Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sri Sayekti FIP IKIP Veteran Semarang Email :
[email protected] ABSTRAK Sebuah badan usaha yang paling banyak digunakan dewasa ini dan masa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas (PT). Perseroan Terbatas ini berasal dari Hukum Dagang Belanda yaitu Wetboek van Koophandel (WvK) yang dikenal dengan istilah Naamloze Vennoatschap (NV). Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diera globalisasi pada masa mendatang, perlu di dukung oleh suatu undangundang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu: (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas dibentuk dan dibangun berdasarkan latarbelakang filosofis, sosiologis serta dalam rangka memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat; (2) Undang-Undang Perseroan terbatas memuat substansi pokok, seperti ketentuan umum, pendirian, anggaran dasar dan perubahan anggaran dasar, daftar perseroan dan pengumuman, tanggung jawab sosial dan lingkungan, Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan pengawas syariah dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan usaha; dan (3) Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan satu pilihan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yaitu: (a) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (b) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan Perseroan Terbatas sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil; (c) Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat; dan (d) Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Kata Kunci : Undang-undang, Perseroan Terbatas. PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas disusun dan dibentuk atas dasar laterbelakang: Filosofis Perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
84
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diera globalisasi pada masa mendatang, perlu di dukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang diundangkan pada tanggal 7 Maret tahun 1995 dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang –undang yang baru, maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu membentuk undang-undang tentang Perseroan Terbatas yang baru yaitu Undang –Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Sosiologis Dengan diberlakukannya Undang-Undang Perseroan Terbatas ini, dalam penjelasan umumnya disebutkan Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara: 1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum. 2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar. 3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu. Memenuhi Perkembangan Hukum Dan Kebutuhan Masyarakat Karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Hal mana telah diperkenankan di Indonesia melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
85
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Telematika (Telekomonikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung Good government yang online kepada seluruh notaris dapat mencegah dan menghapus korupsi, kolusi, nepotisme dan suap, sekaligus mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean goverment), maka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dipandang tidak lagi memenuhi tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Perseroan Terbatas merupakan badan hukum maka dibutuhkan adanya suatu persetujuan atau pengesahan dari instansi yang berwenang, di Indonesia dipercayakan kepada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Direktorat Perdata. Karena Perkembangan teknologi dan tuntutan zaman yang semakin hari semakin canggih dan menuju kearah Globalisasi, maka Pemerintah merasakan perlunya memberikan pelayanan yang cepat dalam bidang usaha demi persaingan dalam memperoleh devisa bagi negara. Pengesahan atau persetujuan Perseroan Terbatas telah dilakukan melalui internet, agar Departemen Hukum dan Hak Asasi tersebut tidak perlu didatangi tamu-tamu dari seluruh Indonesia. Selain memproses lebih cepat juga menghemat biaya, hal ini telah pula diserahkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia kepada suatu perusahaan swasta bernama PT. Sarana Rekatama Dinamika, berkedudukan di Jakarta yang terkenal dengan sebutan perusahaan yang menangani Sisminbakum, yaitu singkatan dari sistem administrasi badan hukum. Pembuatan akta untuk Badan Hukum Perseroan Terbatas ini haruslah akta otentik, yang dipercayakan kepada notaris, yaitu seorang Pejabat Umum, yang bekerja secara profesional. Setelah Akta Pendirian Perseroan Terbatas dibuat maka diteruskan dengan Pengesahan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Sisminbakum tersebut dengan internet. Pemeriksaan internet selesai dilanjutkan dengan pemeriksaan data fisik yang disampaikan oleh Notaris pembuat akta otentik tersebut. ASPEK MATERIIL Pokok-pokok Pikiran Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang secara efektif berlaku pada tanggal 16 Agustus 2007 ini terdiri dari xiv Bab, 161 Pasal. Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa
penambahan
ketentuan
baru,
perbaikan,
penyempurnaan,
maupun
mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan. Secara umum materii pokok dari Undang –Undang Perseroan Terbatas ini, terdiri dari: MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
86
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Ketentuan Umum Hal ini lebih diperjelas bahwa hakekat Perseroan di dalam Undang-Undang ini ditegaskan pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Unsur-unsur Badan Hukum sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini adalah: a. Organisasi yang teratur Sebagai organisasi yang teratur, perseroan mempunyai organ yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. b. Harta kekayaan sendiri. Perseroan memiliki harta kekayaan sendiri berupa modal dasar yang terdiri dari seluruh nominal saham dan harta kekayaan dalam bentuk lain. c. Melakukan hubungan hukum sendiri Sebagai badan hukum, perseroan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga. d. Mempunyai tujuan sendiri Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. Pendirian, Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar, Daftar Perseroan dan Pengumuman Memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat pada Bab II tentang Pendirian, Anggaran Dasar, Daftar Perseroan dan Pengumuman yang dimuat di pasal 7 sampai pasal 30 Undang-Undang ini mengatur tatacara: 1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum, 2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, 3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan /atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu (Pasal 19-27) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 29 ayat (1) menyatakan Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri dan pada Pasal 30 ayat (1) menyatakan : Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia: A. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) B. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
87
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
C. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri. Ketentuan ini dimaksud untuk memberikan pelayanan dalam satu atap yang merupakan kewenangan Menteri Hukum dan HAM, mencakup pengesahan pendirian Perseroan dan melakukan pengumuman dalam Berita Resmi Perseroan yang bertujuan untuk menyederhanakan prosedur, menghemat biaya dan waktu, sehingga memudahkan berusaha di Indonesia. Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada notaris. Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui dan/atau diberitahukan kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberian status badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan perubahan data lainnya, Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan (Pasal 9 dan pasal 29-30). Ciri utama Perseroan Terbatas adalah bahwa PT merupakan subyek hukum yang berstatus badan hukum, yang pada gilirannya membawa tanggung jawab teratas (limited liability) bagi para pemegang saham,anggota direksi dan komisaris. .Pemegang saham Perseroan Terbatas tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perikatan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Dalam hal yang bertanggung jawab adalah suatu kesatuan itu sendiri, maka kesatuan (badan) tersebut oleh hukum diberikan kedudukan sebagai pemegang hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain kesatuan tersebut diberikan kedudukan sebagai badan hukum (recht persoonlitjkheid). Modal Dan Saham Dalam Bab III pasal 31-62 diatur tentang Modal dan Saham, ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan wajib menyisihkan paling sedikit 25 persen dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor, apabila perseroan memiliki saldo laba yang positif mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3(tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
88
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Klausul tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR), merupakan ketentuan baru yang tertuang dalam Bab V Pasal 74. Disana diatur bahwa Perseroan yang menjalankan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. CSR (corporate sosial responsibility) adalah tanggung jawab sosial perusahaan poin ini merupakan ketentuan baru yang tertuang dalam Bab V Pasal 74. Pasal 74 mewajibkan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam menyisihkan sejumlah dananya guna melakukan program CSR. Jadi jangan hanya dilihat core business-nya. Rumah sakit pun wajib menyisihkan dana untuk melakukan program CSR karena dia membuang limbah. Pokoknya semua usaha yang berhubungan dengan lingkungan diwajibkan mengikuti program CSR. Meski bersifat wajib, ketentuan ini bukan bermaksud membebani perusahaan. Program CSR bersifat penuh toleransi dan tidak semena-mena. ”CSR sesuai dengan asas kepatutan dan kewajaran”. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komonitas setempat, dan masyarakat pada umumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat, maka ditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakan kewajiban Perseroan tersebut kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengikuti perkembangan berita di media massa yang menyangkut
pembahasan
Pasal 74, sesungguhnya rumusan itu sudah mengalami penghalusan lantaran kritikan keras para pelaku usaha. Tadinya tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak hanya berlaku untuk perusahaan yang bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumberdaya alam, tetapi berlaku untuk semua perusahaan, tidak terkecuali perusahaan skala UKM, baru berdiri, atau masih dalam kondisi rugi. Ternyata lingkup dan pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dimaksud pasal 74 UU PT berbeda dengan lingkup dan pengertian CSR dalam pustaka maupun definisi resmi yang dikeluarkan oleh lembaga internasional (The World Bank, ISO MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
89
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
26000) serta praktek yang telah berjalan di tanah air maupun yang berlaku secara internasional. Lalu sebenarnya seperti apa best practice mengenai CSR ini?. Saat ini ISO (International Organization for Standardization), tengah menggodok konsep standar CSR. Standar itu dikenal dengan nama ISO 26000 Guidance on Social Responsibility. Tanggung jawab sosial didefinisikan sebagai tanggung jawab sebuah organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku transparan dan etis, konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memerhatikan harapan dari para pemangku kepentingan, sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma perilaku internasional, dan terintegrasi di seluruh organisasi.. Dari definisi itu, ada tujuh isu inti tanggung jawab sosial, yaitu lingkungan, hak asasi manusia, praktek perburuhan, pemberdayaan masyarakat, organizational governance, isu konsumen, dan praktik kegiatan bisnis yang sehat. Pada dasarnya kegiatan CSR sangat beragam bergantung pada proses interaksi sosial, bersifat sukarela didasarkan pada dorongan moral dan etika, dan biasanya melebihi hanya sekedar kewajiban memenuhi peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, didalam praktek, penerapan CSR selalu disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan dan kebutuhan masyarakat. Idealnya terlebih dahulu dirumuskan bersama antara 3 pilar yakni dunia usaha, pemerintah dan masyarakat setempat kemudian dilaksanakan sendiri oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian adalah tidak mungkin untuk mengukur pelaksanaan CSR. Selain itu, pelaksanaan CSR merupakan bagian dari good corporate governance yang mestinya didorong melalui pendekatan etika maupun pendekatan pasar (insentif). Pendekatan regulasi sebaiknya dilakukan untuk menegakkan prinsip transparansi dan fairness dalam kaitan untuk menyamakan level of playing field pelaku ekonomi. Sebagai contoh, UU dapat mewajibkan semua perseroan untuk melaporkan, bukan hanya aspek keuangan, tetapi yang mencakup kegiatan CSR dan penerapan Good Corporate Governance. Seringkali kepentingan perusahaan diseberangkan dengan kepentingan masyarakat. Tak banyak yang menyadari bahwa sesungguhnya perusahaan dan masyarakat saling ketergantungan yang tinggi. Saling ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat berimplikasi bahwa baik keputusan bisnis dan kebijakan sosial harus mengikuti prinsip berbagai keuntungan, yaitu pilihan-pilihan harus menguntungkan kedua belah pihak. Environmentalism sebagai sebuah paham telah megubah pemikiran masyarakat sebagai pelanggan untuk mempunyai kesadaran bahwa produk yang mereka beli harus dalam koridor ramah lingkungan. Perubahan sikap dan kesadaran masyarakat tersebut memicu dorongan pemasaran baru yaitu pemasaran hijau gerakan oleh perusahaan untuk MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
90
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
mengembangkan dan memasarkan produk yang bertanggungjawab terhadap lingkungan. Contoh tindakan pemasaran hijau dilakukan oleh McDonald’s yang biasanya membeli CocaCola dalam kantong plastik yang dikemas dalam kotak karton, beralih menggunakan truk tangki yang dipindahkan dengan pompa ke tempat penyimpanan fleksibel dalam restoran, kemudian menggunakan gelas minum, serbet, kantong dan nampan kecil yang dibuat dari kertas yang dapat didaur ulang. Sementara itu perusahaan milik negara (BUMN) sudah menerapkan CSR yang diwajibkan oleh Undang-Undang Nomor 19/2003 tentang BUMN, lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Jadi untuk BUMN dikecualikan karena sudah ada UU tersendiri. Mereka kan perusahaan yang dimiliki oleh negara, bukan layaknya swasta. Bahkan pola CSR mereka sudah rinci aturan pelaksananya. Perusahaan kini juga berperan sebagai agen sosial perubahan, ini cara bijak menyelamatkan lingkungan dan sekaligus kelangsungan bisnisnya. Corporate social responsibility, CSR adalah wacana baru dalam pembangunan sosial ekonomi, tujuannya adalah agar perusahaan turut mengambil peran mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat dimana perusahaan itu berdiri. Inkonsistensi antar pasal Ternyata terdapat adanya inkonsistensi antara pasal 1 dengan pasal 74 serta penjelasan pasal 74 itu sendiri. Pada pasal 1 Undang-Undang nomor 40 Tahu 2007 tentang Perseroan Terbatas memuat
“... komitmen Perseroan Terbatas untuk berperan serta”,
sedangkan pasal 74 ayat 1 ”...wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. Pada pasal 1 mengandung makna pelaksanaan CSR bersifat sukarela sebagai kesadaran masing-masing perusahaan atau tuntutan masyarakat. Sedangkan pasal 74 ayat 1 bermakna suatu kewajiban. Lebih jauh lagi kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan pada pasal 74 ayat 1 tidak memiliki keterkaitan langsung dengan sanksinya pada pasal 74 ayat 3. Sanksi apabila tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan tidak diatur dalam Undang-Undang PT tetapi digantungkan peraturan UndangUndang lain yang terkait. Demikian juga pada pasal 74 tersirat bahwa PT yang terkena tanggung jawab sosial dan lingkungan, dibatasi namun dalam penjelasannya dapat diketahui bahwa semua perseroan punya tanggung jawab sosial dan lingkungan, karena penjelasan pasal 74 menggunakan penafsiran yang luas. Hal ini dapat dilihat pada bunyi pasal 74 ayat 1 dimana perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang
dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, sedangkan pada penjelasan pasal 74 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
91
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Berikutnya yang dimaksud dengan perseroan yang menjalankan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi sumber daya alam. Dengan demikian jelas tidak ada satupun perseroan terbatas yang tidak berkaitan atau tidak memanfaatkan sumber daya alam. CSR adalah konsep yang terus berkembang baik dari sudut pendekatan elemen maupun penerapannya. CSR sebenarnya merupakan proses interaksi sosial antara perusahaan dengan masyarakatnya. Perusahaan melakukan CSR bisa karena tuntutan komonitas atau karena pertimbangannya sendiri. Bidangnyapun amat beragam ada pada kondisi yang berbeda-beda. Proses regulasi yang menyangkut kewajiban CSR perlu memenuhi pembuatan peraturan yang terbuka dan akuntabel, harus jelas apa yang diatur. Lalu, harus dipertimbangkan semua kenyataan dilapangan, termasuk orientasi, kapasitas birokrasi dan aparat penegak hukum serta badan-badan yang melakukan penetapan dan penilaian standar. Yang juga harus diperhitungkan adalah kondisi politik, termasuk kepercayaan pada pemerintah dan perilaku para aktor politik dalam meletakkan masalah kesejahteraan umum. Ini artinya harus melalui dialog bersama para pemangku kepentingan, seperti pelaku usaha, kelompok masyarakat yang akan terkena dampak, dan organisasi pelaksana. CSR Menjadi Tanggung jawab Legal Dengan diatur dalam suatu UU, CSR kini menjadi tanggung jawab legal dan bersifat wajib. Namun, dengan asumsi bahwa akhirnya kalangan bisnis bisa menyepakatinya makna sosial yang terkandung didalamnya, gagasan CSR mengalami distorsi. Pertama, sebagai sebuah tanggung jawab sosial, Undang-Undang ini telah mengabaikan sejumplah prasarat yang memungkinkan terwujudnya makna dasar CSR tersebut, yakni sebagai pilihan sadar, adanya kebebasan, dan kemauan bertindak. Mewajibkan CSR, apapun alasannya, jelas memberangus sekaligus ruang-ruang pilihan yang ada, berikut kesempatan masyarakat mengukur derajat pemaknaannya dalam praktik. Dalam ranah norma kehidupan modern, kita dilingkupi dengan sejumlah norma yakni norma hukum, moral, dan sosial. Tanpa mengabaikan kewajiban dan pertanggung jawaban hukumnya, pada domain lain perusahaan juga terikat pada norma sosial sebagai bagian integral kehidupan masyarakat setempat. Konsep asli CSR sesungguhnya bergerak dalam kerangka ini, dimana perusahaan secara sadar memaknai aneka prasyarat tadi dan masyarakat sekaligus bisa menakar komitmen pelaksanaannya. Kedua, dengan kewajiban itu, kosekuensinya, CSR bermakna parsial sebatas upaya pencegahan dan penanggulangan dampak sosial dan lingkungan dari kehadiran sebuah perusahaan. Dengan demikian, bentuk program CSR hanya terkait langsung dengan core business perusahaan, sebatas jangkauan masyarakat sekitar. MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
92
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Padahal praktik yang berlangsung selama ini, ada atau tidaknya kegiatan terkait dampak sosial dan lingkungan, perusahaan, melaksanakan program langsung, seperti lingkungan hidup dan tak langsung (bukan core business) seperti rumah sakit, sekolah, dan beasiswa. Kewajiban tadi berpotensi menghilangkan aneka program tak langsung tersebut. Ketiga, tanggung jawab lingkungan sesungguhnya adalah tanggung jawab setiap subyek hukum, termasuk perusahaan. Jika terjadi kerusakan lingkungan akibat aktivitas usahanya, hal itu jelas masuk ke wilayah urusan hukum. Setiap dampak pencemaran dan kehancuran ekologis dikenakan tuntutan hukum,dan setiap perusahaan harus bertanggung jawab. Dengan menempatkan kewajiban proteksi dan rehabilitasi lingkungan dalam domain tanggung jawab sosial, hal ini cenderung mereduksi makna keselamatan lingkungan sebagai kewajiban legal menjadi sekedar pilihan tanggung jawab sosial. Atau bahkan lebih jauh lagi, justru bisa terjadi penggandaan tanggung jawab suatu perusahaan, yakni secara sosial (menurut UU PT) dan secara hukum (UU Lingkungan hidup). Keempat, dari sisi keterkaitan peran, kewajiban yang digariskan UU PT menempatkan perusahaan sebagai pelaku dan sebagai penanggung jawab tunggal program CSR. Di sini masyarakat seakan menjadi obyek belaka, sehingga hanya menyisakan budaya ketergantungan selepas program, sementara negara menjadi mandor pengawas yang siap memberikan sanksi atas pelanggaran yang terjadi. Kemitraan Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat. Persoalan berikutnya, seberapa jauh CSR berdampak positif bagi masyarakat, amat tergantung dari orientasi dan kapasitas lembaga lain, terutama Pemerintah. Berbagai studi menunjukkan, keberhasilan program CSR selama ini justru terkait dengan sinergitas kerjasama
perusahaan, masyarakat dan pemerintah. Segitiga peran itu memungkinkan
integrasi kemungkinan atau program semua stakeholders pembangunan. Bahkan tidak jarang CSR menjadi semacam titik temu wilayah isu yang menjadi perhatian perusahaan, kepentingan riil masyarakat setempat, dan program pemda dalam kerangka pembangunan regional. Untuk Indonesia, pelaksanaan CSR membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai koordinator penanganan krisis melalui CSR. Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung, dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi para pelaku bisnis dan kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
93
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
yang lebih adil dan menghindarkan proses manipulasi satu pihak terhadap yang lain. Peran terakhir ini amat diperlukan, terutama di daerah. Rapat Umum Pemegang Saham Pada BAB VI mulai pasal 75-91 diatur tentang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut
penyenggaraan
Rapat
Umum
Pemegang
Saham
(RUPS)
dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, vidio konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Ketentuan ini bertujuan untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan. Dewan Pengawas Syariah Ketentuan baru lainnya adalah kewajiban perusahaan membentuk dewan pengawas syariah. Sesuai dengan perkembangannya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah diatur dalam Pasal 109. ”Bagi perusahaan yang menjalankan usahanya dengan prinsip syariah”, Dalam ketentuan tersebut, dewan ini semacam dewan komisaris. Tugasnya memberi saran kepada direksi serta mengawasi jalannya perseroan. Anggota lembaga ini diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pasal 109 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai dewan komisaris wajib mempunyai dewan pengawas syariah. (2) Dewan Pengawas syariah terdiri atas seorang ahli atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. (3) Dewan pengawas syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam Bab VII pasal 92-121 diatur tentang Direksi dan Dewan Komisaris untuk lebih memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Dan Pemisahan Dalam Bab VIII Pasal 122-137 memuat tentang bagaimana cara dan prosedurprosedur dalam hal penggabungan perseroan’ peleburan, pengambil alihan dan pemisahan usaha. Undang–Undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya status badan hukum Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
94
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dengan pengaturan yang komprehensip yang melingkupi berbagai aspek Perseroan, maka UndangUndang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta memberikan kepastian hukum masyarakat serta lebih memberikan kepastian hukum, khususnya kepada dunia usaha.
KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1.
Undang-Undang Perseroan Terbatas dibentuk dan dibangun berdasarkan latarbelakang filosofis, sosiologis serta dalam rangka memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
2.
Undang-Undang Perseroan terbatas memuat substansi pokok, seperti ketentuan umum, pendirian, anggaran dasar dan perubahan anggaran dasar, daftar perseroan dan pengumuman, tanggung jawab sosial dan lingkungan, Rapat Umum Pemegang Saham, Dewan pengawas syariah dan penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan usaha.
3.
Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan satu pilihan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan yaitu: a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan Perseroan Terbatas sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah dan kecil. c. Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat. d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 1996, Hukum Perseroan Indonesia, Bandung : PT. Citra AdityanBakti. Dyah Hapsari dan Theofransus Litaay, 2003, Hukum Korporasi, Salatiga : Universitas Kristen Satyawacana. Hadi Setia Tunggal, 2007, Memahami Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU No,40 tahun 2007), Jakarta:Harvindo. Hendrik Budi Untung, 2009, Corporate Social Responsibility, Yogyakarta: Sinar Grafika.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
95
Vol : XX, No : 4, OKTOBER 2013
Kansil, C.S.T, 1992, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Poerwanto, 2008, Budaya Perusahaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rochmat Sumitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Bandung: Eresco. R. Soekardono, 1981, Hukum Dagang Indonesia Jilid I (bagian 2), Jakarta: Rajawali. Sudargo Gautama, 1991, Ikhtisar Hukum Perseroan, Bandung: Citra Aditya Bakti. Santosa Sembiring, 2007, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: Nuansa Aulia. Santoso Sembiring, 2008, Hukum Dagang (edisi revisi, cetakan ketiga), Bandung: Citra Aditya bakti.
MAJALAH ILMIAH PAWIYATAN
96