TINJAUAN PUSTAKA
Terong Belanda Penampang melintang buah terong belanda sangat mirip dengan belahan buah tomat, selain warnanya sama keduanya banyak mengandung air. Kegunaan buah terong belanda adalah mengobati penyakit tekanan darah rendah, menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula untuk bahan kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang berminyak dan mencegahnya timbulnya jerawat (Imanuddin, 1987). Tanaman ini di Indonesia juga dikenal sebagai terong menen dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai Tree tomato. Asalnya dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, khususnya di Peru. Kemudian menyebar ke berbagai wilayah. Di Indonesia terong Belanda ini banyak dijumpai di Sumatera Utara. Sosok tanaman ini nerupa perdu dengan ketinggian 2-3 meter. Pangkal batangnya pendek dan cabangnya lebat. Daunnya bulat, berselang-seling dan berbulu. Bunga muncul dalam rangkaian kecil dari ketiak daun, berwarna merah jambu hingga biru muda berbau harum. Buahnya berbentuk buah buni bulat lonjong dengan meruncing ke ujung. Buah bergelantungan dengan tangkai panjang, berwarna lembayung kemerah-merahan. Daging buahnya banyak mengandung sari buah, agak asam, berwarna kuning kehitam-hitaman. Bijinya pipih dam tipis. Di daerah tropis terong Belanda bisa tumbuh hingga ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Perbanyakan bisa dilakukan dengan menanam biji. Namun tanaman ini juga sering disambung dengan tanaman yang masih sejenis, bahkan juga bisa diperbanyak dengan stek. Di banyak Negara tanaman ini telah dibudidayakan
Universitas Sumatera Utara
dalam kebun-kebun atau untuk tumpang sari dengan tanaman jeruk. Di Indonesia belum banyak yang membudidayakannya. Buah matang bisa dijadikan sirup. Di Medan buah ini banyak dijual dan sangat digemari sebagai minuman yang disajikan setelah dibuat jus (Soetasad dan Muryanti, 1995). Terong belanda mempunyai nutrisi yang cukup tinggi, selain bernutrisi tinggi, produksinya cukup tinggi. Dimana dari hasil terong belanda ini dihasilkan limbah yang dapat digunakan sebagai sumber pakan ternak (Tabel 1). Tabel 1. Komposisi kimia terong belanda per 100 gram bahan Komponen Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfat (mg) Besi (mg) Vit. A (SI) Vit. B1 (mg) Vit.C (mg) Air (g) B.D.D. (%)
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I., (1989).
Kandungan bahan 48,00 1,50 0,30 11,30 24,00 0,80 0,00 0,04 17,00 85,90 73,00
Hasil analisa di Laboratorium Nutrisi Ternak di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara diperoleh kandungan gizi kulit buah terong belanda fermentasi (Aspergillus niger) sebagai berikut: Tabel 2 Komposisi kimia terong belanda sebelum dan sesudah fermentasi (Aspergillus niger) Komposisi Sebelum Fermentasi Sesudah Fermentasi Bahan Kering (%)* 89,41 91,43 Kadar Air (%)* 10,58 81,56 Kadar Abu (%)* 8,80 9,92 Protein Kasar (%)* 4,34 13,92 Serat Kasar (%)* 21,87 10,42 Lemak (%)* 7,52 8,27 Energi Metabolisme (kkal)** 2710,08 2887,2 Sumber * = Laboratorium Nutrisi Ternak, USU Medan (2007). ** = Laboratorium Nutrisi Ternak, IPB Bogor (2007).
Universitas Sumatera Utara
Karekteristik Burung Puyuh Puyuh (Quail) masih cukup banyak mewarisi sifat-sifat burung liar (burung yang belum didomestikasi menjadi ternak). Sifat liar itu, sedikit banyaknya mempengaruhi cara pemeliharaan dan penampilan produksinya secara keseluruhan. Walaupun demikian produksi telurnya cukup banyak, bahkan dapat mengalahkan burung-burung sebangsanya (Rasyaf, 1984). Burung puyuh yang ada di Indonesia adalah burung puyuh liar, biasa disebut gemek. Gemek belum mendapat perhatian untuk dijinakkan karena hidup dalam keadaan liar di sawah-sawah kering, ladang dan semak-semak (Anggorodi, 1995). Puyuh masuk ke Indonesia dan mulai di ternakkan pada tahun 1969
(Djamalin,1985
disitasi
Mufliha,
2000).
Anggorodi
(1995)
juga
menambahkan burung puyuh jepang nama ilmiahnya coturnix-coturnix japonica merupakan burung puyuh yang dipelihara sebagai usaha sambilan maupun sebagai usaha komersil. Burung puyuh jenis Japanese Quail (Coturnix-coturnix japonica) termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Betinanya mulai bertelur pada umur 35 hari. Tidak heran apabila orang lebih memprioritaskan unggas ini untuk di ternakkan (Listiyowati dan Roospitasari, 2000). Listiyowati dan Roospitasari (2000) menambahkan bahwa puyuh mempunyai siklus hidup yang relatif pendek. Produksi telurnya mencapai 130-300 butir/tahun dengan berat telur 10 garam dan pertumbuhan berkembang dengan cepat. Burung puyuh betina bercirikan bulubulu berwarna coklat muda dengan bintik-bintik hitam pada leher dan dada bagian atas, sedangkan jantannya mempunyai bulu leher dan dada berwarna karat.
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk badannya lebih besar dari jenis burung puyuh lainnya. Panjang badan 19 cm, badan bulat, ekor pendek dan kuat, jari kaki empat buah, warna bulu coklat, untuk betina agak putih sedangkan dada bergaris (Nugroho dan Mayun, 1986). Kebutuhan Nutrisi Burung Puyuh Tillman et al. (1983) menyatakan bahwa pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok, hewan memerlukan zat gizi. Unsur gizi tersebut adalah protein, energi, lemak, vitamin, mineral dan air. Kekurangan salah satu unsur gizi tersebut akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan menurunkan produksi (Rasyaf, 1984). Anggorodi (1979) menyatakan bahwa kebutuhan gizi pada ternak tergantung pada umur, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, fase produksi serta keadaan kesehatan ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum puyuh antara lain adalah besar, jenis puyuh, temperatur, lingkungan, tahap produksi, kadar protein dan energi ransum (Rahardjo, 1986). Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2000) anak puyuh yang baru berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis 2900 kkal/kg. pada umur 3-5 minggu kadar protein ransum yang diberikan dikurangi menjadi 20% dan energi metabolisnya menjadi 2600kkal/kg. Puyuh dewasa berumur lebih dari 5 minggu, kebutuhan protein dan energinya sama dengan puyuh umur 3-5 minggu. Rasyaf (1984) menyatakan bahwa tingginya tingkat protein yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan digunakan untuk pembentukan jaringanjaringan yang baru. Puyuh yang masih kecil hanya mampu makan sedikit
Universitas Sumatera Utara
sedangkan kebutuhan unsur gizi tinggi. Karena itu unsur gizi yang ada dalam makanan yang dimakan harus tinggi, sehingga unsur gizi yang masuk dapat memenuhi kebutuhannya. Setelah dewasa, puyuh makan lebih banyak, sehingga makanan yang mengandung protein itu juga masuk lebih banyak. Untuk itu tingkat protein dikurangi karena protein hanya mengganti jaringan-jaringan yang telah rusak dan telur. Menurut Murtidjo (1992) istilah energi yang umum digunakan dalam pakan ternak unggas adalah energi metabolisme. Tinggi rendahnya kadar energi metabolisme dalam ransum akan mempengaruhi banyak sedikitnya ternak unggas mengkonsumsi ransum. Ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih sedikit dikonsumsi, namum ransum yang mengandung energi rendah akan lebih banyak dikonsumsi unggas. Kandungan energi yang rendah dalam ransum mengakibatkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan energi setiap hari, dan sebaliknya pakan atau ransum yang mengandung energi tinggi akan lebih sedikit dikonsumsi oleh ternak (Tillman et al., 1989). Vitamin merupakan unsur gizi yang dibutuhkan oleh puyuh. Vitamin ini merupakan komponen organik, kebanyakan tidak dapat disintesa di dalam tubuh puyuh, walaupun jumlah yang dibutuhkan kecil sekali. Bersamaan dengan unsur gizi yang lain, mineral juga sangat penting untuk kehidupan puyuh. Tanpa mineral yang cukup sesuai yang dibutuhkan maka produksi yang optimal tidak akan terjadi (Rasyaf, 1984). Kebutuhan nutrisi burung puyuh tertera pada Tabel 3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi burung puyuh Zat Nutrisi Energi Metabolisme (kkal/kg) Protein (%) Kalsium (%) Fspor (%) Serat Kasar (%) Lemak (%) Sumber: NRC (1977).
Masa pertumbuhan 0-3 minggu 3-5 minggu 2900 2600 25 20 1 1 0,8 0,8 5 5 4,80 5,50
Masa produksi dewasa 2600 15 1 0,8 5 5,30
Pertumbuhan Burung Puyuh Konsumsi Ransum Konsumsi ransum ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari pakan yang diberikan serta penggolongannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan berat badan yang dicapai (Anggorodi, 1995). Hal ini didukung oleh pendapat Wahyu (1992) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh iklim, kesehatan, palatabilitas ransum, bentuk makanan, stress, besar badan dan produksi telur. Konsumsi ransum puyuh pada minggu-minggu pertama sangat sedikit. Perincian konsumsi ransum puyuh pada berbagai umur tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Konsumsi ramsum puyuh pada berbagai umur (minggu) Umur (minggu) 0-1 1-3 3-5 >5
Sumber : Hardjosworo (1987)
Konsumsi ransum (g/hr/ekor) 3 9 17 20
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bobot badan, umur dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983). Pertambahan Bobot Badan Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dari bobot jaringan tubuh seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak. Pertumbuhan pada umumnya mempunyai pola yaitu terjadi secara perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, perlahan-lahan lagi dan akhirnya berhenti sama sekali (Anggorodi, 1979). Menurut Wilkinson dan Tayler disitasi Prayitno (2002), pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan bobot badan persatuan waktu, dimana laju pertumbuhan ini akan meningkat sejak menetas hingga mencapai umur dewasa kelamin dan menurun. Konversi Ransum Konversi adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak dalam jangka waktu tertentu dibandingkan pertambahan bobot badan (Sarwono, 1993). Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, yaitu angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum kurang ekonomis. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh faktor (Lestari,
1992). Konversi
puyuh
yang
baik
adalah
lingkungan 2,11-2,72
(Nugroho dan Mayun, 1982) dan menurut Anggorodi (1995) angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, yaitu angka konversi ransum semakin besar maka penggunaan ransum kurang ekonomis, konversi
Universitas Sumatera Utara
ransum dipengaruhi oleh mutu ransum, kesehatan ternak dan tata cara pemberian pakan . Konversi yang baik untuk puyuh adalah 2,3-2,8. Proses Aspergillus niger Dalam Meningkatkan Nilai Gizi Bahan Pakan Melalui proses fermentasi juga dapat terjadi pemecahan oleh enzim-enzim terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh manusia misalnya: selulosa, hemiselulosa dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana. Makanan-makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dari bahan asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan mikroba yang bersifat katabolic ataumemecah komponen-komponen yang kompleks dan faktor-faktor pertumbuha badan, misalnya produksi beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A (Winarno, 1980). Aspergillus niger Aspergillus niger adalah kapang anggota genus: Aspergillus, famili: Eurotiaceae, ordo: Eurotiales, sub kelas: Plectomycetidae, kelas: Ascomycetes, sub divisi: Ascomycotina dan divisi: Aastigmycota (Hardjo et al., 1989). Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas, yaitu bersepta, sporanya bersifat aseksual dan tumbuh memanjang di atas stigma, mempunyai sifat aerobic sehingga dapat tumbuh
dengan
baik
pada
suhu
5-370C
(Fardiaz,
1989).
Hardjo et al., (1989) juga mengatakan bahwa Aspergillus niger di dalam pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut
Universitas Sumatera Utara
disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang kompleks seperti selulosa, pati dan protein yang harus dipisah terlebih dahulu sebelum diserap ke dalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amylase, amiloglukosidae, pektinase, selulase, katalase dan glukosidae. Menurut Lehninger (1991), kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino. Aspergillus niger mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang dibandingkan dengan Aspergillus oryzae dan Rhyzophus oryzae dan Yuniah (1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kadar serat kasar.
Proses Fermentasi dan nilai Gizi Pakan Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimiawi pada substrat organik melalui aksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Fardiaz, 1987). Perubahan kimia oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme tersebut meliputi perubahan-perubahan molekul kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat
menjadi
molekul
sederhana
dan
mudah
dicerna
(Anah dan Lindajati, 1987). Sungguh
(1993)
menambahkan
bahwa
fermentasi
adalah
proses
penguraian organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan enzim melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroba, biasanya terjadi dalam keasaman anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas. Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
Universitas Sumatera Utara
merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair (Hardjo et al., 1989).
Universitas Sumatera Utara