TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Tanaman
Iklim Kedelai dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas, ditempat-tempat terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m diatas permukaan laut dan jarang sekali ditanam didaerah yang terletak kurang dari 600 m diatas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik jika ditanam didaerah beriklim kering (Aak, 2002). Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25 0C. Suhu 12 – 20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi
cenderung
mengurangi
hasil
fotosintesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah kurang dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara 95-122 hari selama setahun (Ipteknet.com, 2008). Volume air yang terlalu banyak tidak menguntungkan, karena akan mengakibatkan akar membusuk. Banyaknya curah hujan juga sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen. Namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari suhu didalam dan permukaan tanah pada musim panas sekitar 350C – 390C. Hasil
Universitas Sumatera Utara
observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah hujan, temperatur dan kelembaban udara terhadap pertumbuhan tanaman kedelai disepanjang musim adalah sekitar 60 -70 % (Aak, 2002). Varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5 - 300 m dpl.
Sedangkan varietas kedelai berbiji besar cocok
ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl.
Kedelai biasanya akan
tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 hingga 600 m dpl. Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab.
Tanaman
kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan (Prihatman, 2000). Energi radiasi atau takaran sinar matahari, merupakan faktor penting pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kualitas, intensitas dan lamanya penyinaran merupakan segi energi radiasi yang penting. Spektrum penuh sinar matahari umumnya sangat menguntungkan pertumbuhan tanaman. Tanaman lebih mampu tumbuh baik pada intensitas cahay agak redup dibandingkan jika hari terang penuh. Ukuran daun dan pemanjangan batang sejumlah tanaman akan maksimal pada intensitas cahaya rendah sedangkan berat kering total tanaman akan meningkat mengikuti peningkatan intensitas cahaya. Segi energi radiasi yang lebih penting adalah lamanya penyinaran (Poerwowidodo, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Tanah Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Prihatman, 2000). Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan Aluminium. Sehingga pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi
nitrit
atau
proses
pembusukan)
akan
berjalan
kurang
baik
(Prihatman, 2000). Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air kadang-
Universitas Sumatera Utara
kadang diperberat oleh perombakan bahan organik seperti sisa-sisa tanaman. Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan total, pertumbuhan akar kapas dan kedelai tampaknya sama sekali tidak peka terhadap kandungan O2 serendah kirakira 5 %. Walaupun demikian, periode-periode tanpa oksigen selama hanya 3 jam untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai, mematikan ujung-ujung akar (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Aerasi
tanah
(kandungan
O2 dan
CO2
didalam
tanah)
sangat
mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun, pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2 meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995) Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Setiap pengolahan 1 ton TBS (Tandan Buah Segar) akan dihasilkan TKKS sebanyak 22 – 23% TKKS atau sebanyak 220 – 230 kg TKKS. Apabila dalam sebuah pabrik dengan kapasitas pengolahan 100 ton/jam dengan waktu operasi selama jam, maka akan dihasilkan sebanyak ton TKKS.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah limbah TKKS seluruh Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan mencapai 18.2 juta ton. Jumlah yang luar biasa besar. Ironis sekali, limbah ini belum dimanfaatkan secara baik oleh sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia. Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah selulosa dan lignin, sehingga limbah ini disebut sebagai limbah lignoselulosa (Darnoko, 1993). Tandan kompos kelapa sawit mempunyai C/N yang tinggi yaitu > 45. Hal ini menyebabkan N pada tanah kurang tersedia karena N terimobilisasi dalam proses perombakan bahan organik oleh mikroba tanah. Oleh sebab itu usaha penurunan kadar C/N dapat diturunkan dengan proses pengomposan sampai kadar C/N mendekati kadar C/N tanah (Darnoko, 1993). Ampas tandan kelapa sawit merupakan sumber pupuk kalium dan berpotensi untuk diproses menjadi pupuk organik melalui fermentasi aerob dengan penambahan mikroba alami yang akan memperkaya pupuk yang dihasilkan. Kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain : - Memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan - Membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman - Bersifat homogeni dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman - Merupakan pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah - Dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Isroi, 2008). Hasil analisa terhadap rerata kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tandan kosong kelapa sawit terutama unsur Nitrogen, Fosfor, Kalium, dan
Universitas Sumatera Utara
Magnesium memberikan peluang dan potensi sebagai bahan pengganti sumber nutrisi bagi tanaman kelapa sawit. Berdasarkan potensi kandungan nutrisi yang ada maka aplikasi tandan kosong kelapa sawit dapat dilakukan untuk menekan pemakaian pupuk kimia atau pupuk pabrikan seperti pupuk Urea, TSP atau RP, MOP atau KCl, dan Kieserit (Arief, 2008). Suatu analisa terhadap tandan kosong kelapa sawit telah dilakukan oleh Husin (2008). Hasil yang diperoleh adalah abu (15%), selulosa (40%), lignin (21%) dan hemiselulosa (24%). Pada saat ini TKKS digunakan sebagai bahan organik bagi pertanaman kelapa sawit
secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara
langsung ialah dengan menjadikan TKKS sebagai mulsa sedangkan secara tidak langsung dengan mengomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai pupuk organik. Bagaimanapun juga pengembaliaan bahan organik kelapa sawit ketanah akan menjaga kelestarian kandungan bahan organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah. Selain itu, pengembalian bahan organik ketanah akan mempengaruhi populasi mikroba tanah yang secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi kesehatan dan kualitas tanah (Barea et al, 2005). Aktivitas mikroba akan berperan dalam menjaga stabilitas dan produktivitas ekosistem alami, demikian pula ekosistem pertanian. Aplikasi tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber nutrisi bagi tanaman kelapa sawit yang menggantikan peranan pupuk anorganik dapat dikategorikan sebagai fungsi secara kimia. Namun aplikasi tandan kosong kelapa sawit juga dapat dikategorikan dari aspek fisik.
Salah satu aspek fisik penting adalah
kemampuan tandan kosong kelapa sawit untuk menyerap dan menahan air,
Universitas Sumatera Utara
sehingga diharapkan dapat mempertahankan kelembaban lingkungan mikro di sekitarnya. Terutama dengan memperhatikan penempatan tandan kosong yang tepat (Arief, 2008). Pengaruh penambahan pupuk terhadap tanah adalah untuk menciptakan suatu kadar zat hara yang tinggi dalam larutan tanah bila pupuk larut. Hal ini dapat secara potensial dalam peningkatan jumlah hara yang bergerak keakar, naik secara difusi atau aliran masa (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Pemberian pupuk organik dalam bentuk kompos telah banyak memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap ketersediaan hara fosfat dan kalium. Hasil penelitian Diana (2003) menunjukkan bahwa pemberian kompos kulit durian berpengaruh nyata terhadap ketersediaan fosfat, dan kalium yang dapat dipertukarkan, serta pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit, kulit kakao dan blotong berpengaruh sangat nyata terhadap ketersediaan kalium yang dapat dipertukarkan. Peningkatan pertumbuhan akar dalam tanah yang ditambahkan dengan pupuk atau bahan organik sisa-sisa pembusukan, dapat meningkatkan produksi akar-akar cabang dalam tanah yang diaplikasikan pupuk tersebut. Setiap penambahan pupuk dapat mendorong seluruh pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan akar pada seluruh kedalaman perakaran
normal
dan
bahkan
mendorong
perakaran
lebih
dalam
(Goldsworthy dan Fisher, 1992). Hakim, dkk, (1986) menyatakan bahwa pemberian bahan organik tanah dapat mempengaruhi ketersediaan fosfat melalui hasil dekomposisinya yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, asam oksalat dan asam tatrat akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Dengan demikian konsentrasi ion-ion Al, Fe dan Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang dan diharapkan fosfat tersedia akan lebih banyak. Unsur-unsur hara terutama berasal dari mineralisasi bahan organik, ketersediaannnya dalam jangka pendek biasanya akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu dalam tanah. Aerasi tanah yang kurang baik dengan suhu yang tidak sesuai dengan pertumbuhan akar tanaman hanya berpengaruh pada penimbunan hara dalam akar tetapi tidak mempengaruhi laju difusi keakar. Pada aerasi tanah yang kurang baik akibat kejenuhan air akan menyebabkan persediaan oksigen berkurang dan terjadi kenaikan unsur-unsur hara yang beracun (Goldsworthy dan Fisher, 1992) Efektivitas Mikoriza bagi Pertumbuhan Tanaman
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang
Universitas Sumatera Utara
sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya
inokulasi
cendawan
mikoriza
dapat
dikatakan
sebagai
'biofertilization", baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham, 1994). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Peranan MVA bagi tanaman inangnya adalah memperbesar areal serapan bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza (Hanafiah, 2005). Rhizosfer adalah habitat yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Didaerah rhizosfer terdapat eksudat akar. Nisbah jumlah mikroba di rhizosfer disbanding jumlah mikroba di tanah (R/S) sebesar 5-20. semakin subur tanah maka nilai R/S semakin kecil. Mekanisme hubungan antara CMA dengan akar tanaman adalah sebagai berikut, pertama-tama spora CMA berkecambah dan menginfeksi akar tanaman, kemudian di dalam jaringan akar CMA ini tumbuh dan berkembang membentuk hifa-hifa yang panjang dan bercabang. Jaringan hifa ini memiliki jangkauan yang jauh lebih luas daripada jangkauan akar tanaman itu sendiri. Hifa
Universitas Sumatera Utara
CMA yang jangkauannya lebih luas ini selanjutnya berperan sebagai akar tanaman dalam menyerap air dan hara dari dalam tanah (Syah dkk, 2007). Di samping
faktor lingkungan, maka faktor penting lain yang
mempengaruhi jumlah spora CMA di dalam tanah, yaitu masa sporulasi CMA, umur tanaman yang tumbuh. Musim dalam setahun menentukan populasi spora CMA yang diperoleh, karena berkaitan dengan pertumbuhan tanaman inang dan perkembangan mikoriza arbuskula. Spora tidak saja terbentuk karena ketidak seimbangan nutrisi dan stres lingkungan, namun karena adanya faktor-faktor penghambat lain dan sifat-sifat fungi mikoriza dalam memroduksi spora. Perkembangan spora yang rendah karena tanah dengan aerasi buruk, kedap air dan sangat peka terhadap erosi, ini akan dapat menghambat tumbuhnya spora dan perkembangan mikoriza arbuskula (Buckmann and Brady, 1982). Jaringan hipa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hipa yang lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hipa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hipa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham, 1994). Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza, juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, K dan S. Sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat. Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga disebabkan karena hipa cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tanaman. Pemberian pupuk hayati berupa cendawan mikoriza arbuskular dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pupuk P dan meningkatkan ketersediaan fosfat.
Universitas Sumatera Utara
Prihatini, dkk, (1996). Menyatakan bahwa peran utama mikoriza dalam mengatasi kekahatan P adalah kemampuannya untuk mentranslokasikan P tanah ke dalam tanaman. Hal ini disebabkan mikoriza membentuk hifa yang tumbuh pada akar tanaman dan berfungsi sebagai perluasan dari permukaan akar. Hifa ini dapat menyebar ke daerah-daerah kahat P dan mengangkutnya ke dalam akar dan dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhan. Selain meningkatkan serapan P, mikoriza juga dapat meningkatkan serapan hara mikro seperti Cu dan Zn. Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat (Kim et al,1998). Kejadian infeksi MVA biasanya berkurang oleh pemupukan fospat sementara pada tanah-tanah yang kurang subur tanaman dengan MVA dapat tumbuh sangat lebih baik daripada tanaman tanpa MVA. Pengaruh yang terlihat pada pengambilan unsur hara adalah konsisten dengan hipotesis bahwa hifa-hifa jamur meningkatkan pemanfaatan tahan dengan menyerap zat-zat hara dan mengangkutnya keakar. Daerah penyerapan yang sangat meningkat memang sanagt penting terutama untuk fosfor. Ternyata tidak diragukan bahwa meskipun MVA sendiri tidak menambat nitrogen, mereka dapat memperbesar penambatan oleh bakteri-bakteri Rhizobium dalam simbiosis dengan tanaman legum (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Bahan organik tanah baru berfungsi sebagai pengikat tanah setelah mengalami penguraian. Penguraian bahan organik dipercepat bila didalam tanah terdapat kehidupan, dalam hal ini jasad mikro tanah. Dengan demikian walaupun didalam tanah tersedia bahan organik, tetapi bila tidak ada jasad mikro, maka
Universitas Sumatera Utara
bahan organik tersebut tidak banyak manfaatnya untuk agregasi. Tanpa bahan organik,
jasad
mikro
tidak
efektif
dalam
mengikat
agregasi
tanah
(Islami dan Utomo, 1995). Anomali Iklim Dan Waktu Tanam Penyimpangan iklim adalah terjadinya perubahan iklim dibanding rata-rata jangka panjangnya pada selang waktu tertentu. Pengalaman menunjukkan bahwa secara temporer berbagai bentuk penyimpangan iklim telah sering mendera dan mengancam sistem produksi pertanian. Deraan tersebut tidak saja menyebabkan gangguan produksi, tetapi juga menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Waktu tanam yang tepat merupakan salah satu usaha untuk memperkecil kegagalan panen. Sehingga, untuk mengatasi keterbatasan air tanah pada musimmusim tertentu, sedangkan peningkatan terhadap produksi kedelai harus terus berlanjut, maka perlu dibuat suatu model penelaan alternatif dari pola tanam yang selaras dengan kebutuhan air tanaman. Pergeseran waktu tanaman akan mempengaruhi keragaan pertumbuhan dan hasil pertanian. Dengan mengetahui faktor-faktor cuaca tersebutlah, pertumbuhan tanaman dan tingkat fotosintesis dan respirasi yang berkembang secara dinamis dan disimulasi. Kesesuaian curah hujan dan pertanaman akan lebih spesifik dan terinci kebutuhannya apabila budidaya pertanian yang dilakukan sudah dipertimbangkan aspek kualitas, kuantitas dan kontinuitas (Ismail, dkk, 1997). Peralihan musim merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi musim kemarau atau musim hujan lebih dini, sehingga
Universitas Sumatera Utara
perencanaan pertanian terutama periode tanam dan jenis komoditas dapat disusun sesuai dengan kondisi iklim aktual. Identifikasi perubahan musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dapat dilakukan menggunakan indikator penciri musim untuk menentukan apakah wilayah berada pada periode musim hujan (MH), memasuki musim hujan (MMH), musim kemarau (MK), dan memasuki musim kemarau (MMK). Berdasarkan permasalahan anomali iklim dan prediksi iklim bulanan untuk meminimalkan resiko pertanian, maka ada tiga hal yang diperlukan untuk penyelesaian persoalan tersebut diantaranya adalah dengan Analisis Perkembangan Iklim dengan Indikator Penciri Perubahan Musim (www.litbang.deptan.go.id, 2008). Perkiraan awal musim hujan menjadi faktor penting dalam menetapkan awal musim tanam, pelaksanaan tanam, penentuan pola tanam, dan perkiraan luas areal tanam, terutama untuk tanaman pangan pada lahan sawah tadah hujan dan kering. Awal musim hujan juga menjadi “penanda” bagi petani tradisional dalam mengawali pengolahan tanah untuk budidaya tanaman pada lahan sawah. Fluktuasi, frekuensi dan intensitas anomali iklim yang makin meningkat, sangat nyata pengaruhnya terhadap produksi padi, sebagai akibat dari penurunan luas tanam, luas panen, dan hasil pada saat terjadi anomali iklim. Anomali iklim berdampak juga terhadap perubahan pola tanam, baik di lahan sawah irigasi maupun lahan tadah hujan (www.e-dukasi.net, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Curah Hujan dan Suhu Bagi Tanaman Dan Aktifitas Mikoriza Untuk pertumbuhan tanaman diperlukan suhu antara 150C sampai 400C. Di bawah suhu 150C atau diatas suhu 400C pertumbuhan tanaman menurun secara drastis. Suhu akan mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman. Energi panas dapat menggiatkan reaksi-reaksi biokimia pada tanaman atau terhadap reaksi fisiologis dikontrol oleh selang suhu tertentu (Fitter and Hay, 1994). Pertumbuhan dan produksi tanaman sangat ditentukan oleh keberadaan air tanah dan kesuburannya. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat bergantung pada jenis tanaman dan iklim. Jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman kedelai untuk pertumbuhan sampai panen antara 450-700 mm, bergantung pada kondisi iklim dan umur tanaman (Kramer, 1969). Fase pembungaan memerlukan air yang lebih banyak dari fase vegetatif.
Dengan
demikian aspek penting dari pengairan adalah sampai pada tingkat kekeringan tanah tertentu yang mana pengairan harus diberikan. Kalau tingkat ini diketahui maka akan diperoleh pengairan yang tepat waktu dan jumlah. Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis (Fitter dan Hay,1994). Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air yang intensif akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama musim tanam dapat
meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha
dibandingkan pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur hanya 1.47 ton/ha.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan akar dibatasi oleh persediaaan unsur hara yang sedikit, namun pertumbuhan tajuk relatif akan lebih dibatasi oleh persediaan unsur hara yang sedikit. Sebaliknya kalau pertumbuhan tajuk dibatasi, maka pertumbuhan tajuk akan lebih banyak menggunakan karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis, sebagai akibatnya pertumbuhan akar akan lebih tertekan darapada tajuknya (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Ketersediaan air diperlukan untuk menyesuaikan diri dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman, di antaranya untuk peningkatan luas daun. Defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada kapasitas pertukaran gas dan efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis. Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman. Rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara, yang berakibat pada menurunkan produksi. Tanaman kedelai yang mengalami defisit air, translokasi fotosintat ke biji akan terhambat (Agung dan Rahayu, 2004). Radiasi menentukan pertumbuhan dan hasil tanaman karena radiasi merupakan sumber energi bagi tanaman. Disamping pengaruhnya terhadap temperatur, radiasi juga merupakan sumber energi utama untuk fotosintesis. Jumlah radiasi yang diterima oleh tanaman ditentukan oleh lama periode pertumbuhan tanaman dan kualitas penyinaran matahari selama pertumbuhan tanaman tersebut (Islami dan Utomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya kecepatan fotosintesis tanaman bertambah tinggi dengan naiknya intensitas cahaya. Hubungan ini bersifat hampir linear dengan kisaran yang kecil.
Pada intensitas cahaya tertentu, kecepatan fotosintesa tidak
dipengaruhi oleh intensitas cahaya karena daun telah jenuh dengan cahaya. Untuk beberapa tanaman, kecepatan fotosintesis bahkan dapat mengalami penurunan bila intensitas cahaya lebih tinggi dari titik jenuhnya (Guslim, 2007). Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkecambahan spora cendawan mikoriza. Kondisi lingkungan dan edapik yang cocok untuk perkecambahan biji dan pertumbuhan akar tanaman biasanya juga cocok untuk perkecambahan spora cendawan. Cendawan pada umumnya memiliki ketahanan cukup baik pada rentang faktor lingkungan fisik yang lebar. Mikoriza tidak hanya berkembang pada tanah berdrainase baik, tapi juga pada lahan tergenang seperti pada padi sawah (Solaiman dan Hirata, 1995). Bahkan pada lingkungan yang sangat miskin atau lingkungan yang tercemar limbah berbahaya, cendawan mikoriza masih memperlihatkan eksistensinya (Aggangan et al, 1998). Sifat cendawan mikoriza ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam upaya bioremidiasi lahan kritis. Kebanyakan tanaman berbiji tropik, berbunga dan menghasilkan biji untuk dipanen pada akhir musim hujan. Kalau tanaman berbunga lebih awal mereka gagal untuk memanfaatkan waktu yang tersedia secara penuh untuk memproduksi hasil. Biji yang dihasilkan sebelum akhir musim hujan akan rusak oleh jamur dan serangga sehingga hasil dan kualitasnya rendah. Sebaliknya kalau tanaman berbunga terlalu lambat merekan akan menghabiskan air sebelum pertumbuhan biji sempurna, dan hasil akan menurun. Perbedaan-perbedaan dalam suhu,
Universitas Sumatera Utara
panjang hari, dan persediaan air dan dalam tanggapan tanaman terhadap perbedaan tersebut merupakan penentu utama bagaimana tanaman menggunakan waktu untuk memproduksi hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Kelembaban tanah mempengaruhi pertumbuhan akar tidak hanya secara langsung tetapi juga tidak langsung. Karena kelembabahn tanah akan mempengaruhi aerasi tanah. Kelembaban tanah yang rendah secara nyata dapat menurunkan bobot akar rumput-rumputan (Wright, 1962) dan panjang akar kedelai mengalami penurunan pada potensial air kurang dari -2 bar atau 16 %. Penghambatan perkembangan akar ini selain disebabkan karena terhambatnya aktifitas sel, juga terjadi karena daerah penetrasi akar dalam keadaan kering (kelembaban tanah rendah) sehingga akar yang baru terbentuk tidak dapat menembus dan akhirnya ujung akar mati (Islami dan Utomo, 1995).
Universitas Sumatera Utara