5 TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus (Valverde et al. 2003). Genus Mastrevirus memiliki genom berukuran 2,6-2,8 kb, ditularkan oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman monokotil, salah satu anggota dari genus itu adalah Maize streak virus. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2,9-3,0 kb, ditularkan juga oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman dikotil, dengan contoh spesies Beet curly top virus. Genus Topocuvirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (treehopper) ke tanaman dikotil, anggota genus ini hanya satu yaitu Tomato pseudo-curly top virus. Genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2,5-2,9 kb, menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutukebul (whitefly, Bemisia tabaci Genn.), dengan contoh spesies yaitu Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus – Puerto Rico) (Fauquet et al. 2003). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dibandingkan 3 genus yang lainnya. Berdasarkan data ICTV tahun 2009 anggota Begomovirus, Curtovirus, Mastrevirus, dan Topocuvirus berturut-turut adalah 196, 7, 14 dan 1 spesies. Kisaran Inang Begomovirus Begomovirus banyak menimbulkan kerusakan dan kehilangan hasil pada berbagai tanaman yang dibudidayakan termasuk diantaranya cabai, tomat, singkong, dan kapas di daerah tropik maupun subtropik di dunia (Rusli et al. 1999; Xie et al. 2010). Selain itu, Begomovirus juga ditemukan pada tanaman gulma spesies Ageratum conyzoides (Swanson dan Harrison 1993). Mansour dan AL-Musa (1992) melaporkan beberapa tanaman yang menjadi inang Begomovirus diantaranya tomat (Lycopersicon esculentum), Datura stramonium, Nicotiana glutinosa, dan N. tabacum. Sulandari et al. (2006) melaporkan bahwa tanaman dari famili Solanaceae, Compositae, dan beberapa dari famili Leguminosae merupakan inang Begomovirus.
6 Berbagai Begomovirus telah dilaporkan di beberapa wilayah di berbagai negara. Diantaranya yaitu Sweet potato leaf curl virus (SPLCV) menginfeksi tanaman ubi di Mexico (Valverde et al. 2003), Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus) meninfeksi tanaman buncis di Puerto Rico (Fauquet et al. 2003), Tomato golden mosaic virus (TGMV) menginfeksi tanaman tomat di Brazil (Green dan Kalloo 2004). Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Begomovirus Gejala yang timbul karena infeksi Begomovirus sangat bervariasi, tergantung pada strain virus dan spesies tanaman inangnya. Gejala umum yang ditimbulkan berhubungan dengan kerusakan daun seperti mengeriting, berkerutkerut, menguning, dan pola mosaik serta kerdil. Infeksi Begomovirus pada tanaman yang masih muda pada umumnya menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun menjadi melengkung dan berkerut-kerut dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran normal (Pacheco et al. 1996). Infeksi Begomovirus pada tanaman cabai umumnya menimbulkan gejala berupa pemucatan tulang daun yang kemudian berkembang menjadi warna kuning yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut dari Begomovirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman menjadi kerdil. Di lapangan, gejala yang ditimbulkan pada pertanaman cabai menunjukkan gejala yang beragam. Keragaman gejala tersebut dapat dibedakan atas: a) keseluruhan daun berwarna kuning, b) daun mengalami belang berwarna kuning dan hijau, c) daun berwarna kuning dengan tepi daun melengkung ke atas (cupping) atau keriting, d) tanaman mengalami kekerdilan dengan daun belang berwarna kuning dan hijau. Penyebaran gejala tersebut di lapangan dapat bersifat sporadis atau merata (Sulandari et al. 2006; Rusli et al. 1999).
7 Penularan Begomovirus Penularan dan pemencaran virus di lapangan sangat ditentukan oleh serangga vektor. Menurut Rusli et al. (1999) Begomovirus asal cabai tidak dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan daun tanaman sakit, tetapi dapat dilakukan penularan dengan serangga vektor B. tabaci dan penyambungan samping. Efisiensi penularan dengan serangga vektor lebih tinggi dibanding penyambungan, sehingga pada penelitian yang berkaitan dengan infeksi Begomovirus, metode penularan dengan menggunakan serangga vektor yang sering digunakan (Ganefianti 2010). Dalam hubungan antar tumbuhan, virus, dengan vektor terutama dari golongan serangga dikenal beberapa istilah umum yaitu periode makan akuisisi, periode makan inokulasi, periode laten, dan persistensi. Periode makan akuisisi adalah periode yang diperlukan serangga untuk memperoleh cairan sel tumbuhan. Periode makan inokulasi adalah periode yang diperlukan serangga untuk mengisap cairan sel dan memindahkan virus ke tanaman sehat. Periode laten yaitu periode setelah makan akuisisi selesai sampai serangga mampu menularkan virus ke tumbuhan sehat. Persistensi yaitu periode yang diperlukan serangga untuk tetap infektif menularkan virus setelah meninggalkan sumber virus, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu non persisten, semi persisten, dan persisten (Wahyuni 2005). Begomovirus merupakan virus yang ditularkan secara persisten atau sirkulatif.
Virus tetap bertahan dalam tubuh vektor sedikitnya selama satu
minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor (Akin 2006). Menurut penelitian Mehta et al. (1994) periode makan akuisisi (pma) dan periode makan inokulasi (pmi) minimal bagi B. tabaci masing-masing adalah 15 menit. Serangga Vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) Kutukebul atau B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, family Aleyrodidae (Borror 1996). Umumnya serangga tersebar di daerah tropik dan subtropik, bersifat polifag, dan diketahui sebagai vektor virus yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman (Kalshoven 1981).
8 Siklus hidup B. tabaci terdiri dari telur, nimfa, pupa dan imago. Telur berbentuk bulat panjang dengan tangkai yang pendek pada salah satu ujungnya, berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, serta menjadi berwarna coklat setelah 24 jam. Masa inkubasi telur bergantung pada keadaan lingkungan, yaitu sekitar 4-5 hari. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah, dan aktif bergerak. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Nimfa instar tiga mirip dengan instar 2 hanya dengan ukuran yang sedikit lebih besar, nimfa instar 2 dan instar 3 tidak aktif bergerak. Stadia nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari. Pupanya berbentuk bulat panjang, di bagian toraks agak melebar, cembung, dan abdomen tampak jelas. Lama stadium pupa adalah 2-4 hari. Imago berwarna kuning dengan sayap tertutup oleh tepung berwarna putih, ukuran serangga betina bisanya berukuran lebih besar dari pada serangga jantan. Lama hidup imago berkisar 6 hari (Kalshoven 1981; Gameel 1977). B. tabaci merupakan serangga hama yang dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor tanaman (Brown 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk kerusakan yang disebabkan oleh B. tabaci. Pertama adalah kerusakan langsung, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya. Akibatnya tanaman akan menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman, dan hasil. Kedua adalah kerusakan tidak langsung, yaitu disebabkan akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh kutukebul. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah. Akibatnya dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual. Ketiga adalah kerusakan karena kutukebul dapat menularkan virus tanaman, sehingga populasi kutukebul yang sedikit sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman. Pengendalian Penyakit oleh Begomovirus Duriat (2009) menyatakan bahwa inti pengendalian penyakit kuning keriting pada tanaman cabai adalah upaya terpadu untuk menghalangi terjadinya infeksi terutama pada waktu tanaman masih muda atau yang dikenal dengan istilah pengendalian secara preventif.
9 Upaya
pengendalian
secara
preventif
dilakukan
dengan
sanitasi
lingkungan yaitu membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus dan Coccinella transfertalis
(Coleoptera:
Coccinelidae),
atau
cendawan
entomopatogen
Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor. Menginduksi ketahanan tanaman cabai dengan Vir-001 (ekstrak bunga pukul empat konsentrasi 50%) atau Vir-002 (bayam duri konsentrasi 25%) pada semaian cabai berdaun sejati 3-4 lembar dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan virus (Duriat
2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, dan tembakau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008). Penggunaan varietas tahan digunakan sebagai salah satu bentuk pengendalian preventif karena varietas tahan dapat menekan serangan virus. Tanaman memiliki respon ketahanan yang berbeda terhadap serangan virus, salah satu penyebab pebedaan tersebut adalah adanya ketahanan dari dalam tubuh tumbuhan tersebut. Menurut Agrios (1996) secara umum terdapat dua jenis mekanisme ketahanan yang dimiliki oleh tumbuhan, yaitu ketahanan struktural dan ketahanan biokimia. Ketahanan struktural yaitu sifat-sifat struktural yang berfungsi sebagai penghalang fisik dan menghambat patogen mendapatkan peluang masuk dan menyebar di dalam tumbuhan. Struktur-struktur tersebut meliputi antara lain jumlah dan kualitas lilin serta kutikula yang menutupi sel epidermis, struktur dinding sel epidermis, ukuran, letak, dan bentuk stomata dan lentisel, kerapatan trikoma, dan jaringan dinding sel yang tebal yang menghambat gerak maju patogen. Ketebalan dan kekuatan dinding bagian luar sel-sel epidermis merupakan faktor penting dalam ketahanan beberapa jenis tanaman terhadap
10 beberapa patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan (Agrios 1996). Ketahanan biokimia merupakan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada tumbuhan tersebut (Agrios 1996). Perubahan biokimia dapat terjadi antara lain melalui sintesis dan akumulasi asam salisilat (Wobbe dan Klessig 1996) atau fitoaleksin (Beynon 1997), yaitu senyawa hasil metabolit sekunder yang toksik bagi virus, bakteri, maupun cendawan yang menyerupai asam lemak (Lowton et al 1992), dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanaman (Nothnagel et al 1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh terhadap serangan patogen namun dapat juga menekan perkembangan patogen sehingga tidak menurunkan produksi. Mekanisme yang lain adalah tidak adanya faktor pengenal pada tanaman yang dapat digunakan patogen untuk menentukan inang yang sesuai. Tanaman ini juga dapat mempertahankan diri dengan tidak memproduksi senyawa metabolit yang diperlukan oleh patogen sehingga patogen tidak berkembang. Varietas Tahan Begomovirus Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus tertentu sehingga virus tersebut tidak menyebar ke sel-sel lainnya (Greenleaf 1986). Varietas tahan Begomovirus telah ditemukan pada tanaman tomat dan buncis. Tomat varietas komersial pertama yang tahan adalah “TY20” (Rom et al. 1993). Saat ini tomat galur H24 telah dirilis sebagai varietas tahan yang komersial karena memperlihatkan ketahanan yang sangat baik terhadap strain TYLCV dari Taiwan dan India selatan (Hanson et al. 2000). Pada tanaman buncis, persilangan dilakukan terhadap Ras Mesoamerika dengan landraces Porillo Sintetico dan Turrialba I yang menghasilkan ketahanan terhadap infeksi BGYMV. Selain itu terdapat galur yang memiliki ketahanan tinggi yaitu A429 (Singh et al. 2000).
11 Galur ini mengekspresikan gejala yang lemah, tetapi karakter agronominya tidak komersial. Pada tanaman cabai belum banyak informasi mengenai galur yang tahan terhadap Begomovirus. Percobaan yang dilakukan Ganefianti (2010) dengan menggunakan 27 genotipe cabai menunjukkan bahwa IPBC12 tahan terhadap Begomovirus dengan keparahan penyakit kurang dari 5%.