TINJAUAN PUSTAKA Teripang Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk silinder
memanjang
dengan
garis
oral
dan
menghubungkan bagian anterior dan posterior.
aboral
sebagai
sumbu
yang
Bentuk tersebut menyerupai
mentimun sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber) (Fechter, 1969; Gosner ,1971; Wibowo et al., 1997). Teripang termasuk salah satu hewan berkulit duri atau Echinodermata (Firth, 1974), tetapi duri-duri pada teripang tidak dapat dilihat dengan mata biasa karena sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Duri-duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang letaknya tersebar dalam lapisan epidermis. Dinding tubuh teripang bersifat elastis, dengan mulut di bagian anterior dan anus di bagian posterior, dengan panjang tubuh dewasa untuk spesies terkecil 2,54 cm ukuran terpanjang 90 cm (Fechter, 1969), sedangkan spesies teripang pasir mempunyai ukuran 25 - 35 cm. Penampang melintang teripang dapat dilihat pada Gambar 1.
1. Tentakel, 2.Mulut, 3. Gonopor, 4. Kelenjar batu, 5. Gonad, 6. Sistem sirkulasi air, 7. Saluran respirasi, 8. Anus, 9. Kloaka, 10. Podia, 11. Cuvierian tubules, 12. Usus, 13. Tentacle ampullae, 14. Cincin air, 15. Cincin kapur.
Gambar 1 Penampang melintang teripang (Fetcher, 1969) Klasifikasi teripang pasir adalah sebagai berikut (Gosner, 1971):
Filum
: Echinodermata
Sub-filum
: Echinozoa
Kelas
: Holothuroidea
Sub-kelas
: Aspidochirotacea
Ordo
: Aspidochirotda
Famili
: Holothuridae
Genus
: Holothuria
Spesies
: Holothuria scabra
Daerah penyebaran teripang sangat Iuas. Teripang ditemukan pada hampir semua lautan pada setiap kedalaman dan daerah pasang surut sampai abisal yang dalam, sedangkan penyebaran teripang yang paling banyak adalah di lautan lndoPasifik, Asia dan Australia. Beberapa sub-genus tersebar Iuas di lautan Indo-Pasifik, dengan jenis yang paling banyak adalah ordo Aspiachorota, genus Holothuria, Stichopus dan Actinopyga. Di sepanjang pantai Asia Tenggara, teripang ditemukan di dasar perairan yang dangkal (Aziz, 1987; Aziz, 1997). Di Indonesia teripang tersebar cukup luas terutama terdapat di perairan karang, perairan yang berdasar pasir dan karang dan pasir bercampur lumpur. Daerah penyebaran teripang antara lain
Bangka, Sulawesi (sepanjang pantai
selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara termasuk SangirTalaut), Maluku (Maluku Tengah,
Maluku Tenggara dan Maluku Utara), Nusa
Tenggara Barat (Sumbawa), Nusa Tenggara Timor (Flores dan Sumba) dan Papua (Nuraini dan Wahyuni, 1989; Tuwo, 2004). Terdapat tiga genus teripang yang ditemukan di Indonesia yaitu genus Holothuria, Muelleria dan Sticopus. Spesies yang ditemukan adalah 23 spesies dan baru lima spesies (dari genus Holothuria) yang sudah dieksploitasi dan dimanfaatkan serta mempunyai nilai ekonomis penting. Teripang-teripang ekonomis tersebut adalah teripang putih atau teripang pasir (Holothuria scabra), teripang hitam (Holothuria edulis), teripang getah atau keling (Holothuria vacabunda), teripang merah (Holothuria vatiensis) dan teripang coklat (Holothuria mamiorata). Teripang pasir merupakan spesies yang paling banyak dibudidayakan dan diperdagangkan di Indonesia. Habitat atau tempat hidup teripang adalah ekosistem terumbu karang. Teripang menyukai perairan yang bersih dan jernih dengan salinitas 30 - 33 %, dasar
berpasir halus dengan tanaman pelindung, terlindung dari hempasan ombak dan Iingkungan hidupnya kaya akan detrius (busukan alga) (Azis, 1997). Makanan teripang umumnya terdiri atas partikel organik yang terdapat pada dasar pasir dan atau lumpur. Makanan utama teripang pada semua habitat adalah detrius, dan zat organik dalam pasir, sedangkan plankton, bakteri dan biota mikroskopis adalah makanan pelengkapnya (Fechter, 1969). Cara makan teripang menggunakan tentakel. Teripang Holothuridae dan Sticupodia mempunyai 18-20 tentakel pendek berbentuk perisai (peltate). Tentakel tersebut dijulurkan ke dalam pasir di sekitar mulut tersebut kemudian ditarik ke dalam rongga mulut. Cara makan tersebut menunjukkan bahwa teripang termasuk ke dalam biota yang bersifat deposit feeder atau pemakan endapan, karena kemampuan teripang untuk menangkap plankton sangat terbatas (Aziz, 1997). Teripang termasuk jenis hewan dioecious atau berumah dua, artinya setiap individu hanya memiliki satu jenis kelamin (satu organ seksual). Namun demikian sangat sulit membedakan jenis kelamin
secara
morfologis,
sehingga
untuk
membedakan
harus
dilakukan
pembedahan untuk diambil organ kelaminnya. Sampai saat ini produksi teripang di Indonesia masih berasal dari hasil tangkapan, karena usaha budidaya teripang yang ada masih sebatas usaha budidaya pembesaran. Usaha pembesaran yang dilakukan sampai saat ini dilakukan di habitat alami ataupun di tambak-tambak. Menurut Tuwo (2004), terdapat empat daerah penting tempat budidaya teripang, yaitu Papua (378 ton bobot basah/tahun), Sulawesi Tengah (200 ton), Sulawesi Tenggara (3 ton) dan Kalimantan Timur (1 ton). Teripang muda dengan ukuran dan bobot tertentu yang dipelihara selama 8 10 bulan akan menghasilkan teripang yang siap panen dengan ukuran komersial (Asmedi, 2005). Budidaya terpadu yaitu mulai dari pembenihan, pemeliharaan sampai pemanenan telah dirintis oleh sub Balai Budidaya Laut di Lampung, akan tetapi sampai saat ini masih dalam taraf penelitian. Jenis teripang yang paling banyak dibudidayakan adalah teripang pasir (sandfish) atau teripang putih (Holothuria scabra).
Pemanfaatan dan penelitian tentang penggunaan teripang telah dimulai sejak lama. Etnis Cina tercatat mengenal teripang sebagai makanan berkhasiat medis
sejak dinasti Ming (Wibowo et al., 1997). Tubuh dan kulit teripang Stichopus japonicus banyak mengandung asam mukopolisakarida yang bermanfaat untuk penyembuhan penyakit ginjal, anemia, diabetes, paru-paru basah, anti tumor, anti inflamasi, pencegahan penuaan jaringan tubuh dan mencegah arteriosklerosis, sedangkan ekstrak murninya cenderung menghasilkan holotoksin yang efeknya sama dengan antimisin dosis 6,25-25 μg/mI. Menurut Wibowo et al. (1997), teripang mengandung bahan bioaktif yang dikenal dengan antioksidan yang berfungsi mengurangi kerusakan sel jaringan tubuh. Selain itu teripang juga mengandung antibakteri (Haug et al., 2002), dan anti fungi (Murray, 2001), teripang Stichopus japonicus mengandung enzim arginin kinase (Guo et al., 2003), teripang Holothuria glaberrina serum amyloid A (Cardona et al., 2003), teripang Stichopus mollis mengandung glikosida (Moraes et al., 2004), dan teripang Stichopus
japonicus
mengandung
fucan
sulfat
sebagai
penghambat
osteoclastogenesis (Kariya et al., 2004). Hasil penelitian Putri (2002) menunjukkan bahwa ekstraksi komponen aktibakteri dari teripang (Holothuria vacabunda) cukup efektif menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Vibrio damsela, Vibrio harveyi, Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio charcariae. Ekstrak teripang juga menunjukkan aktivitas antiprotozoa dan penghambatan pertumbuhan sel tumor (Firth, 1974). Zat gizi yang terkandung dalam teripang antara lain kadar protein 6,16%, Iemak 0,54%, karbohidrat 6,41% dan kalsium 0,01% (kondisi segar, kadar air 86,73%), sedangkan
teripang kering mempunyai kadar protein tinggi yaitu 82%
dengan kandungan asam amino yang Iengkap dan Iemak yang dikandung mempunyai asam Iemak jenuh yang penting untuk kesehatan jantung. Teripang juga mengandung fosfor, besi dan yodium (Wibowo et al., 1997), natrium, kalium, vitamin A dan B, tiamin, riboflavin dan niasin.
Hormon Steroid Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis yang dihasilkan oleh bagian kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik.
Hormon mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengaturan fisiologi (Benneth dan Frieden, 1966). Menurut Fairley dan Kilgour (1963), pada umumnya hormon bekerja sebagai aktivator spesifik atau inhibitor dari enzim. Secara kimiawi, hormon digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan bahan pembentuknya (Fairly dan Kilgour, 1963), yaitu hormon peptida, hormon amina dan hormon steroid.
Hormon peptida meliputi semua hormon hypothalamus
dan pituitary, serta insulin dan glukagon pada pankreas. Hormon peptida atau hormon protein tersebut mempunyai residu asam amino sebanyak 3-200, mempunyai bobot molekul 300 – 70.000 dalton, mudah terpecah oleh enzim, dan tidak dapat diberikan secara oral tetapi dengan injeksi. Hormon
amina
meliputi
hormon
adrenalin dan hormon tiroid. Hormon tersebut mengandung grup amina yang larut dalam air dan mempunyai bobot molekul kecil.
Hormon steroid meliputi hormon
adrenal kortikal, androgen dan estrogen, yang dapat larut dalam lemak serta mempunyai bobot molekul 300 – 400 Dalton (Reeves, 1987). Klasifikasi hormon steroid berdasarkan respon fisiologis adalah sebagai berikut (Voet et aI., 1999) : 1.
Glucocorticoids, seperti cortical (C21) yang mengatur metabolisme protein, Iemak dan karbohidrat, dan mempengaruhi fungsi-fungsi penting seperti reaksi inflammatory dan meredakan stress.
2.
Aldosterone dan mineralcorticoids lainnya, mengatur pembuangan garam dan air melalui ginjal.
3. Androgen dan estrogen yang mengatur perkembangan dan fungsi seksual. Testosteron, komponen C19 merupakan hormon androgen yang mengatur fungsi seks jantan.
Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan struktur inti berupa cincin siklopentana (Gambar 2) dengan nama cyclopentanoperhydrophenanthrene (Fairley dan Kilgour, 1963; Dorfman dan Ungar, 1965; Stryer, 1975).
Gambar 2 Kerangka inti steroid (cyclopentanohydrophenanthrene) (Fairley dan Kilgour, 1963) Beberapa steroid alam mempunyai satu atau dua rantai tidak jenuh. Perbedaan kecil pada struktur atau gugus yang melekat akan sangat mempengaruhi aktifitas biologis hormon tersebut. Struktur hormon steroid diperlihatkan pada Gambar 3.
OH
COCH 2OH OH
HO
H
H
O
O Kortisol
Testosteron
HO O
O
OH CH2OH
17
H
HO
O Aldosteron
Estradiol
Gambar 3 Beberapa jenis hormon steroid (Voet et aI., 1999) Hormon seks pada manusia (testosteron, estrogen dan progesteron) mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Testosteron berperan dalam pengaturan perilaku seksual jantan sedangkan progesteron berperan dalam pengaturan perilaku seksual betina. Pada Iaki-Iaki, testosteron merupakan komponen androgen yang utama, dimana testis merupakan sumber utama hormon tersebut. Meskipun kelenjar adrenal juga memproduksi testosteron, tetapi kurang dari 10 persen yang dihasilkan dari kelenjar tersebut. Testosteron disintesa oleh sel Ieydig pada testis dengan laju 8
mg/24 jam, sedangkan konsentrasi hormon tersebut pada plasma adalah 0,5 – 0,6 μg/dl. Fungsi utama dari testosteron adalah mengatur pertumbuhan organ kelamin !aki-Iaki, fungsi reproduksi, libido, dan perilaku seksual, serta mempunyai efek anabolik protein yaitu meningkatkan densitas tulang, massa sel darah merah dan massa otot. Secara klinis hormon tersebut juga dapat digunakan untuk terapi hormon pengganti bagi manusia dengan kondisi kekurangan hormon (hormone deficiency) (Craig dan Stitzel, 1997). Kolesterol adalah prekursor semua hormon steroid.
Kolesterol tersebut
disintesa di dalam kelenjar atau diambil dari plasma, HDL ( high density lipoprotein) merupakan komponen plasma yang membentuk kolesterol pada kelenjar. Apabila tidak segera digunakan untuk sintesa hormon steroid, kolesterol disimpan di dalam kelenjar sebagai ester kolesterol. Dalam pembentukan testosteron, kolesterol yang dilepaskan oleh reaksi hidrolitik mula-mula diubah menjadi pregnenolon dan progesteron, yang merupakan senyawa antara jalur sintesis hormon testosteron (Montgomery et al., 1993).
Gambar 4 menunjukkan biosintesis testosteron dari
kolesterol. Pada
tahap
pembentukan
pregnenolon,
kolesterol
diubah
menjadi
pregnenolon melibatkan gugus keto, seperti terlihat pada Gambar 5. Reaksi di atas dikatalis dengan enzim demolase dan dipacu oleh ACTH (adrenocortocotropic hormone).
Pada reaksi di atas dibutuhkan NADPH (nicotinamide adenine
dinucleotide phosphate hormone) (Montgomery et al., 1993).
Kolesterol
O
COCH 3
H
H
HO
O
Pregnenolon
Progesteron
COCH3
OAc
--OH H
H
HO
17-α-Hidroksipregnenolon
COCH 3 17-α-Hidroksiprogesteron --OH H O 17-α-Hidroksiprogesteron
O
Testosteron asetat
OH O
OH
O
H
H
H
O
HO
Dehidrosplandrosteron
Testosteron
O
Androstenedion
Gambar 4 Biosintesis testosteron dari kolesterol (Turner dan Bagnara, 1976)
Gambar 5 Reaksi pembentukan pregnenolon dari kolesterol (Montgomery et al., 1993)
Pada tahap selanjutnya progesteron terbentuk dari pregnenolon, seperti terlihat pada Gambar 6. Gugus 3 β-hidroksi berubah menjadi gugus keto dan terjadi perpindahan ikatan rangkap dari posisi 5,6 ke 4,5 (cincin B ke cincin A) dan menghasilkan progesteron (Gambar 6).
pregnenolon
progesteron
Gambar 6 Reaksi pembentukan progesteron
Dalam pembentukan testosteron, progesteron yang dihasilkan dari reaksi sebelumnya
selanjutnya
hidroksiprogesteron.
dihidroksilasi
pada
atom
C17
membentuk
17α-
Rantai dua atom karbon kemudian dihilangkan dari C17,
membentuk androstenedion, yang mempunyai gugus keto pada posisi C17. Selanjutnya gugus keto dan C17 direduksi menjadi gugus hidroksi membentuk testosteron (Montgomery et al., 1993). Hormon steroid mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan hormon peptida.
Steroid sebagai hormon dengan ukuran molekul kecil, dapat berdifusi
secara bebas ke dalam sel tubuh (Turner dan Bagnara, 1976). Membran plasma bukan merupakan halangan.
Berbeda dengan hormon steroid, hormon peptida
mempunyai ukuran molekul yang besar. Ukuran yang besar tersebut menyebabkan hormon peptida tidak dapat melewati membran plasma, sehingga hormon tersebut bekerja pada permukaan sel. Meskipun semua sel kontak dengan hormon tetapi tidak semua memberikan respon, hanya sedikit yang memberikan respon.
Sel yang memberikan respon
dinamakan sel target. Sel target dapat memberikan respon karena mempunyai sisi reseptor yang spesifik. Reseptor berada pada permukaan sel untuk hormon peptida dan pada sitoplasma untuk hormon steroid. Mekanisme kerja hormon steroid diperlihatkan pada Gambar 7.
Hormon
steroid masuk ke dalam sel target yang mempunyai reseptor yang sesuai, dan terjadi pengikatan hormon dan reseptor. Reseptor-hormon memasuki inti sel (nukleus) dan
menempel pada sisi aseptor pada kromosom yang berisi gen atau DNA (deoxyribonucleic acid) dari sel. Sisi efektor reseptor-hormon mengakibatkan sintesa messenger RNA (ribonucleic acid).
RNA messenger berpindah ke endoplasma
retikulum dan terjadi sintesa proten baru (Mc Donald, 1989).
Gambar 7 Perbedaan mekanisme kerja hormon steroid dan hormon peptida (Reeves, 1987) Testosteron dan hormon steroid lainnya bekerja secara intraselluler dalam sel target.
Dalam kulit prostat, vesikula seminalis dan epididimis, testosteron
dikonversi menjadi 5 α-dehydrotestosterone.
Dalam jaringan-jaringan di atas
dehydrotestosterone merupakan androgen dominan (Katzung, 2001).
Mencit sebagai Hewan Percobaan Hewan Iaboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dimanfaatkan sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai jenis bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan dalam laboratorium (Malole dan Pramono, 1989). Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan. Hal ini disebabkan mencit merupakan hewan pengerat (rodentia) yang cepat berkembang, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Selain itu
mencit juga mempunyai siklus hidup yang pendek, jumlah anak perkelahiran banyak, serta sifat-sifat produksi dan reproduksinya yang menyerupai mamalia (Moriwaki et al., 1994). Mencit adalah hewan sejenis tikus yang mempunyai bobot Iahir sekitar 0,5 -1 gram dan bobot dewasa 20 - 40 gram pada jantan dan 18 - 35 gram pada betina. Walaupun ukurannya kecil, namun denyut jantungnya 699/menit, konsumsi oksigennya mencapai 1,7 mI/g/jam, dan mempunyai kesuburan tinggi (dalam 425 hari, satu ekor mencit dapat menghasilkan 1 juta keturunan) (MaIoIe dan Pramono, 1989). Tabel 1 memperlihatkan data biologis mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Tabel 1 Data biologis mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) Parameter
Data Biologis Mencit
Lama hidup
I - 2 tahun, dapat sampai 3 tahun
Lama produksi
9 bulan
Lama bunting
19 - 21 hari
Umur sapih
21 hari
Umur dewasa kelamin
35 hari
Umur dikawinkan
8 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin poliestrus (berahi)
4 - 5 hari
Lama estrus
12 - 24 hari
Saat perkawinan
waktu estrus
Jumlah anak perkelahiran
rata-rata 6 ekor, dapat sampai 15 ekor
Kecepatan pertumbuhan
1 gram/hari
Pubertas atau dewasa kelamin merupakan suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana proses - proses reproduksi mulai berlangsung (Hafez, 1987). Periode tersebut ditandai dengan kemampuan hewan untuk memproduksi
benih
pertama
kali
dan
kemampuan
untuk
melakukan
perkembangbiakan. Usia pubertas atau dewasa kelamin pada mencit dicapai pada
usia 35 hari baik untuk mencit jantan maupun betina (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Berahi merupakan kegiatan fisiologis pada hewan yang dimanifestasikan dengan munculnya gejala keinginan untuk melakukan aktivitas kawin. Pada hewan betina, pada kondisi berahi, folikel akan tumbuh dan berkembang menjadi folikel de Graf dan ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan. Estradiol yang dihasilkan oleh folikel tersebut menyebabkan perubahan pada saluran reproduksi (Toelihere, 1981). Pada hewan jantan kondisi berahi dipengaruhi oleh hormon jantan atau androgen terutama testosteron. Hormon tersebut dihasilkan oleh organ kelamin primer testis, yang juga memproduksi sel-sel benih jantan atau spermatozoa. Organ testis terdiri dari tubulus seminiferus dan sel-sel interstitial seperti sel leydig. Sel leydig berperan dalam biosintesa hormon testosteron, sehingga memungkinkan berlangsungnya proses spermatogenesis di dalam testis (Turner dan Bagnara, 1976). Hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan anabolisme protein pada jaringan tubuh. Selain mempengaruhi kondisi berahi, jika plasma testosteron cukup dalam tubuh, maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh (Mc Donald, 1989). Hasil penelitian Pak et aI. (2003) menunjukkan bahwa pemberian hormon testosteron dan estradiol pada mencit dan hamster jantan dapat mempengaruhi masa puber kedua hewan tersebut.
Aprodisiaka pada manusia Aprodisiaka adalah zat yang dapat merangsang libido. Zat tersebut dapat berasal dari tumbuhan atau hewan sebagai aprodisiaka alami.
Tumbuhan atau
hewan yang digunakan sebagai aprodisiaka biasanya mengandung senyawa turunan saponin, alkaloid, tannin dan senyawa lain yang secara fisiologis dapat melancarkan peredaran darah pada sistem saraf pusat atau sirkulasi darah tepi yang efeknya akan meningkatkan peredaran darah pada alat kelamin pria. Beberapa hewan dan tumbuhan yang bersifat aprodisiaka antara lain, tiram, ginseng, terung ungu dan pasak bumi (Wijayakusuma, 2006). Tiram kaya akan zinc
(seng) yang bermanfaat untuk meningkatkan gairah.
Ginseng mengandung
ginsenosides, biotin, glikosida, saponin, phytosterol dan lain-lain.
Terong ungu
mengandung flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dan melancarkan sirkulasi darah, sedangkan pasak bumi yang diambil akarnya mengandung brusin dan strichnin yang berkhasiat menambah vitalitas karena meningkatkan hormon testosteron. Aprodisiaka sintetis pada umumnya berupa obat oral dengan bahan aktif sildenafil (Viagra), tadalafil atau vardenafil. Golongan sildenafil dan vardenafil efek kerjanya antara beberapa menit sesudah dikonsumsi sampai lima jam, sedangkan tadalafil pengaruh kerjanya mulai dari satu jam hingga 36 jam. Akan tetapi aprodisiaka sintetis pada umumnya dapat membahayakan bagi kesehatan jantung, karena dengan dilewatinya limit lelah seseorang, jantung akan terus dipaksa bekerja. Selain itu obat di atas mempunyai kontra indikasi, yaitu tidak boleh diberikan pada pasien penderita jantung yang menggunakan obat golongan nitrat (Rasyid, 2006). Selain bahan-bahan di atas, testosteron sebagai hormon steroid yang bertanggungjawab terhadap pembentukan dan perkembangan organ kelamin dan libido dapat dijadikan bahan aktif aprodisiaka pada manusia (laki-laki).
Di dalam
tubuh manusia, hormon steroid tersebut diproduksi oleh sel leydig dalam testis. Testosteron sebagai hormon yang mengatur pertumbuhan organ kelamin dan libido, juga meningkatkan sintesa protein dalam tubuh serta menjaga metabolisme aerobik yang dapat mengurangi resiko kanker karena pembentukan kanker melalui metabolisme anaerobik. Hasil penelitian Schoeder et al. (2003), menunjukkan bahwa pemberian hormon jantanIandrogen yaitu testosteron dapat juga meningkatkan massa dan kekuatan otot manusia. Testosteron sebagai aprodisiaka antara lain dalam bentuk metil testosteron, testosterone propionate, testosterone ananthate, testosterone heptylate, testosterone suspension dan testosterone theramex (www. steroids.com). Produk aprodisiaka yang menggunakan hormon testosteron sebagai bahan aktifnya diantaranya Sustanon, Testosterone Formula, dan Testosterones.
Formulasi Sediaan Aprodisiaka Dalam penelitian ini formulasi aprodisiaka dilakukan dengan dasar hasil penelitian bioassay menggunakan mencit. Hasil penelitian bioassay pada mencit menghasilkan dosis penggunaan steroid yang optimum yang dapat dijadikan data
dasar untuk aplikasi pada manusia (Harmita dan Radji, 2004). Bentuk sediaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sediaan bentuk kapsul. Sediaan dalam bentuk kapsul mempunyai kelebihan selain mudah dikonsumsi secara oral juga mempunyai penampakan yang menarik. Bentuk sediaan tersebut tidak memiliki rasa, sehingga menguntungkan untuk obat-obatan yang mempunyai rasa dan bau yang tidak enak. Kapsul merupakan sediaan padat yang dimasukkan ke dalam suatu cangkang yang keras ataupun lembek.
Kapsul pada umumnya terbuat dari gelatin
yaitu suatu protein yang mudah terdegradasi dalam saluran pencernakan sehingga memungkinkan getah lambung masuk serta mencapai isinya. Gelatin berasal dari kolagen hewan. Bagian tubuh hewan yang biasa diambil kolagennya adalah bagian tulang dan kulit.
Selain gelatin, bahan-bahan yang ditambahkan di dalam
pembuatan kapsul adalah zar warna, zar pelentur dan zat pengawet. Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, dan mudah mengalami penguraian oleh mikroorganisme bila dalam penyimpanan lembab (Ansel, 2005). Ukuran kapsul sangat beragam tergantung pada jumlah sediaan yang akan diberikan dan mempunyai bentuk serta warna yang berbeda-beda. Pemilihan ukuran tergantung pada jumlah bahan yang akan dimasukkan ke dalam kapsul dan dibandingkan dengan kapasitas isi dari cangkang kapsul. Untuk konsumsi manusia kapsul kosong mempunyai ukuran 000 sampai No. 5. Ukuran 000 yang merupakan ukuran terbesar dan lebih kurang dapat memuat bahan sebesar 1 gram, sedangkan ukuran No. 5 dapat memuat bahan sebesar 650 mg. Kapsul dapat mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat pengisi (Anief, 2003). Zat pengisi digunakan untuk menyatukan komponen bahan dan sebagai bahan pelincir untuk memudahkan mengalirkan serbuk ketika menggunakan mesin pengisi kapsul yang otomatis.
Bahan pengisi yang
biasa
digunakan antara lain magnesium stearat sebagai bahan pelincir dan surfaktan yang digunakan untuk menyatukan beberapa bahan dalam formulasi. Penyimpanan kapsul dilakukan dalam wadah tertutup rapat, di tempat yang sejuk dan terlindung cahaya. Wadah yang digunakan harus diberi etiket. Dalam etiket wadah atau kemasan kapsul, harus disebutkan nama kapsul atau nama zat berkhasiat dan jumlah zat yang berkhasiat tiap kapsul.
Analisa Finansial Analisa finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomis suatu proyek. Beberapa kriteria investasi yang digunakan dalam menentukan kelayakan suatu usaha adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost ratio), PBP (Pay Back Period) dan BEP (Break Even Point) (Gittinger, 1986; Thuesen dan Fabrycky, 1993; Blank dan Tarquin, 2002; Newman et al., 2004). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari keuntungan dan biaya. Nilai NPV yang positif rnenunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut Iayak untuk dilaksanakan sementara nilai NPV yang negatif berarti proyek tidak layak. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut (Thuesen dan Fabrycky, 1993) :
NPV =
dengan:
n ∑ (Bt - Ct)/(1+i)t …………………………..……………….. (1) t= 1
n = Umur ekonomi
Bt = Penerimaan kotor tahun ke-t B
Ct = Biaya kotor tahun ke-t i = Tingkat suku bunga IRR tingkat investasi adalah tingkat suku bunga ( disccount rate) yang menunjukkan nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Nilai IRR yang Iebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang berlaku menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan (Horne,1977). Secara matematis IRR dirumuskan sebagai berikut : n ∑ (Bt - Ct)/(1+IRR)t = 0 t= 1
dengan:
n = Umur ekonomi
Bt = Penerimaan kotor tahun ke-t Ct = Biaya kotor tahun ke-t
………………………………
(2)
Net B/C merupakan perbandingan antara nilai total sekarang dan pendapatan bersih pada periode saat pendapatan bersih bernilai positif dengan nilai total sekarang pendapatan bersih pada periode saat pendapatan bersih negatif. Jika nilai Net B/C Iebih besar dari satu maka proyek atau industri dinyatakan layak. Rumus perhitungan B/C adalah sebagai berikut (Blank dan Tarquin, 2002) : n Net B/C = ∑ {Bt/(1+i)t} / {Ct/(t+i)t} t=o
dengan:
……………………….. (3)
n = Umur ekonomi
Bt = Penerimaan kotor tahun ke-t Ct = Biaya kotor tahun ke-t i = Tingkat suku bunga PBP adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah diinvestasikan (Thuesen dan Fabricky, 1993). Satuan dalam perhitungan PBP yang digunakan adalah dalam tahun atau bulan.
Semakin pendek PBP,
semakin kecil resiko yang dihadapi investor. Rumus perhitungan PBP (Pay Back Period) adalah sebagai berikut : PBP =
initial investment annual cash flow
……………………….………….. (4)
Perhitungan BEP merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mengetahui tingkat penjualan dan produksi dalam keadaan seimbang (tidak untung maupun rugi). Variabel yang sangat menentukan adalah biaya dan penerimaan total. Kondisi usaha dikatakan baik jika total penjualan tinggi sehingga nilai titik impas atau BEP rendah. BEP dirumuskan sebagai berikut : biaya tetap per tahun BEP = ………….. (5) {1-(biaya variabel / nilai penjualan)} AnaIisa Sensitivitas. Analisa kepekaan bertujuan untuk rnengetahui pengaruh berbagai faktor eksternal dan internal terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil penjualan dan keuntungan. Faktor eksternal misalnya
perkembangan harga produk sejenis di pasar. Contoh faktor internal adalah biaya pokok produk yang akan dihasilkan (Sutojo, 2000). Dengan analisisa di atas akan diketahui sejauh mana proyek akan tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan pada faktor-faktor tersebut. Dalam analisa sensitivitas setiap kemungkinan harus dicoba, yang berarti bahwa, tiap kali harus diadakan analisa kembali. Ini perlu sekali karena analisa proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang banyak mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah et aI., 1976). Pada bidang pertanian, proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama. Keempat masalah tersebut adalah adanya perubahan harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya dan adanya kesalahan dalam perkiraan hasil (Gittinger, 1986). Harga. Pada setiap proyek pertanian, harus diteliti apa yang akan terjadi bila asumsi mengenai harga juaI produk proyek pertanian tersebut ternyata keliru. Untuk maksud itu, dibuat asumsi alternatif lain mengenai harga jual pada masa yang akan datang dan diteliti pengaruhnya terhadap manfaat sekarang neto yang akan diterima oleh proyek. Pengaruh perubahan harga jual dikaji terhadap tingkat pengembalian secara nilai finansial atau ekonomi, atau terhadap rasio perbandingan manfaat dan investasi neto (net benefit-investment ratio, seringkali disingkat menjadi N/K rasio). Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga output yang dihasilkan oleh proyek tersebut perlu, terutama bagi proyek-proyek dengan umur ekonomis yang panjang dan dalam ukuran besar.
Hal tersebut disebabkan kemungkinan besar
dengan adanya proyek, penawaran barang di pasar akan bertambah, dan harga relatif (dibanding dengan tingkat harga umum) akan menjadi lebih rendah (Kadariyah et al., 1976). Keterlambatan pelaksanaan. Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek pertanian. Kemungkinan keterlambatan terjadi terjadi karena adanya keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan baru. Masalah dan persyaratan administrasi yang tidak terhindarkan dapat saja memperlambat pelaksanaan proyek. Meneliti pengaruh-pengaruh keterlambatan pada proyek terhadap manfaat sekarang neto, tingkat pengembalian secara finansial dan secara ekonomi, dan rasio manfaatinvestasi neto dari suatu investasi merupakan salah satu bagian penting dari analisa sensitivitas. Kesalahan memperkirakan hasil. Kesalahan-kesalahan sering terjadi dalam
memperkirakan
hasil
yang
akan
diperoleh.
Dalam
proyek
pertanian
ada
kecenderungan bersikap optimis dalam memperkirakan hasil yang akan diperoleh. Suatu pengujian yang harus dilakukan untuk mengetahui kesensitivitasan ukuran manfaat sekarang neto, tingkat pengembalian finansial dan ekonomi, atau perbandingan manfaat-investasi neto terhadap hasil yang tidak setinggi yang diperkirakan. Hal tersebut tidak hanya memberikan informasi yang berguna dalam menentukan apakah proyek harus dilaksanakan, tetapi juga dapat menekankan perlunya perluasan pelayanan yang cukup bila diinginkan proyek dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan (Gittinger, 1986).
Analisa Nilai Tambah Nilai tambah merupakan salah satu kriteria dalam perancangan atau pengembangan suatu produk. Menurut Gittinger (1985), nilai tambah (added value) adalah jumlah nilai ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan yang diselenggarakan di dalam masing-masing satuan produksi dalam perekonomian, sedangkan menurut Gumbira-Sa’id dan lntan (2000), nilai tambah adalah nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah input pertanian menjadi produk pertanian atau yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir. Keunggulan
kompetitif
produk
agroindustri
dapat
diciptakan
dengan
menerapkan konsep peningkatan nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Peluang peningkatan nilai tambah sumberdaya alam dengan melakukan diversifikasi produk dari alam sangat besar. Semakin rumit teknologi yang digunakan untuk melakukan diversifikasi produk dan bahan baku hasil panenan, maka semakin tinggi pula nilai tambah produk diversifikasi tersebut serta mempunyai harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga komoditi awalnya (Gumbira-Sa’id, 2001). Penghitungan nilai tambah salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993). Pengukuran nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh pengolahan dan tidak memasukkan penggunaan tenaga kerja dan faktor produksi yang lain. Jika faktor tenaga kerja dimasukkan maka nilai yang didapatkan
adalah keuntungan perusahaan dan bukan nilai tambah dari suatu proses. Perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (Tabel 2), karena dengan nilai tambah yang diperoleh lebih mewakili besarnya nilai tambah yang diterima dari kegiatan pengolahan. Tabel 2 Model perhitungan nilai tambah dari Hayami dan Kawagoe (1993) No
I.
Variabel Output, input dan harga 1 Output (kg/th) 2 Bahan baku (kg/th) 3 Tenaga kerja (HOK/th) 4 Faktor konversi (1:2) 5 Koefisien tenaga kerja (HOK/kg) 6 Harga output (Rp/kg) 7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK)
II. Pendapatan dan Keuntungan 8 Harga bahan baku (Rp/kg) 9 Sumbangan input lain (Rp/kg) 10 Nilai output (Rp/kg) 11 a. NiIai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%) 12 a. Imbalan tenaga kerja (Rp/kg) b. Bagian tenaga kerja (%) 13 a. Keuntungan (Rp/kg) b. Tingkat keuntungan (%) Ill.
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14 Marjin Keuntungan (Rp/kg) a. Pendapatan tenaga kerja (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%)
Perhitungan
a b c d = a/b e = c/b f g
h i j = dxf k = j-i-h I(%) = k/j x 100% m = exg n(%) = m/k x 100% o = k-m p(%) = o/j x 100%
q = j-h r(%) = m/q x 100% s(%) = i/q x 100% t(%) = o/q x 100%
METODA PENELITIAN Penelitian kajian pemanfaatan teripang pasir (Holothuria scabra) sebagai bahan aktif aprodisiaka dilakukan sebagai upaya peningkatan nilai tambah agroindustri teripang.
Penelitian dilakukan pada skala laboratorium, dengan
menggunakan bahan-bahan, baik yang digunakan untuk proses ekstraksi maupun analisa. Bahan-bahan analisa menggunakan bahan kimia analitik untuk menjamin tingginya kualitas data yang dihasilkan.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta, IPB; Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, PPSDH
(Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati), IPB;
Laboratorium
Biologi Hewan, PPSDH, IPB; Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, PPSDH, IPB; Laboratorium Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB; Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB; serta Pusat Penelitian Kimia Puspiptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2005 sampai bulan April 2007.
Bahan dan Alat Bahan Penelitian Bahan utama penelitian adalah teripang pasir (Holothuria scabra) yang didapat dari perairan Bengkulu. Teripang pasir yang digunakan adalah teripang yang sudah matang gonad dengan bobot badan 200 – 500 gram/ekor, sedangkan hewan yang digunakan dalam bioassay adalah mencit (Mus musculus) jenis bulb c yang sudah dewasa kelamin (umur 2 bulan), baik jantan maupun betina. Mencit jantan adalah mencit yang diberi perlakuan sedangkan mencit betina digunakan untuk mengkaji pengaruh pemberian ekstrak terhadap perilaku seksual mencit jantan. Mencit tersebut diperoleh dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia untuk proses ekstraksi, identifikasi dan karakterisasi, serta bahan kimia untuk analisa bahan serta produk. Bahan kimia yang digunakan dalam proses ekstraksi antara lain aseton, kalium hidroksida (KOH), akuades, dietil eter, dan indikator pp. Bahan kimia yang digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi steroid teripang antara lain pereaksi Liebermann-Burchard (asam sulfat (H2S04), asam asetat anhidrid (CH3CO)2O, dan kloroform (CHCl3)), aseton, metanol, kloroform-D dan tetramethylsylane (TMS). Bahan kimia yang digunakan untuk analisa antara lain natrium hidroksida (NaOH), asam klorida (HCl), eter,
asam sulfat (H2S04), natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O),
kalium iodin, larutan eosin dan kloroform.
Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk proses dan peralatan analisa. Peralatan untuk proses antara lain erlenmeyer, gelas ukur, timbangan analitik, refrigerator, water bath, rotary vacuum evaporator, sentrifus (high speed refrigerated sentrifuge/Himac CR 216), oven konveksi, blender, labu pemisah dan grinder, serta pipet mikrometer. Alat yang digunakan untuk analisa antara lain mikroskop dengan kamera, handycamera, hematocytometer, spektrofotometer, kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatography/ HPLC Hitachi 263/60), Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (NMR) JNM-ECA 500, Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) serta Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) IR Prestige-21 Shimadzu.
Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam tujuh tahap, yaitu 1) seleksi bahan baku,
2)
identifikasi dan karakterisasi senyawa steroid teripang, 3) pembuatan produk, 4) pengujian bioassay, 5) formulasi aprodisiaka, 6) analisa finansial dan 7) analisa nilai tambah. Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar 8, sedangkan hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitan disajikan pada Gambar 9.
1) Seleksi bahan baku: - jenis teripang (teripang hitam, teripang gamat dan teripang pasir) - bagian teripang (bagian gonad, jeroan dan daging)
2) Identifikasi dan karakterisasi : - Uji warna - LC-MS - NMR - FT-IR
3) Pembuatan produk : tepung teripang, ekstrak lemak dan ekstrak steroid
4) Pengujian bioassay dengan mencit jantan untuk mencari jenis produk dan dosis yang tepat, dengan parameter : - Perilaku seksual - Kadar testosteron - Kualitas spermatozoa - Bobot alat kelamin
5) Formulasi steroid untuk aprodisiaka pada manusia (laki-laki)
6) Analisa kelayakan formula aprodisiaka secara finansial
7) Analisa nilai tambah
Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian
Hipotesis/Latar belakang
Kandungan steroid bervariasi sesuai dengan jenis dan bagian teripang
Jenis dan karakteristik steroid belum diketahui secara jelas
Steroid dapat dipergunakan sebagai aprodisiaka pada manusia (laki-laki), uji coba langsung pada manusia secara teknis sulit dilakukan
Perancangan/ pengembangan produk membutuhkan informasi nilai tambah dan kelayakan finansial
Proses
Output
Identifikasi jenis dan bagian tubuh teripang dengan kandungan steroid tinggi (seleksi bahan baku)
Jenis dan bagian tubuh teripang yang paling banyak mengandung steroid
Identifikasi dan karakterisasi steroid teripang
Jenis steroid yang terkandung dalam teripang
Uji coba pada mencit jantan (bioassay)
Jenis produk dan dosis penggunaan yang paling efektif
Formulasi pada manusia (laki-laki)
Hasil formulasi aprodisiaka untuk manusia
Analisa kelayakan finansial dan analisa nilai tambah
- Tingkat kelayakan usaha aprodisiaka dari teripang - Nilai tambah pada teripang
Gambar 9 Hasil yang diharapkan dari setiap tahapan penelitian
1. Seleksi bahan baku. Pada tahap ini dilakukan seleksi jenis teripang dan bagian teripang yang paling banyak mengandung steroid.
Jenis teripang
yang diteliti adalah teripang gamat (Stichopus variegatus), teripang hitam (Holothuria nobilis) dan teripang pasir (Holothuria scabra), sedangkan bagian teripang yang diteliti adalah bagian gonad, jeroan dan daging tanpa gonad dan jeroan.
Parameter yang diteliti adalah jumlah kandungan steroid tiap
bagian dengan menggunakan UV-spectrophotometry . 2. ldentifikasi dan karakterisasi senyawa steroid.
Identifikasi keberadaan
senyawa steroid pada teripang dilakukan dengan reaksi warna menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard (Cook, 1958), sedangkan karakterisasi senyawa steroid yang terkandung di dalamnya dengan melihat bobot molekul dan struktur molekul dengan menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) JNM-ECA 500, Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy (LC-MS) Mariner Biospectrometry/ Perkin Elmer Series 200 dan Fourier TransformInfra Red (FT-IR) IR Prestige-21 Shimadzu. 3. Pembuatan produk berupa tepung teripang, ekstrak lemak dan ekstrak steroid teripang. Pada tahap ini dilakukan pembuatan produk yang digunakan pada tahap bioassay, untuk mencari jenis produk yang paling baik sebagai aprodisiaka. Pembuatan tepung teripang dilakukan dengan cara pengeringan pada suhu 40-55oC, sedangkan ekstraksi lemak teripang menggunakan pelarut aseton, dan ekstraksi steroid diawali dengan proses penyabunan kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut dietil eter. 4. Pengujian bioassay pada mencit. Pengujian bioassay dilakukan untuk mengetahui produk yang paling tepat dan dosis yang menentukan efektifitas steroid sebagai aprodisiaka. Jenis produk yang diaplikasikan adalah tepung teripang, ekstrak lemak dan ekstrak steroid teripang, dan dibandingkan dengan salah satu jenis aprodisiaka yang ada di pasar yaitu metil testosteron serta kontrol tanpa pemberian produk aprodisiaka. Dosis yang diaplikasikan adalah 10, 30 dan 50 μg/100 g bobot badan mencit jantan. 5. Formulasi untuk manusia. Formulasi produk dari teripang sebagai aprodisiaka dilakukan dengan ekstrapolasi dosis efektif hasil pengujian bioassay pada mencit (penelitian tahap 4).
6. Analisa finansial.
Pada tahap ini dilakukan analisa finansial agroindustri
steroid dari teripang pada skala minimum ekonomis dan melakukan analisa sensitivitas. Pada aspek finansial ini dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan investasi. Kriteria investasi yang digunakan antara lain Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost ratio (B/C rasio), dan analisa sensitivitas. Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kondisi proyek jika terjadi perubahan-perubahan tingkat suku bunga dan perubahan harga bahan baku. 7. Analisa nilai tambah. Penghitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe (1993) seperti disajikan pada Tabel 2. Pengukuran nilai tambah dengan metode di atas dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang dihasilkan oleh adanya pengolahan.
Tata Laksana Penelitian Seleksi bahan baku Pada tahap ini dilakukan pemilihan jenis teripang dan bagian teripang yang paling banyak mengandung steroid. Pada pemilihan jenis teripang, steroid diekstrak dari masing-masing jenis teripang, yaitu teripang gamat (Stichopus variegatus), teripang hitam (Holothuria nobilis) dan teripang pasir (Holothuria scabra). Selanjutnya dilakukan uji warna dan pengukuran kandungan steroid dengan menggunakan
UV-spectrophotometry.
Pemilihan
bagian
teripang
dilakukan
menggunakan jenis teripang yang paling banyak mengandung steroid. Pada tahap pemilihan bagian tubuh teripang dilakukan ekstraksi steroid dari bagian daging, ekstraksi steroid dari bagian jeroan dan ekstraksi steroid dari bagian gonad.
Teripang dibersihkan kemudian dilakukan pemisahan bagian jeroan, gonad
dan bagian daging, dengan cara dibedah bagian perut. Analisa proksimat bahan baku berupa analisa kandungan protein, lemak, kadar abu, kadar air dan karbohidrat dilakukan untuk mengetahui karakteristik awal bahan. Prosedur analisa proksimat di atas disajikan pada Lampiran 1. Kandungan steroid masing-masing bagian diukur dengan menggunakan UVspectrophotometry pada panjang gelombang 240 nm dengan pelarut
etanol.
Prosedur pengukuran steroid dengan menggunakan UV-spectrophotometry seperti terlihat pada Lampiran 2. Pengukuran kandungan steroid dengan spectrophotometry dapat dilakukan dengan dua metode yaitu dengan menggunakan UV-spectrophotometry dan dengan menggunakan visible-spectrophotometry. UV-spectrophotometry digunakan untuk mengukur kandungan steroid langsung setelah steroid diekstrak dan dilarutkan dalam etanol (Naewbanij et al., 1984), sedangkan visible-spectrophotometry digunakan untuk mengukur kandungan steroid setelah ekstrak steroid dilarutkan dalam larutan Liebermann-Burchard (Babatunde et al., 2003). menunjukkan bahwa pengukuran steroid
Hasil penelitian Riani (2006),
menggunakan UV-spectrophotometry
maupun dengan menggunakan visible-spectrophotometry dapat memberikan hasil pengukuran yang sama.
Akan tetapi, pengukuran dengan menggunakan visible-
spectrophotometry kurang praktis karena ekstrak steroid tidak langsung diukur kandungan steroidnya melainkan harus dilakukan pengujian warna dengan penambahan kloroform, asam sulfat dan asam asetat anhidrid (larutan LiebermannBurchard).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini pengukuran kandungan steroid
langsung dilaksanakan menggunakan
UV-spectrophotometry
pada panjang
gelombang 240 nm (Nalbandov, 1958). Untuk mendapatkan data yang akurat, larutan bebas sempurna dari bahan padatan, sehingga filtrasi diperlukan sebelum dilakukan pengukuran dengan UV-spectrophotometry.
Adanya padatan dalam
larutan dapat menyebabkan kesalahan pengukuran karena adanya distorsi spektra yang didapatkan.
ldentifikasi dan karakterisasi senyawa steroid Identifikasi adanya senyawa steroid dilakukan dengan pengujian reaksi warna.
Uji warna dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard
(Cook, 1958).
Pelarut Liebermann-Burchard
terdiri dari kloroform, asam asetat
anhidrid dan asam sulfat pekat. Prosedur pengujian dengan uji warna disajikan pada Lampiran 3. Steroid yang dihasilkan kemudian diteliti
karakteristiknya yang meliputi
pengukuran bobot molekul dan struktur molekul. Penelitian mengenai bobot molekul menggunakan LC-MS (Liquid Chromatography-Mass Spectroscopy) (Lampiran 4).
Struktur molekul steroid diteliti dengan menggunakan FT-IR (Fourier Transform-Infra Red) (Lampiran 5) dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy) (Lampiran 6). Analisa
dengan
menggunakan
LC-MS
(Liquid
Chromatography-Mass
Spectroscopy) dilakukan untuk mengetahui bobot molekul dari steroid yang ada pada ekstrak teripang. LC-MS yang digunakan adalah Mariner Biospectrometry/ Perkin Elmer Series 200 dengan sistem ESI (Electrospray Ionisation), pelarut metanol dan air dengan perbandingan 8:2 (metanol:air) dengan menggunakan kolom C18 (RP 18) Vydac (Lampiran 4). Analisa dengan menggunakan FT-IR (Fourier Transform-Infra Red) dilakukan untuk mengetahui gugus fungsional dari steroid teripang.
FT-IR yang digunakan
adalah IR Prestige-21 FT-IR Shimadzu dengan metode diffuse reflectance (DRS) (Lampiran 5). NMR (Magnetic Resonance Spectroscopy) digunakan untuk menentukan struktur kimia steroid teripang. menggunakan
Pengukuran spektrum
1
H NMR dan
13
C NMR
NMR JNM-ECA 500 dengan pelarut CDCl3 (kloroform-D) dan TMS
(tetramethylsylane) sebagai standar internal (Lampiran 6).
Proses pembuatan produk Tepung teripang Tepung teripang dibuat dengan cara berikut. Pertama teripang dibersihkan dan dipisahkan bagian yang tidak diinginkan, kemudian dilakukan pengecilan ukuran untuk memudahkan proses pengeringan. Setelah bahan berukuran kecil, dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40-55oC selama lebih kurang 24 jam. Bahan yang sudah kering akan berupa lembaran-lembaran yang selanjutnya dibuat tepung dengan mesin pengecilan ukuran sampai mencapai lebih kurang 60 mesh. Prosedur pembuatan tepung teripang dapat dilihat pada Gambar 10.
Teripang pasir
Pemisahan bagian gonad, jeroan dan daging
Gonad dan jeroan
Bagian daging
Pengecilan ukuran daging teripang
Pengeringan dengan oven konveksi (40 – 55oC, ± 24 jam)
Pengecilan ukuran (± 60 mesh)
Tepung Teripang
Gambar 10 Diagram alir proses pembuatan tepung teripang pasir
Ekstrak lemak teripang Ekstraksi lemak teripang dilakukan dengan menggunakan pelarut aseton (Touchstone dan Kasparow, 1970). Teripang dibersihkan dan dipisahkan dari bagian yang tidak diinginkan serta dicuci sebelum diambil lemaknya. Teripang yang sudah bersih kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender dan diberi aseton dengan perbandingan bahan : aseton 1 : 2 (w/v). Selanjutkan dilakukan maserasi yaitu teripang yang sudah diberi pelarut didiamkan selama 24 jam pada suhu 4oC. Sentrifuse dilakukan setelah maserasi, pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC.
Supernatan (fasa cair) dipisahkan dari presipitan (residu).
Selanjutnya supernatan dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum evaporator
pada suhu 55oC selama 15 menit.
Proses ekstraksi lemak teripang dapat dilihat
pada Gambar 11. Ekstrak steroid teripang Ekstraksi steroid teripang dilakukan dengan dua tahap, yaitu ekstraksi lemak kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi steroid yang terkandung di dalam lemak teripang (Touchstone dan Kasparow, 1970; BSI, 1989). Ekstraksi steroid dilakukan seperti terlihat pada Gambar 12. Ekstrak lemak yang dihasilkan dari prosedur di atas (Gambar 11) selanjutnya dilakukan proses penyabunan dengan menggunakan larutan KOH 1 M dan dilakukan refluks pada suhu 70oC selama 1 jam. Aquades dimasukkan ke dalam larutan setelah refluks dan dilakukan pendinginan. Sesudah penyabunan, bahan yang tersabunkan selanjutnya diekstrak dengan menggunakan pelarut dietil eter. Bahan yang sudah ditambahkan dietil eter dalam tabung pemisah dikocok, diendapkan kemudian dilakukan pemisahan, supernatan dipisahkan (1) dan presipitan ditampung dalam tabung pemisah serta dilakukan ektraksi lagi dengan menggunakan dietil eter. Ekstraksi dengan dietil eter dilakukan sebanyak dua kali lagi sehingga didapatkan supernatan (2) dan (3). Supernatan (1), (2) dan (3) disatukan dalam tabung pemisah untuk dilakukan pencucian sebanyak 3 kali dengan menggunakan aquades, selanjutnya presipitan dipisahkan.
Supernatan yang dihasilkan ditambah dengan larutan KOH 0,5 M,
dikocok dan didiamkan sampai terbentuk adanya dua fasa. Dua fasa yang terbentuk dipisahkan dan supernatan yang dihasilkan selanjutnya ditambahkan aquades, dikocok, didiamkan dan dipisahkan kembali dua fasa yang terbentuk.
Ke dalam
supernatan ditambahkan larutan KOH 0,5 M, selanjutnya dikocok, didiamkan dan dipisahkan antara supernatan dan presipitan. Supernatan selanjutnya dicuci sampai tidak berwarna merah muda apabila diteteskan indikator pp. Larutan yang dihasilkan kemudian dievaporasi dengan rotary vacuum evaporator pada suhu 55oC sampai terbentuk kristal yang merupakan steroid teripang. Proses ekstraksi steroid teripang dapat dilihat pada Gambar 12.
Teripang pasir
Pemisahan bagian gonad, jeroan dan daging
Pengecilan ukuran daging teripang
Gonad dan jeroan
Bagian daging
Aseton (1:2, w/v) Maserasi dalam pelarut aseton 4oC, 24 jam
Sentrifuse 10.000 rpm, 15 menit, 4oC
Pemisahan Presipitan (residu) Supernatan
Evaporasi
Rotary vacuum evaporator, 55oC, 15 menit
Ekstrak lemak teripang
Gambar 11 Diagram alir proses pembuatan ekstrak lemak teripang pasir (Touchstone dan Kasparow, 1970)
Teripang pasir
Pemisahan bagian gonad, jeroan dan daging
Gonad dan jeroan
Pengecilan ukuran teripang
Bagian daging Aseton (1:2, w/v) Maserasi 4oC, 24 jam Sentrifuse 10.000 rpm, 15 menit, 4oC
Pemisahan
Presipitan (residu) Supernatan
Evaporasi
Rotary vacuum evaporator, 55oC, 15 menit
Ekstrak lemak teripang
A Gambar 12 Diagram alir proses ekstraksi steroid teripang pasir (Touchstone dan Kasparow, 1970; BSI, 1989)
Lanjutan Gambar 12 Diagram alir proses ekstraksi steroid teripang pasir A Larutan KOH 1 M Refluks 70oC, 1 jam Aquades Pendinginan ± 24oC Dietil eter Pengocokkan
Pengendapan
Pemisahan
Supernatan 1
Presipitan Dietil eter Pengocokkan
Pengendapan
Pemisahan
Supernatan 2
Presipitan
B
C
D
Lanjutan Gambar 12 Diagram alir proses ekstraksi steroid teripang pasir
B
C
D
Dietil eter Pengocokkan
Pengendapan
Presipitan
Pemisahan
Supernatan 3 Dimasukkan dalam tabung pemisah Aquades Pencucian sebanyak 3 kali
Pemisahan
Supernatan Larutan KOH 0,5 M Dikocok dan didiamkan
E
Presipitan
Lanjutan Gambar 12 Diagram alir proses ekstraksi steroid teripang pasir
E
Pemisahan
Presipitan
Supernatan Aquades Dikocok dan didiamkan
Pemisahan
Presipitan
Supernatan Larutan KOH 0,5 M Dikocok dan didiamkan
Pemisahan
Supernatan Aquades Dikocok dan didiamkan Indikator PP (fenolftalin) Ya
Berwarna pink? Tidak Evaporasi (Rotary vacuum evaporator)
Ekstrak Steroid
Presipitan
Pengujian bioassay pada mencit Untuk meneliti pengaruh produk yang dihasilkan dari teripang terhadap perilaku seksual, kadar testosteron, kualitas spermatozoa dan bobot alat kelamin, maka dilakukan pengujian bioassay pada mencit. Pada penelitian ini mencit yang digunakan adalah mencit jantan yang sudah dewasa kelamin (usia 2 bulan). Sebelum diberi perlakuan dilakukan adaptasi dahulu selama satu minggu (7 hari) di kandang yang dijadikan tempat penelitian.
Dalam satu kandang dimasukkan
sebanyak lima ekor mencit jantan yang diberi perlakuan. Kandang yang digunakan adalah kotak plastik dengan penutup kawat dilengkapi dengan tempat makanan di dalamnya dan tempat air minum berupa botol dari gelas yang dilengkapi pipet gelas dan ditempatkan di atas kandang. Lantai kandang diisi dengan sekam. Perlakuan yang diberikan adalah jenis produk dan dosis pemberian. Pada perlakuan jenis produk, tiga faktor perlakuan yang diberikan, yaitu pemberian tepung teripang, ekstrak lemak dan ekstrak steroid, sedangkan pada perlakuan dosis pemberian masing-masing ada tiga faktor, yaitu dosis pemberian 10 μg/ 100 g bobot badan, 30 μg/ 100 g bobot badan, dan 50 μg/ 100 g bobot badan mencit jantan. Perlakuan kontrol diberikan dengan pemberian hormon metil testosteron 42 µg/100 g bobot badan mencit jantan (Nainggolan dan Simanjuntak, 2005) dan tanpa pemberian produk maupun hormon. Pelarut yang digunakan adalah minyak jagung. Pemberian produk dilakukan setiap hari selama 12 hari dengan menggunakan pipet volumetrik secara oral. Setiap perlakukan dilakukan ulangan sebanyak lima kali. Parameter yang diamati adalah perilaku seksual, kadar testosteron, kualitas spermatozoa dan bobot alat kelamin mencit jantan.
Pengukuran pengaruh produk
teripang terhadap perilaku seksual dilakukan dengan cara mengamati tingkah laku mencit jantan satu jam sesudah diberi perlakuan. Mencit jantan disatukan dengan dua mencit betina kemudian dilihat perilaku seksualnya dengan melihat jumlah kissing vulva dan mounting selama 30 menit. Kissing vulva didefinisikan sebagai perilaku mencit mengarahkan mulutnya untuk menjilat alat kelamin mencit betina. Mounting adalah keadaan mencit jantan bersikap menindih mencit betina dari belakang.
Mounting dihitung walaupun ada atau tidak ada penetrasi. Perilaku
seksual diamati dengan menggunakan bantuan kamera handycamera.
Pengamatan
terhadap
bobot
alat
kelamin
dilakukan
dengan
cara
pembedahan mencit jantan kemudian diambil bagian testis dan vesikel seminalis. Selanjutnya bagian tersebut ditimbang dengan timbangan analitik untuk mengetahui bobot masing-masing bagian dalam gram. Pengamatan kadar testosteron dilakukan untuk mempelajari kandungan hormon testosteron dalam darah sesudah mencit jantan diberi perlakuan selama 12 hari.
Darah mencit diambil sampelnya dengan cara membuat sayatan kecil pada
bagian ekor dan ditampung dalam ependof (tabung kecil) secara hati-hati agar tidak terjadi hemolisis.
Darah yang sudah didapat selanjutnya disentrifuse untuk
memisahkan serum yang akan digunakan dalam analisa kandungan testosteron. Analisa kandungan testosteron menggunakan metode
125
I radio immunoassay fase
padat yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Pengamatan
kualitas
spermatozoa
mencit
jantan
dilakukan
terhadap
beberapa karakteristik spermatozoa, yaitu konsentrasi, morfologi, normalitas, dan motilitas. Spermatozoa mencit jantan diambil dari kauda epididimis, yang merupakan tempat pematangan dan penyimpanan spermatozoa.
Pengambilan dilakukan
dengan cara menyayat bagian kauda epididimis dan memencet secara perlahanlahan. Prosedur pengamatan kualitas spermatozoa dapat dilihat pada Lampiran 8. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian bioassay tersebut adalah tes χ2 (Siegel, 1997) (persamaan 6) tersarang (Montgomery, 2001) (persamaan 7).
dan rancangan acak lengkap pola Tes χ2 digunakan dalam analisa
pengaruh perlakuan jenis produk dan dosis pemakaian terhadap libido mencit jantan (kissing vulva dan mounting), sedangkan rancangan acak lengkap pola tersarang digunakan dalam analisa pengaruh perlakuan terhadap kualitas spermatozoa, bobot alat kelamin dan kadar testosteron darah mencit jantan. Analisa data menggunakan software SPSS ver 11.0 for Windows untuk analisa data dengan tes
χ2 dan
menggunakan software The Statistic Analysis System (SAS) v6.12 for Windows untuk analisa data dengan rancangan acak lengkap pola tersarang. Persamaan tes χ2 dan rancangan acak lengkap pola tersarang adalah sebagai berikut :
Persamaan tes χ2
χ2 =
r
k
i =1
j =1
∑∑
( O ij − E ij ) 2 E ij
…………………………… (6)
keterangan :
χ2
= nilai chi-kuadrat
O ij
= frekuensi yang diobservasi dalam baris ke-i pada kolom ke-j
E ij
= frekuensi yang diharapkan dalam baris ke-i pada kolom ke-j
Persamaan rancangan acak lengkap pola tersarang Yijk = μ + τi + βj(i) + ε(ij)k
……………………………………… (7)
keterangan : Yijk
= pengamatan faktor jenis produk taraf ke-i, faktor dosis pemberian taraf ke–j dan ulangan ke-k
μ
= rata-rata yang sebenarnya
τi
= pengaruh faktor jenis produk pada taraf ke-i (taraf 1 = tepung teripang, taraf 2 = ekstrak lemak dan taraf 3 = ekstrak steroid)
βj(i)
= pengaruh faktor dosis pemberian pada taraf ke-j (taraf 1 = 10 μg/ 100 g, taraf 2 = 30 μg/ 100 g, dan taraf 3 =50 μg/ 100 g bobot badan mencit jantan ) pada jenis produk ke-i
ε(ij)k
= pengaruh galat faktor jenis produk ke-i, faktor dosis pemberian taraf ke-j dan ulangan ke-k
Formulasi untuk manusia Formulasi aprodisiaka untuk manusia (laki-laki) dilakukan dengan cara ekstrapolasi hasil pengujian bioassay pada mencit jantan dengan melihat produk dan dosis yang paling tepat. Dari ketiga produk yang diberikan ke mencit yaitu tepung teripang, ekstrak lemak dan ekstrak steroid, dipilih produk dan konsentrasi yang paling efektif pengaruhnya terhadap libido atau perilaku seksual dan parameter kualitas spermatozoa serta bobot alat kelamin dan kadar testosteron, kemudian dari
produk yang terpilih dan dosis yang tepat dilakukan ekstrapolasi dari bobot mencit ke bobot badan manusia laki-laki. Analisa proksimat, kandungan asam amino esensial, asam lemak dan mineral dilakukan pada produk yang terpilih untuk mengetahui komponen yang terkandung dalam produk terpilih. Metode analisa proksimat disajikan pada Lampiran 1. Analisa kandungan asam amino dan asam lemak dilakukan dengan menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) (Lampiran 9 dan 10), sedangkan analisa kandungan
mineral
dilakukan
dengan
menggunakan
UV-spectrophotometry
(Lampiran 11).
Analisa Finansial Analisa finansial agroindustri steroid dari teripang pasir dilakukan pada skala minimum ekonomis dan dilakukan juga analisa sensitivitas. Pada aspek finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 14%/tahun. Kriteria investasi yang digunakan antara lain Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), net Benefit Cost ratio (net B/C rasio), dan analisa sensitivitas. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV, BEP, PBP, IRR dan B/C rasio seperti pada persamaan 1 sampai 5. Analisa sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kondisi proyek jika terjadi perubahan tingkat suku bunga (14 %, 16 %, 20 % dan 24 %) dan perubahan harga bahan baku (Rp 90.000,-, Rp 100.000,- dan Rp 110.000,-/ kg teripang segar (Agustus 2005- September 2006)).
Analisa Nilai Tambah Penghitungan nilai tambah dilakukan dengan menggunakan metode Hayami dan Kawagoe
(1993)
seperti terlihat pada Tabel 2.
Pengukuran nilai tambah
dengan metode di atas dilakukan dengan menghitung nilai tambah produk yang diakibatkan oleh adanya pengolahan.
Selain nilai tambah yang besarnya dihitung
dalam rupiah/kg bahan baku, juga dianalisa rasio nilai tambah (%), imbalan tenaga kerja (Rp/kg), bagian tenaga kerja (%), keuntungan (Rp/kg), tingkat keuntungan (%), marjin keuntungan (Rp/kg), pendapatan tenaga kerja (%), persentase sumbangan input lain serta persentase keuntungan perusahaan.