Perdana Menteri David Cameron menjanjikan referendum bagi rakyat Inggris untuk menentukan nasib mereka sendiri. Nasib mengenai apakah Inggris akan tetap bersama dengan Uni Eropa atau justru sebaliknya, yaitu keluar dari Uni Eropa. Janji tersebut hanya akan dipenuhi jika warga Inggris memenuhi satu syarat, yakni jika partai pimpinan Cameron, Partai Konservatif, memenangi Pemilu 2015. Singkat kata, Partai Konservatif kembali memenangi pemilu dan Cameron terpilih kembali, membuat Cameron harus menepati janjinya. Atas dasar itu lah, Cameron mengumumkan bahwa pada tanggal 23 Juni 2016 warga Inggris dapat memilih dan menentukan nasib mereka sendiri. Hari referendum pun tiba dan membuahkan hasil yang cukup mengejutkan, yakni warga Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa dengan perolehan suara sebesar 52%. Britain Exit (Brexit), peristiwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa, membawa dampak bagi perekonomian dan perpolitikan global mengingat Inggris merupakan salah satu poros kekuatan dunia. Indonesia sebagai salah satu mitra Inggris pun tentu tidak terlepas dari dampak yang mengiringi Brexit. Akan tetapi, seberapa besar efek Brexit tersebut bagi Indonesia? Brexit nampaknya tidak akan berdampak krusial bagi Indonesia Hal ini dapat dilihat dari tiga sektor, yakni sektor keuangan, perdagangan, dan investasi. Dari segi keuangan, kurs poundsterling terjun bebas menyambut ketidakpastian yang akan dialami Inggris, membuat pasar global beramai-ramai mengalihkan aset mereka ke mata uang yang lebih aman seperti dollar AS, yen Jepang, dan emas.1 Karena ketidakpastian tersebut, investor asing juga lebih memilih untuk melepas rupiahnya dan mengalihkannya ke aset yang lebih aman, entah itu dollar maupun emas. Akan tetapi, arus dana keluar akan berhenti dan kembali masuk ke Indonesia jika ketidakpastian telah berakhir dan investor dapat mengalkulasi peluang serta risiko yang timbul. Dari segi perdagangan, ekspor Indonesia ke Inggris masih lebih kecil dibandingkan ekspor Indonesia ke Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang atau India. Inggris menempati peringkat ke-21 negara tujuan ekspor Indonesia, yang berarti, Indonesia masih memiliki alternatif trading partner selain Inggris dengan prospek nilai ekspor yang jauh lebih besar pula. Sebagai contoh, ekspor non-migas Indonesia ke Inggris sebesar 364 juta dollar AS pada triwulan I 2016, hanya 0.27% dari total ekspor non-migas Indonesia sebesar 131,73 miliar dollar AS.2 Ekspor tekstil Indonesia ke Inggris pun hanya sebesar 600 juta dollar AS atau 4.9% dari total ekspor tekstil Indonesia sebesar 12,2 miliar dollar AS.3
5
Dari segi investasi pun, investasi Inggris di Indonesia pada tahun 2015 hanya sebesar 503 juta dollar AS atau 1.71% dari total investasi asing di Indonesia. Jumlah investasi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara investor lainnya seperti Singapura, Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok atau Belanda. Prospek dagang Indonesia-Inggris Meskipun tidak berdampak krusial, ketiga aspek di atas tetap memiliki kontribusi terkait halnya dengan hubungan dagang dan diplomatis antara kedua negara sehingga cara pemerintah Indonesia dalam menyikapi keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi sangat penting. Jika memang hasil negosiasi memutuskan Inggris benar-benar keluar, barangkali Indonesia mesti bergegas mengurus segala bentuk administratif kerjasama dagang dengan Inggris. Hal ini juga tergantung pada diplomasi dan negosiasi yang akan ditempuh pemerintah Indonesia dan pertimbangan-pertimbangan lain terkait tarif, kuota serta birokrasi guna meningkatkan volume perdagangan kedua negara. Namun di samping itu, terdapat risiko lain, yaitu jika ternyata Brexit menyebabkan perekonomian Inggris melemah dan pendapatan berkurang yang akhirnya mempengaruhi perdagangan Inggris dengan salah dua trading partner terbesarnya, Amerika Serikat dan Tiongkok. Kedua negara tersebut juga merupakan trading partner terbesar Indonesia sehingga jika perekonomian kedua negara terganggu maka akan terjadi kendala arus perdagangan antara Indonesia dengan kedua negara trading partner terbesarnya tersebut. Cara terbaik Indonesia memposisikan diri Hal terbaik yang kiranya mesti pemerintah Indonesia lakukan di tengah dilema prospek dagang di atas adalah berfokus pada stabilitas ekonomi domestik. Untuk mencapai stabilitas ini, Indonesia dapat mendorong dan memaksimalkan konsumsi domestik seiring dengan langkah-langkah perbaikan daya beli masyarakat, menarik peluang investasi sebanyak-banyaknya seiring dengan kebijakan tax amnesty atau bentuk keringanan pajak lainnya yang belakangan ditetapkan, mendorong pengeluaran pemerintah seiring dengan digalakkannya penerbitan obligasi-obligasi negara yang menyasar pangsa pasar syariah dan internasional, atau mendorong ekspor melalui optimalisasi hubungan dagang dengan trading partner lain yang selama ini belum mendapat perhatian besar dari pemerintah Indonesia. Fajar Marta, “Seberapa Besar Dampak Brexit terhadap Ekonomi Indonesia?”, Kompas, diakses tanggal 30 Juni 2016,http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/25/104648026/seberapa.besar.dampak.brexit.terhadap.ekonomi .indonesia. 2 Beginda Pakpahan, “Brexit: Perspektif Politik-Ekonomi Domestik dan Global”, HMHI UI, diakses tanggal 30 Juni 2016, http://hmhi.fisip.ui.ac.id/2016/06/29/brexit-beginda/ 3 Ibid 1
TRAGEDI
#PrayforSaudi Turut berduka atas pengeboman yang terjadi di Madinah, Jeddah dan Qatif pada tanggal 4 Juli 2016 sore waktu setempat.
6