Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Novelina MS Hutapea Dosen DPK Fakultas Hukum USI Pematangsiantar
Abstrak Kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang harus dihapuskan. Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang dalam kenyataannya belum banyak yang mengetahuinya bagaimana cara mengatasi dan jalan keluar yang terbaik untuk mendapatkan perlindungan ketika ia mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga telah menjamin perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan. Akan tetapi dilatar belakangi oleh beberapa faktor penyebabnya sampai saat ini kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ternyata masih lebih banyak yang belum terungkap daripada yang sudah diselesaikan melalui jalur hukum. Kata Kunci : Kekerasan, Rumah Tangga. ---------------------------------------------------
kekerasan terhadap kaum perempuan dari
Pendahuluan
dahulu sampai saat ini. Di zaman modern sekarang ini, saat
Kekerasan yang dialami perempuan
perempuan
dapat menimpa siapa saja, baik perempuan
memperjuangkan kesetaraan haknya dengan
biasa yang hanya menjalankan peran sebagai
kaum laki-laki, ternyata tetap masih banyak
ibu rumah tangga, wanita karier ataupun para
pula yang beranggapan bahwa perempuan
selebritis. Siapapun kaum perempuan korban
tetap berada pada sisi tak berdaya dan harus
kekerasan dalam rumah tangga tersebut yang
tunduk pada kemauan kaum laki-laki.
jelas adalah mereka sangat tersiksa dan
banyak
kaum
Perempuan menemani
khususnya
tercipta
laki-laki
dan
hanya hanya
untuk
terabaikan
hak-haknya.
Ironisnya
adalah
menjadi
banyak dari perempuan korban kekerasan itu
perhiasan sangkar madu. Pendapat seperti itu
bahkan tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya
masih banyak melekat pada sebahagian orang
pasrah menerima perlakuan yang jelas sangat
yang masih belum dapat menghargai hak-hak
melukai harga dirinya sebagai perempuan.
perempuan. Dengan demikian posisi perem-
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
puan cenderung berada pada posisi yang lemah
yang banyak terjadi di dalam keluarga
dibandingkan dengan laki-laki. Posisi seperti
memang bagaikan fenomena gunung es.
inilah juga yang dianggap sebagai salah satu
Kejadian
faktor
sampai penyelesaian dengan jalur hukum jauh
korelatif
kriminogen
terjadinya
yang
terungkap
kepada
publik
1
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen
lebih
sedikit
dari
upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013
pada
kejadian
yang
Metode Penelitian
sebenarnya terjadi. Hal ini memberikan suatu gambaran bahwa banyak kaum perempuan
Suatu metode penelitian ilmiah yang
yang mengalami kekerasan dalam rumah
lengkap selalu membutuhkan data primer
tangga tidak berani mengungkapkannya untuk
maupun
mendapatkan
mengumpulan data primer dan data sekunder
perhatian
dan
dukungan
data
sekunder.
Dalam
upaya
selanjutnya agar pelaku kekerasan terhadap
untuk
dirinya dapat dituntut sesuai dengan hukum
penelitian hukum normatif untuk mencari dan
yang berlaku di Indonesia
mengumpulkan data sekunder (yaitu dengan
penelitian
ini
digunakan
metode
Perlindungan bagi kaum perempuan
membaca buku-buku literature, perundang-
yang mengalami kekerasan dalam rumah
undangan dan artikel dalam koran yang
tangga sebenarnya sudah diakomodasi di
mempunyai
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004,
rumusan masalah yang akan dibahas. Data dari
namun keluarnya undang-undang tersebut
sumber yang diperoleh dijadikan sebagai
ternyata
pedoman
belum
dapat
membangkitkan
relevansi
dengan
teoritis
dalam
itu
digunakan
judul
penulisan
dan
ini.
kesadaran kaum perempuan untuk melaporkan
Disamping
dan
yang
penelitian hukum sosiologis (imperis) dengan
dialaminya kepada masyarakat apalagi kepada
menggunakan metode ini, data primer yang
aparat
dibutuhkan diperoleh dengan cara terjun
mengungkapkan
penegak
kekerasan
hukum.
Demikian
juga
pula
metode
masyarakat yang mengetahui terjadinya tindak
langsung
kekerasan
di
Simalungun untuk mengetahui kasus-kasus
lingkungannya juga masih lebih banyak belum
dalam kaitannya dengan perempuan sebagai
berani melaporkannya kepada aparat penegak
korban kekerasan rumah tangga dan juga
hukum dengan berbagai pertimbangan atau
mengadakan wawancara dengan penyidik di
alasan.
instansi tersebut.
yang
dialami
perempuan
Rumusan Masalah
a. Apa faktor sosiologis yang menyebabkan sulitnya mengungkapkan tindak kekerasan
ke
lapangan
yaitu
ke
Polres
Pembahasan
a. Faktor-faktor Sosiologis Sulitnya Mengungkapkan Kekerasan dalam Rumah Tangga
dalam rumah tangga terhadap perempuan ? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah
lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia. Dalam keluarga, manusia
tangga ? c. Bagaimana
Keluarga/rumah tangga merupakan
upaya
pencegahan/penang-
gulangan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan ?
belajar untuk mulai berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu umumnya orang banyak menghabiskan waktunya dalam
Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea
lingkungan keluarga. Sekalipun keluarga
sebagaimana halnya dengan kekerasan
merupakan lembaga sosial yang ideal guna
dalam rumah tangga adalah dari :
menumbuh kembangkan potensi yang ada
1.
Laporan atau pengaduan;
pada setiap individu, dalam kenyataannya
2.
Tertangkap tangan.
keluarga sering kali menjadi wadah bagi
3.
Diketahui sendiri oleh polisi/penyidik.
munculnya berbagai kasus penyimpangan
Jika ketiga hal itu tidak terjadi, maka polisi
atau
sebagai penyidik tidak akan mengetahui
aktivitas
menimbulkan
ilegal
lain
sehingga
kesengsaraan
atau
pen-
deritaan, yang dilakukan oleh anggota keluarga satu terhadap anggota keluarga lainnya,
seperti
penganiayaan,
pemer-
bahwa telah terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian angka-angka kejahatan yang dapat dilihat pada statistik
kosaan, pembunuhan. Situasi inilah yang
kriminal
lazim disebut dengan istilah kekerasan
merupakan angka-angka tentang penjahat-
dalam
Perkembangan
penjahat yang tertangkap ataupun tentang
dewasa ini mewujudkan bahwa tindakan
kejahatan-kejahatan yang dilaporkan saja.
kekerasan secara fisik, psikis, seksual dan
Sedangkan kenyataan dari kejahatan yang
penelantaran rumah tangga banyak terjadi
sebenarnya terjadi bukanlah ditandai hanya
dan terutama menimpa kaum perempuan.
dari mereka yang tertangkap itu saja. Masih
rumah
Beberapa
tangga.
mass
media
kerap
di
kantor
polisi
hanyalah
kali
banyak penjahat yang tidak tertangkap
memberitakan masalah kekerasan dalam
termasuk pelaku kekerasan dalam rumah
rumah tangga, antara lain seperti yang
tangga. Tidak dilaporkannya kasus tersebut
diberitakan di Harian Sinar Indonesia
menyebabkan tindak kekerasan itu tidak
Baru : ”Nazwita semakin sering mendapat
tercakup dalam angka-angka yang dapat
teror setelah melaporkan kekerasan dalam
dilihat atau tercatat pada kantor kepolisian.
rumah tangga (KDRT) yang dilakukan suaminya,
Jaksa
rumahnya
diancam
tisipasi
hal-hal
Senior
digranat.
Mengan-
tidak dilaporkan dapat disebabkan oleh berbagai faktor
yang
mungkin
sekali
berbeda secara kasuistis. Begitu pula dalam
Nazwita pun akan diungsikan ke Lembaga
masyarakat yang lebih luas akan selalu saja
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)”.
terdapat dunkel ziffers dari kejahatan.
Berita itu hanyalah salah satu kekerasan
Dunkel ziffers berarti angka gelap. Banyak
dalam rumah tangga yang terjadi di dalam
kejahatan-kejahatan yang tidak diketahui
masyarakat, akan tetapi bukan berarti tidak
oleh aparat penegak hukum baik polisi atau
ada lagi kejahatan kekerasan dalam rumah
badan-badan peradilan sehingga tidak dapat
tangga yang terjadi di dalam masyarakat.
diusut dan menjerat pelakunya sesuai
sebagai
tidak
Raharjo
diinginkan
Polisi
tang
Puji
Banyaknya kejahatan-kejahatan yang
penyidik
dapat
dengan hukum yang berlaku.
mengetahui terjadinya suatu tindak pidana 3
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen
upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013
Dalam konteksnya dengan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana telah
perempuan. Dengan perkatan lain hak lakilaki lebih diutamakan dari hak perempuan.
dijelaskan bahwa sangat sedikit kasus ini
Dengan
paham
ini
timbulah
yang dilaporkan kepada aparat kepolisian.
ketergantungan anggota keluarga kepada
Kasus yang belum terungkap malah jauh
kepala keluarga (suami) sebagai pencari
lebih besar dibandingkan dengan kasus
nafkah bagi kebutuhan keluarga. Budaya
yang tidak terungkap. Kekerasan dalam
paternalistik yang lebih mengutamakan
rumah tangga memang sudah lama menjadi
kepentingan
fenomena yang menarik banyak perhatian
melembagakan kekerasan yang dilakukan-
para
nya kepada perempuan sudah lama berurat
pengamat
kekerasan,
akademisi
maupun praktisi hukum.
kaum
laki-laki
termasuk
berakar di dalam masyarakat , sehingga
Pada umumnya kaum perempuan yang
sangat sulit untuk dihilangkan.
mengalami kekerasan ini tidak mau atau
Budaya
ini
menyebabkan
masih
tidak berani melaporkan kekerasan yang
banyak perempuan di Indonesia sangat
dialaminya baik kepada publik maupun
takut pada suaminya dan menerima begitu
kepada
saja
aparat
penegak
hukum untuk
kekerasan
demi
dilakukan
dukungan. Ketika ada keinginan dari
Akibatnya bukan hanya kekerasan fisik saja
perempuan
yang
bersangkutan
untuk
terjadi
tetapi
terhadap
yang
mendapatkan perlindungan, perhatian atau
yang
suami
kekerasan
dirinya.
perempuan
juga
melaporkan kekerasan yang dialaminya,
menerima kekerasan psikis yang sebe-
masalah
yaitu
narnya justru membuat perempuan yang
ketidaktahuannya tentang cara bagaimana
mengalaminya jauh lebih menderita dari
dan jalur apa yang harus ditempuh.
pada mengalami kekerasan fisik.
lain
Ketakutan
mungkin
oleh
Di dalam budaya Indonesia lazim di-
perempuan yang menjadi korban kekerasan
tekankan bahwa istri harus menurut kepada
dalam rumah tangga ini sebahagian besar
suami, seperti halnya anak harus selalu
adalah disebabkan oleh faktor sosiologis
menurut kepada orang tua atau orang yang
yaitu
paternalistik.
lebih tua daripada mereka. Ketika hal itu
Budaya paternalistik mengganggap bahwa
tidak terpenuhi, aksi kekerasanlah yang
suami adalah penguasa yang berhak penuh
menjadi pelampiasannya, seperti memukul,
atau kepala rumah tangga atas istri dan
mencubit atau menjewer (anak).
budaya
yang
timbul
kita
dialami
yang
anak-anaknya. Suami tidak boleh dibantah
Selain faktor budaya, dianggap pula
oleh istri maupun anak-anaknya dan harus
bahwa kekerasan dalam rumah tangga
mematuhi semua peraturan yang dibuatnya.
memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup
Jadi budaya paternalistik menganut paham
( bersifat pribadi) dan terjaga ketat privacy
bahwa hak laki-laki tidak sama dengan hak
nya, sebab persoalannya terjadi di dalam area rumah tangga. Jika urusan yang
Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea
dianggap sangat pribadi ini terungkap ke
cengkeraman si pelaku. Sebelum lahirnya
permukaan,
mas-
undang-undang mengenai Kekerasan Da-
cenderung
lam Rumah Tangga, ada banyak laporan
menyalahkan kaum perempuan dari pada
kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
kaum laki-laki (suami).
dilanjutkan ke tahap penyidikan dengan
yarakat
dalam
juga
kenyataannya
masih
lebih
Pada umumnya masyarakat masih
alasan pelaku dan korban pelapor tinggal
memiliki anggapan bahwa kekerasan yang
seatap sehingga hanya dianggap sebagai
dialami oleh perempuan adalah hal yang
perselisihan
wajar karena suami berhak penuh atas
tangga biasa.
istrinya. Ada pula anggapan bahwa jika
Menurut
seorang
perempuan
(istri)
atau
percekcokan
Harkristuti
rumah
Harkrisnowo,
mengalami
adanya non reporting of crime dalam kasus
kekerasan dari suaminya berarti si istri
tindak kekerasan merupakan suatu fe-
adalah perempuan yang tidak baik dan tidak
nomena universal, yang dijumpai juga di
bisa mengurus rumah tangganya dengan
negara-negara lain. Adanya non reporting
layak.
ini disebabkan
Dalam upaya menghindari ungkapan-
beberapa hal,
seperti
berikut :
ungkapan yang sedemikian perempuan
1. Si korban malu karena peristiwa ini
merasa malu jika menyampaikan persoalan
telah mencemarkan dirinya, baik secara
kekerasan rumah tangga yang dialaminya
fisik, psikologis maupun sosiologis.
kepada siapapun juga dan memilih lebih
2. Si
korban
merasa
berkewajiban
baik diam daripada harus menanggung
melindungi nama baik keluarganya,
malu. Persoalan rumah tangga dianggap
terutama jika pelaku adalah anggota
sebagai aib yang harus ditutup rapat-rapat
keluarga sendiri.
dan tidak boleh diketahui oleh orang lain.
3. Si
korban
merasa
bahwa
proses
Dipihak lain, yaitu masyarakat merasa
peradilan pidana terhadap kasus ini
bahwa urusan rumah tangga adalah urusan
belum tentu dapat membuat dipidananya
intern keluarga yang bersangkutan dan
pelaku.
tidak layak dicampuri oleh orang lain.
4. Si korban khawatir bahwa diprosesnya
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
kasus ini akan membawa cemar yang
dianggap oleh masyarakat sebagai urusan
lebih tinggi lagi pada dirinya (misalnya
pribadi yang harus diselesaikan oleh suami
melalui publikasi media massa, atau cara
istri yang bersangkutan.
pemeriksaan
Faktor lainnya adalah menyangkut
aparat
hukum
yang
dirasanya membuat makin terluka).
kurang percayanya masyarakat kepada
5. Si korban khawatir akan retaliasi atau
sistem hukum Indonesia sehingga mereka
pembalasan dari pelaku (terutama jika
tidak memiliki pegangan atau kepastian
pelaku adalah orang yang dekat dengan
bahwa mereka akan berhasil keluar dari
dirinya). 5
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen
upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013
6. Lokasi kantor polisi yangjauh dari
bincangkan. Masalah itu adalah masalah
tempat tinggal korban, membuatnya
pribadi rumah tangga yang bersangkutan,
enggan melapor.
harus diselesaikan secara pribadi, tidak
7. Keyakinan korban bahwa walaupun ia melapor
ia
perlindungan
tidak
akan
khusus
mendapat
dari
penegak
hukum.
perlu
campur
korban
bahwa
yang
pihak
manapun
apalagi sampai diajukan ke proses sidang pengadilan. Setelah
8. Ketidaktahuan
tangan
Nomor
keluarnya
23
Tahun
Undang-undang 2004
tentang
dilakukan terhadap dirinya merupakan
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
suatu bentuk tindak kekerasan terhadap
tangga yang diundangkan pada tanggal 22
perempuan.
September tahun 2004 , mulailah muncul
Faktor-faktor
sebagaimana
telah
kesadaran
dari
korban
untuk
untuk
diuraikan di atas menyebabkan sulitnya
melaporkan ke pihak berwajib apabila
mengungkapkan kekerasan dalam rumah
terjadi aksi kekerasan dalam rumah tangga.
tangga.
Pemerintah
upaya
Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-
penegakan hukum sangat sulit masuk ke
undang Nomor 23 Tahun 2004 tersebut
dalam institusi budaya sebagaimana telah
yang dimaksud dengan korban adalah orang
dijelaskan
yang
dan
melalui
hanya
bisa
mampu
mengalami
kekerasan
dan/atau
memasuki masalah ini jika ada laporan
ancaman kekerasan dalam rumah tangga.
yang secara aktif diberikan oleh warga
Korban menurut undang-undang ini adalah
masyarakat yang mengalaminya. Tanpa
socially weak victims, yaitu mereka yang
adanya
oleh
memiliki kedudukan sosial yang lemah
masyarakat, maka kasus-kasus kekerasan
yang menyebabkan ia menjadi korban.
dalam ramah tangga tidak dapat terungkap.
Korban kekerasan dalam rumah tangga
laporan
yang
diberikan
akan mengalami penderitaan/kerugian yang b. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Sebelum keluarnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2004, perempuan yang menjadi korban kekerasan rumah tangga, pelaku atau bahkan masyarakata masih menganggap
bahwa
kekerasan
yang
dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya (perempuan) bukanlah merupakan suatu
hal
yang
pantas
untuk
diper-
sangat beragam, seperti materiil, fisik maupun psikis, sehingga perlindungan yang diberikan beragam
kepada pula.
korban
Tidak
pun
sedikit
harus korban
kekerasan dalam rumah tangga mengalami penderitaan secara beruntun pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu untuk mengurangi
beban
penderitaan
yang
dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga, undang-undang memberikan hak kepada korban kekerasan dalam rumah tangga untuk mendapatkan:
Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea
1. perlindungan kepolisian,
dari
pihak
kejaksaan,
keluarga,
sementara sangat penting untuk segera
pengadilan,
diberikan kepada korban karena jika korban
advokat, lembaga sosial atau pihak
harus
lainnya
maupun
pengadilan
perintah
perlindungan,
baik
berdasarkan
sementara penetapan
perlindungan dari pengadilan; 2. pelayanan
kesehatan
lama
sesuai
dengan
kebutuhan medis;
menunggu
turunnya
yang
penetapan
berisikan
dikhawatirkan
sementara
korban
perintah prosesnya
membutuhkan
perlindungan dalam waktu relatif cepat. Perlindungan sementara wajib segera
3. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
diberikan oleh kepolisian kepada korban dalam waktu 1 x 24 jam. Terhitung sejak
4. pendampingan oleh pekerja sosial dan
mengetahui
atau
menerima
laporan
bantuan hukum pada setiap tingkat
terjadinya kekerasan ini diberikan kepada
proses
dengan
korban paling lama tujuh hari sejak korban
perundang-
diterima atau ditangani. Agar perlindungan
pemeriksaan
ketentuan
sesuai
peraturan
undangan:
sementara ini dapat segera dinaikkan
5. pelayanan bimbingan rohani.
“statusnya” menjadi perlindungan, maka
Di dalam Pasal 15 Undang-undang
dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak
Nomor 23 tahun 2004 diatur bahwa setiap
pemberian
orang yang mendengar, melihat, atau
kepolisian wajib meminta surat penetapan
mengetahui terjadinya kekerasan dalam
perintah perlindungan dari pengadilan.
rumah tangga wajib melakukan upaya-
perlindungan
Apabila
korban
sementara,
kekerasan
dalam
upaya sesuai dengan batas kemampuannya
rumah tangga memperoleh perlindungan
untuk:
dalam
1. mencegah
berlangsungnya
tindak
pidana; 2. memberikan
perlindungan
kepada
korban;
4. membantu
berdasarkan
Pasal
21
Nomor
Tahun
2004
23
kesehatan,
Undang-undang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tenaga
proses
1. memeriksa kesehatan korban, sesuai
pengajuan
permohonan penetapan perlindungan. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 mengatur
sementara,
pelayanan
kesehatan harus :
3. memberikan pertolongan darurat;
juga
bentuk
yaitu
tentang
perlindungan
perlindungan
dengan standar profesinya; 2. membuat
laporan
tertulis
hasil
pemeriksaanterhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik
yang
kepolisian, atau surat keterangan medis
langsung diberikan oleh kepolisian dan
yang memiliki kekuatan hukum yang
/atau lembaga sosial, atau pihak lain
sama sebagai alat bukti.
sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Perlindungan
Berdasarkan Pasal 22 Undang-undang Nomor
23
Tahun
2004
tentang 7
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen
upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013
Pengahpusan Kekerasan dalam Rumah
oleh
Tangga, pekerja sosial yang akan mem-
pelayanan rutin dari pihak kepolisian.
berikan
Langkah ini penting untuk dilakukan guna
pelayanan
kepada
korban
korban
dianggap
hanya
suatu
diharuskan untuk :
menghindarkan adanya upaya dari pihak-
1. melakukan konseling untuk menguatkan
pihak
tertentu
yang
berusaha
untuk
dan memberikan rasa aman bagi korban;
menghentikan proses pemeriksaan tanpa
2. memberikan informasi mengenai hak-
alasan yang jelas. Bahkan, apabila pelaku
hak
korban
perlindungan
untuk dari
mendapatkan
kepolisian
tindak pidana karena alasan-alasan tertentu
dan
ditangguhkan penahanannya, upaya pem-
penetapan perintah perlindungan dari
beritahuan kepada korban atau keluarganya
pengadilan;
mengenai adanya penangguhan penahanan
3. mengantarkan korban ke rumah yang aman atau tempat tinggal alternatif; dan 4. melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan
layanan
sosial, lambaga sosial yang dibutuhkan korban.
korban itu sendiri.
c. Upaya Pencegahan/ Penanggulangan Kejahatan Kekerasaan Dalam Rumah Tangga Dalam
Untuk pelayanan yang sifatnya rohani, berdasarkan 23
Pasal
24
Tahun
Undang-undang 2004
tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pembimbing rohani diharuskan untuk memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban dn memberikan penguatan iman dan takwa kepada korban. Khusus untuk upaya pemulihan korban, pelayanan yang diberikan dapat diperoleh dari tenaga kesehatan,
pekerja
sosial,
relawan
pendamping; dan/atau pembimbing rohani. Pemberitahuan perihal perkembangan kasus
satunya untuk menjamin keamanan dari
kepada
korban dengan pihak kepolisiaan, dinas
Nomor
sangat penting untuk dilakukan, salah
yang
sedang
ditangani
oleh
kepolisian kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, juga merupakan wujud dari pemberian perlindungan kepada korban, sekalipun sering kali tindakan ini
mengupayakan
pencegahan/
penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga terlebih dahulu harus dicari faktorfaktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga agar dapat dicari jalan keluarnya gulanginya.
untuk
mencegah/
Faktor-faktor
menangpenyebab
terjadinya kekerasan alam rumah tangga tidak selalu sama untuk setiap kasus yang terjadi. Ada
beberapa
faktor
penyebab
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dapat dikemukakan dalam penulisan ini, yaitu: 1. Faktor ekonomi. Status sosial ekonomi keluarga dari status
lemah
cenderung
untuk
mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini yang sering menjadi
Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea
pemicu dari timbulnya permasalahan
Faktor
dalam rumah tangga yang menyebabkan
disebabkan adanya kelainan mental dari
terjadinya kekerasan atau penganiayaan
seorang suami yang memang sudah
dalam rumah tangga.
dibawa ke dalam perkawinan. Kelainan
Apabila
2.
salah
satu
psikologis
ini
juga
dapat
pasangan
mental/jiwa ini menyebabkan suami
(suami/istri) berasal dari ekonomi yang
mudah melakukan kekerasan terhadap
baik atau mapan, misalkan si suami
istrinya
berasala dari ekonomi yang baik (kelas
disadarinya. Kelainan mental/jiwa ini
atas) sedangkan si istri berasal dari
dapat
ekonomi kurang mampu, maka suami
pengalaman-pengalaman traumatik yang
sering menggunakan kekuasaan (harta)
dialami suami sejak kecil . Misalnya
yang
suami ketika masih anak-anak sering
dimilikinya
untuk
menguasai
bahkan
sering
dialaminya
kali
akibat
mengalami
mencukupi atau memenuhi semua biaya
tuanya.
kebutuhan hidup istri dan keluarganya
Setelah
sehingga dengan demikian dia bertindak
penyebab tersebut, maka secara kasuistis
sewenang-wenang terhadap istri maupun
tentang permasalahan tersebut dapat
keluarga pihak istrinya.
dicari upaya penanggulangannya oleh
Faktor psikologis.
masing-masing pasangan suami istri
Kekerasan dalam rumah tangga sangat
agar tindak kekerasan itu jangan sampai
bergantung
kecederungan
terjadi lagi secara berlarut-larut sehingga
pasangan suami yang tidak bekerja
membawa penderitaan yang semakin
sama sekali atau kerja paruh waktu.
dalam bagi perempuan (istri). Upaya itu
Selain itu, adanya krisis ekonomi yang
dapat dilakukan misalnya dengan penuh
menimbulkan
hubungan
kesadaran antara suami dan istri pergi ke
kerja (PHK) bagi si suami sehingga
lembaga konseling khusus perkawinan
suami tidak bekerja lagi mengakibatkan
ataupun melakukan pengobatan secara
timbulnya
sumber
psikologis, jika suami sering melakukan
pencarian dari suami tidak ada, apalagi
kekerasan terhadap perempuan sebagai
diikuti
istrinya diakibatkan adanya gangguan
pemutusan
stress
karena
dengan
sikap
suami
mengetahui
(kebiasaannya) yang sering berjudi atau
mental yang serius.
banyak utang membuatnya sang suami
Pemerintah
perlu
mudah
sosialisasi
tentang
marah
melakukan
tanpa
sebab
penganiayaan
hingga terhadap
Nomor
dari
adanya
pasangannya dengan dalil bahwa ia yang
pada
penyiksaan
tanpa
23
faktor-faktor
pula
Tahun
orang
mengadakan
Undang-undang 2004
kepada
orang-orang yang berada dalam lingkup
masyarakat agar masyarakat menyadari
rumah tangga tersebut.
bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah
suatu
tindak
pidana
yang 9
www.usi.ac.id/karya ilmiah dosen
upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013
diancam dengan sanksi pidana di dalam
Oleh karena itu salah satu upaya yang
undang-undang
di
ditempuh untuk mengatasi kendala ini
Indonesia. Hal itu akan menjadi upaya
adalah dengan mengirimkan anggota
preventif
polisi wanita untuk ikut terlibat dalam
yang
berlaku
(pencegahan)
terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga.
berbagai
Selain dari upaya-upaya yang telah
keterampilan berkaitan dengan masalah-
diuraikan di atas harus diingat bahwa
masalah keluarga/rumah tangga, seperti
penanggulangan
pelatihan
tentang
pemberdayaan
kaum perempuan tidak terlepas dari
perempuan,
psikologi
perkembangan
kecukupan sumber daya manusia yang
anak, kekerasan dalam rumah tangga,
menangani permasalahan itu. Sumber
dan sebagainya.
kekerasan
terhadap
bentuk
pelatihan
atau
daya manusia ini sangat mempengaruhi kualitas pemberian perlindungan hukum terhadap
korban
kejahatan.Dalam
kenyataanya sumber daya manusia ini memang masih sangat kurang. Sebagai contoh
di
Kesimpulan dan Saran
lingkungan
a. Kesimpulan 1. Faktor budaya paternalistik yang lebih
institusi
mengedepankan kepentingan laki-laki,
kepolisian, terdapat kesenjangan yang
ketidaktahuan korban terhadap jalur
sangat lebar antara aparat kepolisian
yang
dapat
ditempuh
untuk
dengan masyarakat. Hal ini berdampak
menyelesaikan
kekerasan
dalam
pula pada kualitas pelayanan yang
rumah
diberikan oleh aparat kepolisian kepada
masyarakat bahwa kekerasan yang
korban, apalagi jumlah personil ini
dialami
dikaitkan dengan jumlah (kuantitas)
kekerasan
personil polisi wanita.
seseorang, menjadi faktor sosiologis
Kurangnya personil polisi wanita di
yang
Polres
ngungkapkan kasus-kasus kekerasan
Simalungun
juga
menjadi
masalah dalam hal ini. Kekuatan Polwan apabila dibandingkan dengan kebutuhan tugas
di
Kabupaten
oleh
dan
pendapat
perempuan
internal
menyebabkan
rumah
sulitnya
adalah tangga
me-
dalam rumah tangga. 2. Perlindungan bagi kaum perempuan terhadap
kekerasan
Simalungun, baik di bidang operasional
tangga
sudah diakomodasikan di
maupun pengembangan relatif masih
dalam Undang-Undang Nomor 23
dirasakan kurang, khususnya dalam
Tahun 2004.
rangka
Kepolisian
tangga
penugasan-penugasan
memerlukan
pendekatan
kejiwaan/sosio psikologis.
dalam
rumah
yang
3. Masih sangat dibutuhkan sosialisasi
secara
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 agar kaum perempuan dapat memahami
hak-haknya
dan
me-
Tinjauan Sosio Juridis terhadap Masalah Penyelesaian Kejahatan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)- Novelina MS Hutapea
ngetahui upaya yang harus ditempuh jika mengalami kekerasan
dalam
rumah tangga. Demikian pula aparat
Daftar Pustaka Elmina
Aroma Martha., Perempuan, Kekerasan Dan Hukum, Ull Press, Jogjakarta, 2003.
penegak hukum harus memiliki empati yang tinggi dalam menangani kasuskasus kekerasan dalam rumah tangga, sehingga kaum perempuan terlindungi hak-haknya.
Nurhayati Elli., Panduan Untuk Pendamping Korban Kekerasan, Rifka Annisa, Jogjakarta, 1999. Nawawi Barda Arief., Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penaggulangan Kejahatan, Pt. Aditya Bakti, Bakti, Bandung, 2001.
b. Saran 1. Agar
di
setiap
diadakan
polisi
mempunyai dokter,
resort
kepolisan
wanita
kualifikasi
yang
pendidikan
psikiater/psikolog
yang
sekaligus juga telah dibekali dengan pelatihan atau ketrampilan berkaitan dengan
masalah-masalah
Sadily Hassan., Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1984.
keluarga
Santoso Topo dan Achiami Eva Ulfa., Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Harian Sinar Indonesia Baru, Rabu, 24 Juni 2009.
dalam penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga. 2. Agar setiap pasangan suami istri mencegah perkawinan dini sebab hal itu dapat menjadi peluang terjadinya
Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Jurnal “Habonaron Do Bona; Edisi 1. Maret 2010. ISSN : 2085-3424
kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan kedua pasangan suami istri belum mempunyai kematangan dalam pembentukan
rumah
tangga
dan
penyelesaian masalah yang timbul di dalamnya. 3. Agar segera dibentuk suatu lembaga yang
secara
khusus
menangani
masalah pemberian kompensasi/ ganti rugi atas penderitaan yang dialami bagi perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
11