TINJAUAN TEORITIS Kajian pengembangan masyarakat yang dilakukan di lapangan tidak akan terlepas dari pijakan teori. Berawal dari penyusunan kerangka kerjanyapun membutuhkan sebuah konstruk pemikiran. Konsruk pemikiran tersebut sangat erat dengan landasan teoritis yang digunakan sebagai pijakan penyusunan kerangka kerja sebuah Kajian Pengembangan Masyarakat. Arti penting dari sebuah konstruksi teori dalam sebuah kajian ilmiah secara filosofis dikemukakan oleh (Noeng Muhadjir, 1996) bahwa ; Konstruksi teori itu dibangun dari konseptualisasi teoritik; sebagai hasil pemaknaan empiri dalam arti sensual, logik, ataupun etik. Semua itu dibangun dari berbagai ragam konsep. Preposisi atau pendapat dikonstruksikan dari sejumlah konsep. Konsep mendeskripsikan esensi dari sejumlah sesuatu. (hal.58) Dengan demikian sebuah kajian pengembangan masyarakat yang mencerminkan karya ilmiah implementatif semestinya sarat dengan kajian teoritis sebagai pijakannya.
Kemiskinan dan Pengangguran. Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak memiliki kemampuan untuk mencapai kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat karena sebab-sebab natural, kultural, atau struktural (Nugroho & Dahuri, 2004). Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah
atau
merintangi
seseorang/kelompok
kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat.
David
dalam
memanfaatkan
Cox
membagi
kemiskinan ke dalam beberapa dimensi (Suharto, 2006) salah satu dimensi yang relevan dengan pengangguran di perkotaan adalah :
9
1.
Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan.
2.
Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan).
3.
Kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan).
4.
Kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan). Salah satu akibat dari makin meningkatnya angka kemiskinan di negara
berkembang seperti Indonesia, adalah makin tingginya tingkat pengangguran. Secara definisi berdasarkan perspektif
kependudukan pengangguran dapat
diartikan sebagai bagian angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Penganggur penuh ialah penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan secara aktif mencari pekerjaan. Penganggur tidak penuh ialah penduduk usia kerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu yang aktif mencari pekerjaan, dan yang masih bersedia pindah pekerjaan bila ada kesempatan (Sudjarwo S, 2004:82). Sadono
Sukirno
(1981)
menyatakan
pengangguran
dapat
pula
ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia dengan mesin-mesin atau bahan-bahan kimia. Pengangguran tersebut dinamakan pengangguran teknologi. Tetapi sering pula penganggur ini terdiri dari tenaga kerja yang diberhentikan dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang mengalami kemunduran, pengangguran ini dinamakan pengangguran struktural.
Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat... Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah ... (pengembangan masyarakat) harus berhubungan dengan bentuk pemerintah lokal terdekat.” (Colonial Office 1954: appendix D, h.49 dalam Brokensha dan Hodge, 1969:h, 34 dalam Adi, 2001). Pengembangan masyarakat juga merupakan salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat
10
melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial (Suharto, 2006). Tujuan
pengembangan
masyarakat
adalah
untuk
memantapkan
komunitas sebagai lokasi yang memungkinkan manusia memenuhi kebutuhannya, daripada sekedar mengandalkan pada kekuasaan yang lebih besar, tanpa kemanusiaan dan kekurangan struktur aksebilitas terhadap kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite profesional dan sebagainya (Ife, 1995). Pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, non pemerintah, lembaga dan masyarakat. Terdapat 3 (tiga) karakter yang perlu dicermati dalam pengembangan masyarakat (Sulistiati, 2004) yaitu: berbasis masyarakat (community based), berbasis pada sumber daya lokal (local resource based) dan berkelanjutan (sustainable). Berbasis masyarakat mengandung pengertian bahwa masyarakat dilibatkan sebagai pelaku atau subyek mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai kepada monitoring dan evaluasinya. Masyarakat mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan tentang keputusan yang diperlukan secara kolektif bukan perorangan. Berbasis sumberdaya setempat sesuai dengan potensi yang ada dalam masyarakat.
Kelembagaan dan Strategi Pengembangan Kelembagaan Kelembagaan sosial menurut Nasdian dan Dharmawan (2006); merupakan terjemahan langsung dari istilah social-institution. Ada pula yang menggunakan istilah pranata sosial untuk istilah social-institution tersebut, yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat (1964) menggunakan istilah pranata sosial untuk menjelaskan kelembagaan sosial adalah “suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
kepada
aktivitas-aktivitas
untuk
memenuhi
kompleks-kompleks
kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.” Kelembagaan memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. (Polak, 1996). Selanjutnya Uphoff (1993), menegaskan bahwa kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif.
11
Keberlangsungan sebuah kelembagaan bergantung pada sejauhmana pengembangan kelembagaan itu sendiri. Berbagai upaya ditempuh dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul, diantaranya adalah seputar pengangguran dan ketenagakerjaan, salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan peran kelembagaan melalui program pengembangan kelembagaan. Nasdian (2007) memberikan sebuah pengertian praktis mengenai Program Pengembangan Kelembagaan dengan muatan sebagai berikut : Sebagai salah satu aspek dari program dasar Environmental Governance and Partnership System (EGPS) khususnya dalam perancangan pengembangan kelembagaan. Program ini adalah untuk mendukung aksiaksi bersama dan pemberdayaan ekonomi lokal di tingkat komunitas.(hal.13). Hal ini juga diperkuat oleh ungkapan Israel, (1990) sebagai berikut : Pengalaman Proyek-Proyek Bank Dunia” Bahwa sebuah kelemahan kelembagaan merupakan suatu rintangan terhadap jalannya pembangunan, pengembangan kelembagaan tujuan utamanya adalah mengefektifkan penggunaan sumberdaya suatu Negara, suatu tujuan utama bagi upaya pembangunan dan menjadi sangat mendesak dalam mengatasi krisis ekonomi dewasa ini.(hal.1) Selanjutnya Nasdian (2007) mengemukakan beberapa strategi yang terkait dalam upaya pengembangan kelembagaan, strategi tersebut adalah : 1.
Kebijakan yang mengarah pada Institutional Incentives (dengan melalui participatory approach dan governance system). Dengan penjelasan teoriaplikatifnya adalah bahwa kebijakan yang dirancang/dibuat oleh pemerintah dalam local government policiesnya menunjukkan bahwa kebijakan tersebut dibuat dalam rangka menciptakan kelembagaan yang insentif (Institutional Incentive) dengan menggunakan pendekatan partisipatif (participatory approach) dan sistem kepemerintahan (governance system).
2.
Pengembangan Kapasitas yang mengarah pada Institutional Capacity, yaitu dengan; a. Operasional/implementasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Peningkatan
kapasitas
kelembagaan
(Institutional
Capacity)
yang
dikembangkan dengan melalui pengembangan jejaring, memuat pengertian bahwa Pengembangan usaha-usaha produktif yang berbasiskan kepada
12
komunitas
diharapkan
dapat
melibatkan
stakeholders
yang
lain
(kelembagaan kolaboratif), seperti organisasi pemerintah, non-pemerintah, swasta, dan berbagai organisasi nasional maupun internasional dalam suatu jejaring. Jejaring tersebut tidak akan mengadopsi pendekatan birokratis atau teknokratis. Keberhasilan jejaring sebagai media untuk perumusan policy menjadi sangat penting, tetapi ini semua tergantung kepada komitmen semua stakeholders dalam jejaring tersebut. b. Perspektif Kapital Sosial, melalui strategi bonding, bridging dan creating (yang akan dikupas secara teoritis pada sub bab Kapital Sosial). c. Partnership (kemitraan) dengan adanya coordination, coorperation, collaboration dan networking. Lebih lanjut Nasdian Tonny memaparkan batasan teori mengenai keempat aspek yang termuat dalam partnership sebagai berikut ; Pertama, Coordination (koordinasi) dimaknai sebagai sebuah pertukaran informasi dan perubahan aktivitas (altering activities) yang bersifat saling menguntungkan serta dalam rangka mencapai tujuan bersama (common purpose). Dibandingkan dengan networking, maka dalam kondisi lebih mensyaratkan keterlibatan aktif secara organisasi. Kedua, Cooperation (kooperasi), agak sedikit berbeda dengan koordinasi, dimana selain ada pertukaran informasi dan perubahan aktivitas yang saling menguntungkan juga ada pengkontribusian sumberdaya (sharing resources). Kerjasama bahkan memerlukan komitmen yang lebih besar secara organisasi dibandingkan koordiansi, serta dalam beberapa kasus memerlukan aspek legal. Ketiga, Collaboration (kolaborasi), jauh lebih lengkap dibandingkan koordinasi dan kerjasama, dalam arti disamping ada pertukaran informasi, perubahan aktivitas dan pengkontribusian sumberdaya, juga mencakup peningkatan kapasitas pihak lainnya, guna keuntungan bersama serta dalam rangka mencapai tujuan bersama. Keempat, Networking (jejaring), bermakna bahwa pertukaran informasi (exchanging information) yang saling menguntungkan (mutual benefit). Merupakan pertalian (lingkage) antar para pihak/organisasi yang paling
13
informal dan paling mudah dilaksanakan. Jaringan kerja merefleksikan langkah awal dari kepercayaan (trust) dan kesempakatan (commitment) antar para pihak/organisasi. Bentuknya bisa bermacam-macam seperti forum, aliansi, kelompok kerja dan lain-lain. Secara lebih sederhana dalam konteks teori-praktis, seperti yang dikutip oleh Nasdian (2004:7), memberikan batasan kelembagaan sosial sebagai “tata abstraksi yang lebih tinggi dari grup, organisasi, dan sistem sosial lainnya.” Karakteristik kelembagaan pemuda bentukan dari “atas” dan dari “bawah” Djatiman (1997) menggolongkan institusi/kelembagaan menjadi tiga, yaitu; (1) Bureaucratic institution; adalah institusi yang datangnya dari pemerintah (atas/birokrasi) dan tetap akan menjadi milik birokrasi, contohnya pemerintah kelurahan dan desa; (2) Community Based institution; adalah institusi yang dibentuk pemerintah berdasarkan atas sumber daya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti Karang Taruna, Koperasi, PKK. (3) Grass Root institution; adalah institusi yang murni tumbuh dari masyarakat dan merupakan milik masyarakat, contohnya arisan, gotong-royong, kelompok pengajian ibu-ibu, kelompok pemuda pedagang kaki lima, kelompok pencinta motor bebek, pemuda band, kelompok preman, dan lain-lain. Sebenarnya masih terdapat banyak ragam pendapat para ahli tentang kelembagaan, namun apa yang dimaksud pada umumnya adalah sama, yaitu merupakan suatu yang stabil, mantap dan berpola. Penelaahan lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat dua aspek dalam kelembagaan; 1) aspek kelembagaan-perilaku, 2) aspek keorganisasian-struktur. Kedua hal tersebut merupakan komponen pokok dalam setiap kelompok sosial. “perilaku” dan “struktur” merupakan bagian utama aspek kelembagaan dan keorganisasian, keduanya saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, ibarat dua sisi mata uang, (Syahyuti, 2003). Beberapa ciri Kelembagaan Bentukan dari “atas”/pemerintah. Salah satu kelembagaan pemuda bentukan dari atas atau pemerintah adalah Karang Taruna. Kelembagaan pemuda ini dibentuk dengan berorientasikan pada kegiatan sosial kemasyarakatan. Berikut ini sejarah awal kebermunculan
14
kelembagaan pemuda bentukan pemerintah, Karang Taruna beserta beberapa ciri yang menyertainya. Sejarah lahirnya kelembagaan pemuda Karang Taruna berawal dari sebuah perkampungan di Tebet, tepatnya di Kampung Melayu Besar Kelurahan Bukit Duri
Kecamatan Kampung Melayu Jakarta pada 26 September 1960.
Kelahiran Karang Taruna melalui proses kerjasama yang saling mengisi dan melengkapi antara pemerintah dan masyarakat kala itu. Karang Taruna awalnya dibentuk melalui Experimental Project Karang Taruna” di Kampung Melayu Jakarta tahun 1960. dari kerja sama antara Jawatan Pekerjaan Sosial (Depsos pada saat ini) dan masyarakat yaitu Lembaga Sosial Kampung (LSK) dan Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY). Hal ini dilatarbelakangi oleh kebiasaan anak-anak setempat saat di luar waktu sekolah, waktu luangnya digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan cenderung negatif seperti berkeliaran serta main kartu, selain itu banyak anak yatim dan anak yang tidak sekolah. Tujuan diadakannya Proyek Eksperimen Karang Taruna ini untuk mengisi waktu luang anak agar tidak diisi dengan kegiatan yang negatif. Istilah Karang Taruna untuk pertama kalinya dicetuskan oleh Ibu Tati Marjono, yang dalam gambarannya Karang adalah suatu tempat berseminya tanaman sehingga tumbuh subur menjadi tanaman yang bermanfaat, sedangkan Taruna adalah remaja, sehingga Karang Taruna merupakan suatu tempat atau wadah bagi remaja untuk tumbuh menjadi generasi muda yang berguna bagi masyarakat (Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial,Departemen Sosial RI, 2004). Pengertian Karang Taruna (Departemen Sosial RI, 2005) adalah sebuah kelembagaan dalam pengertian wadah (organisasi sosial) bagi pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, serta dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dijelaskan mengenai prinsip-prinsip dasar atau ciri-ciri yang dimiliki Karang Taruna, yaitu;
15
1.
Sebagai organisasi sosial.
2.
Wadah pengembangan generasi muda.
3.
Tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi mudanya,
4.
Tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial.
5.
Berkedudukan di desa, kelurahan atau komunitas adat sederajat.
6.
Secara organiasasi berdiri sendiri, bersifat horisontal.
7.
Kewargaan Karang Taruna menganut sistem stelsel pasif, setiap generasi muda di desa, kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berumur 11 s/d 45 tahun adalah warga Karang Taruna.
8.
Kewargaan Karang Taruna tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan agama.
9.
Bergerak terutama di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial.
10. Memiliki tugas untuk menanggulangi berbagai masalah kesejateraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda baik bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya. 11. Dalam melaksanakan program dan kegiatannya bekerja sama dengan berbagai pihak dari kalangan pemerintah maupun komponen masyarakat lainnya. Beberapa ciri Kelembagaan Pemuda bentukan dari bawah/masyarakat : 1.
Terbentuk berdasarkan inisiatif dari suatu komunitas pemuda yang dilatarbelakangi oleh kegemaran/hobi dan aktivitas yang sama.
2.
Kelembagaan lebih bersifat netral dan mandiri (tidak banyak melibatkan campur tangan pihak luar terutama pemerintah)
3.
Belum optimalnya interaksi antar kelembagaan pemuda dengan lembaga lainnya, interaksi biasanya terjadi pada saat ada kegiatan bersama.
4.
Kegiatan yang dilakukan cenderung masing-masing dan hanya untuk kepentingan kelompok saja.
5.
Kegiatan cenderung bersifat sementara dan seremonial.
16
Analisis Diagram Venn pada Kelembagaan Kelembagaan dapat dianalisis menggunakan Diagram Venn. Pembuatan Diagram Venn dapat dilakukan dengan melalui Focus Group Discussion (FGD), yaitu dengan memetakan kelembagaan pemuda yang ada di Kelurahan Cibabat, yang digambarkan dalam bentuk lingkaran. Komunitas yang menjadi sasaran digambar sebagai pusat diagram, sedangkan kelembagaan-kelembagaan yang berperan bagi komunitas tersebut digambar di sekitarnya. Jarak antara lingkaranlingkaran menunjukkan jarak secara fisik (jauh-dekatnya), atau intensitas hubungan dengan kelembagaan tersebut. Lingkaran-lingkaran ini bisa saling menyentuh atau tumpang tindih untuk menggambarkan hubungan antar kelembagaan ataupun antar anggota lembaga tersebut. Ukuran dan letak lingkaran dalam diagram tersebut sesuai dengan penilaian dan kriteria yang telah disepakati oleh peserta FGD. Diagram Venn atau bagan hubungan antar pihak berguna untuk mengetahui kelembagaan dan jaringan atau kelembagaan mana yang dapat dimanfaatkan serta mana yang dapat diakses oleh komunitas. Diagram Venn memperlihatkan persepsi anggota komunitas mengenai kelembagaan yang ada di lingkungan mereka menurut kriteria yang disepakati bersama. Dengan menggunakan Diagram Venn maka dapat diketahui dan dikaji sejauhmana peran kelembagaan pemuda yang ada di Kelurahan Cibabat dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapai masyarakat terutama pada level keluarga.
Pemberdayaan Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan dan pengembangan masyarakat tidak terlepas dari konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja serta keadilan. Konsep pemberdayaan juga sarat dengan pemaknaan sebagai suatu proses penguatan kapasitas komunitas lokal. Harry Hikmat (2001) yang mengutip pendapat Simon (1990) mengemukakan bahwa : Pemberdayaan adalah suatu aktivitas refleksif, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sementara proses yang lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan
17
merupakan sistem yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik (hal x). Usman (2004:32) mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses dalam bingkai usaha memperkuat apa yang lazim disebut community self reliance atau kemandirian. Artinya bahwa, masyarakat didampingi untuk membuat analisis masalah dan kebutuhan, dan dibantu untuk menemukan alternatif
solusinya
dengan
memperlihatkan
dan
menawarkan
strategi
memanfaatkan berbagai resources yang dimiliki. Carlzon dan Macauley sebagaimana dikutip oleh Wasistiono (1998:46), dalam Roesmidi dan Risyanti (2006) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah : Membebaskan seseorang dari kendali kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusankeputusan dan tindakan-tindakannya. (hal.2) Sementara dalam sumber yang sama, Carver dan Clatter Back (1995) mendefinisikan pemberdayaan sebagai berikut : Upaya memberi keberanian dan kesempatan pada individu untuk mengambil tanggung jawab perorangan guna meningkatkan cara kerja mereka dan memberikan kontribusi pada tujuan organisasi. (hal.12) Pemberdayaan sebagai terjemahan dari empowerment, pada intinya diartikan sebagai berikut : To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal bloks to exercising existing power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients (Payne, 1997:266).
Dengan demikian pemberdayaan merupakan pemberian kewenangan dan kapasitas energi yang lebih luas kepada suatu komunitas tertentu. Hal ini tidak hanya bagi komunitas yang lemah saja, namun juga bagi sebuah institusi lokal baik formal maupun informal yang terdapat pada komunitas tersebut. Adanya penciptaan peluang bagi komunitas untuk lebih memahami persoalan yang bersifat individual dan komunal. Hal tersebut menggambarkan bahwa dalam pemberdayaan diharapkan tercipta sinergitas antara potensi individual, potensi komunal serta sistem sumber yang dimiliki komunitas, baik lingkungan fisik dan lingkungan
sosial
dalam
suatu
kerangka
pengembangan
masyarakat.
18
Pemberdayaan dengan pendayagunaan dapat berarti menciptakan atau memelihara jaringan yang sudah ada.
Pemuda Pemuda adalah sosok yang unik dengan dinamika perkembangan sosiokultural dan psikologisnya yang khas. Masa yang dilaluinya merupakan masa transisi yang menuntut suatu kecerdasan untuk memilih. Mencari pilihan ilmu dan keahlian yang paling sesuai dengan kecenderungan minat dan bakatnya. Pada masa transisi ini pemuda sering mengalami bias cita-cita (Dedi Supardi, www.pikiran-rakyat.com. Selasa, 19 Desember 2006). Mendefinisikan pemuda secara umum dalam kerangka struktur masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia tidaklah mudah. Persoalannya adalah karena keberagaman suku, adat, tingkatan sosial ekonomi serta pendidikanSebagian kalangan menggunakan istilah remaja dan sebagian lainnya menggunakan istilah pemuda. Istilah pemuda cenderung lebih sering digunakan dalam konteks pembangunan, sedangkan remaja digunakan untuk memudahkan dalam memberikan definisi. Menurut Piaget yang dikutip Suharto (2005 ) mendefinisikan remaja/pemuda adalah : Usia di mana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak merasa di bawah tingkat orang-orang yang sudah tua melainkan berada dalam tingkat yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak. (hal. 68). Adapun menurut Rifai (1987) pemuda/pemudi/remaja adalah : Mereka yang berada pada masa perkembangan yang disebut masa adolesensi (masa menuju ke kedewasaan). Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, di mana seseorang sudah tidak dapat lagi disebut anak kecil, tetapi belum juga dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Taraf perkembangan ini pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari masa anak-anak menuju ke arah kedewasaan. (hal.1) Lain halnya dengan apa yang dikemukakan oleh Supeni dan Supardi yang dikutip Amir (2007) bahwa pemuda adalah : Sosok dengan kecenderungan bersih yang lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat immaterial, hal yang tak terindra. Orang muda adalah tubuh
19
dengan muatan ideologi berlimpah dengan kecenderungan yang khas, mengabdi dan bekerja adalah dua hal yang simultan. (hal.5) Kata pemuda tersebut dapat dimaknai dalam perspektif psikologis dan sosiologis. Hal ini seperti yang dikemukakan Abdullah (1987) yang dikutip oleh Amir (2007) ; Pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering dibebani oleh nilai-nilai yang merupakan pengertian ideologis atau kultural. Istilah pemuda, tidak memiliki arti yang kaku, namun terikat dengan konteks. Dari pengertian demografis, yang terpantul dalam statistik dan ekonomi, lebih menekankan pada kelompok umur, usia 15 – 25 tahun. Sedangkan dalam konteks sosiologis dan historis lebih menekankan kepada nilai subjektifnya. Kepemudaan dirumuskan berdasarkan tanggapan masyarakat dan kesamaan pengalaman historis. (hal.2) Dengan demikian mengelola pemuda sebagai sumber daya manusia yang merupakan asset bangsa sangatlah penting. Dibutuhkan suatu pemikiran dan pemahaman yang lebih terkonstruk dari berbagai pihak dalam penanganan generasi muda pada perspektif pengembangan masyarakat yang implementatif. Melalui peningkatan peran serta kelembagaan pemuda yang ada di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara, diharapkan mampu mengatasi masalah ekonomi keluarga yang dihadapi masyarakat Kelurahan Cibabat.
Potensi Sumberdaya Komunitas Sudjarwo (2004:101) mendefinisikan sumberdaya (aset) sebagai unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam (hayati dan nonhayati), dan sumberdaya buatan. Sementara Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2006:39) mengemukakan bahwa sumberdaya (aset) masyarakat terdiri dari : 1.
Human Capital (SDM)
2.
Social & Institutional Assets (SD Kelembagaan)
3.
Natural Resources (SDA)
4.
Man Mad Assets (SD Kapital)
Sumberdaya Manusia (Human Capital) Sumberdaya manusia meliputi beberapa aspek yaitu :
20
1. Keragaan penduduk suatu wilayah; umur, jenis kelamin, kepadatan penduduk, heterogenitas dan keragaman etnis. 2. Keterampilan/skill yang dimiliki. 3. Ketersediaan Tenaga Kerja. Sumberdaya Kelembagaan (Social & Institutional Assets) Meliputi kelembagaan yang terdapat dalam sebuah komunitas yang dapat dimanfaatkan dan didayagunakan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah komunal. Kelembagaan tersebut dapat berupa lembaga formal bentukan pemerintah (atas) maupun juga kelembagaan asli bentukan dari masyarakat (bawah). Sumberdaya Alam (Natural Resources) Sumberdaya alam dalam perspektif ekologi menurut Dharmawan (2006:63) dapat pula dikategorikan sebagai common-property resource atau sumberdaya milik umum. Sumberdaya milik umum ini adalah sumberdaya dimana pemanfaatan secara eksklusif sulit dilakukan dan ketika dimanfaatkan bersama menimbulkan pengurangan. Sedangkan Shiva dalam (Sach:1992) mengemukakan bahwa Resource asal katanya mengimplikasikan kehidupan. Akar katanya berasal dari bahasa latin “Surgere” yang mengesankan sebuah mata air yang terus menerus muncul di permukaan tanah. Konsep tersebut menekankan pada kekuatan alam untuk melakukan regenerasi dengan sendirinya serta menekankan pada kreativitasnya yang tak terhingga. Sumber Daya Kapital Sumber daya kapital merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana dalam suatu daerah yang dibuat oleh manusia untuk mendukung aktivitas ekonomi. Indikator sumber daya kapital meliputi, adanya ketersediaan modal dan investasi, ketersediaan tempat usaha atau pasar, ketersediaan transportasi, akses untuk memperoleh air bersih, air minum dan sanitasi yang sehat, keersediaan sarana penerangan (listrik), dan ketersediaan sarana informasin(TV, radio, dan surat kabar). Selain itu seperti gedung banguna,
21
mesin dan pabrik juga merupakan sumber daya kapital yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi.
Komunitas Wilkinson (1970) memahami komunitas sebagai “kumpulan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokalitas), dimana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial-budaya dan secara bersama-sama menyusun aktivitasaktivitas kolektif (collective action).” Warren dalam Fear & Schwarzweller (1985), secara sosiologis mendefinisikan komunitas sebagai “kombinasi dari lokalitas (kawasan) dan unitunit sosial (manusia dan kelembagaan sosial) yang membentuk keteraturan, di mana setiap unit sosial menjalankan fungsi-fungsi sosialnya secara konsisten sehingga tersusun sebuah tatanan sosial yang tertata tertib.” Ciri-ciri suatu komunitas adalah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, di mana satu sama lain saling berinteraksi secara intensif dan mempunyai ikatan emosional yang kuat serta berada dalam wilayah teritorial yang jelas.
Kapital sosial (modal sosial) dan Jaringan Sosial
Kapital Sosial (modal sosial) Kajian pemberdayaan masyarakat tidak terlepas dari analisis yang menggunakan perspektif kapital sosial/modal sosial. Kapital sosial merupakan suatu sistem yang didefinisikan mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi. Menurut Colleta dan Cullen dalam Nasdian dan Dharmawan (2006) kapital sosial merupakan suatu sistem yang memiliki empat tipe yang terdiri dari : 1)
Tipe
Ikatan
Solidaritas
(Bounded
solidarity);
modal
sosial
akan
menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang akan membuat kelompok rugi atau terancam. 2)
Tipe pertukaran timbal-balik (Reciprocity Transaction); sebuah pranata yang melahirkan pertukaran antar pelaku.
3)
Tipe Nilai Luhur (Value Introjection); gagasan dan nilai, moral yang luhur dan komitmen melalui hubungan-hubungan yang bersifat mengikat atau kontraktual, serta menyampaikan tujuan-tujuan individu.
22
4)
Kepercayaan adalah terciptanya suatu iklim dialog yang dialogis, bukan hanya dari satu arah saja. Sehingga ketika terjadi benturan dalam suatu komunitas, maka aspek trust akan sangat menentukan dalam menemukan alternatif pemecahan masalah.
Adapun empat dimensi modal sosial menurut Colleta (2006) terdiri dari : 1)
Integrasi (integration), merupakan hubungan-hubungan kekerabatan yang saling memperkuat hubungan antar individu dalam komunitas
2)
Pertalian (Linkage) yaitu ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal, berupa jejaring (network), dan asosiasi-asosiasi yang bersifat kewarganegaraan
(civil
associations)
yang
menembus
perbedaan
kekerabataan, etnik dan agama. 3)
Integritas organisasi (organizational integrity) yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan.
4)
Sinergi (synergy) yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (state community relaitons). World Bank (2001) mengemukakan bahwa modal sosial mengacu pada
kelembagaan, hubungan dan norma yang terbentuk, kualitas dan kuantitas interaksi sosial dalam masyarakat. Peningkatannya menunjukkan bahwa kohesi sosial memberikan kritikal kepada masyarakat tentang kehidupan ekonomi yang layak dan pembangunan yang berkelanjutan. Modal sosial tidak hanya merupakan jumlah dari institusi tetapi merupakan perekat yang menghubungkan masyarakat. Keberadaan kelembagaan lokal dalam sebuah komunitas selain modal sosial juga tidak terlepas dari adanya jaringan sosial. Kelembagaan lokal dapat didayagunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat melalui jaringanjaringan sosial yang terbentuk di dalamnya. Lembaga lokal dalam hal ini adalah lembaga yang muncul asli dari bawah/dari dalam komunitas dan dapat pula lembaga yang sudah melembaga (internalized) dalam masyarakat. Perspektif kapital sosial memiliki unsur-unsur strategis yang terkait dengan pengembangan kelembagaan seperti bonding, bridging, dan creating, dalam gagasan peningkatan peran kelembagaan pemuda di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi dapat terlihat dari uraian telaah sebagai berikut ;
23
Pertama, Strategi Bonding (melekatkan) : sebuah strategi yang menguatkan dan melekatkan hubungan kelembagaan di dalam lingkup komunitas. Dalam strategi bonding ini yang ditekankan adalah bagaimana interaksi kelembagaan dalam komunitas dapat saling terkait dan melekat sehingga terbentuk sebuah kesinergisan. Kedua, Strategi Bridging (menjembatani) : strategi dimana terciptanya hubungan antar kelembagaan pemuda dengan komunitas dan kelembagaan lainnya. Dengan membangun dan mengembangkan jejaring dan kelembagaan yang berbasis komunitas sebagai suatu modal sosial yang menjalin hubungan kelembagaan. Ketiga, Strategi Creating (menciptakan) : yaitu sebuah strategi mempertautkan pengembangan kelembagaan dengan pelayanan publik dan finansial. Jaringan sosial Jaringan sosial menurut Calhoun et.al (1994) yang dikutip Sumarti (2003) didefinisikan sebagai suatu jejaring hubungan di antara sekumpulan orang yang saling terkait bersama, langsung atau tidak langsung, melalui beragam komunikasi dan transaksi diantara mereka. Sedangkan menurut Suparlan (1982), jarinngan sosial merupakan pengelompokan orang yang terdiri atas sejumlah orang (minimal 3 orang) yang masing-masing memiliki identitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial yang ada, dan melalui hubungan sosial tersebut dapat dikelompokkan sebagai satu kesatuan sosial yang berbeda dengan yang lain. Lebih lanjut Sumarti (2003) mengemukakan karakteristik suatu jaringan sosial mencakup tiga komponen pokok : 1. Simpul-simpul (nodes) jaringan, yaitu sekumpulan orang, obyek atau peristiwa yang berperan sebagai simpul. 2. Ikatan (keterhubungan), yang menghubungkan satu simpul dengan simpul lain, biasanya digambarkan dengan garis yang merupakan suatu jalur; dan 3. Arus, yaitu sesuatu yang mengalir dari suatu simpil ke simpul lainnya, biasa digambarkan dengan anak panah. Komponen-komponen tersebut bekerja berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yaitu : 1. Memiliki pola tertentu; 2. Sekumpulan simpul-simpul yang ada bisa digolongkan dalam satu kesatuan yang berbeda dengan golongan lainnya; 3. Ikatan bersifat relatif permanen; dan 4. Ada aturan main (hak dan kewajiban) yang berlangsung antara simpul-simpul tersebut.
24
Jaringan sosial dapat dianalisis pada aspek-aspek sebagai berikut : 1.
Keragaman tipe
2. Keragaman bentuk ikatan menurut kekuatannya. 3. Keragaman bentuk ikatan menurut tingkat simetrinya 4. Keragaman jaringan menurut ukurannya. Menurut Portes (1998:3) dalam Nasdian dan Utomo (2004) menyatakan bahwa; jaringan sosial bukanlah sesuatu yang alamiah melainkan harus dikonstruksikan melalui penentuan strategi yang berorientasi pada hubunganhubungan kelembagaan dalam kelompok. Hubungan kelembagaan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya yang dapat dipercaya menghasilkan sumber daya lain. Melalui kesertaan dalam suatu jaringan sosial atau struktur sosial sosial lainnya. Orang dapat menjamin perolehan manfaat dari interaksi tersebut. Menurut Prijono dalam Prijono dan Pranaka (1996:116-117), terdapat dua jenis jaringan yakni (1) fungsional, yang mementingkan partisipasi, relevansi dan pragmatisme dan (2) institusional, yang mementingkan keanggotaan, koordinasi dan formalitas. Dengan demikian jaringan kerja merupakan perwujudan dari tindakan berorganisasi.
Pemenuhan ekonomi keluarga dan Peran ekonomi kelembagaan pemuda Pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga adalah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencapai dan meningkatkan kualitas hidup ekonomi masyarakat. Hal ini dapat dicapai dengan cara adanya upaya peningkatan di sektor produksi, distribusi dan konsumsi, yang dengan adanya peningkatan di ketiga sektor tersebut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga; mengurangi pengangguran dan membuka peluang untuk berusaha lebih produktif. Dalam kerangka ilmu ekonomi, faktor penggerak bagi adanya aktivitas ekonomi adalah adanya kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia, adalah tujuan sekaligus motivasi dari kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Pemenuhan kebutuhan, dengan menghadapi keterbatasan dari ketersediaan barang pemenuh kebutuhan yang
pada gilirannya menyebabkan timbulnya pilihan-pilihan
keputusan, adalah identik dengan ekonomi itu sendiri (Lipsey, 1990: 6). Pemenuhan kebutuhan ekonomi ditentukan oleh tingkat produksi dari barang dan
25
jasa. Dalam hal ini, kemampuan setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya selalu dibatasi oleh sumber-sumber ekonomi yang menjadi penentu realisasi dari pemenuhan kebutuhan ekonomi. Sumber-sumber ekonomi ini disebut juga sebagai faktor-faktor produksi, dan jumlahnya senantiasa terbatas, yang mengakibatkan dinamika dalam kegiatan ekonomi. Faktor-faktor produksi itu adalah: 1.
Sumber daya alam, seperti bahan mentah, bahan baku, air, udara, bahan tambang dan sebagainya.
2.
Sumber daya manusia yang berupa tenaga kerja manusia, yang berupa kemampuan fisik, mental, ketrampilan dan keahlian.
3.
Sumber daya kapital, atau barang-barang modal. Termasuk di dalamnya prasarana, mesin, dan barang-barang yang menjadi penentu proses produksi. Banyak ahli ekonomi menambahkan bahwa ketersediaan faktor-faktor
produksi tersebut tidak menjamin timbulnya kegiatan ekonomi. Harus ada pihakpihak yang memiliki inisiatif untuk mengorganisir ketiga faktor ekonomi tersebut sehingga kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi dapat dilaksanakan. Ini biasanya digolongkan menjadi sumber ekonomi atau faktor produksi ke empat, yaitu: 4.
Kewirausahaan (entrepreneurship).Dalam sistem ekonomi apa pun, pihak yang mengambil inisiatif usaha ini harus ada. Tanpa keberadaan faktor produksi ke empat ini, faktor-faktor lainnya tidak dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Ini bahkan dapat disebut sebagai salah satu faktor yang paling penting, karena tanpa kehadiran faktor kewirausahaan, maka kegiatan produksi tidak dapat bergerak dengan sendirinya sekalipun ketiga faktor lainnya berlimpah (Budiono, 1991:5). Dalam basis pemahaman ilmu ekonomi ini, maka dapat disimpulkan
bahwa pemenuhan ekonomi keluarga ditentukan oleh keberadaan faktor-faktor produksi tersebut. Kekayaan sumber daya alam, jumlah tenaga kerja yang memadai, barang modal yang tersedia dan adanya para wirausahawan yang berkualitas,
merupakan
faktor-faktor
yang
menjadi
syarat
perlu.
Dan
perkembangan kewirausahaan sebagai faktor produksi ke empat dapat dipandang sebagai variabel yang paling menentukan dalam konteks peningkatan pemenuhan ekonomi keluarga. Ini mengingat bahwa sejumlah faktor produksi berupa sumber
26
daya alam ada yang merupakan variabel tetap dan relatif independen, sedangkan sumber daya manusia dan barang modal merupakan variabel yang memiliki dependensi dengan faktor produksi berupa kewirausahaan. Artinya, peningkatan atau penurunan kuantitas dan kualitas faktor produksi berupa sumber daya manusia dan barang modal ditentukan oleh sejauh mana tingkat produksi digerakkan oleh kewirausahaan. Dengan demikian, peningkatan pemenuhan ekonomi keluarga merupakan fungsi langsung dari peningkatan kuantitas dan kualitas para entrepreneur. Pada konteks ini, pemenuhan kebutuhan yang menemui restriksi berupa kelangkaan dari faktor-faktor produksi, menggerakkan tiga macam kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Peran Produksi dalam kegiatan Ekonomi. Kemampuan setiap masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya selalu dibatasi oleh sumber-sumber ekonomi yang menjadi penentu realisasi dari pemenuhan kebutuhan ekonomi yang disebut juga sebagai faktor-faktor produksi, dengan jumlah yang terbatas. Ini berupa Sumber daya alam, Sumber daya manusia, Sumber daya kapital, atau barang-barang modal, serta Kewirausahaan (entrepreneurship). Dari pembahasan ini, dapat dipahami bahwa peran ekonomi-produksi adalah peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam memupuk faktor-faktor produksi tersebut. Kekayaan sumber daya alam, jumlah tenaga kerja yang memadai, barang modal yang tersedia dan adanya para wirausahawan yang berkualitas, merupakan faktor-faktor yang menjadi syarat. Dan perkembangan kewirausahaan sebagai faktor produksi ke empat dapat dipandang sebagai variabel yang paling menentukan, dan merupakan peran ekonomi-produksi yang paling krusial. Dengan demikian, peningkatan pemenuhan ekonomi keluarga merupakan fungsi langsung dari peningkatan kuantitas dan kualitas para entrepreneur.
Peran Konsumsi dalam Kegiatan Ekonomi Yang dimaksud sebagai konsumsi adalah kegiatan menggunakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan (Lipsey, 1990: 5). Barang dan jasa tersebut dihasilkan oleh proses produksi (yang juga disebut sebagai komoditas). Kegiatan
27
konsumsi dan produksi menghasilkan gaya tarik menarik yang akhirnya membentuk mekanisme harga, dimana harga terbentuk berdasarkan gaya tarik konsumen yang menguat atau menurun. Gaya tarik yang menguat, artinya konsumen membutuhkan komoditas dalam jumlah yang lebih menyebabkan naiknya harga, dan sebaliknya, melemahnya gaya tarik konsumen, dalam arti turunnya permintaan konsumen akan menyebabkan penurunan harga. Penggunaan
barang-barang
modal dalam proses produksi akan
menaikkan produktifitas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktifitas dari peran produksi. Barangbarang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsikan seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran ekonomi-konsumsi dari kelembagaaan pemuda. Peran ekonomi-konsumsi adalah peran yang memungkinkan adanya peningkatan alokasi pendapatan ke arah akumulasi barang-barang modal. Dalam hal ini yang disebut sebagai pendapatan bukanlah semata-mata berwujud finansial, tapi juga berupa faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas-fasilitas yang didapat dari berbagai pihak.
Peran Distribusi dalam Kegiatan Ekonomi Gaya tarik menarik antara kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi ditentukan oleh berjalannya suatu mekanisme yang disebut kegiatan distribusi. Kegiatan ini mengarahkan agar komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan produksi secara wajar dapat dinikmati oleh kegiatan konsumsi sesuai dengan pendapatan. Jadi kegiatan distribusi secara makro erat kaitannya dengan mekanisme harga. Peran ekonomi-distribusi dalam hal ini dapat disimpulkan sebagai peran dalam memperlancar distribusi berbagai komoditas hasil kegiatan produksi, dengan menguasai serba-serbi pasar sebagai tempat bertemunya kegiatan produksi dan kegiatan konsumsi. Dalam konteks ini, kelembagaan pemuda dapat meningkatkan perannya sebagai penengah atau mediator dalam perjumpaan antara produsen dan konsumen. Artinya, mereka dapat mengambil posisi baik sebagai wakil dari pihak
28
konsumen, dan sekaligus sebagai wakil dari pihak produsen, serta berperan serta dalam distribusi berbagai komoditas ekonomi yang dibutuhkan masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam mengatasi masalah ekonomi keluarga di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara, tidak terlepas dari pengaruh berbagai variabel. Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah; 1. Keragaan lembaga-lembaga pemuda (bentukan dari atas dan dari bawah), yang meliputi : a. Akses masyarakat terhadap lembaga b. Jenis kegiatan ekonomi yang dilakukan. c. Pengembangan kelembagaan. d. Kepemimpinan e. Keanggotaan f. Masalah yang dihadapi g. Prestasi yang pernah dimiliki 2. Pengaruh dari atas/pemerintah yang kuat, sebagai faktor penghambat yang meliputi : a. Jejaring dari atas b. Program yang top down c. Posisi formal di pemerintahan d. Kebermanfaatan bagi pengembangan masyarakat. e. Sebagai alat pemerintah 3. Adapun yang merupakan faktor pendukung adalah potensi sumberdaya komunitas, yang terdiri dari : 1. Modal manusia (Keragaan penduduk suatu wilayah; umur, jenis kelamin,
kepadatan
penduduk,
heterogenitas
dan
keragaman
etnis,ketenagakerjaan & keterampilan/skill yang dimiliki. 2. Modal sosial (adanya ikatan solidaritas,adanya pertukaran timbalbalik,adanya nilai-nilai luhur,adanya trust/kepercayaan) 3. Sumber-sumber jaringan sosial (Pemerintah,Swasta, Stakeholders) ; simpul-simpul (nodes) jaringan, ikatan (keterhubungan), dan arus.
29
4. Sumber daya Kapital (Sarana & prasarana ekonomi), modal, pasar/tempat
usaha,
transportasi,
ketersediaan
fasilitas
energi
listrik,sarana-sarana informasi, sarana air bersih, dan sanitasi yang sehat. Ketiga
variabel
tersebut
bertujuan
untuk
berpengaruh pada variabel yang menjadi tujuan, yaitu
melihat
sejauhmana
4) peranan ekonomi
kelembagaan pemuda, yang merupakan manifestasi dari peningkatan faktor produksi berupa faktor kewirausahaan. Pada akhirnya, dengan mencoba menganalisa dan memetakan variabelvariabel tersebut dalam sebuah kerangka pemikiran sederhana, diharapkan akan dapat memudahkan dalam mencari strategi dan program peningkatan peran kelembagaan pemuda dalam produksi, distribusi dan konsumsi. Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah ekonomi keluarga di Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara. Skema kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini :
30
KERANGKA PEMIKIRAN
Pengaruh ‘atas’ yang kuat 1. Jejaring dari atas Keragaan/performance Lembaga-lembaga pemuda (dari atas dan dari bawah)
2. Program yang top down 3. Posisi
formal
di
pemerintahan 4. Kebermanfaatan
1. Akses masyarakat thd lembaga 2. Jenis kegiatan ekonomi yg dilakukan. 3. Pengembangan kelembagaan 4. Kepemimpinan 5. Keanggotaan 6. Masalah yg dihadapi 7. Prestasi yg pernah dimiliki
bagi
pengembangan masyarakat. 5. Sebagai alat pemerintah
Potensi Sumber Daya Komunitas 1. Modal manusia (Keragaan penduduk suatu wilayah; umur, jenis kelamin, kepadatan penduduk, heterogenitas dan keragaman etnis,ketenagakerjaan & keterampilan/skill yang dimiliki. 2. Modal sosial a. Adanya Ikatan solidaritas b. Adanya Pertukaran timbal-balik c. Adanya Nilai-nilai luhur d. Adanya Trust/kepercayaan 3. Sumber-sumber jaringan sosial (Pemerintah,Swasta, Stakeholders) ; a. Simpul-simpul (nodes) jaringan. b. Ikatan (keterhubungan). dan c. Arus. 4. Sumber daya Kapital (Sarana & prasarana ekonomi) a. Modal b. Pasar/Tempat usaha, c. Transportasi, d. Ketersediaan fasilitas energi listrik, e. Sarana informasi, f. Sarana air bersih, dan sanitasi yang sehat
Peranan Ekonomi Kelembagaan Pemuda 1. Peran produksi 2. Peran distribusi 3. Peran konsumsi
Program Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda
Peningkatan Ekonomi Keluarga 1. 2. 3.
Pendapatan keluarga/rumah tangga Berkurangnya pengangguran Tumbuhnya kesempatan untuk berusaha (Peningkatan faktor Kewirausahaan)
Bagan 1. Alur Pemikiran Peningkatan Peran Kelembagaan Pemuda dalam mengatasi Masalah Ekonomi Keluarga. Keterangan : : menunjukkan pengaruhnya ke : menunjukkan pengaruh untuk jangka panjang : menunjukkan tujuan jangka panjang : menunjukkan tujuan jangka pendek