SKRIPSI
TINJAUAN PSIKOLOGI HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Putusan No. 870/Pid.B/2011/PN. Mks)
OLEH KATTYA NUSANTARI PUTRI B111 10 915
BAGIAN HUKUM MASYARAKAT DAN PEMBANGUNAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN PSIKOLOGI HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Putusan No. 870/Pid.B/2011/PN. Mks)
OLEH KATTYA NUSANTARI PUTRI B111 10 915
SKRIPSI Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Dalam Bagian Hukum Masyarakat dan Pembangunan Program Studi Ilmu Hukum
Pada
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 i
PENGESAHAN SKRIPSI
TINJAUAN PSIKOLOGI HUKUM TERHADAP PELAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Putusan No. 870/Pid.B/2011/PN. Mks) Disusun dan diajukan oleh
KATTYA NUSANTARI PUTRI B111 10 915 Telah Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana Bagian Hukum Masyarakat dan Pembanunan Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Dan Dinyatakan Diterima
Panitia Ujian Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H.
Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H. NIP. 19680125 199702 2 001
NIP. 19661130 199002 1 001
An. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. NIP. 19630419 198903 1 003
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa : Nama
:
KATTYA NUSANTARI PUTRI
Nim
:
B111 10 915
Bagian
:
Hukum Masyarakat dan Pembangunan
Judul
:
Tinjauan Psikologi Hukum terhadap Pelaku yang Melakukan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi
Makassar,
Februari 2014
Mengetahui
Pembimbing I
Prof. Dr. Musakkir, S.H., M.H. NIP. 19661130 199002 1 001
Pembimbing II
Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H. NIP. 19680125 199702 2 001
iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa dibawah ini: Nama
:
KATTYA NUSANTARI PUTRI
Nim
:
B111 10 915
Bagian
:
Hukum Masyarakat dan Pembangunan
Judul
:
Tinjauan Psikologi Hukum terhadap Pelaku yang Melakukan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Memenuhi syarat untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.
Makassar,
Maret 2014
A.n. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H.,M.H NIP. 19630419 198903 1 003
iv
ABSTRAK
KATTYA NUSANTARI PUTRI (B111 PSIKOLOGI HUKUM TERHADAP RUMAH TANGGA ( Studi Kasus Dibawah bimbingan Musakkir selaku selaku Pembimbing II.
10 915), dengan judul “TINJAUAN PELAKU KEKERASAN DALAM No. 870/PID.B/2011/ PN. Mks)”. Pembimbing I dan Wiwie Heryani
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan psikologi hukum terhadap Pelaku kekerasan dalam rumah tangga serta apa yang dapat diupayakan sebagai langkah preventif untuk meminimalisir bentuk kekerasan terutama dalam lingkup rumah tangga. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (Library Research) dan metode penelitian lapangan (Field Research) yang dilaksanakan di POLWILTABES MAKASSAR, Pengadilan Negeri Makassar, Lembaga perlindungan Anak, dan wawancara terhadap narasumber yang berkompeten dalam hal ini seperti psikolog dan juga wawancara terhadap Terdakwa serta korban dari Study kasus yang digunakan oleh penulis. Peneliti juga menelaah buku-buku serta literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Hasil yang diperoleh penulis dari penelitian ini antara lain : (1) dalam hal pelaku melakukan kekerasan terhadap anak banyak faktor psikologis yang terjadi pada diri sang pelaku. Mulai dari kesehatan mental sang pelaku serta faktor lingkungan dan proses belajar yang membentuk kepribadiannya. Dan dalam penegakan hukum dengan menggunakan pendekatan Psikologi and Law, para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa, hakim, mereka membutuhkan ilmu psikologi selain menerapkan peraturan perundang-undangan yang ada untuk dapat memberikan kepastian hukum terhadap para pelaku serta para pelapor agar mereka merasakan keadilan, kepastian, serta kemanfaatan hukum. Termasuk juga pada dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. (2) berbagai upaya dapat dilakukan sebagai upaya preventif dengan harapan dapat meminimalisir terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ini, seperti perhatian dari pemerintah dibantu oleh kesadaran dari masyarakat sendiri untuk memberikan edukasi dan memperhatikan serta mengatasi faktor-faktor yang membuat para pelaku kekerasan melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
v
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahiiim... Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan selesainya Skripsi ini sebagai tugas akhir dalam rangka mencapai Gelar Sarjana Hukum Universitas Hasanuddin, maka penulis ingin mengucapkan puji syukur yang dipanjatkan sebesar-besarmya kepada Allah SWT, atas nikmat-Nya yang tidak terputus dan pemberian-Nya yang tidak pernah berhenti, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tiada daya serta upaya melainkan atas izin kuasa-Nya, sebaik-sebaik tempat pertolongan. Dan tidak lupa penulis haturkan salam dan sejahtera atas junjungan Nabi Muhammad SAW, manusia suci yang sangat bersahaja yang kerinduan manusia selalu tertuju padanya Skripsi ini merupakan tugas akhir demi memenuhinya salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Dengan judul skripsi “ Tinjauan Psikologi Hukum Terhadap Anak yang Mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Nomor 870/PID.B/2011/PN.Mks”. Terselesaikan skripsi ini tentunya tak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai
pihak
selama
penulis
menempuh
pendidikan,
penelitian serta penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah patutnya bila penulis mengucapkan rasa terimakasih dan penghargaan kepada : Secara khusus penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan serta rasa bangga yang setingi-tingginya kepada kedua vi
orang tua tercinta, Ayahanda Drs. Suhartadji dan Ibunda Athalia Zainal yang telah melahirkan dan merawat, atas segala curahan kasih sayang dan kesabarannya mengasuh dan doa-doa yang begitu diijabah oleh Allah SWT, motivasi yang selalu diberikan kepada penulis sampai saat ini, memiliki ke dua orang tua seperti beliau adalah hal yang terindah Penulis juga menyadari akan bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak dalam kehidupan penulis sampai saat ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kepada Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, SpBO. 2. Kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Aswanto, S.H.,M.H.,DFM., Wakil Dekan I Prof Dr. Ir. AbrarSaleng, S.H.,M.H., Wakil Dekan II Dr. AnshoriIlyas, S.H.,M.H., Wakil Dekan III RomiLibrayanto, S.H.,M.H. 3. Kepada Pembimbing I Prof. Dr. M. Musakkir, S.H, M.H. dan Pembimbing II Dr. Wiwie Heryani, S.H.,M.H. yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan pembimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Serta kepada Dr. Hasrul, S.H.,M.H., Ratnawati, dan Rastiawaty, S.H.,M.H. sebagai penguji. 4. Kepada adik penulis, Satrio Perwira Nusantara Putra yang selalu memberikan semangat dan menghibur dalam kehidupan penulis 5. Kepada Keluarga Besar penulis, Alm. Opa Zainal Abidin Arfah dan Alm. Oma Titie Sulastri sekeluarga, Alm. Mbah Kung Soekandar
vii
dan Alm. Mbah Ti Sriyati sekeluarga terimakasih atas doa dan kasih sayangnya kepada penulis 6. Kepada Bapak Kos dan Ibu Kos Ashera tempat penulis bernaung selama menuntut ilmu didunia perkuliahan Om Prof. Dr. Hamzah Baharuddin, S.H, M.H, Om Asdy Syanua, Tante Vera Roslina, Tante Susyana, terimakasih kasih sayangnya selama ini. 7. Kepada seluruh anggota Anak-anak Kos Ashera Fitriasih Hamzah, S.S, Yuli Adha Hamzah, S.H, M.H, M.Kn, Asih Purwanti, S.Pt, Maydwisah Asdy, Novia Cendekia Hamzah, dan si cowok kecil Muhammad Tegar, terimakasih kebahagiaan dan cinta kasihnya selama ini. 8. Kepada seluruh Keluarga besar Opa Zainal Abidin Arfah dan Oma Titi Sulastri : Om Tasrif dan Tante Mery Sekeluarga, Om Man dan Tante Lies Sekeluarga, Om Hari dan Tante Mely Sekeluarga, Om Sul dan Tante Yayan Sekeluarga, Om Jo dan Tante Dyah Sekeluarga, dan terkahir Om Karaeng Algond (ODE) dan Tante Inga
Sekeluarga.
Terimakasih
banyak
kasih
sayang
dan
perhatiannya selama ini. 9. Kepada “Pratama Rezky Mulyadi” terimakasih atas segala bentuk semangat, kebahagiaan, suport dan dukungan, kesedihan, senyum dan hiburan lucunya, pelajaran dan kata-kata yang membuat semangat dan kuat, dan waktunya selama penulis meneliti.
viii
10. Kepada UKM Asian Law Students’ Association (ALSA) tempat penulis menimba ilmu selain teori perkuliahan, pengalaman, rumah kedua penulis, keluarga kedua penulis. Kepada Pengurus Periode 2011-2012, Kepada Pak Direktur terbaik ku Zulkifli Mukhtar, S.H yang selalu sabar membimbing penulis untuk berorganisasi dibarengi dengan tingkah lucunya, Muh. Ridwan Saleh S.H, Nurdiansah, S.H, Sitti Hardianti Rahman, S.H, Mutiah Sari Mustakim, S.H sebagai Board Of Director terimakasih atas kejasama, kepercayaan, kepedulian, kalian super top. Temanteman manager yang luar biasa M. Muhtadin Al’ atas, S.H, M. Ikram Nur Fuady, S.H, JumardiS.H, Zulfikar, S.H, Adi Suriadi, S.H, Dewiyanti Ratnasari, S.H, dan M. Fahmi Zaimir, S.H terimakasih atas persembahan kekeluargaan yang begitu hangat di rumah kita Asian
Law
Students’
Association
(ALSA)
LC
Universitas
Hasanuddin. 11. Kepada Pengurus UKM Asian Law Students’ Association (ALSA)LC Universitas Hasanuddin Periode 2012-2013 Andi Hidayat Nur Putra beserta jajarannya, Fadlan, Dede, Dedet, Rahmi, Chakin, Maulana, Afdal, Ismi, Juwita, Iin, Rifka, Fika, Dian, Helvi dan seluruh temanteman pengurus yang tidak sempat disebutkan namanya terima kasih atas kebersamaan yang sangat solid, bantuan, dukungan, semangat, keceriaan, ke-rwg-an dalam kehidupan penulis.
ix
12. Kepada Pengurus UKM Asian Law Students’ Association (ALSA)LC Universitas Hasanuddin Periode 2013-2014 Achmad Tojiwa Ram a.k.aoppa dan jajarannya semoga ALSA semakin jaya, selamat menjalankan kepengurusan, juga kepada generasi ALSA periode berikutnya dan seluruh keluarga besar UKM Asian Law Students’ Association (ALSA)LC Universitas Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya. 13. Kepada Teman-Teman Seperjuangan ku tersayang Sitti Hardianti Rahman, S.H, Zakiah, S.H., Mutiah Sari Mustakim, S.H. Navira Araya Tueka, S.H., DewiyantiRatnasari, S.H. SutrianiSudarman, S.H. sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan semangat, dukungan kepada penulis, hingga terbentuk tim rwg. 14. Kepada
teman-teman
terbaik penulis
yang
menyenangkan,
Hamsiaty Hasyim, S.H, Wajdawati, S.H, Nur Aisyah Bachri, S.H, Fhatita Rizza Amalia, S.H, Vera Linda Br. Sitepu, S.H, Novi Arniansyah, S.H, Yenny Widiastuti, S.H, sahabat penulis sejak mahasiswa baru terimakasih atas doa, bantuan, perhatian dan pengertiannya kepada penulis. 15. Kepada seluruh Keluarga PSM UNHAS, teman-teman penulis yang sama-sama berjuang mengharumkan nama Universitas Hasanuddin
hingga
ke
kancah
Internasional
(Bandung,
Ghuangzhou China).
x
16. Kepada saudaraku/teman terbaik di KKN Gel.85 Kecamatan Campalagian, Korcam Pratama Rezky Mulyadi, Sekcam Faqih, KorKab Kak Angga, KorKel Kak Ishaq, SekKel Kak Yoyo, BenKel Tyan, teman-teman sehati sekamar Ida, Vika, dan sumarni dll yang tidak sempat disebutkan namanya. 17. Kepada Orangtua pengganti penulis saat melakukan KKN di Campalagian Puang Andi Wadjidi Patajangi, Dan Ibu Puang St. Rahma.
Dan seluruh pihak
yang telah membantu penulis hingga
terselesaikannya skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, akhir kata sekaligus penutup, semoga pengetahuan yang penulis peroleh selama ini dan apa yang tertuang dalam skripsi ini sebagai karya terakhir yang dapat penulis persembahkan sebagai mahasiswa strata satu, walaupun kecil semoga dapat bermanfaat bagi nusa dan bangsa.
Makassar 28 Februari 2014 Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................ ... i PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... ... ii DAFTAR ISI .................................................................................. ... iii KATA PENGANTAR ..................................................................... ... iv BAB I PENDAHULUAN ............................................................... ... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................. ... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................ ... 6 C. Tujuan Penelitian .............................................................. ... 6 D. Manfaat Penelitian ............................................................ ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... ... 8 A. Psikologi Hukum ............................................................... ... 8 1. Pengertian Psikologi Hukum .................................. ... 8 2. Kegunaan Psikologi ................................................ ... 15 3. Jenis-Jenis Pendekatan Psikologis ........................ ... 16 4. Psikologi dalam Penegakan Hukum ....................... ... 17 B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................... ... 28 1. Ruang Lingkup Rumah Tangga .............................. ... 31 2. Bentu-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ... ... 35
xii
BAB III METOE PENELITIAN ...................................................... ... 37 A. Lokasi Penelitian ......................................................... ... 37 B. Teknik Pengumpulan Data ........................................... ... 37 C. Jenis dan Sumber Data ................................................ ... 38 D. Teknik Analisis Data .................................................... ... 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................... ... 39 A. Pandangan Psikologi terhadap Pelaku kekerasan terhadap Anak ............................................................. ... 39 B. Pertimbangan Putusan Hakim, Studi Kasus No. 870/PID.B/2011/PN.Mks.............................................. ... 59 C. Upaya Prefentiv untuk Meminimalisir terjadinya kasus KDRT khususnya di Kota Makassar ................. ... 62 BAB V PENUTUP ......................................................................... ... 67 A. Kesimpulan .................................................................. ... 67 B. Saran ........................................................................... ... 68 BAB IV DAFTAR PUSTAKA ........................................................ ... 69
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut sangat bergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut, keutuhan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Dalam bahasa Inggris, kekerasan diistilahkan dengan violence. Secara etimology, violence merupakan gabungan dari “vis” yang berarati daya atau kekuatan dan “latus” yang berasal dari kata “ferre” yang berarti membawa. Jadi Violence (Kekerasan)1 adalah tindakan yang membawa kekuatan untuk melakukan paksaan atau tekanan fisik maupun nonfisik. .Pengertian sempit kekerasan adalah penyerangan fisik terhadap seseorang atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap
1
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan. Rafika Aditama.2012. hal 14
1
perbuatan terhadap sesorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara, fisik, seksual,psikogis dan atau penelentaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan seseorang secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga. Keluarga dan kekerasan sekilas seperti sebuah paradoks, kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan sementara di lain sisi keluarga diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani tempat berlindung, beristirahat yang diterima keluarganya, kerugian korban tindak kekerasan dalam keluarga, tidak saja bersifat material tetapi juga immaterial antara lain berupa goncangan emoisinal dan psikologis, yang langsung atau tidak langsung akan memengaruhi kehidupannya. Kekerasan dalam rumah tangga (yang selanjutnya disingkat KDRT), bukanlah persoalan domsetik (privat) yang tidak boleh diketaui orang lain, KDRT merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Namun kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga acap kali kurang mendapat perhatian publik, karena kasus ini sering kali masih terbungkus oleh kebiasaan masyarakat yang meletakkan masalah ini sebagai perseolan intern keluarga, dan tidak layak atau tabu untuk diekspos keluar secara terbuka. 2
Karena hal ini Negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan falsafah Pancasila. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga secara umum dikatakan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah Negara
yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuh kembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Di dalam rumah tangga, anggota keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat. Idealnya sebuah keluarga dipenuhi kehangatan, kasih sayang, saling menghormati dan saling melindungi. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh 3
anggota
keluarga.
Keluarga
disebut
disharmonis
apabila
terjadi
sebaliknya. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat
terjadi
kekerasan
dalam
rumah
tangga
sehingga
timbul
ketidaknyamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut Reaksi korban tindak kekerasan yang mengancam dan menimpa mereka sebagian besar bersifat pasif dan bahkan pasrah. Sebagai makhluk yang lemah dan secara psiklogis dalam posisi yang tertekan dan takut terhadap pelaku, pada umumnya korban kekerasan dalam umah tangga tidak memiliki alternative dan keberanian yang cukup untk melawan situasi yang menekan mereka. Ada Kekerasan dalam rumah tangga penyebabnya dari banyak persoalan, seperti faktor ekonomi, sosial, pendidikan dan iman. Faktor dominan yang menjadi penyebab KDRT ialah ekonomi. Dalam masalah ini, setidaknya terbagi dua kelompok yang menjadi pelaku dan korban KDRT. Pertama mereka sudah mapan ekonominya. kedua masyarakat miskin. Pada masyarakat bawah, KDRT dilakukan pada umumnya
karena kesulitan ekonomi.
Suami atau isteri melakukan KDRT untuk melampiaskan depresi atau stres akibat tekanan ekonomi. Adapun salah satu contoh kasus yang terjadi di kota makassar yaitu Heryanto alias Anto (yang selanjutnya dalam pembahasan ini disebut sebagai Pelaku) pada hari Sabtu tanggal 9 April 2011 sekitar 4
pukul 09.00 Wita di rumah kost milik pelaku di Jl. Jembatan Merah RW 03 Makassar pelaku melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya Andri Gustiawan yang masih berumur 5 bulan, dengan menindis pipi kanan Andri menggunakan kepalan tangan kanannya menyebabkan pipi Andri kebiruan. Adapun alasan pelaku melakukan hal tersebut karena Andri sering menangis. Keesokan harinya, tanggal 10 April 2011 sekitar pukul 20.30 Wita Pelaku pulang dari kerja (juru parkir) setibanya di Kostnya Pelaku tidak menemui Sarika Dewi yang merupakan istri pelaku dan anaknya (Andri Gustiawan) disana. Akhirnya Pelaku mencari di rumah orang tua Pelaku, dan didapatinya istri dan anaknya disana. akhirnya Pelaku karena merasa kesal akhirnya melakukan kekerasan fisik terhadap Istrinya dengan memukul kepalanya dengan sapu hingga patah (satu kali) lalu menendang pinggang kanannya (satu kali) kemudian menarik rambutnya. Tanggal 11 April 2011, karena merasa keberatan dengan perlakuan Pelaku akhirnya Istri pelaku melaporkannya ke Kantor Polisi Resort Kota Besar Makassar agar tindakan Pelaku dapat diusut sesuai hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untu meneiliti permasalahan tersebut yang berjudul “ Tinjauan Psikologi Hukum Terhadap Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga “ (Studi Kasus No. 870/Pid.B/2011/PN.Mks)
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana telah diuraikan di atas maka masalah penelitian yang penulis dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tinjauan psikologi hukum terhadap pelaku yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga? (Studi kasus No. 870/Pid.B/2011/Pn.Mks) 2. Bagaimana upaya Preventif dalam meminimalisir terjadinya kasus KDRT khususnya di Kota Makassar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, ada beberapa tujuan yang melandasi penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui tinjauan psikologi hukum terhadap pelaku yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. 2. Untuk mengetahui upaya preventif dalam meminimalisir terjadinya kasus KDRT khususnya di Kota Makassar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian sejenis secara mendalam. 2. Manfaat Praktis
6
a. Bagi aparat pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam mengambil kebijakan publik terutama berkaitan dengan masalah kekerasan pada umumnya, khususnya dalam memahami kekerasan rumah tangga yang dialami oleh anak.
b. Bagi pribadi Penulis, penelitian ini merupakan langkah awal dalam penyusunan skripsi sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata satu (S1) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psikologi Hukum 1. Pengertian Psikologi Hukum. Psikologi hukum dapat dikatakan menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan daripada perkembangan jiwa manusia2. Cabang ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap tindakan hukum, yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut. Dewasa ini hasil tentang hubungan hukum dengan faktor kejiwaan, tersebar dalam publikasi hasil-hasil penelitian berbagai ilmu pengetahuan, seperti psikologi, sosiologi, antropologi dan ilmu hukum sendiri.
Pada
umumnya
hasil-hasil
penelitian
tersebut
menyoroti
hubungan timbal balik antara faktor-faktor tertentu dari hukum, dengan berbagai aspek khusus dari kepribadian manusia. Masalah-masalah yang ditinjau pada umumnya berkisar pada soal-soal, sebagai berikut3 : a) Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaedah hukum. b) Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi dari pola-pola penyelesaian terhadap pelanggaran kaedah hukum
2 3
Soerjono Soekanto. Beberapa Catatan tentang Psikologi Hukum. Citra Aditya Bakti.hal. 1-2. Ibid hal 2-3
8
c) Akibat-akibat dari pola-pola penyelesaian sengketa tertentu. Suatu kamus menggambarkan psikologi sebagai suatu disiplin yang secara sistematis mempelajari perkembangan dan berfungsinya faktor-faktor mental dan emosionil dari manusia. Pada dewasa ini ilmu tersebut menelaah : 1. Studi secara sistematis terhadap berbagai aspek perilaku dari manusia, terutama pada faktor-faktor mental seperti persepsi, proses belajar, inteligensia, emosi dan seterusnya. 2. Penanganan
psikologi
terhadap
individu-individu
yang
mengalami kesulitan dalam penyesuaian dirinya. Psikologi dan hukum adalah suatu bidang ilmu yang relatif muda4. Secara konseptual memiliki cakupan luas, bidang ini mencakup pendekatan-pendekatan yang berbeda-beda terhadap psikologi. Setiap subdevisi dari psikologi umum, telah mendukung penelitian tentang berbagai isu hukum, mencakup masalah-masalah yang bersifat : 1) Kognitif (contohnya kesaksian saksi mata) 2) Pengembangan (contohnya, kesaksian anak-anak) 3) Sosial (contohnya, perilaku dewan juri) 4) Klinis (contohnya, penilaian tentang kompetensi seseorang) 5) Biologi (contohnya, polygraph), dan
4
Achmad Ali,S.H.,M.H. Buku Bahan Ajar Psikologi Hukum. Fakultas Hukum Unhas.2009.hal 3
9
6) Psikologi pengorganisasian industrial (contohnya, godaan seksual dalam tempat kerja) Menurut Soerjono Soekamto, ada beberapa hal dari sekian banyak ruang lingkup psikologi yang mungkin beguna dalam kaitannya dengan ilmu hukum, dan yang lazim ditonjolkan
dalam karya-karya
psikologi5. Yaitu : a. Kepribadian. Setiap manusia punya pandangan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya. Pandangan-pandangan tersebut mungkin bersifat khas. Hal ini berarti, bahwa seseorang mungkin memandang
dirinya bebeda dengan pandangan orang
lain terhadap dirinya, terlepas dari masalah apakah orang lain tadi menyukainya atau tidak. Demikian pula mungkin dia mempunyai pandangan
yang
berbeda
dengan
lingkungannya,
apabila
dibandingkan dengan pandangan orang-orang lainnya. Itulah yang kurang lebih merupakan kepribadian, yaitu pandangan yang konstan atau khas dari seseorang terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Kepribadian seseorang sangat ditentukan dengan faktorfaktor fisik (misalnya susunan syarafnya) yang sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan prenatal dan
5
Soejono Sukanto, Op Cit., hal 8
10
kelahiran, serta juga oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut menhasilkan pengalaman-pengalan umum (yang dialami oleh setiap orang) maupun pengalaman-pengalaman khususindividual.
Pengalamaan
tersebut
semakin
lama
semakin
membentuk pribadi seseorang, sehingga yang bersangkutan memiliki identitas. Kepribadian seseorang biasanya dapat diketahui dari gabungan beberapa faktor, seperti misalnya : a. Penampilan fisik b. Tempramen c. Kemampuan d. Kecerdasan e. Sikap sosial f. Pandangan terhadap nilai-nilai g. Cara membawakan diri h. Arah minatnya, dan seterusnya. Tentang kegunaan mengetahui kepribadian, Robert J. Wicks berpendapat sebagai berikut6 : “Realizing how one’s personality has been formed provides an oppurtunity to reflect on how it affects his present view of life. In addition, a realization of the fact that those one deals with are working from particular ramework, a unique self-concept, should cause one to have greater respectfor their right to be different and possibly to have greater tolerance of their view. With this understanding it is possible to come to a better knowledge of oneself and those with whom one comes into contact each day.” 6
Ibid hal 9
11
b. Proses belajar Proses belajar seringkali dianggap sebagai topik utama dalam psikologi, oleh karena proses tersebut menyangkut segala sesuatu yang dirasakan manusia, mempengaruhi perilakunya dan juga mempunyai efek terhadap kepribadiannya. Proses belajar pada
hakekatnya
menyangkut
perubahan
pada
perilakunya
seseorang; akan tetapi hal itu tidaklah selalu berarti bahwa hasilnya pasti
baik
atau
positif
bagi
yang
bersangkutan
maupun
lingkungannya. Misalnya seseorang dapat saja belajar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan seperti contohnya mencuri, mencoret, dan sebagainya. Akan tetapi pada umumnya pada proses belajar dikaitkan arti yang baik, sebagai suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan untuk diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang) yang terjadi. Proses belajar tersebut menyangkut aktivitas badaniyah maupun pikiran, dan proses tersebut dapat dipengaruhi oleh faktorfaktor tertentu seperti : a) Waktu istirahat b) Pengetahuan tentang hal yang dipelajari c) Pengertian terhadap hal yang dipelajari d) Pengetahuan akan prestasi sendiri
12
e) Pengaruh dari hal-hal yang pernah dipelajari, dan seterusnya. Bagi penerapan penegakan hukum, proses belajar ini sangat berguna
terutama
untuk
mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
berpengaruh pada kepatuhan hukum. Kecuali dari pada itu, hal ini juga sangat penting dalam
program pemasyarakatan dari para
pelanggar hukum yang dihukum dan harus menebus kesalahanya di lembaga pemasyarakatan. c. Kondisi-kondisi Emosionil. Adalah hal yang lazim bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia dipengaruhi oleh rasa senang, atau mungkin perasaan kurang senang. Wujudnya adalah kegembiraan, terkejut, marahmarah, dan seterusnya. Kadang manusia dipengaruhi perasaan yang mendalam, perasaan-perasaan tersebut biasanya disebut emosi. Kondisi-kondisi emosionil yang biasanya dialami manusia adalah antara lain : kekecewaan, konflik dan kekawatiran. Suatu kekecewaan akan terjadi, apabila manusia mengalami halangan
dalam
mencapai
tujuan-tujuan
tertentu.
Keadaan
demikian menimbulkan rasa tertekan, sehingga tidak jarang menimbulkan ketegangan dalam diri orang tersebut. Derajat kekecewaan tersebut bermacam-macam. Terkadang seseorang yang mengalami kekecewaan berubah menjadi bertambah agresif atau mungkin bahkan menjadi apatis.
13
Konflik mungkin terjadi apabila seseorang mengalami tekanan-tekanan, dan dia harus memilih diantara kemungkinankemungkinan yang ada. Misalnya seseorang harus memilih antara hal-hal yang sama-sama menguntungkan, sama-sama merugikan, atau hal-hal yang harus dipilihnya sama-sama mempunyai pengaruh positif dan negatif. Reaksi-reaksi yang timbul tidak jauh berbeda dari apa yang dialami pada kekecewaan, oleh karena itu konflik dapat dikatakan merupakan suatu bentuk frustasi. Kekhawatiran merupakan suatu proses dimana seseorang mengalami atau menganggap dirinya terancam bahaya. Hal ini belum mencapai taraf rasa takut, akan tetapi perasaan yang terganggu. Pengetahuan tentang kondisi-kondisi emosionil manusia sangat penting, misalnya bagi penegakan hukum. Seorang jaksa, misalnya, pada suatu sidang peradilan marah-marah. Mungkin hal ini dialami karena adanya tekanan dari atasan atau dia menghadapi perkara yang rumit atau karena terdakwa mempunyai sifat aneh, dan seterusnya. d. Kelainan-kelainan. Didalam kehidupan sehari-hari, karena faktor-faktor tertentu, mungkin saja manusia mengalami gangguan pada jiwanya. Orangoramg yang mengalami hal itu, biasanya disebut sebagai orang yang mengalami “neurosis” dan/atau “psikhosis”. Cabang psikologi
14
yang khususnya menyoroti gejala-gejala tersebut adalah psikologi abnormal atau psikopatologi, sedangkan penanganannya dilakukan oleh psikologi klinis. Seorang neurotik biasanya
menampakan
gejala-gejala
tertentu, seperti misalnya, kekawatiran yang berlebih-lebihan, phobia, depressi, dan lain sebagainya. Hal ini terutama disebabkan, oleh karena penderitanya senantiasa menonjolkan mekanisme pertahanannya yang berlebih-lebihan. Seorang psikosis biasanya mengalami proses dimana dia menyangkal beberapa aspek dari realitas yang dihadapinya. Salah satu gejalanya adalah yang disebut “schizophrenia”, misalnya, tidak mengacuhkan hal-hal yang terjadi disekitarnya. 2.
Kegunaan Psikologi Perkembangan kehidupan manusia, senantiasa dipengaruhi oleh
paling sedikit tiga faktor, yaitu proses pematangan, proses belajar dan pembawaan7. Proses pematangan banyak menyangkut penyempurnaan dari fungsi tubuh, sedangkan proses belajar berarti memperbaiki perilaku melalui latihan-latihan, pengalaman maupun interaksi dengan lingkungan. Di satu pihak manusia mempunyai persamaan dengan rekanrekannya semasyarakat, akan tetapi dilain pihak, manusia mungkin memiliki kekhususan yang membedakan dengan rekan-rekannya. Hal ini mungkin saja terjadi karena proses pematangan, proses belajar dan
7
Ibid hal 13
15
pembawaan yang berbeda, yang menghasilkan kepribadian yang tidak sama. Didalam kenyataan hidup sahari-hari, ada sesuatu kecendrungan bahwa manusia mempunyai perikelakuan yang sama dengan rekanrekannya. Akan tetapi kadang-kadang manusia juga mempunyai perilaku yang khas. Ini semua ada latar belakangnya, yang diteliti oleh psikologi. Oleh karena hukum merupakan perilaku dipandang dari segi tertentu dan juga merupakan patokan bagi perilaku, maka psikologi sangat penting. Kegunaannya adalah antara lain, untuk mengungkapkan latar belakang dari perilaku hukum. Pengetahuan tentang hal itu akan dapat menunjang penbentukan maupun penerapan hukum sedemikian rupa, sehingga benar-benar berfungsi. Hal ini disebabkan, oleh karena dengan psikologi diusahakan untuk memahaminya, mengendalikan perilakunya dan bahkan membuat prediksi tentang perilaku tersebut. 3. Jenis-Jenis pendekatan Psikologis. Menurut Blackburn (1996:6), psikologi hukum memiliki bidangbidang sebagai berikut8 : a. Psychology in Law. “Psychology in Law” (psikologi didalam hukum) mengacu pada penerapan-penerapan spesifik psikologi didalam hukum, seperti persoalan kehandalan kesaksian mata, kondisi mental terdakwa
8
Achmad Ali. Op Cit. Hal 7
16
dan orang tua mana yang cocok, ibu atau ayah, untuk ditetapkan sebagai wali pemeliharaan anak dalam kasus perceraian. b. Psychology and Law. “Psychology
and
Law”
(psikologi
dan
hukum),
mencakupi,
contohnya riset psikolegal tentang para pelanggar hukum, juga riset-riset psikolegal terhadap perilaku polisi, advokat (pengacara), jaksa, dan hakim (atau juga juri, dalam suatu peradilan yang menggunakan sistem juri). c. Psychology of Law “Psychology of Law” (psikologi tentang hukum) digunakan untuk mengacu pada riset psikologis tentang isu-isu sperti : mengapa orang mentaati hukum atau tidak mentaati hukum, riset tentang perkembangan moral dari suatu komunitas tertentu, riset tentang persepsi dan sikap politk terhadap berbagai sanksi pidana. 4. Psikologi Dalam Penegakan Hukum. Penegakan hukum merupakan kegiatan yang menyerasikan hubungan
nilai-nilai
yang
terjabarkan
dalam
kaedah-kaedah
atau
pandangan-pandangan menilai yang baik dalam sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan atau memelihara
dan
mempertahankan
kedamaian
pergaulan
hidup.
Penjabaran dari rumusan tersebut diatas adalah sebagai berikut9 :
9
Soerjono Soekanto. Op Cit.hal. 27
17
a. Adanya pasangan nilai-nilai yang perlu diserasikan, yang kemudian dijabarkan secara konkrit dalam: b. Kaedah-kaedah
hukum
yang
merupakan
pandangan-
pandangan menilai, yang kemudian menjadi pedoman bagi: c. Sikap tindak atau perilakuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Dengan demikian maka didalam penegakan hukum ketiga pengertian hukum tersebut merupakan suatu tritunggal. Hukum tidak akan tegak,
apabila
ada
gangguan
dalam
tritunggal
tersebut,
yang
kemungkinan-kemungkinannya adalah : a. Adanya
ketidak
serasian
antara
nilai-nilai
yang
bersangkutan. b. Ketidak serasian tersebut menjelma dalam kaedah-kaedah yang simpang siur, yang kemudian mengakibatkan c. Pendidikan
yang
tidak
terarah
yang
mengganggu
perdamaian. Kalau tinjauan diarahkan pada perilaku, maka ada perilaku yang sesuai dengan hukum dan ada yang
melanggar hukum. Dengan
demikian, faktor-faktor psikologis akan dibahas dalam kerangka tersebut, yaitu perilaku yang sesuai dan yang melanggar hukum. a) Perilaku yang sesuai dengan hukum. Perilaku manusia pada umunya adalah sesuai dengan hukum, oleh karena manusia mempunyai hasrat yang kuat untuk hidup
18
teratur dan konsisten10. Kecuali itu mungkin ada faktor-faktor ekstern, seperti misalnya kekuasaan dari pihak lain. Sebagai makhluk yang hidup berkelompok manusia selalu terpengaruh oleh faktor-faktor tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Frank Cox, maka : “In most social influence situations there is an interplay between internal factors (personality and motivational tendencies, including striving for consistency) and external ones (such as the power of the other person, the level of inconsistency in the situation, etc,).” (Frank Cox 1978:543, 544)
Sehubungan
dengan
hal-hal
tersebut
diatas,
mengapa
sebenarnya seseorang mematuhi hukum? Faktor internalnya sudah jelas, yaitu hasrat untuk hidup teratur dan konsisten; namun apa faktor eksternalnya? Apabila hal itu dikaitkan dengan kekuasaan (“power”) yang merupakan
gejala
sosial,
maka
kekuasaan
atau
pengaruh
(=”influence”) adalah “the ability of one person to change the behavior of another”. Bagaimana kekuasaan atau pengaruh tersebut diperoleh? B.H. Raven menyatakan, bahwa pengaruh merupakan proses perubahan pada seseorang dalam pemahamannya, sikap atau perilakunya, yang bersumber pada orang lain atau kelompok.
10
Ibid hal 29
19
Kekuasaan merupakan suatu pengaruh yang bersifat potensial. Kemudian dibedakan antara : 1. Pengaruh bebas (=”independent influence”) yang didasarkan pada komunikasi yang bersifat persuasif, dan 2. Pengaruh tergantung/tidak bebas (=”dependent influence”) yang menjadi efektif oleh karena karakteristik tertentu yang dimiliki oleh pihak yang berpengaruh. Pengaruh ini dijabarkan kedalam: a) “public-dependent dilaksanakan perilaku
apabila
yang
berpengaruh
influence” yang
menerima
mungkin
yang
hanya
bersangkutan pengaruh.
dapat
dapat
mengamati
Pihak
membantu
pihak
yang yang
dipengaruhi untuk mencapai tujuannya (“reward power”); atau, dia kekuasaan untuk memaksa dan menjatuhi hukuman (“coercive power”). Dalam “public-dependent influence” yang utama adalah pihak-pihak yang dipengaruhi b) “Private-dependent berpengaruh
influence”
mempunyai
dimana
karakteristik
pihak tertentu,
yang yang
menyebabkan orang lain terpengaruh olehnya, misalnya pihak yang berpengaruh dianggap mempunyai: 1) Kelebihan
dalam
kemampuan
dan
pengetahuan
(“expert power”); 2) Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang sepantasnya (“referent power”);
20
3) Kekuasaan resmi yang sah (“legitimate power”). Apabila hal tersebut diatas dihubungkan dengan ketaatan hukum, maka faktor-faktor yang menyebabkannya, adalah:11 1. Ketaatan yang bersifat “compliance” jika seseorang menaati aturan hukum, hanya karena takut sanksi. Ketaatan jenis ini tentu
saja
rendah
efektivitasnya,
karena
membutuhkan
pengawasan secara terus-menerus. 2. Ketaatan yang bersifat “identification”, jika seseorang menaati aturan hukum, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak. Sama halnya dengan ketaatan yang bersifat “compliance”, maka ketaatan inipun masih harus diawasi secar terus menerus, oleh karena memiliki efektivitas yang rendah. 3. Ketaatan yang bersifat “internalization”, jika seseorang menaati aturan hukum, benar-benar karena aturan hukum cocok dengan nilai intrinsik yang dianutnya, sesuai dengan rasa keadilannya, dan dapat memenuhi kepentingan subjektifnya. Ketaatan jenis ini tinggi efektivitasnya, karena tidak perlu membutuhkan pengawasan untuk penataannya. b) Perilaku Melanggar Hukum Masalah
perilaku
melanggar
hukum,
antara
lain,
dapat
dikembalikan pada kegagalan untuk menyesuaikan diri12. Setiap manusia
11
Achmad Ali. Op Cit. Hal 9
21
pasti akan mengalami kekecewaan, konflik maupun kekawatiran, yang kesemuanya
merupakan
tekanan-tekanan
terhadap
dirinya.
Untuk
mengatasi tekanan tersebut, manusia mempunyai “defence mechanism” atau mekanisme-mekanisme pertahanan. Apabila mekanisme tersebut diterapkan secara tepat, maka masalah-masalah yang dihadapi manusia akan dapat diatasi. Yang menjadi permasalahan ialah tidak sesederhana itu, kadangkadang manusia mengalami gangguan pada pribadinya oleh karena terjadinya gangguan perkembangan kepribadiannya. Jadi, gangguan pada pribadinya mungkin disebabkan karena : 1. Tekanan-tekanan kekecewaan, konflik dan kekawatiran yang tidak teratasi, yang menimbulkan gejala neurosis dan psikosis. 2. Gangguan pada perkembangan kepribadian, sehingga terjadi gejala sosiopatik (“sosiopathic personality disorder”) Oleh karena faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya perilaku melanggar hukum, maka hal-hal itu akan ditelaah secara lebih Luas, sebagai berikut : a. Neorosis. Gejala ini timbul karena penggunaan mekanisme pertahanan secara berlebih-lebihan. Pola-pola neurosis, adalah antara lain : a) Kekhawatiran : selalu dalam keadaan tenang dan panik.
12
Op Cit., hal 32
22
b) Phobia : rasa takut yang terhadap hal-hal yang dianggap mengancam, misalnya acrophobia yakni rasa takut pada tempat-tempat yang tinggi letaknya. c) Depresi : adanya rasa negatif dengan dirinya sendiri (putus asa) d) Obsesi
: rasa takut melakukan perbiuatan
yang
tidak
terkendalikan. e) Neurastenia : kelelahan psikis karena kehiduapn dianggap sesuatu yang percumah untuk dihadapi. f) Histeria. Oleh karena penggunaan mekanisme pertahanan merupakan bagian dari pembicaraan tentang neurosis, maka ada baiknya untuk menelaah beberapa diantaranya, seperti: a) Penyangkalan terhadap keadaan yang sesungguhnya (denial), dimana seseorang seseorang berusaha menghindarkan diri dari keadaan yang kurang enak baginya. b) Rasionalisasi
(rasionalization)
yaitu
usaha
menemukan
pembenaran atas perbuatan (salah) yang dilakuakan. c) Regresi, dimana seseorang kembali pada masa lampau diwaktu dia merasakan kehidupan yang tentram d) Identifikasi e) Formasi
reaksi
(reaction
formation)
dimana
seseorang
berusaha untuk menghindarkan diri dari perbuatan serta merta
23
yang tidak diharapkan, dengan cara mengambil posisi yang berlawanan. f) Proyeksi, dimana kesalahan sendiri dibebankan pada orang lain, dengan tujuan menghindarkan diri dari kesalahan tersebut. g) “acting out”, yaitu dimana seseorang membiarkan dirinya terbawa oleh emosinya. h) Kompensasi i) Intelektualisasi, dimana seseorang menutup sama sekali perasaannya justru pada keadaandimana perasaan diperlukan. j) Simpatisme, yaitu menimbulkan simpatik pada pihak lain, agar kesalahannya tertutup. k) Fantasi, dan lain-lain. Sesorang menderita neorasis lebih banyak kemungkinannya untuk melakuakan perbuatan melanggar hukum. Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan
mengalami
hambatan
perkembangan
jiwa
(greestes
onvrijheid) yang mengakibatkan terjadinya kebingungan (denkstoring), keraguan (wilstoring) dan kesedihan (gevoelstoring). b. Psikosis13. Inimeruapakan gejala dimana terjadi “denial major aspect of reality” Pola gejala tersebut adalah :
13
Ibid hal 34
24
1) Reaksi “schizophrenic” yang menyangkut proses emosionil dan intelektal. Gejalanya adalah, bahwa seseorang sama sekali tidak mengacuhkan apa yang terjadi disekitarnya. 2) Reaksi paranoid, dimana seseorang selalu dibayangi oleh hal-hal yang (seolah-olah) mengancam dirinya. Oleh karena itu dia akan “menyerang” terlebih dahulu. 3) Reaksi afektif dan involutinal, dimana seseorang merasakan adanya depresi yang sangat kuat. c. Gejala sosiopatik, yang menyangkut : 1) reaksi antisosial. Seseorang yang menderiti gejala antisosial disebut juga seorang psikopat, yang ciri utamanya adalah bahwa orang tersebut hampir-hampir tidak mempunyai etika/moral. Akibatnya adalah bahwa orang semacam ini hampir selalu “berurusan” dengan hukum. Dia hampir selalu bersikap agresif, karena tak dapat menahan tekanantekanan
berupa
intelektualitasnya
kekecewaan, tidaklah
terlalu
walaupun rendah.
taraf
Karakteristik
utamanya adalah : i.
tidak pernah merasa bersalah.
ii.
taraf intelektualitasnya tidak terlalu rendah
iii.
tidak pernah memperlihatkan rasa tegang.
iv.
tidak bertanggung jawab dan impulsif
25
v.
tak dapat melakukan interaksi sosial yang baik, oleh karena terlalu memperhatikan dirinya sendiri,
vi.
tak dapat belajar dari pengalaman
vii.
tidak mempunyai tujuan hidup.
viii.
Mampu memanipulasikan orang, termasuk penegak hukum.
2) Reaksi dissosial. Seseorang yang dissosial adalah seorang “constant troubelemaker”; dia selalu berurusan dengan hukum, oleh karena ada kekuranga-kekurangan dalam latar belakang kehidupannya. Kekurangan-kekurangan tersebut adalah, misalnya: i.
Yang bersangkutan dilahirkan dan dibesarkan dalam suatu
lingkungan,
dimana
yang
mendapatkan
penghargaan sebagai orang yang berhasil adalah orang yang berbuat jahat. ii.
Yang bersangkutan dibesarkan dalam suatu lingkungan yang membentuk norma-normanya sendiri, yang dalam hal-hal tertentu bertentangan dengan norma-norma yang berlaku hukum.
iii.
Latar
belakangnya
keluarganya
yang
tidak
baik,
misalnya, hubungan antara orang tua tidak wajar. 3) Deviasi seksuil. Perilaku seksuil yang menyimpang dilakukan oleh orang-orang yang menikmati perbuatan tersebut, yang
26
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Memang perlu diakui bahwa norma-norma tersebut berbeda di satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi tipetipenya secara umum, adalah : i.
Masturbasi
ii.
Homoseksual
iii.
Satiriasis (pada wanita disebut nymphomania), yaitu aktivitas seksual yang berlebihan
iv.
Impotensi (pada wanita frigiditas)
v.
Pelacuran
vi.
Incest
vii.
Pedophilia, yaitu melakukan hubungan seksual dengan anak-anak.
viii.
Bestiality, yaitu melakuakan hubungan seksual dengan hewan
ix.
Perkosaan
x.
Sadism dan masochism
xi.
Fetishism
xii.
Exhibitionsm dan voyeurism
xiii.
Necophilia, yakni melakukan hubungan se4ksual dengan mayat.
27
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Berdasarkan ketentuan Pasal 89 KUHP dapat diketahui bahwa kekerasan adalah suatu perbuatan dengan menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, membuat orang tidak berdaya 14. Melakuakan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang dan sebagainya. Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis, yang dapat memengaruhi kehidupan masa depan anak. Pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua(ayah dan atau ibukorban), anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak hukum dan lain-lain). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1989:425), Kekerasan diartikan dengan perihal yang besifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan. Menurut penjelasan ini, kekerasan itu merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibat luka, cacat, sakit atau penderitaan pada orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa
14
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum terhadap Anak Perempuan. Refika Aditama.2012. hal 1-2
28
paksaan atau ketidak relaan atau adanya persetujuan pihak lain yang dilukai. Hukum Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 200415. Hukum atau UndangUndang Kekerasan dalam Rimah Tangga dibuat dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut : a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa amandan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggarn hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus. c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan
adalah
perlindungan
dari
perempuan,
negara
dan/atau
harus
mendapat
masyarakat
agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan
15
Mohamammad Taufik Makarao.Hukum Perlindungan Anak dan Pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Rineka Cipta.2013.hal 174
29
d. Bahwa
dalam
kenyataannya
sistem
hukum
di
indonesiabelum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Untuk melakukan pencegahan KDRT16, Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya dibidang pemberdayaan perempuan melaksanakan tindakan
pencegahan,
antara
lain,
menyelenggarakan
komunikasi,
informasi, dan edukasi tentang pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan pemikiran tersebut, sudah saatnya dibentuk UndangUndang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang diatur secara komperhensif, jelas, dan tegas untuk melindungi dan berpihak kepada korban, serta sekaligus memberikan pendidikan dan penyadaran pada masyarakat dan aparat bahwa segala tindak kekerasan dalam
rumah
tangga
merupakan
kejahatan
terhadap
martabat
kemanusiaan. Sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004, Pasal 1 ayat (1) “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan
atau
penderitaan
secara
fisik,
seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Pada ayat (2) juga dijelaskan mengenai Pengahapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah 16
Ibid hal 176
30
jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekeerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada Pasal 3 penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas : a. Penghormatan hak asasi manusia, b. Keadilan dan kesetaraan gender, c. Nondiskriminasi; dan perlindungan korban. Yang merupakan tujuan dari penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tertuang dalam Pasal 4 yaitu : 1) Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; 2) Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; 3) Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga 4) Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. Dalam Bahasa Inggris, kekerasan diistilahkan dengan violence17. Violence adalah tindakan yang membawakekuatan untuk melakukan paksaan atau tekananfisik maupun non fisik. Pengertian sempit, kekerasan adalah penyerangan fisik terhadap seseorang atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas. 1. Ruang Lingkup Rumah Tangga. Menurut bentuknya keluarga bisa dibedakan atau dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. 17
Maidin Gultom.Op Cit., 14.
31
2. Keluarga luas (Extended Familiy) yang terdiri dari ayah, ibu, anak, paman, bibi, kakek, nenek, menantu, dan sebagainya. Dalam
Undang-undang
No.
23
tahun
2004
tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 2 ayat (1) merumuskan lingkup rumah tangga adalah : 1. Suami, istri, dan anak. 2. Orang-orang
yang
mempunyai
hubungan
keluarga
dengan orang sebagaimana dimaksud pada nomor 1 karena
hubungan
darah,
perkawinan,
persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga. 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga itu. Dengan terjadinya perkawinan maka terjadi pula hubungan hukum antara seorang wanita sebagai istri dan seorang pria sebagai suami. Suami istri merupakan anggota inti dari keluarga anggota inti dari keluarga. Undang-udang Pererkawinan Pasal 31 menegaskan bahwa : 1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudkan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
32
2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Sedangkan dalam Pasal 33 Undang-undang Perkawinan menegaskan pula bahwa “suami istri wajib saling
mencintai,
hormat
menghormati,
setia
dan
memberi bantuan lahir bhatin yang satu kepada yang lain. Keluarga adalah lingkungan pertama bagi seorang anak yang bersosialisasi dan mempelajari norma serta aturan yang berlaku. Norma serta aturan tersebut dibuat untuk menjaga agar keberlangsungan kehidupan dapat berlangsung dengan damai dan aman. Untuk itu setiap anak diharapkan dapat menuruti norma dan aturan yang berlaku. Anak sebagai anggota keluarga mempunyai hak yang perlu dan seharusnya diperhatikan oleh orang tuanya, perlu mendapat bimbingan dan perawatan. Dalam Pasal 45 ayat (1) Undangundang Perkawinan menyatakan bahwa “kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Dan dai
dalam
Pasal
46
ayat
(1)
Undang-undang
perkawinan
menyatakan bahwa “Anak wajib menghormati dan mentaati kehendak mereka yang baik”.
33
Masyarakat di indonesia berpendapat bahwa keluarga sehat memiliki tingkat relasi kekuasaan. Orang tua menepati posisi paling atas, kemudian anak tertua dan seterusnya hingga anak paling kevil. Orang tua membagi kekuasaan yang setara bagi mereka dan anak dapat memberikan masukan bagi orang tuanya. Namun pengambilan keputusan tetap ditangan orang tuanya. Bila dalam lingkungan rumah tersebut ada orang lain selain keluarga inti yang memiliki relasi dengan orang tua dan berusia lebih tua dari anak tersenut, sperti kakek, nenek, paman, bibi atau kakak sepupu, maka kekuasaan anak berada dibawah mereka. Mc Cledon memberikan penjelasan mengenai sistem kekuasaan dalam keluarga, “There are three subsystem in a famili system parents, parents-child, and siblings. The power strusture in healty families is hierarchical, wit the parents sharing equal power and children having input in a democratical fashion. Yet, it is clear the parents and parents, and children are children. While status refers to the position and implies rank in a social hierarchy.” Berdasarkan
uraian
diatas
maka kita dapat menarik
kesimpulan bahwa orang-orang yang termasuk ruang lingkup rumah tangga adalah suami/ayah, istri/ibu, anak-anaknya beserta orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga atau orang lain yang masih tinggal atau pernah hidup bersama disebuah rumah tangga.
34
2. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga. Menurut
Undang-undang
No.23
tahun
2004
tentang
pengahpusan Kekerasan dalam rumah tangga, bentuk kekerasan dalam rumah tangga ada empat, yaitu : 1. Kekerasan fisik. Adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 2. Kekerasan psikis. Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. 3. Kekerasan seksual Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, atau pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. 4. Pelantaran rumah tangga. Menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, padahal menutut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan
35
ekononomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
36
BAB III METODE PENELITIAN A. . Lokasi Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis memilih lokasi penelitian di Kepolisian
Wilayah
Kota
Besar
(POLWILTABES)
Makassar,
Pengadilan Negeri Makassar, dan Lembaga Perlindungan Anak. Hal ini menjadi pertimbangan karena lokasi tersebut strategis mudah untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal terhadap pelaku yang melakukan Kekerasan dalam rumah tangga , sehingga penulis berharap akan mudah memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis ajukan.
B. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan Penulis untuk memperoleh data dan informasi dalam penulisan skripsi ini nantinya yaitu: a) Field Research (penelitian lapangan) yaitu penulis melakukan wawancara langsung dan terbuka dalam bentuk tanya-jawab atau pihak-pihak yang terkait yang berkaitan dengan permsalahan dalam tulisan ini. b) Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu penulis juga mencari sumber-sumber data melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mencari, menginventarisasi, mencatat,dan mempelajari 37
data-data sekunder yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
C. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar untuk menunjang hasil penelitian adalah: a) Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian melalui wawancara langsung dengan pihakpihak yang berkompeten (polisi, pelaku kekerasan dan anak yang menjadi korban kekerasan ) b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan seperti dokumen termasuk pula literatur bacaan peraturan
lainnya, lainnya
peraturan serta
perundang-undangan
melalui
media
massa
dan yang
berkorelasi langsung dengan pembahasan penelitian ini. D. Teknik Analisis Data Semua data yang diperoleh disusun dan dianalisa secara kualitatif selanjutnya disajikan secara deskriptif. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang dapat diperbaharui secara jelas dan terarah yang berkaitan dengan Psikologis anak yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga .
38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pandangan Psikologi Hukum terhadap Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (Studi Kasus : 870/Pid.B/2011/PN.Mks). Keluarga dan kekerasan sekilas seperti sebuah paradoks. Kekerasan bersifat merusak, berbahaya dan menakutkan, sementara di lain sisi, keluarga diartikan sebagai lingkungan kehidupan manusia, merasakan kasih sayang, mendapatkan pendidikan, pertumbuhan fisik dan rohani, tempat berlindung, beristirahat, yang diterima anggota keluarganya. Penulis melakukan penelitian pada beberapa tempat dan narasumber di kota Makassar yang dapat mendukung untuk memberikan informasi kepada penulis terkait dengan kesejahteraan anak dan juga adanya KDRT yang terjadi di kota Makassar ini. Seperti di Pengadilan Negeri Makassar untuk mendapatkan Putusan yang berkaitan dengan KDRT yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sekaligus melakukan wawancara dengan Hakim yang bersangkutan, lalu di POLWILTABES untuk mendapatkan data 5 tahun terakhir terkait dengan kasus KDRT yang masuk di kepolisian dan sekaligus melakukan wawancara kepada Kanit-Kanit yang berkompeten dalam penanganan kasus KDRT ini, seperti wawancara terhadap Kanit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA)
dan juga Kanit Tindak Pidana Umum (TIPIDUM).
39
Selain itu, penulis juga melakukan penelitian sekaligus wawancara terhadap narasumber dari Lembaga Perlindungan Anak Kota Makassar dan juga Psikolog. Serta penulis juga melakukan wawancara kepada pelaku yang bersangkutan yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap istri dan anaknya. Rentang waktu penelitian mengenai “Tinjauan Psikologi Hukum terhadap Pelaku yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga” ini lebih kurangnya 1 bulan, yaitu mulai tanggal 3 Januari 2014 hingga 4 Februari 2014. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di POLWILTABES Kota Makassar, dibawah ini terdapat uraian data sebagai berikut:
40
Tabel 1 Data Kepolisian Jumlah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Perempuan dan Anak di Kota Makassar Tahun 2007-2013 JUMLAH SESUAI TAHUN KEJADIAN NO
BULAN
BULAN 2009
2010
2011 2012 2013
1
JANUARI
4
2
9
13
5
36
2
FEBRUARI
3
4
8
7
5
33
3
MARET
6
5
6
10
7
39
4
APRIL
6
3
5
7
12
42
5
MEI
-
4
11
6
8
34
6
JUNI
2
15
14
9
10
57
7
JULI
1
13
12
12
10
53
8
AGUSTUS
1
6
6
7
12
37
9
SEPTEMBER
6
14
3
9
11
49
10
OKTOBER
4
8
3
6
10
36
11
NOVEMBER
8
10
12
9
17
49
12
DESEMBER
2
9
16
10
8
48
43
93
105
105
124
532
JUMLAH PER TAHUN Sumber : POLWILTABES Makassar
41
Dalam tabel terlihat pada tahun 2009 ke atas terjadi peningkatan yang cukup jauh sehingga melahirkan pendapat bahwa masyarakat pada tahun tersebut telah mulai mengenal dan memahami adanya peraturan yang dibuat oleh Pemerintah tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sehingga masyarakat mulai untuk tidak merasa malu atau ragu untuk mempercayakan permasalahan yang terjadi dalam keluarganya diselesaikan dengan
bantuan aparat kepolisian sesuai peraturan
perundang-undangan yang ada. Untuk kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ditangani oleh Lembaga Perlindungan Anak pun juga mengalami peningkatan ditiap tahunnya18. Dan bentuk kasus kekerasannya pun beragam, seperti kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh psikolog bahwa telah banyak pula kasus yang mereka tangani tentang kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga19. Dan paling banyak bentuk kekerasannya dilakukan terhadap anak. Kasus yang masuk dalam ranah kepolisian sebagian besar diselesaikan dengan jalur damai, walau tak jarang juga diselesaikan hingga ke ranah pengadilan20. Penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Negeri Makassar, yaitu mendapatkan satu putusan yang menjadi salah satu sumber informasi bagi penulis dalam menganalisis KDRT yang dilakukan oleh 18
Wawancara penulis dengan Warida, staf Program Lembaga Perlindungan Anak pada tanggal 06 Februari 2014 19 Wawancara penulis dengan Andi Trisnawati, seorang Psikolog pada tanggal 10 Februari 2014 20 Wawancara penulis dengan Afriyanti, KANIT PPA POLWILTABES Makassar pada tanggal 04 Februari 2014
42
orang tua kandungnya. Berikut uraian singkat kronologis kejadian dari Putusan dengan Nomor : 870/Pid.B/2011/PN.Mks. Kasus Posisi : Heryanto alias Anto (yang selanjutnya dalam pembahasan ini disebut sebagai Pelaku) pada hari Sabtu tanggal 9 April 2011 sekitar pukul 09.00 Wita di rumah kost milik pelaku di Jl. Jembatan Merah RW 03 Makassar pelaku melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya Andri Gustiawan yang masih berumur 5 bulan, dengan menindis pipi kanan Andri menggunakan kepalan tangan kanannya menyebabkan pipi Andri kebiruan. Adapun alasan pelaku melakukan hal tersebut karena Andri sering menangis. Keesokan harinya, tanggal 10 April 2011 sekitar pukul 20.30 Wita Pelaku pulang dari kerja (juru parkir) setibanya di Kostnya Pelaku tidak menemui Sarika Dewi yang merupakan istri pelaku dan anaknya (Andri Gustiawan) disana. Akhirnya Pelaku mencari di rumah orang tua Pelaku, dan didapatinya istri dan anaknya disana. akhirnya Pelaku karena merasa kesal akhirnya melakukan kekerasan fisik terhadap Istrinya dengan memukul kepalanya dengan sapu hingga patah (satu kali) lalu menendang pinggang kanannya (satu kali) kemudian menarik rambutnya. Tanggal 11 April 2011, karena merasa keberatan dengan perlakuan Pelaku akhirnya Istri pelaku melaporkannya ke Kantor Polisi
43
Resort Kota Besar Makassar agar tindakan Pelaku dapat diusut sesuai hukum yang berlaku Dalam memahami beberapa hal mengenai psikologi hukum mengkaji Isu-isu yang berkaitan dengan kajian aplikasi psikologi dalam bidang hukum berkenaan dengan persepsi keadilan (bagaimana sesuatu putusan dikatakan adil, kenapa orang berbuat kejahatan, bagaimana mengubah perilaku orang untuk tidak berbuat kejahatan). Aplikasi secara detail dalam bidang ini antara lain: forensik, kriminalitas, pengadilan (hakim, jaksa, terdakwa, saksi, dll), pemenjaraan, dan yang berkaitan dengan penegakan hukum seperti kepolisian, dan lain-lain. Keterangan istri dari terdakwa mengatakan melaporkan kejadian ini pada pihak kepolisian yaitu di POLWILTABES MAKASSAR pada tanggal 11 April 201121. Istri dari sdr Anto bernama Rika, mengatakan bahwa dalam keadaan sadar melaporkan suaminya sdr. Anto dengan maksud memberikan pelajaran kepada Anto agar tidak mengulangi kesalahannya kembali. Menurut Teori yang dikemukakan oleh Mark Constanzo22, hampir setiap bidang ilmu psikologi (yaitu perkembangan, sosial, klinis, dan kognitif) relevan dengan aspek hukum tertentu. Yang salah satunya contohnya ialah terhadap Psikologi sosial. Dimana Psikologi sosial ini
21
Wawancara Penulis dengan Sarika Dewi, Saksi korban dalam studi kasus Putusan Pengadilan pada tanggal 20 Januari 2014 22 Mark Constanzo. Aplikasi Psikologi dam Sistem Hukum. Pustaka Pelajar. 2008. Hal 3
44
melihat bagaiamana polisi yang melaksanakan introgasi menggunakan prinsip-prinsip koersi dan persuasi untuk membuat tersangka mengakui tindak kejahatannya. Hal ini terlihat dari Berita Acara Pendapat dari Kepolisian,
bahwa
pelaku
membenarkan
jika
telah
melakukan
penganiayaan terhadap istri dan anaknya sehingga saudari Rika melaporkan sauminya bahwa telah melakukan tindakan kekerasan dalam rumah tangga karena tersangka telah menganiaya dirinya. Serta jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan oleh pihak polisi dengan pihak pelapor dan pelaku terdapat kesesuaian. Tugas polisi adalah menemukan orang yang melakukan tindak kejahatan dan mengumpulkan bukti-bukti yang cukup kuat untuk mendukung keyakinan mereka akan kebersalahan tersangka23. Untuk berbagai alasan, polisi lebih menyukai pengakuan bersalahlah dibanding bukti-bukti dalam bentuk lain. Pertama, pengakuan bersalah menghemat waktu. Karena tersangka yang mengaku bersalah sering kali juga memberitahukan kepada interogatirnya dimana bukti-bukti penting dapat ditemukan, terkait dengan kasus tersebut diatas, terdakwa mengaku bersalah dengan telah menganiaya saksi korban dengan menggunakan sapu ijuk hingga sapu tersebut patah. Kedua, dan yang paling penting, sebuah pengakuan bersalah adalah hal terdekat yang dapat diperoleh penuntut untuk menguatkan tuduhannya. Pengakuan bersalah menempatkan tersangka pada jalur 23
Mark Constanzo. Aplikasi Psikologi dam Sistem Hukum. Pustaka Pelajar. 2008. Hal 49
45
cepat menuju keputusan bersalah. Terdakwa dalam tanya jawab baik terhadap hakim maupun polisis dalam pemeriksaan, sama sekali tidak mengajukan keberatan dan membenarkan semua keterangan saksi yang dihadirkan. Sehingga terlihat bentuk pengakuan bersalah dari terdakwa. Sehingga dengan kesimpulan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap tersangka dan para saksi, Tersangka Heryanto alias Anto telah terbukti melakukan tindakan pidana kekerasan dalam rumah tangga , diancam penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (Lima Juta Rupiah), sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) UU RI No, 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Setelah pemeriksaan di kepolisian selesai, berkas dilimpahkan ke Kejaksaan. Didalam Dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, dalam kasus ini, jaksa menggunakan Dakwaan alternatif. Yang Pertama ialah Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ke dua Pasal 351 ayat (1) KUHP. Dan setelah Dakwaan dibacakan oleh Jaksa penuntut umum didalam persidangan, terdakwa menyatakan bahwa telah mengerti akan surat dakwaan tersebut, dan tidak mengajukan keberatan atas Dakwaan Penuntut Umum. Pada Surat Tuntutan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan secara berturut-turut
46
berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan barang bukti yang ada, diuraikan secara singkat dan disampaikan oleh Jaksa penuntut Umum dalam persidangan. Perbuatan terdakwa telah dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan memenuhi rumusan tidak pidana yang didakwakan dalam dakwaan kesatu, Pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Oleh karena Dakwaan pertama telah terbukti, maka jaksa penuntut umum tidak perlu lagi membuktikan dakwaan selanjutnya. Terkait dengan Dakwaan yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah Dakwaan alternatif. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, disinilah kondisi-kondisi emosinal terjadi.
Menurut Soerjono Sukamto24 kondisi-
kondisi emosionil yang biasanya dialami manusia adalah antara lain : kekecewaan, konflik dan kekawatiran. Terlihat dari ungkapan istri terdakwa yang sekaligus merupakan saksi korban, ia mengatakan dalam tanya jawabnya dengan hakim bahwa, tidak ada persoalan apa-apa antara kehidupan keluarga mereka, hanya terdakwa merasa kesal dengan istrinya pada saat pulang kerumah kostnya dan tidak mendapatkan dirinya dan anaknya lalu terdakwa mencarinya dirumah orang tuanya kemudian memukul saya dengan menggunakan sapu ijuk dan menendang. Dari uraian diatas, terlihat bahwa terdakwa hanya dalam keadaan emosi sehingga melahirkan reaksi cepat untuk melampiaskan emosinya. 24
Soerjono Sukanto. Op Cit. Citra Aditya Bakti. Hal 8
47
Dari hal kekecewaan jelas secara psikologis terdakwa merasa kecewa pada saat pulang kerumah kostnya, terdakwa tidak menemukan istri dan anaknya. Yang mungkin harapan dari terdakwa saat pulang ialah disambut oleh anak dan istrinya untuk sebagai penghilang rasa capek setelah bekerja. Dan pada konflik dan kekawatiran, konflik yang dialami oleh terdakwa ialah terdakwa merasa sulit untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, pelaku merasa memiliki banyak kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh pelaku, terutama dalam bidang sandang dan pangan. Menurut terdakwa25
setelah berhenti menjadi buruh harian, pelaku
menjadi tukang parkir, yang mempunyai penghasilan tidak menentu apalagi memiliki seorang anak yang masih bayi sehingga membuat kondisi psikologis dari terdakwa menjadi stress karena tekanan-tekanan dari kondisi kehidupan keluarganya dan menyebabkan frustasi sehingga membuat
terdakwa
tidak
terkendali
dalam
mengontrol
emosinya.
Kekawatiran pun pula dirasakan oleh terdakwa saat menemukan istri dan anaknya tidak berada dirumahnya, sehingga menyebabkan kondisi lelah fisik sehabis bekerja membuat timbulnya emosi sebagai ekspresi bentuk kekecewaannya. Dalam usaha mencapai kepuasan diri, manusia tidak jarang menghadapi gangguan dan rintangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam dirinya. Rintangan yang datang dari luar dapat diatasi dengan 25
Wawancara penulis dengan terdakwa, Heryanto als.Anto pada tanggal 20 januari 2014
48
mudah kalau penyesuaian diri dalam lingkungan mudah dan berhasil dilakukan. Adapun rintangan yang datang dari dalam dirinya akan sulit diatasi karena bergantung pada proses psikis sejak lahir yang berkembang. Kebutuhan-kebutuhan pokok manusia antara lain kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang pemuasannya dapat meghilangkan ketegangan karena pengaruh dari kebutuhan lainnya. Misalnya, jika seseorang merasa lapar atau haus (kebutuhan biologis), tubuhnya akan gemetar (gangguan fisik). Untuk menghilangkan rasa lapar atau haus itu sering timbul ketegangan sebagai akibat dari bekerjanya id, ego dan superego yang tidak seimbang. Kalau pemenuhan kebutuhan itu tidak memuaskan, ketegangan akan tetap ada. Usaha untuk menghilangkannya adalah melalui pemenuhan terhadap kebutuhan biologisnya.26 Berdasarkan pemahaman dari pendekatan di atas terhadap kepribadian pelaku, karena ketegangan akan rintangan yang sulit dihadapi pelaku karena pada usia yang masih sangat muda pelaku kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, menikah di usia muda dalam kondisi yang belum mapan berdampak pada faktor ekonomi dan pelaku tidak mampu mengendalikan diri sehingga terjadi tingkah laku yang menyimpang, yang menjadikan rumah tangganya terganggu. Hal tersebut, menjadi penyebab pelaku sering melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya, juga kepada anaknya. Selain itu juga diduga pelaku mengalami 26
Hendra Akhdiyat dkk, Psikologi Hukum. Pustaka Setia. 2011.hal 224.
49
gangguan mental yang dalam psikologi dikenal dengan neurosis. Neurosis ini timbul karena penggunaan mekanisme pertahanan secara berlebihlebihan. Sesorang menderita neorasis lebih banyak kemungkinannya untuk melakuakan perbuatan melanggar hukum. Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan
mengalami
hambatan
perkembangan
jiwa
(greestes
onvrijheid) yang mengakibatkan terjadinya kebingungan (denkstoring), keraguan (wilstoring) dan kesedihan (gevoelstoring). Pada saat didalam persidangan, terdapat pemeriksaan para saksi yang salah satunya merupakan Istri dari terdakwa yang sekaligus merupakan saksi korban. Melalui memori saksi yang dalam hal ini adalah istri terdakwa, berdasarkan kesaksiannya dalam persidangan, saksi melaporkan suaminya karena ingin memberikan efek jera, sejalan dengan tujuan hukum yang seharusnya dicirikan sebagai suatu komponen hukum untuk mengendalikan perilaku manusia. Keakuratan saksi korban yang diterangkan oleh istri dari terdakwa, telah dibenarkan oleh terdakwa. Di dalam mengidentifikasi karakteristik saksi jika ia kebetulan merupakan korban sebuah kejahatan, akan
mengalami
kesulitan
dalam
memungkinkan bahwa mereka menaksir
detail-detail
insiden
bersangkutan disebabkan karena kondisi psikologis mereka ketika diminta untuk menggambarkan atau mengidentifikasi tersangka setelah kejahatan bersangkutan. Meskipun demikian, di pihak lain,
juga memungkinkan
bahwa seorang korban kejahatan lebih termotivasi untuk memfokuskan
50
pada wajah sipenjahat dan mengingatnya dengan baik. Berdasarkan hasil keterangan Saksi Korban Rika dalam menjawab pertanyaan hakim, penulis berpendapat bahwa saksi Rika termotivasi akibat perbuatan terdakwa sehingga melaporkan terdakwa ke polisi, agar terdakwa tidak mengulangi perbuatannya lagi. Karena pemukulan oleh terdakwa terjadi dalam waktu sehari, dari keterangan saksi menjawab pertanyaan hakim, saksi korban cenderung introvert (tertutup) dan menurut pemahaman penulis level ketergugahan fisiologis saksi korban lebih segera, sehingga hakim hanya memberikan sedikit pertanyaan kepada saksi korban. Dan mengenai hal ini, dilihat dari keterangan saksi korban, ia hanya menceritakan satu (1) hal saja yang terjadi dalam satu (1) malam itu, tetapi sebenarnya saksi korban sebenarnya telah mengalami tindak kekerasan jauh sebelumnya mereka masih menjadi pengantin baru. Tapi karena faktor tidak menyangka dan terkejut melihat terdakwa mampu melakukan hal tersebut pada anaknya, sehingga memory yang terekam terfokus dalam satu (1) kejadian malam itu. Psikologi hukum ialah suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia serta sebagai pencerminan perilaku manusia terhadap suatu kenyataan. Bila kita kaitkan dengan apa yang terjadi pada Anto semasa kecilnya. Dalam hal ini, penulis melakukan metode pendekatan mengapa Pelaku melakukan tidak pidana. Pendekatan yang digunakan ialah
51
Pendekatan Tingkah Laku dan Proses Belajar27. Belajar adalah suatu proses yang mengakibatkan beberapa proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku seseorang yang mencakup cara berpikir, cara merasa, dan cara melakukan sesuatu. Dan menurut Soerjono Soekanto28, Proses belajar seringkali dianggap sebagai topik utama dalam psikologi, oleh karena proses tersebut
menyangkut
mempengaruhi
segala
perilakunya
sesuatu
dan
juga
yang
dirasakan
mempunyai
efek
manusia, terhadap
kepribadiannya. Proses belajar pada hakekatnya menyangkut perubahan pada perilakunya aktivitas
seseorang. Proses belajar tersebut menyangkut
badaniyah
maupun
pikiran,
dan
proses
tersebut
dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti : a) Waktu istirahat b) Pengetahuan tentang hal yang dipelajari c) Pengertian terhadap hal yang dipelajari d) Pengetahuan akan prestasi sendiri e) Pengaruh dari hal-hal yang pernah dipelajari, dan seterusnya. Bagi penerapan penegakan hukum, proses belajar ini sangat berguna terutama untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada kepatuhan hukum.
27 28
Hendra Akhdhiat dkk. Op Cit. Hal 80 Soerjono Soekanto. Op Cit. Hal 9
52
Terkait Proses belajar tersebut dengan pengakuan dari pelaku29, pelaku memberikan keterangan bahwa, pelaku merasa tidak nyaman di rumah, tidak memiliki kecocokan dengan kedua orang tuanya, ibunya menikah 4 (empat) kali karena factor ekonomi, pelaku anak-1 dari 6 orang bersaudara, kemudian karena sering mendapat perlakuan kasar dan kekerasan dari orang tua pelaku, pelaku akhirnya hilang dan selama 10 (sepuluh) tahun tidak pernah merasa dicari oleh orang tuanya, dan dia mendapatkan orang yang ingin memeliharanya namun orang tua angkatnya ternyata mempekerjakan pelaku secara paksa ketika pelaku masih di bawah umur, memukul, dan menyiksa pelaku. Setelah pelaku merasa cukup berpenghasilan maka pelaku kabur dari tempat tinggal orang tua angkatnya dan ingin mencari orang tua kandungnya. Akhirnya pelaku menemukan orang tua kandungnya, namun krisis kepercayaan diri pelaku membuat pelaku akhirnya menarik diri dari lingkungan keluarganya, karena persoalan ekonomi, pelaku merasa tidak mapan, dan sering bertengkar dengan orang tuanya. Pelaku pun menikah dengan Rika saat masih berusia 17 tahun, yang masih sangat muda, karena pengalaman pelaku, membuat pelaku belajar dari lingkungan sosialnya secara tidak langsung, dan karena sering mengingat masa lalu nya, pelaku sering melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangganya. Berdasarkan
uraian
tersebut,
penulis
mengaitkan
dengan
pendekatan proses belajar secara tidak langsung yang dialami oleh
29
Wawancara penulis dengan terdakwa, Heriyanto als. Anto pada tanggal 20 Januari 2014
53
pelaku juga menjadi salah satu latar belakang kenapa pelaku melakukan perbuatan kejahatan. Pelaku sejak umurnya masih dalam kategori anak, sering mendapatkan kekerasan fisik dan statusnya sebagai anak yang mendapat kekerasan fisik,
sehingga menjadikan pelaku mulai belajar
secara tidak langsung dari lingkungannya dan pada akhirnya status dari korban tersebut menjadikannya juga menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dan anaknya. Menurut saksi korban (Rika)30, korban sering dipukuli oleh pelaku semenjak mereka masih pengantin baru, dengan alasan yang tidak jelas, atau karena hal sepele. Menurut penulis, pelaku kerap kali tidak mampu mengontrol dirinya dalam melakukan tindak kekerasan dikarenakan sudah sering kali pelaku melakukan hal tersebut kepada istrinya. Sehingga istrinya melakukan upaya hukum sebagai upaya untuk dapat mengontrol tindakan suaminya agar suami merasakan jera atas apa yang ia lakukan dan mulai belajar untuk tidak melakukan hal yang demikian kembali. Melihat dari kondisi psikologis dari pelaku itu sendiri, sebenarnya kaitannya dengan umur pelaku, secara psikologis ia belum memiliki cukup kematangan diri untuk menjadi orang tua. Sehingga terjadi gangguan dalam kehidupan berkeluarganya. Walaupun secara jelas dalam hukum dikatakan bila seseorang sudah melakukan pernikahan maka itu sudah dianggap dewasa.
30
Wawancara Penulis dengan Sarika Dewi, saksi korban dalam studi kasus putusan pengadilan.
54
Pada saat semua proses pemeriksaan telah dilakukan, maka tibalah pada pertanggung jawaban pidana yang akan diterima oleh terdakwa Sdr. Anto. Pertanggungjawaban tersebut ialah diantaranya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Telah melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap istri dan anaknya”. Serta Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa
dengan
pidana
penjara
selama
4(empat)
bulan,
serta
menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Lalu memerintahkan terdakwa untuk tetap berada dalam tahanan. Menyatakan bahwa barang bukti berupa sapu ijuk dirampas dan dimusnahkan serta membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000.00. Berdasarkan pertanggungjawaban pidana yang dijatuhkan diatas, yaitu Pasal 44 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terdapat unsur pemidanaan yang dilihat cocok oleh Hakim untuk dijatuhkan pasal ini, diataranya : Unsur setiap orang Bahwa setiap orang adalah subyek hukum yang cakap dapat melakukan perbuatan atau tindakan hukum sehingga perbuatan tersebut dapat dipertanggung jawabkan didepan hukum. Bahwa
terdakwa
HERYANTO
ALS
ANTO
sejak
proses
penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan serta menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan baik, sehingga perbuatan yang 55
dilakukanya dapat dipertanggungjawabkan di depan hukum. Perbuatan terdakwa tersebut tidak terdapat alasan pemaaf dan pembenar menurut ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsur“ setiap orang “ telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum Unsur melakukan kekerasan fisik Bahwa yang dimaksud dengan“ kekerasan fisik” adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-perundangan. Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di depan persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi yang disumpah dan didukung pula dengan
keterangan
terdakwa
sendiri didalam
persidangan, maka
diperoleh fakta bahwa benar pada hari Sabtu tanggal 09 April 2011 sekitar jam 09.00 wita dan hari Minggu tanggal 10 April 2011, bertempat di Jl. Maccini Sombala RW 05 makassar,
terdakwa telah melakukan
penganiaayan terhadap anak kandung terdakwa sendiri yakni saksi korban Lk. Andri Gustiawan dengan cara mengepalkan tinju kewajahnya sehingga menyebabkan memar dan memukul istrinya dengan sapu ijuk sebanyak satu kali dan menendangnya , adapun alasan terdakwa memukul anaknya karena pusing anaknya menangis terus dan memukul istrinya karena kesal pada saat pulang kerumah kosnya dijembatan merah tidak menemui istri dan anaknya sehingga mencari kemungkinan menemukan istrinya dirumah orangtuanya lalu memukulnya dengan sapu
56
ijuk dan menendang, akibat perbuatan terdakwa korban anaknya mengalami memar pada wajahnya dan istirnya mengalami nyeri pada kepala dan luka pada punggung kiri. Hal tersebut dikuatkan pula dengan alat bukti suatu yang diajukan didepan persidangan berupa Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Bhayangkara Mappaudang Makassar alat bukti surat yang diajukan didepan
persidangan
berupa
Visum
Et
Repertum
Nomor:
VER/16//IV/2011/Rumkit tanggal 11 April 2011 yang ditanda tangani oleh dr. Chairul Anwar dokter pada RS. Bhyangkara Mappa Oudang Makassar. Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsure ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum Unsur dalam lingkup rumah tangga Bahwa sebagaimana diterangkan dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan lingkup rumah tangga adalah: a. Suami istri dan anak b. Orang-orang yang mempunyai hubugan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a, Karena hubungan darah, perkawinan, persusuan pengasuhan dan perwakilan yang menetap dalam rumah tangga dan atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dalam rumah dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Sesuai bunyi pasal 2 ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
57
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap didepan persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi korban Sarika Dewi als. Rika adalah istrinya dan Lk Andri Gustiawan adalah anak kandung terdakwa sendiri dimana terdakwa tinggal serumah dengan korban. Dalam hal ini telah jelas bahwa saksi koban. Sarika Dewi dan Andri Gustiawan merupakan bagian dalam lingkup rumah tangga sesuai yang dimaksud dalam ketentuan perundang-perundangan ini Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Unsur yang dilakukan oleh suami terhadap istri dan anaknya Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap didepan persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan didukung pula dengan keterangan terdakwa sendiri, maka telah jelas terdakwa HERYANTO ALS ANTO telah melakukan kekerasan fisik terhadap istri dan anak kandungnya
sendiri
yaitu
saksi
korban
Sarika
Dewi
dan
Andri
Gustiawan.Bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, maka unsure telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Setelah uaraian dari Pasal 44 ayat (1) itu dijabarkan serta dikaitkan dengan perilaku terdakwa, maka majelis hakim mengatakan bahwa perilaku terdakwa telah memenuhi semua unsur dari pasal tersebut dan terdakwa harus menjalani pertanggung jawaban tersebut sesuai dengan apa yang telah ia lakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban pidananya. Dan disini selaku sebagai terdakwa, ia sama sekali tidak
58
mengajukan keberatan dan menerima semua putusan yang telah diajukan oleh Majelis Hakim. Serta menyadari semua perbuatanya. Dan terdakwa menjalani masa penahanannya di rutan.
Pertimbangan
Putusan
Hakim,
Studi
Kasus
No.
870/PID.B/2011/PN.MKS Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Pasal 44ayat (1) Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga; Setiap orang mengharapkan dapat diterapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Dalam menegakkan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu: kepastian hokum (Rechtzekerhelt), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtighelt). Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku. Hal ini diperlukan untuk tercapainya kepastian hukum. Kepastian hukum yang menjadi harapan masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam hukum itu sendiri. Hal itu dikarenakan sekaligus apapun isi pasal-pasal yang terdapat dalam suatu peraturan hukum, menjadi tidak berarti apa-apa jika tidak dapat memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya. Dalam penegakan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek
59
tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Dasar pertimbangan hakim dalam putusan tersebut, dalam menjatuhkan
suatu
putusan,
diataranya
bahwa
terdakwa
dalam
persidangan menyatakan bahwa tidak didampingi penasehat hukum dan akan menghadapi sendiri perkaranya. Dan setelah dakwaan dibacakan oleh
Jaksa
Penuntut Umum, atas
pertanyaan
Majelis, terdakwa
mengatakan mengerti dakwaan tersebut dan tidak mengajukan keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Keterangan-keterangan saksi yang dihadirkan oleh terdakwa membenarkannya dan antara keterangan para saksi dan keterangan terdakwa saling berkesesuaian didukung dengan alat bukti yang ada, sehingga melahirkan kesimpulan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana “ Telah melakukan kekerasan fisik terhadap istri dan anaknya” Karena terbukti bersalah, maka terdakwa dijatuhi pidana yang dipandang setimpal dengan perbuatannya dengan memperhatikan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebagai berikut : Hal-hal yang memberatkan : 1. Perbuatan terdakwa menyebabkan luka pada korban Hal-hal yang meringankan : 1. Bahwa saksi korban sudah mencabut laporanya tersebut dan sudah kembali serumah dengan terdakwa, sehingga saksi tidak keberatan lagi atas perbuatan terdakwa tersebut.
60
2. Menyesali perbuatannya Dalam hal ini indikator untuk menyesali perbuatannya biasanya dilihat dari bahasa tubuh waktu pertama kali ia menyatakan pernyataan
menyesal,
dan
berjanji
tidak
akan
mengulangi
perbuatannya untuk kedua kali, serta dia berani menanggung apapun resiko dari perbuatannya tersebut, yakni siap untuk dihukum dan dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya dan biasanya untuk rasa penyesalan ini disertai dengan rasa malu atas perbuatan yang ia lakukan serta diikuti dengan sejalannya waktu dilihat dari tingkah lakunya ada perbedaan atau tidak dari sebelum dan sesudah ia menyatakan menyesali perbuatannya. Hal ini hanya terdapat dalam putusan No.870/Pid.B/2011/PN.MKS 3. Mengakui Perbuatannya. Dalam hal ini yang dimaksud mengakui perbuatanya adalah ia mengakui dengan terang tanpa paksaan dan tekanan dari pihak manapun, bahwa ia mengakui melakukan tindak pidana yang dituduhkan
kepadanya.
Hanya
terdapat
dalam
Putusan
No.870/Pid.B/2011/PN.MKS. 4. Bersikap sopan di Persidangan Dalam hal ini yang dimaksud bersikap sopan dalam persidangan adalah Selalu bersikap sopan dan menjunjung tinggi etika, tidak melanggar tata tertib dalam persidangan, bersikap tenang dan tertib dalam menjalani proses sidang dan tidak berbelit-belit dalam
61
memeberikan keterangan demi kelancaran proses persidangan. Hanya terdapat dalam putusan No.870/Pid.B/2011/PN.MKS
B. Upaya Preventif untuk Meminimalisir Terjadinya Kasus KDRT Khususnya Di Kota Makassar. Psikologi
sebagai
ilmu
tentang
tingkah
laku
manusia
memfokuskan pada tingkah laku individu. Dengan prioritas sasaran individu itu, tujuan studi psikologi akan dapat dicapai. Adapun tujuan studi psikologi adalah31 : a) Memahami tingkah laku dengan memberikan perumusan cara bekerja faktor-faktor psikis, yang bersama-sama menentukan perkembangan dan pernyataan tingkah laku. b) Menentukan kemungkinan terbesar mengenai tingkah laku individu pada situasi tertentu. c) Mengembangkan teknik-teknik yang memungkinkan pengendalian tingkah laku individu dengan mengarahkan perkembangan psikologinya. Dengan demikian, apabila mempelajari tingkah laku berdasarkan ketiga tujuan tersebut, kita dapat mengetahui keadaan batin seseorang, ketika melakukan suatu perbuatan yang sesuai atau bertentangan dengan norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.
Psikologi dapat
memberikan rekomendasi tentang perlakuan yang sesuai bila ternyata
31
Hendra Akhdhiat dkk.Op Cit hal 34.
62
penyimpangan tingkah laku, untuk dikembalikan pada yang semestinya. Yaitu : a. Membangun kesadaran terhadap masyarakat khususnya calon orang tua bahwa KDRT merupakan persoalan sosial dimana berkaitan dengan Hak Asasi Manusia b. Keluarga wajib mengamalkan ajaran agama. Dimana Bapak harus menjadi imam yang baik bagi isteri dan anak-anak serta keluarga, sehingga terjadi keharmonisan dan kehangatan dalam keluarga. c. Memberikan pembekalan bagi suami, istri, calon suami dan calon istri bagaimana membina hubungan yang baik dan harmonis. d. Organisasi massa seperti Pembinaan Kesejahtraan Keluarga (PKK) dan (LSM) dapat berperan dalam sosialisasi pentingnya dibangun rumah tangga yg baik, mawaddah (penuh cinta kasih) wa rahmah (penuh kasih sayang). e. Peranan media massa
seperti Handphone, Facebook, twitter,
blackberry messenger (BBM) dimana akses terhadap informasi semakin muda, alat komunikasi bisa menjadi reporter pribadi yang bisa menginformasi segala kejadian khususnya KDRT yang dalam waktu singkat berita bisa didengarkan oleh masyarakat maupun aparat kepolisian. Tentu saja semua itu akan bermanfaat dalam ikut andil mengurangi tindak kekerasan. f. Pemberitaan tentang kekerasan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan tindak kekerasan sebaiknya dibatasi sebagai konsumsi
63
publik karena akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat karena pemahaman edukasi yang belum. g. Pemerintah
bertanggung
jawab
dalam
upaya
pencegahan
kekerasan dalam rumah tanga, hal ini tertera dalam UndangUndang Kekerasan Dalam Rumah Tangga didalam Pasal 11, “Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga dimana untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dmaksud dalam Pasal 11 Pemerintah a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi an edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; c. menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan d. menyelenggarakan pendidkan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga; dan d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitive gender dan isu kekerasan dala rumah tangga serta menetapkan standard an akreditasi pelayanan sensitif gender ketentuan yang dimana dimaksud dilaksanakan oleh Mentri.” h. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta
kemungkinan
menempatkan
dalam
shelter
(tempat
penampungan) sehingga para korban akan lebih terpantau dan terlindungi
serta
konselor
dapat
dengan
cepat
membantu
pemulihan secara psikis Dari beberapa hal diatas yang bisa dilakukan sebenarnya yang terpenting adalah memberikan “Edukasi” kepada orang tua. Orang tua sebagai individu harus mampu belajar dan memiliki pengetahuan untuk menjadi orang tua. Disini dalam ilmu psikologi yang disebut proses belajar. Dari belajar, individu memperoleh sesuatu yang belum mereka miliki sebelumnya. Sebagai pengalaman, belajar itu akan memantapkan
64
sikap dalam melakukan tindakan tertentu. Proses belajar pada hakekatnya akan terkait dengan perubahan pada perilaku seseorang. Pada umumnya umunya, proses belajar dikaitkan arti yang baik, yakni sebagai proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau memperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang) yang terjadi. Sehingga upaya mengedukasi orang tua dan masyarakat pada umunya ini dilihat amat sangat efektif demi meminimalisir segala tidakan kekerasan terhadap anak ini. Dan juga peran dari aparat penegak hukum dan pihak-pihak yang terkait akan hal ini harus lebih bekerja keras untuk mensosialisasikan Undang-Undang
Perlindungan
Anak
ini
serta
Undang-Undang
Penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga. Sekalipun banyak mendapatkan respon yang tidak baik dari masyarakat akan undangundang ini. Tetapi terus harus diupayakan karena merupakan tanggung jawab kita sebagai penegak hukum serta para pejabat (sesuai bidangnya) dan lembaga terkait seperti Lembaga Perlindungan Anak karena nafas dari Undang-Undang Perlindungan anak ini ialah bagaimana kita dapat menghargai hak anak dengan baik. Terkait juga pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak bagi para penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim agar mereka dapat menegakkan hukum
65
dengan baik dan mengarah pada perspektif anak (ramah anak). Sehingga pertumbuhan psikologis anak tetap terjaga dengan baik32. Pemerintah Daerah Kota Masyarakat pun juga sudah terlihat memiliki perhatian yang khusus dengan pentingnya Perlindungan Anak ini. Pemerintah Daerah kota Makassar sudah memiliki dan mengesahakan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak. Dimana didalam Peraturan Daerah tersebut berisi tentang bagaimana Pemerintah Daerah kota masyarakat mengupayakan cara serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memahami apa yang menjadi hak dan kewajiban
dari
anak
serta
bersama-sama
untuk
mewujudkan
kesejahteraan anak ini dengan baik demi generasi penerus bangsa kedepan yang berkualitas.
32
Wawancara penulis dengan Ibu warida, bagian Program Lembaga Perlindungan Anak pada tanggal 67
66
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. 1. Studi kasus yang penulis sertakan merupakan salah satu bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga. Psikologi yang dialami oleh pelaku saat melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri dan anaknya disebabkan karena faktor psikologi proses belajar dari pelaku pada masa lalunya
yang diperlakukan dengan menggunakan
kekerasan pada saat ia masih dibawah umur. Sehingga pada saat ia sudah berkeluarga, ia mengalami traumatik sehingga menerapkan kepada keluarganya. Terkait juga dengan tingkat kematangan psikologi dari pelaku yang belum siap menjadi orang tua karena dari umur pelaku melakukan pernikahan belum cukup umur. Dan juga faktor lain seperti tuntuttan ekonomi di keluarga pelaku yang tidak terpenuhi sehingga membuat pelaku merasa stress dan frustasi sehingga mempengaruhi kondisi emosional dan mentalnya. 2. Upaya-upaya preventif yang dilakukan untuk menekan terjadinya kasus KDRT
ini diantaranya dengan memberikan pemahaman
kepada para suami dan istri maupun para calon suami dan istri agar memahami bahwa KDRT ini merupakan masalah sosial dan terkait dengan Perlindungan Hak Asasi Manusia. Serta berikan penyuluhan melalui Organisasi massa seperti Pembinaan Kesejahtraan Keluarga (PKK) dan (LSM) dapat berperan dalam sosialisasi pentingnya 67
dibangun
rumah
tangga
yg
baik.
Dan
berikan
pemahaman-
pemahaman tersebut melalui suatu akses yang dapat dan akarab dengan masyarakat. Contohnya media massa ataupun sosial media, seperti melalui facebook, twitter, ataupun BBM.
B. SARAN 1. Tingkatkan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk menekan maraknya kejadian Kekerasan dalam Rumah Tangga ini, melalui caracara yang lebih dapat menarik perhatian para masyarakat untuk dapat memahami bentuk-bentuk pengendalian diri terhadap
kehidupan
berkeluarga seperti, dari media sosial, penyuluhan-penyuluhan, atau sebelum sepasang calon suami-istri mendaftarkan diri di Kantor Urusan Agama (KUA), sebaiknya untuk dapat diberikan pemahaman bagaimana menjadi keluarga yang baik dan bahagia. 2. Masyarakat sudah diberikan kebebasan yang seluas-luasnya oleh pemerintah untuk bersama-sama memberikan perhatian terhadap kekerasan terhadap anak ini, sehingga antar sesama bisa saling untuk mengingatkan dari lingkup yang terkecil dulu seperti keluarga sendiri, meluas ke tetangga-tetangga sekitar, dan meluas lagi hingga kelingkungan yang lebih besar. Karena tanggung jawab kesejahteraan ini bukan tanggung jawab terhadap individu-individu yang terkait saja. Tapi seluruh elemen masyarakat turut berpartisipasi didalamnya.
68
DAFTAR PUSTAKA Buku: Achmad Ali. 2009. Psikologi Hukum (Materi Kuliah Mata Kuliah Psikologi Hukum).
Arif Gosita. 1983. Masalah Korban Kejahatan . Jakarta, Penerbit : Akademika Pressindo ----------------. 2004. Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, Penerbit : Bhuana Ilmu Populer. Bagong Suyanto. 2003. Pelanggaran Hak Dan Perlindungan Sosial Bagi Anak Rawan, Surabaya, Penerbit : Airlangga University Press. Hendra Akhdiat dkk. 2011. Psikologi Hukum, Bandung, Penerbit : Pustaka Setia. Ima Susilowati dkk. 2004. Pengertian Konvensi Hak Anak (UNICEF), Jakarta, Penerbit : Harapan Prima. Maidin
Gultom. 2012. Perlindungan Hukum terhadap Perempuan, Bandung, Penerbit : Refika Aditama.
Anak
dan
Mark Constanzo, 2008, Aplikasi Psikologi dalam sistem hukum, Yogyakarta, Penerbit : Pustaka Pelajar M. Nasir Djamil. 2013. Anak Bukan untuk Dihukum, Jakarta, Penerbit : Sinar Grafika. M. Taufik Makarao dkk. 2013. Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Jakarta, Penerbit : Rineka Cipta. Rika Saraswati. 2009. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung, Penerbit : Citra Aditya Bakti. Soerjono Soekanto ,1989. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, Bandung, Penerbit : Citra Aditya Bakti
69
Peraturan Perundang-undangan : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
70