TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Mengenai Sirsak Sirsak (Annona mucurata L) berasal dari daerah tropis Amerika Selatan. Sosok tanaman sirsak berupa pohon yang ukurannya tidak begitu besar dengan tinggi pohon antara 3 - 8 m. daunnya berwarna hijau tua, tampak mengkilat dan kaku. Ukuran buahnya agak besar, berat rata-rata 0,2 – 2 kg, produksi rata-rata per pohon sekitar 25 buah. Buahnya yang sudah tua memiliki tanda-tanda : jarak daun renggang, tangkai buah menguning, aroma lebih harum dan menusuk (Widyastuti dan Paimin, 1993). Buah sirsak mengandung serat dan vitamin, setiap buah sirsak masingmasing mengandung komposisi rata-rata 67,5 % daging buah yang dapat dimakan, 20 % kulit buah, 8,5 % biji dan 4 % hati atau empelur. Selain mengandung vitamin A, B, C juga mengandung sukrosa 2,54 %, dekstrosa 5,05 % dan levulosa 0,04 % (Radi, 1997). Dalam bentuk segar, daging buah sirsak mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Selain itu daun dan bijinya dapat digunakan sebagai obat pengusir nyamuk. Selain dikonsumsi dalam bentuk segar buah ini dapat diolah dalam bentuk lain (Widyastuti dan Paimin, 1993). Buah sirsak kaya akan vitamin C yakni 20 mg / 100 g daging buah dan vitamin B. Daging buah mempunyai aroma dan flavour yang baik sekali, sehingga sering digunakan untuk pengharum es krim. Dalam industri sari buah, buah sirsak merupakan bahan yang sangat penting (Ashari, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Setiap 100 g sirsak mengandung 65 kalori, 1 g protein, 0,3 g lemak dan 16,3 g karbohidrat, selain itu juga mengandung kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin
B,
dan
vitamin
C.
Sirsak
juga
mengandung
senyawa
caffeine hydrocyanic acid, myricyl alcohol dan sterol, sedangkan daun dan batangnya mengandung senyawa tanin, fitosterol, Ca-oksalat dan alkaloid murisine (Paimin, 2001). Secara umum komposisi kimia dari buah sirsak dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Sirsak Komposisi
Kalori (cal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg/100 gr bahan) * Sumber Yaacob (1980) ** Sumber Depkes RI (1996)
Jumlah * 0 1.0 0.2 15.1 14.0 21.0 0.5 0.08 18
** 65 1.0 0.3 16.3 14.0 27.0 0.6 10.0 0.07 20
Bahan Penstabil Secara umum bahan-bahan pengental dan pembentuk gel yang larut dalam air disebut gum. Pentingnya gum dalam bentuk bahan pangan adalah berdasarkan ciri suka air (hidrofilik) yang mempengaruhi struktur pangan dan sifat yang berkaitan dengan ciri tersebut. Gum yang sebagian besar terdapat pada bahan pangan alami dibutuhkan sebagai bahan tambahan yang penting yang dapat berfungsi sebagai pengental, pembentuk gel dan pembentuk lapisan tipis serta
Universitas Sumatera Utara
penggunaan
lain
yang
berfungsi
dengan
fungsi
tersebut
(Winarno dan Rahayu, 1994). Gum dipakai secara luas dalam industri makanan sebagai bahan pengental, pemantap, dan pensuspensi. Senyawa dalam golongan ini berasal dari sumber yang berlainan dan dapat mencakup senyawa alam dan turunannya, seperti gum eksudat, gum rumput laut, gum biji, gum mikroba dan turunan pati dan selulosa. Sifat molekul sangat mempengaruhi sifat berbagai gum. Gum molekul polisakarida rantai lurus menempati lebih banyak ruangan dan lebih kental daripada molekul yang sangat bercabang dengan bobot molekul yang sama (deMan, 1997).
Xanthan gum Xanthan gum dihasilkan melalui fermentasi dekstrose dengan bakteri Xanthomonas compestris. Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem yang dengan cepat larut dalam air panas atau air dingin membentuk larutan kental yang tidak tiksotrofik. Xanthan gum pada konsentrasi rendah larutannya kental, pada perubahan suhu terjadi sedikit perubahan kekentalannya, mantap pada rentangan pH yang luas, mantap pada keadaan beku. Xanthan gum dinyatakan aman digunakan dalam pangan sebagai pemantap, pengemulsi, pengental, dan pendorong buih pada pangan (Tranggono, dkk, 1989). Telah dilakukan pengembangan formulasi suspensi rifampisin yang mengandung 100 mg/5 ml, menggunakan serbuk kristal - rifampisin dengan rentang ukuran partikel 5 - 20 um. Zat pengental terbaik yang digunakan adalah agar 0,15% dan xanthan gum 0,2%. Hasil evaluasi stabilitas secara fisik menunjukkan bahwa suspensi yang menggunakan xanthan gum lebih baik
Universitas Sumatera Utara
daripada suspensi dengan agar. Hasil uji ketersediaan hayati terbanding kedua suspensi terhadap suspensi yang beredar di pasaran adalah 84,0% untuk suspensi dengan
xanthan
gum
dan
88,36%
untuk
suspensi
dengan
agar
(Haryadi, dalam Tranggono, 1989). Xanthan gum dapat membentuk larutan kental pada konsentrasi rendah (0,1% – 0,2%). Pada konsentrasi 2% - 3% terbentuk gel. Xanthan gum dapat dicampur dengan protein atau polisakarida lain. Xanthan gum ini membentuk film yang liat dan lentur (deMan, 1997)
Bahan Aditif Bahan aditif dapat diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai akibat dari berbagai tahap budidaya, pengolahan, penyimpanan maupun pengemasan. Adapun tujuan dari penggunaan bahan tambahan adalah : -
Mempertahankan atau memperbaiki nilai-nilai gizi makanan
-
Mempertahankan kesegaran bahan, terutama untuk menghambat kerusakan bahan oleh mikroorganisme
-
Membantu mempermudah pengolahan dan persiapan
-
Membantu memperbaiki kenampakan atau aroma makanan
Gula Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa)
Universitas Sumatera Utara
dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan sukrosa disebut gula invert (Winarno, 1995). Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40 %) padatan terlarut sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang sedangkan pada konsentrasi mencapai 65 % gula akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan akan mengalami dehidrasi atau plasmolisis (Buckle, dkk, 1987). Mekanisme gula sebagai bahan pengawet yaitu menghasilkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga cairan sel mikroorganisme terserap keluar, akibatnya menghambat sitoplasma menurun sehingga terjadi plasmolisis yang menyebabkan kematian sel (Winarno, 1984).
Benzoat Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar maka bisa digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Dalam bahan garam benzoat terurai menjadi
bentuk
efektif,
yaitu
bentuk
asam benzoat
yang
terdisosiasi
(Winarno, 1995). Penggunaan asam benzoat dibatasi hampir dalam semua produk buahbuahan dan sering digunakan bersama-sama dengan belerang oksida. Asam benzoat lebih efektif pada khamir dan bakteri dari pada kapang pada konsentrasi diatas 25 mg/l, asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang.
Universitas Sumatera Utara
Asam benzoat akan ditolak pada konsentrasi diatas 400 mg/l dan tidak mempunyai pengaruh pada pencoklatan enzimatik (Buckle, dkk, 1987). Aktivitas anti mikroba asam benzoat dan garamnya tergantung pada pH substrat sangat menentukan banyaknya asam yang tidak terdisosiasi. Asam benzoat mempunyai penghambatan mikrobia optimal pada pH 2,5 – 4,0 (Winarno, 1984). Natrium benzoat lebih efektif menghambat khamir dan bakteri dari pada jamur dan mempertahankan keasaman makanan seperti jam, sirup, jelly, pickle, sosis, marmalade dan sari buah (Hughes, 1987). Sirup
buah
dengan
keasaman
tinggi
dapat
diawetkan
dengan
0,1% (1000 ppm) natrium benzoat tetapi sekalipun digunakan 0,2% tidak akan dapat mengawetkan produk dengan keasaman rendah. Natrium benzoat kurang efektif dalam suatu bahan pangan yang mempunyai pH 7,0 dibandingkan dengan bahan pangan yang asam yang mempunyai pH mendekati 3,0. pH optimum dari natrium benzoat sebagai pertumbuhan mikroba adalah 2,5-4,0 lebih rendah dari pada asam sorbat dan asam propionat (Furia, 1972). Menurut Tressler and Joslyn (1971), penggunaan natrium benzoat dalam sirup buah dengan konsentrasi 0,05% sampai 0,1% tidak berpengaruh terhadap flavour sirup buah.
Sulfit SO2 lebih efektif dalam bahan-bahan pangan asam (pH 2,5 – 4,0) dimana pengaruhnya disebabkan karena molekul SO2 bebas. Bahan ini akan lebih menghambat bakteri daripada khamir, suatu sifat yang digunakan misalnya dalam pembuatan anggur. Dalam konsentrasi tinggi SO2 akan ditolak oleh rasanya dan
Universitas Sumatera Utara
akan bergabung dengan komponen aldehid dan keton dari beberapa bahan pangan, terutama dalam minuman menjadi tidak tersedia sebagai anti mikroorganisme (Buckle, dkk, 1987). Zat pengawet anorganik yang sering dimanfaatkan sebagai campuran dalam olahan, diantaranya senyawa sulfit dalam bentuk gas SO2 garam natrium/kalium sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Sulfit biasanya digunakan dalam bentuk garam sulfit yang dilarutkan dalam air. Lalu larutan ini digunakan untuk merendam bahan yang akan diawetkan (Fachruddin, 1998).
Asam Sitrat Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (C6H8O7), yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan, terutama jeruk. Asam sitrat biasanya ditambahkan pada sirup minuman, jam dan jelly untuk menembah cita rasa dan sebagai bahan pengawet (Frazeir and Westhoff, 1979). Asam sitrat digunakan sebagai bahan pemberi derajat keasaman cukup baik karena kelarutannya dalam air tinggi. Asam sitrat dapat digunakan sebagai “Flavoring Agent”, menurunkan pH dan sebagai “Chelating Agent”. Pada proses pengalengan dapat menggunakan asam sitrat untuk menurunkan pH sampai 4, atau lebih rendah (Furia, 1972). Asam sitrat bersifat “Chelating Agent” yaitu dapat mengikat atau mencengkram logam-logam bivalen seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis, karena itu reaksireaksi
biologis
dapat
dihambat
dengan
penambahan
asam
sitrat
(Winarno dan Laksmi, 1974).
Universitas Sumatera Utara
Siklamat Siklamat merupakan garam Na dari asam siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na. Na-Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Sangat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya sekitar 30 x tingkat kemanisan tebu murni. Rasa manis siklamat masih dapat dirasakan sampai pengenceran 1 : 10.000. pH larutan siklamat 10 % terletak antara 5,5 sampai 7,5. Na-Siklamat dalam industri makanan dipakai sebagai bahan pemanis non industri sebagai pengganti sukrosa (Sudarmadji,1984).
Pembuatan Sirup Sirsak Sirup adalah bahan minuman dari sari buah dengan kadar gula minimal 55%. Ke dalam sirup dapat ditambahkan bahan-bahan pengental, pengawet dan cita rasa. Sari buah yang dipergunakan disini adalah cairan buah yang tidak mengalami fermentasi yang diperoleh dari hasil pengepresan buah. Untuk mendapatkan sari buah yang baik, perlu dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak larut dengan penyaringan (Makfoeld, 1982). Pembuatan sirup pada garis besarnya meliputi tahap-tahap sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan daging buah, pengisian ke dalam wadah, penutupan, pasteurisasi, pendinginan dan penyimpanan (Kylwe et al., 1956). Pengolahan sari buah sirsak menjadi sirup ditujukan untuk menaikkan nilai ekonomis buah sirsak. Selain itu juga ditujukan untuk menganekaragamkan bahan minuman dari sirsak dan sekaligus memperpanjang masa simpan. Syarat utama yang penting dan perlu mendapat perhatian dalam pembuatan sirup mulai dari bahan mentah sampai menjadi sirup yang dikonsumsi adalah jenis dan kualitas bahan mentah yang digunakan, kebersihan bahan dan alat, metode dan
Universitas Sumatera Utara
keefektifan
pengolahan
dan
perlakuan
mekanis
terhadap
produk
(Desrosier, 1988).
Ekstraksi Sari Buah Sari buah diperoleh dengan cara memasukkan daging buah yang telah dipisahkan dari kulit, biji, dan serat ke dalam blender.
Penyaringan Pemisahan dilakukan dengan penyaringan sari buah yang bertujuan untuk memisahkan serat, biji atau benda asing lainnya. Penyaringan sebaiknya dilakukan bertahap. Tahap pertama dimaksudkan untuk menghilangkan partikel kasar, selanjutnya untuk menghilangkan partikel yang lebih halus
(Braverman,
1949).
Pembotolan Gelas sebagai alat pengemasan, saat ini masih merupakan jenis kemasan yang sangat penting dan untuk kemasan yang biasa digunakan adalh botol. Sifat kimia dari gelas adalah inert, tetapi korosif pada bagian tutupnya dan mudah pecah karena tekanan dari dalam, berbenturan atau perbedaan panas yang mendadak. Oleh karena itu gelas harus dipanaskan secara perlahan-lahan dan tidak boleh langsung pada suhu tinggi karena dapat pecah jika terjadi perbedaan panas yang cepat. Dalam penggunaannya botol harus disterilisasi terlebih dahulu pada suhu sekitar 750C selama 24 jam, dimana sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang ada dalam botol (Winarno, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Pasteurisasi Pasteurisasi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan mencegah aktivitas enzim. Suhu dan lamanya pasteurisasi yang digunakan tergantung dari jumlah dan resistensi mikrobia yang terdapat di dalam bahan pangan serta kepekaan bahan terhadap panas. Pasteurisasi dilakukan dengan menggunakan suhu dibawah 1000C (Houghton, 1984).
Perubahan-Perubahan Selama Penyimpanan Bila ditinjau dari penyebab kerusakan pada bahan-bahan hasil pertanian buah dalam bentuk hasil olahan, kerusakan dapat terjadi oleh kerusakan mikrobiologis (Winarno dan Rahayu, 1994). Kerusakan mikrobiologis yang terjadi pada daging buah sirsak adalah disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada daging buah dan pertumbuhan mikrobia selama penyimpanan. Adapun yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia tersebut adalah waktu, pH, temperatur, air, tersedianya oksigen, cahaya dan faktor-faktor kimia yang terdapat selama penyimpanan (Buckle, dkk, 1987).
Perubahan Asam Organik Asam organik banyak terdapat dalam buah-buahan. Khamir dan kapang dapat mencegah asam yang terdapat dalam bahan makanan. Asam organik ini merupakan substrat bagi kelangsungan aktivitas mikrobia sebagai sumber energi. Jumlah asam pada sari buah dapat juga disebabkan oleh adanya mikrobia yang menggunakan asam organik untuk pertumbuhannya (Frazeir and Westhoff, 1979).
Universitas Sumatera Utara
Asam organik yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran adalah asam sitrat dan asam malat. Asam sitrat merupakan asam organik terutama pada buah jeruk, jambu biji, markisa, dan lain-lain. Sedangkan asam malat merupakan asam organik utama pada buah apel, pisang, dan lain-lain. Asam sitrat dapat dirombak oleh Lactobacillus yang mungkin terdapat pada daging buah menjadi asam suksinat (Frazeir and Westhoff, 1979). Perombakan asam sitrat menjadi asam suksinat oleh Lactobacillus dapat dilihat pada gambar dibawah ini : CH2 HO – C CH2
COOH COOH
CH2 Lactobacilli
COOH
CH
+ 2CO2 CH2
Asam sitrat
HO
COOH
COOH
Asam suksinat
COOH
CH3
CH
Lactobacilli CH2
COOH
Asam malat
COOH + CO2
OH Asam laktat
Gambar 1. Reaksi Metabolisme Asam Sitrat Menjadi Asam Sukinat dan Asam Malat Menjadi Asam Laktat
Perubahan Kandungan Vitamin C Pada umumnya buah merupakan sumber vitamin C yang penting, sehingga stabilitas vitamin C dalam pengolahan dan penyimpanan buah serta hasil pengolahannya merupakan masalah yang paling penting diperhatikan. Dalam pengolahan dan penyimpanan sering terjadi kehilangan kandungan vitamin C karena vitamin C tidak tahan terhadap panas dan mudah teroksidasi. Asam
Universitas Sumatera Utara
askorbat dan garam natriumnya sangat stabil dalam keadaan tanpa air, tetapi dalam keadaan ada air dan oksigen atau bahan pengoksidasi lainnya maka asam askorbat menjadi sangat labil (Hulme, 1977). Vitamin C mudah rusak karena adanya oksigen terutama pada suhu tinggi dan vitamin ini mudah hilang selama pengolahan dan penyimpanan. Peristiwa oksidasi asam askorbat dipercepat dengan adanya cahaya, enzim sebagai katalisator, logam seperti Cu, Fe, dan Mg di dalam wadah. Asam askorbat mempunyai sifat pereduktif yang kuat dimana terdapat gugus hidroksin pada atom karbon yang berikatan rangkap sehingga dengan cepat dapat dioksidasi oleh udara (Apandi, 1984). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam L-dehidroaskorbat yang secara kimia sangat labil dan mengalami perubahan-perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketoglukonat, yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Dan jika oksidasi berlanjut terus, akan terbentuk asam oksalat dan asam treonat (Winarno, 1995). Reaksi metabolisme vitamin C adalah sebagai berikut : O =
C
O =
C
HO
C
O =
C
HO
C
O =
C
H
C
HO
C
O
H
CH2OH Asam L-Askorbat
+
H
C
HO
C
COOH
O
O
= C
O
= C
H
C
OH
HO
C
H
+
H
CH2OH
CH2OH
Asam L-dehidro Askorbat
Asam L-deketoglukonat COOH
COOH COOH
Asam Oksalat
+
H
C
OH
HO
C
H
CH2OH Asam L-Treonat
Gambar 2. Perubahan Asam Askorbat (Winarno, 1984).
Universitas Sumatera Utara