5
TINJAUAN PUSTAKA Virus Avian Influenza Avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus yang termasuk dalam famili Orthomyxoviridae yang terdiri dari 3 tipe antigenik yang berbeda yaitu A, B dan C. Virus influenza tipe A biasanya menyerang unggas dan dapat ditemukan juga pada manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada mamalia lain Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah (Tabbu 2000). Avian influenza disebut juga flu burung, fowl pest, fowl plaque atau avian flu dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang keduanya disebabkan oleh virus influenza tipe A. Bentuk LPAI umumnya menyebabkan gejala klinis ringan, bahkan kadang tidak memperlihatkan gejala klinis, sedangkan HPAI bersifat sangat infeksius yang dapat menyebabkan mortalitas yang tinggi hingga 100% dalam waktu yang cepat tanpa memperlihatkan gejala klinis. Virus influenza tipe A dibedakan menjadi banyak subtipe berdasarkan petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu protein hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuraminidase dilambangkan dengan N. Ada 16 macam protein H, H1 hingga H16, sedangkan N terdiri dari sembilan macam, N1 hingga N9. Kombinasi dari kedua protein ini bisa menghasilkan banyak variasi subtipe dari virus influenza tipe A. Semua subtipe dari virus influenza A ini dapat menginfeksi unggas, sehingga virus ini disebut sebagai Avian Influenza (Murphy et al. 1999; Fouchier et al. 2005). Kedua permukaan antigen H dan N merupakan kunci dasar dalam penentuan identitas serologik dari virus influenza dengan menggunakan nomor kombinasi H dan N yang sesuai dalam menandai virus, misalnya H5N1, H7N2, H1N1 dan sebagainya. Subtipe virus H5N1 inilah yang akhir-akhir ini diyakini sebagai penyebab wabah flu burung di Indonesia termasuk berbagai negara di Asia lainnya, Eropa, dan Afrika (Akoso 2006).
6
Gambar 1 Ilustrasi virus Avian Influenza (AI)
Sejak
tahun 1997 virus AI subtipe H5N1 menyebar di Asia,
menyebabkan infeksi fatal pada unggas, burung liar, mamalia, dan manusia. Unggas air termasuk itik dan angsa merupakan inang alami dari virus AI. Umumnya virus AI ditularkan melalui feses yang termakan tanpa menyebabkan gejala klinis. Walaupun virus AI (H5N1) mempunyai patogenisitas yang ringan pada unggas air, burung-burung juga dapat menjadi carrier terhadap virus ini (Yamamoto et al. 2008). Pada tahun 1997, dunia dikejutkan oleh wabah penyakit unggas yang sangat ganas di Hongkong yang disebabkan oleh virus yang sangat patogen, H5N1 yang menular pada manusia dan adanya kasus meninggal (OIE 2000). Awalnya virus influenza A (H5N1) hanya ditemukan di hewan seperti: burung, itik dan ayam, tetapi sejak tahun 1997 virus ini mulai menjangkiti manusia (penyakit zoonosis). Faktor virulensi H5N1 termasuk kemampuan yang tinggi memecah hemaglutinin yang dapat diaktifkan oleh multipel seluler protease (Mulyadi dan Prihatini 2005). Virus ini dapat hidup dalam air pada suhu 20 oC selama 4 hari, pada suhu 0 oC dapat bertahan hidup lebih dari 30 hari dan masih tetap infektif dalam feses pada suhu 4 oC selama 30-35 jam. Virus ini mempunyai selubung yang mengandung glikoprotein, selubung ini dapat dirusak oleh deterjen (Tabbu 2000). Penyakit flu burung memiliki angka kematian tinggi, disebabkan karakteristik virus H5N1 yang sangat ganas, hingga disebut highly pathogenic,
cepat
merusak
organ
dalam
(terutama
paru-paru),
cepat
berkembang dan menular pada unggas, dapat terjadi mutasi adaptif serta mudah resisten terhadap obat antiviral.
7
Di Indonesia virus AI telah ditemukan sejak September 2003, dan secara resmi baru diumumkan pemerintah pada 25 Januari 2004. Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam komersial petelur di Indonesia (6.2 juta ekor). Kerugian lain yang ditimbulkan adalah efek psikologis masyarakat, yang secara nyata mengimbas perekonomian negara, khususnya yang berkaitan dengan unggas dan produk-produk asal unggas. Unggas yang terserang pada umumnya adalah ayam petelur, pedaging, bebek dan puyuh (Soejoedono dan Handharyani 2005). Pada awal September 2003 hingga April 2004 telah terjadi wabah penyakit menular pada unggas yang menimbulkan kematian yang sangat tinggi terutama pada ayam petelur di pulau Jawa, Sumatera, dan Bali. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapang, gejala klinis, patologi, dan imunohistokimia, wabah tersebut didiagnosa sebagai wabah avian influenza highly pathogenic (HPAI). Wabah tersebut telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi dengan menggunakan serum positif AI sebagai virus AI subtipe H5 (Damayanti et al. 2004; Wiyono et al. 2004). Setelah lebih dari dua tahun virus AI mewabah di Indonesia, virus ini telah menginfeksi beragam jenis unggas selain ayam, itik, dan burung puyuh. Virus ini telah menginfeksi spesies unggas lain seperti burung merak dan merpati di Jakarta. Virus AI juga dapat dideteksi pada burung kakatua, puter dan perkutut milik para penggemar burung (Dharmayanti dan Indriani 2006). Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini diantaranya dengan vaksinasi pada unggas. Pengawasan terhadap penyakit AI diperlukan untuk memperoleh status bebas AI pada peternakan yang akan mengirim unggas atau produknya, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri (Ditkeswan 2005). Pada pelaksanaan
surveilen
sebagai
bagian
dari
strategi
pengendalian
dan
pemberantasan AI, dilakukan kegiatan monitoring untuk mendeteksi dinamika penyakit di lapangan. Pelaksana surveilen ini diharapkan antara lain: dapat mendeteksi penyakit HPAI pada unggas secara dini, dapat menentukan zona bebas, terancam dan tertular, dapat ditentukan subtipe virus, serta dapat menentukan status bebas ditingkat peternak (WHO 2005). Pada januari 2004, di beberapa daerah di Indonesia, terutama di Bali, Lombok, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus kematian ternak ayam yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut diduga disebabkan karena virus Newcastle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau AI.
8
Departemen pertanian menyatakan bahwa, sepanjang tahun 2004 telah dimusnahkan sekitar 5 juta ekor ayam yang diidentifikasi terserang flu burung (Putri 2006). Virus H5N1 penyebab sakit dan kematian pada manusia di Asia tahan terhadap amantadine dan rimantadine, dua obat antiviral biasanya digunakan untuk influenza. Dua obat antiviral yang lain yaitu oseltamavir dan zanamavir, mungkin akan bekerja untuk mengobati influenza disebabkan oleh virus H5N1, tetapi studi tambahan tetap dibutuhkan untuk membuktikan keefektifan obat ini (CDC 2006).
Tanaman Obat Tradisional Akhir-akhir ini penelitian tentang jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi dan diduga berpotensi sebagai obat herbal gencar dilakukan. Masyarakat dunia termasuk Indonesia sekarang ini sudah melirik ke pengobatan menggunakan obat-obatan secara alami berasal dari tanaman yang biasa dikenal obat herbal. Hal ini terjadi karena pertimbangan terhadap berbagai faktor, yaitu harga yang lebih murah karena sumber bahannya tersedia di alam sehingga lebih mudah dalam mendapatkannya. Indonesia sebagai negara tropis mempunyai berbagai kekayaan alam, salah satunya berbagai jenis tanaman yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai sumber bahan obat. Kebanyakan informasi yang berkembang di masyarakat hanya terbatas pada bukti empiris dan minimnya bukti ilmiah. Ramuan tanaman obat (jamu) selain untuk konsumsi manusia dapat juga digunakan untuk kesehatan ternak. Akhir-akhir ini merebak berbagai penyakit pada ternak unggas terutama flu burung yang dapat meningkatkan kematian dan kerugian ternak unggas ras maupun unggas lokal. Berdasarkan laporan peternak, sebelum wabah flu burung, peternak secara rutin memberikan ramuan tradisional pada ayam dan puyuh sehingga ternak mereka terhindar dari serangan flu burung (Zainuddin 2003). Adapun beberapa tanaman obat yang sering digunakan dimasyarakat diantaranya yaitu: sambiloto, temu ireng, sirih merah, dan adas bintang. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Tanaman sambiloto merupakan salah satu bahan tradisional yang mempunyai sifat khas seperti rasa pahit, mendinginkan tubuh dan membersihkan darah. Obat tradisional itu sudah dikenal sejak zaman dulu, baik oleh orang Indonesia maupun bangsa-bangsa di dunia. Popularitas sambiloto dalam dunia
9
pengobatan tradisional tidak disangsikan lagi karena terbukti mujarab dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit, dari yang ringan seperti influenza hingga yang parah seperti kanker (Prapanza dan Marianto 2003). Sambiloto dikenal dengan beberapa nama daerah seperti ki oray atau ki peurat (Jawa Barat), bidara, takilo, sambiloto (Jawa Tengah dan Jawa Timur), atau pepaitan atau ampadu (Sumatera). Di Indonesia bunga dan buah dapat ditemukan sepanjang tahun, sedangkan di India bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan Oktober atau antara Maret sampai Juli dan di Australia pada bulan November sampai Juni Secara taksonomi sambiloto dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermathophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotyledonae
Subkelas
: Gamopetalae
Ordo
: Personales
Family
: Acanthaceae
Subfamily
: Acanthoidae
Genus
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata Ness
Tanaman ini tergolong tanaman herbal yang dapat tumbuh di berbagai tempat seperti hutan, pinggiran sawah atau juga kebun dan banyak dijumpai di seluruh daerah di Indonesia. Sambiloto dimanfaatkan sebagai obat anti diuretik, anti diabetik, anti inflamasi, anti bakteri, anti tukak lambung, anti histamin (gatalgatal), menurunkan melindungi
tekanan
kerusakan
hati
darah, dan
rematik, jantung
analgetik, yang
imunomodulator, reversibel,
anti
spermatogenik/androgenik, antidota untuk gigitan ular dan serangga, influenza, infeksi respirasi dan malaria (Nazimudeen 1978). Komponen utama sambiloto adalah andrografolide memiliki multiefek farmakologis. Zat aktif ini mampu menghambat pertumbuhan sel kanker pada hati, payudara dan prostat. Efek farmakologisnya mampu merangsang daya tahan seluler dan memproduksi antibodi. Disamping itu hasil pengujian pra klinik sambiloto menunjukkan bahwa andrografolide (komponen aktif) memiliki aktivitas sebagai anti virus, dan telah dikembangkan sebagai obat modern anti virus dengan nama Androvir® (Maat 2001; Prapanza dan Marianto 2003 ).
10
Andrographis paniculata dengan dosis tinggi mampu memperlihatkan efek anti inflamasi terhadap pasien faringotonsillitis dalam menghilangkan demam dan nyeri tenggorokan pada hari ke tiga dibandingkan dengan dosis rendah (Thamlikitkul et al. 1991). Ekstrak sambiloto dapat menstimulasi kekebalan terhadap antigen baik yang spesifik maupun non spesifik. Kekebalan spesifik ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel-sel limfosit dalam peredaran
darah,
sedangkan
kekebalan
non
spesifik
ditandai
adanya
peningkatan jumlah sel heterofil, eosinofil dan basofil untuk menghancurkan bakteri dan benda asing lainnya, serta mengaktifkan sistem limpa (Wibudi 2006).
Gambar 2 Sambiloto (Andrographis paniculata Ness).
Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb) Penelitian tentang pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal telah banyak dilakukan di Indonesia, diantaranya pemanfaatan family Zingiberaceae sebagai obat tradisional oleh masyarakat. Secara taksonomi temu ireng dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermathophyta
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma
Spesies
: Curcuma aeruginosa Roxb
Rimpang temu ireng mengandung berbagai senyawa, yaitu minyak atsiri (0,3-2%), kurkuminoid, saponin, flavonoid, polifenol, pati, zat pahit, lemak, dan tanin. Flavonoid mempunyai berbagai efek yaitu anti virus, anti bakteri, anti histamine dan dapat meningkatkan gerakan pernafasan yang semuanya sangat
11
mendukung untuk penyembuhan penyakit radang saluran pernafasan (Sumastuti dan Pramono 2001). Kurkuminoid juga diketahui memiliki efek antisitokin. Komponen utama kurkuminoid adalah kurkumin. Yadav et.al (2005) menyatakan bahwa kurkumin mampu menghambat produksi sitokin (kurkumin dapat bertindak sebagai antisitokin). Kadar sitokin pada penderita infeksi virus termasuk avian flu (H5N1) meningkat. Kadar sitokin yang tinggi dapat menyebabkan perubahan oksigen (O2) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) sehingga menyebabkan kerusakan sel-sel paru. Secara empiris temu ireng digunakan untuk mengobati kolik, mengobati tukak lambung dan usus, menambah nafsu makan, asma, batuk, mempercepat pengeluaran lochia setelah melahirkan, mencegah obesitas, rematik, antelmentik, sebagai substitusi sumber tepung, antioksidan kurkumin menghambat kerusakan sel sehingga umur sel lebih lama, sel lebih produktif.
Gambar 3 Batang dan umbi temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
Sirih merah (Piper crocatum Ruiz) Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Secara taksonomi sirih merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermathophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monochlamydeae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper crocatum Ruiz
12
Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni alkoloid, saponin, tanin, flavonoid dan minyak atsiri. Minyak atsiri adalah senyawa komplek yang ditandai dengan bau yang kuat dan dibentuk oleh aromatik tanaman sebagai metabolit sekunder. Minyak atsiri digunakan sebagai antiseptik, obat antimikroba, analgesik, antiinflamasi dan anastesi lokal (Bakkali et al. 2008). Sirih merah sejak dulu telah digunakan oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat. Penggunaan sirih merah dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia maupun ekstrak kapsul. Secara empiris sirih merah dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes militus, hepatitis, batu ginjal, menurunkan kolesterol, mencegah stroke, asam urat, hipertensi, prostatitis, radang mata, keputihan, tukak lambung, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus kulit. Hasil uji praklinis pada tikus dengan pemberian ekstrak hingga dosis 20 g/kg berat badan, aman dikonsumsi dan tidak bersifat toksik (Manoi 2007). Sirih merah banyak digunakan pada klinik herbal center sebagai ramuan atau terapi bagi penderita yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimia. Potensi sirih merah sebagai tanaman obat multi fungsi sangat besar sehingga perlu ditingkatkan dalam penggunaannya sebagai bahan obat moderen. Senyawa flavonoid dan polevenolad bersifat anti kanker, anti oksidan, anti diabetik, anti septik, dan anti inflamasi.
Gambar 4 Sirih merah (Piper crocatum Ruiz).
Adas Bintang (Star Anise- Illicium verum Hook) Adas bintang merupakan sejenis rempah yang banyak digunakan dalam masakan terutama masakan melayu. Bentuknya seperti bintang, berbau wangi yang kuat. Nama lain tanaman ini adalah bajiao (Cina), badayan/anasphal (Hindia), di Indonesia biasa dikenal dengan nama bunga lawang/adas cina/pe ka.
13
Bagian yang digunakan dari tananam ini adalah buah yang kering berwarna coklat, berbentuk bintang, memiliki sudut yang terdiri dari 6-11 (biasanya 8), perkembangannya sering tidak sama, sudut tajam panjang 12-20 mm dan tebal 6-11 mm, susunan seperti jari-jari lingkaran pendek, buah kering mengandung minimum 70 ml/kg minyak atsiri. Secara taksonomi Star Anise/Illicium verum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Austrobaileyales
Famili
: Illiciaceae
Genus
: Illicium
Spesies
: Illicium verum Hook
Tanaman ini asli dari cina selatan dan Vietnam. Dalam buah kering berisi 5-8% minyak atsiri, yang didominasi oleh anethole (85-90%). Komponen lain adalah tannin, phellandrene, safrole, dan terpineol, memiliki efek aroma sedikit (Carr 2004). Star anise banyak digunakan dalam masakan dan obat tradisional. Buah ini digunakan sebagai karminatif, dyspepsia, stimulant, insomnia, antiseptik, antirematik dan diuretik. Uji pra klinik menunjukkan minyak buah Illicium verum mempunyai potensi terapi dalam mengobati penyakit-penyakit mikroba, seperti antijamur dan antioksidan (Orwa et al., 2009; Chouksey 2010). Meningkatnya ketertarikan terhadap Star anise baru-baru ini sebagai obat herbal karena Star anise merupakan bahan untuk pembuatan obat tamiflu antiviral. Pada pengobatan tradisional cina, Star anise digunakan untuk membersihkan penyumbatan mukus dari saluran pernafasan, membantu pengeluaran gas dan kembung di saluran pencernaan, membantu pencernaan, minyaknya digunakan sebagai antispasmus. Buah ini tidak sering digunakan untuk influenza pada pengobatan cina, tetapi dalam pengobatan tradisional Tibet sering digunakan (Anonim 2005).
14
Gambar 5 Bunga dan buah kering Star anise (Illicium verum Hook)
Ekstraksi dan berbagai pelarut Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase air (aqueus phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi fase
air
menggunakan
air
sebagai
pelarut,
sedangkan
fase
organik
menggunakan pelarut organik seperti kloroform, eter dan sebagainya. Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk bahan yang diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokan (Winarno et al. 1973). Pemikiran metode ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksana) lalu pelarut yang kepolarannya menengah/semi polar (etil asetat atau diklormetan) dan kemudian pelarut yang bersifat polar (etanol atau methanol) (Harborne 1987).
. Imunohistokimia Secara umum pewarnaan imunohistokimia adalah ikatan antara antigenantibodi yang diikatkan baik secara langsung (direct method) maupun secara tidak langsung (indirect method) dengan substansi penanda dan reaksi positif akan tervisualisasi karena adanya kromogen yang berikatan dengan substansi penanda tersebut. Teknik Imunohistokimia (IHK) merupakan perpaduan antara
15
reaksi imunologi dan kimiawi yang terjadi pada jaringan (Anonim 2008), yaitu reaksi imunologi yang ditandai adanya reaksi antara antigen dengan antibodi, dan reaksi kimiawi yang ditandai adanya reaksi antara enzim dengan substrat. Pada reaksi IHK ini bersifat spesifik karena bahan yang dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifiknya yang ditandai dengan suatu enzim (Sudiana 2005). Reaksi kimia antara enzim dengan substrat yang cocok dapat divisualisasikan di bawah mikroskop dengan timbulnya warna tertentu pada jaringan yang diperiksa. Prinsip dasar dari teknik imunohistokimia adalah terjadinya interaksi antara antibodi spesifik dengan epitop dari antigen spesifiknya pada suatu jaringan, selanjutnya membentuk ikatan antibodi-antigen kompleks yang eksklusif. Berdasarkan prinsip tersebut, maka teknik IHK dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit (sebagai antigen), bahkan boleh dikatakan bahwa IHK mempunyai spesifisitas yang tinggi sebagai alat diagnosa penyakit. Untuk menjaga spesifisitas reaksi dalam IHK, sebaiknya menggunakan antibodi monoklonal (Astawa 2007). Antibodi monoklonal mempunyai idiotipe dan isotipe yang sama. Idiotipe merupakan bagian antibodi yang menentukan spesifisitasnya (antigen binding surface), sedangkan isotipe adalah bagian antibodi yang menentukan kelassubkelas dari antibodi atau yang menentukan tipe-subtipe dari suatu antibodi. Antibodi yang umum digunakan dalam imunohistokimia adalah kelas Ig-G (Ramos-Vara 2005). Imunohistokimia adalah metode alternatif yang sangat baik digunakan di dalam penelitian karena bersifat spesifik, sensitif, cepat, tidak mahal dan telah menjadi metode yang baik dan terpercaya untuk diagnosa rutin dan aktifitas penelitian. Imunohistokimia telah menjadi tekhnik yang sangat penting dan secara luas dipakai pada laboratorium penelitian medis dan juga diagnosa klinika. Banyak sekali metode IHK yang bisa digunakan untuk melokalisasi antigen. Pemilihan metode yang sesuai harus didasari parameter-parameter seperti tipe spesimen yang diselidiki dan tingkat sensitifitas yang dibutuhkan (Anonim 2008b). Metode IHK telah umum digunakan untuk mempelajari patogenesa virus AI dengan cara mengidentifikasi tempat bereplikasinya virus ini pada jaringan yang terinfeksi dan perubahan-perubahan histopatologi yang terlihat. Sistem deteksi antigen ini diberikan langsung pada tempat antigen virus AI dalam jaringan dari hewan yang terinfeksi. Metode ini diberikan untuk lebih mengerti
16
mekanisme patogen selama infeksi virus AI dengan mendeteksi antigen virus pada jaringan target. Deteksi antigen dapat memperlihatkan lesi dan tingkat infeksi (Pantin-Jackwood 2008). Perubahan patologi yang dapat terjadi pada HPAI berupa hemorhagi pada seluruh organ viscera, mukosa dan stuktur limpoid traktus intestinal dan respirasi. Sedangkan pada LPAI dapat menyebabkan trakheitis dan udema pulmonum (Shane 2005).