PERAN PEMERINTAH DESA DALAM MENCEGAH (PREVENT) KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) (The Role of Rural Government in Preventing Household Violence KDRT)
Hendra Dai
Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan Fakultas Ilmu social Universitas Negeri Gorontalo Diterima: Juli 2013; Disetujui: Juli 2013 Abstrak Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan peranan pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga serta untuk mengetahui kendala-kendala pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga di Desa Linawan I, Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. Peran pemerintah desa sering kali mendapatkan kesulitan yang mendasar dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar untuk mengkaji lebih lanjut tentang permasalahan yang didapatkan oleh pemerintah desa guna mencegah kasus kekerasan yang dialami oleh setiap keluarga atau rumah tangga. Dengan menggunakan metode natural setting yang di ungkapkan Sugiono terdapat masalah berupa (1) peran yang dilakukan oleh pemerintah desa bukan untuk memisahkan hubungan kekeluargaan masyarakat yang berada pada ruang lingkup rumah tangga melainkan untuk memperjelas masalah yang terjadi dan lebih mementingkan pada perdamaian (mencegah) agar tidak terjerumus pada perceraian atau masalah yang lebih serius atau pada kasus pidana (2) kurangnya sumber daya manusia yang dimilki oleh masyarakat, (3) tidak adanya PERDES yang mengatur tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, dan (4) tidak adanya laporan dari masyarakat yang bersangkutan yang diterima oleh pemerintah desa. Kata kunci: peran, pemerintah, kekerasan
1
Pendahuluan Secara umum dapat diketahui bahwa rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan (Moerti, 2011:61). Biasanya rumah tangga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Namun di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak-saudara yang ikut bertempat tinggal, misalnya orang tua, baik dari suami atau istri, saudara kandung/ tiri dari kedua bela pihak, keponakan dan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah. Di samping itu, juga terdapat pembantu rumah tangga yang bekerja dan tinggal bersama-sama di dalam sebuah rumah (tinggal satu atap). Terjadinya kesenjangan dalam rumah tangga akan membawa dampak buruk terhadap keluarga. Seperti halnya yang terjadi di Desa Linawan I, Kecamatan Pinolosian, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tentang konflik dalam rumah tangga sering terjadi percekcokan antara suami dengan istri dan bahkan terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) baik terhadap suami atau istri maupun anak-anak. Secara tidak sadar bahwa dalam keluarga yang melakukan hal tersebut akan membawa dampak buruk terhadap suami, istri terlebih terhadap buah hati atau anak. Karena anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan (Lock et al dalam Hastuti, 2012; 11). Kekerasan dalam rumah tangga di desa Linawan I merupakan kasus yang sering terjadi pada kelompok-kelompok keluarga yang kemudian di laporkan oleh pelaku ataupun korban yang tidak menerima perlakuan atau sikap yang di alami dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut pada pihak pemerintah desa di antaranya Ketua RT, Kepala Dusun, Pemangku adat, serta Kepala Desa Itu sendiri untuk menyelesaikan masalah dalam rumah tangga yang sudah terjadi baik tentang kekerasan fisik, psikis, seksual serta penelantaran rumah tangga (Moerti, 2011: 80). Adapun tindak kekerasan yang terjadi dalam masyarakat Desa Linawan I tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah desa yang di akibatkan oleh tidak adanya laporan dari pihak korban dari kekerasan itu sendiri pada pihak pemerintah. Hal
2
ini terjadi karena banyak faktor diantaranya kurangnya sentuhan sosial yang dilakukan oleh pemerintah desa, Minimnya sumber daya manusia (SDM), tidak ingin berurusan dengan pihak pemerintah desa (PERDES) serta pihak penegak hukum (Kepolisian). sehingga, Pemerintah yang bersangkutan mendapatkan masalah dalam menyelesaikan masalah yang terjadi tentang kekerasan dalam rumah tangga di Desa Linawan I. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan sebagai berikut. (a) Bagaimanakah peranan pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di desa linawan I? (b) Apakah yang menjadi kendala-kendala pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga? Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. (a) Mendeskripsikan peranan pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga di desa linawan I. (b) Untuk mengetahui kendalakendala pemerintah desa dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga di Desa Linawan I. Dengan
penelitian
ini
diharapkan
dapat
mengembangkan
ilmu
pengetahuan khususnya tentang cara mengelola konflik serta cara menjaga keluarga agar tidak terlibat dalam tindakan kekerasan demi keberlangsungan hidup menjadi lebih baik. selain itu, dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukkan bagi pemerintah agar dapat menjamin keselamatan masyarakat dalam membina keluarga serta masyarakat dalam mengelola keluarga yang baik agar tidak terjadi lagi tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kerangka Teori Beberapa referensi yang berguna sebagai landasan berpijak untuk penelitian ini antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Peraturan Mengenai Pemerintah Desa menegaskan bahwa pemerintah desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
3
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten; Widjaja (2012) pemerintah desa atau sebutan lain harus dipahami sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang memilki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat untuk menuju kesejahteraan. Pemerintahan desa sebagaimana yang dimaksud merupakan unit terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat serta tonggak strategis untuk keberhasilan semua program. Karena itu upaya memperkuat desa (pemerintah desa dan lembaga kemasyarakatan) merupakan langkah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat bukan hanya pada bidang ekonomi akan tetapi pada bidang social yang menyangkut tentang kehidupan keluarga. Adapun masalah yang sering timbul dalam pemerintah desa, yaitu (1) peraturan perundangundangan yang dibutuhkan belum lengkap, (2) fasilitas pemerintah sering terlambat, (3) kualitas eksekutif, legislatitif terbatas, (4) daerah kekurangan referensi, (5) culture shock (daerahhisme & kepmen), (6) formulasi perimbangan keuangan antar daerah dengan desa tidak ada dan terjadi expenditure yang tidak rasional, (7) inkonsistensi aturan kewenangan, (8) kualitas SDM penyelengga pemdes dan kuantitas sarana serta prasarana kerja terbatas, Widjaja (2012;76) Widjaja (2012;94) mengemukakan bahwa peraturan desa adalah semua peraturan desa yang ditetapkan oleh kepala desa setelah dimusyawarahkan dan telah mendapatkan persetujuan Badan Perwakilan Desa. Agar peraturan desa benar-benar mencerminkan hasil permusyawaratan dan pemufakatan antara pemerintah desa dengan Badan Perwakilan Desa, maka diperlukan pengaturan yang meliputi syarat-syarat dan tata cara pengambilan keputusan bentuk peraturan desa, tata cara pengesahan, pelaksanaan dan pengawasan serta hal-hal lain yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di desa. Rumah Tangga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Ahmadi (2009;56) mengemukakan bahwa “Keluarga atau Rumah Tangga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan lakilaki dan wanita), perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang
4
murni merupakan satu kesatuan social yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Di pertegas lagi dalam UU RI No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pada pasal 2 (1:a) lingkup rumah tangga dalam UU ini meliputi suami, istri, dam anak. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memiliki pengertian dimana kekerasan merupakan tindakan yang mengakibatkan cidera atau kesengsaraan pada korban kekerasan itu sendiri. Seperti halnya dalam UU RI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) pasal 1 (1) Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan atas seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/ atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemakasaan, atau peramapasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan dalam UndangUndang RI No.23 Tahun 2004 meliputi: (1) Kekerasan Fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit atau luka berat. Bentuk kekerasan fisik yang terjadi antara lain berupa pemukulan, tamparan,atau korban disulut dengan rokok yang masih menyala. Sehingganya, kekerasan fisik berdampak pada tubuh kembangnya diri anak dan pastinya akan menimbulkan luka terlebih terjadi cidera pada anak dan masa depan anak sudah pasti akan menjadi tidak baik. (2) Kekerasan Psikis merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang. (3) Kekerasan Seksual Kekerasan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. (4) Penelantaran rumah tangga merupakan perbuatan yang berkaitan dengan sikap suami yang tidak mau memberi nafkah pada istrinya. Menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut baik pada istri maupun pada anak-anaknya. Sehingganya secara jelas bahwa adanya penelantaran terhadap keluarga dalam memberi nafkah termasuk pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga KDRT.
5
Faktor terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga antara lain disebabkan oleh (a) Faktor ekonomi dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga (b) Pendidikan Yang Rendah, bisa disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagai mana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. (c) Sifat cemburu dan curiga yang berlebihan. (d) Adanya Campur Tangan dari Orang Tua Baik dari Suami atau Istri (Ramazahra, 2012). Peran Pemerintah Desa dalam Mencegah Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pemerintah Desa dalam ruang lingkup sosial kemasyarakatan pada dasarnya adalah struktur yang dibentuk untuk mempermudah akses kinerja Pemerintah Daerah. Artinya, pemerintah desa bukan hanya mengurus perjalanan struktural pemerintah yang ada, melainkan juga mengurus masyarakat yang berada pada masalah sosial berupa rumah tangga. Berkembang atau tidaknya suatu desa bukan hanya tergantung pada pemerintahan yang baik, tapi keberadaan masyarakat dalam keadaan rukun dan damai dapat berpengaruh terhadap perkembangan desa karena rumah tangga adalah organisasi terkecil yang yang berada dalam ruang lingkup desa untuk menunjang hidup berkembangnya desa. Seperti yang terjadi di Desa Linawan I mengenai peran pemerintah desa Linawan I telah berjalan secara maksimal hal ini telah dibuktikan dengan adanya usaha perdamaian serta pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah desa demi menjamin keutuhan keluarga yang bemasalah dengan berbagai upaya serta tugas dan jabatan sebagai pemerintah desa sangat menuntut adanya tanggung jawab penuh yang harus dijalankan. Peran yang dilakukan pemerintah desa sebagaimana yang dimaksud adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang
6
sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut (Friedman, 1998 : 286). Peran Pemerintah Desa Linawan I untuk mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam hal ini untuk mendamaikan masyarakat yang terjebak pada permasalahan KDRT sudah berjalan cukup jauh lebih baik hingga saat ini karena Peran yang telah dilakukan telah menunjukkan tanggung jawab sebagai pemerintah desa dalam mencegah Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang selama ini terjadi diselesaikan pada tingkatan Dusun dan nantinya Dusun yang akan menjadi mediator bagi aparat pemerintah desa untuk mengundang dalam menghadiri sidang kasus yang di ajukan oleh korban maupun masyarakat yang terlibat. Sebagaimana tugas dan fungsi dari Kepala Dusun adalah membantu kepala desa dalam pembinaan dan mengkoordinasikan kegiatan atau masalah yang terjadi diwilayah kerjanya Dalam menjalankan tugas sebagai pemerintah desa dalam mencegah kasus yang terjadi dalam masyarakat di selesaikan oleh pemerintah desa apabila ada laporan yang masuk dari pihak yang bersangkutan. Selanjutnya langkah yang diambil oleh Pemerintah Desa dalam perannya bukan untuk memisahkan hubungan kekeluargaan masyarakat yang berada pada ruang lingkup rumah tangga melainkan untuk memperjelas masalah yang terjadi dan lebih mementingkan pada perdamaian (mencegah) agar tidak terjerumus pada
7
perceraian atau masalah yang lebih serius atau pada kasus pidana karena pemerintah desa merupakan unit terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat serta tonggak strategis untuk keberhasilan semua program (Widjaja, 2012;76). Kendala-kendala Pemerintah Desa Dalam Mencegah Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga 1. Kurangnya Sumber Daya Manusia yang dimilki oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat Sumber daya manusia merupakan faktor pertama yang sangat berpengaruh terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Alasan bahwa cepat atau tidaknya masalah dapat diselesaikan tergantung pada pihak yang bermasalah dalam menanggapi pemikiran banding dari pihak pemerintah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di desa Linawan I paling banyak terjadi pada masyarakat yang memilki wawasan yang kurang memadai dengan kata lain kurangnya SDM antara suami atau istri serta Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masuk dimeja pemerintah adalah rumah tangga yang baru saja terbentuk (menikah) dan itu dikarenakan oleh wawasan yang kurang serta memiliki pendidikan yang rendah. Pendidikan yang rendah dari kedua belah pihak dalam sebuah rumah tangga baik suami atau istri yang memilki sifat arogan dan cenderung ingin menang sendiri. Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Dengan demikian, suami atau istri yang akan menjadi korban dari kekerasan yang dilakukan (Ramazahra, 2012). Minimnya sumber daya manusia pada masyarakat yang terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga di tegaskan dalam kajian pustaka pula merupakan
8
faktor pemicu terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, dan jika dikaitkan dengan kendala yang didapatkan oleh pemerintah desa linawan I juga berpengaruh pada proses penyelesaian kasus yang terjadi. Sehingga, salah satu kendala yang didapatkan oleh pemerintah desa Linawan I dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga adalah Sumber Daya Manusia. 2. Tidak adanya PERDES yang mengatur tentang Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Peraturan Desa atau PERDES sering kali terabaikan oleh Pemerintah desa untuk mencantumkan peraturan mengenai kasus kekerana dalam rumah tangga, padahal kasus KDRT sering kali terjadi dan pemerintah untuk mengendalikan masyarakat yang melakukan Kasus KDRT tidak mencapai pada titik jerah agar tidak malakukan hal yang sama. Cara penyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga dengan cara mengambil kebijakan pemerintah desa untuk menggatikan peraturan secara tertulis demi mencapai tujuan persidangan. Dengan demikian, tidak adanya PERDES dapat menjadi kendala bagi pemerintah desa untuk mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga. Sebagaimana tertuang dalam peraturan desa mencakup muatan materi tentang menetapkan ketentuanketentuan yang bersifat mengatur, menetapkan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat desa, materi peraturan desa dapat memuat masalahmasalah yang berkembang di desa yang perlu pengaturannya, serta semua materi peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (Widjaja, 2012;95).
9
3. Kurangnya Laporan dari Masyarakat yang Bersangkutan yang diterima oleh Pemerintah Desa Melaporkan kasus yang tejadi dalam rumah tangga bukan berarti untuk mengikutsertakan pemerintah desa ikut campur dalam rumah tangga, akan tetapi dengan kehadiran pemerintah desa dalam ruang lingkup keluarga akan memperkecil masalah yang terjadi agar tidak terjerumus pada kasus pidana ataupun perdata. Sebagai pemerintah desa pastinya tidak ingin ikut campur dengan masalah orang lain dalam hal ini masayarakat yang terjadi KDRT tanpa ada laporan yang diterima karena pemerintah desa hanya menginginkan masyarakat hidup rukun dan damai dengan cara menyelesaikan masalah yang dilaporkan. Sehingga, secara jelas bahwa laporan dari masyarakat yang terjadi KDRT yang diterima oleh pemerintah desa merupakan salah satu kendala atau penunjang bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pemerintah Desa untuk menyelesaikan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari uraian diatas, telah nampak bahwa peran pemerintah Desa Linawan I sudah menunjukan hasil yang baik, hal ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah mulai dari Ketua RT, Kepala Dusun hingga Kepala Desa Linawan I untuk selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Adanya kehadiran Pemerintah Desa ditengah-tengah masyarakat akan membawa nilai positif untuk menyelasesaikan masalah yang terjadi terutama kasus KDRT yang tidak bisa diselesaikan oleh pihak yang bersangkutan secara sendiri. Dengan demikian, Pemerintah Desa Linawan I sudah memberikan yang terbaik untuk
10
masyarakat dalam perannya dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi sejak Tahun 2008 hingga saat ini berdasarkan Pengertian Peran itu sendiri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut (Friedman, 1998). Peran pemerintah desa Linawan I sampai hari sudah banyak melakukan yang terbaik untuk masyarakat yang telah malakukan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Namun, ada juga kekurangan yang didapatkan oleh pemerintah desa dalam menyelesaikan kasus KDRT hal ini dapat dilihat jelas dengan kendalakendala yang menjadi alasan bagi Pemerintah Desa untuk tidak dapat menyelesaikan Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada masyarakat diantaranya, Minimnya Sumber Daya Manusia baik yang dimilki oleh Pemerintah desa setempat maupun oleh masyarakat yang melakukan kasus KDRT. Seperti halnya yang telah dikemukakan oleh Ramazahra, (2012) bahwa factor- factor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah factor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu, adanya campur tangan dari orang tua. Selanjutnya, tidak adanya PERDES (tertulis) yang mengatur secara khusus tentang KDRT melainkan hanya bergantung pada kebijakan pemerintah (tidak tertulis) melalui hasil sidang, serta tidak ada laporan yang diterima oleh Pemerintah Desa mengenai kasus yang terjadi, sehingga Pemerintah Desa sulit
11
untuk menyelesaikan kasus yang terjadi. Namun, bukan berarti menjadi alasan bagi pemerintah desa untuk tidak melibatkan diri dalam Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di masyarakat. Hal ini merupakan Peluang bagi Pemerintah Desa untuk mendekatkan diri dengan masyarakat agar terbagun hubungan komunikasi yang baik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang pedoman umum peraturan mengenai Pemerintah Desa menegaskan bahwa pemerintah desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Widjaja, 2012;75). Negara Indonesia merupakan negara hukum maka keberadaan pemerintah Desa adalah wujud dari aturan yang ada agar bisa terlaksana secara maksimal melalui kerja sama yang dibangun oleh pemerintah desa dengan masyarakat adat istiadat setempat demi keberlangsungan hidup secara rukun dan damai. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa tindakan kekerasan dalam rumah tangga membutuhkan campur tangan dari pemerintah desa agar keberadaan pemerintah desa dapat diakui oleh masyarakat melaui peran yang akan dilakukan dalam mencegah kasus kekerasan dalam rumah tangga sebagai mana telah dikemukakan Widjaja, (2012) bahwa Pemerintah Desa merupakan unit terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat bukan hanya pada bidang ekonomi akan tetapi pada bidang sosial yang menyangkut tentang kehidupan keluarga. Selanjutnya dapat disimpulkan pula bahwa, dalam membentuk keluarga atau rumah tangga terlebih dahulu harus membentuk jati diri sebagai manusia
12
yang siap berdiri sendiri dalam artian mandiri secara moril (SDM) dan mandiri secara materil (Ekonomi). Karena inti dari masalah yang paling utama dalam keluarga bukan terletak pada masalah yang terjadi akan tetapi bagaimana cara keluarga menyelesaikan masalah yang dialami. Seperti halnya yang dikatakan oleh Ahmadi, (2009) bahwa ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam berkeluarga yaitu, faktor objektif dan factor subjektif. Factor objektif menyangkut tentang kesiapan dalam rumah tangga dalam hal ekonomi, kedewasaan mental dan sebagainya. Sedangkan factor subjektif yaitu adanya dasar saling cinta mencintai. Sehingga dalam membentuk rumah tangga yang baik harus mandiri secara moril maupun materil. Penutup Bedasarkan pembahasan di atas, maka dapat didisimpulkan bahwa usaha perdamaian serta pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah desa demi menjamin keutuhan keluarga yang bemasalah dengan berbagai upaya serta tugas dan jabatan sebagai pemerintah desa sudah berjalan dengan baik dan sangat menuntut adanya tanggung jawab penuh yang harus dijalankan. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab pemerintah desa telah berperan aktif menjalankan tugas dalam mencegah masalah yang terjadi pada masyarakat demi menjamin keselamatan keluarga (Rumah Tangga). Kendala pemerintah Desa Linawan I untuk mencegah kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) meliputi minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) di Desa Linawan I baik pemerintah desa maupun masyarakat yang terlibat, tidak adanya PERDES yang mengatur kasus kekerasan dalam rumah tangga di Desa Linawan I, dan tidak adanya laporan yang diterima dari masyarakat oleh pemerintah desa terkait dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kepada pemerintah desa agar lebih meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan maupun melalui keikutsertaan dalam sosialisaisosialisasi pemberdayaan masyarakat baik di tingkatan daerah maupun nasional. 13
Selain itu, dengan adanya PERDES maka kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah desa berdasarkan aturan yang berlaku secara tertulis serta berlaku sama bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran terlebih pada kasus kekerasan dalam rumah tangga. Untuk itu pula, kepada masyarakat agar bersikap terbuka dalam hal ini dapat melaporkan setiap kasus yang dialami oleh diri sendiri maupun orang lain kepada pemerintah desa yang dianggap sebagai tanggung jawab bersama demi keberlangsungan hidup rukun dan damai dalam bermasyarakat sesuai amanah Undang-Undang yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA Widjaja. (2012). Otonomi Desa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ahmadi, D. H. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Coloroso, B. (2010). Membantu ANak Mengahadpi Perceraian, Kematian, Sakit, Putus Asa, Kesedihan, dan Kehilangan. Tangerang: Buah Hati. Dagun, D. S. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hastuti,
S.
(2012).
Psikologi
Perkembangan
Anak.
Jakarta
Selatan:
TuguPublisher. Moerti Hadiati Soeroso, S. M. (2011). Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta:Sinar Grafika. Prof. Dr. J. Winardi, S. (2006). Teori Desa dan Pengdesaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Redaksi FOKUSMEDIA. (2009). Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penghapusan KDRT. Bandung: FOKUSMEDIA. Redaksi New Merah Putih. (2009). undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002. Yogyakarta: New Merah putih. Redaksi Sinar Grafika. (2009). Undang-Undang Penghapusan KDRT (UU No.23 Tahun 2004). Jakarta: Sinar Grafika. Soeroso, M. h. (2011). kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta: sinar grafika. Sudjana, D. N. (2009). Tuntunan penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
14
Sugiyono, P. D. (2012). Metode Penelitian Kuantitaf, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Ramazahra. (2012, Juli 07). raza cahayaku. Dipetik Maret 12, 2013, dari razacahayaku:
FAKTOR
PENYEBAB
TERJADINYA
KDRT:http//www.google.com/gwt/x?hl=en&u=http://razacahayaku.blo gspot.com Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Kelurahan, P. D. (2006). Himpunan Peraturan dan Petujnjuk . Redaksi Bintang Cemerlang. (1999). Undang-Undang Otonomi Daerah. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. Bogdan, Robert C. and Steven J. Taylor, 1975. Introduction to Qualitative Research Method,
John Wiley & Sons, Boston
Bogdan & Biklen. 1982. Qualitative Recearch for Education: An Indroduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon. Boston. London Lofland, J. 1984. Styles of Reporting qualitative Field Research, American Sociologist, 9, 101-111 Lincoln dan Guba. 1985. Naturalistic Inquiry, London: Sage Publication. Miles, M.B. Huberman. A. M.1987. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. Beverly Hills: Sage Publications. Moleong, Lexi. 1994. Metodologi Kwalitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya. Nasution, S. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung. http://desabungah.com/profil-desa/uraian-tugas-dan-fungsi-pera http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian-peran-definisi-menurut-para.html
15